Niat Ketika Hendak Bersedekah Kepada Orang Lain

Dalam Islam, ketika kita hendak bersedekah kepada orang lain, kita diperintah untuk tulus ikhlas karena Allah. Kita dilarang bersedekah karena menginginkan sesuatu dari orang yang kita sedekahi, misalnya karena ingin pujian dan lain sebagainya. Ini dimaksudkan agar sedekah kita diterima oleh Allah.

Oleh karena itu, ketika kita hendak bersedekah, maka kita niatkan sebagaimana niat yang disebutkan oleh Sayid Muhammad bin Alawi bin Umar Al-Idrus dalam kitab Al-Niyyat berikut;

نَوَيْتُ التَّقَرُّبَ اِلَى اللهِ تَعَالَى وَاتِّقَاءَ غَضَبِ الرَّبِّ جل جلاله وَاتِّقَاءَ نَارِ جَهَنَّمَ وّالتَّرَحُّمَ عَلَى الاخْوَانِ وَصِلَةَ الرَّحِمِ وَمُعَاوَنَةَ الضُّعَفَاءِ وَمُتَابَعَةَ النَّبِيِّ صلى الله عليه وسلم وَاِدْخَالَ السُّرُوْرِ عَلَى اْلاِخْوَانِ وَدَفْعِ البَلاَءِ عَنْهُ وَعَنْ سَائِرِ اْلمُسْلِمِيْنَ وَاْلاِنْفاَقَ مِمَّا رَزَقَهُ الله وَقَهْرَ النَّفْسِ وَالشَّيْطَانِ

Latin:

Nawaitut taqooruba ilallaahi ta’aala wattiqoo-a ghadhobar robbi jalla jalaaluhuu wattiqoo-a naari jahannama wattarahhuma ‘alaa ikhwaani wa shilatur rohimi wa mu’aawanatadh dhu’afaa-i wa mutaaba’atan nabiyyi shollallaahu ‘alaihi wa sallama wa idkholas suruuri ‘alal ikhwaani wa daf’il balaa-i ‘anhu wa ‘an saa-iril muslimiina wal infaaqo mimma rozaqohullaahu wa qohron nafsi wasy syaithooni.

Terjemahan

Aku berniat (bersedekah) untuk mendekatkan diri kepada Allah, menghindari murka Tuhan, menghindari api neraka jahannam, berbelas kasih kepada saudara dan menyambung silaturrahmi, membantu orang-orang yang lemah, mengikuti Nabi Saw, memasukkan kebahagiaan pada saudara, menolak turunnya dari mereka dan semua kaum muslimin, menafkahkan rizki yang diberikan oleh Allah, dan untuk mengalahkan nafsu dan setan.

Kemudian setelah bersedekah, lalu dilanjutkan dengan membaca doa berikut;

رَبَّنَا تَقَبَّلْ مِنَّا إِنَّكَ أَنْتَ السَّمِيعُ الْعَلِيمُ

Robbanaa taqobbal minnaa innaka antas samii’ul aliim.

Wahai Tuhan kami, terimalah dari kami. Sesungguhnya Engkau Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.

Doa ini sebagaimana disebutkan oleh Imam Al-Nawawi dalam kitab Al-Adzkar berikut;

يستحب لمن دفع زكاة او صدقة او نذرا او كفارة او نحو ذلك ان يقول رَبَّنَا تَقَبَّلْ مِنَّا إِنَّكَ أَنْتَ السَّمِيعُ الْعَلِيمُ

Disunnahkan bagi orang memberikan zakat, sedekah, nazar, kafarah, atau lainnya, untuk membaca; ‘Robbanaa taqobbal minnaa innaka antas samii’ul aliim.

BINCANG SAYRIAH

Perbanyak Zakat, Infak dan Sedekah Saat Ramadhan

Umat Islam akan memasuki bulan Ramadhan yang kemungkinan masih dalam situasi pandemi Covid-19. Selama masa pandemi Covid-19 ini banyak masyarakat menghadapi kesulitan ekonomi akibat terdampak pandemi Covid-19.

Sehubungan dengan itu, Pimpinan Pusat Muhammadiyah mengimbau untuk memperbanyak zakat, infak dan sedekah selama Ramadhan. Imbauan ini termaktub dalam Edaran Pimpinan Pusat Muhammadiyah Nomor 03/EDR/1.0/E/2021 tentang Tuntunan Ibadah Ramadhan 1442 H/ 2021 M Dalam Kondisi Darurat Covid-19 sesuai Fatwa Majelis Tarjih dan Tajdid. 

“Memperbanyak zakat, infak dan sedekah serta memaksimalkan penyalurannya untuk pencegahan dan penanggulangan wabah Covid-19. Hal ini selaras dengan spirit dari Alquran dan hadis,” kata Sekretaris Majelis Tarjih dan Tajdid Pimpinan Pusat Muhammadiyah, Mohammad Mas’udi dalam Edaran Pimpinan Pusat Muhammadiyah Nomor 03/EDR/1.0/E/2021 yang diterima Republika, Senin (29/3).

Edaran Pimpinan Pusat Muhammadiyah Nomor 03/EDR/1.0/E/2021 ini mengutip ayat Alquran dan hadis yang menyeru umat manusia untuk melaksanakan zakat, infak dan sedekah.

وَمَا أَنْفَقْتُمْ مِنْ شَيْءٍ فَهُوَ يُخْلِفُهُ ۖ وَهُوَ خَيْرُ الرَّازِقِينَ

. . . Barang apa saja yang kamu nafkahkan, maka Allah akan menggantinya, dan Dialah Pemberi rezeki yang sebaik-baiknya. (QS Saba: 39)

مَثَلُ الَّذِينَ يُنْفِقُونَ أَمْوَالَهُمْ فِي سَبِيلِ اللَّهِ كَمَثَلِ حَبَّةٍ أَنْبَتَتْ سَبْعَ سَنَابِلَ فِي كُلِّ سُنْبُلَةٍ مِائَةُ حَبَّةٍ ۗ وَاللَّهُ يُضَاعِفُ لِمَنْ يَشَاءُ ۗ وَاللَّهُ وَاسِعٌ عَلِيمٌ

Perumpamaan (nafkah yang dikeluarkan oleh) orang-orang yang menafkahkan hartanya di jalan Allah adalah serupa dengan sebutir benih yang menumbuhkan tujuh bulir, pada tiap-tiap bulir seratus biji. Allah melipat gandakan (ganjaran) bagi siapa yang Dia kehendaki. Allah Maha Luas (karunia-Nya) lagi Maha Mengetahui. (QS Al Baqarah: 261)

Rasulullah adalah orang yang paling dermawan, dan kedermawanan itu semakin tampak pada bulan Ramadhan ketika malaikat Jibril menemuinya (HR. al-Bukhari dan Muslim). 

IHRAM

Anggota Tubuh Juga Bisa Bersedekah, tak Cuma Harta

Anggota tubuh manusia juga bisa melakukan perbuatan sedekah

Sedekah merupakan amalan yang dicintai Allah SWT. Banyak ayat Aquran yang menyebutkan tentang sedekah. Pengertian sedekah adalah harta atau nonharta yang dikeluarkan seseorang untuk kemaslahatan umum.

Nabi Muhammad SAW dalam sabdanya menjelaskan bahwa sedekah tidak harus berbentuk harta benda. Perbuatan yang dilakukan anggota tubuh manusia juga bisa masuk kategori sedekah.

و حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ رَافِعٍ حَدَّثَنَا عَبْدُ الرَّزَّاقِ بْنُ هَمَّامٍ حَدَّثَنَا مَعْمَرٌ عَنْ هَمَّامِ بْنِ مُنَبِّهٍ قَالَ هَذَا مَا حَدَّثَنَا أَبُو هُرَيْرَةَ عَنْ مُحَمَّدٍ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَذَكَرَ أَحَادِيثَ مِنْهَا وَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كُلُّ سُلَامَى مِنْ النَّاسِ عَلَيْهِ صَدَقَةٌ كُلَّ يَوْمٍ تَطْلُعُ فِيهِ الشَّمْسُ قَالَ تَعْدِلُ بَيْنَ الِاثْنَيْنِ صَدَقَةٌ وَتُعِينُ الرَّجُلَ فِي دَابَّتِهِ فَتَحْمِلُهُ عَلَيْهَا أَوْ تَرْفَعُ لَهُ عَلَيْهَا مَتَاعَهُ صَدَقَةٌ قَالَ وَالْكَلِمَةُ الطَّيِّبَةُ صَدَقَةٌ وَكُلُّ خُطْوَةٍ تَمْشِيهَا إِلَى الصَّلَاةِ صَدَقَةٌ وَتُمِيطُ الْأَذَى عَنْ الطَّرِيقِ صَدَقَةٌ

Dikisahkan dari Muhammad bin Rafi, dikisahkan dari Abdurrazaq bin Hammam, dikisahkan dari Ma’mar, dari Hamamm bin Munabbih berkata, “Hadits ini diriwayatkan Abu Hurairah kepada kami, dari Muhammad Rasulullah: “Setiap anggota tubuh manusia memiliki keharusan sedekah pada setiap harinya. Yaitu seperti mendamaikan dua orang yang berselisih adalah sedekah. Menolong orang yang naik kendaraan atau menolong mengangkatkan barangnya ke atas kendaraan, itu juga termasuk sedekah. Ucapan atau tutur kata yang baik adalah sedekah. Setiap langkah yang kamu ayunkan untuk menunaikan sholat adalah sedekah. Menyingkirkan sesuatu yang membahayakan di jalanan umum adalah sedekah.” (HR Muslim).

Rasulullah SAW dalam sabda lainnya juga mengingatkan orang-orang mukmin agar bersedekah. Dalam hadist ini lagi-lagi dijelaskan bahwa sedekah tidak harus berbentuk harta benda.

عَنْ سَعِيدِ بْنِ أَبِي بُرْدَةَ عَنْ أَبِيهِ عَنْ جَدِّهِ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ عَلَى كُلِّ مُسْلِمٍ صَدَقَةٌ قِيلَ أَرَأَيْتَ إِنْ لَمْ يَجِدْ قَالَ يَعْتَمِلُ بِيَدَيْهِ فَيَنْفَعُ نَفْسَهُ وَيَتَصَدَّقُ قَالَ قِيلَ أَرَأَيْتَ إِنْ لَمْ يَسْتَطِعْ قَالَ يُعِينُ ذَا الْحَاجَةِ الْمَلْهُوفَ قَالَ قِيلَ لَهُ أَرَأَيْتَ إِنْ لَمْ يَسْتَطِعْ قَالَ يَأْمُرُ بِالْمَعْرُوفِ أَوْ الْخَيْرِ قَالَ أَرَأَيْتَ إِنْ لَمْ يَفْعَلْ قَالَ يُمْسِكُ عَنْ الشَّرِّ فَإِنَّهَا صَدَقَةٌ و حَدَّثَنَاه مُحَمَّدُ بْنُ الْمُثَنَّى حَدَّثَنَا عَبْدُ الرَّحْمَنِ بْنُ مَهْدِيٍّ حَدَّثَنَا شُعْبَةُ بِهَذَا الْإِسْنَادِ

Nabi Muhammad SAW bersabda, “Setiap orang mukmin wajib bersedekah.” Lalu ditanyakanlah kepada beliau, “Bagaimana kalau dia tidak sanggup?” Beliau menjawab, “Hendaknya ia bekerja untuk dapat memberi manfaat kepada dirinya sendiri dan supaya ia dapat bersedekah.” 

Ditanyakan lagi kepada beliau, “Bagaimana kalau dia tidak sanggup?” Beliau menjawab, “Hendaknya dia membantu orang yang dalam kesulitan.” Ditanyakan lagi kepada beliau, “Bagaimana kalau dia tidak sanggup?” Beliau menjawab, “Hendaknya dia menyuruh kepada yang ma’ruf atau kebaikan.”  

Orang itu bertanya lagi, “Bagaimana kalau dia tidak sanggup juga?” Beliau menjawab, “Hendaklah ia mencegah diri dari perbuatan buruk, sebab itu juga merupakan sedekah.” (HR Muslim).   

KHAZANAH REPUBLIKA

Bersedekahlah Sebelum Modal Waktumu Habis!

Allah swt berfirman,

وَأَنْفِقُوا مِنْ مَا رَزَقْنَاكُمْ مِنْ قَبْلِ أَنْ يَأْتِيَ أَحَدَكُمُ الْمَوْتُ فَيَقُولَ رَبِّ لَوْلَا أَخَّرْتَنِي إِلَىٰ أَجَلٍ قَرِيبٍ فَأَصَّدَّقَ وَأَكُنْ مِنَ الصَّالِحِينَ

“Dan infakkanlah sebagian dari apa yang telah Kami berikan kepadamu sebelum kematian datang kepada salah seorang di antara kamu; lalu dia berkata (menyesali), “Ya Tuhanku, sekiranya Engkau berkenan menunda (kematian)ku sedikit waktu lagi, maka aku dapat bersedekah dan aku akan termasuk orang-orang yang shalih.” (QS.Al-Munafiqun:10)

Ayat ini sedang mengajak kita untuk berinfak sebelum ajal menjemput kita. Namun ayat ini juga memberikan pelajaran-pelajaran dahsyat yang dapat kita petik darinya, yaitu :

1. Ketika Allah memerintahkan hamba-Nya untuk berinfak, Allah tegaskan bahwa yang diminta untuk di-infakkan adalah sebagian dari “rezeki dari-Ku”, bukan asli milik manusia.

2. Allah gandengkan perintah infak dengan mengingat kematian. Karena ketika ajal datang semua kesempatan telah tertutup dan tidak ada waktu lagi untuk berbuat.

3. Ayat ini juga mengajarkan bahwa kematian itu datang tiba-tiba. Dan ketika sampai waktunya, tidak ada yang bisa lari atau menundanya.

4. Mereka yang telah menghadapi kematian pasti akan menyesal dan berteriak, “Ohh andai aku diberi kesempatan untuk kedua kalinya, pasti aku akan bersedekah dan berinfak dijalan-Nya.”

5. Kisah dalam ayat ini menimbulkan pertanyaan yang menarik, “Mengapa jika mereka diberi kesempatan lagi untuk hidup, mereka ingin memperbanyak infak dan sedekah dan tidak menyebut amal yang lain? Tidak menyebut umrah, haji atau amal sholeh lainnya?”

Jawabannya adalah karena mereka telah melihat langsung di alam sana, betapa besarnya pahala sedekah. Betapa agungnya pahala berbagi kepada orang yang membutuhkan.

6. Akhir ayat ini juga memberi pesan yang indah ketika Allah gandengkan kalimat “Aku ingin bersedekah dan aku ingin menjadi orang yang sholeh..”

Disini Allah ingin menjelaskan kepada kita bahwa salah satu bukti kesalehan seseorang adalah kepeduliannya dalam berinfak dan membantu orang yang membutuhkan.

Secara ringkas ayat ini sedang ingin mengajak kita untuk berinfak sebelum habis modal waktu kita. Jangan sampai kita tenggelam dalam penyesalan karena kurang dalam bersedekah di masa hidup kita.

Ingat tanda kesalehan bukan hanya tampak dari bekas sujudmu, tapi tanda itu juga dinilai dari kepedulianmu terhadap sesamamu.

Semoga bermanfaat…

KHAZANAH ALQURAN

Mengapa Nabi Muhammad dan Keluarganya Haram Terima Sedekah?

Nabi Muhammad SAW dan keluarganya tidak boleh menerima sedekah

Siapa pun yang bukan dari keluarga Nabi Muhammad SAW, diperbolehkan menerima sedekah. Adapun orang yang tidak beribadah dan tidak mempercayai Nabi, maka tidak diperkenankan baginya mengambil sedekah. Lantas, apakah Nabi sendiri menerima dan memakan sedekah?

Dilansir di Islamweb, Sabtu (20/2), Nabi bersabda: لَوْ دُعِيتُ إِلَى كُرَاعٍ لأَجَبْتُ، وَلَوْ أُهْدِىَ إِلَىَّ ذِرَاعٌ أو كراع لَقَبِلْت

“Law du’itu ila dziraa’in, aw kuraa’in la-ajabtu walaw uhdiya ila dziraa’un aw kuraa’un laqabiltu.”. 

Yang artinya: “Jikalau aku diundang (makan) lengan kambing atau betisnya (kikil), sungguh aku akan menghadirinya. Dan jikalau aku diberi hadiah (kedua hal itu) pasti akan aku terima.” Sedangkan dalam hadits lain yang diriwayatkan Abu Hurairah RA, dia berkata:  

عن أبي هريرة رضي الله عنه قال: كان رسول الله صلى الله عليه وسلم إذا أُتِيَ بطعام سأل عنه: أهديّة أم صدقة؟ “Kaana Rasulullah SAW idza utiya bitha-amin sala anhu: ahadiyatun am shadaqatun?”. Yang artinya: “Rasulullah SAW ketika diberikan makanan akan selalu bertanya: apakah ini hadiah ataukah ini sedekah?”  

 فإن قيل: صدقة قال لأصحابه: كلوا ولم يأكل، وإن قيل: هديّة ضرب بيده صلى الله عليه وسلم فأكل معهم “Fa-in qila shadaqatun, qala li-ashabihi: kuluu wa lam ya’kul. Wa in qila hadiyyatun dharaba biyadihi SAW fa-akala ma’ahum.” 

Yang artinya: “Apabila makanan itu dikatakan sedekah, maka Nabi akan memerintahkan sahabatnya untuk memakan bagi yang belum makan, namun apabila makanan itu dijawab sebagai hadiah, maka Nabi menerimanya dan memakannya secara bersama-sama.” 

Hadits-hadits ini secara umum tidak ada perbedaan antara sedekah yang sifatnya fardhu dan umum. Dan dari beraneka ragam hal yang diharamkan Rasulullah SAW, sebagaimana yang dijelaskan Imam Ibnu Hajar bahwa kesepakatan tentang itu juga diungkapkan lebih dari satu ulama, termasuk Imam Al-Khattabi.

Dan disebutkan juga oleh sebagian ulama tentang hukum yang karenanya diharamkan sedekah atas Nabi dan keluarga beliau. Di antaranya yakni adanya kehormatan kenabian dan dan tinggi mulianya Nabi  dibandingkan makhluk Allah. 

Oleh karena itu Allah SWT melarang Nabi dan keluarganya dari sedekah umat. Hal ini ntuk menjaga posisi kemuliaan Nabi dari ketinggian seseorang di bawahnya dengan sedekah atau zakat. Hal ini sebagaimana ditegaskan dalam Alquran surat As-Syura ayat 23, Allah berfirman: 

قُلْ لا أَسْأَلُكُمْ عَلَيْهِ أَجْراً إِلَّا الْمَوَدَّةَ فِي الْقُرْبَى “Qul laa as-alukum alaihi ajran illalmawaddata fil-qurba.” 

Yang artinya: “Katakanlah: aku tidak meminta kepadamu sesuatu upahpun atas seruanku kecuali kasih sayang dalam kekeluargaan.” 

Dan menurut pendapat Imam Ibnu Hajar As-Syaukani, jikapun Allah menghalalkan bagi Nabi dan keluarganya sedekah bagi kaum musyrikin yang akan ditentang, maka Allah menutup pintu atas hal itu, Yakni melarang sedekah atas dirinya dan keluarganya.

Dijelaskan juga bahwa zakat dan sedekah berbeda dengan hadiah (pemberian). Sebab zakat dikeluarkan oleh umat Muslim sebagai maksud untuk mensucikan harta, sebagaimana firman Allah dalam Alquran surat At-Taubah ayat 103:

خُذْ مِنْ أَمْوالِهِمْ صَدَقَةً تُطَهِّرُهُمْ وَتُزَكِّيهِمْ بِها  “Khudz min amwaalihim shadaqatan tuthahiruhum wa tuzakkihim biha.” Yang artinya: “Ambillah zakat dari sebagaian harta mereka, dengan zakat itu kamu membersihkan dan mensucikan mereka.” 

Sedangkan hadiah diberikan sebagai reward, penghargaan, atas bentuk kecintaan atau penghormatan seseorang. Sedangkan zakat dikeluarkan sebagai bagian dari kewajiban umat Muslim atas hartanya, dengan membayarkan untuk memenuhi kewajiban syariat. Adapun hadiah tidak diwajibkan bagi seorang Muslim, sebab sifatnya yang sukarela. 

Sumber: islamweb

KHAZANAH REPUBLIKA

Salah Sasaran Sedekah ke Pencuri, Pezina, dan Orang Kaya

Sedekah tetap akan bermanfaat bagi penerima meski salah sasaran

Sedekah adalah segala sesuatu baik berupa harta atau non harta yang dikeluarkan  seseorang untuk kemaslahatan umum. Sedekah juga termasuk amalan yang dicintai Allah SWT.  

Sedekah tak akan sia-sia bagi para penerima manfaat, bahkan ketika sedekah tersebut misal salah sasaran. 

Suatu ketika Nabi Muhammad SAW menceritakan tentang seseorang yang tiga kali bersedekah tetapi salah sasaran karena tidak mengetahuinya. Dalam kisah yang diriwayatkan dalam hadits riwayat Abu Hurairah RA tersebut diceritakan, pelaku sedekah bersedekah kepada pencuri, pezina, dan orang kaya. 

حَدَّثَنَا أَبُو الْيَمَانِ أَخْبَرَنَا شُعَيْبٌ حَدَّثَنَا أَبُو الزِّنَادِ عَنْ الْأَعْرَجِ عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ قَالَ رَجُلٌ لَأَتَصَدَّقَنَّ بِصَدَقَةٍ فَخَرَجَ بِصَدَقَتِهِ فَوَضَعَهَا فِي يَدِ سَارِقٍ فَأَصْبَحُوا يَتَحَدَّثُونَ تُصُدِّقَ عَلَى سَارِقٍ فَقَالَ اللَّهُمَّ لَكَ الْحَمْدُ لَأَتَصَدَّقَنَّ بِصَدَقَةٍ فَخَرَجَ بِصَدَقَتِهِ فَوَضَعَهَا فِي يَدَيْ زَانِيَةٍ فَأَصْبَحُوا يَتَحَدَّثُونَ تُصُدِّقَ اللَّيْلَةَ عَلَى زَانِيَةٍ فَقَالَ اللَّهُمَّ لَكَ الْحَمْدُ عَلَى زَانِيَةٍ لَأَتَصَدَّقَنَّ بِصَدَقَةٍ فَخَرَجَ بِصَدَقَتِهِ فَوَضَعَهَا فِي يَدَيْ غَنِيٍّ فَأَصْبَحُوا يَتَحَدَّثُونَ تُصُدِّقَ عَلَى غَنِيٍّ فَقَالَ اللَّهُمَّ لَكَ الْحَمْدُ عَلَى سَارِقٍ وَعَلَى زَانِيَةٍ وَعَلَى غَنِيٍّ فَأُتِيَ فَقِيلَ لَهُ أَمَّا صَدَقَتُكَ عَلَى سَارِقٍ فَلَعَلَّهُ أَنْ يَسْتَعِفَّ عَنْ سَرِقَتِهِ وَأَمَّا الزَّانِيَةُ فَلَعَلَّهَا أَنْ تَسْتَعِفَّ عَنْ زِنَاهَا وَأَمَّا الْغَنِيُّ فَلَعَلَّهُ يَعْتَبِرُ فَيُنْفِقُ مِمَّا أَعْطَاهُ اللَّهُ  

Dikisahkan dari Abu Al-Yaman, Syu’aib mengabarkan kepada kami, dari Abu Az-Zanad, dari Al-A’raj, dari Abu Hurairah RA, dia berkata, “Rasulullah SAW bersabda: Ada seorang laki-laki berkata, ‘aku pasti akan melakukan sedekah.’ Lalu dia keluar dengan membawa sedekahnya. Ternyata sedekahnya jatuh ke tangan seorang pencuri. 

Keesokan paginya orang-orang ramai membicarakan bahwa dia telah memberikan sedekah kepada seorang pencuri. Mendengar hal itu orang itu berkata: “Ya Allah segala puji bagi-Mu, aku pasti akan melakukan sedekah lagi.” 

Kemudian dia keluar dengan membawa sedekahnya, ternyata sedekahnya jatuh ke tangan seorang pezina. Keesokan paginya orang-orang ramai membicarakan bahwa dia tadi malam memberikan sedekahnya kepada seorang pezina.  

Maka orang itu berkata lagi: “Ya Allah segala puji bagi-Mu, ternyata sedekahku jatuh kepada seorang pezina, aku pasti akan sedekah lagi.”  

Kemudian dia keluar lagi dengan membawa sedekahnya, ternyata jatuh lagi ke tangan seorang yang kaya. Keesokan paginya orang-orang kembali ramai membicarakan bahwa dia memberikan sedekahnya kepada orang kaya.  

Maka orang itu berkata: “Ya Allah segala puji bagi-Mu, ternyata sedekahku jatuh kepada seorang pencuri, pezina, dan orang kaya.” 

Setelah kejadian itu, orang tadi bermimpi dan dikatakan padanya: “Sedekah kamu kepada pencuri, mudah-mudahan dapat mencegah si pencuri dari perbuatannya. Sedangkan sedekah kamu kepada pezina, mudah-mudahan dapat mencegahnya berbuat zina kembali. Sedekah kamu kepada orang yang kaya mudah-mudahan dapat memberikan pelajaran baginya agar menginfakkan harta yang diberikan Allah kepadanya.” (HR Al-Bukhari)

KHAZANAH REPUBLIKA

Keutamaan Menghilangkan Penderitaan Sesama Muslim

Menghilangkan penderitaan orang Muslim punya keistimewaan.

REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA — Bagi seorang muslim yang membantu penderitaan muslim lainnya, mereka akan mendapatkan sejumah keistimewaan. Mereka akan mendapatkan balasannya di Hari Akhir.

Dalam pesan Telegram dari ustadz lulusan Universitas Islam Madinah, Firanda Andirja disebutkan,

عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى الله عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ مَنْ نَفَّسَ عَنْ مُسْلِمٍ كُرْبَةً مِنْ كُرَبِ الدُّنْيَا نَفَّسَ الله عَنْهُ كُرْبَةً مِنْ كُرَبِ يَوْمِ الْقِيَامَةِ وَمَنْ يَسَّرَ عَلَى مُعْسِرٍ يَسَّرَ اللَّهُ عَلَيْهِ فِي الدُّنْيَا وَالْآخِرَةِ وَمَنْ سَتَرَ عَلَى مُسْلِمٍ سَتَرَ اللَّهُ عَلَيْهِ فِي الدُّنْيَا وَالْآخِرَةِ وَاللَّهُ فِي عَوْنِ الْعَبْدِ مَا كَانَ الْعَبْدُ فِي عَوْنِ أَخِيهِ

Dari sahabat Abu Hurairah radhiallahu anhu, beliau berkata, Rasulullah ﷺ bersabda, “Barangsiapa yang menghilangkan dari seorang Muslim penderitaannya dari penderitaan-penderitaan di dunia, maka Allāh akan menghilangkan penderitaannya dari penderitaan-penderitaan hari Kiamat. Barangsiapa yang memudahkan bagi orang yang mengalami kesulitan karena terlilit utang, maka Allah akan memudahkan baginya urusan di dunia dan di akhirat. Barangsiapa yang menutupi aib orang Islam, maka Allah akan menutupi aibnya di dunia dan di akhirat. Allah senantiasa menolong hamba tersebut jika seorang hamba menolong saudaranya.” (HR. Muslim)

Hadits ini menunjukkan kaidah yang sangat agung yaitu

الْجَزَاءُ مِنْ جِنْسِ الْعَمَلِ

“Balasan sesuai dengan amal perbuatan.”

Barangsiapa yang melakukan kebaikan, maka Allāh akan balas dengan kebaikan. Barangsiapa yang melakukan keburukan, maka Allah akan balas dengan keburukan. Perhatikan hadits ini!

– Barangsiapa yang menghilangkan penderitaan orang lain, maka Allah akan menghilangkan penderitaannya.

– Barangsiapa yang memudahkan orang yang mengalami kesulitan, maka Allah akan mengilangkan kesulitannya.

– Barangsiapa yang menutup aurat seorang Muslim, maka Allah akan menutup auratnya.

– Barangsiapa menolong seorang hamba, maka Allah akan menolongnya.

Ini semua menunjukkan bahwasanya “balasan seusai dengan perbuatan”.

Hadits ini membicarakan beberapa permasalahan.

مَنْ نَفَّسَ عَنْ مُسْلِمٍ كُرْبَةً مِنْ كُرَبِ الدُّنْيَا نَفَّسَ الله عَنْهُ كُرْبَةً مِنْ كُرَبِ يَوْمِ الْقِيَامَةِ

“Barangsiapa yang menghilangkan penderitaan seorang muslim dari penderitaan-penderitaannya di dunia maka Allah ﷻ akan menghilangkan penderitaanya pada hari kiamat kelak.”

Di sini Rasulullah ﷺ tidak mengatakan “Allah akan menghilangkan penderitaannya di dunia dan di akhirat”, tetapi Rasulullah shallallahu ‘alayhi wa sallam hanya mencukupkan “Allah akan menghilangkan penderitaannya di hari kiamat kelak.”

Kenapa bisa demikian? Hal ini dijelaskan oleh Al-Hafizh Ibnu Rajab Al-Hanbali dalam kitabnya Jami’ul ‘Ulum wal Hikam, beliau menyebutkan bahwasanya, “Karena penderitaan di dunia tidak ada apa-apanya (tidak ada bandingannya) jika dibandingkan dengan penderitaan pada hari kiamat kelak.”

Sesungguhnya penderitaan pada hari kiamat kelak sangatlah berat. Oleh karenanya, Allah menyediakan bagi orang yang menghilangkan penderitaan saudaranya di dunia, Allah akan menghilangkan penderitaannya di akhirat.

Kenapa? Penderitaan di dunia masih bisa dihadapi tapi penderitaan di akhirat maka sangat mengerikan. Tidak ada orang yang bisa menghadapi penderitaan di akhirat, kecuali jika ditolong oleh Allāh ﷻ.

Seperti dalam hadits disebutkan,

Rasulullah ﷺ mengatakan bahwasanya, “Allah akan mengumpulkan seluruh manusia sejak awal sampai akhir di satu dataran; Matahari akan direndahkan oleh Allah ﷻ; Maka orang-orang akan mengalami penderitaan dan kesulitan dan penderitaan yang mereka tidak mampu untuk menghadapinya, mereka tidak mampu untuk memikulnya; Maka sebagian orang berkata kepada yang lainnya, “Tidakkah kalian melihat yang kalian rasakan, tidakkah kalian melihat siapa yang bisa memberi syafa’at bagi kita di sisi Rabb kita.” (HR. Bukhari dan. Muslim)

Ini adalah hadits tentang syafa’at yang menjelaskan manusia dalam kondisi sangat sulit tatkala itu, karena matahari diturunkan dalam jarak satu mil.

Oleh karenanya, ikhwan dan akhwat yang dirahmati Allah ﷻ,

Di sini Rasulullah ﷺ mengkhususkan “Barangsiapa yg menghilangkan penderitaan seorang mukmin di dunia maka Allah akan menghilangkan penderitaannya di akhirat.

KHAZANAH REPUBLIKA

Sedekah adalah Bukti Keimanan

Salah satu cara kita mengetahui kadar keimanan kita adalah dengan melihat apakah kita suka bersedekah atau tidak. Bersedekah tidak harus banyak dan tidak harus dengan uang, sehingga tidak kaya atau tidak punya uang bukanlah menjadi alasan kita untuk tidak bersedekah. Bersedekah dengan uang Rp 10.000, Rp 20.000, atau Rp 50.000 itu sudah cukup. Atau bersedekah dengan beras yang kita miliki sebanyak satu kilo atau dua kilo, ini pun sudah cukup.

Sedekah adalah bukti keimanan. Bukti keimanan kita terhadap hari akhir, bahwasanya kelak di hari kiamat kita akan mendapat balasan pahala dari Allah, meskipun di dunia kita tidak mendapatkan apa-apa. Kita lelah bekerja mencari uang dan harta, lalu uang tersebut kita berikan tanpa kompensasi dan kita hanya berharap balasan di hari kiamat kelak.

Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menyebut bahwa sedekah itu adalah bukti keimanan. Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallambersabda,

وَالصَّلَاةُ نُورٌ، وَالصَّدَقَةُ بُرْهَانٌ وَالصَّبْرُ ضِيَاءٌ، وَالْقُرْآنُ حُجَّةٌ لَكَ أَوْ عَلَيْكَ

“Shalat adalah cahaya, sedekah merupakan bukti, sabar itu sinar panas, sementara Al-Qur’an bisa menjadi pembelamu atau sebaliknya, menjadi penuntutmu” (HR. Muslim).

Imam An-Nawawi rahimahullah menjelaskan bahwa penamaan sedekah karena satu akar kata dengan kata ash-Shidqu” (huruf ص, د, ق) yaitu jujur. Sehingga sedekah menunjukkan kejujuran iman seseorang dan ini adalah bukti. Beliau rahimahullah berkata,

أي: دليل على صحة إيمان صاحبها، وسميت صدقة؛ لأنها دليل على صدق إيمانه، وبرهان على قوة يقينه.

“Sedekah adalah dalil atas kebenaran keimanan seseorang. Itulah mengapa dinamakan sedekah karena menunjukkan jujurnya keimanan seseorang dan bukti kuatnya keyakinannya” (Syarh Muslim, 3: 86).

Yang menguatkan juga bahwa sedekah adalah bukti keimanan yaitu manusia sangat cinta terhadap harta yang didapatkannya. Sehingga manusia punya sifat dasar tidak ingin berpisah dengan harta yang dia miliki. Hanya keimanan yang kuat yang bisa melawan hal ini. Begitu besarnya cinta manusia terhadap harta, sampai-sampai Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menyebut harta sebagai fitnah terbesar bagi umatnya. Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

إِنَّ لِكُلِّ أُمَّةٍ فِتْنَةً، وَفِتْنَةَ أُمَّتِي الْمَالُ

“Sesungguhnya pada setiap umat ada fitnah (ujian), dan fitnah umatku adalah harta” (HR. Bukhari).

Sedekah adalah bukti keimanan, sedangkan sifat pelit dan kikir itu sebaliknya. Oleh karena itu, dua hal ini tidak akan menyatu dalam keimanan seorang mukmin.

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

لَا يَـجْتَمِعُ الشُّحُّ وَالْإِيْمَانُ فِـيْ قَلْبِ عَبْدٍ أَبَدًا.

“Tidak akan pernah berkumpul antara kekikiran dan iman di hati seorang hamba selama-lamanya” (HR. Ahmad. Lihat Shahih al-Jaami’ Ash-Shaghir no. 7616).

Seorang mukmin yang bersedekah juga yakin dengan keimanannya bahwa Allah akan mengganti harta yang telah disedekahkan dengan balasan yang jauh lebih baik.

Allah Ta’ala berfirman,

وَمَا أَنْفَقْتُمْ مِنْ شَيْءٍ فَهُوَ يُخْلِفُهُ وَهُوَ خَيْرُ الرَّازِقِينَ

Dan barang apa saja yang kamu nafkahkan, maka Allah akan menggantinya. Dan Dia-lah Pemberi rizki yang sebaik-baiknya.” (QS. Saba’: 39)

Tidak hanya itu, seorang mukmin yang bersedekah juga yakin bahwa apa yang disedekahkan akan diberi balasan yang berlipat ganda oleh Allah Ta’ala.

Allah Ta’ala berfirman,

مَّثَلُ الَّذِينَ يُنفِقُونَ أَمْوَالَهُمْ فِي سَبِيلِ اللَّـهِ كَمَثَلِ حَبَّةٍ أَنبَتَتْ سَبْعَ سَنَابِلَ فِي كُلِّ سُنبُلَةٍ مِّائَةُ حَبَّةٍ ۗ وَاللَّـهُ يُضَاعِفُ لِمَن يَشَاءُ ۗ وَاللَّـهُ وَاسِعٌ عَلِيمٌ

Perumpamaan (nafkah yang dikeluarkan oleh) orang-orang yang menafkahkan hartanya di jalan Allah adalah serupa dengan sebutir benih yang menumbuhkan tujuh bulir, pada tiap-tiap bulir seratus biji. Allah melipatgandakan (pahala) bagi siapa yang Dia kehendaki. Dan Allah Maha Luas (karunia-Nya) lagi Maha Mengetahui” (QS Al-Baqarah: 261).

Seorang muslim yang bersedekah juga yakin dengan keimanannya bahwa hartanya tidak akan berkurang dengan sedekah.

Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

مَا نَقَصَ مَالُ عَبْدٍ مِنْ صَدَقَةٍ

“Harta seorang hamba tidak akan berkurang karena sedekah.” (HR Tirmidzi. Lihat Shahih Sunan Ibni Majah).

Syaikh Muhammad Al-Mubarakfuri rahimahullah menjelaskan bahwa harta yang disedekahkan akan bertambah berkahnya. Beliau rahimahullah berkata

تصدق بها منه بل يبارك له فيه

“Harta yang disedekahkan akan diberkahi (diberikan kebaikan yang banyak)” (Tuhfatul Ahwadzi, 6: 212).

Syaikh ‘Abdul ‘Aziz bin Baz rahimahullah menjelaskan bahwa sedekah bisa menambah harta kita (misalnya bisnis menjadi lebih lancar) dan Allah Ta’ala akan menggantikan harta tersebut dengan yang lebih baik. Beliau rahimahullah berkata,

فالصَّدقات يزيد الله بها الأموال، ويُنزل بها البركة، ويُعَوِّض الله فيها صاحبها الخير العظيم

“Dengan sedekah, Allah akan menambahkan hartanya, Allah turunkan keberkahan dan Allah akan gantikan hartanya dengan kebaikan yang besar” (Syarh Riyadhus Shalihin, https://binbaz.org.sa/audios/2514/191).

Demikian, semoga bermanfaat.

Penyusun: Raehanul Bahraen

Artikel: www.muslim.or.id

Lebih Utama Mana, Sedekah Diam-Diam atau Terang-Terangan?

edekah merupakan jenis ibadah dimana kita menginfakkan sebagian harta kita kepada mereka yang lebih membutuhkan, dengan niat semata karena Allah SWT. Secara pertimbangan matematis duniawi, sedekah ini seolah akan mengurangi harta yang kita miliki. Namun menggunakan perhitungan ukhrowi, sebagaimana yang telah Rasulullah ajarkan, bersedekah justru akan membuat rejeki kita menjadi bertambah. Allah SWT berfirman dalam QS. Al-Baqarah [2]: 261:

مَّثَلُ ٱلَّذِينَ يُنفِقُونَ أَمْوَٰلَهُمْ فِى سَبِيلِ ٱللَّهِ كَمَثَلِ حَبَّةٍ أَنۢبَتَتْ سَبْعَ سَنَابِلَ فِى كُلِّ سُنۢبُلَةٍ مِّا۟ئَةُ حَبَّةٍ ۗ وَٱللَّهُ يُضَٰعِفُ لِمَن يَشَآءُ ۗ وَٱللَّهُ وَٰسِعٌ عَلِيمٌ

Maṡalullażīna yunfiqụna amwālahum fī sabīlillāhi kamaṡali ḥabbatin ambatat sab’a sanābila fī kulli sumbulatim mi`atu ḥabbah, wallāhu yuḍā’ifu limay yasyā`, wallāhu wāsi’un ‘alīm

“Perumpamaan (nafkah yang dikeluarkan oleh) orang-orang yang menafkahkan hartanya di jalan Allah adalah serupa dengan sebutir benih yang menumbuhkan tujuh bulir, pada tiap-tiap bulir seratus biji. Allah melipat gandakan (ganjaran) bagi siapa yang Dia kehendaki. Dan Allah Maha Luas (karunia-Nya) lagi Maha Mengetahui.”

Pertanyaan yang sering hadir dalam benak kita terkait sedekah adalah mana yang lebih utama, sedekah secara diam-diam atau terang-terangan ?

Pada prinsipnya, sedekah baik secar terang-terangan ataupun sembunyi-sembunyi adalah sama baiknya. Allah SWT berfirman dalam QS. Al-Baqarah [2]: 271:

إِن تُبْدُوا۟ ٱلصَّدَقَٰتِ فَنِعِمَّا هِىَ ۖ وَإِن تُخْفُوهَا وَتُؤْتُوهَا ٱلْفُقَرَآءَ فَهُوَ خَيْرٌ لَّكُمْ ۚ وَيُكَفِّرُ عَنكُم مِّن سَيِّـَٔاتِكُمْ ۗ وَٱللَّهُ بِمَا تَعْمَلُونَ خَبِيرٌ

In tubduṣ-ṣadaqāti fa ni’immā hiy, wa in tukhfụhā wa tu`tụhal-fuqarā`a fa huwa khairul lakum, wa yukaffiru ‘angkum min sayyi`ātikum, wallāhu bimā ta’malụna khabīr

“Jika kamu menampakkan sedekah(mu), maka itu adalah baik sekali. Dan jika kamu menyembunyikannya dan kamu berikan kepada orang-orang fakir, maka menyembunyikan itu lebih baik bagimu. Dan Allah akan menghapuskan dari kamu sebagian kesalahan-kesalahanmu; dan Allah mengetahui apa yang kamu kerjakan.”

Dari penjelasan ayat diatas, bisa kita pahami bahwa kedua metode dalam bersedekah adalah sama baiknya. Hujjatul Islam Imam al-Ghazali dalam kitab Ihya ‘Ulumuddin menjelaskan bahwa yang terpenting dalam bersedekah ialah keikhlasan dalam diri kita, jangan sampai ada rasa riya yang tertinggal di dalam hati kita saat kita mengulurkan bantuan untuk orang lain.

Lebih lanjut, imam al-Ghazali juga memperinci beberapa faidah daripada kedua metode diatas, dimana dua-duanya sama-sama memiliki keutamaan, yakni:

Bersedekah Secara Diam-Diam (Sirr)

Dengan bersedekah secara sembunyi-sembunyi, setidaknya terdapat lima keutamaan yang bisa kita dapatkan, yaitu:

  1. Melindungi kehormatan penerima sedekah. Sebab, sebagian orang enggan meminta-minta padahal dirinya sangat membutuhkan, ini dikarenakan dirinya menjaga kehormatan dirinya
  2. Menjaga hati dan lisan manusia serta mengantisipasi munculnya iri dengki (hasad) dari mereka. Ketika kita bersedekah secara sembunyi-sembunyi, potensi hasutan manusia tersebut akan bisa diminimalisir.
  3. Menjaga kerahasiaan amal merupakan bagian daripada adab islam, sebab dengan itu, kita akan terhindar dari sifat sombong ataupun riya.
  4. Sedekah secara rahasia menimalisir kemungkinan si penerima merasa terhina dalam kekurangannya, dan meminimalisir kemungkinan si pemberi dari rasa riya dan sombong serta hasrat ingin masyhur di hadapan orang.
  5. Sedekah yang tidak murni karena Allah akan membuat kita terjerumus kepada kesyikiran karena berarti beramal demi selain Allah. Dengan bersedekah secara sembunyi-sembunyi, kita menutup kemungkinan potensi ingin dipuji oleh orang lain dalam beramal.

Bersedekah Secara Terang-Terangan (‘alaniyyah)

Terdapat empat potensi besar bagi orang yang memperlihatkan sedekahnya, yaitu:

  1. Dengan bersedekah secara terang-terangan, membuktikan bahwa seseorang sudah sampai pada kondisi tidak peduli dengan apapun, karena baginya, beramal adalah semata karena Allah SWT.
  2. Menampakkan syiar Islam. Dengan memperlihatkan sedekah, akan membuat orang lain mengetahui betapa Islam merupakan agama yang mengajarkan untuk saling membantu antar sesama.
  3. Bagi seorang kekasih Allah, tidaklah menjadi persoalan bagi mereka apakah manusia akan melihat amal mereka atau tidak. Amal yang mereka lakukan semata adalah keikhlasan karena Allah SWT.
  4. Sedekah secara terang-terangan merupakan bagian daripada kesunnahan tahaddus bin ni’mah (menceritakan nikmat Allah) dan menampakkan rasa syukur kita kepada Allah SWT.

Dari penjelasan Imam al-Ghazali di atas dapat kita simpulkan bahwa keikhlasan dalam bersedekah bisa ditempuh dengan cara bersedekah baik secara sembunyi ataupun terang-terangan.

Demikian, semoga bermanfaat. Wallahu a’lam bi shawab.

BINCANG SYARIAH

Waktu Terbaik Bersedekah Menurut Imam al-Ghazali

Bersedekah ialah memberikan sesuatu di jalan Allah dengan ikhlas tanpa mengharapkan imbalan, dan semata-mata mengharapkan ridha-Nya sebagai bukti kebenaran iman seseorang. Dilihat dari jenis sesuatu yang diberikan, sedekah terbagi menjadi dua, yakni sedekah dengan harta dan sedekah dengan selain harta. Sedekah dengan selain harta bisa berupa pemberian bacaan tasbih, tahlil dan tahmid, pemberian senyuman, serta beberapa kerja sosial sebagaimana dijelaskan dalam hadis Dari Aisyah r.a, bahwasanya Rasulullah SAW. berkata,

“bahwasanya diciptakan dari setiap anak cucu Adam tiga ratus enam puluh persendian. Maka barang siapa yang bertakbir, bertahmid, bertasbih, beristighfar, menyingkirkan batu, duri, atau tulang dari jalanan, amr al-ma’ruf nahy al-munkar, maka akan dihitung sejumlah tiga ratus enam puluh persendian. Dan ia sedang berjalan pada hari itu, sedangkan ia dibebaskan dirinya dari api neraka.” (HR. Muslim)

Sedekah dengan harta dijelaskan keutamaannya oleh Allah SWT dalam QS. Al-Baqarah [2]: 245,

مَّن ذَا ٱلَّذِى يُقْرِضُ ٱللَّهَ قَرْضًا حَسَنًا فَيُضَٰعِفَهُۥ لَهُۥٓ أَضْعَافًا كَثِيرَةً ۚ وَٱللَّهُ يَقْبِضُ وَيَبْصُۜطُ وَإِلَيْهِ تُرْجَعُونَ

Man żallażī yuqriḍullāha qarḍan ḥasanan fa yuḍā’ifahụ lahū aḍ’āfang kaṡīrah, wallāhu yaqbiḍu wa yabṣuṭu wa ilaihi turja’ụn

“Siapakah yang mau memberi pinjaman kepada Allah, pinjaman yang baik (menafkahkan hartanya di jalan Allah), maka Allah akan meperlipat gandakan pembayaran kepadanya dengan lipat ganda yang banyak. Dan Allah menyempitkan dan melapangkan (rezeki) dan kepada-Nya-lah kamu dikembalikan.”

Selanjutnya, secara hukum, sedekah terbagi menjadi dua, yakni sedekah wajib atau yang biasa dikenal dengan nama zakat, dan sedekah sunnah. Hujjatul Islam Imam al-Ghazali dalam kitab Ihya’ ‘Ulumuddin pada Kitab Asroru az-Zakat (Kitab Rahasia Zakat) menjelaskan tentang kapan waktu terbaik memberikan sedekah. Beliau menjelaskan bahwa untuk sedekah wajib atau zakat, maka waktu terbaik pemberiannya ialah:

ومن آداب ذوي الدين التَّعْجِيلُ عَنْ وَقْتِ الْوُجُوبِ إِظْهَارًا لِلرَّغْبَةِ فِي الِامْتِثَالِ بِإِيصَالِ السُّرُورِ إِلَى قُلُوبِ الْفُقَرَاءِ وَمُبَادَرَةً لعوائق الزمان أن تعوقه عَنِ الْخَيْرَاتِ وَعِلْمًا بِأَنَّ فِي التَّأْخِيرِ آفَاتٌ مَعَ مَا يَتَعَرَّضُ الْعَبْدُ لَهُ مِنَ الْعِصْيَانِ لَوْ أَخَّرَ عَنْ وَقْتِ الْوُجُوبِ

“Diantara adab orang yang beragama, ialah menyegerakan zakat dari waktu wajibnya, untuk melahirkan kegemaran mengikuti perintah Allah, dengan menyampaikan kesenangan ke dalam hati orang-orang fakir dan menyegerakan dari penghalang-penghalang masa, yang menghalanginya dari perbuatan kebajikan. Dan karena mengetahui, bahwa dengan melambatkan itu, timbul bahaya-bahaya serta kemaksiatan yang mendatangi seorang hamba, kalau diperlambatkan daripada waktu wajibnya.”

Dari penjelasan diatas bisa kita pahami bahwa waktu terbaik bersedekah itu sesudah sedekah atau zakat itu sendiri menjadi wajib bagi seorang manusia. Sebagaimana diketahui,  apabila suatu harta zakat telah mencapai nishab atau telah mencapai satu tahun (haul) maka wajib untuk mengeluarkan zakat. Ketika kriteria wajib itu telah terpenuhi, maka sebaiknya seorang hamba segera melakukan zakat.

Berikutnya, untuk sedekah sunnah, Imam al-Ghazali menjelaskan beberapa waktu terbaik dalam menjalankannya, yakni:

  1. Bulan Muharram, karena bulan Muharram adalah awal bulan-bulan mulia dalam Islam
  2. Bulan ramadhan, didukung dengan dalil bahwasanya di bulan ramadhan, Rasulullah SAW., makhluk terbaik di dunia ini, bersikap seperti angin yang berhembus, tidak memegang sesuatu benda pada tangannya. Artinya di bulan ramadhan, Rasulullah rajin sekali bersedekah sehingga seolah bagi beliau, harta hanyalah angin yang berhembus saja. Disamping itu juga harus kita ingat bahwa di dalam bulan ramadhan terdapat malam lailatul qadar dan di bulan ramadhan pula Alquran diturunkan. Waktu terbaik di bulan ramadhan ialah 10 hari terakhir.
  3. Bulan Dzulhijjah juga termasuk sebagian dari bulan yang banyak kelebihannya. Ia adalah bulan haram, didalamnya terdapat hari-hari pelaksanaan ibadah haji. Hari-hari terbaik dalam bulan ini ialah sepuluh hari awal ditambah hari-hari tasyriq.

Imam al-Ghazali juga menjelaskan bahwa ada baiknya pula jika seorang muslim membuat rekayasa agar supaya ia melaksanakan ibadah zakat di waktu-waktu terbaik tersebut. Seperti misalkan seorang pedagang, ia bisa merekayasakan agar memulai berdagang di bulan Muharram sehingga nanti haul nya jatuh di bulan muharram, dengan sendirinya kemudian waktu kewajiban zakatnya jatuh pada bulan mulia tersebut.

Demikian, semoga bermanfaat. Wallahu a’lam bi shawab.


BINCANG SYARIAH