Berkorban untuk “Konten” demi Mengejar Popularitas

Banyak orang berlomba-lomba untuk menjadi orang terkenal. Berbagai cara pun dilakukannya. Mulai dari mempertontonkan kemampuannya, memposting rutinitas kesehariannya, hingga membuat konten adegan berbahaya. Ada yang sampai mengorbankan nyawanya. Sebagai contoh, pernah ada dua remaja melompat ke tengah jalan. Satu dari sisi kanan, satu lagi dari sisi kiri. Secara bersamaan, sebuah truk melintas dan tabrakan tak terhindarkan. Satu remaja selamat, sedangkan satunya meninggal tertabrak truk tersebut. Untuk apa itu semua? Hanya untuk konten, supaya terkenal.

Berkorban untuk “konten”

Tak jarang orang melakukan adegan berbahaya untuk dijadikan konten di media sosial miliknya. Tujuannya tak lain dan tak bukan adalah untuk menarik perhatian netizen sehingga ia menjadi viral. Ya, rasa takut dengan resiko dari perbuatannya itu telah terkalahkan dengan keinganannya untuk menjadi viral. Tak jarang yang menjadikan nyawa sebagai taruhannya. Padahal dalam Islam diajarkan untuk tidak melakukan perbuatan yang membahayakan.

عَنْ أَبِي سَعِيْدٍ سَعْدِ بْنِ مَالِكِ بْنِ سِنَانٍ الخُدْرِيِّ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ أَنَّ رَسُوْلَ اللهِ ﷺقَالَ: لاَ ضَرَرَ وَلاَ ضِرَارَ)حَدِيْثٌ حَسَنٌ. رَوَاهُ ابْنُ مَاجَهْ وَالدَّارَقُطْنِيُّ وَغَيْرُهُمَا مُسْنَدًا، وَرَوَاهُ مَالِكٌ فِي المُوَطَّأِ مُرْسَلاً عَنْ عَمْرِو بْنِ يَحْيَى عَنْ أَبِيْهِ عَنِ النَّبِيِّ ﷺفَأَسْقَطَ أَبَا سَعِيْدٍ، وَلَهُ طُرُقٌ يُقَوِّي بَعْضُهَا بَعْضًا(

Dari Abu Sa’id Sa’ad bin Malik bin Sinan Al-Khudri radhiyallahu ‘anhu, bahwasanya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Tidak boleh berbuat dharar dan tidak boleh dhirar.”  (Hadis hasan riwayat Ibnu Majah, Ad-Daraquthni dan yang lain. Imam Malik dalam Al-Muwaththa’ dari Amr bin Yahya, dari ayahnya, dari Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam, tanpa menyebutkan Abu Sa’id, tetapi hadis ini memiliki jalur-jalur yang saling menguatkan)

Para ulama berbeda pendapat dalam menafsirkan dharar dan dhirar. Syekh Muhammad bin Shalih Al-‘Utsaimin rahimahullah menjelaskan bahwa dharar adalah kemudaratan yang terjadi tanpa niat, sedangkan dhirar adalah kemudaratan yang terjadi dengan niat (dalam keadaan mengetahui). Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam menafikan keduanya (baik “dharar” ataupun “dhirar”), dan dhirar lebih parah karena kemudaratan tersebut terjadi dengan niat. (Ta’liqat ‘Ala Al-Arba’in An-Nawawiyyah, hal. 107)

Beratnya menjadi orang terkenal

Tanpa disadari, sebenarnya menjadi orang terkenal itu berat. Orang yang dikenal banyak manusia akan lebih susah menjaga keikhlasannya dibandingkan dengan orang yang biasa-biasa saja di mata manusia. Ketenaran seringkali membuai seseorang sehingga terlena dari mengingat Allah Ta’ala. Ibadah dan amal saleh yang dikerjakannya pun terkadang menjadi tidak ikhlas untuk Allah Ta’ala semata, melainkan supaya diketahui orang-orang yang mengenalnya. Sedangkan menjaga keikhlasan itu sangatlah berat. Sufyan Ats-Tsauri berkata,

مَا عَالَجْتُ شَيْئًا أَشَدَّ عَلَيَّ مِنْ نِيَّتِي؛ لِأَنَّهَا تَنْقَلِبُ عَلَيَّ

“Tidaklah aku berusaha untuk membenahi sesuatu yang lebih berat  daripada meluruskan niatku, karena niat itu senantiasa berbolak balik.” (Jami’ul ‘Ulum Wal-Hikam, 1: 70)

Basyr bin Al-Harits Al-Hafiy mengatakan,

لا أعلم رجلا أحب أن يعرف إلا ذهب دينه فافتضح. مااتقى الله من أحب الشهرة. لا يجد حلاوة الاخرة رجل يحب أن يعرفه الناس

“Aku tidak mengetahui ada seseorang yang ingin tenar, kecuali berangsur-angsur agamanya pun akan hilang. Silakan jika ketenaran yang dicari. Orang yang ingin mencari ketenaran sungguh ia kurang bertakwa pada Allah. Orang yang ingin tenar tidak akan mendapatkan kelezatan di akhirat.” (Ta’thirul Anfas, hal. 284)

Allah mencintai hamba yang khafiy

Bukankah salah satu alasan seseorang ingin terkenal adalah supaya dilihat, dibanggakan, dianggap penting, dan dicintai manusia? Sudah selayaknya seorang hamba lebih menginginkan untuk dicintai Allah Ta’ala daripada dicintai manusia. Sedangkan Allah Ta’ala mencintai orang yang tidak berambisi untuk menjadi orang terkenal. Rasullullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,

إنَّ اللَّهَ يُحِبُّ الْعَبْدَ التَّقِيَّ الْغَنِيَّ الْخَفِيَّ

“Sungguh, Allah mencintai hamba-Nya yang bertakwa, al-ghaniy (merasa cukup dari manusia dan bersandar hanya kepada Allah), al-khafiy (tersembunyi dan tidak suka mengusahakan diri untuk terkenal).” (HR. Muslim no. 2965 dari sahabat Sa’ad bin Abi Waqqash radhiyallahu ‘anhu)

Syekh Muhammad bin Shalih Al-‘Utsaimin rahimahullah menjelaskan;

الخفي: هو الذي لا يظهر نفسه، ولا يهتم أن يظهر عند الناس، أو يشار إليه بالبنان، أو يتحدث الناس عنه

“Al-khafiy yaitu orang yang tidak menampakkan dirinya, tidak berambisi untuk tampil di depan manusia, atau untuk ditunjuk oleh orang-orang atau diperbincangkan oleh orang-orang.” (Syarah Riyadush Shalihin, 3: 511)

Terkenal di dunia vs. Terkenal di langit

Orang terkenal di dunia akan ‘dilihat’ oleh manusia, dijadikan bahan perbincangan dan ‘diperhatikan’ oleh banyak orang. Hal itu memberikan kebanggaan tersendiri bagi orang tersebut. Namun perlu diingat, keterkenalan di dunia tidak dibawa sampai akhirat nanti. Kalau selama di dunia mungkin orang-orang akan peduli dan dengan sukarela membantunya jika ada permasalahan, namun kelak di akhirat orang akan sibuk dengan urusannya sendiri-sendiri. Seorang raja di dunia dan seorang rakyat jelata akan diperlakukan sama, tergantung dengan amalannya di dunia, bukan tergantung keterkenalannya di dunia. Semua pujian dan like-nya di media sosial tak lagi berguna.

Berbeda dengan orang yang terkenal di langit, yakni di kalangan malaikat. Orang yang terkenal di langit akan didoakan oleh malaikat. Dalam sebuah hadis, diceritakan bahwa di antara orang yang terkenal di langit adalah orang yang senantiasa berzikir mengucapkan kalimat tasbih (Subhanallah), tahlil (Laa ilaaha illallah) dan tahmid (Alhamdulillaah) (di riwayat lain disebutkan pula kalimat takbir (Allahu Akbar)). Dari an-Nu’man bin Basyir berkata, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,

 إنَّ مما تذكرون من جلالِ اللهِ : التَّسبيحَ والتهليلَ والتحميدَ ، ينعطِفْنَ حولَ العرشِ ،  لهن دويٍّ كدويِّ النحلِ ، تُذَكِّرُ بصاحبها ، أما يحبُّ أحدُكم أن يكونَ له – أو لا يزالُ له – من يُذكِّرُ به

“Sesungguhnya di antara (kalimat zikir) yang kalian ucapkan dari keagungan Allah seperti tasbih, tahlil, dan tahmid akan berputar mengelilingi ‘Arsy, dan mengeluarkan dengungan seperti suara lebah karena menyebut-nyebut nama orang yang mengucapkan kalimat zikir tersebut. Tidakkah suka seorang di antara kalian membacanya, atau senantiasa akan disebut namanya oleh kalimat zikir itu?” (HR. Ibnu Majah no. 3809, dinilai sahih oleh Syekh Al-Albani, lihat Silsilah Ash-Shahihah no. 3358 dan Shahiihut Targhiib wat Tarhiib no. 1568)

Tidakkah kita lebih bahagia saat nama kita tak asing dan harum di langit, dikenal Allah Ta’ala sehingga saat menghadap Allah Ta’ala kelak nama kita sudah dikenal?

Saat ketenaran tak berguna di hari hisab

Kelak, manusia akan menghadap Allah Ta’ala sendiri, walaupun semasa di dunia ia menjadi orang terkenal dan selalu didampingi banyak orang.

ما مِنكُم أحَدٌ إلَّا سَيُكَلِّمُهُ رَبُّهُ ليسَ بيْنَهُ وبيْنَهُ تُرْجُمانٌ، فَيَنْظُرُ أيْمَنَ منه فلا يَرَى إلَّا ما قَدَّمَ مِن عَمَلِهِ، ويَنْظُرُ أشْأَمَ منه فلا يَرَى إلَّا ما قَدَّمَ، ويَنْظُرُ بيْنَ يَدَيْهِ فلا يَرَى إلَّا النَّارَ تِلْقاءَ وجْهِهِ، فاتَّقُوا النَّارَ ولو بشِقِّ تَمْرَةٍ

“Tidak ada seorang pun dari kalian, kecuali nanti akan diajak bicara oleh Rabbnya, tanpa ada seorang penerjemah antara dia dengan Rabbnya. Lalu, ia memandang ke arah kanannya, namun ia tidak melihat kecuali amal yang telah dilakukannya. Ia juga memandang ke arah kirinya, namun ia tidak melihat kecuali amal yang telah dilakukannya. Dan ia memandang ke depannya, namun ia tidak melihat kecuali neraka di hadapan wajahnya. Maka, jagalah diri kalian dari neraka walaupun dengan bersedekah sepotong belahan kurma.” (HR. Bukhari dan Muslim)

Cukuplah peringatan akan hari hisab mengingatkan kita bahwa ketenaran di dunia tidaklah membantunya kelak di hari hisab. Bahkan, ketenaran yang akhirnya membuatnya riya’ bisa menyebabkan ia menjadi orang yang dilemparkan ke dalam neraka pertama kali sebagaimana sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam dalam hadis sahih,

“Sesungguhnya manusia yang pertama dihisab pada hari kiamat adalah seorang laki-laki yang mati syahid, hingga dipanggil seraya ditunjukkan kepadanya kenikmatan-kenikmatannya dan dia pun mengakuinya. Kemudian ditanyakan, “Apa yang telah kamu kerjakan terhadap kenikmatan ini?”

Dia pun menjawab, “Aku telah berperang di jalan-Mu hingga aku terbunuh mati syahid.”

Allah Ta’ala pun berkata kepadanya, “Sungguh, Engkau telah berdusta. Engkau berperang agar disebut sebagai seorang pejuang dan sebutan itu pun sudah engkau dapatkan.”

Kemudian orang tersebut diseret secara tengkurap hingga dilemparkan ke api neraka.

(Yang kedua) seorang pria yang menuntut ilmu lalu mengajarkannya dan mampu membaca (serta menghafal) Al-Qur’an. Dia dipanggil (untuk dihisab) dengan ditunjukkan kepadanya kenikmatan-kenikmatannya. Dia pun mengakuinya. Ditanyakan kepadanya, “Apa yang telah kamu lakukan terhadap kenikmatan-kenikmatan ini?”

Dia menjawab, “Aku telah menuntut ilmu kemudian mengajarkannya dan aku membaca (dan menghafal) Al-Qur’an.”

Allah Ta’ala pun berkata kepadanya, “Sungguh, engkau telah berdusta. Engkau menuntut ilmu agar disebut sebagai alim ulama. Engkau membaca (dan menghafal) agar disebut qari’, dan gelar itu sudah engkau dapatkan.”

Kemudian pria tersebut diseret secara tengkurap hingga dilemparkan ke api neraka.

Dan orang (yang ketiga yang didahulukan hisabnya pada hari kiamat) adalah seorang yang Allah Ta’ala melapangkan kehidupan baginya dan mengaruniainya semua jenis harta kekayaan. Dia dipanggil (untuk dihisab) seraya ditunjukkan kepadanya kenikmatan-kenikmatannya dan dia pun mengakuinya. Kemudian ditanyakan kepadanya, “Apa yang telah kamu kerjakan terhadap kenikmatan-kenikmatan ini?”

Dia pun menjawab, “Tidak ada satu pun dari jalan yang Engkau inginkan untuk diinfakkan padanya kecuali telah aku infakkan semua demi Engkau, ya Allah!”

Allah Ta’ala  pun berkata kepadanya, “Sungguh, engkau telah berdusta. Engkau lakukan itu semua agar engkau disebut sebagai dermawan, dan sebutan itu sudah engkau dapatkan.”

Lalu diperintahkan agar dia diseret secara tengkurap kemudian dilemparkan ke api neraka.”

(HR. Muslim dari Abu Hurairah radhiyallaahu ‘anhu)

Semoga kita tidak termasuk orang-orang yang senantiasa istikamah, ikhlas melakukan amalan karena Allah Ta’ala.

***

Penulis: Apt. Pridiyanto

© 2022 muslim.or.id
Sumber: https://muslim.or.id/79820-berkorban-untuk-konten-demi-mengejar-popularitas.html

Penghasilan Bekerja sebagai Youtuber, Apa Hukumnya

MEDIA sosial saat ini merukan salah satu platform paling berpengaruh di dunia.  Berbagai pihak termasuk kalangan dai, artis, dan orang yang punya keahlian khusus menjadikan sosial media seperti Youtube, IG, Facebook dan sejenisnya selain bisa dijadikan sebagai sarana yang efektif untuk berbagi ilmu dan informasi, juga bisa dibuat sebagai profesi yang dapat menghasilkan uang puluhan juta bahkan miliaran rupiah.

Profesi Youtuber sendiri mengarah pada orang yang sengaja membuat konten video di Youtube untuk menarik penonton (viewer). Tujuan youtuber dari mulai sekadar berbagi informasi hingga tujuan mendapatkan uang dari iklan Youtube.

Akun Youtube dan media sosial lainya adalah alat media (wasilah). Sedangkan hukum memanfaatkanya tergantung pada penggunaanya.

لِلْوَسَائِل حُكْمُ الْمَقَاصِدِ

“Hukum sarana adalah mengikuti hukum capaian yang akan dituju.”

Oleh karenanya, berprofesi sebagai Youtuber bisa jadi tergolong aktivitas yang mulia dan menuai pahala jika konten yang disebarkan ke sosial media berupa sesutau yang positif, seperti menyeru kebajikan (ma’ruf), mencegah yang dilarang (munkar), motifasi ibadah, mempererat silaturahim dan konten positif lainnya. Begitupun sebaliknnya, aktivitas profesi youtuber bisa menjadi terlarang (haram) jika konten yang disebarkan ke sosial media memuat atau menuai sesuatu yang negatif, seperti menyebarkan berita bohong (hoax), ujaran kebencian (hate speech), menghasud, memfitnah, dan konten lainya yang dapat mencederai dirinya ataupun orang lain.

لَا خَيْرَ فِيْ كَثِيْرٍ مِّنْ نَّجْوٰىهُمْ اِلَّا مَنْ اَمَرَ بِصَدَقَةٍ اَوْ مَعْرُوْفٍ اَوْ اِصْلَاحٍۢ بَيْنَ النَّاسِۗ وَمَنْ يَّفْعَلْ ذٰلِكَ ابْتِغَاۤءَ مَرْضَاتِ اللّٰهِ فَسَوْفَ نُؤْتِيْهِ اَجْرًا عَظِيْمًا

“Tidak ada kebaikan dari banyak pembicaraan rahasia mereka, kecuali pembicaraan rahasia dari orang yang menyuruh (orang) bersedekah, atau berbuat kebaikan, atau mengadakan di antara manusia. Barangsiapa berbuat demikian karena mencari keridhaan Allah, maka kami akan memberinya pahala yang besar.” (QS An Nisaa’ [4]: 114).

Rasulullah ﷺ bersabda:

إنَّ الْعَبْدَ لَيَتَكَلَّمُ بِالْكَلِمَةِ، يَنْزِلُ بِهَا فِي النَّارِ أَبْعَدَ مَا بَيْنَ الْمَشْرِقِ وَالْمَغْرِبِ

“Sesungguhnya seorang hamba mengucapkan kalimat tanpa dipikirkan terlebih dahulu, dan karenanya dia terjatuh ke dalam neraka sejauh antara Timur dan Barat.” (HR Muslim)

وقَدْ كَثُرَ في هذا الزَّمانِ التَّساهُلُ في الكَلامِ حَتَّى إنَّهُ يَخْرُجُ مِنْ بَعْضِهِمْ ألْفاظٌ تُخْرِجُهُمْ عن الإسْلامِ، ولا يَرَوْنَ ذٰلك ذَنْبًا فَضْلًا عن كَوْنِهِ كُفْرًا

“Pada zaman ini benar-benar telah banyak peremehan terhadap suatu perkataan, sehingga keluar dari sebagian orang kata-kata yang dapat mengeluarkan mereka dari Islam, dan mereka tidak menyangka bahwa itu dosa apalagi kekufuran”. (Abdullah bin Husain bin Tohir Ba Alawi Al-Hadhrami Al-Syafi’i, Sullam at-Taufiq, hlm. 9)

Bagi pegiat sosial media termasuk para youtuber dalam bermuamalah di sosial media hendaknya dapat menjadikan Fatwa MUI Nomor 24 Tahun 2017 sebagai panduan. Terdapat beberapa poin ketentuan hukum yang diatur dalam Fatwa MUI terkait hukum bagi pegiat sosial.

Pertama, memproduksi menyebarkan dan/atau membuat dapat diaksesnya konten/informasi tentang hoaks, ghibah, fitnah, namimah, aib, bullying, ujaran kebencian, dan hal-hal lain sejenis terkait pribadi kepada orang lain dan/atau khalayak hukumnya haram.

Kedua, mencari-cari informasi tentang aib, gosip, kejelekan orang lain atau kelompok hukumnya haram kecuali untuk kepentingan yang dibenarkan secara syar’i. Ketiga, memproduksi dan/atau menyebarkan konten/informasi yang bertujuan untuk membenarkan yang salah atau menyalahkan yang benar, membangun opini agar seolah-olah berhasil dan sukses, dan tujuan menyembunyikan kebenaran serta menipu khalayak hukumnya haram.

Keempat, menyebarkan konten yang bersifat pribadi ke khalayak, padahal konten tersebut diketahui tidak patut untuk disebarkan ke publik, seperti pose yang mempertontonkan aurat, hukumnya haram. Kelima, aktivitas buzzer di media sosial yang menjadikan penyediaan informasi berisi hoaks, ghibah, fitnah, namimah, bullying, aib, gosip, dan hal-hal lain sejenis sebagai profesi untuk memperoleh keuntungan, baik ekonomi maupun non-ekonomi, hukumnya haram.

Zakat

Menjadi Youtuber bisa disebut sebagai bentuk profesi yang penghasilannya jutaan bahkan miliaran rupiah. Sebuah profesi yang penghasilannya sampai batas minimum untuk wajib zakat (nishab) bisa dikenakan wajib zakat.

Dalam telaah fikih kontemporer yang dimaksud dengan zakat penghasilan atau zakat profesi (al-mal al-mustafad) adalah zakat yang dikenakan pada setiap pekerjaan atau keahlian profesional tertentu, yang mendatangkan penghasilan uang yang halal dan sudah memenuhi nishab, seperti penghasilan yang diperoleh olehAparat Sipil Negara (ASN), upah, jasa, advokat, seniman serta pendapatan lain yang diperoleh dari pekerjaan yang halal lainnya.

Kewajiban zakat profesi mendasari pada ayat Al-Quran yang bersifat umum yang mewajibakan semua jenis harta untuk dikeluarkan zakatnya,

يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْٓا اَنْفِقُوْا مِنْ طَيِّبٰتِ مَا كَسَبْتُمْ وَمِمَّآ اَخْرَجْنَا لَكُمْ مِّنَ الْاَرْضِ

“Wahai orang-orang yang beriman nafkahkanlah sebagian dari hasil usahamu yang baik-baik dan sebagian dari apa yang Kami keluarkan dari bumi untuk kamu …” (QS Al Baqarah [2]: 267).

خُذْ مِنْ أَمْوَالِهِمْ صَدَقَةً تُطَهِّرُهُمْ وَتُزَكِّيهِمْ بِهَا

“Ambillah zakat dari sebagian harta mereka, dengan zakat itu kamu membersihkan dan mensucikan mereka.”(QS At Taubah: 103)

Dari Hakim bin Hizam RA dari Nabi ﷺ, beliau bersabda, “Tangan atas lebih baik daripada tangan bawah. Mulailah (dalam membelanjakan harta) dengan orang yang menjadi tanggung jawabmu. Sedekah paling baik adalah yang dikeluarkan dari kelebihan kebutuhan. Barang siapa berusaha menjaga diri (dari keburukan), Allah akan menjaganya. Barang siapa berusaha mencukupi diri, Allah akan memberinya kecukupan’.” (HR: Bukhari)

“Dari Abu Hurairah RA, Rasulullah ﷺ bersabda, ‘Sedekah hanyalah dikeluarkan dari kelebihan/kebutuhan. Tangan atas lebih baik daripa-da tangan bawah. Mulailah (dalam membelanjakan harta) dengan orang yang menjadi tanggung jawabmu.” (HR: Ahmad).

Hukum zakat profesi menurut ulama kontemporer seperti Syekh Muhammad Abu Zahra, Syekh Abdul Wahhab Khallaf, Syekh Yusuf Al Qaradhawi, Syekh Wahbah Az-Zuhaili hukumnya wajib. Fatwa MUI Nomor 3 Tahun 2003 menegaskan bahwa zakat penghasilan dari sebuah profesi hukumnya wajib.

وَالْمُقَرَّرُ فِيْ الْمَذَاهِبِ الْأَرْبَعَةِ أَنَّهُ لَا زَكَاةَ فِي الْمَالِ الْمُسْتَفَادِ حَتَّى يَبْلُغَ نِصَاباً وَيَتِمَّ حَوْلاً

“Ketetapan dalam 4 madzhab bahwa tidak ada kewajiban zakat dalam harta penghasilan kecuali mencapai satu nishab dan sempurna satu tahun.” (Syekh Wahbah Az Zuhayli, Al-Fiqh al-Islami wa Adillatuh, juz III, hlm 1949).

Semua bentuk penghasilan yang halal wajib dikeluarkan zakatnya dengan syarat telah mencapai nishab(batas minimum untuk wajib zakat) dalam satu tahun, yakni senilai emas 85 gram. Adapun kadar zakat penghasilan adalah 2,5 persen. Contoh misalnya, jikahari ini misalnya harga emas pergramnya Rp900 ribu, maka nominal itu dikalikan 85 gram=Rp76,500,000.

Angka Rp.76,500,000 tersebut merupakan jumlah nishab dari zakat profesi, dan 2,5 persen dari jumlah tersebut merupakan kadar zakat profesi yang wajib dikeluarkan, yaitu sebesar Rp. 1,912,500.  Dari gambaran contoh diatas dapat dipahami, jika penghasilan profesi yotuber 1 miliar, maka 25 persen dari Rp1 miliar sebesar Rp25 juta dan begitu seterusnya cara mengeluarkan zakatnya.

Pengeluaran zakat penghasilan dapat dikeluarkan pada saat menerima jika sudah cukup nishab. Tetapi jika tidak mencapai nishab, maka semua penghasilan dikumpulkan selama satu tahun.

Zakat profesi bagi Youtuber Muslim Indonesia bisa diberikan melalui Baznas, Laz dan lembaga amil zakat lainya yang profesional, amanah dan akuntabel. Manfaat dana zakat, infak dan sedekah yang dikelola Baznas dan Laz akan sangat membantu untuk memenuhi kebutuhan fakir miskin, kebutuhan sarana keagamaan, dan kegiatan sosial lainnya.*/ KH Abdul Muiz AliWakil Sekretaris Komisi Fatwa MUI, laman MUI.or.id

HIDAYATULLAH

Ingin Jadi Youtuber Terkenal?

Mungkin di zaman ini banyak orang berlomba-lomba ingin menjadi youtuber terkenal. Padahal senang pada popularitas itu akan merusak agama. Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda,

ما ذئبانِ جائعانِ أُرسلا في غنمٍ، بأفسدَ لها من حرصِ المرءِ على المالِ والشرفِ، لدِينه

“Dua ekor serigala yang dilepas kepada seekor kambing, itu tidak lebih merusak daripada ambisi manusia terhadap harta dan kedudukan, yang itu akan merusak agamanya” (HR. At Tirmidzi no. 2376, ia berkata, “hasan sahih”).

“Jangan lupa like video saya ya … “

Itulah slogan para Youtuber. Berharap penonton memuji videonya dan mereka terus mencari decak kagum para penonton. Padahal Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam juga bersabda,

إِيَّاكُمْ وَالتَّمَادُحَ فَإِنَّهُ الذَّبْحُ

“Jauhilah sifat suka dipuji, karena dengan dipuji-puji itu seakan-akan engkau disembelih” (HR. Ahmad no. 16460, disahihkan Al Albani dalam Shahih Al Jami no. 2674).

Al Munawi Rahimahullah menjelaskan,

لِما فيه من الآفة في دين المادح والممدوح، وسمّاه: ذبحاً، لأنه يُميت القلب فيخرُجُ من دينه، وفيه ذبحٌ للممدوح فإنه يَغُرّه بأحواله ويُغريه بالعُجب والكِبْر

“Karena senang dipuji itu akan menjadi penyakit bagi agama orang yang memuji ataupun yang dipuji. Disebut oleh Nabi sebagai ‘disembelih’ karena ini akan mematikan hati, sehingga mati pula agamanya. Juga orang yang dipuji seperti disembelih, karena ia akan tertipu dengan sifat ujub dan sombong” (Faidhul Qadir, 3/129).

Dan jika ternyata berhasil jadi terkenal atau viral, namun yang ditampilkan adalah keburukan dan pelanggaran agama, ngerinya bisa menjadi dosa jariyah. Dosa yang mengalir terus selama diamalkan dan diikuti oleh para follower dan subscriber.

Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam juga bersabda,

من دعا إلى هدًى ، كان له من الأجرِ مثلُ أجورِ من تبِعه ، لا يُنقِصُ ذلك من أجورِهم شيئًا . ومن دعا إلى ضلالةٍ ، كان عليه من الإثمِ مثلُ آثامِ من تبِعه ، لا يُنقِصُ ذلك من آثامِهم شيئا

“Barang siapa yang mendakwahkan kebenaran, maka ia akan mendapatkan pahalanya dan pahala orang-orang yang mengikutinya, tanpa mengurangi pahala mereka sedikit pun. Barang siapa mendakwahkan kesesatan, maka ia akan mendapatkan dosanya dan dosa orang-orang yang mengikutinya, tanpa mengurangi dosa mereka sedikit pun” (HR. Muslim no. 2674).

Itulah ngerinya menjadi terkenal.

Oleh karena itu para salaf dahulu benci popularitas. Ibrahim An Nakha’i Rahimahullah mengatakan,

كفى فتنة للمرء أن يشار إليه بالأصابع في دين أو دنيا إلا من عصمه الله

“Cukuplah sebagai fitnah (ujian) bagi seseorang, ketika jari-jari menunjuk padanya dalam masalah agama atau masalah dunia. Kecuali orang-orang yang Allah selamatkan” (Az Zuhd libni Surri, 2/442).

Sufyan Ats Tsauri Rahimahullah mengatakan,

إياك والشهرة؛ فما أتيت أحدًا إلا وقد نهى عن الشهرة

“Jauhilah cinta popularitas, dan aku tidak menemui satu guru pun kecuali mereka melarang cinta popularitas” (Siyar A’lamin Nubala, 7/260).

Bisyr bin Al Harits Rahimahullah mengatakan,

مَا اتَّقَى اللهَ مَنْ أَحَبَّ الشُّهْرَةَ

“Tidak akan bisa bertakwa kepada Allah orang yang cinta popularitas” (Siyar A’lamin Nubala, 10/476).

Bukan berarti terlarang untuk meng-upload video ke Youtube. Selama itu edukatif, bermanfaat, dan tidak mengandung perkara-perkara haram, maka tidak mengapa. Namun lebih baik jika tanpa disertai upaya untuk mencari popularitas diri. Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda,

إِنَّ اللَّهَ يُحِبُّ الْعَبْدَ التَّقِيَّ الْغَنِيَّ الْخَفِيَّ

“Sesungguhnya Allah mencintai hamba yang bertakwa, berkecukupan dan tersembunyi” (HR. Muslim no. 2965).

Dijelaskan oleh Syekh Ibnu Utsaimin Rahimahullah,

هو الذي لا يظهر نفسه ، ولا يهتم أن يظهر عند الناس أو يشار إليه بالبنان أو يتحدث الناس عنه

“Yaitu orang yang tidak menampakkan dirinya, tidak berambisi untuk tampil di depan manusia, atau untuk ditunjuk oleh orang-orang atau diperbincangkan oleh orang-orang” (Syarah Riyadush Shalihin, 629).

Maka jangan jadikan “terkenal” dan “viral” sebagai cita-cita, karena itu adalah ujian dan bencana. Teruslah berkarya dalam hal yang manfaat untuk dunia dan akhirat, namun buang jauh-jauh rasa ingin dikenal.

Penulis: Yulian Purnama

Sumber: https://muslim.or.id/67391-ingin-jadi-youtuber-terkenal.html

Halalkah Penghasilan Youtuber?

Profesi youtuber belakangan ini mulai banyak digandrungi. Youtuber adalah orang yang mencari penghasilan dengan membuat konten video yang diunggah ke Youtube. Bagaimana hukum penghasilan dari profesi Youtuber tersebut?

Hukum penghasilan Youtuber

Seorang Youtuber mendapatkan penghasilan dari beberapa cara, yaitu:

* Komisi dari Youtube karena menampilkan iklan-iklan dari partner Youtube, di konten video yang diunggah.

* Komisi endorsement atau iklan yang bekerja sama langsung dengan si Youtuber.

Personal branding. Yaitu seorang Youtuber membangun popularitasnya di Youtube, lalu dengan popularitasnya tersebut ia mendapatkan tawaran-tawaran kerjasama yang menghasilkan uang di dunia nyata.

Dan ada beberapa cara lainnya.

Namun yang akan dibahas dalam artikel ini adalah cara yang pertama dan kedua, yaitu mendapatkan penghasilan melalui iklan. Baik iklan yang berasal dari Youtube ataupun iklan dari partner kerjasama sang Youtuber.

Maka pertanyaannya, bagaimana hukum mencari penghasilan dengan menampilkan iklan pada konten video di internet?

Syekh Muhammad bin Shalih Al-Munajjid menjawab pertanyaan ini, beliau menjelaskan,

“Tidak mengapa mengambil komisi dari pemasangan iklan di video yang anda buat, dengan syarat:

Pertama, pendaftaran (di website video sharing seperti Youtube) tidak dipungut biaya.

Kedua, komisinya jelas nominalnya.

Ketiga, iklan yang ditampilkan termasuk iklan yang mubah, tidak mengandung keharaman atau tidak mengajak kepada perkara yang diharamkan. Jika iklannya mengandung keharaman maka tidak boleh menampilkannya, karena ini termasuk tolong menolong dalam dosa dan permusuhan. Allah ta’ala berfirman,

وَتَعَاوَنُوا عَلَى الْبِرِّ وَالتَّقْوَى وَلا تَعَاوَنُوا عَلَى الْإثْمِ وَالْعُدْوَانِ وَاتَّقُوا اللَّهَ إِنَّ اللَّهَ شَدِيدُ الْعِقَابِ

“Dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan permusuhan” (QS. Al Maidah: 2)

Dan juga berdasarkan sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam,

دَعَا إِلَى هُدًى كَانَ لَهُ مِنْ الأَجْرِ مِثْلُ أُجُورِ مَنْ تَبِعَهُ ، لا يَنْقُصُ ذَلِكَ مِنْ أُجُورِهِمْ شَيْئًا ، وَمَنْ دَعَا إِلَى ضَلالَةٍ كَانَ عَلَيْهِ مِنْ الإِثْمِ مِثْلُ آثَامِ مَنْ تَبِعَهُ ، لا يَنْقُصُ ذَلِكَ مِنْ آثَامِهِمْ شَيْئًا

Barangsiapa yang mengajak kepada jalan petunjuk (kebaikan), maka ia akan mendapatkan pahala semisal dengan pahala orang-orang yang melakukannya tanpa mengurangi pahala mereka sedikitpun. Barangsiapa yang mengajak kepada kesesatan, maka ia akan mendapatkan dosa semisal dengan dosa orang-orang yang melakukannya tanpa mengurangi dosa mereka sedikitpun” (HR. Muslim no. 4831).

Jika anda tidak bisa mengatur iklan yang muncul (pada video anda), dan iklan tersebut mengandung perkara-perkara haram seperti mengandung musik, gambar wanita, maka tidak boleh mengambil penghasilan darinya. Dan hendaknya anda upload video tersebut pada tempat khusus milik anda sendiri.

Dan tidak cukup dengan mengingatkan penonton untuk mengecilkan suara (ketika iklan). Karena ketika iklan tersebut tersebar luas, belum tentu penonton mematuhi peringatan itu. Di sisi lain, anda mengambil komisi dari menyebarkan iklan yang mengandung keharaman tersebut. Maka semakin banyak iklan haram yang muncul di video anda, semakin banyak harta haram yang masuk ke kantong anda.

Dan tidak semestinya niat untuk menyebarkan (video) kebaikan atau sekedar (video) seputar hobi, membuat seseorang melakukan yang makruh, apalagi sampai melakukan yang haram”

(Fatawa Al Islam Sual wa Jawab no. 267173, sumber: https://islamqa.info/ar/answers/267173).

Seorang Muslim hendaknya tidak tergiur dengan besarnya penghasilan jika itu mengandung keharaman. Jangan sampai termasuk orang-orang yang diperingatkan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, dalam hadis dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,

يَأْتي علَى النَّاسِ زَمانٌ، لا يُبالِي المَرْءُ ما أخَذَ منه، أمِنَ الحَلالِ أمْ مِنَ الحَرامِ

“Akan datang suatu zaman yang ketika itu manusia tidak lagi peduli dengan harta yang dia dapatkan, apakah dari yang halal atau haram?” (HR. Bukhari no. 2059)

Memang tidak dipungkiri penghasilan dari Youtube itu bisa sangat besar. Syekh Musthafa al-Adawi ketika ditanya tentang masalah di atas, beliau menjawab, “Jika iklan yang muncul itu fasidah (mengandung kerusakan). Maka ingatlah bahwa Allah ta’ala berfirman,

قُل لَّا يَسْتَوِي الْخَبِيثُ وَالطَّيِّبُ وَلَوْ أَعْجَبَكَ كَثْرَةُ الْخَبِيثِ ۚ فَاتَّقُوا اللَّهَ يَا أُولِي الْأَلْبَابِ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ

“Apakah sama antara perkara yang buruk dengan perkara yang baik, walaupun terkadang besarnya perkara yang buruk itu membuatmu terkagum-kagum. Bertakwalah kepada Allah wahai orang yang punya akal, semoga kalian beruntung” (QS. Al Maidah: 100).

Semoga Allah memberikan kita rezeki yang halal dan thayyib (baik)” [selesai nukilan].

(Sumber: https://www.youtube.com/watch?v=QFu7S3UqWsU).

Jika tidak semua iklannya bermasalah

Jika semua iklan mengandung keharaman, maka sama sekali tidak boleh mengambil penghasilan dari iklan tersebut. Namun bagaimana jika ada sebagian iklan yang mengandung keharaman dan sebagian lagi tidak bermasalah? Dijelaskan oleh Dewan Fatwa Islamweb yang dibimbing oleh Syekh Abdullah Al-Faqih:

وأما  الإعلانات المحرمة: فلا يجوز التكسب منها، وعليك التخلص مما اكتسبته منها، وفي حال الشك في قدر المكتسب منها، فإنك تجتهد وتقدر ذلك بما يغلب على ظنك براءة ذمتك به

“Adapun jika iklan-iklannya mengandung keharaman, maka tidak boleh mengambil penghasilan darinya. Dan wajib bagi anda untuk berlepas diri dari pendapatan yang datang dari iklan yang haram tersebut. Jika anda anda ragu berapa kadarnya, maka hendaknya anda berusaha memperkirakan jumlah penghasilan yang harus anda tinggalkan tersebut”.

(Sumber: https://www.islamweb.net/ar/fatwa/265102).

Jika Youtube memaksa untuk mengaktifkan iklan

Ketika Youtube memaksa para Youtuber untuk mengaktifkan iklan, atau iklan akan muncul dengan sendirinya walaupun Youtuber tidak menginginkannya, maka ketika itu pengunggah video tidaklah berdosa. Rasulullah shallallahu ’alaihi wasallam bersabda,

إنَّ اللَّهَ تجاوزَ عن أمَّتيَ الخطأَ والنِّسيانَ ومَا استُكرِهُوا عليه

“Sesungguhnya Allah telah memaafkan ummatku yang berbuat salah karena tidak sengaja, atau karena lupa, atau karena dipaksa” (HR Ibnu Majah, 1675, Al-Baihaqi, 7/356, Ibnu Hazm dalam Al-Muhalla, 4/4, disahihkan Al-Albani dalam Shahih Ibni Majah).

Namun, ketika iklan yang muncul mengandung perkara-perkara yang diharamkan, tetap saja tidak boleh memanfaatkan penghasilannya. Karena harta tersebut berasal dari sesuatu yang diharamkan. Padahal Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,

إنَّ اللهَ تعالى إذا حرَّمَ شَيئًا حرَّمَ ثَمَنَه

“Sesungguhnya Allah ta’ala jika mengharamkan sesuatu Allah juga haramkan penghasilannya” (HR. Ad-Daruquthni no. 2815, disahihkan Syu’aib Al-Arnauth dalam Takhrij Sunan ad-Daruquthni).

Wallahu a’lam.

Penulis:  Yulian Purnama

Sumber: https://muslim.or.id/66873-halalkah-penghasilan-youtuber.html

Youtuber Mualaf Jay Kim: Dulu Takut Masjid, Sekarang Favorit

Youtuber Jay Kim yang kini mualaf sangat gembar mendatangi masjid.

Bagi Anda yang gemar berselancar di jejaring media sosial Youtube, nama Jay Kim (28 tahun) tidaklah asing. Kini youtuber dengan 1,16 juta subscriber itu telah memeluk Islam, Jumat (25/9/2019) di Masjid Agung Itaewon, Seuol. Dia dibimbing langsung Imam Masjid Itaewon, Rahman Lee Ju Hwa. 

Sebenarnya, dia bertemu imam masjid tersebut bukanlah yang pertama kali. Sebelumnya dia beberapa kali mengunjungi Masjid Itaewon untuk shalat dan melihat kehidupan umat muslim di masjid tersebut.  

Jumat, (11/9) tepatnya dia melaksanakan shalat Jumat dan bertemu pertama kali dengan imam masjid di sana. Tujuh bulan lalu adalah pertama kalinya dia datang ke masjid. 

“Awalnya aku takut datang ke masjid, tapi kini majid merupakan tempat favoritku dan aku merasa damai berada di masjid,”ujar pria yang memiliki nama asli Kim Jae han dalam unggahan video di channel youtube pribadinya @jaykim. Ketika datang ke majid dia merasa ada banyak keberkahan dan bertemu Muslim. Jay Kim merasa bahagia karena dapat berkumpul dengan orang-orang baik. “Mereka seperti mendapat cahaya dari Allah,”tutur dia.  

Ketika bertemu imam masjid tersebut, dia menyambutnya karena tertarik dengan Islam. Berbeda dengan yang lain, dia tidak langsung memaksa untuk langsung bersyahadat. 

Dia justru meminta Jay untuk tidak terlalu terburu-tetapi, tetapi kapan saja dia siap untuk membimbingnya bersyahadat. Menurut Imam tersebut melaksanakan perintah Allah sama halnya dengan sebuah keimanan, ini yang harus dipikirkan lebih mendalam.  

Karena banyak orang Korea yang menjadi mualaf karena pernikahan atau penasaran, tetapi mereka jarang shalat dan memilih murtad. Melaksanakan perintah Allah SWT jauh berbeda dengan budaya yang selama ini ada di Korea. “Aku harus benar-benar memikirkannya dan yakin sanggup untuk menjalani perintah Allah, aku dapat bersyahadat kapanpun,” jelas dia. 

Dia memahami bahwa menjadi Muslim harus memiliki dua hal, iman dan ketakwaan. Jadi, sekalipun sangat beriman tetapi tidak melakukan perintah Allah SWT itu tidak akan berhasil, sebaliknya melakukan perintah Allah tetapi tidak beriman itu akan percuma. Iman dan takwa merupakan gabungan untuk menjadi mulim yang sempurna. 

Tidak mudah melakukannya terutama ketika hidup di Korea, tetapi jika memiliki keinginan yang kuat dan iman akan bisa melakukannya dimana saja. Dalam mempelajari Islam juga banyak paham dan luas, sehingga imam tersebut menyarankan untuk berpegang pada hal yang utama yakni Alquran dan hadis.  

Menurut Jay, Islam itu seperti istana, membutuhkan kunci keimanan untuk memasukinya. Namun tak cukup hanya memiliki kunci, sebagai Muslim wajib memiliki petunjuk arah agar dapat berjalan dengan benar, Alquran dan hadis inilah petunjuk arah terebut.

Ketika memiliki keduanya maka mulim akan benar-benar melihat istana yang indah tersebut bertahan lama di sisa hidup bahkan hingga akhirat. Dia tidak benar-benar meyakininya. Ini berawal ketika dia belajar di sekolah dan mempelajari ilmu sains. 

Ilmu Sains mengajarkan berbagai hal yang ada di bumi, bumi yang begitu besar dan isinya membuat Jay berpikir bahwa mereka pasti ada yang menciptakan dan itu adalah sesuatu yang sangat besar dan hebat. Dia meyakininya bahwa ini hanya satu saja yang terhebat, bertentangan dengan keyakinannya. 

Kini dia menemukan jawabannya, Allahlah yang terhebat dan menciptakan bumi serta segala isinya. Semakin lama, dia semakin ingin mencari jati dirinya, seperti untuk siapa dia diciptakan dan akan kemana setelah dia meninggal nantinya.

Setelah dia banyak melakukan penelitian dan mempelajari Islam dari berbagai sumber, Jay kembali menemui Lee Ju Hwa. Dia yakin untuk bersyahadat dan menjalani segala perintah dan larangan Allah. 

Jumat, (25/9), Jay kembali mengunjungi Masjid Besar Itaewon. Sebelum bersyahadat ju Hwa kembali mengingatkan agar Jay benar-benar yakin untuk memeluk Islam. 

Ju Hwa kemudian menjelaskan beberapa hal mengenai kewajiban seorang Muslim. Hal yang paling penting dalam menjadi Muslim adalah meyakini dan menjalani apa yang ada di dalam rukun iman dan rukun Islam. 

Selain itu menjadi seorang Muslim tidak boleh mendapat paksaan dari siapapun. Bersyahadat harus niat dari diri sendiri. Imam Masjid tersebut berharap, bersyahadatnya Jay bukan karena ketenaran, tetapi karena dia meyakini bahwa Islam adalah agama yang benar yang dapat menjadi cara hidupnya  

Ju Hwa pun menasehati, beryahadat di hadapan kamera bisa saja akan ada sebagian orang yang berpikir bahwa ini akan menurunkan nilai religiusnya. Namun Jay juga mendapat pujian karena mampu belajar puasa satu bulan ketika Ramadhan karena telah memiliki keimanan. 

Setelah bersyahadat, dia pun mendapat ucapan syukur dan selamat dari teman dan ustaz yang mendampinginya. Kini dia memiliki nama Muslim Daud Kim, yang memang sebelumnya dia memiliki nama baptis David. Karena di Islam, nama David merupakan Nabi Daud.

Sebagai seorang Muslim, Daud berusaha agar dapat menjadi muslim yang sesuai dengan perintah Allah. Kini dia memiliki pakaian Muslim sehingga tidak bisa sembarangan dalam bersikap.

Dia harus mampu membuktikan Islam sejati dengan menjalani perintah dan menjauhi larangan-Nya. Dia juga disarankan untuk sering-sering mengunjungi masjid sehingga semakin menguatkan keimanannya.

KHAZANAH REPUBLIKA