Banyak Sedekah, Rasul Tak Khawatir Jatuh Miskin

TELADAN terbaik bagi kita adalah dari Rasul kita -Muhammad shallallahu alaihi wa sallam-. Kita akan saksikan bagaimana Nabi kita shallallahu alaihi wa sallam memberi contoh bagaimana semangat beliau dalam berderma, lebih-lebih lagi ketika di bulan penuh berkah, bulan Ramadhan.

Dari Anas bin Malik, ia berkata, “Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam adalah orang yang paling baik dan paling semangat serta yang lebih semangat untuk berderma.” (HR. Bukhari dan Muslim)

Dari Shofwan bin Umayyah, ia berkata, “Sungguh Rasul shallallahu alaihi wa sallam pernah memberiku sesuatu yang belum pernah kuperoleh. Padahal awalnya beliau adalah orang yang paling kubenci. Beliau terus berderma untukku sehingga beliau lah saat ini yang paling kucintai.” (HR. Ibnu Hibban, shahih).

Ibnu Syihab berkata bahwa pada saat perang Hunain, Nabi shallallahu alaihi wa sallam memberikan Shofwan 100 hewan ternak, kemudian beliau memberinya 100 dan menambah 100 lagi. Juga disebutkan bahwa Nabi shallallahu alaihi wa sallam memberi Shofwan unta dan hewan ternak sepenuh lembah, lantas Shofwan berkata, “Aku bersaksi bahwa tidak ada orang yang sebaik ini melainkan dia adalah seorang Nabi.”

Dari Jabir, ia berkata, “Tidaklah Rasul shallallahu alaihi wa sallam diminta sesuatu lalu beliau menjawab, “Tidak.” Rasul shallallahu alaihi wa sallam pernah mengatakan pada Jabir, “Seandainya datang padaku harta, melainkan aku akan memberimu seukuran dua telapak tangan penuh seperti ini (beliau menyebutkan tiga kali). Beliau berkata, “Yaitu dengan dua telapak tangan semuanya.” (HR. Bukhari dan Muslim)

Dalam hadits riwayat Muslim diperlihatkan bagaimanakah semangat Nabi shallallahu alaihi wa sallam dalam berderma. Jika ada yang meminta sesuatu, pasti beliau shallallahu alaihi wa sallam akan memberinya. Maka ketika itu ada seseorang yang menghadap Rasul shallallahu alaihi wa sallam, lalu beliau memberinya kambing yang ada di antara dua bukit. Lantas orang yang telah memperoleh kambing tadi kembali ke kaumnya dan berkata, “Wahai kaumku, masuklah Islam. Karena Muhammad kalau memberi sesuatu, ia sama sekali tidak khawatir akan jatuh miskin.”

Ibnu Rajab dalam Lathoif Al Maarif mengatakan, “Demikianlah kedermawanan Rasul shallallahu alaihi wa sallam. Semuanya beliau lakukan ikhlas karena Allah dan ingin mengharapkan ridho-Nya. Beliau sedekahkan hartanya, bisa jadi kepada orang fakir, orang yang butuh, atau beliau infakkan di jalan Allah, atau beliau memberi untuk membuat hati orang lain tertarik pada Islam. Beliau mengeluarkan sedekah-sedekah tadi dan lebih mengutamakan dari diri beliau sendiri, padahal beliau sendiri butuh.. Sampai-sampai jika kita perhatikan bagaimana keadaan dapur beliau, satu atau dua bulan kadang tidak terdapat nyala api. Suatu waktu pula beliau shallallahu alaihi wa sallam pernah menahan lapar dengan mengikat batu pada perutnya.” Lihatlah bagaimana kedermawanan beliau yang luar biasa meskipun dalam keadaan hidup yang pas-pasan? Bagaimana lagi dengan kita yang diberi keluasan harta?!

 

INIALH MOZAIK

Sedekah, dari Sunah ke Haram

SEORANG peserta sebuah pengajian bertanya tentang hukum memberi uang kepada pengemis yang menurut dia, semakin banyak terdapat di kotanya. Ustaz Muhammad Shiddiq Al Jawi yang ditanya soal itu menjawabnya sebagai berikut;

Memberi uang kepada pengemis dapat dianggap bersedekah. Maka hukumnya sunah, karena bersedekah hukum asalnya sunah. Wahbah az-Zuhaili berkata, “Sedekah tathawwu (sedekah sunah/bukan zakat) dianjurkan (mustahab) dalam segala waktu, dan hukumnya sunah berdasarkan Alquran dan As-Sunah.” (Wahbah Zuhaili, Al-Fiqh Al-Islami wa Adilatuhu, 3/389).

Dalil Alquran antara lain (artinya), “Siapakah yang mau memberi pinjaman kepada Allah, pinjaman yang baik (menafkahkan hartanya di jalan Allah), maka Allah akan melipatgandakan pembayaran kepadanya dengan lipat ganda yang banyak.” (QS Al-Baqarah [2] : 245). Dalil As-Sunah misalnya sabda Nabi SAW, “Barangsiapa memberi makan orang lapar, Allah akan memberinya makanan dari buah-buahan surga. Barangsiapa memberi minuman kepada orang haus, Allah pada Hari Kiamat nanti akan memberinya minuman surga yang amat lezat (ar-rahiq al-makhtum), dan barangsiapa memberi pakaian orang yang telanjang, Allah akan memberinya pakaian surga yang berwarna hijau (khudhr al-jannah).” (HR Abu Dawud no 1432; Tirmidzi no 2373).

Namun hukum asal sunah ini bisa berubah bergantung pada kondisinya. Sedekah dapat menjadi wajib. Misalnya ada pengemis dalam kondisi darurat (mudhthar), yakni sudah kelaparan dan tak punya makanan sedikit pun, sedang pemberi sedekah mempunyai kelebihan makanan setelah tercukupi kebutuhannya. (Wahbah Zuhaili, Al-Fiqh Al-Islami wa Adilatuhu, 3/390). Dalam kondisi seperti ini, sedekah wajib hukumnya. Sebab jika tak ada cara lain menolongnya kecuali bersedekah, maka sedekah menjadi wajib, sesuai kaidah fiqih : “Maa laa yatimmul wajibu illa bihi fahuwa wajib.” (Jika suatu kewajiban tak terlaksana kecuali dengan sesuatu, maka sesuatu itu wajib pula hukumnya). (Saifuddin Al-Amidi, Al-Ihkam fi Ushul Al-Ahkam, 1/111).

Namun sedekah dapat menjadi haram hukumnya, jika diketahui pengemis itu akan menggunakan sedekah itu untuk kemaksiatan. (Wahbah Zuhaili, Al-Fiqh Al-Islami wa Adilatuhu, 3/390). Misalnya, digunakan untuk berjudi, berzina, atau minum khamr. Hukum sedekah dalam kondisi ini menjadi haram, karena telah menjadi perantaraan (wasilah) pada yang haram. Kaidah fikih menyebutkan, “Al-Wasilah ila al-haram haram.” (Segala perantaraan menuju yang haram, haram hukumnya). (M. Shidqi al-Burnu, Mausuah Al-Qawaid Al-Fiqhiyyah, 12/200).

Sedekah kepada pengemis juga menjadi haram, jika diketahui pengemis itu tidak termasuk orang yang boleh mengemis (meminta-minta), misalnya bukan orang miskin. Dalam masalah ini ada dalil khusus yang mengharamkan meminta-minta, kecuali untuk tiga golongan tertentu. Sabda Nabi SAW, “Meminta-minta tidaklah halal kecuali untuk tiga golongan: orang fakir yang sangat sengsara (dzi faqr mudqi), orang yang terlilit utang (dzi ghurm mufzhi), dan orang yang berkewajiban membayar diyat (dzi damm muuji).” (HR Abu Dawud no 1398; Tirmidzi no 590; Ibnu Majah no 2198). (Abdul Qadim Zallum, Al-Amwal fi Daulah al-Khilafah, hal. 194).

Jadi kalau seorang pengemis sebenarnya bukan orang miskin, haram baginya meminta-meminta. Demikian pula pemberi sedekah, haram memberikan sedekah kepadanya, jika dia mengetahuinya. Dalam kondisi ini pemberi sedekah turut melakukan keharaman, karena dianggap membantu pengemis tersebut berbuat haram. Kaidah fikih menyebutkan: “Man aana ala mashiyyatin fahuwa syariik fi al itsmi” (Barangsiapa membantu suatu kemaksiatan, maka dia telah bersekutu dalam dosa akibat kemaksiatan itu.). (Syarah Ibnu Bathal, 17/207). Wallahu alam.

 

INILAH MOZAIK

Sedekah untuk Orang Tua yang Telah Wafat

Islam merupakan agama yang sangat menjunjung tinggi penghormatan dan pemuliaan kepada kedua orang tua, sebagaimana dijelaskan Allah SWT dalam firman-Nya.

“Dan Tuhanmu telah memerintahkan supaya kamu jangan menyembah selain Dia dan hendaklah kamu berbuat baik pada ibu dan bapakmu dengan sebaik-baiknya. Jika salah seorang di antara kesiangan atau kedua-duanya sampai berumur lanjut dalam pemeliharaanmu, maka sekali-kali janganlah kamu mengatakan kepada keduanya perkataan ‘ah’ dan janganlah kamu membentak mereka dan ucapkanlah kepada mereka perkataan yang mulia.” (Al-Isra: 23).

Dalam Islam, penghormatan dan pemuliaan kepada kedua orang tua tidak dilakukan pada saat mereka masih hidup saja, tetapi juga ketika mereka sudah meninggal. Salah satu bentuk penghormatan kepada orang tua yang telah meninggal adalah bersedekah atas nama mereka.

Menurut hadis yang diriwayatkan Buraidah RA ketika sedang bersama Rasulullah SAW, Buraidah berkata, “Saat itu aku sedang bersama dengan Rasulullah lalu datang seorang perempuan. Dia berkata, ‘Aku bersedekah kepada seorang budak perempuan atas nama ibuku yang telah wafat.’ Lantas, Rasulullah menjawab, ‘Kamu pasti mendapat pahala dan warisnya diberikan kepadamu.’

“Perempuan itu bertanya, ‘Ya Rasulullah, ibuku memiliki kewajiban untuk mengqada puasa selama sebulan, bolehkah aku berpuasa atas namanya?’ Lalu, Rasul menjawab, ‘Berpuasalah atas namanya.’ Lalu, perempuan itu bertanya lagi, ‘Ibuku juga belum menunaikan ibadah haji, bolehkan aku berhaji atas namanya?’ Lalu, Rasul menjawab lagi, ‘Berhajilah atas namanya.'” (HR Bukhari-Muslim).

 

REPUBLIKA

Syekah Ali Jaber: Turki Makmur karena Sedekah

Ulama kelahiran Madinah, Arab Saudi Syekh Ali Jaber menyebut negara Islam harus mencontoh Turki dalam hal sedekah. Negeri yang dulu berjaya di masa Turki Ustmani itu kini perlahan mulai bangkit lagi menjadi negeri yang makmur.

Kunci yang digunakan oleh Turki, menurut Syekh Jaber, adalah mengutamakan sedekah. “Turki bisa makmur karena sedekah. Mereka berani bersedekah kepada masyarakat di negara-negara yang sedang dilanda konflik,” kata Syekh Jaber di dalam tabligh akbar jelang pelepasan truk bantuan beras 1.000 ton dari Aksi Cepat Tanggap (ACT) dan masyarakat Aceh di halaman Masjid Raya Baiturrahman, Banda Aceh, Ahad (15/4).

Syekh Ali Jaber mengimbau umat Islam khususnya Indonesia agar tidak segan-segan mengeluarkan infaq dan sedekah untuk membantu saudara-saudara yang membutuhkan. Sejatinya, menurut Syekh Jaber, memberikan sedekah akan mendapatkan limpahan rahmat dari Allah SWT. Rejeki orang yang berinfaq akan semakin dilipatgandakan oleh Allah.

Selain itu yang tak kalah penting menurut dia sedekah akan mengeratkan tali persaudaraan umat Islam walaupun berbeda negara. “Sesungguhnya orang-orang beriman adalah bersaudara,” ujar Syekh Jaber.

 

REPUBLIKA

Kisah Kakek Miskin yang Menyembunyikan Sedekahnya

ADA seorang kakek tua yang dikenal sangat miskin. Ia tinggal di kota Yaman di dalam gubuk tua yang telah reyot. Meski demikian, ia tidak pernah terlihat kelaparan dan selalu segar. Ia pun tidak pernah meminta-minta dan bahkan menolak jika ada seseorang yang ingin memberinya sedekah. Alasannya karena ia masih sanggup bekerja dan memperoleh upah dari pekerjaannya.

Pemimpin kota Yaman tersebut dibuat penasaran setelah mendengar berita tentang kakek tersebut. Ia berencana mengintai rumah sang kakek dan mencari tahu kebenaran bahwa kakek tersebut benar-benar tidak kelaparan. Sang pemimpin merasa cemas barangkali sebenarnya si kakek menyembunyikan laparnya karena malu. Untuk melancarkan rencananya ia memutuskan untuk melakukan penyamaran dan mendatangi rumah sang kakek. Ia berubah menjadi pengemis dan akan meminta-minta kepada kakek yang dikenal miskin tersebut.

“Aku sedang kelaparan, karena sudah tiga hari tidak makan. Tolong aku,” ujarnya di hadapan sang kakek saat membukakan pintu.

Wajah kakek tersebut tampak iba dan menuntun si pengemis masuk ke dalam rumah.

“Aku memiliki sekerat roti dan segelas susu untukmu,” kata sang kakek kepada si pengemis.

Pengemis yang tentu saja sebenarnya adalah pemimpin kota mengamati seisi rumah sang kakek. Di sana ia menemukan banyak sekali kerajinan indah. “Untuk apa kerajinan-kerajinan ini?”

“Itu adalah kerajinan buatanku. Aku menjualnya saat siang hari,” ujar sang kakek.

“Apakah hasil penjualannya cukup untuk menghidupi dirimu sendiri?”

“Alhamdulillah, sejauh ini cukup.”

“Tapi mengapa kau tinggal di gubuk reyot seperti ini? Kau pun hanya memiliki sekerat roti dan segelas susu.”

“Bagiku gubuk ini sudah cukup untuk aku tinggal sendiri, nyaman dalam beribadah, dan kebutuhan perutku tidak perlu berlebihan.” Sang kakek tersenyum.

“Lalu, ke mana sisa uangmu?”

“Kukira kau tidak perlu mengetahuinya,” jawab kakek kembali tersenyum.

Akhirnya pemimpin Yaman tersebut tahu bahwa ternyata sang kakek adalah pengrajin yang berbakat. Namun, ia selalu menutupi wajahnya ketika menjual kerajinan-kerajinan miliknya, sehingga orang-orang tidak mengenalinya. Tanpa sepengetahuan ia pun selalu membelanjakan pendapatannya untuk kaum miskin. Bagi sang kakek, mengenyangkan perut dengan sekerat roti dan segelas susu sudahlah cukup.

“Jika kamu menampakkan sedekahmu, itu baik. Dan jika kamu menyembunyikannya dan memerikannya kepada orang-orang fakir, maka itu lebih baik bagimu. Dan Allah akan menghapus sebagian kesalahan-kesalahanmu. Dan Allah Maha Teliti apa yang kamu kerjakan. (QS Al Baqarah [2]: 271) [An Nisaa Gettar]

 

INILAH MOZAIK

Sahabat Rasul Sya’ban RA yang Menyesal Saat Sakaratul Maut

Seorang sahabat Rasulullah SAW, Sya’ban ra memiliki kebiasaan unik. Dia datang ke masjid sebelum waktu shalat berjamaah. Ia selalu mengambil posisi di pojok masjid pada setiapa shalat berjamaah dan I’tikaf. Alasannya, selalu mengambil posisi di pojok masjid karena ia tidak ingin mengganggu atau menghalangi orang lain yang akan melakukan ibadah di masjid. Kebiasaan ini, sudah dipahami oleh semua orang bahkan Rasulullah sendiri.

Pada suatu pagi, saat shalat Subuh berjamaah akan dimulai, Rasulullah SAW merasa heran karena tidak mendapati Sya’ban ra pada posisi seperti biasanya. Rasul pun bertanya kepada jamaah yang hadir, apakah ada yang melihat Sya’ban? Tapi, tidak ada seorang pun yang melihat Sya’ban ra.

Shalat Subuh pun sengaja ditunda sejenak, untuk menunggu kehadiran Sya’ban. Namun yang ditunggu belum datang juga. Karena khawatir shalat Subuh kesiangan, Rasulullah pun memutuskan untuk segera melaksanakan shalat Subuh berjamaah. Hingga shalat Subuh selesai pun Sya’ban belum datang juga.

Selesai shalat Subuh Rasul pun bertanya lagi “Apakah ada yang mengetahui kabar Sya’ban?” Namun tidak ada seorang pun yang menjawab.

Rasul pun bertanya lagi “Apa ada yang mengetahui dimana rumah Sya’ban?” Seorang sahabat mengangkat tangan dan mengatakan bahwa dia tahu persis dimana rumah Sya’ban.

Rasulullah sangat khawatir terjadi sesuatu terhadap sahabatnya tersebut, meminta diantarkan ke rumah Sya’ban.  Perjalanan dari masjid ke rumah Sya’ban cukup jauh dan memakan waktu lama terlebih mereka menempuh dengan berjalan kaki.

Akhirnya, Rasulullah dan para sahabat sampai di rumah Sya’ban pada waktu shalat dhuha (kira-kira 3 jam perjalanan). Sampai di depan rumah Sya’ban, beliau mengucapkan salam dan keluarlah wanita sambil membalas salam.

“Benarkah ini rumah Sya’ban?” Tanya Rasulullah.

“Ya benar, ini rumah Sya’ban. Saya istrinya.” jawab wanita tersebut.

“Bolehkah kami menemui Sya’ban ra, yang tidak hadir shalat Subuh di masjid pagi ini?” ucap Rasul.

Dengan berlinangan air mata, istri Sya’ban ra menjawab “Beliau telah meninggal tadi pagi”.

“Innalilahi Wainnailaihiroji’un” jawab semuanya.

Satu-satunya penyebab Sya’ban tidak hadir shalat Subuh di masjid adalah karena ajal menjemputnya. Beberapa saat kemudian, istri Sya’ban ra bertanya “Ya Rasulullah ada sesuatu yang jadi tanda tanya bagi kami semua, yaitu menjelang kematiannya dia bertetiak tiga kali dengan masing-masing teriakan di sertai satu kalimat. Kami semua tidak paham apa maksudnya”

“Apa saja kalimat yang diucapkannya?” tanya Rasulullah.

“Di masing-masing teriakannya, dia berucap kalimat ‘Aduh, kenapa tidak lebih jauh, aduh kenapa tidak yang baru, aduh kenapa tidak semua,” jawab istri Sya’ban.

Rasulullah SAW pun melantunkan ayat yang terdapat surah Qaaf ayat 22: “Sesungguhnya kamu berada dalam keadaan lalai dari (hal) ini, maka Kami singkapkan dari padamu hijab (yang menutupi) matamu, maka penglihatanmu pada hari itu amat tajam”

“Saat Sya’ban ra dalam keadaan sakaratul maut, perjalanan hidupnya ditayangkan ulang oleh Allah SWT. Bukan hanya itu, semua ganjaran dari perbuatannya diperlihatkan oleh Allah. Apa yang dilihat oleh Sya’ban ra (dan orang yang sakaratul maut) tidak bisa disaksikan yang lain. Dalam padangannya yang tajam itu Sya’ban ra melihat suatu adegan dimana kesehariannya dia pergi pulang ke masjid untuk shalat berjamah lima waktu. Perjalanan sekitar tiga jam jalan kaki, tentu itu bukan jarak yang dekat. Dalam tayangan itu pula Sya’ban ra diperlihatkan pahala yang diperolehnya dari langkah-langkahnya ke masjid,” ujar Rasulullah.

Dia melihat seperti apa bentuk surga yang dijanjikan sebagai ganjarannya. Saat dia melihat dia berucap “Aduh mengapa tidak lebih jauh” timbul penyesalan dalam diri Sya’ban ra, mengapa rumahnya tidak lebih jauh lagi supaya pahala yang didapatkan lebih indah. Dalam penggalan kalimat berikutnya Sya’ban ra melihat saat ia akan berangkat sholat berjamaah di musim dingin.

Saat ia membuka pintu, berhembuslah angin dingin yang menusuk tulang. Dia masuk ke dalam rumahnya dan mengambil satu baju lagi untuk dipakainya. Dia memakai dua baju, Sya’ban memakai pakaian yang bagus (baru) di dalam dan yang jelek (butut) di luar.

Dia berpikir jika kena debu tentu yang kena hanyalah baju yang luar dan sampai di masjid dia bisa membuka baju luar dan shalat dengan baju yang lebih bagus. Ketika dalam perjalanan menuju masjid dia menemukan seseorang yang terbaring yang kedinginan dalam kondisi mengenaskan. Sya’ban pun iba dan segera membukakan baju yang paling luar lalu dipakaikan kepada orang tersebut kemudian dia memapahnya ke masjid agar dapat melakukan shalat Subuh bersama-sama.

Orang itupun selamat dari mati kedinginan dan bahkan sempat melakukan shalat berjamaah. Sya’ban ra pun kemudian melihat indahnya surga yang sebagai balasan memakaikan baju bututnya kepada orang tersebut. Kemudian dia berteriak lagi “Aduh!! Kenapa tidak yang baru” timbul lagi penyesalan dibenak Sya’ban ra. Jika dengan baju butut saja bisa mengantarkannya mendapat pahala besar, sudah tentu dia akan mendapatkan yang lebih besar jika dia memberikan pakaian yang baru.

Berikutnya, Sya’ban ra melihat lagi suatu adegan. Saat dia hendak sarapan dengan roti yang dimakan dengan cara mencelupkan dulu ke dalam segelas susu. Bagi yang pernah ke Tanah Suci tentu mengetahui ukurang roti Arab (sekitar tiga kali ukuran  rata-rata roti Indonesia). ketika baru saja ingin memulai sarapan, muncullah pengemis di depan pintu yang meminta sedikit roti karena sudah tiga hari perutnya tidak diisi makanan. Melihat hal itu, Sya’ban ra merasa iba. Ia kemudian membagi dua roti tersebut dengan ukuran sama besar dan membagi dua susu ke dalam gelas dengan ukuran yang sama rata, kemudan mereka makan bersama-sama. Allah SWT kemudain memperlihatkan Sya’ban ra dengan surga yang indah.

Ketika melihat itupun Sya’ban ra teriak lagi “ Aduh kenapa tidak semua!!” Sya’ban ra kembali menyesal. Seandainya dia memberikan semua roti itu kepada pengemis  tersebut, pasti dia akan mendapat surga yabg lebih indah. Masya Allah, Sya’ban bukan menyesali perbuatanya melainkan menyesali mengapa tidak optimal.

Seseungguhnya pada suatu saat nanti, kita semua akan mati, akan menyesal dan tentu dengan kadar yang berbeda. Bahkan ada yang meminta untuk ditunda matinya, karena pada saat itu barulah terlihat dengan jelas konsekwensi dari semua perbuatannya di dunia. Mereka meminta untuk ditunda sesaat karena ingin bersedekah. Namun kematian akan datang pada waktunya, tidak dapat dimajukan dan tidak dapat diakhirkan.

 

REPUBLIKA

 

————————————-
Artikel keislaman di atas bisa Anda nikmati setiap hari melalui smartphone Android Anda. Download aplikasinya, di sini!

Share Aplikasi Andoid ini ke Sahabat dan keluarga Anda lainnya
agar mereka juga mendapatkan manfaat!

The Power of Shadaqoh

SAAT ada di jalan tol Gresik-Surabaya, ada kabar bahwa ada tamu di pondok menunggu kami. Saya segerakan laju mobil karena kasihan kalau menunggu lama. Macet adalah tantangan utamanya. Jalan macet seperti melahirkan doa semoga jalan menuju surga tak tersendat-sendat karena pertanyaan pertanggungjawaban yang rumit atas segala amanah yang kita terima semasa di dunia.

Tamunya adalah suami isteri yang jarang sekali mengaji darat namun rajin mengaji udara (maya/online). Jarangnya bukan karena malas, namun karena lokasinya yang cukup jauh, yakni di Kabupaten Tuban.

Dengan senyumnya yang khas, muslim muallaf ini berpamitan akan berangkat ke New Zealand selama 12 hari. Berceritalah kita tentang New Zealand. Lalu beliau bilang: “Bangun pondok lagi ya, saya baca di BBM? Ini ada sedikit titipan kami untuk rumah akhirat kami,” sambil menyodorkan sebuah amplop tebal.

Saya dan isteri yang menemui mereka berdua terperanjat bahagia ada hamba Allah yang berbagi tanpa diduga. Kami masih ingat bahwa untuk bangunan yang sebelumnya beliau juga invest untuk akhirat.

Semoga beliau dan semua jamaah serta dermawan yang menitipkan hartanya untuk akhiratnya melalui pondok ini senantiasa dikayakan, dijayakan, dibahagiakan dan dilancarkan jalan hidupnya menuju ridla dan surga Allah.

 

Oleh : KH Ahmad Imam Mawardi 

INILAH MOZAIK

 

————————————-
Artikel keislaman di atas bisa Anda nikmati setiap hari melalui smartphone Android Anda. Download aplikasinya, di sini!

Share Aplikasi Andoid ini ke Sahabat dan keluarga Anda lainnya
agar mereka juga mendapatkan manfaat!

Mengatasi Seret Rezeki dengan Bersedekah (2)

ADA kisah tentang sepasang suami istri yang termasuk keluarga fakir miskin. Saat sedang duduk-duduk berdua, sang istri berkata kepada suaminya, “Allah Subhanahu Wa Ta’ala benar-benar telah menjadikan rezeki kita sempit dan kurang. Aku mendengar ada seorang laki-laki yang bernama Musa. Orang-orang menganggapnya sebagai seorang Nabi Allah dan doanya pasti terkabulkan.”

Sang istri kemudian melanjutkan dan berkata kepada suaminya, “Aku minta engkau pergi kepada beliau (Musa) dan mohonlah kepadanya agar berdoa kepada Allah agar melapangkan rezeki kita.” Suami itu pun akhirya bergegas pergi untuk bertemu Nabi Musa, kemudian dia meminta beliau agar mendoakan keluarganya diberi rezeki yang lapang.

Nabi Musa kemudian berdoa kepada Allah Subhanahu Wa Ta’ala, kemudian Allah berfirman kepada beliau, “Katakan kepadanya, keluarganya akan diberi tujuh tahun kehidupan yang serba berkelebihan dan melimpah harta bendanya, lalu tujuh tahun berikutnya keluarga itu akan hidup dalam kefakiran dan kesempitan rezeki. Tanyakan kepadanya, mana yang dipilih lebih dahulu? Apakah tujuh tahun menjadi kaya raya atau tujuh tahun sebagai orang miskin?”

Nabi Musa kemudian menemui Sang Suami dan menyampaikan jawaban Allah atas doanya. Nabi Musa memberikan pilihan itu kepada suami tersebut. Sebelum memutuskan apakah menjadi kaya dahulu atau miskin, suami itu ingin meminta pendapat istrinya. Dia pulang menemui istrinya.

Menurut suaminya, lebih baik menjadi orang yang miskin dahulu selama tujuh tahun. Sebab, menjalani hidup sebagai orang miskin, setelah merasakan hidup menjadi orang kaya nanti, akan terasa sangat berat untuk dijalani. Namun, istrinya menyarankan agar suaminya memilih menjadi orang kaya terlebih dahulu, setelah tujuh tahun baru mereka akan melihat bagaimana baiknya kemudian.

Suami itu akhirnya kembali kepada Nabi Musa a.s dan mengatakan bahwa keluarganya memilih menjadi orang kaya terlebih dahulu. Beberapa lama kemudian, Allah memberi keluarga itu rezeki harta benda yang mereka butuhkan; emas, perak, hewan ternak, dan segala yang menjadi keinginan mereka.

Akhirnya, tahun berganti tahun. Tujuh tahun itu pun sebentar lagi akan mereka lewati. Saat itulah, sewaktu sang istri sedang duduk-duduk bersama suaminya, dia berkata, “Suamiku, tujuh tahun menjadi orang kaya akan segera habis dan kita akan kembali menjadi orang miskin seperti dahulu. Menurutmu, apa yang harus kita lakukan?”

Suaminya menjawab, “Bagaimana kalau kita menggali tanah dalam-dalam, lalu kita simpan harta benda yang berharga, emas, perak, dan permata. Nah, pada waktu menjadi miskin, kita akan mempergunakannya.”

Istrinya berkata, “Sesungguhnya Allah yang memberi kita semua rezeki ini, adalah Rabb yang Mahakuasa atas segala sesuatu dan mengetahui semuanya.”

“Lalu kita harus bagaimana?” tanya suaminya. Setelah beberapa saat berpikir, istrinya berkata, “Kita bangun saja sebuah gudang yang besar dengan empat pintu di empat penjuru arah, kemudian kita undang semua orang yang membutuhkan, agar mereka datang ke gudang itu dan mengambil semua yang mereka kehendaki.”

Akhirnya mereka menjalankan usulan sang istri. Mereka membangun gudang besar dengan empat pintu di empat penjuru arah. Semua orang kemudian diundang dan yang membutuhkan, maka dia boleh mengambil apa yang dia inginkan. Kabar itu pun menyebar ke seluruh penjuru kota, bahkan ke luar kota. Keempat pintu gudang itu pun tak pernah sepi dari orang yang keluar masuk.

Tujuh tahun telah terlewatkan, dan beberapa tahun kemudian ternyata rezeki harta sepasang suami istri itu masih ada. Kekayaan mereka tetap ada dan harta benda mereka justru bertambah. Ketika suatu hari Nabi Musa a.s melewati bangunan gudang itu, Nabi Musa bertanya, “Siapa pemilik gudang itu?” Kemudian Nabi Musa pun mengetahui bahwa itu milik sepasang suami istri yang dahulu pernah meminta didoakan agar menjadi orang yang kaya harta.

Nabi Musa kemudian bertanya kepada Allah tentang apa yang disaksikannya pada sepasang suami istri itu. Bukankah dahulu keluarga tersebut hanya diberi kekayaan yang melimpah selama tujuh tahun saja? Mengapa sampai sekarang, setelah melewati tujuh tahun dan bertahun-tahun lagi lamanya, keluarga itu belum menjadi orang miskin, bahkan hartanya semakin banyak?

Allah kemudian menjawab, “Wahai Musa, bagaimana mungkin Aku menutup satu pintu rezeki-Ku untuk mereka, sementara mereka telah membukakan empat pintu gudang hartanya untuk hamba-hamba-Ku.”

Subhanallah, kita pun rupanya agak kurang percaya dengan sabda baginda Rasulullah Shalallaahu ‘Alaihi Wasalam yang berbunyi:

“Tidak ada suatu hari pun yang seorang hamba memasuki waktu pagi padanya, kecuali ada dua malaikat yang turun dari langit dan salah satunya berdoa: ‘Ya Allah, berikanlah ganti untuk orang yang berinfak.’ Dan malaikat yang lain berdoa: ‘Ya Allah, berikanlah kebinasaan untuk orang yang menahan infak.” (HR. Imam al-Baihaqi).*/Nur Faizin M., M.A, dikutip dari bukunya Rezeki Al-Quran-Solusi Al-Quran untuk yang Seret Rezeki.

 

HDAYATULLAH

Kecamatan ini Paling Banyak Bersedekah di Sragen

Bupati Sragen, Kusdinar Untung Yuni kaget mengetahui sejumlah kecamatan dengan tingkat ekonomi warga yang tergolong rendah mampu bersedekah mengungguli kecamatan lainnya yang tingkat ekonomi warganya tergolong menengah ke atas.

Dalam pemaparan hasil program gerakan Kirab koin NU yang dilaksanakan PCNU Sragen pada 14 Januari hingga 29 Januari di 20 Kecamatan, terkumpul dana sebesar Rp 170 juta.

Namun total dana tersebut lebih banyak disumbang oleh beberapa kecamatan yang warganya tergolong dalam kategori ekonomi menengah ke bawah. Di antaranya yakni Kecamatan Sukodono sebesar Rp 32.1juta, Tanon Rp 21,7 juta, dan Kedawung 14,3 juta.

“Saya sudah bayangkan Karangmalang, Sragen Kota itu pasti lebih banyak karena tingkat pertumbuhan ekonomi dan kemampuan warga masyarakatnya. (Sebab) Yang tinggal di Utara Bengawan Solo ini sedikit lebih tertinggal dari yang di Selatan Bengawan Solo, ternyata tidak,orang yang tak punya sedekahnya jauh lebih besar, “tutur Kusdinar saat penutupan Rakornas NU Care-Lazisnu di Ponpes Walisongo pada Selasa (30/1) malam.

Atas pencapaian tersebut, Kecamatan Sukodono pun memperoleh apresiasi dari PCNU Sragen karena mampu menggalanggerakan koin NU terbanyak. PCNU Sragen memberikan donasi sebanyak Rp 4,2 juta dari hasil gerakan koin NU untuk dimanfaatkan melaksanakan kegiatan sosial di lingkungan Kecamatan Sukodono.

Sejak dimulainya gerakan koin NU pada April tahun lalu, perolehan gerakan koin NU di Sragen hingga saat ini telahmencapai Rp 5,8 miliar. Gerakan koin NU pun mulai menjalar ke berbagai daerahlainnya seperti Yogyakarta, Bantul, Banyumas, Jombang hingga Sukabumi.

PCNU Kabupaten Sragen pun berencana menggunakan dana gerakan koin NU untukpembangunan Rumah Sakit Sidowaras di Kecamatan Sumberlawang, Sragen.

Sementara itu rakornas diikuti sekitar 300 orang pengurus NU Care-Lazisnu tingkat Provinsi, Kabupaten dan Kecamatan dari berbagai wilayah. Selain diskusi terkait upaya peningkatan ekonomi warga Nahdliyin, Rakornas tersebut juga bermaksud untuk melahirkanrekomendasi terkait pengembangan ekonomi warga Nahdliyin.

 

REPUBLIKA

Strategi Sedekah, Ini 5 Waktu Sedekah Terbaik

SEDEKAH butuh strategi. Kalau kita dapati waktu berikut ini, perbanyaklah sedekah. Di samping ada hadits khusus, juga waktu yang ada secara umum adalah waktu terbaik beramal shalih secara mutkak.

1- Saat masa krisis, bencana dan kebutuhan hidup melilit

Allah Taala berfirman, “Tetapi dia tiada menempuh jalan yang mendaki lagi sukar. Tahukah kamu apakah jalan yang mendaki lagi sukar itu? (yaitu) melepaskan budak dari perbudakan, atau memberi makan pada hari kelaparan.” (QS. Al-Balad: 11-14). Memberi makan pada hari “dzi masghobah”, maksudnya adalah pada masa kelaparan, ketika makanan menjadi langka, di masa semua kebutuhan terfokus pada makanan. Lihat Tafsir Ath-Thabari, 15: 255.

2- Saat peristiwa yang menakutkan seperti saat terjadi gerhana matahari atau saat peperangan

Dari Aisyah radhiyallahu anha, Nabi shallallahu alaihi wa sallam bersabda, “Sesungguhnya matahari dan bulan adalah dua tanda di antara tanda-tanda kekuasaan Allah. Gerhana ini tidak terjadi karena kematian seseorang atau lahirnya seseorang. Jika melihat gerhana tersebut, maka berdoalah kepada Allah, bertakbirlah, kerjakanlah shalat dan bersedekahlah.” (HR. Bukhari no. 1044 dan Muslim no. 901)

3- Sepuluh hari pertama Dzulhijjah

Dari Ibnu Abbas, Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda, “Tidak ada satu amal sholeh yang lebih dicintai oleh Allah melebihi amal sholeh yang dilakukan pada hari-hari ini (yaitu 10 hari pertama bulan Dzul Hijjah).” Para sahabat bertanya: “Tidak pula jihad di jalan Allah?” Nabi shallallahu alaihi wa sallam menjawab: “Tidak pula jihad di jalan Allah, kecuali orang yang berangkat jihad dengan jiwa dan hartanya namun tidak ada yang kembali satupun.” (HR. Abu Daud no. 2438, At Tirmidzi no. 757, Ibnu Majah no. 1727, dan Ahmad no. 1968, dari Ibnu Abbas. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini shahih. Syaikh Syuaib Al Arnauth mengatakan bahwa sanad hadits ini shahih sesuai syarat Bukhari-Muslim). Sedekah termasuk amalan yang baik yang dilakukan di awal Dzulhijjah. Dan pahalanya akan berlipat dibanding hari yang lain.

4- Bulan Ramadhan

Dari Ibnu Abbas radhiyallahu anhuma, ia berkata, “Nabi shallallahu alaihi wa sallam adalah orang yang paling gemar melakukan kebaikan. Kedermawanan (kebaikan) yang beliau lakukan lebih lagi di bulan Ramadhan yaitu ketika Jibril alaihis salam menemui beliau. Jibril alaihis salam datang menemui beliau pada setiap malam di bulan Ramadhan (untuk membacakan Al Quran) hingga Al Quran selesai dibacakan untuk Nabi shallallahu alaihi wa sallam. Apabila Jibril alaihi salam datang menemuinya, tatkala itu beliau adalah orang yang lebih cepat dalam kebaikan dari angin yang berhembus.” (HR. Bukhari no. 1902 dan Muslim no. 2308).

Guru-guru dari Abu Bakr bin Maryam rahimahumullah pernah mengatakan, “Jika tiba bulan Ramadhan, bersemangatlah untuk bersedekah. Karena bersedekah di bulan tersebut lebih berlipat pahalanya seperti seseorang sedekah di jalan Allah (fii sabilillah). Pahala bacaaan tasbih (berdzikir “subhanallah”) lebih afdhol dari seribu bacaan tasbih di bulan lainnya.” (Lihat Lathaif Al-Maarif, Ibnu Rajab Al Hambali, Al-Maktab Al-Islami, cetakan pertama, 1428 H, hal. 270)

5- Hari Jumat

Secara umum, amalan apa pun sangat baik dilakukan di hari Jumat. Dari Abu Hurairah radhiyallahu anhu, Nabi shallallahu alaihi wa sallam bersabda, “Hari yang baik saat terbitnya matahari adalah hari Jumat. Hari tersebut adalah hari diciptakannya Adam, hari ketika Adam dimasukkan ke dalam surga dan hari ketika Adam dikeluarkan dari surga. Hari kiamat tidaklah terjadi kecuali pada hari Jumat.” (HR. Muslim no. 2912)

Hanya Allah yang memberi taufik dan hidayah. [Muhammad Abduh Tuasikal]

 

INILAH MOZAIK