Non-Muslim Sedekah, Apa Mereka Peroleh Pahala?

JIKA ada non-muslim memberi sedekah, apa akan mendapat pahala dan balasan akhirat? Coba renungkan dua hadits berikut:

Dari Jabir radhiyallahu anhu, dia berkata, “Nabi shallallahu alaihi wa sallam pernah memasuki kebun Ummu Mabad, kemudian beliau bersabda, “Wahai Ummu Mabad, siapakah yang menanam kurma ini, seorang muslim atau seorang kafir?” Ummu Mabad berkata, “Seorang muslim.” Nabi shallallahu alaihi wa sallam bersabda, “Tidaklah seorang muslim menanam tanaman lalu dimakan oleh manusia, hewan atau burung kecuali hal itu merupakan shadaqah untuknya sampai hari kiamat.” (HR. Muslim, no. 1552)

Pada riwayat Muslim yang lain disebutkan, “Tidaklah seorang muslim menanam tanaman melaikan apa yang dimakan dari tanaman tersebut akan menjadi sedekah baginya. Apa yang dicuri dari tanaman tersebut merupakan sedekahnya. Apa yang dimakan oleh binatang buas dari tanaman tersebut merupakan sedekahnya. Apa yang dimakan oleh seekor burung dari tanaman tersebut merupakan sedekahnya. Tidaklah dikurangi atau diambil oleh seseorang dari tanaman tersebut kecuali merupakan sedekahnya.” (HR. Muslim, no. 1552)

Imam Nawawi rahimahullah berkata mengomentari hadits di atas, “Di dalam hadits tersebut terdapat keutamaan menanam dan mengolah tanah, dan bahwa pahala orang yang menanam tanaman itu mengalir terus selagi yang ditanam atau yang berasal darinya itu masih ada sampai hari kiamat.”

Hal ini berbeda dengan sedekah jariyah. Tanaman yang disebut di atas tidak dimaksudkan (diniatkan) sebagai sedekah jariyah. Lihatlah tanpa keinginan dari pemiliknya atau ahli warisnya, tetap jadi amal yang pahalanya terus mengalir. Juga kata Imam Nawawi hadits ini menunjukkan bahwa pekerjaan yang terbaik adalah bertani. Juga kata beliau bahwa pahala dan balasan akhirat hanya ditujukan khusus untuk kaum muslimin. Faedah lainnya lagi, seseorang dapat pahala ketika sesuatu yang miliki dicuri, dimakan oleh binatang ternak atau burung, dan semacamnya. (Lihat Syarh Shahih Muslim, 10: 195)

Kesimpulan dari Imam Nawawi dari perkataan di atas: PAHALA DAN BALASAN AKHIRAT hanya ditujukan khusus untuk kaum muslimin (bukan orang kafir). Sungguh prihatin saja, saat ini sebagian pondok pesantren Islam malah membiarkan non-muslim masuk di tengah-tengah mereka untuk memberi bantuan. Yang mengherankan, non-muslim diagungkan bak pahlawan, padahal masih banyak saudara mereka yang muslim yang bisa membantu.

Kami doakan, moga Allah beri hidayah. Semoga jadi renungan. [Muhammad Abduh Tuasikal]

 

INILAH MOZAIK

Antara Sedekah dan Pergi Haji

Seorang tabiin, Abdullah bin Mubarak, sedang tertidur di Masjid al-Haram saat menunaikan haji. Dalam tidurnya, ia bermimpi mendengar dua orang malaikat yang sedang bercakap-cakap.

“Berapa banyak umat Islam yang berhaji di tahun ini?” tanya sang malaikat kepada malaikat yang satunya. “Enam ratus ribu orang, tapi tidak ada satu pun yang diterima. Hanya ada satu orang tukang sepatu bernama Muwaffaq dari Damsyik yang tak bisa berangkat haji, tapi malah diterima. Karena sang tukang sepatu tersebut, semua yang haji pada tahun ini bisa diterima,” ujar sang malaikat satunya.

Abdullah pun terbangun dari tidurnya. Ia tak percaya dengan apa yang didengar dalam mimpinya tersebut. Penasaran dengan mimpinya, Abdullah mendatangi Damsyik dan menemukan rumah tukang sepatu bernama Muwaffaq. Ia pun yakin mimpinya tadi bukan sembarang mimpi, melainkan sebuah petunjuk dari Allah SWT.

Ibnu Mubarak berhasil menemui Muwaffaq. Ia pun masuk ke rumahnya dan dimulailah pembicaraan untuk mencari jawaban atas rasa penasarannya. Mengapa seseorang yang tidak berangkat haji, namun dihitung amal ibadahnya telah naik haji?  “Kebaikan apa yang telah Kau lakukan hingga kau bisa tercatat telah berhaji, padahal kau tidak pergi?” tanya dia.

Tukang sepatu pun menjawab. Ia bercerita sebenarnya sudah berniat untuk pergi berhaji karena mendapatkan rezeki sebesar 300 dirham, setelah menambal sepatu seseorang. Dengan sejumlah uang tersebut, Muwaffaq berniat untuk pergi haji. Dengan uang yang didapatnya tersebut, ia merasa mampu berangkat ke Tanah Suci. Dia pun meminta persetujuan istrinya yang sedang hamil.

Sebelum suaminya pergi, istri Muwaffaq mencium bau masakan dari rumah sebelah. Karena sedang hamil, dia pun meminta suaminya menanyakan masakan itu kepada tetangganya.  Muwaffaq pergi ke rumah tetangganya, dengan maksud meminta sedikit makanan itu.

Saat meminta masakan itu, Muwaffaq ternyata tak diberikan masakan itu sedikit pun. Meski Muwaffaq sudah berdalih bahwa istrinya sedang hamil. Dengan lembut, tetangganya kemudian beralasan. “Aku sebenarnya tak mau membuka rahasiaku ini, sebenarnya rumah ini dihuni olehku dan anak-anak yatim yang telah tiga hari tak makan, karena memang kami tak punya apa pun untuk dimakan,” ujar dia.

“Kemudian, aku keluar rumah untuk mencari apa pun yang bisa kami makan, hingga tiba-tiba saat berada di jalanan, aku menemukan bangkai kuda. Bangkai itulah yang aku potong kemudian aku bawa pulang dan kumasak hingga aromanya sampai tercium oleh istrimu,” ujar tetangganya.

Sang tetangga menambahkan, ”Maafkan aku, bagi kami masakan bangkai kuda ini halal karena memang tidak ada pilihan lain, tapi bagimu masakan ini haram untuk kau makan,” katanya menjelaskan. Muwaffaq lantas membatalkan niatnya untuk pergi haji. Dia pun mengalihkan dana 300 dirham tersebut untuk membantu tetangganya agar dapat makan dengan layak.

 

IHRAM

Beruntungnya Orang yang Gemar Bersedekah dan Inilah 10 Sedekah yang Utama

Sungguh beruntung orang-orang yang gemar bersedekah. Begitu banyak ayat Alquran dan Hadis nabi Muhammad yang menerangkan keutamaan sedekah.

Dalam bersedekah, tentu kita ingin memberikan yang terbaik untuk amalan yang terbaik pula. Berikut beberapa sedekah yang utama dalam dalam ajaran Islam. Yuk, disimak.

1. Sedekah Sirriyyah

Sedekah sirriyyah adalah sedekah yang dilakukan secara sembunyi-sembunyi. Sedekah ini sangat utama karena lebih mendekati ikhlas dan selamat dari sifat riya. Allah SWT berfirman: “Jika kamu menampakkan sedekahmu, maka itu adalah baik sekali. dan jika kamu menyembunyikannya dan kamu berikan kepada orang-orang fakir, maka menyembunyikan itu lebih baik bagimu.” (QS Al Baqarah: 271)

Perlu diketahui, bahwa yang utama untuk disembunyikan adalah pada sedekah kepada fakir dan miskin. Hal ini, karena ada banyak jenis sedekah yang mau tidak mau harus ditampakkan, seperti membangun masjid, membangun sekolah, jembatan, membuat sumur, dan sebagainya.

Di antara hikmah menyembunyikan sedekah kepada fakir miskin adalah untuk menutupi aib saudara kita yang miskin tersebut. Sehingga tidak tampak di kalangan manusia serta tidak diketahui kekurangan dirinya. Tidak diketahui bahwa tangannya berada di bawah dan bahwa dia orang yang tidak punya. Hal ini merupakan nilai tambah tersendiri dalam berbuat ihsan kepada fakir miskin. Oleh karena itu, Nabi SAW memuji sedekah sirriyyah, memuji pelakunya dan memberitahukan bahwa dia termasuk tujuh golongan yang dinaungi Allah SWT nanti pada hari kiamat.

2. Sedekah dalam Kondisi Sehat

Bersedekah dalam kondisi sehat lebih utama daripada berwasiat ketika sudah menjelang ajal, atau ketika sudah sakit parah dan sulit diharapkan kesembuhannya. Abu Hurairah meriwayatkan bahwa ada seorang laki-laki yang datang kepada Nabi SAW bertanya, “Wahai Rasulullah, sedekah apa yang paling utama?” Beliau menjawab, “Engkau bersedekah dalam kondisi sehat dan berat mengeluarkannya, dalam kondisi kamu khawatir miskin dan mengharap kaya. Maka janganlah kamu tunda, sehingga roh sampai di tenggorokan, ketika itu kamu mengatakan, ‘untuk Fulan sekian, untuk Fulan sekian, dan untuk Fulan sekian.’ Padahal telah menjadi milik si Fulan.” (HR Bukhari dan Muslim)

3. Sedekah Setelah Kebutuhan Wajib Terpenuhi

Allah SWT berfirman: “Dan mereka bertanya kepadamu apa yang mereka nafkahkan. Katakanlah, ‘Yang lebih dari keperluan.’ Demikianlah Allah menerangkan ayat-ayat-Nya kepadamu supaya kamu berpikir.” (QS Al Baqarah: 219)

Rasulullah SAW bersabda, “Sedekah yang terbaik adalah yang dikeluarkan selebih keperluan, dan mulailah dari orang yang kamu tanggung.” (HR Bukhari)

4. Sedekah dengan Kemampuan Maksimal

Rasulullah SAW bersabda, “Sedekah yang paling utama adalah sedekah maksimal orang yang tidak punya, dan mulailah dari orang yang kamu tanggung.” (HR Abu Dawud dan Hakim, dishahihkan oleh Syaikh al-Albani dalam Shahihul Jami’ No. 1112)

Imam al-Baghawi dalam Syarhus Sunnah berkata, “Hendaknya seorang memilih untuk bersedekah dengan kelebihan hartanya, dan menyisakan secukupnya untuk dirinya karena khawatir terhadap fitnah fakir (kemiskinan). Sebab, boleh jadi dia akan menyesal atas apa yang dia lakukan (dengan berinfak seluruh atau melebihi separuh harta) sehingga merusak pahala.

Bersedekah dalam kondisi keluarga sangat butuh dan kekurangan, atau dalam keadaan menanggung banyak utang bukanlah sesuatu yang dikehendaki dari sedekah itu. Karena membayar utang dan memberi nafkah keluarga atau diri sendiri yang memang butuh adalah lebih utama. Kecuali jika memang dirinya sanggup untuk bersabar dan membiarkan dirinya mengalah meskipun sebenarnya membutuhkan sebagaimana yang dilakukan Abu Bakar dan itsar (mendahulukan orang lain) yang dilakukan kaum Anshar terhadap kaum Muhajirin.

Para ulama mensyaratkan bolehnya bersedekah dengan semua harta apabila orang yang bersedekah kuat, mampu berusaha, bersabar, tidak berutang dan tidak ada orang yang wajib dinafkahi di sisinya. Ketika syarat-syarat ini tidak ada, maka bersedekah ketika itu adalah makruh.

5. Menafkahi Anak Istri

Rasulullah SAW bersabda, “Ada dinar yang kamu infakkan di jalan Allah, dinar yang kamu infakkan untuk memerdekakan budak dan dinar yang kamu sedekahkan kepada orang miskin. Namun dinar yang kamu keluarkan untuk keluargamu (anak istri) lebih besar pahalanya.” (HR Muslim)

6. Bersedekah kepada Kerabat

Disebutkan bahwa Abu Thalhah memiliki kebun kurma yang sangat indah dan sangat dia cintai, namanya Bairuha’. Ketika turun ayat: “Kamu sekali-kali tidak sampai kepada kebajikan (yang sempurna), sebelum kamu menafkahkan sebagian harta yang kamu cintai.” (QS Ali Imran: 92)

Maka Abu Thalhah mendatangi Rasulullah dan mengatakan bahwa Bairuha’ diserahkan kepada Beliau, untuk dimanfaatkan sesuai kehendak Beliau.

Rasulullah menyarankan agar ia membagikan Bairuha’ kepada kerabatnya. Maka Abu Thalhah melakukan apa yang disarankan Nabi dan membagikannya untuk kerabat dan keponakannya.

Rasulullah juga bersabda, “Bersedekah kepada orang miskin adalah satu sedekah, dan kepada kerabat ada dua (kebaikan); sedekah dan silaturrahim.” (HR Ahmad, Tirmidzi, Nasa’i, Ibnu Majah dan Hakim, Shahihul Jami’ No. 3858)

Secara lebih khusus, setelah menafkahi keluarga yang menjadi tanggungan adalah memberikan nafkah kepada dua kelompok:

a. Anak yatim yang masih ada hubungan kerabat

Allah SWT berfirman, “Tetapi Dia tidak menempuh jalan yang mendaki lagi sukar. Tahukah kamu apa jalan yang mendaki lagi sukar itu? (yaitu) melepaskan budak dari perbudakan, atau memberi makan pada hari kelaparan, (kepada) anak yatim yang ada hubungan kerabat, atau kepada orang miskin yang sangat fakir. (QS Al Balad: 11-16)

b. Kerabat yang memendam permusuhan

Rasulullah SAW bersabda, “Sedekah yang paling utama adalah sedekah kepada kerabat yang memendam permusuhan.” (HR Ahmad dan Thabrani dalam al-Kabir, Shahihul Jami’ No. 1110)

7. Bersedekah kepada Tetangga

Dalam surat An Nisaa ayat 36 disebutkan perintah berbuat baik kepada tetangga, baik yang dekat maupun yang jauh. Rasulullah SAW juga bersabda kepada Abu Dzar, “Wahai Abu Dzar, jika kamu memasak sop, maka perbanyaklah kuahnya, lalu bagilah sebagiannya kepada tetanggamu.” (HR Muslim)

8. Bersedekah untuk Jihad fii Sabilillah

9. Bersedekah kepada Kawannya yang Berada di Jalan Allah

Kedua hal di atas (no. 8 dan 9) berdasarkan sabda Rasulullah SAW, “Dinar yang paling utama adalah dinar yang dikeluarkan seseorang untuk menafkahi keluarganya, dinar yang dikeluarkan untuk kendaraannya (yang digunakan) di jalan Allah dan dinar yang dikeluarkan kepada kawannya di jalan Allah.” (HR Muslim)

“Barang siapa mempersiapkan (membekali) orang yang berperang, maka sungguh ia telah berperang. Barang siapa yang menanggung keluarga orang yang berperang, maka sungguh ia telah berperang.” (HR Bukhari dan Muslim)

10. Sedekah Jariyah

Sedekah jariyah adalah sedekah yang pahalanya terus mengalir meskipun ia sudah meninggal. Rasulullah SAW bersabda, “Apabila cucu Adam meninggal, maka terputuslah seluruh amalnya kecuali tiga; sedekah jariyah, ilmu yang dimanfaatkan, dan anak saleh yang mendoakan orangtuanya.” (HR Muslim)

Termasuk sedekah jariyah adalah wakaf, pembangunan masjid, madrasah, pengadaan sarana air bersih, menggali sumur, menanam pohon agar buahnya dapat dimanfaatkan banyak orang, dan proyek-proyek lain yang dimanfaatkan secara berkelanjutan oleh masyarakat.

Imam as-Suyuthiy membuatkan syair yang menyebutkan hal-hal yang bermanfaat bagi seorang sesudah meninggalnya: “Apabila cucu Adam Adam meninggal, maka mengalirlah kepadanya sepuluh perkara; ilmu yang disebarkannya, doa anak saleh, pohon kurma yang ditanamnya serta sedekahnya yang mengalir, mushaf yang diwariskan dan menjaga perbatasan, mMenggali sumur, mengalirkan sungai, rumah untuk musafir yang dibangunnya atau membangun tempat ibadah.”

Ditulis: oleh Ustaz Marwan bin Musa

 

DOMPET DUAFA BANTEN

Faedah Sedekah dari Nafkah yang Diberikan Suami

SUAMI dan Istri perlu menjalin kerjasama untuk memaksimalkan tanggung jawab. Dalam hal nafkah:

a. Menggunakan nafkah yang diberikan suami secara arif

Nafkah yang diberikan suami untuk keluarga adalah amanah. Amanah yang harus dikelola dengan baik dan dapat dipertanggungjawabkan. Jika istri memiliki kelemahan untuk mengelola nafkah yang diberikan suami, maka suami perlu membimbing istri agar cakap mengelola nafkah yang ia berikan. Keterampilan mengelola keuangan mencakup peruntukan (list kebutuhan), alokasi (berapa untuk poin apa), prioritas (mana yang harus didahulukan), dll. Sangat baik jika suami istri bermusyawarah untuk menentukan penggunaan keuangan keluarga. Kemampuan mengelola akan menentukan cukup atau tidak nafkah yang diberikan suami. Semata-mata bukan hanya terletak pada sedikit atau banyak.

b. Bersedekah dari nafkah yang diberikan suami

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Apabila seorang istri bersedekah dari makanan rumahnya untuk sesuatu yang tidak memunculkan kerusakan, maka baginya pahala dari apa yang ia sedekahkan dan bagi suaminya pahala dari apa yang ia nafkahkan.” (HR Muslim)

Sedekah selalu membawa berkah. Alokasikan dana untuk sedekah dari nafkah yang diberikan suami agar keberahan meliputi keluarga dan seluruh anggotanya.

c. Memberi hadiah dari nafkah yang diberikan suami

“Saling memberi hadiahlah kalian, agar kalian saling mencintai”. Demikin Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda. Diriwayatkan dari Anas bin Malik bahwa : “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam menikah, lalu beliau menemui keluarganya. Ibuku (Ummu Sulaim) membuat makanan yang terbuat dari tepung, minyak samin dan gandum. Kemudian ia simpan di atas bejana kecil dan berkata kepadaku: Anas, antarkan ini kepada Rasulullah dan sampaikan kepadanya bahwa aku memberikan hadiah untuknya dan menitipkan salam.”

d. Bantulah suami yang membutuhkan

Maha Besar Allah yang telah menebar rezeki demikian banyak dan luas. Tidak hanya untuk kaum laki-laki tetapi juga untuk kaum perempuan. Bersyukurlah para perempuan yang Allah takdirkan harta berada di tangannya. Tidak selamanya kondisi nafkah suatu keluarga berada dalam kondisi ideal. Kondisi ekonomi sebagian keluarga kadang stabil kadang tidak. Kadang lebih banyak situasi sulitnya. Dalam kondisi seperti itulah para perempuan perlu berkontribusi. Membantu para suami, bukan untuk mengambil alih tanggung jawabnya.

Diriwayatkan dari Abi Said Al-Khudry bahwa Zainab istri Ibnu Masud datang kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam dan berkata: “Ya Nabi Allah, hari ini engkau menyuruh kami untuk bersedekah. Aku memiliki perhiasan dan aku ingin bersedekah dengannya. Tapi Ibnu Masud mengatakan bahwa ia dan anak-anaknya lebih berhak menerima sedekah itu.” Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam berkata: “Benar apa yang dikatakan Ibnu Masud. Suamimu dan anak-anakmu lebih berhak mendapatkan sedekahmu itu.” (HR Bukhari)

Terpujilah para istri dermawan yang ikhlas bersedekah untuk suami, anak-anak dan keluarganya berdasar kesadaran melaksanakan perintah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam. [Ustadzah Eko Yuliarti Siroj, S.Ag]

Jangan Tinggalkan Bersedekah

JANGANLAH Anda meninggalkan sedekah karena khawatir harta milik akan berkurang. Rasul Shalallaahu `alaihi wa sallam bersabda: “Tidaklah harta itu berkurang karena disedekahkan.” Bahkan bersedekah itu dapat menyebabkan kekayaan dan keluasan, serta menolak kemiskinan dan kesusahan. Sedangkan tidak mau bersedekah malah menyebabkan sebaliknya, yaitu menarik kemiskinan dan menghilangkan kekayaan.

Allah Ta’ala berfirman: “…Dan barang apa saja yang kamu nafkahkan, maka Allah akan menggantinya dan Dia lah Pemberi rezki yang sebaik-baiknya.” (Saba’ [34]: 39).

Ketahuilah bahwa orang miskin yang bersedekah dengan harta yang jumlahnya sedikit lebih utama dibandingkan sedekah banyak dari orang yang kaya raya. Nabi bersabda: “(Pahala) satu dirham dapat melebihi seribu dirham.”

Beliau ditanya: “Bagaimana bisa seperti itu?” Rasul bersabda lagi: “Ada seseorang yang hanya memiliki dua dirham lalu salah satunya digunakan untuk sedekah. Dan ada lagi seseorang yang karena melimpah hartanya, dia bersedekah seribu dirham. Maka yang satu dirham itu dapat melebihi yang seribu dirham.” Maka satu dirhamnya orang yang tak berpunya itu lebih utama dibandingkan dengan seribu dirhamnya orang yang kaya raya.

Di antara akhlak yang tercela dan dilarang adalah melecehkan dan menghina orang fakir karena kefakirannya. Padahal orang fakir itu adalah syiarnya (simbol) para nabi, perhiasannya orang-orang yang tulus (wali), dan sekaligus kebanggaan mereka. Dengan demikian, memandang rendah mereka, meremehkan hak-hak mereka, mengutamakan orang-orang kaya karena mengharapkan dunia mereka, maka itu semua merupakan tindakan jahat yang tercela dan berbahaya.

Hendaknya Anda berhati-hati dalam masalah ini. Hormatilah manusia dari sisi karena mereka telah mengagungkan Allah dan Rasul-Nya, juga karena mereka telah menegakkan agama-Nya dan mengetahui hak-hak Allah Ta’ala. Tak peduli apakah mereka itu fakir atau kaya.

Benar, orang-orang fakir dibandingkan dengan orang-orang kaya dalam kaca mata agama memang memiliki nilai lebih. Ini karena kefakiran mereka, penderitaan mereka, serta sedikitnya orang yang menghargai mereka. Lain halnya dengan orang-orang kaya. Sesungguhnya mental-mental kerdil –yang dimiliki oleh kebanyakan manusia– mendorong mereka menghormati orang-orang kaya. Semua itu karena dunia yang mereka miliki. Di mata orang-orang yang bermental kerdil, harta adalah di atas segala-galanya.

Hendaknya Anda menyedekahkan dan menginfakkan sesuatu yang Anda sukai. Niscaya Anda akan mendapatkan kebajikan. Allah Ta’ala berfirman: “Kamu sekali-kali tidak sampai kepada kebajikan (yang sempurna), sebelum kamu menafkahkan sebahagian harta yang kamu cintai…” (Aali `Imraan [3]: 92).

Menurut para ulama penafsir Al-Qur’an, yang dimaksud dengan kebajikan di sini adalah surga. Hendaknya Anda juga mengutamakan kepentingan orang lain daripada kepentingan Anda sendiri. Artinya, Anda memiliki sesuatu benda yang diperlukan, namun Anda mengalah karena ada saudara muslim lainnya yang juga memerlukannya. Dengan sebab inilah Anda akan termasuk orang-orang yang beruntung.

Dalam hal ini Allah Ta’ala telah berfirman: “…dan mereka mengutamakan (orang-orang Muhajirin) atas diri mereka sendiri. Sekalipun mereka memerlukan (apa yang mereka berikan itu). Dan siapa yang dipelihara dari kekikiran dirinya, mereka itulah orang-orang yang beruntung.” (Al-Hasyr [59]: 9).

Gembirakan orang-orang yang meminta di depan pintumu. Sesungguhnya orang yang datang itu merupakan hadiah dari Allah untukmu. Dia berhak untuk diberi, meskipun dia datang dengan berkuda. Sebagaimana telah dijelaskan dalam riwayat hadits. Setidak-tidaknya tolaklah dengan cara yang halus.

Senangkan juga dirimu saat memberi kepada peminta tersebut meskipun kerap kali dia datang untuk meminta. Sesungguhnya Rasulullah menyambut peminta dengan tangannya yang mulia. Karena Allah Ta’ala juga mengambil sedekah dari tangan pemberi dengan tangan-Nya yang suci sebelum sedekah itu jatuh di tangan orang yang meminta, sebagaimana telah dijelaskan dalam hadits.

Bahkan Allah Ta’ala juga berfirman: “Tidakkah mereka mengetahui bahwasanya Allah menerima taubat dari hamba-hamba-Nya dan menerima zakat dan bahwasanya Allah Maha Penerima taubat lagi Maha Penyayang?” (At-Taubah [9]:104).*/Syaikh ‘Abdullah bin ‘Alawi Al Hadad, dari bukunya Pancaran Iman Seorang Muslim.

 

HIDAYATULLAH

Rasul: Jagalah Diri dari Neraka Meski dengan Kurma

BARANGKALI, generasi muda saat ini tidak memahami nilai harta bagi keluarga mereka sebab mereka masih hidup di bawah tanggungan biaya keluarga. Adapun mereka, generasi muda sahabat, sangat dermawan menginfakkan harta meskipun hanya sedikit yang mereka miiki. Bahkan, sebagian di antara mereka ada yang rela melewati malam dalam kondisi lapar. Bahan, makanan untuk diri dan keluarganya ia infakkan di jalan Allah.

Alangkah bagusnya bila generasi muda melatih dirinya berinfak dan berderma. Yang menjadi tolak ukur bukan besaran harta yang diinfakkan, melainkan niat tulus yang dengannya mereka mendermakan sedikit harta yang dimiliki. Jumlah yang sedikit ini teramat besar di sisi Allah. Dia tidak akan menyia-nyiakan pahala orang-orang yang berbuat baik. Begitulah perilaku yang diajarkan Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam kepada para sahabatnya, yakni ketika beliau bersabda,

“Tidak seorang pun di antara kalian kecuali dia akan diajak bicara oleh Allah pada hari kiamat. Tidak ada penerjemah antara dirinya dengan Allah. Kemudian ia melihat ternyata tidak ada sesuatu pun yang ia persembahkan. Selanjutnya, ia menatap ke depan ternyata neraka telah menghadangnya. Oleh karena itu, barang siapa di antara kalian yang bisa menjaga diri dari neraka, meski hanya dengan (memberikan) sebelah kurma (maka lakukanlah).”

Menurut riwayat yang lain, “Nabi shallallahu alaihi wa sallam menyebutkan perihal neraka. Lalu beliau memohon perlindungan darinya dan memalingkan wajah beliau. Beliau kembali menyebutkan perihal neraka, lalu memohon perlindungan darinya dan memalingkan wajah. Syubah berkata, Untuk dua kali tindakan yang beliau lakukan, aku tidak meragukannya. Kemudian beliau bersabda, Jagalah diri kalian dari neraka meski hanya dengan (menginfakkan) sebelah kurma. Biarpun yang tidak mendapatkannya, maka hendaknya ia mengucapkan kata-kata yang baik.”

[Sumber: Biografi Generasi Muda Sahabat Nabi shallallahu alaihi wa sallam, Muhammad bin Abdullah ad-Duwaisy, Zam-Zam]

 

– See more at: http://mozaik.inilah.com/read/detail/2371982/rasul-jagalah-diri-dari-neraka-meski-dengan-kurma#sthash.Lcgvr8qQ.dpuf

Bersedekah di Jalan Allah, Ini Balasannya

ADA sebuah hadis yang berbunyi:

Ishaq bin Ibrahim Al-Hanzhali telah memberitahukan kepada kami, Jarir telah mengabarkan kepada kami, dari Al-Amasy, dari Abu Amr Asy-Syaibani, dari Abu Masud Al-Anshari, ia berkata, Suatu ketika ada seorang laki-laki datang membawa unta yang telah diberi tali kekang, lalu ia mengatakan, Ini (saya sedekahkan) di jalan Allah. Maka Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam bersabda, “Dengan sebab itu engkau akan mendapatkan tujuh ratus ekor unta pada hari Kiamat, semua unta itu dalam keadaan memiliki tali kekang.” (HR. Muslim dan An-Nasa`i)

Tafsir Hadis

Perkataannya, “Suatu ketika ada seorang laki-laki datang membawa unta yang telah diberi tali kekang, lalu ia mengatakan, Ini (saya sedekahkan) di jalan Allah. Maka Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam bersabda, “Dengan sebab itu engkau akan mendapatkan tujuh ratus ekor unta pada hari kiamat, semua unta itu dalam keadaan memiliki tali kekang.”

Maksudnya, hal ini mengandung kemungkinan bahwa orang tersebut mendapatkan pahala dari tujuh ratus ekor unta yang ia sedekahkan.

Bisa juga dipahami bahwa orang itu benar-benar mendapatkan tujuh ratus ekor unta di surga, masing-masing unta memiliki tali kekang, ia bisa mengendarai unta-unta itu sekehendak hatinya kemana saja untuk bertamasya. Sebagaimana dalam hadis lain yang menyebutkan tentang kuda surga dan kemuliaannya. Kemungkinan kedua ini lebih kuat. Wallahu Alam.

 

MOZAIK INILAHcom

Berobat dengan Bersedekah (2)

ALI bin Al-Hasan bin Syaqiq berkata, “Saya mendengar Ibnu ‘Al-Mubarak ditanya seseorang, ‘Wahai Abu Abdurrahman, luka yang mengeluarkan nanah dari lututku sudah berlangsung selama tujuh tahun lamanya. Saya telah mengobatinya dengan berbagai obat dan bertanya kepada beberapa dokter, namun semuanya tak ‘manjur.’

Ibnu Al-Mubarak berkata, ‘Pergilah ke suatu tempat di mana orang-orang memerlukan air di tempat itu, lalu galilah sumur di sana. Karena saya berharap di sana muncul air hingga lukamu berhenti.’ Orang itu melakukan yang disarankan oleh Ibnu Al-Mubarak dan penyakitnya pun sembuh. Walhamdulillah.”

Al-Baihaqi berkata, “Ada cerita dari Al-Hakim Abu Abdullah. Wajahnya terluka dan berbagai pengobatan telah dicoba. Tetapi, sekitar setahun lamanya lukanya tak kunjung sembuh. Ia memohon kepada seorang guru, Imam Abu Utsman Ash-Shabarani, agar mendoakannya sembuh di majelisnya pada hari Jumat.

Sang guru mendoakannya dan sebagian orang mengamini. Ia bersungguh-sungguh berdoa untuk Al-Hakim bin Abdullah, kemudian bermimpi melihat Rasulullah bersabda kepadanya, ‘Katakan kepada Abu Abdullah agar ia memberikan air untuk kaum muslimin.’

Kemudian ia memerintahkan Al-Hakim agar membangun tempat air di depan rumahnya. Seusai membangunnya, ia menumpahkan air dan memberi es. Orang orang kemudian memanfaatkan air itu untuk keperluan minum.

Tidak berselang satu pekan lamanya, terlihatlah kesembuhan dan lukanya hilang. Wajahnya kembali seperti sediakala, dan setelah kejadian itu ia hidup beberapa tahun.”

 

*/Hasan bin Ahmad Hamma et.al., dalam bukunya Terapi dengan Ibadah.

HIDAYATULAH

Berobat dengan Bersedekah (1)

AL-ASWAD bin Yazid meriwayatkan dari Abdullah, ia berkata, “Rasulullah Shalallaahu ‘Alahi Wasallam bersabda: ‘Obatilah orang-orang yang sakit di antara kalian dengan sedekah, bentengilah harta kalian dengan zakat, dan siapkanlah doa untuk menghadapi musibah.“‘ (HR Baihaqi)

Hadits tersebut merupakan nash yang menyebutkan sedekah merupakan salah satu media pengobatan dan penyembuhan atas izin Allah Subhanahu Wa Ta’ala. Kata-kata tersebut diungkapkan oleh orang yang ma’shum yang tidak berbicara berdasarkan hawa nafsu.

Ibnul Qayyim berkata, “Setiap dokter yang tidak mengobati pasiennya dengan memeriksa hati, kebaikan, kekuatan ruhani, dan tidak menguatkan itu semua dengan sedekah, berbuat kebaikan dan kebajikan serta kembali kepada Allah dan hari akhir, berarti ia bukan dokter sejati. Akan tetapi, seseorang yang baru belajar menjadi dokter.”

Sedekah bisa menghilangkan penyakit setelah terjangkit dan akan mencegahnya sebelum terjangkit. Ulama fikih dan dokter mengatakan bahwa tindakan pencegahan lebih mudah daripada pengobatan. Karena itu, mencegah sesuatu sebelum terjadi jauh lebih mudah daripada menghilangkannya setelah terjadi.

Pencegahan lebih berguna daripada pengobatan untuk menghilangkan penyakit. Atas dasar ini, obat yang mampu menghilangkan penyakit ialah obat yang dijadikan Allah mampu mencegah terjadinya penyakit itu. Sedekah bisa mencegah penyakit, sebagaimana juga bisa menghilangkan penyakit dengan izin Allah.

Dari titik tolak inilah seharusnya orang menaruh perhatian untuk suatu masalah penting, yakni seorang mukmin tidak bermualamah dengan Allah dalam bentuk coba-coba. Bila berhasil mendapatkan yang dikehendaki akan selalu dan konsisten melakukannya, sementara bila tidak berhasil akan melemah dan berhenti.

Orang mukmin haruslah bermuamalah dengan Rabbnya dengan keyakinan yang kuat, kepercayaan, dan tawakal yang benar, serta berbaik sangka kepada Allah. Allah berfirman dalam hadits qudsi:

Aku berada pada sangkaan hamba-Ku terhadap-Ku.

 

*/Hasan bin Ahmad Hamma et.al., dalam bukunya Terapi dengan Ibadah.

HIDAYATULLAH

Bukti Nyata Sedekah Membawa Berkah

DIRIWAYATKAN dari Abu Hurairah, Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda (yang artinya), “Pada suatu ketika, ada seseorang yang sedang berjalan di padang pasir yang tiba-tiba mendengar suara dari dalam awan, Siramilah kebun si Fulan. Kemudian awan itu menuju ke arah suatu tempat yang banyak batunya, lantas menuangkan airnya.

Pada tempat yang banyak batunya tersebut, ada sebuah parit yang penuh dengan air hingga parit itu pun ikut mengalirkan air. Kemudian, di situ ada seorang lelaki yang berada di tengah-tengah kebunnya sedang membagi-bagi air, dengan alat pengukur tanah. Ia bertanya kepada orang itu, Wahai hamba Allah, siapakah namamu? Orang itu menjawab, Fulan. Nama yang sama dengan yang pernah didengarnya dari dalam awan tadi.

Kemudian Fulan bertanya kepadanya, Kenapa kamu menanyakan namaku? Ia menjawab, Sesungguhnya saya tadi mendengar suara dari dalam awan, yang kemudian menuangkan air ini. Suara itu berkata, Siramilah kebun si Fulan, persis dengan namamu. Memangnya apa yang telah kamu perbuat? Fulan menjawab, Karena kamu bertanya seperti itu, maka aku jawab. Sebenarnya, aku selalu memperhatikan hasil yang dikeluarkan kebun ini, sepertiga dari hasil itu aku sedekahkan, sepertiga aku makan dengan keluargaku, dan sepertiga lagi aku persiapkan untuk bibit.”

Pelajaran yang dapat dipetik:
– Keutamaan sedekah kepada orang-orang yang membutuhkan.
– Anjuran untuk berbuat ihsan kepada fakir-miskin dan anak-anak terlantar.
– Keutamaan seseorang yang makan dari hasil usahanya sendiri.
– Keutamaan memberi nafkah kepada istri dan keluarga.
– Penetapan adanya karamah para wali, sehingga alam tunduk kepadanya.
– Keutamaan bertani dan bercocok tanam, karena merupakan mata pencaharian yang baik.
– Awan tunduk untuk berjalan sesuai dengan kehendak Allah, dan ada malaikat yang bertugas mengawasi jalannya awan.
– Allah mencintai seorang hamba yang hidupnya seimbang, dia mau menginfakkan sebagian hartanya kepada yang berhak menerima.
– Orang Mukmin adalah manusia yang bisa saja mendengar suara malaikat.

[Sumber: 61 Kisah Pengantar Tidur, Muhammad bin Hamid Abdul Wahab, Darul Haq]

– See more at: http://mozaik.inilah.com/read/detail/2365187/bukti-nyata-sedekah-membawa-berkah#sthash.8mcZaBS5.dpuf