Mencintai Rasulullah dengan Memenuhi Hak-Hak Beliau

Kita seringkali membaca atau mendengar hadits-hadits yang berasal dari Rasulullah shalallahu ‘alaihi wassalam, baik ketika kita membacanya pada suatu artikel di internet, melalui buku-buku agama, melalui ceramah-ceramah agama di TV dan di radio, dan sebagainya. Hadits-hadits itu berisi tentang kabar-kabar yang harum dari para Sahabat tentang kisah hidup Nabi Muhammad shalallahu ‘alaihi wassalam, akhlaq beliau, suka dan duka yang beliau alami, dan juga nasihat-nasihat serta larangan dari beliau. Maka sudah sepantanyalah kita sebagai seorang Muslim mengetahui apa sebenarnya hak-hak beliau atas diri kita dan kita harus berusaha semaksimal mungkin untuk memenuhi hak-hak tersebut. Kewajiban kita kepada beliau adalah beriman dan mempercayai segala perhatian dan tindakan Rasulullah shalallahu ‘alaihi wassalam serta seluruh ajaran yang beliau bawa. Kita wajib menaati ajaran beliau dan menjauhi apa-apa yang menyebabkan kita menjadi ingkar dan tidak percaya kepada beliau.

Kita harus rela dengan hukum dan sunnah Rasulullah shalallahu ‘alaihi wassalam. Kita harus menempatkan beliau pada posisi sebagaimana yang dinyatakan oleh Allah serta tidak menganggap remeh ajaran beliau. Kita wajib menjadikan beliau sebagai teladan sepanjang masa. Kita juga wajib mencintai beliau, menghormati, serta membela kehormatan beliau apabila ada orang yang mencoba merendahkan, sebagaimana kita juga wajib mencintai dan membela keluarga serta sahabat-sahabat beliau.

Allah telah berfirman, “Sesungguhnya Allah dan para malaikat-Nya bershalawat untuk Rasulullah. Hai orang-orang yang beriman, bershalawatlah kamu untuk Rasulullah dan ucapkanlah salam penghormatan kepadanya.” (Qs. al-Ahzab: 56)

 

Nabi Muhammad shalallahu ‘alaihi wassalam pernah bersabda, “Hari yang paling baik di antara hari-harimu adalah hari Jumat. Pada hari itu Adam diciptakan dan ditiupkan ruh (kepadanya). Maka perbanyaklah bershalawat kepadaku pada hari Jumat. Sesungguhnya shalawat kaumku diperlihatkan dan disampaikan kepadaku.” Kemudian seseorang berkata, “Wahai Rasulullah, bagaimana shalawat bisa sampai kepada engkau, sedangkan jasadmu telah rusak?” Rasulullah menjawab, “Allah telah mengharamkan tanah untuk memakan jasad para nabi.” (H.R. Abu Daud)

Sebagai umatnya, tentunya kita tidak boleh kikir kepada hak beliau. Sabda beliau, “Orang yang kikir adalah orang yang apabila aku disebut di hadapannya, orang itu tidak mau bershalawat kepadaku.” (H.R. Tirmidzi)

Rasulullah juga bersabda,

Tidak berkumpul suatu kaum dalam satu majelis, dan tidak disebut di dalamnya nama Allah serta tidak bershalawat kepada nabinya, kecuali ditimpakan kepada mereka suatu kebohongan. Kalau Allah menghendaki, mereka akan disiksa, dan kalau Dia berkehendak, mereka akan diampuni.” (H.R. Tirmidzi)

Maka dari itu janganlah kita meninggalkan ajaran beliau dan sudah sepantasnya kita mematuhi ajaran-ajaran beliau. Apalagi ketika kita sudah banyak membaca sirah kehidupan beliau yang dipenuhi kisah-kisah mulia tentang keberanian, perjuangan, kesabaran, dan keteguhan beliau dalam memperjuangkan agama ini. Sungguh sangat indah kisah hidup beliau. Masih membekas di benak kita akan petunjuk Rasulullah. Sepak terjang dan sunnah Rasulullah bisa kita lihat dalam diri para ulama salaf dan para pengikut mereka. Karena, merekalah para pengganti dan pewaris Nabi Muhammad. Mudah-mudahan Allah memberikan kepada kita kekuatan untuk mengikuti sunnah Nabi Muhammad dan menjadikan beliau sebagai teladan.

Berkata Imam Ahmad bin Hanbal, “Aku tidak menulis sebuah hadits, kecuali aku telah mengamalkannya terlebih dahulu. Sampai-sampai ketika sampai kepadaku sebuah hadits bahwa Rasulullah berbekam dan memberi Abu Thaibah satu dinar (sebagai upahnya), aku juga memberi satu dinar kepada tukang bekam sewaktu akan berbekam.” [1]

Abdurrahman bin Mahdi berkata, “Aku mendengar Sufyan ats-Tsauri berkata, ‘Aku mengamalkan setiap hadits Raslullah yang sampai kepadaku walau hanya sekali.’”[2]

Muslim bin Yassar berkata, “Aku shalat sambil memakai sandal, padahal sebenarnya aku lebih suka melepaskannya karena lebih mudah, tetapi aku melakukan hal itu karena mengikuti sunnah.” (H.R. Bukhari)

Sebagai penutup dari artikel ini, penulis cantumkan sabda kekasih tercinta, Nabi Muhammad shalallahu ‘alaihi wassalam dalam sebuah hadits agung, “Seluruh umatku akan masuk surga, kecuali yang tidak mau.” Sahabat bertanya, “Ya Rasulullah, siapakah yang tidak mau masuk surga?” Beliau bersabda,

Barangsiapa yang taat kepadaku dia akan masuk surga, dan yang maksiat kepadaku (tidak mengikutiku), dialah orang yang tidak mau (masuk surga).” (H.R. Bukhari)

Ya Allah, ya Rabb kami! Karuniakanlah kepada kami kecintaan kepada rasul-Mu dan berikanlah kepada kami kesempatan untuk mengikuti jejak langkah rasul-Mu, yaitu jalan orang-orang yang tidak sesat dan tidak menyesatkan.

Ya Allah, shalawat kami kepada Nabi Muhammad sepanjang pergantian siang dan malam. Ya Allah, ucapkanlah shalawat kami kepada beliau, sebagaimana orang-orang yang Engkau kasihi mengucapkannya.

Ya Allah, kumpulkanlah kami di surga nanti bersama rasul-Mu dan sejukkanlah mata kami dengan melihat wajahnya yang agung serta berikanlah kami kesempatan untuk minum dari telaga beliau sehingga kami tidak akan haus selamanya. Mudah-mudahan Allah memberikan rahmat dan salam-Nya kepada beliau, keluarga beliau, dan sahabat-sahabat yang mulia tanpa terkecuali.

 

sumber: Lampu Islam

Amalan Memudahkan Masuk Surga dan Terhindar dari Neraka

Dosen di UIN Sunan Gunung Djati Bandung

Dari Mu’az bin Jabal radhiallahuanhu dia berkata : Saya berkata : Ya Rasulullah, beritahukan saya tentang perbuatan yang dapat memasukkan saya ke dalam surga dan menjauhkan saya dari neraka, beliau bersabda: Engkau telah bertanya tentang sesuatu yang besar, dan perkara tersebut mudah bagi mereka yang dimudahkan Allah ta’ala, : Beribadah kepada Allah dan tidak menyekutukannya sedikitpun, menegakkan shalat, menunaikan zakat, puasa Ramadhan dan pergi haji. Kemudian beliau (Rasulullah shollallohu ‘alaihi wa sallam) bersabda: Maukah engkau aku beritahukan tentang pintu-pintu surga ?; Puasa adalah benteng, Sodaqoh akan mematikan (menghapus) kesalahan sebagaimana air mematikan api, dan shalatnya seseorang di tengah malam (qiyamullail), kemudian beliau membacakan ayat (yang artinya) : “ Lambung mereka jauh dari tempat tidurnya….”. Kemudian beliau bersabda: Maukah kalian aku beritahukan pokok dari segala perkara, tiangnya dan puncaknya ?, aku menjawab : Mau ya Nabi Allah. Pokok perkara adalah Islam, tiangnya adalah shalat dan puncaknya adalah Jihad. Kemudian beliau bersabda : Maukah kalian aku beritahukan sesuatu (yang jika kalian laksanakan) kalian dapat memiliki semua itu ?, saya berkata : Mau ya Rasulullah. Maka Rasulullah memegang lisannya lalu bersabda: Jagalah ini (dari perkataan kotor/buruk). Saya berkata: Ya Nabi Allah, apakah kita akan dihukum juga atas apa yang kita bicarakan ?, beliau bersabda: Ah kamu ini, adakah yang menyebabkan seseorang terjungkel wajahnya di neraka –atau sabda beliau : diatas hidungnya- selain buah dari yang diucapkan oleh lisan-lisan mereka. (Riwayat Turmuzi , Hadits hasan shahih)

Dalam Hadits ini, Mu’adz Ibn Jabal Radhiyallahu ‘anhu mengajukan pertanyaan kepada Rasulullah Saw tentang amalan yang dapat membantu seseorang masuk syurga dan terhindar dari neraka. Kisah(asbabul wurud) Hadits ini, ketika Mu’az dan Sahabat lainnya berjalan menuju Tabuk bersama Rasulullah untuk berperang yang terkenal dengan sebutan “ghozwat Tabuk”. Perjalanan itu sangat sulit, jaraknya yang sangat jauh dan jalan yang dilalui tidak nyaman, panas matahari mencekam.

Di awal Hadits tersebut, dalam versi riwayat lain, Muaz menceritakan betapa getirnya perjalanan itu, ketika Mu’az berada paling dekat dengan Rasulullah Saw, lalu ia mendekatkan dirinya dan bertanya tentang pertanyaan tersebut. Hadits ini dan hadits sejenisnya masih banyak, menggambar tentang suatu hal, yakni pandangan hidup ukhrowi yang melekat di kalangan shahabat waktu itu. Pertanyaan-pertanyaan yang mereka ajukan kepada Rasulullah, umumnya bekisar di seputar kerinduan kepada syurga dan kecemasan kepada neraka.  Mereka tidak menanyakan bagaimana supaya cepat kaya.

Lalu jawaban Rasul saw, ialah meyakinkan Mu’adz bahwa persoalan itu sebenarnya mudah dan tak terlalu sulit. Tetapi akan tergantung kepada orang. Mudah bagi siapa dan sulit untuk siapa? Hal itu mudah bagi orang-orang yang diberikan Allah baginya kemudahan untuk mengamalkannya. Namun hal itu akan terasa sulit bagi orang lain. Memang dari isi (contents) jawaban Rasul itu, sepintas lalu terasa mudah, karena itu adalah rukun Islam yang lima.

1). Amal pertama yang disebutkan dalam hadits ini, ialah kebesihan akidah dari segala unsur syirik. Di sini diterangkan hal yang pertama sekali diperhatikan oleh seorang Muslim adalah soal keyakinan akan Allah Swt. Bahwa keyakinan ini harus murni dan bersih dari segala aneka syirik (penyekutuan Allah Swt). Berbagai bentuk Syirik : Di antara bentuk-bentuk syirik, perbuatan yang terkait dengan kuburan atau makam, seperti meminta bantuan dan pertolongan kepada manusia yang sudah meninggal. Atau berkeyakinan bahwa orang yang meninggal dapat memberikan untung dan rugi, karena kedudukannya masa hidupnya sangat dihormati dan diagungkan oleh murid dan pengikutnya.

Ibadaha apapun yang dilakukan seseorang, selama dirinya masih berlumuran dengan syirik, maka ibadah itu akan ditolak. Di dalam al-Quran disebutkan : “Barangsiapa yang mensekutukan Allah swt , maka seluruh amalnya akan punah.”

Menjauhi syirik saja tidaklah cukup, akan tetapi harus dibarengi dengan melaksanakan perintah-perintah Allah Swt yang lain yang terangkum dalam rukun Islam, di antaranya :  2). Menegakkan Shalat. 3). Membayar Zakat, 4). Berpuasa Ramadhan,  5). Menunaikan Haji.

Pintu-pintu Kebajikan :

Di dalam hadits ini Rasul juga menerangkan sejumlah perbuatan yang mulia di mata Allah. Amalan ini sudah jelas berkaitan dengan tujuan pertanyaan semula, yaitu memudahkan seseorang masuk ke dalam syurga dan menjauhkan dari neraka. Ada tiga amal yang disebutkan di dalam potongan hadits ini; puasa, shadaqah dan shalat malam.

1). Puasa. Puasa yang dimaksud di sini tentu tidak sekadar puasa Ramadhan saja. Karena Puasa Ramadhan sudah tertuang pada bagian pertama Hadits ini. Tetapi yang dimaksud di sini adalah puasa tambahan di luar Ramadhan seperti puasa tiga hari setiap bulan Hijriyah, Puasa Senin dan Kamis setiap pekan, Puasa Sya’ban, Puasa enam hari dalam bulan Syawal. Di sini dikatakan, bahwa puasa itu adalah perisai. Perisai di sini artinya adalah tameng atau benteng yang melindungi seseorang dari ancaman musuh. Jadi puasa diibaratkan sebagai perisai yang melindungi orang Mukmin dari maksiat. Sekaligus melindunginya agar tidak masuk ke dalam neraka.

2). Sedekah (shodaqoh). Maksudnya di sini adalah pemberian di luar zakat. Sedekah diibaratkan Nabi seperti air yang memiliki kemampuan memadamkan api. Demikian juga sedekah, mampu menjadi dinding bagi seseorang agar tidak terjerumus ke dalam neraka.

3). Shalat Malam. Shalat Malam adalah salah satu Ibadah yang sangat disukai oleh Allah Swt. Permintaan hamba yang meminta di tengah malam akan dikabulkan oleh Allah Swt, seperti janjiNya yang tertuang di dalam sebuah hadits Qudsiy. Shalat Malam biasa disebut dengan shalat tahajjud atau qiyamullail, lebih mendekati keikhlasan karena jauh dari pandangan orang banyak. Shalat Malam biasanya dilakukan seseorang sendirian, di rumah atau di kamarnya, tiada yang melihat dan mengetahuinya, kecuali dia dan Robb-nya.

Pangkal Agama, Tiang dan Puncaknya Hadits ini juga mengetengahkan tiga istilah (terminologi) :

(1) Pangkal atau induk persoalan agama (ro’su al-amri), adalah Islam. Pada riwayat Ahmad, dikatakan bahwa pangkal agama adalah kesaksian bahwa tiada Tuhan selain Allah semata, tiada sekutu bagiNya, dan bahwa Muhammad Saw adalah hamba dan utusan Allah.” Ungkapan terakhir ini tidak lain adalah dua kalimat syahadah (syahadatain) yang merupakan bukti keislaman seseorang.

(2). Tiang atau Penyangga (‘Amud)nya adalah Shalat. Ungkapan ini sebagai tamsil untuk menerangkan betapa kuat dan kokohnya posisi shalat dalam Islam, ibarat tiang bagi sebuah bangunan. Bangunan apalagi dia tinggi, haruslah memiliki tiang, jika tidak, bangunan itu akan runtuh. Jadi Syahadat yang diucapkan seseorang tidak cukup untuk menjaga keislamannya, akan tetapi harus ditopang oleh shalat. Shalatlah yang akan menjadi penghubung antara hamba denga Robb-nya.

(3). Puncak (yang paling tinggi) dari dien ini adalah jihad. Hadits ini adalah salah satu di antara sekian banyak hadits yang menerangkan kedudukan Jihad yang sangat terhormat, paling tinggi di antara seluruh amal sholeh yang ada.  Belakangan ini kebanyakan kaum Muslimin, bahkan Ulamanya, enggan menyebut kata “jihad”, seolah-olah Jihad merupakan perbuatan jahat dan tercela. Na’uzubillah min dzalik. Kaum Muslimin telah jatuh dalam perangkap musuh Islam yang berusaha menjauhkan terminology jihad dari Islam dan menganggapnya sebagai perbuatan yang tercela. Andaikan mereka terpaksa menyebut Jihad, mereka mencoba lari dari pengertian yang hakiki.

Sering dikatakan Jihad tak usah diartikan sebagai perang, tetapi banyak amal perbuatan yang tergolong dalam jihad. Merekapun mencari-cari rujukan dari perkataan Ulama terdahulu sebagai dalil/alasan untuk mendukung pendapat mereka ini, dengan mengatakan bahwa pengertian Jihad adalah memberantas syirik, mengajarkan ilmu. Ini sudah cukup diartikan sebagai Jihad.

Kita tak boleh lupa bahwa Jihad dalam arti perang itulah yang mampu mengusir Prancis dari Aljazair, mengusir Belanda dari Indonesia, mengusir Itali dari Libya, mengusir Inggris dari Mesir dan India, serta penjajah-penjajah lainnya dari bumi Islam. Pengertian ini tak boleh kita simpangkan ke makna lain, sekalipun tidak dipungkiri bahwa kata Jihad itu maknanya dapat diperluas ke bidang-bidang yang lain yang di sana terdapat suatu perjuangan dan perlawanan, seperti jihad pemikiran.

Salah satu strategi Barat akhir-akhir ini untuk melawan Islam, menempelkan jihad pada terorisme dengan tujuan untuk membuat dunia alergi kepada Islam dan bahkan membencinya. Jihad dan terorisme merupakan dua perbuatan yang berbeda secara total. Jihad adalah perbuatan mulia dan terhormat, sedang terorisme adalah perbuatan tercela dan penakut.

Bahaya Mulut

Di dalam Hadits ini, Rasulullah mengingatkan kepada Mu’az suatu hal yang sering disepelekan banyak orang, yaitu bahaya lidah/mulut. Rasulullah menyebut sikap mawas diri terhadap bahaya lidah sebagai ‘kendali semua itu’. Bahkan Rasulullah sebagai bentuk penekanan yang sangat tajam, mengambil lidahnya seraya berkata : “Jaga yang satu ini.” Rasul mengingatkan dengan serius dan menerangkan bahwa kebanyakan orang terjerumus ke dalam neraka, disebabkan oleh karena lidahnya.

Tentu saja yang dimaksud di sini, penggunaan lidah untuk perbuatan yang menimbulkan dosa dan murka Allah swt seperti berbohong, memfitnah, menggosip, menggunjing, memaki, mengejek, menghina dan sejenisnya. Di dalam sebuah Hadits lain diterangkan, bahwa seseorang gara-gara mengeluarkan ucapan yang membuat Allah menjadi murka, akan dilemparkan kelak ke dalam neraka dan mendekam selama empat puluh tahun di neraka itu. Bukankah hadits ini membuat kita menjadi takut untuk berbicara sembarangan? Sedangkan penggunaan lidah untuk perbuatan mulia, seperti menasehati orang, menunjuki orang ke jalan yang benar, berdakwah, emmbaca al-Qur’an, membantah kebatilan yang dilontarkan oleh musuh Islam, justru menuai pahala dan ridho Allah Swt. Mari jaga lidah masing-masing. []

 

sumber: Suara Islam

3 Syarat Menuju Surga

Dalam kitab sahihnya, Imam Muslim menyebutkan sebuah hadis riwayat dari Abu Hurairah RA yang menyatakan, Rasulullah SAW pernah bersabda kepada para sahabat, “Kalian tidak akan masuk surga sampai kalian beriman, dan kalian tidak akan beriman sampai kalian saling mencintai antarsesama. Maukah kalian, aku tunjukkan suatu perbuatan, jika kalian melakukannya maka kalian akan saling mencintai, yaitu tebarkan salam di antara kalian.”

Hadis ini menegaskan, syarat-syarat yang harus dilakukan seseorang jika ingin masuk surga dan syarat-syarat ini saling berkelindan antara yang satu dengan yang lain.

Pertama, orang tersebut harus beriman. Iman dalam arti yang sesungguhnya, yaitu mempercayai adanya Allah SWT dan meyakini bahwa Allah merupakan Tuhan alam semesta, Yang Maha Pencipta dan Mahakuasa atas segalanya. Percaya adanya malaikat-malaikat Allah dan meyakini bahwa mereka tidak pernah membangkang kepada Allah dan selalu melaksanakan semua perintah-perintah-Nya.

Percaya bahwa Allah menurunkan kitab suci sebagai pedoman bagi umat manusia agar mereka selamat di dunia dan akhirat. Percaya bahwa Allah mengutus para nabi dan para rasul untuk membimbing umatnya ke jalan yang benar. Percaya akan adanya hari kiamat dan kehidupan-kehidupan setelahnya sebagai hari pembalasan. Dan, percaya akan qadha dan qadar yang telah Allah tentukan bagi segenap makhluk-Nya.

Kedua, saling mencintai antarsesama. Ini merupakan syarat seseorang untuk bisa beriman. Karena, tanpa adanya syarat ini, seseorang tidak bisa disebut beriman. Mencintai sesama maksudnya adalah memperlakukan orang lain sama dengan dirinya.

Jika ia senang diperlakukan dengan baik oleh orang lain maka senyatanya orang lain juga ingin diperlakukan dengan baik pula olehnya. Demikian juga sebaliknya, ketika ia tidak ingin diperlakukan buruk oleh orang lain maka orang lain juga tidak ingin mendapat perlakukan yang tidak baik darinya.

Dalam hadis yang lain disebutkan, “Tidak beriman seseorang dari kalian sampai ia mencintai sesuatu untuk orang lain, sebagaimana ia mencintainya untuk dirinya sendiri.” (HR Bukhari). Bahkan, dalam hadis yang diriwayatkan dari Abu Syuraih Nabi Muhammad sampai bersumpah tiga kali, “Demi Allah tidak beriman, demi Allah tidak beriman, demi Allah tidak beriman!” Para sahabat bertanya, “Siapa wahai Rasulullah?” Nabi menjawab, “Orang yang membuat orang-orang dekatnya tidak aman dari keburukannya.” (HR Bukhari).

Dari berbagai hadis ini, syarat agar seseorang mendapat kesempurnaan iman maka ia harus mencintai antarsesama manusia, bahkan sesama makhluk Allah. Dan, di antara bukti kecintaan seseorang pada orang lain adalah ia memperlakukan orang lain sebagaimana ia ingin diperlakukan oleh orang lain.

Ketiga, menyebarkan salam. Ini merupakan petunjuk dari Nabi agar seseorang bisa mencintai antarsesama manusia. Menyebarkan salam maksudnya setiap bertemu orang mengucapkan, “Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh” yang artinya kita mendoakan mereka, “Semoga keselamatan, rahmat Allah, dan berkahnya tercurah pada kalian!”

Jika ada orang yang setiap bertemu orang lain selalu menyampaikan pesan damai ini maka orang yang ada di sekitarnya akan merasa aman, nyaman, dan damai. Sehingga, orang tersebut akan dicintai oleh masyarakat sekitarnya.

Dan, jika ketiga syarat ini terpenuhi, yaitu menyebarkan salam, saling mencintai antarsesama, dan mendasari keduanya dengan keimanan maka ia pantas masuk surga dengan damai.

Oleh: Abdul Syukur

 

Sumber: Republika Online

Adakah Muslim yang Mendustakan Islam?

Nikmat terbesar yang Allah SWT berikan kepada umat ini adalah agama Islam. Allah hadirkan Islam untuk kita sebagai penerang jalan dan rambu menuju kebahagiaan dunia dan akhirat. Dengan Islam kita mengenal hakikat hidup, dengan Islam kita mengetahui cara mengisi hidup, dan dengan Islam kita mengetahui tujuan hidup.

“Pada hari ini Kusempurnakan untukmu agamamu, Kusempurnakan nikmat-Ku padamu, dan aku rela Islam menjadi agama-Mu.” (QS al-Maidah: 3).

Hanya saja tidak semua orang bisa menerima Islam. Banyak di antara mereka yang tidak siap dan tidak percaya kepada agama Islam. Kalau sikap ingkar dan mendustakan agama ini dilakukan oleh orang-orang kafir, tidak ada yang aneh. Namun, kalau sikap mendustakan tersebut dilakukan oleh mereka yang mengaku Muslim, ini yang aneh.

Pertanyaannya, adakah Muslim yang mendustakan agama Islam? Jawabannya ada, bahkan banyak. Sebagian mendustakan dengan lisan dan sebagian lagi mendustakan dengan amal. Sangat sering kita menjumpai Muslim yang tidak mau taat dan patuh pada ajaran agama. Inilah yang disebut mendustakan agama. Mengaku Muslim, tetapi ucapan, gerak-gerik, tingkah laku, dan amal perbuatannya jauh dari nilai-nilai Islam.

Sebagai contoh dalam surah al-Ma’un, Allah SWT memberikan satu gambaran sekaligus meluruskan persepsi tentang model orang yang mendustakan agama. Allah memulai dengan sebuah pertanyaan, “Apakah engkau pernah melihat orang yang mendustakan agama?” Barangkali sebagian menduga yang mendustakan agama adalah yang kafir atau yang tidak mau melakukan ibadah mahdah seperti shalat, puasa, zakat, dan seterusnya. Ternyata bukan itu.

Orang yang kafir dan tidak mau melakukan ibadah mahdah sudah jelas menyimpang dan sesat. Namun, ada bentuk mendustakan agama yang kadang tidak terlintas dalam benak manusia. “Yaitu orang yang menghardik anak yatim. Serta yang tidak menganjurkan memberi makan kepada fakir miskin.”

Jadi dikatakan mendustakan agama orang yang tidak punya perhatian kepada sesama; yang tidak mau membantu orang yang membutuhkan; yang tidak iba dan tidak tergerak perasaannya untuk menolong.

Pertama-tama, anak yatim disebutkan secara khusus, bukan dhuafa secara umum, karena mereka adalah golongan yang paling membutuhkan perhatian dan kasih sayang. Mereka ditinggal ayahnya saat masih kecil. Sudah sepantasnya kalau kita memberikan perhatian dan kasih sayang kepada yatim.

Sampai-sampai Rasul SAW bersabda, “Aku dan orang yang mengasuh yatim akan seperti ini (sembari menyandingkan jari telunjuk dan tengahnya) di dalam surga.” (HR al-Bukhari). Nah, orang yang mendustakan agama, jangankan memberikan perhatian, mereka malah menghardik, bersikap kasar, dan menelantarkan anak yatim.

Selanjutnya, orang yang mendustakan agama adalah yang tidak menganjurkan memberi makan kepada fakir miskin. Allah tidak mengatakan orang yang mendustakan agama adalah yang tidak memberi makan kepada fakir miskin, namun “tidak menganjurkan”.

Sebab, bisa jadi mereka memang tidak memiliki harta yang cukup atau makanan berlebih yang bisa diberikan kepada yang lain. Namun, dalam kondisi demikian, mereka masih bisa menjadi perantara dan sarana kebaikan dengan meminta orang lain yang mampu untuk membantunya. Ini seperti yang dilakukan oleh Rasul SAW saat tidak punya makanan. Beliau masih berusaha membantu dengan menanyakan sahabat, siapa di antara mereka yang dapat menjamu tamu beliau yang lapar. Begitulah akhlak Muslim.

Setelah itu, dalam surat al-Ma’un, Allah SWT berbicara tentang orang shalat yang diancam celaka, yaitu yang shalatnya hanya dikerjakan secara formalitas dan ria, tanpa penghayatan dan tidak sesuai tuntunan. Apalah artinya shalat yang tidak mendatangkan kebaikan dan perbaikan akhlak?

Kesimpulannya, agama ini adalah agama rahmah, agama kasih sayang; tidak hanya sekadar shalat dan ibadah. Cukup dikatakan mendustakan agama orang yang tidak memiliki kasih sayang. Nabi SAW bersabda, “Kasih sayang tidak dicabut kecuali dari orang yang celaka.” (HR Abu Daud).

 

 

Oleh: Fauzi Bahreisy

sumber: Republika Online

Ketua Komisi Pengawas Haji Indonesia Tutup Usia

Innalillahi wa inna ilaihi rajiun. Ketua Komisi Pengawas Haji Indonesia (KPHI) KH Slamet Effendi Yusuf meninggal dunia pada Rabu (02/12) pukul 23.00 WIB di Bandung. Kepastian tentang kabar wafatnya almarhum diperoleh dari Ketua PBNU Sulton Fathoni.

“Benar. Pak Slamet wafat di Bandung semalam, pukul 23.00 WIB,” jelasnya saat dikonfirmasi melalui telepon, Kamis (03/12) pagi.

Jenazah almarhum saat ini disemayamkan di rumah duka, Kompleks Perumahan Citra Gran, Castle Garden Blok H-5 No. 18 Cibubur Jakarta Timur dari jam 06.00 – 12.00 WIB. Janazah almarhum rencananya akan dimakamkan di kampung halamannya di Purwokerto.

“Saya sungguh terkejut menerima kabar wafatnya. Semoga Allah SWT mengampuni salah dan khilafnya, serta berpulang dengan hati puas lagi diridlai-Nya,” tutur Menag Lukman Hakim Saifuddin usai menerima kabar duka wafatnya almarhum yang saat ini tercatat juga sebagai Wakil Ketua Umum PB Nahdlatul Ulama.

Semasa hidupnya, almarhum dikenal sebagai aktivis. Beliau tercatat sebagai Ketua Umum GP Anshor Nahdlatul Ulama selama dua periode. Selain itu, almarhum juga pernah menjadi anggota DPR  RI dan Pengurus MUI Pusat. Selain sebagai ketua KPHI, belum lama ini almarhum juga dipercaya sebagai Dewan Pembina Ikatan Persaudaraan Haji Indonesia (IPHI).

Semoga amal ibadah almarhum diterima di sisi Allah SWT dan diampuni segala kekhilafannya. Al-Fatihah. (humas/mkd)

 

sumber: Portal Kemenag

Innalillahi, Waketum PBNU Slamet Effendy Yusuf Wafat

Wakil Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU), KH Slamet Effendy Yusuf dikabarkan meninggal dunia, Rabu (2/12) malam di Bandung, Jawa Barat. Effendy Yusuf meninggal di usia 67 tahun.

Berdasarkan keterangan dari Wakil Ketua Lembaga Penyuluhan dan Bantuan Hukum Pengurus Besar Nahdatul Ulama (PBNU), Rofiqul Umam Ahmad, Slamet menghembuskan nafas terakhir di Bandung saat sedang mengikuti acara lembaga pengkajian MPR.

“Assalamualaikum, Inna lillahi wa inna ilaihi rojiun. Telah berpulang ke Rahmatullah Bapak KH Slamet Effendy Yusuf di Bandung beberapa menit lalu. Beliau tengah mengikuti kegiatan Lembaga Pengkajian MPR. Mohon berkenan meneruskan kabar ini. Terima kasih dan salam takzim kami. Wassalam,” tulis Rofiqul Umam Ahmad dalam pesan yang diterima Republika.co.id, Kamis (3/12).

Tapi belum diketahui apa penyebab kematian pria kelahiran Purwokerto pada 12 Januari 1948 itu. Slamet pernah menjabat Ketua MPR-RI periode 1988-1993 dan anggota DPR-RI periode 1992-2009 dari Partai Golkar. Ia pernah menjabat sebagai ketua DPP. Ia juga sempat menjabat Ketua PBNU periode 2010-2015 dan Ketua MUI pada periode 2009-2014.

Putri-Putri Rasulullah

Dalam kultur masyarakat jahiliah, melahirkan anak perempuan dianggap sebagai suatu bencana. Ibu adalah pembawa aib dan bencana bagi keluarga, kabilah, dan sukunya. Karenanya, mereka mengubur bayi-bayi perempuan mereka hidup-hidup. Hal ini sudah menjadi pemandangan sehari-hari yang sangat menyakitkan dan menyesakkan dada orang-orang yang sehat akalnya.

 

Banyak di antara mereka yang melakukannya karena terpaksa. Mereka takut tercoreng nama baiknya karena memiliki bayi perempuan. Sehingga pada prakteknya, anak perempuan yang baru lahir itu ditunggu sampai berumur kira-kira 6 tahun, kemudian diberi pakaian yang indah dan dirias agar tampak cantik. Kemudian anak perempuan itu akan diajak ke gurun oleh ayahnya untuk menggali lubang. Setelah lubangnya agak dalam, anak yang tak berdosa itu disuruh masuk dengan alasan untuk bermain-main. Dan selanjutnya, sulit dibayangkan apa yang terjadi. Si ayah pun mengubur anak perempuannya hidup-hidup.

Di tengah-tengah masyarakat yang seperti inilah, Nabi Muhammad shalallahu ‘alaihi wassalam diutus dengan membawa agama yang mengajarkan bahwa perempuan wajib dihormati, baik sebagai istri, ibu, saudara, atau anak. Sejak sebelum diangkat menjadi rasul, Rasulullah telah memperlihatkan kepada masyarakatnya betapa anak perempuan juga punya hak untuk mengecap kasih sayang orangtuanya sebagaimana anak laki-laki.

Kalau tiba-tiba datang Fatimah, putrinya, Rasulullah dengan mesra menuntunnya dan menciumnya. Beliau kemudian menggendongnya sambil bercanda mesra dan mendudukkannya di pangkuannya. Ketika kedua putrinya, Ummu Kultsum dan Ruqayyah diceraikan oleh Utbah dan Utaibah (anak dari Abu Lahab), dimana Abu Lahab menyuruh mereka bercerai secara paksa, Rasulullah sabar menghadapi kenyataan ini. Ditambah lagi Allah telah menyatakan “perang” terhadap Abu Lahab dengan firman-Nya, “Tabbat yadaa Abi Lahab…” Nabi Muhammad tidak bergeming walau hatinya perih merasakan bagaimana putrinya berpisah dengan suaminya karena terpaksa. Beliau tetap setia dalam berdakwah, sampai akhirnya Allah memberi jalan keluar yaitu hijrah.

Di antara gambaran kemesraan Nabi Muhammad dengan putri-putrinya adalah riwayat dari Aisyah yang berkata, “Kami istri-istri Rasulullah berkumpul di rumah beliau, tiba-tiba datang Fatimah berjalan persis seperti berjalannya Rasulullah. Begitu Rasulullah melihatnya, beliau menyambutnya dengan gembira seraya berkata, ‘Selamat datang putriku’, kemudian mendudukkannya di samping beliau.”(H.R. Muslim)

Sebagai ungkapan sayang, seringkali Rasulullah mengunjungi putri-putrinya dan menanyakan perihal keadaan mereka. Pernah suatu hari Fatimah datang, mengadukan kehidupannya yang miskin. Tangannya lecet karena menumbuk gandum, sedangkan dia tidak punya pembantu.

Ketika Fatimah dan suaminya sudah siap-siap untuk tidur, Rasulullah mendatangi mereka sehingga keduanya bangun. Namun Rasulullah mencegahnya, kemudian beliau duduk di antara mereka dan berkata,

Kutunjukkan pada kalian sesuatu yang lebih baik dari pembantu. Kalau kalian akan tidur, bertakbirlah sebanyak 34 kali, bertasbih sebanyak 33 kali, dan bertahmidlah 33 kali. Nah… ini lebih baik buat kalian dari sekadar pembantu.” (H.R. Bukhari)

Rasulullah adalah contoh terbaik dalam keteguhan dan kesabaran. Bagaimana tidak, ketika putra-putrinya meninggal, beliau tetap tabah. Tidak meratap, menyobek baju, atau melakukan upacara belasungkawa sebagaimana tradisi jahiliyah.

 

sumber: Lampu Islam

Cara Mencari Rezeki Pun Harus Halal

Oleh: Erdy Nasrul

Harta yang haram tidak membawa keberkahan.

Konsumsi haram ternyata tidak terbatas pada hilir, tetapi juga menyangkut hulu. Bila proses pencarian harta tersebut menggunakan cara-cara yang haram, apa pun yang dikonsumsi ataupun dipakai dalam kesehariannya bisa dinyatakan haram.

Sebab, menurut Imam Besar Masjid Istiqlal Jakarta, Prof Ali Mustofa Yaqub, haram itu bukan hanya bersifat internal (lidzhatihi) lantaran mengandung unsur keburukan (khabits), atau terdapat zat berbahaya (dharar), baik membahayakan akidah, kesehatan jasad, jiwa, dan lainnya.

Apabila mengandung najis maka sesuatu bisa menjadi haram. Ada juga haram eksternal atau (lighairihi). Ini berkaitan dengan cara memperolehnya.

Pakar hadis ini menguraikan sejumlah kriteria proses perolehan rezeki yang bisa berakibat fatal, yakni keharaman harta yang diperoleh.

Antara lain, riba, judi, suap, merugikan atau menzalimi orang lain, penipuan (gharar), tidak terdapat unsur maksiat, dan bukan perkara haram. “Jika cara perolehannya tidak mengandung salah satu dari tujuh unsur tadi maka itu halal,” ujarnya.

Pengasuh Pesantren Daarussunah Ciputat, Tangerang Selatan, ini menjelaskan menjaga diri dari yang haram merupakan keharusan.

Ada tiga hikmah yang diperoleh berkaitan dengan larangan mengonsumsi yang haram. Mengonsumsi yang haram mengakibatkan ibadah tertolak.

Ini seperti penegasan hadis riwayat Muslim dari Abu Hurairah. Seorang musafir yang dengan kondisi memprihatinkan berdoa, tetapi doanya tidak terkabul.

Lantaran, kata Rasulullah SAW, pakaian yang dikenakan berdoa hasil dari perbuatan haram. “Jika doa yang inti ibadah saja tidak diterima apalagi lainnya,” kata Ali.

Selain itu, sanksi mengonsumsi perkara haram adalah api neraka. Hal ini seperti ditegaskan hadis riwayat Turmudzi. Rasul menyatakan, setiap kerak daging ditumbuhkan dari makanan haram maka tempatnya pasti neraka.

Analisisnya, daging yang seperti itu bahan bakunya haram.  “Diajak ibadah berat, tetapi bermaksiat gampang,” ujarnya.

Ketua Forum Pemuda Lintas Agama KH Abdul Rojak menyatakan mencari rezeki halal berarti mencari sesuatu yang bermanfaat dan tidak menyalahi aturan saat mendapatkannya.

Sejumlah ayat Alquran dan hadis menyerukan keharusan mencari rezeki yang halal. Seperti, surah al-Baqarah ayat 168. “Hai sekalian manusia, makanlah yang halal lagi baik dari apa yang terdapat di bumi.”

Sedangkan, hadis Rasul riwayat Muslim dari Ibnu Miqdam menyatakan, tidak ada yang lebih utama dari apa yang dimakan, kecuali bersumber dari hasil kerja kerasnya sendiri.

Menurut Sekretaris Umum MUI Tangsel ini, rezeki yang halal tentu membawa ketenangan bagi yang memanfaatkannya.

Penggunaan rezeki yang halal itu memunculkan rasa tenang, tidak takut, atau waswas. “Ini yang penting,” ujar Wakil Ketua Yayasan ar-Rahmaniyah ini.

Rezeki yang halal tentu akan membawa keberkahan. Berkah itu semakin bertambahnya rezeki. Rojak menyatakan, manfaat rezeki bukan terletak pada besar kecilnya, melainkan kehalalan dan keberkahan.

Rezeki yang tidak halal tidak akan membawa berkah. Harta hasil korupsi misalkan, pasti akan habis ketika diusut aparat penegak hukum.

Rojak menyatakan jika telanjur mengonsumsi yang haram maka harus dilihat keharamannya. Jika yang haram itu memang dari zatnya maka harus dimuntahkan ketika disadari makanan itu haram. Jika telanjur dikonsumsi, harus bertobat.

Jika barang yang dimanfaatkan adalah haram karena cara memperolehnya maka harus mendatangi pemiliknya. Kemudian, meminta maaf kepada pemiliknya. Setelah itu, bertobat. Ini penting karena yang haram ini besar dampaknya.

 

sumber: Republika Online

Melangkah Terus Bersungguh Mencari Rezeki

Oleh Widdi Aswindi

Teh manis dingin, di tengah terik yang lembab khas milik wilayah ekuator, memberikan kesegaran yang pas dan perlu.

Menunggu sahabat untuk berdiskusi berbagai hal, utamanya tentu peluang bisnis apa yang harus dikerjakan. Semua manusia di muka bumi ini memang diwajibkan untuk mencari rezeki dan bersyukur. Tidak terkecuali bagi siapapun.

Indahnya mencari rejeki adalah pengharapan pada ketidakpastian di satu sisi dan kesiapan serta kesungguhan di sisi lain. Singkatnya, berhati-hatilah jika diri kita sudah terjebak pada kenyamanan seakan-akan sesuatu atau diri kita sudah pasti.

Kenyamanan akan kepastian akan membuat tumpul otak dan kreatifitas bahkan memastikan aktifitas sebagian anggota tubuh. Hehehe….

Saya yakin semua teman dan sahabat saat inipun sedang bergelut dengan ketidakpastian seperti saya ini. Walau target ketidakpastian itu beragam, ada yang merasa dan mengusahakan dari mulai ribu bahkan mungkin triliun. Apapun itu semoga semua sahabat di berikan kemudahan dan kelancaran, dan mengakhirinya dengan senantiasa bersyukur.

Indonesia berharap dan selalu membutuhkan, manusia-manusia yang terus bergerak dalam ketidakpastian yang dinamis, menyempurnakan segala hal di berbagai bidang dan levelnya. Hingga pada akhirnya kita sampai pada kesempurnaannya.

Selamat meneruskan pekerjaan dan pencarian ketidakpastian, setelah makan siang yang masuk ke perut kita masing-masing.

 

sumber: Republika Online