Lima Hikmah Menikah

Hikmah menikah adalah melahirkan anak-anak dan generasi yang shalih dan berkualitas sehingga menjadi pelanjut risalah dakwah

 

 

Oleh : Ali Akbar bin Aqil

ANJURAN menikah telah banyak disinggung oleh Allah dan Rasul-Nya. Hikmah yang terserak di balik anjuran tersebut bertebaran mewarnai perjalanan hidup manusia. Dari Al Quran, kita peroleh keterangan manfaat menikah;

وَأَنكِحُوا الْأَيَامَى مِنكُمْ وَالصَّالِحِينَ مِنْ عِبَادِكُمْ وَإِمَائِكُمْ إِن يَكُونُوا فُقَرَاء يُغْنِهِمُ اللَّهُ مِن فَضْلِهِ وَاللَّهُ وَاسِعٌ عَلِيمٌ

“Dan kawinkanlah orang-orang yang sendirian di antara kamu, dan orang-orang yang layak (berkawin) dari hamba-hamba sahayamu yang lelaki dan hamba-hamba sahayamu yang perempuan. Jika mereka miskin, Allah akan memampukan mereka dengan karunia-Nya. Dan Allah Maha luas (pemberian-Nya) lagi Maha Mengetahui.” (Qs. An-Nur [24]: 32).

Lewat lisan Nabi Muhammad kita dapati sabdanya: “Nikah itu sunnahku, siapa yang tidak suka sunnahku dia bukan dari golonganku.” (HR. Abu Ya`la)

Dari Imam Ahmad bin Hanbal, kita peroleh kisah yang membawa semangat untuk menikah. Dua hari lepas kemangkatan sang istri, beliau melangsungkan pernikahan yang berikutnya. Oleh orang-orang di sekitarnya beliau ditanya tentang hal tersebut. Dengan tenang beliau memberikan jawaban sederhana, “Aku tidak ingin dikatakan duda tanpa istri karena hal itu berarti telah meninggalkan sunnah Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wassallam.”

Secara sederhana, setidaknya ada 5 (lima) hikmah di balik perintah menikah dalam Islam.

Pertama, sebagai wadah birahi manusia yang halal

Allah ciptakan manusia dengan menyisipkan hawa nafsu dalam dirinya. Ada kalanya nafsu bereaksi positif dan ada kalanya negatif. Manusia yang tidak bisa mengendalikan nafsu birahi dan menempatakannya sesuai wadah yang telah ditentukan, akan sangat mudah terjebak pada ajang baku syahwat terlarang. Pintu pernikahan adalah sarana yang tepat nan jitu dalam mewadahi aspirasi nulari normal seorang anak keturunan Adam.

Hubungan biologis antara laki dan perempuan dalam ikatan suci pernikahan terhitung sebagai sedekah. Seperti diungkap oleh Rasul dalam haditsnya, “Dan persetubuhan salah seorang di antara kamu (dengan istrinya) adalah sedekah.” “Wahai Rasulullah, apakah (jika) salah seorang di antara kami memenuhi syahwatnya, ia mendapat pahala?” Rasulullah menjawab, “Tahukah engkau jika seseorang memenuhi syahwatnya pada yang haram, dia berdosa, demikian pula jika ia memenuhi syahwatnya itu pada yang halal, ia mendapat pahala.” (HR. Muslim)

Kedua, meneguhkan moralitas yang luhur

Dengan menikah dua anak manusia yang berlawanan jenis tengah berusaha dan selalu berupaya membentengi serta menjaga harkat dan martabatnya sebagai hamba Allah. Akhlak dalam Islam sangatlah penting. Lenyapnya akhlak dari diri seseorang merupakan lonceng kebinasaan, bukan saja bagi dirinya bahkan bagi suatu bangsa.

Kenyataan yang ada selama ini menunjukkkan gejala tidak baik, ditandai merosotnya moral sebagian kawula muda dalam pergaulan. Percintaan berujung pada hubungan intim di luar pernikahan, melahirkan bayi-bayi yang tidak berdosa tanpa diinginkan oleh mereka yang melahirkannya. Angka aborsi semakin tinggi. Akibatnya, kerusakan para pemuda dewasa ini semakin parah.

Jauh sebelumnya, Nabi telah memberikan suntikan motivasi kepada para pemuda untuk menikah, “Wahai para pemuda, barangsiapa sudah memiliki kemampuan untuk menafkahi, maka hendaknya ia menikah, karena menikah dapat meredam keliaran pandangan, pemelihara kemaluan. Barangsiapa yang belum mampu, hendaknya ia berpuasa, sebab puasa adalah sebaik-baik benteng diri.” (HR. Bukhari-Muslim)

Ketiga, membangun rumah tangga Islami

Slogan “sakinah, mawaddah, wa rahmah” tidak akan menjadi kenyataan jika tanpa dilalui proses menikah. Tidak ada kisah menawan dari insan-insan terdahulu mapun sekarang, hingga mereka sukses mendidik putra-putri dan keturunan bila tanpa menikah yang diteruskan dengan membangun biduk rumah tangga Islami.

Layaknya perahu, rumah tangga kadang terombang-ambing oleh ombak di lautan. Ada aral melintang. Ada kesulitan yang datang menghadang. Semuanya adalah tantangan dan riak-riak yang berbanding lurus dengan keteguhan sikap dan komitmen membangun rumah tangga ala Rasul dan sahabatnya. Sabar dan syukur adalah kunci meraih hikmah ketiga ini.

Diriwayatkan, Sayidina Umar pernah memperoleh cobaan dalam membangun rumah tangga. Suatu hari, seorang laki-laki berjalan tergesa-gesa menuju kediaman Khalifah Umar bin Khatab. Ia ingin mengadu pada khalifah, tak tahan dengan kecerewetan istrinya.

Begitu sampai di depan rumah khalifah, laki-laki itu tertegun. Dari dalam rumah terdengar istri Umar sedang ngomel, marah-marah. Cerewetnya melebihi istri yang akan diadukannya pada Umar. Tapi, tak sepatah kata pun terdengar keluhan dari mulut khalifah. Umar diam saja, mendengarkan istrinya yang sedang gundah.

Akhirnya lelaki itu mengurungkan niatnya, batal melaporkan istrinya pada Umar.

Apa yang membuat seorang Umar bin Khatab yang disegani kawan maupun lawan, berdiam diri saat istrinya ngomel? Beliau berkata, “Wahai saudaraku, istriku adalah yang memasak masakan untukku, mencuci pakaian-pakaianku, menunaikan hajat-hajatku, menyusui anak-anakku. Jika beberapa kali ia berbuat tidak baik kepada kita, janganlah kita hanya mengingat keburukannya dan melupakan kebaikannya.” Oleh karena itu, pasangan yang ingin membangun rumah tangga islami mesti menyertakan prinsip kesalehan dalam hari-harinya.

Keempat, memotivasi semangat dalam beribadah

Risalah Islam tegas memberikan keterangan pada umat manusia, bahwa tidaklah mereka diciptakan oleh Allah kecuali untuk bersembah sujud, beribadah kepada-Nya. Dengan menikah, diharapkan pasangan saling mengingatkan kesalahan dan kealpaan masing-masing. Dengan menikah satu sama lain memberi nasihat untuk menunaikan hak Allah dan Rasul-Nya, shalat, mengajarkan Al Quran, dan sebagainya.

Kelima, melahirkan keturunan/generasi yang baik

Hikmah menikah adalah melahirkan anak-anak yang shalih, berkualitas dalam iman dan takwa, cerdas secara spiritual, emosianal, maupun intelektual. Sehingga dengan menikah, orangtua bertanggung jawab dalam mendidik anak-anaknya sebagai generasi yang bertakwa dan beriman kepada Allah. Tanpa pendidikan yang baik tentulah tak akan mampu melahirkan generasi yang baik.

Lima hikmah menikah di atas merupakan satu sisi dari sekian banyak aspek di balik titah menikah yang digaungkan Islam. Saatnya, muda-mudi berpikir keras, mencari jodoh yang baik, bermusyawarah dengan Allah dan keluarga, cari dan temukan pasangan yang beriman, berperangai mulia, lalu menikahlah dan nikmati hikmah-hikmahnya. Wallahu A`lam.*

Penulis pengajar di Pesantren Darut Tauhid, Malang

Rep: Admin Hidcom

Editor: Huda Ridwan

sumber: Hidayatullah

Musibah, Kurang Rezeki Jangan Bersedih

Keadaan manusia seperti roda berputar, kadang senang kadang sedih. Ada kala bahagia, ada kala sengsara. Hari ini sehat, besok sakit, minggu kemarin musibah datang, minggu ini keceriaan yang ada. Bulan kemarin rezeki banyak, bulan ini rezeki berkurang. Itulah kehidupan yang dirasakan manusia.

Seorang mukmin, mengetahui bahwasanya kehidupan dunia hanya sementara, kehidupan yang kekal adalah di akhirat. Oleh karena itu seorang mukmin tentunya harus mengetahui, hidup di dunia penuh berbagai ujian guna untuk mengetahui siapakah manusia yang paling baik amalannya diantara kita.
Hal tersebut telah Allah sebutkan di dalam Al-Qur’an yang artinya “Maha suci Allah yang menguasai (segala kerajaan) dan Dia kuasa atas segala sesuatu yang menciptakan mati dan hidup untuk menguji kalian, siapa diantara kalian yang lebih baik amalannya. Dan Dia Maha Perkasa dan Maha Pengampun.” (Al Mulk : 1-2)
Dengan kita mengetahui arti ujian kehidupan di dunia, maka jiwa akan lapang, badan akan bersemangat. Pikiran pun cemerlang dan bertindak dengan tenang dan pasti, disertai memohon pertolongan kepada Allah.
Sehingga ketika datang berbagai macam musibah berupa ketakutan, adanya kesenggangan dalam keluarga, kurangnya rezeki maka dihadapi dengan sabar, lapang dada dan terus mencari jalan keluar disertai mengharap pahala dengan kesabaran tersebut dan balasan-balasan lainnya, tanpa adanya putus asa, keluh kesah atau menuduh Allah dengan tuduhan-tuduhan yang buruk.
Para pembaca yang semoga Allah berkahi, dalam agama Islam telah dijelaskan tentang musibah yang menimpa manusia, solusinya dan balasan/buahnya, sebagaimana Allah berfirman dalam surat Al-Baqarah, yang artinya :

وَلَنَبْلُوَنَّكُمْ بِشَيْءٍ مِنَ الْخَوْفِ وَالْجُوعِ وَنَقْصٍ مِنَ الْأَمْوَالِ وَالْأَنْفُسِ وَالثَّمَرَاتِ وَبَشِّرِ الصَّابِرِينَ (155)الَّذِينَ إِذَا أَصَابَتْهُمْ مُصِيبَةٌ قَالُوا إِنَّا لِلَّهِ وَإِنَّا إِلَيْهِ رَاجِعُونَ (156) أُولَئِكَ عَلَيْهِمْ صَلَوَاتٌ مِنْ رَبِّهِمْ وَرَحْمَةٌ وَأُولَئِكَ هُمُ الْمُهْتَدُونَ (157)

 Artinya: “Dan Kami pasti akan menguji kalian dengan sedikit ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa dan buah-buahan. Dan sampaikanlah kabar gembira kepada orang-orang yang sabar, yaitu orang-orang yang apabila ditimpa musibah mereka berkata “Innalillahi wa inna ilaihi raji’un”(sesungguhnya kami milik Allah dan kepada-Nyalah kami kembali. Mereka itulah yang memperoleh ampunan dan rahmat dari Rabbnya dan mereka itulah orang-orang yang mendapat petunjuk.” (al-Baqarah : 155-157)
Berkata syaikh as-Sa’di, Allah mengabarkan bahwasanya hamba-hamba-Nya pasti diuji. Agar jelas antara orang yang jujur dengan orang yang dusta. Dan orang yang sabar dengan orang yang putus asa.
Dan ini sudah menjadi ketetapan yang Allah tetapkan kepada hamba-hamba-Nya, dikarenakan kebahagiaan kalau terus dirasakan oleh orang yang beriman dan tidak adanya ujian maka akan terjadi ketidakteraturan, yang itu merupakan kerusakan. Dan hikmah Allah yang terwujud adalah terbedakannya orang-orang yang baik dengan orang-orang yang buruk. Dan inilah faedah ujian. Bukan untuk menghilangkan sesuatu yang ada pada orang-orang yang beriman berupa keimanan dan bukan pula Allah ingin memalingkan mereka dari agama mereka. Maka Allah tidak akan menyia-nyiakan keimanan orang-orang yang beriman.
Kandungan/tafsir surat al-Baqarah ayat 155-157

وَلَنَبْلُوَنَّكُمْ

Maksudnya Allah akan menguji kalian.

بِشَيْءٍ مِنَ الْخَوْفِ

Maksudnya dengan sedikit rasa takut, bukan takut yang sepenuhnya (berkepanjangan-pen). Dan takut adalah hilangnya rasa aman dan perkara ini lebih besar dari pada rasa lapar. Oleh karena itu Allah sebutkan pada ayat ini terlebih dahulu.

وَالْجُوعِ

 Maksudnya kami uji dengan kelaparan.
Dan maknanya ada 2 :
1. Allah menciptakan wabah kepada hamba berupa wabah kelaparan. Dimana seseorang walaupun sudah makan tidak merasakan kenyang dikarenakan dia tertimpa penyakit, kalaupun dia sudah makan sebanyak-banyaknya, dia tetap masih merasa lapar.
2. Masa paceklik dan tidak tumbuh tanaman.

وَنَقْصٍ مِنَ الْأَمْوَالِ

 Yaitu kurangnya harta. Disebabkan pembinasaan dari langit, tenggelam, kehilangan, diambil oleh penguasa dzolim, perampok dan selainnya.

وَالْأَنْفُسِ

 Yaitu hilangnya atau meninggalnya yang dicintai berupa anak-anak, kerabat, teman-teman dan berbagai macam penyakit yang menimpa badan hamba atau orang yang dicintai.

وَالثَّمَرَاتِ

 Maksudnya tidak ada hasil dari kebun-kebun, berupa biji-bijian, buah-buahan, kurma, sayur-sayuran dan pohon-pohon seluruhnya karena terbakar atau rusak karena belalang dan sejenisnya. (diringkas dari Tafsir as Sa’di, Tafsir Ibnu Katsir danSyarh Riyadus Shalihin).
Berkata asy-syaikh as Sa’di
Perkara-perkara tersebut pasti terjadi (yang disebutkan dalam ayat – pen) dikarenakan Dzat yang Maha Tahu mengabarkan hal tersebut. Maka terjadinya (musibah) tersebut sebagaimana yang Allah khabarkan.
Dalam hal ini manusia terbagi menjadi 2 macam :
  1. Orang yang putus asa
  2. Orang yang sabar
Orang yang berputus asa akan memperoleh 2 musibah, yaitu hilangnya (sesuatu yang dia cintai) berupa musibah yang menimpanya dan hilangnya sesuatu yang paling besar, yaitu pahala, karena tidak melakukan perintah Allah berupa sabar. Sehingga dia memperoleh kerugian, kurangnya iman, hilangnya kesabaran, ridho dan syukur. Dan yang ada pada dirinya hanya kemarahan.
Adapun orang yang Allah beri taufiq untuk bersabar ketika ditimpa musibah maka dia menahan dirinya dari marah, baik secara ucapan dan perbuatan, dan dia mengharapkan pahala disisi Allah. Dan dia mengetahui akan mendapatkan pahala dengan kesabarannya.
Dan dia mengetahui pahala tersebut lebih besar daripada musibah yang dia rasakan. Bahkan musibah tersebut menjadi sesuatu kenikmatan baginya, karena dengan musibah yang dirasa akan menjadikan suatu jalan untuk memperoleh sesuatu yang lebih baik dan lebih bermanfaat bagi dirinya. Dikarenakan dia melaksanakan perintah Allah yaitu bersabar ketika ditimpa musibah dan dia memperoleh pahala.
Para pembaca yang semoga Allah berkahi, sehingga pada akhir ayat Allah berfirman:

وَبَشِّرِ الصَّابِرِينَ

Maksudnya sebagaimana dijelaskan oleh asy-syaikh as-Sa’di: “kabarkan kepada mereka karena mereka mendapatkan pahala tanpa terbatas” (Lihat tafsir as-Sa’di)
Berkata Ibnu KatsirMereka (orang-orang yang sabar-pen) menghibur diri mereka dengan ucapan mereka ini ketika ditimpa musibah. Dan mereka mengetahui bahwasanya mereka adalah milik Allah. Allah berkuasa pada hamba-Nya dengan apa yang Dia kehendaki.
Dan mereka (orang-orang yang sabar-pen) mengetahui bahwa Allah tidak akan menyia-nyiakan agamanya walaupun sebesar kulit ari pada hari kiamat. Maka Allah menjelaskan kepada mereka agar mereka mengetahui bahwasanya mereka adalah hamba-hamba Allah dan mereka akan kembali pada-Nya pada hari akhir.

 أُولَئِكَ عَلَيْهِمْ صَلَوَاتٌ مِنْ رَبِّهِمْ وَرَحْمَةٌ وَأُولَئِكَ هُمُ الْمُهْتَدُونَ

 Maksudnya mereka mendapatkan pujian dan rahmat dari Rabb mereka, karena kesabaran mereka dan mereka mengetahui kebenaran. (diringkas dari tafsir Ibnu Katsir, dan tafsir as-Sa’di).
Para pembaca yang semoga Allah berkahi, demikianlah penjelasan surat al-Baqarah ayat 155-157. Semoga Allah membimbing kita dalam setiap keadaan dan memudahkan kita untuk beramal dengan ilmu. aamiin.
Referensi / Maraji’
1. Taisirul Karimirrahman Fittafsiiril Kalaamil Mannan, ditulis oleh asy-Syaikh Abdurrahman bin Nashir As Sa’di. Cetakan dar Ibnu Hazm, Beirut, Libanon.
2. Tafsir al-Qur’anul Adzim ditulis oleh Imaduddiin Abu Fidaa Ismail bin Katsir ad Dimasyqii. Cetakan Maktabah at taufiqiyah al-Qohiroh, Mesir,
3. Syarh Riyadhus Sholihin min Kalaamisaidil Mursalin, ditulis oleh Abu Zakariya Yahya bin Syaraf An Nawawi. Cetakan dar Ibnu Jauzi al Qohiroh, Mesir.Penulis : Ustadzah Ummu Rufaidah

 

Ini Jumlah Santunan Diberikan Raja Salman untuk Korban Crane Jatuh

REPUBLIKA.CO.ID, RIYADH — Raja Arab Saudi Salman bin Abdulaziz menginstruksikan pada Selasa (15/9) untuk memberikan bantuan pada korban musibah crane roboh. Tak tanggung-tanggung, Raja Salman memberikan santunan sebesar satu juta riyal Saudi (Rp 3,8 miliar) untuk korban syahid dari peristiwa tersebut.

Seperti dikabarkan Akhbaar 24, penjaga dua tanah suci itu telah menyiapkan bantuan berupa satu juta riyal untuk korban meninggal dunia. Jumlah yang sama juga akan diberikan pada korban yang menderita luka berat hingga jatuh cacat.

Sementara untuk korban lain, Raja Salman akan memberi santunan sebesar 500 ribu riyal Saudi per orang. Dua anggota keluarga dari korban meninggal akan menjadi tamu khusus Raja dan berhaji pada musim haji 1437 Hijriah atau 2016 nanti.

Redaktur : Bilal Ramadhan
Reporter : Ahmad Fikri Noor

Waktu dan Tempat Mustajab untuk Berdoa

Kala sesesorang memanjatkan doa dengan penuh harap, tentu ia ingin agar doanya diijabah oleh Allah SWT. Doa juga memiliki adab-adab. Selain harus bersih dari hal yang haram, ada pula waktu-waktu tertentu dan tempat-tempat khusus yang bisa mempercepat dikabulkannya doa.

Ketua IKADI Prof Dr Ahmad Satori Ismail mengatakan saat shalat adalah saat terbaik untuk doa. Karena hakikatnya seluruh bagian shalat yang dikerjakan umat Muslim merupakan doa. “Saat berpuasa juga dianjurkan banyak berdoa, dalam haji selain ibadah secara fisik juga harus berdoa, zakat pun tak hanya niat, dalam niat ada doa,” ujar dia.

Kiai Satori menjelaskan ada tempat dan waktu yang lebih mustajab untuk berdoa. Waktu khusus tersebut Allah SWT janjikan diijabahnya doa seperti setelah shalat fardhu, tengah malam, ketika bepergian, hari Jumat, bulan Ramadhan, saat berpuasa, menjelang berbuka, malam lailatul qadr, sedang mendapatkan kenikmatan, saat shalat ied, dan setelah lebaran.

“Sedangkan dari sisi tempat, sebagian besar tempat yang mustajab berada di Arab Saudi, seperti di Raudhah, Masjidil Haram, Makkah, depan Multazam, belakang Makam Nabi Ibrahim, Hijr Ismail, Padang Arafah, Muzdalifah, Mina, dan masjid-masjid yang selalu dijadikan tempat iktikaf,”ujar dia.

Orang mukmin harus berdoa dengan hati dan kekhusyuan. Dalam meminta harus sungguh-sungguh dan lebih bagus diulang sampai tiga kali.“Allah tidak menerima dari mulut yang hatinya lengah, lalai dan lupa,”jelas dia.

Orang yang dalam keadaan terdesak dan dizalimi pun dapat diijabah doanya.Begitu juga dengan doa orang tua terhadap anak dan sebaliknya serta guru pada murid-muridnya.

 

sumber: Republika Online

Alasan Hari Kiamat Dirahasiakan

Tiada satu makhluk Allah pun yang mengetahui waktu datangnya hari kiamat, bahkan nabi atau malaikat yang paling dekat dengan Allah sekalipun. Hanya Al¬lah yang mengetahui datangnya hari kiamat.

Demikian penggalan materi tausyiah bertajuk ‘Yaumul Akhir’ Pimpinan Lembaga Dakwah Kreatif (iHaqi), Erick Yusuf  ketika menghadiri acara Buka Bersama di Hotel Harris Festival City Link Bandung. “Hari Akhir itu adalah hari berakhir dan hancurnya alam semesta. Segala yang masih hidup akan mati, langit dan bumi akan diganti, bukan lagi langit dan bumi yang seperti sekarang,” kata Ustaz.

“Seperti ada dalam Qur’an :“Mereka menanyakan kepadamu tentang kiamat: “Bilakah terjadinya?” Katakanlah: “Sesungguhnya pengetahuan tentang kiamat itu adalah pada sisi Tuhanku; tidak seorangpun yang dapat menjelaskan waktu kedatangannya selain Dia. kiamat itu Amat berat (huru haranya bagi makhluk) yang di langit dan di bumi. kiamat itu tidak akan datang kepadamu melainkan dengan tiba-tiba”. mereka bertanya kepadamu seakan-akan kamu benar-benar mengetahuinya. Katakanlah: “Sesungguhnya pengetahuan tentang bari kiamat itu adalah di sisi Allah, tetapi kebanyakan manusia tidak Mengetahui“. (QS. Al-A’raf : 187).”

Meskipun demikian, Allah SWT memberitahukan kita melalui Rasulullah SAW mengenai tanda-tanda dekatnya hari kiamat. Allah sengaja merahasiakan waktu tibanya hari kiamat karena adanya hikmah syariat. maksudnya adalah agar manusia lebih memperhatikan ketaatan terhadap Allah dan lebih menghindari diri dari perbuatan maksiat.

“Dengan demikian, saksi amalan bagi manusia di alam akhirat nanti bukan saja anggota tubuhnya. Namun, alam (bumi) pun akan bersaksi terhadap segala yang dilakukan oleh seseorang semasa hidupnya. Oleh karena itu, berbuatlah kebajikan selama kita hidup di dunia. Bertakwalah dengan sesungguh-sungguhnya takwa kepada Allah SWT,” kata dia.

 

sumber: Republika Online

Kemenlu Belum Bisa Konfirmasi Santunan Raja Salman

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Kementerian Luar Negeri, Kamis (17/9), mengaku belum menerima konfirmasi uang diyat atau santunan yang dikabarkan akan diberikan Raja Saudi Salman kepada para korban jatuhnya crane.

Kemenlu mengatakan, telah meminta Konsul Jenderal Indonesia di Jeddah untuk meminta kebenaran tersebut.

“Mereka mendapatkan angka itu namun bukan pernyataan resmi. Kami akan meminta konfirmasi lagi,” ujar juru bicara Kemenlu Arrmanatha Nasir atau yang akrab disapa Tata itu.

Sebelumnya media-media Arab mengabarkan, Raja Salman akan memberikan uang santunan sebesar 1 juta riyal Saudi atau sekitar Rp 3,8 miliar bagi keluar korban tewas crane.

Sedikitnya, 107 calon haji menjadi korban tewas jatuhnya crane di Masjidil Haram, Jumat (11/9) lalu. Sementara 10 di antaranya teridentifikasi calon haji dari Indonesia.

Insiden jatuhnya crane diduga karena cuaca buruk yang belakangan terjadi di Arab Saudi. Namun pemerintah Arab Saudi terus melakukan penyelidikan terkait jatuhnya crane terberat kedua di dunia itu.

Bahkan, seperti diberitakan Reuters, Raja Salman menghentikan menjatuhkan sanksi ke perusahaan Bin Ladin Grup yang melakukan pembangunan di Masjidil Haram.

Kebakaran di Hotel Makkah, 1.000 Jamaah Asia Dievakuasi

Sekitar 1.000 jamaah asal Asia dievakuasi pada Kamis (17/9), setelah hotel mereka terbakar di Makkah. Kantor pertahanan sipil mengatakan, insiden melukai dua orang jamaah.

The National melaporkan, petugas pemadam kebakaran telah menyelamatkan dua jamaah yang terluka. Kantor pertahanan sipil tak memberikan keterangan kewarganegaraan korban. Mereka juga tak mengumumkan apa yang menjadi penyebab kebakaran.

Insiden terjadi tak lama setelah insiden jatuhnya crane yang menewaskan 107 orang, termasuk beberapa jamaah Asia. Pada 2006, lebih dari 360 jamaah meninggal akibat berdesakan di dataran gurun Mina, dekat Makkah.

 

sumber: Republika Online

Menengok Rumah Kelahiran Rasulullah SAW

Mengutip pendapatnya Caussin de Percevel dalam Essay sur l’Histoire des Arabes, Husein Haykal menyatakan, Nabi Muhammad dilahirkan di Kota Makkah pada bulan Agustus tahun 570 M. Kalangan Muslim di seluruh dunia, umumnya mengambil pandangan Ibnu Hasyim, Ibnu Ishaq, Ibnu Abbas, dan Caussin tersebut.

Seluruh umat Islam juga percaya bahwa Rasulullah SAW dilahirkan di rumah kakeknya yang bernama Abdul Muthalib. Rumah itu kini dipercaya telah dijadikan perpustakaan (Maktabah) Makkah al-Mukarramah. Hal yang sama juga diakui oleh Muhammad Husein Haykal.

Sejumlah pihak mengemukakan alasan dijadikannya rumah Abdul Muthalib tersebut sebagai perpustakaan. Intinya adalah untuk menghindari pemujaan oleh sebagian umat Islam terhadap tempat tersebut. Bahkan, kalangan Wahabi sebenarnya bermaksud menghancurkan tempat tersebut. Tujuannya agar tempat tersebut tidak dijadikan sebagai berhala-berhala baru atau tempat pemujaan.

Mereka tidak ingin ada situs-situs Islam yang menjadi sesembahan umat Islam. Demikian halnya dengan pemerintah Arab Saudi, mereka juga pernah merencanakan untuk menghancurkan bangunan tersebut dengan maksud untuk memperluas Masjid al-Haram. Namun, akhirnya dibatalkan.

Kini, rumah itu telah dijadikan sebagai perpustakaan. Disana-sini dilakukan renovasi untuk menjaga bangunan tersebut agar tetap terjaga dan terpelihara. Hanya saja, lokasi tersebut sengaja disembunyikan dari perhatian khalayak umum agar tidak ada pemujaan terhadap tempat tersebut. Didalamnya berisi berbagai buku-buku dan literatur sebagai bacaan umat Islam untuk menggali beragam ilmu pengetahuan.

Menurut Sirah an-Nabawiyah, tempat kelahiran Nabi Muhammad itu dulunya dikenal dengan lembah Abu Thalib. Ketika Nabi Muhammad SAW berhijrah ke Madinah, rumah itu ditempati oleh Aqil bin Abi Thalib, yang kemudian diikuti oleh anak keturunannya. Selanjutnya, rumah itu dibeli oleh Khizran.

Dalam perkembangannya, di lokasi tersebut sempat dibangun sebuah masjid oleh Al-Khaizuran, ibu dari Khalifah Harun al-Rasyid, khalifah kelima Dinasti Abbasiyah yang berpusat di Baghdad. Namun, bangunan itu kemudian dihancurkan dan dijadikan perpustakaan oleh Syekh Abbas Ottoman (1370 H/1950 M).

Kini, kaum Muslimin dengan mudah mengenali tempat itu karena diatasnya tertulis Maktabah Makkah al-Mukarramah yang berarti perpustakaan Makkah al-Mukarramah.

Konon, bangunan yang berdiri sekarang ini tetap berdiri karena desakan Wali Kota Makkah, Syekh Abbas Qaththan, yang meminta agar Raja Saudi Arabia, King Abdul Aziz, mengizinkannya untuk membangun perpustakaan di tempat tersebut. Akhirnya terwujudlah bangunan itu.

Bangunan yang ada sekarang ini ukurannya sekitar 10×18 meter. Dibandingkan dengan bangunan lainnya, bangunan ini sangat sederhana sekali. Bahkan, oleh pemerintah Arab Saudi, bangunan itu terkadang dibiarkan terkunci diakibatkan adanya kekhawatiran akan terjadi pemujaan terhadap tempat itu.

Selain buku-buku, di bagian sebelah kiri bangunan itu digunakan sebagai gudang untuk menyimpan barang-barang yang tak terpakai. Sementara pada bagian kanan, langsung berhadapan dengan tempat pengambilan air Zamzam. Bagian belakangnya berbatasan dengan jalanan yang biasa dilalui baik oleh masyarakat maupun jamaah haji (dan umrah) yang ingin melaksanakan ibadah ke Masjid al-Haram.

Sungguh sangat memperihatinkan bila melihat kondisi bangunan itu. Dibandingkan dengan sejumlah bangunan yang ada di Makkah lainnya, tempat yang dipercaya sebagai rumah kelahiran nabi akhir zaman itu, sangat sederhana di negeri yang kaya dengan minyak itu.

Sumber: Pusat Data Republika/Syaruddin el-Fikri

Rumah Tempat Berteduh

Oleh: Ali Farkhan Tsani

Rumah secara fisik adalah tempat berteduh dari panas, angin, dan hujan, serta tempat beristirahat setelah bekerja seharian mencari nafkah. Di dalam rumah, anggota keluarga berkumpul melakukan berbagai kegiatan rutin.

Mulai dari makan, minum, masak, mandi, buang hajat, mengobrol, hingga tidur melepas penat dan lelah. Rumah secara psikologis merupakan tempat mendapatkan ketenteraman, kedamaian, kebahagiaan, keamanan, dan kenyamanan bagi para penghuninya.

Karena itu, banyak pemilik rumah sederhana atau bahkan gubuk bambu sekalipun merasa bahagia. Sebab, meskipun gubuk namun suasana di dalamnya penuh dengan keceriaan, keterbukaan, kejujuran, dan tanggung jawab bersama.

Rumah dalam bahasa Arab disebut dengan bayt (tempat bermalam),daar (tempat beraktivitas), maskan (tempat menetap dengan tenang), atau manzil (tempat persinggahan). Keempat makna ini menunjukkan fungsi rumah seseungguhnya bagi para penghuninya.

Di dalam Alquran, Allah SWT menyebutkan, “Dan Allah menjadikan bagimu rumah-rumahmu sebagai tempat tinggal.’’ (QS an-Nahl [16] : 80).

Ibnu Katsir menguraikan ayat tersebut dengan penjelasan bahwa Allah menyempurnakan nikmat-Nya atas hamba-hamba-Nya dengan menjadikan bagi mereka rumah-rumah yang merupakan tempat tinggal mereka.

Sehingga, mereka menjadikan rumah itu sebagai tempat kembali dan berlindung serta tempat mendapatkan berbagai manfaat. Oleh karena itu, rumah bagi seorang Muslim mungkin hanya sebuah gubuk bambu sederhana.

Namun, di dalam rumah itu penuh dengan rasa syukur kepada Allah, ridha dengan pemberian-Nya, serta penuh dengan nuansa ibadah. Para anggota keluarganya merasa bahagia bukan karena mereka memiliki furnitur yang serba lengkap dan mahal.

Bukan harta yang membuat kebahagiaan muncul dari hati para penghuninya, melainkan karena keyakinan penuh mereka kepada Tuhannya, menjadikan Islam sebagai landasan kehidupan-Nya, serta menempatkan Muhammad SAW sebagai contoh teladan mereka.

Keadaan semacam itu terungkap dari rumah Nabi Muhammad yang secara fisik sederhana, dengan tempat tidur beralaskan pelepah kurma, tidak ada persediaan harta dan makanan.

Meski demikian, beliau menyebut suasana dalam rumahnya dengan ungkapan luar biasa, “Rumahku adalah surgaku” (baitii jannatii).

Karena itu, memperbaiki rumah memang penting, seperti mengganti genting yang bocor, mengecat kembali warna yang pudar, memberi pagar pembatas, dan sebagainya. Namun, jauh lebih penting dari itu semua adalah memperbaiki suasana di dalam rumah.

Cara memperbaiki suasana tersebut, di antaranya dengan mengembuskan nuansa ibadah, merenovasi kebiasaan para penghuninya untuk saling jujur dan terbuka, serta menambal sifat-sifat buruk dengan berbagai kebaikan. Insya Allah.

 

sumber: Republika Online

Pengaruh Arah Rumah dalam Islam

ass. wr wb. pak ustadz

semoga pak ustadz selalu dalam lindungan Allah Swt, amin. pak ustadz, saya baru beli rumah, tapi pemiliknya bukan orang muslim, rumah itu sendiri masih ada yang mengontrak. menurut yang mengontrak rumah itu agak “seret” rejekinya. apakah memang benar dalam islam kita percaya bahwa suatu rumah akan mempengaruhi rejeki penghuninya. juga arah rumah yang menghadap ke selatan lebih baik dibanding menghadap ke arah lain. mohon penjelasan dari pak ustadz. terimakasih dan wassalam

Waalaikumusslam Wr Wb

Saudara ds yang dimuliakan Allah swt

Sebagai seorang muslim haruslah meyakini bahwa rezeki seluruh makhluk ada ditangan Allah swt, termasuk rezeki manusia. Dan tak satu makhluk pun yang luput dari pemberian rezeki oleh Allah kepadanya, sebagaimana firman-Nya :

وَمَا مِن دَآبَّةٍ فِي الأَرْضِ إِلاَّ عَلَى اللّهِ رِزْقُهَا وَيَعْلَمُ مُسْتَقَرَّهَا وَمُسْتَوْدَعَهَا كُلٌّ فِي كِتَابٍ مُّبِينٍ

Artinya : “Dan tidak ada suatu binatang melata pun di bumi melainkan Allah-lah yang memberi rezkinya, dan Dia mengetahui tempat berdiam binatang itu dan tempat penyimpanannya. semuanya tertulis dalam kitab yang nyata (Lauh Mahfuzh).” (QS. Hud : 6)

Bahkan Allah swt telah menuliskan bagi setiap bayi yang akan terlahir rezekinya bersamaan dengan ajal, amal serta celaka atau bahagianya sebagaiamana diriwayatkan dari Abdullah bin Mas’ud bahwa Rasulullah saw bersabda,”Sesungguhnya tiap-tiap kalian akan dikumpulkan penciptaannya dalam rahim ibunya selama 40 hari berupa nuthfah, kemudian menjadi ‘alaqoh selama itu juga, kemudian menjadi mudhghoh selama itu juga, kemudian diutuslah malaikat untuk meniupkan ruh padanya. Lalu diperintahkan untuk menuliskan empat kata : rezekinya, ajalnya, amalnya dan celaka serta bahagianya.” (HR. Bukhori dan Muslim)

Allah pula lah yang menjadikan rezeki sebagian manusia dilebihkan dari sebagian lainnya dengan hikmah dan pengetahuan-Nya.

أَهُمْ يَقْسِمُونَ رَحْمَةَ رَبِّكَ نَحْنُ قَسَمْنَا بَيْنَهُم مَّعِيشَتَهُمْ فِي الْحَيَاةِ الدُّنْيَا وَرَفَعْنَا بَعْضَهُمْ فَوْقَ بَعْضٍ دَرَجَاتٍ لِيَتَّخِذَ بَعْضُهُم بَعْضًا سُخْرِيًّا وَرَحْمَتُ رَبِّكَ خَيْرٌ مِّمَّا يَجْمَعُونَ

Artinya : “Apakah mereka yang membagi-bagi rahmat Tuhanmu? Kami telah menentukan antara mereka penghidupan mereka dalam kehidupan dunia, dan Kami telah meninggikan sebahagian mereka atas sebagian yang lain beberapa derajat, agar sebagian mereka dapat mempergunakan sebagian yang lain. dan rahmat Tuhanmu lebih baik dari apa yang mereka kumpulkan.” (QS. Az Zukhruf : 32)

Sebagai konsekuensi dari persyahadatan seorang muslim yang menyatakan bahwa tidak ada Tuhan selain Allah dan Muhammad adalah utusan Allah adalah meyakini bahwa rezeki yang diterima atau didapat seluruhnya adalah berasal dari Allah swt, tidak diperbolehkan baginya untuk meyakini hal-hal yang berbau khurafat atau kemusyrikan didalam permasalahan rezeki ini, seperti : keyakinan bahwa letak arah rumah mempengaruhi rezeki yang didapatnya.

Akan tetapi apabila letak rumah strategis menjadi bahan pertimbangan seseorang didalam berbisnisnya yang dari situ diharapkan akan banyak pembelinya dan mendapatkan income berlebih maka hal ini dibolehkan, seperti : seorang yang ingin membuka sebuah toko lalu memilih rumah di pinggir jalan yang banyak dilalui orang. Hal demikian termasuk didalam kategori ikhtiyar (usaha) yang dibolehkan dan sebagai sebuah sebab baginya untuk mendapatkan income tambahan namun diharuskan baginya untuk meyakini bahwa rezeki atau pendapatannya itu adalah dari Allah swt dengan tetap bertawakal kepada-Nya.

Sedikitnya rezeki seseorang bisa jadi sebagai sebuah ujian dan cobaan baginya untuk menaikkan derajatnya di sisi Allah swt sebagaimana Dia swt telah menguji manusia-manusia pilihan-Nya yang terdahulu, dari kalangan para Nabi dan salafusshaleh, sebagaimana firman Allah swt :

وَأَيُّوبَ إِذْ نَادَى رَبَّهُ أَنِّي مَسَّنِيَ الضُّرُّ وَأَنتَ أَرْحَمُ الرَّاحِمِينَ ﴿٨٣﴾
فَاسْتَجَبْنَا لَهُ فَكَشَفْنَا مَا بِهِ مِن ضُرٍّ وَآتَيْنَاهُ أَهْلَهُ وَمِثْلَهُم مَّعَهُمْ رَحْمَةً مِّنْ عِندِنَا وَذِكْرَى لِلْعَابِدِينَ ﴿٨٤﴾

Artinya : “Dan (ingatlah kisah) Ayub, ketika ia menyeru Tuhannya: “(Ya Tuhanku), Sesungguhnya aku telah ditimpa penyakit dan Engkau adalah Tuhan yang Maha Penyayang di antara semua Penyayang”. Maka Kamipun memperkenankan seruannya itu, lalu Kami lenyapkan penyakit yang ada padanya dan Kami kembalikan keluarganya kepadanya, dan Kami lipat gandakan bilangan mereka, sebagai suatu rahmat dari sisi Kami dan untuk menjadi peringatan bagi semua yang menyembah Allah.” (QS. Al Anbiya : 83 – 84)

أَمْ حَسِبْتُمْ أَن تَدْخُلُواْ الْجَنَّةَ وَلَمَّا يَأْتِكُم مَّثَلُ الَّذِينَ خَلَوْاْ مِن قَبْلِكُم مَّسَّتْهُمُ الْبَأْسَاء وَالضَّرَّاء وَزُلْزِلُواْ حَتَّى يَقُولَ الرَّسُولُ وَالَّذِينَ آمَنُواْ مَعَهُ مَتَى نَصْرُ اللّهِ أَلا إِنَّ نَصْرَ اللّهِ قَرِيبٌ

Artinya : “Apakah kamu mengira bahwa kamu akan masuk syurga, Padahal belum datang kepadamu (cobaan) sebagaimana halnya orang-orang terdahulu sebelum kamu? mereka ditimpa oleh kefakiran dan kesengsaraan, serta digoncangkan (dengan bermacam-macam cobaan) sehingga berkatalah Rasul dan orang-orang yang beriman bersamanya: “Bilakah datangnya pertolongan Allah?” Ingatlah, Sesungguhnya pertolongan Allah itu Amat dekat.” (QS. Al Baqoroh : 214)

Namun bisa juga kekurangan atau seretnya rezeki yang didapat seseorang adalah dikarenakan dosa atau maksiat yang dilakukannya, sebagaimana sabda Rasulullah saw,”Sesungguhnya seseorang terhalang rezekinya disebabkan dosa yang menimpanya dan tidaklah takdir itu dicegah kecuali dengan doa dan tidaklah umur bertambah kecuali dengan kebaikan.” (HR. Ahmad)

Wallahu A’lam

Ustadz Sigit Pranowo Lc