Kelompok Advokasi Muslim AS Gugat Facebook

Kelompok hak sipil Muslim Advocates menggugat Facebook dan atasannya pada Kamis (8/4). Mereka menuduh Facebook telah menyesatkan Kongres Amerika Serikat dan lainnya dengan keliru mengklaim Facebook telah menghapus konten yang melanggar kebijakannya.

Gugatan mengatakan Facebook secara rutin gagal menghapus konten yang melanggar aturannya, termasuk kelompok anti-Muslim dan laman yang ditandai oleh organisasi hak asasi manusia. Konten itu membandingkan Muslim dengan “sampah” dan berisi seruan untuk bersatu melawan Islam.

Facebook sudah lama diawasi terkait cara mereka menangani ujaran kebencian, konten kekerasan, dan pelanggaran lainnya. Pada Juli 2020, Facebook menerbitkan audit hak-hak sipil untuk mempelajari dan mengatasi kebencian terorganisir terhadap Muslim dan kelompok lainnya di Facebook.

“Kami tidak mengizinkan ujaran kebencian di Facebook dan secara teratur bekerja sama dengan para ahli, organisasi nirlaba, dan pemangku kepentingan untuk membantu memastikan Facebook adalah sosial media yang aman bagi semua orang,” kata Juru Bicara Facebook dalam sebuah pernyataan.

Dia mengaku pihak Facebook telah berinvestasi dalam teknologi AI untuk menghapus perkataan yang mendorong kebencian dan secara proaktif mendeteksi 97 persen dari konten yang dihapus. Gugatan yang diajukan ke Pengadilan Tinggi Distrik Columbia di Washington menuduh Chief Executive Mark Zuckerberg, Chief Operating Officer Sheryl Sandberg, dan eksekutif Facebook lain melanggar undang-undang perlindungan konsumen distrik melalui pernyataan mereka tentang penghapusan konten yang melanggar aturan.

Dilansir Al Arabiya, Jumat (9/4), Zuckerberg yang telah tampil di depan Kongres tujuh kali sejak 2018, mengatakan kepada anggota parlemen Facebook akan menghapus konten yang melanggar kebijakan, termasuk unggahan yang menyerukan kekerasan atau dapat berisiko mengalami cedera fisik.

Namun, Facebook dikritik oleh kelompok hak sipil karena tidak konsisten menegakkan aturan ini. Gugatan tersebut meminta hakim untuk menyatakan pernyataan eksekutif Facebook melanggar Undang-Undang Prosedur Perlindungan Konsumen dan meminta ganti rugi untuk Muslim Advocates. n

IHRAM

Melawan Fitnah, Hoax dan Penghinaan, Bolehkah?

Allah Swt berfirman dalam surah As-Syura’: 39,

(وَٱلَّذِینَ إِذَاۤ أَصَابَهُمُ ٱلۡبَغۡیُ هُمۡ یَنتَصِرُونَ)

dan (bagi) orang-orang yang apabila mereka diperlakukan dengan zhalim, mereka membela diri.

Lafad yantashiruun terambil dari kata nashoro yang berarti membantu atau membela. Ar-Râghib al-Ashfahâni mengmahami kata al-intishor dan al-istinshor dalam arti meminta bantuan. Ini mangisyaratkan bahwa jika seorang muslim ditimpa kesulitan atau penganiayaan atau fitnah, kaum muslim lainnya akan tampil membantunya untuk meluruskan.

As-Syarawi dan mufasir lainnya memahami lafaz yantashiruun dalam arti membela diri. Sehingga mengisyartkan bahwa seorang muslim memiliki harga diri yang tinggi, ia tidak akan menerima penganiyaan, kezaliman, fitnah dan akan tampil sendiri melakukan pembelaan. Sehingga Asy-Sya’rawi mengatakan ayat ini melegalkan seseorang melawan bahkan membalas kezaliman terhadap dirinya dengan hal proposional.

Lalu siapakah orang zalim, pemitnah dan penganiaya yang disebutkan ayat tersebut ?

Imam at-Thabari menjelaskan bahwa pelaku zalim disini bisa mengandung dua makna. Pertama, orang yang melakukan kezaliman itu seorang kafir. Kedua, siapapun yang melakukan kezaliman baik itu kafir atau selainyya. Dan menurutnya, pendapat kedua ini lebih utama ketimbang yang pertama.

Lalu apakah melakukan perlawanan itu terpuji ? Imam At-Thabari menjawab,

إن في إقامة الظالم على سبيل الحق وعقوبته بما هو أهل له تقويما له، وفي ذلك أعظم المدح

Perlawanan terhadap orang zalim dengan cara cara yang benar itu sangat terpuji dan baik. Agar penganiayaan, kezaliman, hoax dan fitnah itu tidak berlanjut, pelakunya pun bisa jera.

Bukankah dengan memaafkan pelaku kezaliman, penyebar hoax dan pelaku fitnah itu lebih baik ketimbang harus melawannya ?

Imam al-Qurthubi menjawab anjuran untuk memaafkan itu berlaku bagi orang zalim yang menyadari kesalahannya lalu bertaubat dan meminta maaf , dan anjuran untuk membalas dan melawan adalah terhadap orang yang zalim, penyebar hoax, dan pemitnah yang tetap membangkang, efek kezalimannya besar, dan menyakitkan korban.

BINCANG SYARIAH

Surah Al Hujurat Jadi Alasan MUI Lebak Dukung SE Kapolri Ujaran Kebencian

Ketua Komisi Fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) Kabupaten Lebak KH Baidjuri mendukung surat edaran ujaran kebencian (Hate Speech) yang dikeluarkan Kapolri Jenderal Badrodin Haiti pada 8 Oktober 2015.

“Saya kira surat edaran ini bertujuan agar masyarakat dalam perkataan maupun ujaran melalui media sosial (medsos) melakukannya dengan santun sebagai bentuk karakter bangsa Indonesia,” kata Baidjuri di Lebak, Kamis (5/11).

Menurut dia, surat edaran ujaran kebencian itu agar tidak menyinggung perasaan orang lain yang bisa menimbulkan perpecahan maupun konflik.

Sebab, banyak tindakan penyebaran kebencian, di antaranya mencemooh, mengolok-olok atau menghina sehingga terjadi perpecahan yang lebih mendalam.

Karena itu, ia menilai surat edaran ujaran kebencian merupakan bentuk pencegahan agar masyarakat bertutur kata dengan baik dan santun.

“Kita sebagai umat Muslim wajib bertutur kata yang baik dan santun, baik melalui perkataan langsung kepada orangnya maupun melalui media,” katanya.

Ia juga mengatakan masyarakat untuk menghindari tindakan penyebaran kebencian, seperti mengolok-olok, menjelekkan, menghina, meledek, dan menggunjing melalui media.

Menurut Baidjuri, perbuatan ujaran kebencian dilarang oleh agama Islam seperti dalam Alquran surat Al Hujurat ayat 11.

“Kami berharap kepolisian juga bertindak tegas terhadap perbuatan yang menyebar ujaran kebencian,” katanya.

Ia mengimbau masyarakat boleh mengkritik dengan menggunakan kata-kata yang baik tanpa menyingung maupun menjatuhkan pihak yang dikritik.

Kritik yang dilontarkan itu untuk melakukan perbaikan dengan kata-kata yang baik sehingga tidak menimbulkan rasa kebencian.

“Kami sangat mendukung surat edaran penyebaran kebencian agar membawa kemaslahatan dan juga meningkatkan kesadaran masyarakat untuk bertutur kata-kata yang sopan dan baik,” katanya.

 

sumber: Republika Online