Ketika Wanita Muslimah Menikah dengan Lelaki Non Muslim

Fatwa Syaikh Abdul Aziz bin Baz –rahimahullah

Soal :

Apabila ada seorang pria yang beragama Nasrani menikah dengan seorang Muslimah, lalu mereka mempunyai anak. Bagaimana status anak tersebut dalam syari’at Islam?

Jawab :

Pernikahan antara seorang lelaki Nasrani dengan seorang Muslimah adalah pernikahan yang batil. Allah Ta’ala berfirman :

وَلَا تُنْكِحُوا الْمُشْرِكِينَ حَتَّى يُؤْمِنُوا

“Dan janganlah kamu nikahi perempuan musyrik, sebelum mereka beriman” (QS. Al-Baqarah: 221).

Maka tidak diperbolehkan lelaki kafir menikah dengan seorang wanita Muslimah. Allah Ta’ala juga berfirman :

لَا هُنَّ حِلٌّ لَّهُمْ وَلَا هُمْ يَحِلُّوْنَ لَهُنَّ

“Mereka tidak halal bagi orang-orang kafir itu dan orang-orang kafir itu tidak halal bagi mereka” (QS. Al-Mumtahanah: 10).

Apabila lelaki tersebut menikahinya, maka pernikahannya tidak sah dan anak-anaknya adalah anak zina. Dan anak hasil zina itu dinasabkan hanya kepada ibunya, dan tidak boleh dinasabkan kepada bapaknya.

Kecuali apabila pasangan suami istri yang berbeda agama tersebut tidak memahami hukum Islam (tentang tidak bolehnya nikah beda agama), maka ini perkara yang berbeda. Pernikahan mereka tidak sah, namun anak-anak hasil pernikahan mereka boleh dinasabkan kepada bapaknya, disebabkan adanya udzur yaitu kebodohan mereka, karena senggama yang mereka lakukan adalah watho’ syubhah (senggama yang dilakukan atas dasar nikah yang syubhat).

Adapun jika pasangan tersebut sebenarnya sudah mengetahui hukum Islam (dalam masalah ini), akan tetapi mereka bermudah-mudahan (untuk menikah) dan tidak mempedulikan hukum Allah Ta’ala, maka anak-anaknya menjadi anak zina. Dan anak-anaknya dinasabkan hanya kepada ibunya, bukan kepada bapaknya. 

Dan si lelaki ini wajib dijatuhi hukuman had (oleh pemerintah) dikarenakan hubungan biologisnya terhadap perempuan Muslimah tanpa hak. Hukum ini wajib ditegakkan apabila terjadi pada negeri yang punya kemampuan dalam menegakkan hukum islam.

Soal :

Bagaimana jika si lelaki tersebut masuk Islam?

Jawab :

Pertama, mereka harus dipisahkan dahulu. Kemudian jika si lelaki tersebut masuk Islam, maka ia harus menikah ulang dari awal. Jika masuk Islam dan Allah beri ia hidayah kepada Islam, maka ia menikah ulang dari awal.

***

Sumber: website binbaz.or.sa, url: https://bit.ly/2EEB4w2 

Penerjemah: Muhammad Bimo Prasetyo

Pemuraja’ah: Yulian Purnama

Artikel: Muslim.or.id

Wanita jangan Bicara Lembut ke Lelaki Bukan Mahram

AlQURAN melarang seorang wanita berbicara lembut dengan lelaki yang bukan mahramnya.

Kelembutan dan keluguannya akan menggoda kelelakian orang itu, mengencangkan hasrat untuk mengejar, dan menarik perhatian kaum lelaki untuk simpati dan berusaha mengetahui keelokannya. meskipun pada awalnyasi wanita tidak mempunyai maksud apa-apa.

Ketika seorang lelaki mengetahui satu daya tarik perempuan, maka wanita ideal akan memberikan kepada suaminya sesuatu yang sangat diimpikan oleh banyak lelaki, yaitu perkataan yang manis dan lembut.

Dia dapat menangkap bahwa keperempuanan dan kelembutannya dapat menarik simpatinya, sedangkan kata kasar akan menciptakan petaka karena perlakuan kasar seorang wanita dapat menghilangkan kasih sayang, simpati, hasrat dan mengendurkan keinginan untuk berhubungan intim.

Kasih sayang yang datang dan pergi, terjadi hanya dalam hitungan detik merupakan bukti berkurangnya rasa cinta, ketika sudah memasuki tahapan tidak ada hasrat berhubungan intim lagi berarti tidak ada cinta sama sekali.

Sebagian istri melakukan kesalahan ketika menganggap hubungan yang baik dan perilaku lemah lembut cukup untuk menarik simpati suami.

Pemahaman seperti ini perlu diluruskan, mengingat ayat Alquran hanya terfokus pada larangan berkata lembut, karena pengaruhnya sangat besar kepada lelaki.

Ini merupakan dalil pentingnya berkata lembut. Artinya seorang istri dituntut berbicara dengan lembut, memilih perkataan yang hangat, dan memelankan suara ketika berbicara dengan sedikit merajuk dan manja.

Sungguh Allah Taala berfirman, “Dan katakanlah kepada hamba-hamba-Ku, “Hendaklah mereka mengucapkan perkataan yang lebih baik (benar).” (QS. Al-Isra: 53).

Terkadang seorang istri berbicara dengan sedikit manja dan merajuk kepada suaminya, tetapi sang suami memahaminya lain.

Bahkan, dia mengartikan rajukan dan kemanjaan ini sebagai aksi keketusan yang menjengkelkan dan sebuah kesombongan, sehingga yang tercipta adalah sebuah problem yang disebabkan oleh sesuatu yang sepele.

Terkadang problem tersebut semakin rumit tatkala sang istri tidak senang dengan perlakuan suaminya yang terkesan tidak menghargai kebaikannya. Sementara sang suami merasa tidak berbuat suatu kesalahan sama sekali yang mengakibatkan sang istri berlaku ketus.

Hal ini bisa terjadi karena lemahnya komunikasi dan kesalahan mengartikan yang terkait dengan penyampaian pembicaraan yang kurang baik. Oleh karena itu, segala sesuatu yang ada dalam rumah tangga harus dibicarakan dengan baik dan pada waktu yang tepat. Sehingga, dapat menemukan solusi yang tepat pula. [

 

 

Sumber : Kado Pernikahan, karya Dr. Abdullah bin Muhammad Al-Dawud

MOZAIK

Suami Larang Istri Berhijab, Ini Hukumannya

SELALU ada dalam kehidupan, seorang suami yang mana istrinya ingin mengenakan pakaian syari, ia malah menentangnya. Bagaimana posisi lelaki seperti itu dalam Islam?

Allah Subhanahu wa Taala telah memerintahkan para hamba-Nya yang beriman untuk memelihara diri dan keluarga mereka dari ancara api nereka, sebagaimana telah disebutkan dalam firmanNya,

“Hai orang-orang yang beriman peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu; penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, yang keras, yang tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkan-Nya kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan.” (QS. At-Tahrim: 6)

Sementara itu, Nabi shallallahu alaihi wa sallam pun telah memikulkan tanggung jawab keluarga di pundak laki-laki, sebagaimana sabdanya,

“Dan laki-laki adalah pemimpin bagi keluarganya dan akan diminta pertanggunganjawab terhadap yang dipimpinnya.”

Sungguh tidak pantas seorang laki-laki memaksa isterinya untuk meninggalkan pakaian syari dan menyuruhnya mengenakan pakaian yang haram yang bisa menyebabkan timbulnya fitnah terhadap dirinya atau dari dirinya. Maka hendaklah ia bertakwa kepada Allah terhadap dirinya dan keluarga dan hendaklah dia memuji Allah atas nikmat-Nya yang telah menganugerahinya wanita saleh itu.

Bagi sang istri, sama sekali tidak boleh mematuhinya dengan bermaksiat terhadap Allah, karena tidak boleh menaati makhluk dengan berbuat maksiat terhadap Khaliq.

 

Sumber: Fatwa-Fatwa Terkini Jilid 2, Darul Haq Cetakan VI 2010

MOZAIK

Perempuan Muslim tapi tak Berjilbab

ADA yang bertanya, “Bagaimana pandangan syariat dalam menyikapi istri yang enggan berhijab. Perlu diketahui bahwasanya para wanita di tempat kami umumnya tidak berhijab?”

Dijawab Ustadz sebagai berikut: Hendaklah seorang mukmin mengobatinya dengan hikmah. Hendaklah dia mendakwahi wanita tersebut supaya berhijab, menerangkan hukumnya, dan menerangkan wajibnya hijab, dan Allah telah memerintahkannya untuk berhijab.

Selain itu, hendaklah dia menerangkan bahwa jika wanita tersebut tidak memakainya, maka dia telah membiarkan auranya terbuka, dan akan menimbulkan fitnah. Segala sesuatu hendaklah diobati dengan hikmah, dan perkataan yang baik.

Allah Taala berfirman

“Apabila kamu meminta sesuatu (keperluan) kepada mereka (isteri-isteri Nabi), maka mintalah dari belakang tabir. Cara yang demikian itu lebih suci bagi hatimu dan hati mereka” (QS. Al-Ahzab : 53)

Hendaklah dia membacakan ayat tersebut, dan menerangkan kepadanya tentang hukum hijab.

Demikian juga firman Allah Taala :

“Dan janganlah menampakkan perhiasannya kecuali kepada suami mereka, atau ayah mereka, atau ayah suami mereka, (sampai akhir ayat” QS. An-Nuur : 31)

Demikian juga firman-Nya :

“Hai Nabi, katakanlah kepada isteri-isterimu, anak-anak perempuanmu dan isteri-isteri orang mukmin: “Hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka”. Yang demikian itu supaya mereka lebih mudah untuk dikenal, karena itu mereka tidak di ganggu” (QS. Al-Ahzab : 59)

Dalil kewajiban hijab dalam Hadis dan hukum menutup wajah

Dalam kitab Shahih Bukhari dan Shahih Muslim, dari Aisyah radhiyallaahu anha, bahwasanya dia berkata, “Ketika saya mendengar Shafwan ber-istirja (yaitu mengucapkan : -pent) dalam sebuah peperangan bersama Rasulullah shallallaahu alaihi wa sallam (yaitu peperangan Bani Musthaliq -pent), dimana di dalamnya muncul perkataan orang-orang yang gemar menuduh; saya menutup wajah saya. Dia telah mengenal saya, karena dia dahulu pernah melihat wajah saya sebelum turun perintah berhijab (yaitu perintah untuk menutup wajah)”.

Hadis tersebut menunjukkan bahwasanya menutup wajah merupakan perkara yang telah mereka terapkan setelah turunnya ayat yang memerintahkan berhijab. Hal ini (wajibnya menutup wajah -pent) lebih membersihkan hati, dan lebih bermanfaat. Selain itu, hal ini juga lebih menjauhkan diri dari keragu-raguan, dan kejelekan.

Penutup

Maka, hendaklah Anda, wahai hamba Allah, mengobati (mendakwahi -pent) istri Anda dengan perkataan yang baik, dengan cara yang baik; hingga istri Anda menjadi lurus (mau berhijab -pent), insyaAllah.[muslimahorid]

 

MOZAIK

Perempuan Tiang Peradaban

Umar bin Abdullah bin Abi Rabi’ah (w 93H/711 M), pujangga ternama yang hidup pada Dinasti Umayah, tak henti-hentinya memuja kecantikan perempuan. Ia menjadikan kaum hawa tersebut sebagai inspirasi dalam puisi-puisinya. Dalam kekagumannya, sosok yang didaulat sebagai tokoh Quraisy paling puitis itu menulis:

Aku melihat paras dan aura kehawaannya
Seperti sinar rembulan yang elok
Ketika tampak dari kegelapan
Dengan segera wajahnya bersinar

Kekaguman dan penghormatannya terhadap perempuan begitu mengkristal. Ia juga sering disebut-sebut sebagai spesialis penyair yang berkaitan dengan kecantikan, keelokan, dan misteri agung perempuan. Begitulah perempuan.

Kerapuhan mereka bukan untuk ditindas, mereka lemah, tetapi sejatinya sangat kuat, melampaui batas kemampuan pria meski tak banyak yang menyadari. Perilaku barbar manusia modern saat ini yang memperbudak, menjual, dan menindas perempuan mengingatkan kita terhadap kelakuan yang sama pada peradaban masa kuno.  

 

Apakah memang siklus peradaban masa kini tengah berbalik ke masa lampau sebagaimana yang diteorikan oleh Lauer, Oswald Spengler, atau Pitirim Sorokin? Berbagai peristiwa itu terjadi berulang-ulang, tanpa direncanakan pada titik tertentu.

Tidak ada proses perubahan masyarakat secara bertahap sehingga batas antara pola hidup primitif, tradisional, dan modern tidak jelas. Atau, ini adalah upaya mencapai peradaban yang lebih tinggi, seperti prediksi Arnold Toynbee?

Dari sisi lain, betapa pada hakikatnya sebagian kecil dunia mengakui bahwa cara, metode, dan prinsip-prinsip penghormatan Islam terhadap perempuan menginspirasi dunia. Ini, antara lain, terlihat dari sejumlah karya para orientalis. Kratosvieski, orientalis asal Rusia, menulis Asbania al-Muslimah.

Menurutnya, terangkatnya martabat perempuan Spanyol terpengaruh oleh tradisi umat Islam yang berkuasa beberapa dekade di wilayah tersebut. Pendapatnya itu dikuatkan oleh ilmuwan asal Prancis, Brufansal, dengan karyanya yang berjudul, La Civilisation Arabe en Espagne (Peradaban Arab di Spanyol).

 

Penghormatan terhadap perempuan yang digariskan oleh Islam bukti bahwa Islam selangkah lebih maju dibandingkan dengan peradaban yang lebih dulu eksis dan tumbang. Pada saat perempuan dikebiri haknya, Islam memberikan secara proporsional hak-hak tersebut, dalam banyak hal, mereka setara dengan laki-laki, bahkan lebih mengetahui, seperti dalam kasus pengetahuan keagamaan keperempuanan, Aisyah RA contohnya.

Tak mengherankan bila sejarah mencatat banyak tokoh dari golongan hawa yang sukses menorehkan prestasi di berbagai bidang. Meski, perbandingannya masih teramat kecil. Bagi Fatimah Mernissi itu wajar, mengingat budaya patriarki yang teramat kental dalam masyarakat Arab saat itu. Meski demikian, peradaban Islam menjadi tonggak bangkitnya kemuliaan perempuan. Mereka berperan besar dalam membangun peradaban yang bermartabat.

Dalam bidang fikih, sejarah mencatat nama Amra’ binti Abdurrahman (98 H/716 M), Hafsah binti Sirrin (100 H/718 M), atau Ummu al-Bani Atikah. Ada pula perempuan yang terekam sejarah sebagai ahli hukum, seperti Ummu Isa bin Ibrahim (328 H/939 M) dan Amah al-Wahid (377 H/987 M).

Sejarah juga mengabadikan sejumlah nama penyair perempuan. Abu Faraj al-Ishfahani dalam kitabnya yang berjudul, Akhbar an-Nisa’ fi Kitab al-Aghani, memperkirakan jumlah pujangga perempuan itu ada pada kisaran 200 orang. Sebagian besar mereka hidup pada tabiin, generasi kedua pascasahabat.

Ada Salamah al-Qash, Khansa, atau Jamilah as-Sulamiyah yang mahir berpuisi dan bermusik. Meski sebagian besar karya mereka nyaris tak berbekas. Sejarawan menyebut, karya-karya sastra mendominasi buku-buku yang dibakar oleh Hulagu Khan saat meluluhlantakkan Baghdad pada 1258 M.

 

Ada banyak alasan tentunya mengapa tokoh-tokoh perempuan sepanjang sejarah peradaban Islam tak banyak terungkap meski harus tetap diakui bahwa capaian ini pun jauh lebih baik ketimbang peradaban yang eksis sebelumnya.

Ibnu Sa’ad dalam magnum opus-nya di bidang biografi, ath-Thabaqat al-Kubra, hanya memasukkan 629 nama perempuan dari total 4.250 entri para tokoh yang ia catat. Persentasenya hanya sekitar 15 persen. Pemandangan serupa juga akan kita dapatkan saat menelaah kitab Wafiyat al-A’yan karya Ibnu Khalikan yang hanya mencantumkan enam tokoh perempuan dari 826 entri nama. Begitulah sejarah.

Meski banyak sisi yang terlupakan, setidaknya seberapa pun besarnya torehan yang dicapai oleh peradaban Islam menggambarkan bahwa risalah ini begitu memuliakan perempuan. Dari rahim merekalah peradaban ini tumbuh. Sebab itulah, mereka adalah tiang peradaban.

 

sumber: Republika Online

Smart Woman! Haid di Bulan Ramadan, Amalannya Seperti Ini

Wanita sedang haid masih bisa beribadah saat bulan Ramadan dengan melakukan amalan ini.

Mumpung hari ini masih bulan Ramadan yang penuh berkah.

Sudah pasti banyak yang berlomba-lomba menimbun amal kebaikan nih. Alhamdulillah.

Tapi bagi wanita, pasti sebagian belum bisa puasa penuh selama 30 hari, dan menjalankan ibadah sunnah lainnya.

Tapi jangan khawatir smart woman, dilansir musmus.me, ada beberapa amalan yang bisa kamu lakukan diwaktu haid. Jadi Ramadanmu tahun ini lebih bermakna;

1. Memperbanyak Dzikir kepada Allah
Membaca dzikir mutlak sebanyak mungkin, seperti memperbanyak tasbih (subhanallah), tahlil (la ilaha illallah), tahmid (alhamdulillah), dan zikir lainnya.

Ulama sepakat wanita haid atau orang junub boleh membaca dzikir. (Fatawa Syabakah Islamiyah, no. 25881).

Berdzikir dan berdoa. Baik yang terkait waktu tertentu, misalnyadoa setelah adzan, doa seusai makan, doa memakai baju atau doahendak masuk WC, dan banyak lagi yang bisa dilakukan. Kalau belum pada hafal, hafalan dulu yuk.

2. Menghadiri Majelis-Majelis Ta’lim.
Setiap bulan Ramadan pasti banyak sekali majelis ta’lim yang diadakan oleh remaja masjid atau intansi agama lain.

Jadi aktif ya smart woman buat menghadiri majlis ta’lim, supaya ilmu agamanya bertambah.

3. Membaca Buku-Buku Agama.amalan membaca buku agama
Sekalipun di sana ada kutipan ayat Al-Quran, namun para ulama sepakat itu tidak dihukumi sebagaimana Al-Quran, sehingga boleh disentuh.

Jadi, enggak apa-apa mengisi waktu di masa haid dengan memperkaya ilmu melalui buku. Itu boleh.

4. Bergaul dengan Orang-Orang Shalihah yang dapat Menjaga Semangatnya
Mendengarkan ceramah, bacaan Al-Quran atau semacamnya.

Bahkan lebih baik jika mengulang hafalan Al-Qur’an.

Hal ini akan mempertemukan kamu dengan banyak orang yang shalihah, yang bersama-sama mengkaji bacaan Al-Qur’an dan mendengarkan ceramah.

5. Bersholawat pada Nabi
Amalan ini sangat mudah dilakukan, baik saat haid atau tidak haid.

Bersholawat kepada Nabi Muhammad SAW merupakan sebuah keharusan, supaya kelak mendapatkan syafaatnya di hari kiamat. Amiin.

6. Membaca Al-Ma’tsurat di Waktu Pagi dan Sore
Boleh menyentuh ponsel atau tablet yang ada konten Al-Qurannya.

Karena benda semacam ini tidak dihukumi Al-Quran.

Sehingga, bagi wanita haid yang ingin tetap menjaga rutinitas membaca Al-Quran, sementara dia tidak memiliki hafalan, bisa menggunakan bantuan alat, komputer, atau tablet atau semacamnya.

7. Bersedekah
Memberikan sebagian rizki yang kita miliki untuk orang lain tidak perlu menunggu waktu haid kan, seperti infak, atau amal sosial keagamaan lainnya.

Meski begitu, saat haid, bisa melakukan kegiatan bersedekah ini, karena dalam keadaan haid atau tidak, bersedekah sangat di anjurkan, karena amalannya tidak akan putus.

8. Menyampaikan Kajian atau Suatu Ilmubelajar dan mengajarkan kebaikan
Sekalipun harus mengutip ayat Al-Quran.

Karena dalam kondisi ini, dia sedang berdalil dan bukan membaca Al-Qur’an.

Intinya Mengisi waktu luang dengan hal-hal yang bermanfaat bagi akhiratnya. Sekedar bonus, di hari-hari Ramadhan kita menebar kemanfaatan.

9. Menghidangkan dan Menyediakan Takjil dan Membantu Orang Lain
Ini sih hikmah yang bisa didapet di bulan puasa. Kalian bisa meringankan beban orang lain, dapet pahala plus-plus loh. (*)

 

sumber: Tribun Jabar