Salah Sasaran Sedekah ke Pencuri, Pezina, dan Orang Kaya

Sedekah tetap akan bermanfaat bagi penerima meski salah sasaran

Sedekah adalah segala sesuatu baik berupa harta atau non harta yang dikeluarkan  seseorang untuk kemaslahatan umum. Sedekah juga termasuk amalan yang dicintai Allah SWT.  

Sedekah tak akan sia-sia bagi para penerima manfaat, bahkan ketika sedekah tersebut misal salah sasaran. 

Suatu ketika Nabi Muhammad SAW menceritakan tentang seseorang yang tiga kali bersedekah tetapi salah sasaran karena tidak mengetahuinya. Dalam kisah yang diriwayatkan dalam hadits riwayat Abu Hurairah RA tersebut diceritakan, pelaku sedekah bersedekah kepada pencuri, pezina, dan orang kaya. 

حَدَّثَنَا أَبُو الْيَمَانِ أَخْبَرَنَا شُعَيْبٌ حَدَّثَنَا أَبُو الزِّنَادِ عَنْ الْأَعْرَجِ عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ قَالَ رَجُلٌ لَأَتَصَدَّقَنَّ بِصَدَقَةٍ فَخَرَجَ بِصَدَقَتِهِ فَوَضَعَهَا فِي يَدِ سَارِقٍ فَأَصْبَحُوا يَتَحَدَّثُونَ تُصُدِّقَ عَلَى سَارِقٍ فَقَالَ اللَّهُمَّ لَكَ الْحَمْدُ لَأَتَصَدَّقَنَّ بِصَدَقَةٍ فَخَرَجَ بِصَدَقَتِهِ فَوَضَعَهَا فِي يَدَيْ زَانِيَةٍ فَأَصْبَحُوا يَتَحَدَّثُونَ تُصُدِّقَ اللَّيْلَةَ عَلَى زَانِيَةٍ فَقَالَ اللَّهُمَّ لَكَ الْحَمْدُ عَلَى زَانِيَةٍ لَأَتَصَدَّقَنَّ بِصَدَقَةٍ فَخَرَجَ بِصَدَقَتِهِ فَوَضَعَهَا فِي يَدَيْ غَنِيٍّ فَأَصْبَحُوا يَتَحَدَّثُونَ تُصُدِّقَ عَلَى غَنِيٍّ فَقَالَ اللَّهُمَّ لَكَ الْحَمْدُ عَلَى سَارِقٍ وَعَلَى زَانِيَةٍ وَعَلَى غَنِيٍّ فَأُتِيَ فَقِيلَ لَهُ أَمَّا صَدَقَتُكَ عَلَى سَارِقٍ فَلَعَلَّهُ أَنْ يَسْتَعِفَّ عَنْ سَرِقَتِهِ وَأَمَّا الزَّانِيَةُ فَلَعَلَّهَا أَنْ تَسْتَعِفَّ عَنْ زِنَاهَا وَأَمَّا الْغَنِيُّ فَلَعَلَّهُ يَعْتَبِرُ فَيُنْفِقُ مِمَّا أَعْطَاهُ اللَّهُ  

Dikisahkan dari Abu Al-Yaman, Syu’aib mengabarkan kepada kami, dari Abu Az-Zanad, dari Al-A’raj, dari Abu Hurairah RA, dia berkata, “Rasulullah SAW bersabda: Ada seorang laki-laki berkata, ‘aku pasti akan melakukan sedekah.’ Lalu dia keluar dengan membawa sedekahnya. Ternyata sedekahnya jatuh ke tangan seorang pencuri. 

Keesokan paginya orang-orang ramai membicarakan bahwa dia telah memberikan sedekah kepada seorang pencuri. Mendengar hal itu orang itu berkata: “Ya Allah segala puji bagi-Mu, aku pasti akan melakukan sedekah lagi.” 

Kemudian dia keluar dengan membawa sedekahnya, ternyata sedekahnya jatuh ke tangan seorang pezina. Keesokan paginya orang-orang ramai membicarakan bahwa dia tadi malam memberikan sedekahnya kepada seorang pezina.  

Maka orang itu berkata lagi: “Ya Allah segala puji bagi-Mu, ternyata sedekahku jatuh kepada seorang pezina, aku pasti akan sedekah lagi.”  

Kemudian dia keluar lagi dengan membawa sedekahnya, ternyata jatuh lagi ke tangan seorang yang kaya. Keesokan paginya orang-orang kembali ramai membicarakan bahwa dia memberikan sedekahnya kepada orang kaya.  

Maka orang itu berkata: “Ya Allah segala puji bagi-Mu, ternyata sedekahku jatuh kepada seorang pencuri, pezina, dan orang kaya.” 

Setelah kejadian itu, orang tadi bermimpi dan dikatakan padanya: “Sedekah kamu kepada pencuri, mudah-mudahan dapat mencegah si pencuri dari perbuatannya. Sedangkan sedekah kamu kepada pezina, mudah-mudahan dapat mencegahnya berbuat zina kembali. Sedekah kamu kepada orang yang kaya mudah-mudahan dapat memberikan pelajaran baginya agar menginfakkan harta yang diberikan Allah kepadanya.” (HR Al-Bukhari)

KHAZANAH REPUBLIKA

Keutamaan Menghilangkan Penderitaan Sesama Muslim

Menghilangkan penderitaan orang Muslim punya keistimewaan.

REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA — Bagi seorang muslim yang membantu penderitaan muslim lainnya, mereka akan mendapatkan sejumah keistimewaan. Mereka akan mendapatkan balasannya di Hari Akhir.

Dalam pesan Telegram dari ustadz lulusan Universitas Islam Madinah, Firanda Andirja disebutkan,

عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى الله عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ مَنْ نَفَّسَ عَنْ مُسْلِمٍ كُرْبَةً مِنْ كُرَبِ الدُّنْيَا نَفَّسَ الله عَنْهُ كُرْبَةً مِنْ كُرَبِ يَوْمِ الْقِيَامَةِ وَمَنْ يَسَّرَ عَلَى مُعْسِرٍ يَسَّرَ اللَّهُ عَلَيْهِ فِي الدُّنْيَا وَالْآخِرَةِ وَمَنْ سَتَرَ عَلَى مُسْلِمٍ سَتَرَ اللَّهُ عَلَيْهِ فِي الدُّنْيَا وَالْآخِرَةِ وَاللَّهُ فِي عَوْنِ الْعَبْدِ مَا كَانَ الْعَبْدُ فِي عَوْنِ أَخِيهِ

Dari sahabat Abu Hurairah radhiallahu anhu, beliau berkata, Rasulullah ﷺ bersabda, “Barangsiapa yang menghilangkan dari seorang Muslim penderitaannya dari penderitaan-penderitaan di dunia, maka Allāh akan menghilangkan penderitaannya dari penderitaan-penderitaan hari Kiamat. Barangsiapa yang memudahkan bagi orang yang mengalami kesulitan karena terlilit utang, maka Allah akan memudahkan baginya urusan di dunia dan di akhirat. Barangsiapa yang menutupi aib orang Islam, maka Allah akan menutupi aibnya di dunia dan di akhirat. Allah senantiasa menolong hamba tersebut jika seorang hamba menolong saudaranya.” (HR. Muslim)

Hadits ini menunjukkan kaidah yang sangat agung yaitu

الْجَزَاءُ مِنْ جِنْسِ الْعَمَلِ

“Balasan sesuai dengan amal perbuatan.”

Barangsiapa yang melakukan kebaikan, maka Allāh akan balas dengan kebaikan. Barangsiapa yang melakukan keburukan, maka Allah akan balas dengan keburukan. Perhatikan hadits ini!

– Barangsiapa yang menghilangkan penderitaan orang lain, maka Allah akan menghilangkan penderitaannya.

– Barangsiapa yang memudahkan orang yang mengalami kesulitan, maka Allah akan mengilangkan kesulitannya.

– Barangsiapa yang menutup aurat seorang Muslim, maka Allah akan menutup auratnya.

– Barangsiapa menolong seorang hamba, maka Allah akan menolongnya.

Ini semua menunjukkan bahwasanya “balasan seusai dengan perbuatan”.

Hadits ini membicarakan beberapa permasalahan.

مَنْ نَفَّسَ عَنْ مُسْلِمٍ كُرْبَةً مِنْ كُرَبِ الدُّنْيَا نَفَّسَ الله عَنْهُ كُرْبَةً مِنْ كُرَبِ يَوْمِ الْقِيَامَةِ

“Barangsiapa yang menghilangkan penderitaan seorang muslim dari penderitaan-penderitaannya di dunia maka Allah ﷻ akan menghilangkan penderitaanya pada hari kiamat kelak.”

Di sini Rasulullah ﷺ tidak mengatakan “Allah akan menghilangkan penderitaannya di dunia dan di akhirat”, tetapi Rasulullah shallallahu ‘alayhi wa sallam hanya mencukupkan “Allah akan menghilangkan penderitaannya di hari kiamat kelak.”

Kenapa bisa demikian? Hal ini dijelaskan oleh Al-Hafizh Ibnu Rajab Al-Hanbali dalam kitabnya Jami’ul ‘Ulum wal Hikam, beliau menyebutkan bahwasanya, “Karena penderitaan di dunia tidak ada apa-apanya (tidak ada bandingannya) jika dibandingkan dengan penderitaan pada hari kiamat kelak.”

Sesungguhnya penderitaan pada hari kiamat kelak sangatlah berat. Oleh karenanya, Allah menyediakan bagi orang yang menghilangkan penderitaan saudaranya di dunia, Allah akan menghilangkan penderitaannya di akhirat.

Kenapa? Penderitaan di dunia masih bisa dihadapi tapi penderitaan di akhirat maka sangat mengerikan. Tidak ada orang yang bisa menghadapi penderitaan di akhirat, kecuali jika ditolong oleh Allāh ﷻ.

Seperti dalam hadits disebutkan,

Rasulullah ﷺ mengatakan bahwasanya, “Allah akan mengumpulkan seluruh manusia sejak awal sampai akhir di satu dataran; Matahari akan direndahkan oleh Allah ﷻ; Maka orang-orang akan mengalami penderitaan dan kesulitan dan penderitaan yang mereka tidak mampu untuk menghadapinya, mereka tidak mampu untuk memikulnya; Maka sebagian orang berkata kepada yang lainnya, “Tidakkah kalian melihat yang kalian rasakan, tidakkah kalian melihat siapa yang bisa memberi syafa’at bagi kita di sisi Rabb kita.” (HR. Bukhari dan. Muslim)

Ini adalah hadits tentang syafa’at yang menjelaskan manusia dalam kondisi sangat sulit tatkala itu, karena matahari diturunkan dalam jarak satu mil.

Oleh karenanya, ikhwan dan akhwat yang dirahmati Allah ﷻ,

Di sini Rasulullah ﷺ mengkhususkan “Barangsiapa yg menghilangkan penderitaan seorang mukmin di dunia maka Allah akan menghilangkan penderitaannya di akhirat.

KHAZANAH REPUBLIKA

Sedekah adalah Bukti Keimanan

Salah satu cara kita mengetahui kadar keimanan kita adalah dengan melihat apakah kita suka bersedekah atau tidak. Bersedekah tidak harus banyak dan tidak harus dengan uang, sehingga tidak kaya atau tidak punya uang bukanlah menjadi alasan kita untuk tidak bersedekah. Bersedekah dengan uang Rp 10.000, Rp 20.000, atau Rp 50.000 itu sudah cukup. Atau bersedekah dengan beras yang kita miliki sebanyak satu kilo atau dua kilo, ini pun sudah cukup.

Sedekah adalah bukti keimanan. Bukti keimanan kita terhadap hari akhir, bahwasanya kelak di hari kiamat kita akan mendapat balasan pahala dari Allah, meskipun di dunia kita tidak mendapatkan apa-apa. Kita lelah bekerja mencari uang dan harta, lalu uang tersebut kita berikan tanpa kompensasi dan kita hanya berharap balasan di hari kiamat kelak.

Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menyebut bahwa sedekah itu adalah bukti keimanan. Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallambersabda,

وَالصَّلَاةُ نُورٌ، وَالصَّدَقَةُ بُرْهَانٌ وَالصَّبْرُ ضِيَاءٌ، وَالْقُرْآنُ حُجَّةٌ لَكَ أَوْ عَلَيْكَ

“Shalat adalah cahaya, sedekah merupakan bukti, sabar itu sinar panas, sementara Al-Qur’an bisa menjadi pembelamu atau sebaliknya, menjadi penuntutmu” (HR. Muslim).

Imam An-Nawawi rahimahullah menjelaskan bahwa penamaan sedekah karena satu akar kata dengan kata ash-Shidqu” (huruf ص, د, ق) yaitu jujur. Sehingga sedekah menunjukkan kejujuran iman seseorang dan ini adalah bukti. Beliau rahimahullah berkata,

أي: دليل على صحة إيمان صاحبها، وسميت صدقة؛ لأنها دليل على صدق إيمانه، وبرهان على قوة يقينه.

“Sedekah adalah dalil atas kebenaran keimanan seseorang. Itulah mengapa dinamakan sedekah karena menunjukkan jujurnya keimanan seseorang dan bukti kuatnya keyakinannya” (Syarh Muslim, 3: 86).

Yang menguatkan juga bahwa sedekah adalah bukti keimanan yaitu manusia sangat cinta terhadap harta yang didapatkannya. Sehingga manusia punya sifat dasar tidak ingin berpisah dengan harta yang dia miliki. Hanya keimanan yang kuat yang bisa melawan hal ini. Begitu besarnya cinta manusia terhadap harta, sampai-sampai Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menyebut harta sebagai fitnah terbesar bagi umatnya. Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

إِنَّ لِكُلِّ أُمَّةٍ فِتْنَةً، وَفِتْنَةَ أُمَّتِي الْمَالُ

“Sesungguhnya pada setiap umat ada fitnah (ujian), dan fitnah umatku adalah harta” (HR. Bukhari).

Sedekah adalah bukti keimanan, sedangkan sifat pelit dan kikir itu sebaliknya. Oleh karena itu, dua hal ini tidak akan menyatu dalam keimanan seorang mukmin.

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

لَا يَـجْتَمِعُ الشُّحُّ وَالْإِيْمَانُ فِـيْ قَلْبِ عَبْدٍ أَبَدًا.

“Tidak akan pernah berkumpul antara kekikiran dan iman di hati seorang hamba selama-lamanya” (HR. Ahmad. Lihat Shahih al-Jaami’ Ash-Shaghir no. 7616).

Seorang mukmin yang bersedekah juga yakin dengan keimanannya bahwa Allah akan mengganti harta yang telah disedekahkan dengan balasan yang jauh lebih baik.

Allah Ta’ala berfirman,

وَمَا أَنْفَقْتُمْ مِنْ شَيْءٍ فَهُوَ يُخْلِفُهُ وَهُوَ خَيْرُ الرَّازِقِينَ

Dan barang apa saja yang kamu nafkahkan, maka Allah akan menggantinya. Dan Dia-lah Pemberi rizki yang sebaik-baiknya.” (QS. Saba’: 39)

Tidak hanya itu, seorang mukmin yang bersedekah juga yakin bahwa apa yang disedekahkan akan diberi balasan yang berlipat ganda oleh Allah Ta’ala.

Allah Ta’ala berfirman,

مَّثَلُ الَّذِينَ يُنفِقُونَ أَمْوَالَهُمْ فِي سَبِيلِ اللَّـهِ كَمَثَلِ حَبَّةٍ أَنبَتَتْ سَبْعَ سَنَابِلَ فِي كُلِّ سُنبُلَةٍ مِّائَةُ حَبَّةٍ ۗ وَاللَّـهُ يُضَاعِفُ لِمَن يَشَاءُ ۗ وَاللَّـهُ وَاسِعٌ عَلِيمٌ

Perumpamaan (nafkah yang dikeluarkan oleh) orang-orang yang menafkahkan hartanya di jalan Allah adalah serupa dengan sebutir benih yang menumbuhkan tujuh bulir, pada tiap-tiap bulir seratus biji. Allah melipatgandakan (pahala) bagi siapa yang Dia kehendaki. Dan Allah Maha Luas (karunia-Nya) lagi Maha Mengetahui” (QS Al-Baqarah: 261).

Seorang muslim yang bersedekah juga yakin dengan keimanannya bahwa hartanya tidak akan berkurang dengan sedekah.

Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

مَا نَقَصَ مَالُ عَبْدٍ مِنْ صَدَقَةٍ

“Harta seorang hamba tidak akan berkurang karena sedekah.” (HR Tirmidzi. Lihat Shahih Sunan Ibni Majah).

Syaikh Muhammad Al-Mubarakfuri rahimahullah menjelaskan bahwa harta yang disedekahkan akan bertambah berkahnya. Beliau rahimahullah berkata

تصدق بها منه بل يبارك له فيه

“Harta yang disedekahkan akan diberkahi (diberikan kebaikan yang banyak)” (Tuhfatul Ahwadzi, 6: 212).

Syaikh ‘Abdul ‘Aziz bin Baz rahimahullah menjelaskan bahwa sedekah bisa menambah harta kita (misalnya bisnis menjadi lebih lancar) dan Allah Ta’ala akan menggantikan harta tersebut dengan yang lebih baik. Beliau rahimahullah berkata,

فالصَّدقات يزيد الله بها الأموال، ويُنزل بها البركة، ويُعَوِّض الله فيها صاحبها الخير العظيم

“Dengan sedekah, Allah akan menambahkan hartanya, Allah turunkan keberkahan dan Allah akan gantikan hartanya dengan kebaikan yang besar” (Syarh Riyadhus Shalihin, https://binbaz.org.sa/audios/2514/191).

Demikian, semoga bermanfaat.

Penyusun: Raehanul Bahraen

Artikel: www.muslim.or.id

Lebih Utama Mana, Sedekah Diam-Diam atau Terang-Terangan?

edekah merupakan jenis ibadah dimana kita menginfakkan sebagian harta kita kepada mereka yang lebih membutuhkan, dengan niat semata karena Allah SWT. Secara pertimbangan matematis duniawi, sedekah ini seolah akan mengurangi harta yang kita miliki. Namun menggunakan perhitungan ukhrowi, sebagaimana yang telah Rasulullah ajarkan, bersedekah justru akan membuat rejeki kita menjadi bertambah. Allah SWT berfirman dalam QS. Al-Baqarah [2]: 261:

مَّثَلُ ٱلَّذِينَ يُنفِقُونَ أَمْوَٰلَهُمْ فِى سَبِيلِ ٱللَّهِ كَمَثَلِ حَبَّةٍ أَنۢبَتَتْ سَبْعَ سَنَابِلَ فِى كُلِّ سُنۢبُلَةٍ مِّا۟ئَةُ حَبَّةٍ ۗ وَٱللَّهُ يُضَٰعِفُ لِمَن يَشَآءُ ۗ وَٱللَّهُ وَٰسِعٌ عَلِيمٌ

Maṡalullażīna yunfiqụna amwālahum fī sabīlillāhi kamaṡali ḥabbatin ambatat sab’a sanābila fī kulli sumbulatim mi`atu ḥabbah, wallāhu yuḍā’ifu limay yasyā`, wallāhu wāsi’un ‘alīm

“Perumpamaan (nafkah yang dikeluarkan oleh) orang-orang yang menafkahkan hartanya di jalan Allah adalah serupa dengan sebutir benih yang menumbuhkan tujuh bulir, pada tiap-tiap bulir seratus biji. Allah melipat gandakan (ganjaran) bagi siapa yang Dia kehendaki. Dan Allah Maha Luas (karunia-Nya) lagi Maha Mengetahui.”

Pertanyaan yang sering hadir dalam benak kita terkait sedekah adalah mana yang lebih utama, sedekah secara diam-diam atau terang-terangan ?

Pada prinsipnya, sedekah baik secar terang-terangan ataupun sembunyi-sembunyi adalah sama baiknya. Allah SWT berfirman dalam QS. Al-Baqarah [2]: 271:

إِن تُبْدُوا۟ ٱلصَّدَقَٰتِ فَنِعِمَّا هِىَ ۖ وَإِن تُخْفُوهَا وَتُؤْتُوهَا ٱلْفُقَرَآءَ فَهُوَ خَيْرٌ لَّكُمْ ۚ وَيُكَفِّرُ عَنكُم مِّن سَيِّـَٔاتِكُمْ ۗ وَٱللَّهُ بِمَا تَعْمَلُونَ خَبِيرٌ

In tubduṣ-ṣadaqāti fa ni’immā hiy, wa in tukhfụhā wa tu`tụhal-fuqarā`a fa huwa khairul lakum, wa yukaffiru ‘angkum min sayyi`ātikum, wallāhu bimā ta’malụna khabīr

“Jika kamu menampakkan sedekah(mu), maka itu adalah baik sekali. Dan jika kamu menyembunyikannya dan kamu berikan kepada orang-orang fakir, maka menyembunyikan itu lebih baik bagimu. Dan Allah akan menghapuskan dari kamu sebagian kesalahan-kesalahanmu; dan Allah mengetahui apa yang kamu kerjakan.”

Dari penjelasan ayat diatas, bisa kita pahami bahwa kedua metode dalam bersedekah adalah sama baiknya. Hujjatul Islam Imam al-Ghazali dalam kitab Ihya ‘Ulumuddin menjelaskan bahwa yang terpenting dalam bersedekah ialah keikhlasan dalam diri kita, jangan sampai ada rasa riya yang tertinggal di dalam hati kita saat kita mengulurkan bantuan untuk orang lain.

Lebih lanjut, imam al-Ghazali juga memperinci beberapa faidah daripada kedua metode diatas, dimana dua-duanya sama-sama memiliki keutamaan, yakni:

Bersedekah Secara Diam-Diam (Sirr)

Dengan bersedekah secara sembunyi-sembunyi, setidaknya terdapat lima keutamaan yang bisa kita dapatkan, yaitu:

  1. Melindungi kehormatan penerima sedekah. Sebab, sebagian orang enggan meminta-minta padahal dirinya sangat membutuhkan, ini dikarenakan dirinya menjaga kehormatan dirinya
  2. Menjaga hati dan lisan manusia serta mengantisipasi munculnya iri dengki (hasad) dari mereka. Ketika kita bersedekah secara sembunyi-sembunyi, potensi hasutan manusia tersebut akan bisa diminimalisir.
  3. Menjaga kerahasiaan amal merupakan bagian daripada adab islam, sebab dengan itu, kita akan terhindar dari sifat sombong ataupun riya.
  4. Sedekah secara rahasia menimalisir kemungkinan si penerima merasa terhina dalam kekurangannya, dan meminimalisir kemungkinan si pemberi dari rasa riya dan sombong serta hasrat ingin masyhur di hadapan orang.
  5. Sedekah yang tidak murni karena Allah akan membuat kita terjerumus kepada kesyikiran karena berarti beramal demi selain Allah. Dengan bersedekah secara sembunyi-sembunyi, kita menutup kemungkinan potensi ingin dipuji oleh orang lain dalam beramal.

Bersedekah Secara Terang-Terangan (‘alaniyyah)

Terdapat empat potensi besar bagi orang yang memperlihatkan sedekahnya, yaitu:

  1. Dengan bersedekah secara terang-terangan, membuktikan bahwa seseorang sudah sampai pada kondisi tidak peduli dengan apapun, karena baginya, beramal adalah semata karena Allah SWT.
  2. Menampakkan syiar Islam. Dengan memperlihatkan sedekah, akan membuat orang lain mengetahui betapa Islam merupakan agama yang mengajarkan untuk saling membantu antar sesama.
  3. Bagi seorang kekasih Allah, tidaklah menjadi persoalan bagi mereka apakah manusia akan melihat amal mereka atau tidak. Amal yang mereka lakukan semata adalah keikhlasan karena Allah SWT.
  4. Sedekah secara terang-terangan merupakan bagian daripada kesunnahan tahaddus bin ni’mah (menceritakan nikmat Allah) dan menampakkan rasa syukur kita kepada Allah SWT.

Dari penjelasan Imam al-Ghazali di atas dapat kita simpulkan bahwa keikhlasan dalam bersedekah bisa ditempuh dengan cara bersedekah baik secara sembunyi ataupun terang-terangan.

Demikian, semoga bermanfaat. Wallahu a’lam bi shawab.

BINCANG SYARIAH

Waktu Terbaik Bersedekah Menurut Imam al-Ghazali

Bersedekah ialah memberikan sesuatu di jalan Allah dengan ikhlas tanpa mengharapkan imbalan, dan semata-mata mengharapkan ridha-Nya sebagai bukti kebenaran iman seseorang. Dilihat dari jenis sesuatu yang diberikan, sedekah terbagi menjadi dua, yakni sedekah dengan harta dan sedekah dengan selain harta. Sedekah dengan selain harta bisa berupa pemberian bacaan tasbih, tahlil dan tahmid, pemberian senyuman, serta beberapa kerja sosial sebagaimana dijelaskan dalam hadis Dari Aisyah r.a, bahwasanya Rasulullah SAW. berkata,

“bahwasanya diciptakan dari setiap anak cucu Adam tiga ratus enam puluh persendian. Maka barang siapa yang bertakbir, bertahmid, bertasbih, beristighfar, menyingkirkan batu, duri, atau tulang dari jalanan, amr al-ma’ruf nahy al-munkar, maka akan dihitung sejumlah tiga ratus enam puluh persendian. Dan ia sedang berjalan pada hari itu, sedangkan ia dibebaskan dirinya dari api neraka.” (HR. Muslim)

Sedekah dengan harta dijelaskan keutamaannya oleh Allah SWT dalam QS. Al-Baqarah [2]: 245,

مَّن ذَا ٱلَّذِى يُقْرِضُ ٱللَّهَ قَرْضًا حَسَنًا فَيُضَٰعِفَهُۥ لَهُۥٓ أَضْعَافًا كَثِيرَةً ۚ وَٱللَّهُ يَقْبِضُ وَيَبْصُۜطُ وَإِلَيْهِ تُرْجَعُونَ

Man żallażī yuqriḍullāha qarḍan ḥasanan fa yuḍā’ifahụ lahū aḍ’āfang kaṡīrah, wallāhu yaqbiḍu wa yabṣuṭu wa ilaihi turja’ụn

“Siapakah yang mau memberi pinjaman kepada Allah, pinjaman yang baik (menafkahkan hartanya di jalan Allah), maka Allah akan meperlipat gandakan pembayaran kepadanya dengan lipat ganda yang banyak. Dan Allah menyempitkan dan melapangkan (rezeki) dan kepada-Nya-lah kamu dikembalikan.”

Selanjutnya, secara hukum, sedekah terbagi menjadi dua, yakni sedekah wajib atau yang biasa dikenal dengan nama zakat, dan sedekah sunnah. Hujjatul Islam Imam al-Ghazali dalam kitab Ihya’ ‘Ulumuddin pada Kitab Asroru az-Zakat (Kitab Rahasia Zakat) menjelaskan tentang kapan waktu terbaik memberikan sedekah. Beliau menjelaskan bahwa untuk sedekah wajib atau zakat, maka waktu terbaik pemberiannya ialah:

ومن آداب ذوي الدين التَّعْجِيلُ عَنْ وَقْتِ الْوُجُوبِ إِظْهَارًا لِلرَّغْبَةِ فِي الِامْتِثَالِ بِإِيصَالِ السُّرُورِ إِلَى قُلُوبِ الْفُقَرَاءِ وَمُبَادَرَةً لعوائق الزمان أن تعوقه عَنِ الْخَيْرَاتِ وَعِلْمًا بِأَنَّ فِي التَّأْخِيرِ آفَاتٌ مَعَ مَا يَتَعَرَّضُ الْعَبْدُ لَهُ مِنَ الْعِصْيَانِ لَوْ أَخَّرَ عَنْ وَقْتِ الْوُجُوبِ

“Diantara adab orang yang beragama, ialah menyegerakan zakat dari waktu wajibnya, untuk melahirkan kegemaran mengikuti perintah Allah, dengan menyampaikan kesenangan ke dalam hati orang-orang fakir dan menyegerakan dari penghalang-penghalang masa, yang menghalanginya dari perbuatan kebajikan. Dan karena mengetahui, bahwa dengan melambatkan itu, timbul bahaya-bahaya serta kemaksiatan yang mendatangi seorang hamba, kalau diperlambatkan daripada waktu wajibnya.”

Dari penjelasan diatas bisa kita pahami bahwa waktu terbaik bersedekah itu sesudah sedekah atau zakat itu sendiri menjadi wajib bagi seorang manusia. Sebagaimana diketahui,  apabila suatu harta zakat telah mencapai nishab atau telah mencapai satu tahun (haul) maka wajib untuk mengeluarkan zakat. Ketika kriteria wajib itu telah terpenuhi, maka sebaiknya seorang hamba segera melakukan zakat.

Berikutnya, untuk sedekah sunnah, Imam al-Ghazali menjelaskan beberapa waktu terbaik dalam menjalankannya, yakni:

  1. Bulan Muharram, karena bulan Muharram adalah awal bulan-bulan mulia dalam Islam
  2. Bulan ramadhan, didukung dengan dalil bahwasanya di bulan ramadhan, Rasulullah SAW., makhluk terbaik di dunia ini, bersikap seperti angin yang berhembus, tidak memegang sesuatu benda pada tangannya. Artinya di bulan ramadhan, Rasulullah rajin sekali bersedekah sehingga seolah bagi beliau, harta hanyalah angin yang berhembus saja. Disamping itu juga harus kita ingat bahwa di dalam bulan ramadhan terdapat malam lailatul qadar dan di bulan ramadhan pula Alquran diturunkan. Waktu terbaik di bulan ramadhan ialah 10 hari terakhir.
  3. Bulan Dzulhijjah juga termasuk sebagian dari bulan yang banyak kelebihannya. Ia adalah bulan haram, didalamnya terdapat hari-hari pelaksanaan ibadah haji. Hari-hari terbaik dalam bulan ini ialah sepuluh hari awal ditambah hari-hari tasyriq.

Imam al-Ghazali juga menjelaskan bahwa ada baiknya pula jika seorang muslim membuat rekayasa agar supaya ia melaksanakan ibadah zakat di waktu-waktu terbaik tersebut. Seperti misalkan seorang pedagang, ia bisa merekayasakan agar memulai berdagang di bulan Muharram sehingga nanti haul nya jatuh di bulan muharram, dengan sendirinya kemudian waktu kewajiban zakatnya jatuh pada bulan mulia tersebut.

Demikian, semoga bermanfaat. Wallahu a’lam bi shawab.


BINCANG SYARIAH


Urutan Sedekah

Sayyid Sabiq menyebutkan orang yang paling layak menerima sedekah.

Sedekah merupakan salah satu ajaran dalam Islam untuk membantu orang lain. Lalu, siapa yang paling layak untuk menerima sedekah?

Sayyid Sabiq dalam kitabnya yang berjudul Fiqh Sunnah menyebutkan orang yang paling layak menerima sedekah ialah anak-anaknya, keluarga dan kaum kerabatnya. Tidak diperbolehkan sedekah kepada orang lain jika orang tersebut memerlukan untuk nafkah hidup dirinya dan keluarganya.

Dijelaskan dari hadits riwayat Ahmad dan Muslim, Rasulullah bersabda: “Jika salah seorang di antara kamu miskin, hendaklah dimulai dengan dirinya. Dan jika dalam itu ada kelebihan, barulah diberikannya buat keluarganya. Lalu bila ada kelebihan lagi, maka buat kaum kerabatnya” atau sabdanya “buat yang ada hubungan kekeluargaan dengannya. Kemudian bila masih ada kelebihan, barulah untuk ini dan itu”

Hadits lain mengatakan, akan mendapatkan dosa besar jika seseorang tersebut menyia-nyiakan tanggungannya. Riwayat Muslim dan Abu Daud, Rasulullah bersabda: “Cukup besarlah dosa seseorang jika ia menyia-nyiakan tanggungannya.”

Sabda Rasullah yang juga mengatakan bahwa paling utama sedekah diberikan kepada kaum kerabatnya.  “Sedekah yang paling utama ialah sedekah kepada kaum kerabat yang memendam rasa permusuhan.” (HR Tabhrani)

KHAZANAH REPUBLIKA

Rahasia Sederhana Peroleh Panjang Umur Menurut Islam

Islam memberikan resep sederhana agar kita bisa memperoleh umar panjang.

Seseorang bisa berumur panjang meski usianya pendek jika selama hidupnya gemar berbuat baik. Sebaliknya, seseorang berumur pendek meski usia hidupnya lama karena sedikitnya amal kebaikan selama hidupnya. 

Menurut Dr Muhammad Mahmud Abdullah dalam bukunya Asbab Thulil `Umr, ajal Allah itu terbagi dua. Pertama, ajal yang ditentukan. Kedua, ajal yang ditangguhkan (dikurangi atau ditambah sesuai kehendak-Nya). Allah SWT berfirman: 

أَنِ اعْبُدُوا اللَّهَ وَاتَّقُوهُ وَأَطِيعُونِ يَغْفِرْ لَكُمْ مِنْ ذُنُوبِكُمْ وَيُؤَخِّرْكُمْ إِلَىٰ أَجَلٍ مُسَمًّى ۚ  

“Sembahlah Allah, bertakwalah kepada-Nya dan taatlah kepadaku, niscaya Allah mengampuni sebagian dosa-dosamu dan menangguhkan kamu sampai batas waktu yang ditentukan.” (QS Nuh [71]: 3-4).

Selanjutnya Dr Mahmud menyebut enam rahasia panjang umur. Pertama, beriman kepada Allah SWT. Keimanan berarti optimisme hidup. Riset kesehatan membuktikan, seorang yang optimistis menghadapi hidup biasanya berusia panjang daripada mereka yang pesimistis dan penuh kerisauan jiwa.

Dale Carnegie memberi contoh, pernah ada seorang yang berpenyakit akut divonis dokter hidupnya tinggal satu bulan lagi. Ia kalut dan panik menunggu hari-hari kematiannya.

Alih-alih terus larut dalam kesedihan, ia lalu menikmati sisa-sisa hidupnya justru dengan keceriaan dan tidak menghiraukan vonis itu. Hasilnya sungguh ajaib, hidupnya ternyata bisa jauh lebih panjang dari perkiraan sang dokter!

Kedua, gemar berbuat baik. Ketiga, silaturahim, sebagaimana sabda Rasulullah SAW: مَنْ أَحَبَّ أَنْ يُبْسَطَ لَهُ فِي رِزْقِهِ، وَأَنْ يُنْسَأَ لَهُ فِي أَثَرِهِ، فَلْيَصِلْ رَحِمَهُ

“Barangsiapa yang ingin dilapangkan rezekinya dan dipanjangkan usianya, perpanjanglah silaturahim.” (HR Bukhari). Keempat, zikir dan tasbih. Zikir merupakan bukti bersihnya hati.

Demikian pula ajal suatu bangsa. Sejarah menjadi saksi kebinasaan kaum-kaum yang ingkar pada ajakan kebenaran para nabi. Kaum `Ad, Tsamud, dan kaum Nuh menjadi sepenggal kisah kegetiran manusia.

Keselamatan perahu Nuh AS yang ditumpangi orang-orang beriman, simbol lugas bahwa hanya orang-orang berimanlah yang kelak selamat dari azab Allah SWT.

Kekufuran akan mengantarkan siapa pun pada kebinasaan. Sebagaimana doa Nabi Nuh AS: رَبِّ لَا تَذَرْ عَلَى الْأَرْضِ مِنَ الْكَافِرِينَ دَيَّارًا “Ya Tuhanku, janganlah Engkau biarkan seorang pun di antara orang-orang kafir itu tinggal di atas bumi.” (QS Nuh [71]: 26).  

Naskah karya Yusuf Burhanuddin didokumentasikan Harian Republika 2007 

KHAZANAH REPUBLIKA


Pahala Infak Melimpah Ruah, Apalagi untuk Jihad Agama Allah

Pahala infak untuk menegakkan syiar agama Allah SWT akan berlipat ganda.

Jihad di jalan Allah SWT begitu besar pahalannya. Pahala jihad akan dilipat gandakan ratus ribuan kali lipat ketika berinfak sambil berjihad.  

Syekh Maulana Muhammad Yusuf Al-Kandahlawi dalam kitabnya “Hayatus Sahabah” mengatakan bahwa Thabrani meriwayatkan dari Muadz bin Jabal ra, Rasulullah SAW bersabda: 

“Berbahagialah orang yang memperbanyak berdzikir kepada Allah saat berjihad di jalan Allah.  Karena sesungguhnya, untuk setiap kalimat yang diucapkannya, akan dikaruniai pahala sebanyak 70 ribu kebaikan. Setiap kebaikan akan digandakan 10 kali lipat dan di sisi Allah masih terdapat tambahannya.”

Maka dikatakan kepada Rasulullah SAW, “wahai Rasulullah! Bagaimana kalau infak?” Rasulullah menjawab “infak mendapat pahala seperti itu juga.”

Abdurrahman berkata: “Aku berkata kepadamu Muadz, sesungguhnya infak yang dilakukan akan digandakan 700 kali lipat. 

Muadz berkata, “Amat rendah kepahamanmu! Itu adalah ganjaran untuk orang yang berinfak, sedangkan mereka duduk di rumah tanpa keluar menyertai perang. Apabila mereka keluar berperang dan berinfak. Allah akan memberi ganjaran dari Khazannah-Nya yang tidak diketahui oleh para hamba-Nya dan tidak bisa diungkapkan oleh mereka. Mereka adalah golongan Allah dan golongan Allah lah yang akan berjaya.”

Al-Haitsami berkata dalam sanadnya terdapat seorang laki-laki yang tidak disebut.  

Diriwayatkan al Qazwini  secara majhul dan mursal sebagaimana tersebut dalam Jamul Fawaid dari Hasan, dari Ali, Abu Darda, Abu Hurairah, Abu Umamah, Ibnu Amr Bin al-‘ash, Jabir dan, Imran bin Hushain  mereka semua memarfu’kannya (hadits marfu’).  

“Barangsiapa yang mengantarkan infak di jalan Allah dan tinggal di rumahnya, maka untuk setiap di dirhamnya akan digandakan pahalanya sebanyak 700 diram. Barangsiapa yang berperang dijalan Allah dan berinfak semata-mata karena Allah maka untuk setiap dirham akan digandakan pahalanya sebanyak 700 ribu dirham. Kemudian beliau membaca ayat berikut. 

وَاللَّهُ يُضَاعِفُ لِمَنْ يَشَاءُ ۗ “Allah melipat gandakan (ganjaran) bagi siapa yang Dia kehendaki.”

Berinfak dan berjihad telah dilakukan Abu Bakar, Umar, Utsman, Thalhah, Abdurrahman bin Auf, al-Abbas Said bin Ubadah, Muhammad bin Maslamah, Ashim bin Adi dan banyak sahabat lainnya. 

KHAZANAH REPUBLIKA

Berobat dengan Tahajjud dan Sedekah, Bagaimana?

TANYA: Ustaz, saya pernah mendengar penceramah yang mengatakan, ibadah sunnah dalam Islam mempunyai nilai penyembuhan terhadap penyakit. Benarkah demikian? Mohon penjelasannya. Jazakallah.

JAWAB: Benar apa yang Anda katakan bahwa ibadah dalam Islam mempunyai unsur  pengobatan atau penyembuhan. Sebelumnya pernah saya jelaskan bahwa thibbunnabawi sifatnya holistik atau menyeluruh, artinya ketika seseorang sedang sakit yang diperhatikan dan diperbaiki tidak hanya badannya, namun sisi spiritualnya pun perlu diperbaiki. Contohnya tahajud dan sedekoh yang dijadikan bagian dari amalan untuk proses penyembuhan.

Rasulullah SAW amat menganjurkan untuk melakukan Qiyamul Lail. Beliau bersabda: “Hendaklah kalian melaksanakan Qiyamul lail karena sesungguhnya Qiyamul lail adalah kebiasaan baik orang-orang shalih sebelum kalian, sarana mendekatkan diri kepada Allah ta’ala, pelebur dosa-dosa kalian, penghalang dari dosa, serta mengusir penyakit dari tubuh.” (HR. Muslim).

Yang dijadikan dalil dan hadits: “Mengusir penyakit,” yakni penyakit dari tubuh. Dan jika orang yang sakit tidak mampu untuk melaksanakan shalat tahajjud dengan berdiri, maka hendaklah dia melaksanakanya dengan duduk atau sambil berbaring. Dan pahalanya niscaya ditulis secara sempurna.

Pengobatan dengan Sedekah

Diriwayatkan dari Abu Ummah bahwa Nabi bersabda: “Obatilah orang sakit di antara kalian dengan sedekah.” hadits ini disebutkan dalam kitab Sahih Al-Jaami’.

Ibnu Syaqiq berkata: “Aku mendengar ‘Abdullah bin Mubaraq ketika ditanya oleh seseorang tentang luka bernanah yang keluar terus menerus dilututnya sejak 7 tahun. Ia sudah mengobatinya dengan berbagai macam pengobatan serta sudah bertanya kepada ahli kesehatan (tabib/ dokter), namun tidak ada yang bermanfaat. Maka Abdullah bin Mubarak berkata kepada orang tersebut: ‘pergilah, lalu galilah sumur di suatu tempat yang manusia membutuhkan air sumur tersebut. Sebab, aku berharap akan memancar mata air  dari sana dengan amalmu. Hal itu akan menghentikan darahmu. Maka orang tersebut melakukan apa yang dikatakan ‘Abdullah bin Mubarak sehingga ia pun sembuh dari penyakitnya.“ Kisah disebutkan di dalam kitab At-Targhiib wat Tarhiib.

Syaikh Muhammad bin Shalih As-sahibni seorang qadhi di Mahkamah (pengadilan) di daerah Qashim bercerita secara ringkas bahwa ada seseorang yang penduduk Qashim yang terkena penyakit kanker. Lalu orang tersebut bersedekah kepada para ibu anak-anak yatim, sehingga mulailah para ibu tersebut mendoakan kepada orang yang bersedekah sehingga Allah ta’ala menyembuhkan dari penyakitnya tersebut.

Allah SWT berfirman: “Sesungguhnya perintahnya apabila dia menghendaki sesuatu hanyalah berkata kepadanya ‘jadilah!’ maka terjadilah ia.“ (QS.Yaasiin: 82).

Semoga jawaban yang diberikan bermanfaat bagi semua pembaca. Wallahualam. []

ISLAMPOS




                       

Berqurban atau Bersedekah Bantu Saudara, Mana Didahulukan?

Berqurban atau bersedekah harus dilihat variabelnya tak bisa digeneralisasi.

Terkadang seseorang menghadapi dua pilihan, antara bersedekah atau berqurban. Lalu manakah yang yang harus didahulukan?

Dewan Syariah Pusat Zakat Umat, Ustadz Jeje Zainudin mengungkapkan, masing-masing ibadah memiliki keistimewaannya sendiri.

“Satu ibadah dengan yang lain memiliki aspek keistimewaan yang berbeda. Sedekah mempunyai keistimewaan sendiri, berqurban juga memiliki keistimewaan,” kata Jeje dalam diskusi webinar bertajuk “Urgensi Qurban di tengah Pandemi Covid-19″, pada Jumat (3/7) sore.

Namun jika harus memilih di saat ingin berqurban ada saudara atau kerabat yang membutuhkan uang. Jika mampu maka tunaikanlah keduanya, akan tetapi jika jumlah uang yang dimiliki terbatas, maka pilih yang paling bermanfaat.

“Pilih yang paling manfaat, maslahat, dan paling dibutuhkan seseorang. Ketika yang dibutuhkan adalah makanan yang bergizi, maka yang lebih utama adalah sembelih hewan qurban, apabila dibutuhkan uang tunai maka itu didahulukan. Tidak bisa digeneralisasi,” ucap Jeje.

Di samping itu, terdapat keistimewaan berqurban di tengah pandemi Covid-19. Dalam masa ini, sebagian besar orang mengalami kesulitan secara ekonomi, namun mereka yang tetap berqurban dalam kondisi yang sempit akan menjadi sebuah keistimewaan.

“Ibadah qurban memiliki pahala yang besar dibanding pada situasi normal. Besarnya amal ditentukan dalam situasi kondisi sulit, serta besarnya kebermanfaatan yang didapat oleh seseorang. Yang menentukan nilai dan kualitas, semakin berat dan luas kemanfaatanya, maka semakin besar pahalanya,” kata Jeje.

عن أَبي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ قَالَ جَاءَ رَجُلٌ إِلَى النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَ : يَا رَسُولَ اللَّهِ أَيُّ الصَّدَقَةِ أَعْظَمُ أَجْرًا قَالَ أَنْ تَصَدَّقَ وَأَنْتَ صَحِيحٌ شَحِيحٌ تَخْشَى الْفَقْرَ وَتَأْمُلُ الْغِنَى وَلا تُمْهِلُ حَتَّى إِذَا بَلَغَتْ الْحُلْقُومَ قُلْتَ لِفُلانٍ كَذَا وَلِفُلانٍ كَذَا وَقَدْ كَانَ لِفُلانٍ”

Dalam sabda Rasulullah SAW, ketika beliau ditanya, “Sedekah bagaimanakah yang paling utama?”, beliau menjawab, “Engkau bersedekah di saat kamu dalam keadaan sehat dan cinta harta, banyak keinginan dan takut miskin. Serta tidak menangguhkannya sampai nyawa di kerongkongan, kemudian mengatakan, “Ini untuk si fulan, dan itu untuk si fulan”. Padahal memang itu sudah jatah si fulan dan si fulan).” (mutafaq alaih).

Semakin berat suatu ibadah dilakukan, dan semakin luas kemanfaatannya, maka semakin besar pula pahalanya. Sesuai dengan kaidah, besaran balasan sesuai dengan besaran beban cobaan.

KHAZANAH REPUBLIKA