Rezeki Sudah Dijamin jangan Cari yang Haram

ALLAH Taala adalah (Ar-Razzaq [Yang Banyak Memberi rezeqi]) karena merupakan bentuk mubalaghah (penyangatan) dari kata (Pemberi rezeki), maka ini menunjukkan kepada makna banyak. Yaitu menunjukkan banyaknya rezeki yang Allah berikan kepada hamba-hamba-Nya dan juga menunjukkan banyaknya hamba-hamba-Nya yang mendapatkan rezeki tersebut.

Sehingga (Ar-Razzaq) artinya Yang Banyak Memberi rezeqi. Dia memberi rezeki yang satu kemudian rezeki yang lain dalam jumlah yang sangat banyak untuk seluruh makhluk-Nya.

Setiap makhluk yang berjalan di muka bumi ini pasti diberi rezeki, sebagaimana firman Allah Taala,

Dan tidak ada satupun makhluk yang berjalan di muka bumi melainkan Allah-lah yang memberi rezkinya (Huud: 6).

Syaikh Abdur Rahman As-Sadi rahimahullah berkata,

Maksudnya, seluruh yang berjalan di muka bumi ini, baik dari kalangan manusia (keturunan Nabi Adam alaihis salam), maupun binatang, baik binatang darat maupun laut, maka Allah Taala telah menjamin rezeki dan makanan mereka. Jadi, rezeki mereka dijamin oleh Allah (Tafsir As-Sadi, hal. 422).

Berarti kita harus meyakini bahwa rezeki kita sudah dijamin oleh Allah Taala. Bahkan rezeki kita telah ditulis sebelum kita terlahir di dunia ini. Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda,

Kemudian diutuslah Malaikat kepadanya untuk meniupkan ruh di dalamnya, dan diperintahkan untuk menulis empat hal, yaitu menuliskan rizkinya, ajalnya, amalnya, dan celaka atau bahagianya (HR. Al Bukhari dan Muslim).

Rezeki yang telah ditulis untuk kita pasti akan sampai ke kita. Tidaklah mungkin satu suap makanan yang sudah menjadi jatah kita akan masuk ke mulut orang lain. Seseorang tidaklah akan mati jika masih ada satu butir nasi saja yang menjadi jatahnya belum ia makan.

Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda,

Wahai manusia bertakwalah kepada Allah dan pilihlah cara yang baik dalam mencari rezeki, karena tidaklah suatu jiwa akan mati hingga terpenuhi rezekinya, walau lambat rezeki tersebut sampai kepadanya, maka bertakwalah kepada Allah dan pilihlah cara yang baik dalam mencari rezeki, ambillah rezeki yang halal dan tinggalkanlah rezeki yang haram (HR. Ibnu Majah, dan Syaikh Al-Albani menshahihkannya).

Seandainya sekarang seluruh manusia bersepakat untuk menghalangi rezeki yang yang telah Allah tetapkan untuk Anda, maka pastilah mereka akan gagal. Sebaliknya, sekarang seandainya seluruh manusia bersepakat untuk memberi Anda sesuatu yang tidak Allah tetapkan untuk Anda, maka pastilah mereka tidak akan mampu melakukannya.

Ya Allah, tidak ada satupun yang mampu mencegah apa yang Engkau berikan dan tidak pula ada satupun yang mampu memberi sesuatu yang Engkau cegah (HR. Al-Bukhari dan Muslim, serta yang lainnya).

Jatah rezeki Anda sudah ditetapkan, maka tidak ada alasan bagi Anda untuk merasa kekurangan. Bukankah tidak ada satu pun dari makhluk yang mampu mengurangi jatah rezeki Anda? Jika demikian, maka tidak mungkin jatah Anda bisa berkurang. Mengapa harus merasa kekurangan?

Jika Anda mengatakan Tapi, rezeki yang saya dapatkan sedikit, jadi saya merasa kurang, cari rezeki halal sulit dan lama kayanya! Saya ingin cepat kaya! Rezeki haram lebih cepat dan mudah didapat, apa boleh buat! Maka kami katakan kepada Anda Mengapa harus menerjang yang haram padahal rezeki telah dijatah?

Ketahuilah! Bahwa orang yang merasa tidak puas dengan rezeki halal yang didapatkannya selama ini dan merasa kurang, lalu mencarinya dengan cara yang haram, ini setidaknya ada tiga kemungkinan:

Ia malas mencari rezeki dengan cara yang halal atau kurang sungguh-sungguh dalam bekerja.

Ia sudah bekerja maksimal dalam mencari rezeki yang halal, tapi masih merasa kurang.

Ia sudah kaya, tapi masih pula merasa kurang.

Nasihat untuk orang yang pertama, hakikatnya ia sangatlah tidak pantas merasa kekurangan, karena ia belum berusaha dengan maksimal. Adapun untuk orang yang kedua dan ketiga, maka setidaknya ada dua kemungkinan penyebabnya:

-Ia sudah tahu sikap dan prinsip hidup seorang muslim yang benar dalam masalah rezeki, lalu nekad melanggarnya.

-Kurang atau tidak tahu sama sekali tentang sikap dan prinsip itu, sehingga ia terjatuh kedalam pelanggaran.

-Wabillaahi nastaiin, penjelasan berikut, semoga bisa menjadi obatnya.

Sikap yang benar terhadap rezeki

1. Rezeki atas kehendak Allah Azza wa Jalla

Sikap yang harus dimiliki oleh setiap muslim terhadap rezeki adalah Allah-lah satu-satunya Sang Pemilik dan Pemberi rezeki hamba-hamba-Nya. Maka di dalam membagikan rezeki kepada hamba-hamba-Nya, sesuai dengan kehendak-Nya. Allah memberi sebagian makhluk dan mencegah pemberian untuk sebagian yang lain sesuai dengan ilmu, hikmah (kebijaksanaan), dan keadilan-Nya. Demikian juga masalah banyaknya rezeki yang diberikan kepada para hamba-Nya, Allah memberikan kepada sebagian mereka rezeki yang banyak, sedangkan kepada sebagian yang lain sedikit saja.

Semua terserah Allah Yang Maha Adil lagi Maha Bijaksana, Allah tidak akan pernah zalim kepada mereka. Karena semuanya sesuai dengan ilmu,hikmah (kebijaksanaan) dan keadilan-Nya. Oleh karena itu Allah berfirman,

Dan Allah memberi rizki kepada orang-orang yang dikehendaki-Nya tanpa batas (Al-Baqarah: 212).

Syaikh Abdur Rahmn bin Nashir as-Sadi rahimahullah menjelaskan,

Tatkala rezeki duniawi maupun rizki akhirat tidak akan dapat diperoleh kecuali dengan takdir Allah dan tidak bisa didapatkan kecuali dengan kehendak Allah, maka Allah pun berfirman {} (Tafsir As-Sadi, hal. 95).

Allah Maha Mengetahui tentang orang yang jika dikayakan, maka kekayaannya membuatnya melupakan Allah. Dan Allah pun Maha Mengetahui bahwa ada orang yang jika dijadikan miskin, ia mampu bersabar dan beribadah kepada-Nya.

Jika ini dipahami, maka seorang hamba tidak protes terhadap jatah rezekinya, bahkan qonaah (menerima dan rela) atas jatah rezekinya sembari meyakini bahwa hal ini adalah pilihan Allah yang terbaik baginya. Ia meyakini juga bahwa Allah lebih mengetahui dan lebih sayang terhadap diri hamba-Nya daripada hamba itu sendiri. Dengan demikian ia tidak nekad menerjang yang haram. Walaupun rezeki halal yang diperolehnya sedikit, namun itu adalah yang terbaik bagi dirinya.

2. Tujuan penciptaan (tujuan hidup) dan tujuan pemberian rezeki

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah rahimahullah berkata

Sesungguhnya Allah menciptakan makhluk hanya untuk beribadah kepada-Nya dan Allah menciptakan rezeki untuk mereka semata-mata agar mereka gunakan rezeki tersebut untuk beribadah kepada-Nya (Majmuul Fatawa Imam Ibnu Taimiyyah, kitabul Iman, dari http://madrasato-mohammed.com/book232.htm).

Jika seseorang tahu tujuan hidupnya dan tujuan Allah memberinya rezeki, maka ia akan membenci rezeki haram dan tidak mau mencari rezeki haram, karena rezeki haram tidak bisa ia gunakan untuk beribadah kepada Rabbnya, bahkan menyebabkan datangnya siksa Allah. Jika memperoleh rezeki yang halal pun ia tidak gunakan secara berlebihan, sehingga ia merasa cukup dengan rezeki yang halal dan tidak membutuhkan rezeki yang haram.

Imam Ibnul Qoyyim rahimahullah menjelaskan bahwa sikap seorang mukmin yang benar berbeda dengan sikap hidup orang-orang kafir:

Lain halnya dengan seorang mukmin, meskipun mendapatkan perolehan dunia (yang halal) dan kesenangannya, namun tidak akan ia pergunakan untuk bersenang-senang semata, dan tidak akan ia pergunakan untuk menghilangkan kebaikan-kebaikannya selama hidup di dunia. Tetapi akan ia pergunakan perolehan dunia (yang halal) itu untuk memperkuat diri dalam mencari bekal di akhiratnya kelak (Miftahu Daris Saadah, Ibnul Qoyyim, hal. 197).

Jadi, profil seorang mukmin adalah boro-boro mencari rezeki yang haram, memperoleh rezeki yang halal saja, ia pergunakan dengan baik untuk beribadah kepada Allah.

3. Memahami hakikat Allah memberi dan mencegah rezeki

Orang yang tidak puas dengan rezeki halal yang didapatkannya, padahal ia sudah berusaha mencarinya dengan maksimal, lalu ia mengikuti hawa nafsunya dengan mencari rezeki dengan cara yang haram, maka hakikatnya ia tidak memahami hakikat perbuatan Allah memberi dan mencegah rezeki. Ketahuilah, bahwa Allah tidaklah sama dengan makhluk-Nya, Allah berfirman:

Tidak ada sesuatupun yang sama dengan Dia (Asy-Syuuraa:11).

Imam Ibnul Qoyyim rahimahullah menjelaskan tentang hakikat Allah memberi dan mencegah rezeki,

Demikianlah Ar-Rabb (Allah) Subhanahu, tidaklah mencegah hamba-Nya yang beriman mendapatkan sesuatu dari dunia, melainkan memberinya rezeki yang lebih utama dan lebih bermanfaat, dan hal itu tidaklah didapatkan oleh selain Mukmin. Karena sesungguhnya, Allah mencegah seorang mukmin dari mendapatkan suatu jatah rezeki yang rendah dan sepele dan tidak meridhoi itu untuknya dengan tujuan untuk memberinya bagian rezeki yang lebih tinggi dan mahal. Sedangkan seorang hamba, disebabkan ketidaktahuannya terhadap perkara yang bermanfaat bagi dirinya dan terhadap kedermawanan, kebijaksanaan dan kelembutan Rabb nya, maka ia tidak mengetahui perbedaan antara sesuatu yang ia tercegah dari mendapatkannya, dengan sesuatu yang disimpan untuknya, bahkan ia sangat tergiur dengan kenikmatan (duniawi) yang disegerakan walaupun rendah nilainya, dan (sebaliknya) begitu rendahnya kecintaannya kepada kenikmatan (abadi/pahala) yang ditunda walaupun tinggi nilainya. Kalau seandainya, seorang hamba itu bersikap adil dalam memandang Rabb nya -namun, kapankah ia bisa bersikap demikian?- tentu ia akan mengetahui bahwa karunia-Nya untuknya yang terdapat di dalam pencegahan-Nya (kepadanya) dari (mendapatkan) dunia dan kelezatannya serta kenikmatannya hakikatnya lebih agung daripada karunia-Nya untuknya yang terdapat di dalam pemberian-Nya berupa dunia tersebut. Jadi, tidaklah Allah mencegah hamba tersebut (dari mendapatkan sebagian dari dunia) kecuali untuk memberinya (rezeki yang lebih tinggi), tidaklah menimpakan kepadanya cobaan kecuali untuk menjaganya (dari keburukan), tidaklah mengujinya kecuali untuk mensucikannya (dari dosa), tidaklah mematikannya (di dunia) kecuali untuk menghidupkannya (di Surga) (Fawaidul Fawaid , libnil Qoyyim, Syaikh Ali Hasan Al-Halabi, hal. 83).

4. Jenis rezeki yang terpenting

Dalam artikel Macam-macam rezeki dan Faidah dari mengimani Nama (Ar-Razzaaq), telah disebutkan perbedaan antara rezeki umum dengan yang khusus, sebagai berikut kesimpulannya:

Rezeki Allah terbagi dua umum dan khusus.

Rezeki umum terbagi dua, halal dan haram. Berarti orang kafir atau muslim yang fasik, yang mencari atau memakan rezeki yang haram, ia dikatakan telah terpenuhi jatah rezekinya, namun ia tetap dikatakan berdosa karena mencari atau memakan rezeki yang haram.

Rezeki khusus terbagi dua, rezeki hati (ilmu dan amal) dan badan (rezeki dunia yang halal).

Rezeki hati adalah tujuan terbesar dan yang terpenting, sedangkan rezeki badan adalah sarana menuju kepada tujuan terbesar tersebut, maka jangan terlena dengan sarana dan lupa tujuan.

Barangsiapa diberi dua macam rezeki khusus sekaligus, berarti kebutuhannya telah tercukupi dengan sempurna, baik kebutuhan beragama Islam maupun kebutuhan jasmaninya. Dia menjadi hamba Allah yang berbahagia di dunia dan Akhirat.

Dari penjelasan di atas, dapat kita pahami bahwa rezeki hati, berupa ilmu dan amal adalah tujuan terbesar dan yang terpenting, sedangkan rezeki badan, berupa rezeki dunia yang halal adalah sarana tercapainya tujuan terbesar itu, maka harusnya,

-Yang menjadi perhatian utama seorang hamba adalah mendapatkan rizki hati berupa ilmu, petunjuk,iman dan amal.

-Mencari rezeki badan (duniawi) bagi seorang mukmin, tidak lepas dari konteks mencari rezeki yang terpenting, yaitu rezeki hati (ilmu dan amal), karena rezeki badan sarana bagi rezeki hati, ditambah lagi bahwa tujuan pemberian rezeki adalah untuk digunakan beribadah kepada Allah Azza wa Jalla.

-Tidak mencari rezeki yang haram, karena terdapat ancaman yang keras bagi pelakunya.

Untuk mengetahui lebih lanjut tentang akibat pekerjaan yang haram, silahkan Anda membaca tulisan Al-Ustadz Muhammad Tausikal hafizhahullah di http://rumaysho.com/muamalah/mencari-pekerjaan-yang-halal-9616.

[Ustaz Said Abu Ukasyah]

INILAH MOZAIK

Menjemput Rizki

SAHABAT-SAHABATKU, mudah-mudahan kita tidak ragu sedikit pun terhadap rizki yang sudah Allah janjikan untuk kita. Karena kita diciptakan sudah lengkap dengan rizkinya, dan tidak pernah meleset.

Apa yang ditetapkan Allah untuk kita, pasti akan berjumpa dan apapun yang tidak ditetapkan Allah untuk kita, pasti tidak akan pernah bertemu. Kita diciptakan oleh Allah ketika di rahim umur 4 bulan, sudah ditetapkan rizki, ajal, nikmat dan musibah yang akan menimpa dan amal-amal kita.

Kita tidak disuruh mencari rizki, tapi kita disuruh menjemput rizki karena kalau dicari, belum tentu ada, antara ada dan tiada. Tapi kalau menjumput sudah pasti ada. walaupun belum tentu bertemu dikarenakan kurang sungguh-sungguh atau kurang terampil.

Rizki secara umum dibagi tiga

1. Rizki yang dijamin

Dan tidak ada suatu binatang melata pun di bumi melainkan Allah-lah yang memberi rezkinya, dan Dia mengetahui tempat berdiam binatang itu dan tempat penyimpanannya. Semuanya tertulis dalam kitab yang nyata (Lauh Mahfuzh).” QS. Huud ayat 6.

2.Rizki yang digantungkan

Sesungguhnya Allah tidak akan mengubah nasib suatu kaum kecuali kaum itu sendiri yang mengubah apa apa yang pada diri mereka,” QS. Ar-Raad : 11.

3.Rizki yang dijanjikan

Sesungguhnya jika kamu bersyukur, pasti Kami akan menambah [nimat] kepadamu, dan jika kamu mengingkari [nimat-Ku], maka sesungguhnya azab-Ku sangat pedih“. QS. Ibrahim ayat 7

Cara tergampang mendatangkan rizki adalah syukuri rizki yang ada. Jangan pernah takut oleh rizki yang belum ada, tapi takutlah belum mensyukuri rizki yang sudah ada.

Syarat syukur:

  1. Hati yakin tidak ada pemberi karunia selain Allah, bukan perusahaan yang menjamin kita, gaji, orang tua, gelar atau keterampilan, tetapi hanya dari Allah.
  2. Afdholu doa “Alhamdulillah” orang yang ahli syukur selalu memuji Allah dalam setiap kejadian.
  3. Orang yang ahli syukur selalu berterimakasih kepada orang yang menjadi jalan rizki.
  4. Gunakan nikmat untuk mendekat ke Allah. Punya kening gunakan untuk banyak bersujud, punya mata gunakan untuk banyak membaca Alquran, punya mulut gunakan untuk banyak dzikir, punya uang gunakan untuk banyak menolong orang.

Semoga bermanfaat. [smstauhiid]

Oleh : KH Abdullah Gymnastiar

INILAH MOZAIK

Tentang Dua Cara Mencari Rezeki

Rezeki mesti dijemput dengan cara-cara yang baik.

Salah satu indikator penting kebahagiaan hidup seorang mukmin adalah mendapatkan rezeki yang halal. Sebab, rezeki yang halal akan menyebabkan ketenangan dan kedamaian, sekaligus mendorong dan menumbuhkan perilaku dan sifat yang baik, seperti kejujuran, kerendahan hati, kecerdasan intelektual, kecerdasan spiritual, kecerdasan emosional, maupun kecerdasan sosial.

Sebaliknya, rezeki yang haram akan mendorong dan menumbuhkan perilaku dan sifat yang buruk seperti khianat, sombong, culas, nifak, dusta, bahkan menyebabkan doa dan ibadah tidak akan diterima dan dikabulkan oleh Allah SWT (sebagaimana dikemukakan dalam hadis shahih riwayat Imam Muslim dari Abi Hurairah).

Mencari rezeki yang halal bagi seorang mukmin merupakan sebuah keniscayaan sekaligus kebutuhan, serta dilakukan dengan menggunakan dua pendekatan yang disebut asbaab maaddiyyah dan asbaab diniyyah (kitab Anta wal Maal, 2003: hlm 75).

Asbaab maaddiyyah adalah sebab-sebab yang terukur secara material dengan cara bekerja, berusaha, maupun ikhtiar sepanjang waktu dan zaman. Terhadap sebab ini, ajaran Islam mendorong umatnya memiliki etos kerja yang tinggi dan menjauhkan diri dari kemalasan, frustrasi, serta mengandalkan pemenuhan kebutuhan hidup hanya pada belas kasihan orang lain.

Perhatikan firman Allah dalam Alquran surah Al Mulk ayat 15: ”Dialah Yang menjadikan bumi itu mudah bagi kamu, maka berjalanlah (bekerjalah) di segala penjurunya dan makanlah sebahagiaan dari rezeki-Nya. Dan hanya kepada-Nya-lah kamu (kembali setelah) dibangkitkan.

Bahkan, setelah selesai shalat Jumat pun kaum Muslimin diperintahkan untuk mencari rezeki yang halal, sebagaimana firman-Nya dalam QS Al Jumu’ah ayat 10: ”Apabila telah ditunaikan shalat (Jumat), maka bertebaranlah kamu di muka bumi; dan carilah karunia Allah dan ingatlah kepada Allah dengan ingat yang banyak, agar kalian mendapatkan kebahagiaan.

Asbaab diniyyah adalah sebab-sebab yang berkaitan dengan perilaku keagamaan, yang tecermin dalam kehidupan keseharian. Shalat yang dilakukan dengan baik, doa yang selalu dipanjatkan kepada Allah SWT, zakat, infak, dan sedekah yang selalu ditunaikan, ilmu yang selalu dimanfaatkan bagi kepentingan kesejahteraan bersama, dan dakwah amar ma’ruf nahi munkar yang semuanya itu tercakup dalam ruang lingkup iman dan takwa, ternyata akan mengundang rezeki dari Allah SWT yang penuh dengan keberkahan.

Hal ini sebagaimana tecermin dalam firman Allah SWT QS At-Tholaq ayat 2 dan 3: ”[…] Dan barang siapa yang bertakwa kepada Allah, maka Allah akan memberikan kepadanya jalam keluar. Dan memberinya rezeki dari arah yang tiada disangka-sangkanya […]”

Itulah dua cara dan dua pintu yang dibukakan oleh Allah SWT dalam menggapai rezeki yang halal dan berkah, yang akan mendorong pada perilaku yang baik. Sepantasnya orang-orang yang beriman memasuki kedua pintu ini, dan melakukan kedua cara ini agar mendapatkan kebahagiaan dunia dan akhirat.

Oleh KH Didin Hafidhuddin

Pusat Data Republika

Menjemput Rizki Bukan Mencari Rizki

AYO kita pastikan semua kesibukan kita jadi amal soleh, karena yang bisa dibekal untuk pulang kelak hanya amal soleh.

Bukan mencari Rejeki melainkan menjemput Rejeki, karena Rejeki sudah pasti ada dan yang perlu dicari adalah keberkahannya. Rejeki yang berkah ke hati jadi tenang, ke ibadah jadi semangat, juga jadi gemar sedekah, ke keluarga jadi makin sakinah.

Rejeki yang tak barokah, hati selalu resah gelisah, selalu merasa kurang, jadi malas ibadah, kurang manfaat lebih senang dikumpul-kumpul. Rejeki kita dimanapun, lebih tau kepada kita daripada kita tau mereka dimana, ikhtiar adalah amal soleh dan Rejeki sudah dijaminNya. [smstauhiid]

Oleh : KH Abdullah Gymnastiar 

10 Perintah Allah SWT Agar Kita Dimudahkan Rezeki dan Diberkahi

Kalau disebut kata rezeki biasanya kita memahami dalam hal-hal materi saja lebih khususnya adalah uang akan tetapi kalau kita renungkan rezeki itu bisa berupa macam-macam.

Kesehatan, istri yang shalihah, anak yang shalih & shalihah, teman yang baik itu semua adalah rezeki yang diberikan Allah kepada kita semua.

Kemudian pemahaman kita tentang kaya itu adalah orang yang banyak duitnya, punya mobil mewah, rumahnya megah dan lain sebagainya, akan tetapi orang kaya yang mana bahasa arabnya adalah Ghaniy artinya adalah orang yang tidak membutuhkan dalam artian orang yang merasa cukup dengan pemberian Allah.

Ada beberapa hal yang Allah perintahkan kepada kita guna dimudahkan rezeki dan diberkahi.

Disamping usaha secara dhahir atau bekerja maka ada beberapa usaha secarabatin atau wasa’il batiniyah. Diantaranya adalah

1. Taqwa

Mari kita simak firman Allah berikut,

“Barang siapa yang bertakwa kepada Allah niscaya Dia akan mengadakan baginya jalan ke luar. dan memberinya rezeki dari arah yang tiada disangka-sangkanya.” (Athalak 2-3)

Dalam ayat ini ada dua hal yang dijanjikan oleh Allah yang pertama akan diberikan jalan keluar yang kedua diberi rezeki tanpa disangka-sangka. sebaliknya orang yang tidak bertaqwa akan selalu diberikan masalah yang sulit& akan di cegah keberkahan rezekinya sampai betul-betul insyaf dari kesalahanya dan kembali melanggengkan keta’atan kepada Allah swt.

2. Istighfar dan Taubat

Coba kita renungkan firman Allah dalam surat Nuh,

“Maka aku katakan kepada mereka: “Mohonlah ampun kepada Tuhanmu, sesungguhnya Dia adalah Maha Pengampun, niscaya Dia akan mengirimkan hujan kepadamu dengan lebat,. dan membanyakkan harta dan anak-anakmu, dan mengadakan untukmu kebun-kebun dan mengadakan (pula di dalamnya) untukmu sungai-sungai…”(Nuh 10-12)

Ayat ini sebetulnya ada korelasinya dengan ayat AThalaq tadi jika tadi orang yang tidak bertaqwa akan di berikan masalah dan dicegah rezekinya maka ketika beristighfar dan bertaubat maka Allah akan membuka kembali pintu rezekinya. Sayid Qutub berkata : Allah menyandingkan kata rezeki dengan istighfar ini banyak ayat dalam Al-Qur’an.

3. Syukur terhadap nikmat Allah

Hal ini juga telah dijelaskan dalam Al-qur’an,

“Dan (ingatlah juga), tatkala Tuhanmu memaklumkan: “Sesungguhnya jika kamu bersyukur, pasti Kami akan menambah (nikmat) kepadamu, dan jika kamu mengingkari (nikmat-Ku), maka sesungguhnya azab-Ku sangat pedih“.(Ibrahim :7)

Cara bersyukur ini dilakukan dengan tiga cara yang pertama syukur dengan lisan (Asyukru billisan) dengan mengucapkan kalimat-kalimat yang baik yang mencerminkan rasa syukur kita terhadap Allah swt seperti Alhamdulillahirabbil alamin. Yang kedua sukur dengan hati atau (Assyukru bilqolb) yaitu dengan meyakini dalam hati bahwa kenikmatan yang diberikan kepada kita apapun bentuk dan jumlahnya berasal dari Allah swt bukan semata-mata kerja keras kita. Kemudian yang ketiga syukur dengan anggota badan atau (Asyukru bil jawarih) yaitu bersyukur dengan anggota badan dalam arti menggunakan kenikmatan-kenikmatan yang diberi Allah swt dalam rangka melakukan ketaatan atau ketika diberi rezeki semakin melakukan keta’atan kepadaNya.

4. Ikhraju Shodaqoh (Mengeluarkan sedekah)

Adapun dalam al-quran yang menyatakan bahwa dengan sedekah akan melipatgandakan rezeki kita sangat banyak sekali diantaranya,

“Dan barang apa saja yang kamu nafkahkan, maka Allah akan menggantinya dan Dia lah Pemberi rezeki yang sebaik-baiknya.” (saba’ : 39)

Dalam ayat lain Allah berfirman

“Perumpamaan (nafkah yang dikeluarkan oleh) orang-orang yang menafkahkan hartanya di jalan Allah adalah serupa dengan sebutir benih yang menumbuhkan tujuh bulir, pada tiap-tiap bulir: seratus biji. Allah melipat gandakan (ganjaran) bagi siapa yang Dia kehendaki. Dan Allah Maha Luas (karunia-Nya) lagi Maha Mengetahui”.(Al-Baqarah : 261)

Rasul menegaskan kembali : sedekah dengan harta tidak akan menambah rezeki berkurang.

5. Sholat Dhuha

Salah satu hadist Rasul yang menjelaskan hal ini,

”Rosulullah SAW bersabda: ”Allah berfirman, wahai anak adam,janganlah sekali- kali engkau malas melakukan sholat 4 rakaat pada pagi hari (sholat dhuha) karena akan kucukupi kebutuhanmu hingga sore hari”(HR.Tirmidzi)

Dalam hadist muslim juga telah dijelaskan, Rasulullah saw bersabda: “Setiap pagi setiap persendian salah seorang diantara kalian harus (membayar) sadhaqah, maka setiap tasbih adalah sadhaqah, setiap tahmid adalah sadhaqah, setiap tahlil adalah sadhaqah, setiap takbir adalah sadhaqah, amar ma’ruf adalah sadhaqah, mencegah kemungkaran adalah sadhaqah, tetapi dua raka’at dhuha sudah mencukupi semua hal tersebut.” (HR Muslim).

6. Membantu hajatnya orang lain

Sebagaimana sabda Rasulullah saw,

“Barang siapa yang membantu hajat saudaranya maka Allah akan membantu hajatnya”

Dalam hadist lain,

“Dan barang siapa memudahkan memudahkan orang yang susah maka akan dimudahkan oleh Allah di dunia dan akherat, dan Allah akan menaungi seseorang hamba yang selalu memberi naungan kepada saudaranya.”

7. Menikah dan beranak-pinak

Hal ini sudah dijelaskan dalam Al-qur’an,

“Dan kawinkanlah orang-orang yang sendirian di antara kamu, dan orang-orang yang layak (berkawin) dari hamba-hamba sahayamu yang lelaki dan hamba-hamba sahayamu yang perempuan. Jika mereka miskin Allah akan memampukan mereka dengan kurnia-Nya. Dan Allah Maha luas (pemberian-Nya) lagi Maha Mengetahui”.(Annur: 32)

Kemudian rezeki akan semakin bertambah disaat memiliki keturunan, sebagaimana janji Allah swt.

“Janganlah kamu membunuh anak-anak kamu karena takut kemiskinan. Kami akan memberi rezeki kepadamu dan kepada mereka.” (Al-An’am : 151 )

8. Berahlaq baik

Setiap akhlaq yang baik akan melahirkan sesuatu yang baik atau bisa disebut dengan rezeki. Contoh akhlak yang baik seperti Shidiq (Jujur ) Orang yang jujur itu memang dalam jangka pendek menyengsarakan, akan tetapi dalam jangka panjang kalau dia bersabar akan mendapatkan rezeki yang berlimpah daripada orang yang tidak jujur. Sebagai contoh seorang pegawai yang jujur maka dia akan mendapat kepercayaan dari atasanya kemudian dinaikkan pangkatnya ditambah gajinya. Sebaliknya seorang pegawai yang tidak jujur dalam jangka pendek dia bisa mendapatkan banyak uang karena ketidak jujuranya dengan menipu dan mencuri akan tetapi pasti suatu saat akan tercium kelakuanya tersebut yang akhirnya bisa diberhentikan dari jabatanya atau dipecat. Disamping jujur contoh yang lain yaitu amanah (bisa dipercaya) tidak pernah berkhianat terhadap amanat yang diberikan kepadanya tapi sebaliknya dia akan menjalankan amanah tersebut dengan maksimal. Dengan demikian dia akan selalu dipercaya oleh orang lain, dan tidak mudah untuk memnbangun kepercayaan itu. Contoh yang lain seperti Sabar dalam arti tidak mudah menyerah, ulet dan tekun seperti sebuah kata mutiara “Maan tsabat nabat” barang siapa yang sabar/tegar maka ia akan berkembang.

9. Silaturahim

Amalan ini sangat dianjurkan oleh Rasulullah dan memiliki fadhilah melapangkan rezeki, beliau bersabda,

“Barang siapa yang senang untuk dilapangkan rezekinya dan dilapanjangkan umurnya maka hendaklah dia menyambung tali silaturahim.” (HR. Muslim)

Karena dalam silatu rahmi ini akan saling berkenalan, bertukar informasi, saling berintraksi. Dengan demikian pastilah ada pengalaman yang bisa saling diberikan, ada tambahan ilmu dan persaudaraan. yang ini semua adalah salah satu bentuk dari rezeki.

10. Bersungguh-sungguh dalam berdo’a

Doa ibarat senjata bagi orang muslim, seseorang yang menginginkan dimudahkanya rezeki maka jurus yang terakhir adalah berdo’a dengan sungguh-sungguh, dalam keadaan apapun baik berdiri, duduk atau terlentang. Dalam sebuah hadist di jelaskan,

“Sesungguhnya Allah mencintai orang yang mati-matian dalam berdo’a “

Dalam hadist lain juga Rasul telah bersabda,

“ Sesungguhnya Allah maha malu dan maha mulia, Dia malu kalau ada seorang hamba yang mengangkat kedua tangannya kemudian Allah menolak permintaan orang tersebut dan tidak memberi apa-apa “

Selain berdo’a untuk diri sendiri kita berdo’a untuk orang lain, sabda Rasulullah saw,

“Do’anya saudara muslim untuk saudaranya muslim tanpa sepengetahuannya sangat mustajab..”

Kemudian dijelaskan pula bahwa ketika kita mendoakan orang lain tanpa sepengetahuanya maka malaikat akan berkata kepadanya “aamiin dan bagimu seperti apa yang kamu pintakan untuk saudaramu.” Kita mendoakan teman kita agar dimudahkan rezekinya maka kita akan dido’akan oleh malaikat seperti itu juga.

Al-Faqier Ila afwi Rabbihi

 

Sumber: akhwatshalihah.net

Pelajaran Pertama: Ragu Mengenai Rezeki

PADA suatu hari, Syaqiq al-Balkhi beliau termasuk salah seorang dokter hati- berkata kepada muridnya, Hatim al-Asham, “Apa yang telah engkau pelajari dariku sejak menyertaiku (selama 30 tahun)?” Hatim al-Asham menjawab, “Ada enam hal:

Pertama, saya melihat orang-orang masih ragu mengenai rezeki. Tidak ada di antara mereka melainkan kikir terhadap harta yang ada di sisinya dan tamak terhadap hartanya. Lantas saya bertawakkal kepada Allah Subhanahu wa Taala berdasarkan firman-Nya: “Dan tidak satu pun makhluk bergerak (bernyawa) di bumi melainkan semuanya dijamin Allah rezekinya.” (QS. Hud: 6)

Karena saya termasuk makhluk bergerak, maka saya tidak peru menyibukkan hatiku dengan sesuatu yang telah dijamin oleh Dzat yang Maha Kuat dan Kokoh.”

Beliau berkata, “Engkau benar.”

Kedua, saya memandang bahwa setiap orang mempunyai teman yang menjadi tempat baginya untuk membuka rahasia dan mencurahkan isi hatinya. Akan tetapi mereka tidak akan menyembunyikan rahasia dan tidak mampu melawan takdir. Oleh karena itu, yang saya jadikan sebagai teman ialah amal saleh agar dapat menjadi pertolongan bagiku pada saat dihisab, mengokohkanku di hadapan Allah Azza wa Jalla, serta menemaniku melewati shirath.

Lalu beliau berkata, “Engkau benar.”

[baca lanjutan]

 

 

INILAH MOZAIK

Orang Bertakwa Dapat Rezeki tak Disangka-sangka

ALLAH Ta’ala berfirman dalam Alquran:

“Barang siapa bertakwa kepada Allah niscaya Dia akan mengadakan baginya jalan keluar. Dan memberikan rezeki dari arah yang tiada disangka-sangkanya.” (QS Ath-Thalaaq: 2-3)

Tentang ayat ini, al-Hafizh Ibnu Katsir dalam tafsirnya mengatakan, “Maknanya, barang siapa yang bertakwa kepada Allah dengan melakukan apa yang diperintahkan-Nya dan apa yang dilarang-Nya, niscaya Allah akan memberinya jalan keluar serta rezeki dari arah yang tidak disangka-sangka, yakni dari arah yang tidak pernah terlintas dalam benaknya.”

Orang yang rajin mengerjakan puasa SeninKamis, niscaya ia akan terlatih menjadi orang yang bertakwa. Dan bagi orang yang bertakwa, Allah telah berjanji akan memberinya rezeki dari arah yang tak terduga dan disangka-sangkanya.

Ada dua hal hal untuk memahami ini:

Pertama, Allah adalah Zat yang menciptakan dan mengatur rezeki. Sumber rezeki itu datangnya dari Allah. Kita hanya mampu berusaha, sedangkan Dia yang berkuasa menentukan.

Kedua, Allah memiliki kehendak yang mutlak. Jika Allah berkehendak memberi, maka tidak ada seorang pun yang bisa menghalanginya. Sebaliknya, jika Allah berkehendak mencegah, maka tak ada seorang pun yang dapat menahannya.

Maka, ketika Allah mengatakan akan memberi rezeki yang tak terduga kepada hamba-Nya yang bertakwa, itu menjadi masuk akal dan bisa dipahami. Karena, sumber rezeki itu ada di tangan Allah, Dia sanggup mengirimkannya kapan saja, dimana saja dan dalam situasi apa saja.

Orang yang bertakwa yakin benar akan hal ini bahwa Allah Maha Kuasa atas segala-galanya. Bukan hal yang mustahil bagi Allah mendatangkan rezeki kepada hamba-Nya secara langsung. Sunguh tidak sedikit manusia di muka bumi yang mengalami keajaiban-keajaiban di luar kemampuan akal menangkapnya.

[Chairunnisa Dhiee]

 

 

Jangan Risaukan Rezeki untuk Esok Hari

MEMPERBAIKI keadaan jiwa dan mengarahkan kalbu hanya kepada Allah semata, tak hanya perlu dilakukan pada saat kita menjalankan ketaatan, tetapi juga pada saat menghadapi situasi keseharian. Kita pun perlu ikhlas dengan rezeki yang Allah jatahkan untuk kita.

Risau dengan nasib esok hari ataupun kegairahan dalam mengejar rezeki bisa membelok kita dari jalur ikhlas. Untuk mendalami hal ini, marilah simak pengajian Syekh Abd al-Qadir al-Jaylani dalam al-Fath al-Rabbani wa al-Faydh al-Rahmani.

Janganlah kita mencemaskan rezeki kita, karena rezeki itu mencari kita melebihi pencarian kita terhadapnya. Jika hari ini kita mendapatkan rezeki, janganlah kita merisaukan rezeki untuk esok hari.

Sesungguhnya kita tak tahu apakah kita masih menjumpai esok hari, sebagaimana hari kemarin telah kita kita lewati. Maka, berkonsentrasilah untuk mengisi hari kita dengan amalan-amalan yang baik.

Jika, kita telah mengenal Allah Azza wa Jalla, tentulah kita akan menyibukkan diri dengan-Nya, alih-alih menyibukkan diri dengan pencarian rezeki. Ketahuilah, kebesaran-Nya akan mencegahmu dari meminta dari-Nya. Sebab, siapa telah mengenal Allah Azza Wa Jalla, kelulah lidahnya.

Orang arif selalu terdiam membisu di hadapan-Nya hingga Allah mengembalikannya ke urusan perbaikan umat. Jika Allah menempatkannya kembali di tengah hamba-Nya, Allah akan melepas kekeluan dan kegagapan lidahnya.

Tatkala Musa as, menggembala domba, lisannya gagap, gugup, kaku, dan terbata-bata, dan ketika Allah hendak menempatkannya kembali, Allah memberinya ilham sehingga ia berkata,

” Dan lepaskanlah kekakuan dari lidahku, supaya mereka mengerti perkataanku.” (Q.S Thaha [20]: 27-28)

Seolah ia mengatakan, “Saat aku di padang pasir menggembala kambing, aku tak membutuhkan hal ini, dan sekarang aku perlu mengurus dan berbicara pada umat, maka bantulah aku agar lepas kekeluan lidahku.” Maka Allah pun melepaskan kekakuan dari lidahnya, sehingga ia bisa bicara dengan sembilan puluh kata yang fasih dan dimengerti, kata-kata yang mudah orang lain ucapkan. Saat kecil, Musa pernah ingin bicara diluar haknya di hadapan Firaun dan Aisyah, maka Allah membuatnya menelan batu. [Chairunnisa Dhiee]

Sumber: Buku “Ikhlas tanpa Batas”

INILAH MOZAIK