Ingin Rezeki Berlimpah? Jalankan Kebiasaan Ini

Persoalan rezeki menjadi bagian terpenting dari yang dicari manusia saat ini. Orang berlomba- lomba mencari kelebihan penghasilan untuk memenuhi keinginan hidup.

Nah, untuk yang sedang menggapai keberkahan rezeki tetapi belum juga sempurna seperti yang diinginkan, ada baiknya ikuti panduan berikut untuk menyempurnakan keberkahan rezeki Kita. Beberapa poin di bawah ini merupakan intisari cara membuka pintu rezeki yang redaksi sarikan dari situs muslim Al-Sofwah merujuk sumber Kitab “Al Asbab al Jalibah lir Rizqi”, al-qism al-ilmi Darul Wathan.

1. Takwa Kepada Allah

Takwa merupakan salah satu sebab yang dapat mendatangkan rizki dan menjadikannya terus bertambah. Allah Subhannahu wa Ta”ala berfirman, artinya, “Barangsiapa yang bertaqwa kepada Allah niscaya Dia akan mengadakan baginya jalan ke luar. Dan memberinya rezki dari arah yang tidada disangka-sangkanya.” (At Thalaq 2-3)

2. Istighfar dan Tobat

Termasuk sebab yang mendatangkan rizki adalah istighfar dan tobat, sebagaimana firman Allah yang mengisahkan tentang Nabi Nuh Alaihissalam, “Maka aku katakan kepada mereka: “Mohonlah ampun kepada Rabbmu, sesungguhnya Dia adalah Maha Pengampun” niscaya Dia akan mengirimkan hujan kepadamu dengan lebat, dan membanyakkan harta dan anak- anakmu, dan mengadakan untukmu kebun-kebun dan mengadakan (pula di dalamnya) untukmu sungai-sungai.” (QS. 71:10-12).

Al-Qurthubi mengatakan, “Di dalam ayat ini, dan juga dalam surat Hud (ayat 52,red) terdapat petunjuk bahwa istighfar merupakan penyebab turunnya rizki dan hujan.”

3. Tawakkal Kepada Allah

Dan barangsiapa yang bertawakkal kepada Allah niscaya Allah akan mencukupkan (keperluan)nya.” (QS. 65:3)

4. Silaturrahim

Ada banyak hadits yang menjelaskan bahwa silaturrahim merupakan salah satu sebab terbukanya pintu rizki, di antaranya adalah sabda Nabi Muhammad Saw sebagai berikut:

“Dari Abu Hurairah ra berkata, “Aku mendengar Rasulullah Shalallaahu alaihi wasallam bersabda, “Siapa yang senang untuk dilapangkan rizkinya dan dipanjangkan umurnya maka hendaklah menyambung silaturrahim.” (HR Al Bukhari).

5. Infaq fi Sabilillah

Allah swt berfirman, artinya, “Dan barang apa saja yang kamu nafkahkan, maka Allah akan menggantinya dan Dia lah Pemberi rezki yang sebaik-baiknya.” (QS. 34:39).Ibnu Katsir berkata, “Yaitu apa pun yang kamu infakkan di dalam hal yang diperintahkan kepadamu atau yang diperbolehkan, maka Dia (Allah) akan memberikan ganti kepadamu di dunia dan memberikan pahala dan balasan di akhirat kelak.”

 

6. Menyambung Haji dengan Umrah
Berdasarkan pada hadits Nabi Shalallaahu alaihi wasalam dari Ibnu Mas”ud Radhiallaahu anhu dia berkata, Rasulullah Shalallaahu alaihi wasalam bersabda, artinya, “Ikutilah haji dengan umrah karena sesungguhnya keduanya akan menghilangkan kefakiran dan dosa sebagaimana pande besi menghilangkan karat dari besi, emas atau perak, dan haji yang mabrur tidak ada balasannya kecuali surga.” (HR. at-Tirmidzi dan an- Nasai, dishahihkan al-Albani).

Maksudnya adalah, jika kita berhaji maka ikuti haji tersebut dengan umrah, dan jika kita melakukan umrah maka ikuti atau sambung umrah tersebut dengan melakukan ibadah haji.

7. Berbuat Baik kepada Orang Lemah

Nabi SAW telah menjelaskan bahwa Allah akan memberikan rizki dan pertolongan kepada hamba-Nya dengan sebab ihsan (berbuat baik) kepada orang-orang lemah.

Beliau bersabda, artinya, “Tidaklah kalian semua diberi pertolongan dan diberikan rizki melainkan karena orang-orang lemah diantara kalian.” (HR. al-Bukhari)

8. Serius di dalam Beribadah

Diriwayatkan dari Abu Hurairah Radhiallaahu anhu, dari Nabi Shalallaahu alaihi wasalam bersabda, “Allah Subhannahu wa Ta”ala berfirman, artinya, “Wahai Anak Adam bersungguh- sungguhlah engkau beribadah kepada Ku, maka Aku akan memenuhi dadamu dengan kecukupan dan Aku menanggung kefakiranmu.

Jika engkau tidak melakukan itu maka Aku akan memenuhi dadamu dengan kesibukan dan Aku tidak menanggung kefakiranmu.”

 

Nah, poin-poin di atas bisa dijalankan jika kita ingin segera meraih kelapangan dan keberkahan rezeki. Tidak percaya? silahkan diamalkan dengan niat ikhlas dan tulus. Lalu lihat apa yang terjadi setelah itu! (*)

 

 

sumber: Aceh TribunNews

Inilah 10 Dosa yang Menghalangi Rezeki

Setiap manusia bahkan setiap makhluk melata di muka bumi ini pasti diberi rezeki oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala.

وَمَا مِنْ دَابَّةٍ فِي الْأَرْضِ إِلَّا عَلَى اللَّهِ رِزْقُهَا

Dan tak ada satupun makhluk melata di bumi kecuali Allah-lah yang memberikan rezekinya (QS. Hud: 11)

Namun ada kalanya seorang muslim seret rezekinya. Misalnya bertahun-tahun tidak mendapat penghasilan padahal telah berusaha. Mencari pekerjaan nggak dapat-dapat. Buka usaha selalu rugi. Bisa jadi itu ujian, namun jika pernah melakukan salah satu dari 10 dosa ini, menurut Ustadz Yusuf Mansur itu adalah hukuman yang harus bertaubat dulu kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala.

Berikut ini adalah 10 dosa yang menghalangi rezeki:

  1. Syirik kepada Allah, menyekutukan Allah
  2. Meninggalkan atau melalaikan shalat
  3. Berbuat zina
  4. Durhaka kepada orangtua
  5. Memakan uang haram
  6. Berjudi
  7. Minum khamr atau minuman keras
  8. Memutuskan silaturahim
  9. Suka ghibah
  10. Kikir alias pelit

Jika 10 dosa itu tidak pernah dilakukan tetapi rezekinya terkesan sulit alias seret, insya Allah itu adalah ujian dari Allah sebagaimana anak yang tak pernah melakukan kesalahan ia mengikuti ujian untuk naik kelas. Dari kelas 4 ke kelas 5, dari kelas 5 ke kelas 6, dari kelas 6 lulus SD menuju SMP.

Jika ujian, maka solusinya hanya sabar. Namun jika pernah melakukan salah satu dari 10 dosa penghalang rezeki tersebut, langkah pertama adalah bertaubat. Taubat nasuha. Taubat sungguh-sungguh terlebih dahulu, menyesal dan tidak akan mengulanginya. Setelah itu baru sabar. Insya Allah dengan demikian rezeki kembali lancar.

 

[Ibnu K/Bersamadakwah]

Ibnu Sina, Banyak Kaum Muslimin Yang Kagum Padanya, Tahukah Anda, Apa Akidahnya?

Benarkah Ibnu Sina Adalah Ilmuwan Muslim?

Dalam Majallah Al-Muslimun nomor 247 dimuat resensi buku yaitu “Ibnu Sina sosok Ilmuwan Muslim”. Penulis resensi buku itu tidak mengertisiapa sebenarnya Ibnu Sina? Kalau kita ingin menulis makalah tentang syakhshiyyah (pribadi seseorang) lebih dahulu kita harus merujuk kitab-kitab yang dikarang oleh Ulama-ulama Islam yang terdahulu yang masyhur, apa kata mereka tentang pribadi seseorang, baru kita pakai sebagai penguat itu ialah ucapan pam ulama yang belakangan. Kita lebih percaya kepada para Salafush-shalih dan orang yang mengikuti jejak mereka ketimbang ulama yang belakangan yang telah banyak menyimpang dari Manhaj mereka.

Para penulis yang memuji Ibnu Sina kebanyakan dari ahli filsafat dan Orientalist serta para ahli kedokteran, oleh karena itu semua buku yang menulis tentang Ibnu Sina selalu mereka merujuk kepada buku-buku Orientalist dan ahli filsafat. Mereka memuji Ibnu Sina karena kekaguman mereka terhadap karya-karyanya, di antara bukunya yang terkenal ialah “al-Qa-nuun fit-Thibb”(Canon of Medicine / Konstitusi ilmu kedokteran).

Kita harus ingat, bahwa pujian yang mereka lontarkan tentunya mempunyai tujuan untuk merusak Islam, karena Ibnu Sina seorang ahli filsafat di samping ia ahli kedokteran dan buku-bukunya tentang filsafat sudah beredar di mana-mana. Dengan pujian dan menganggap ia sebagai seorang “Muslim” membuat kaum Muslimin berusaha membaca karya-karanya tentang filsafat yang isinya adalah racun bagi ummat Islam, sesat dan menyesatkan.

IBNU SINA BIOGRAFI DAN AQIDAHNYA
Ibnu Sina (Avicenna) lahir pada bulan Shafar lahun 370 Hijriyyah / 980 M wafat tahun 1037 M, sejak masa remaja ia sudah kagum dcngan ilmu filsafat, ia banyak mengambil ilmu filsafat dari Ariestoteles. Filsafat ini dikembangkan oleh Ibnu Sina.

Filsafat yang dianut olch Ariestoteles dan Ibnu Sina menurut ahli filsafat merupakan filsafat yang sangat-sangat aneh, karena keduanya berpendapat bahwa alam ini ada sebelum adanya (Allah),sedangkan para filosof sebelumnya berkata Bahwa alam ini baru (diciptakan), dan penciptanya ada. (Ighatsatul-Lahafan hal: 257).

Ariestoteles dan lbnu Sina berpendapat bahwa Allah Subhana wa Ta’ala tidak mempunyai kekuasaan apa-apa dan tidak mengetahui sesuatu dan keduanya tidak beriman kepada Malaikat.

Malaikat menurut mereka adalah khayalan para Nabi yang berupa cahaya.
Malaikat tidak bergerak, tidak naik, tidak turun, tidak berbicara, tidak menulis amal-amal hamba, tidak berpindah-pindah, tidak shalat, tidak rnencabut nyawa, tidak menulis rezeki, ajal dan amal, tidak ada di kanan dan di kiri manusia dll.
Scmua ini menurut Ibnu Sina tidak ada hakikatnya.
(Lihat: lghatsatul-Lahafan II : 261)

Mereka tidak percaya kepada kitab-kitab yang diturunkan Allah Subhana wa Ta’ala melalui Malaikat, karena dia tidak bisa berkata apa-apa dan tidak akan berkata dan Malaikat tidak boleh berkata-kata. (ibid : 262).

KEYAKINAN IBNU SINA YANG SESAT TENTANG NABI DAN RASUL
Rasul-Rasul dan Nabi-nabi menurut Ibnu Sina adalah bualan semata dan bukan utusan dari Allah Subhana wa Ta’ala. Para Nabi dan Rasul mempunyai 3 karakteristik, jika hal ini ada maka ia (menurut dia Ibnu Sina.ed) Nabi :

1. Kekuatan menduga (mengetahui perkara berdasarkan pcrkiraan) hingga ia tahu dengan cepat batas pertengahan dari Sesuatu.

2. Kekuatan mengkhayal, seperti para Nabi mengkhayalkan bentuk cahaya serta cahaya itu dapat bercakap dengan dia dan ia dapat mendengar (cahaya yang dimaksud ialah Malaikat).

3. Kekuatan untuk mempengaruhi orang, dan ini dilakukan semata-mata dengan jiwa.

Semua ini bisa dilakukan dengan usaha.
Ibnu Sina berkata : “Filsafat itu merupakan kenabian khusus, adapun kenabian adalah merupakan filsafat umum.”

(Lihat : Kitab lghatsatul Lahafan min Mashayidis Syaithan II hal: 262 oleh Al-Imam Ibnul Qayyim al-Jauziyyah, tahqiq Muhammad Hamid al-Faqiy cet. Darul Ma’rifah-Beirut ; dan Kitab al’Aqa-’id al-Bathiniyyah wa hukmul Islam fiiha hal : 247-248 oleh Dr. Shabir Tha’iimah cet. Maktabah ats-Tsaqafiyyah-Beirut).

PANDANGAN IBNU SINA TENTANG HARI KIAMAT
lbnu Sina dalam bukunya “ar-Risalah al-Adhhawiyyah fi Amril Ma’ad” (cet. Darul Fikr al-’Arabiy-Kairo th. 1368 H / 1949 M) ia berkeyakinan tidak beriman kepada pecahnya langit, berhamburannya bintang-bintang, bangkitnya manusia dengan jasadnya, dan tidak percaya bahwa Allah ‘Azza wa Jalla mengadakan alam ini dari tidak ada menjadi ada. Ia berkeyakinan alam ini Azaliy (lihat Dar’u Ta’arudhui ‘Aql wan Naql V:10 oleh Sayikhul Islam Ibnu Taimiyyah, Tahqiq Dr. Muhammad Rasyad Salim cet. I th.1401 H / 1981 M; Ighatsatul Lahafan II hal. 262).

IBNU SINA ADALAH PENGIKUT ALIRAN SYI’AH SEKTE QARAMITHAH BATHINIYYAH

Ibnu Sina pernah memberitahukan tentang dirinya :

Aku dan Ayahku inengikuti ajaran al-Hakim (1) (Ighatsatul-Lahafan 11 : 266) Dengan begitu jelaslah bahwa Ibnu Sina termasuk Sekte Qaramithah Bathiniyyah (2) sebagaimana disebutkan oleh Ibnu Taimiyyah, Ibnul Qayyim, Dr. Rasyad Salim, Muhammad ilamid al-Faqiy dan Dr. Shabir Tha’iimah.

(1). Al-Hakim adalah Manshur bin al’Aziz Billa Nizar bin al-Mu’iz-Billa al-’Abidiy Sulthan ke III, Kesultanan Syi’ah Fathimiyyah (Dibunuh oleh Sulthan Mahmud Al-Ghazi As-Saljuqi At-Turkey Rahimahullah dari Daulah As-Salajiqah pada Tahun 386 H / 996 M), khalifah Pendusta dan Jahat yang pernah menguasai seluruh wilayah Afrika Utara.

Ia mendakwakan dirinya sebagai Tuhan, ia banyak membunuh para ulama (tidak dapat dihitung bilangan ulama yang terbunuh, karena hanyaknya).

Ia menulis di Masjid-masjid Jami’ caci makian terhadap Abu Bakar, Umar, Utsman, ‘Aisyah dan para shahabat lainnya. Dia-lah sekarang yang dijadikan sesembahan oleb kelompok Druzz di Libanon dan Isma’iliyyah di India. (Ta’liq Ighatsatul-Lahafan oleh Syekh Muhammad Hamid al-Faqiy II hal : 266).

(2). Dinisbatkan kepada Hamdan bin al-Ash’ats, dikenal dengan Qurmuth karena ia orangnya pendek / jadi, pendek langkahnya (qurmuth). Ia seorang pembajak tanah di Kufah. Ia termasuk kelompok Kebathinan, mereka mengaku bahwa mereka orang Syi’ah, mereka adalah Atheis dan Zindiq (orang yang pura-pura Islam). Tahun 286 H mereka mulai mcnampakkan da’wahnya (kcpada kesesatan) melalui Sa’id al-Hasan bin Bahram al-Janabiy setelah ia mengikuti Qaramithah.

Kemudian da’wah Qaramithah berkembang dan banyaklah orang-orang jahat yang mengikutinya. Mereka pernah memasuki kota Makkah pada hari Tarwiyah tgl 8 Dzulhijjah th 317 H.

Mereka membunuh jama’ah hajji yang sedang Thawaf (mengelilingi Ka’bah) mereka mencabut pintu Ka’bah dan Kiswahnya, dan orang-orang yang dibunuh dimasukkan ke Sumur Zamzam.

Mereka mencopot Hajar Aswad dan mereka bawa ke Qothief dan tinggal di sana kurang- lebih selama 22 tahun.
Setelah Dunia Islam panik dengan kejahatan Qaramithah, barulah Khalifah Abbasiyyah al-Muthi’ Billah al-Fadhl Bin al-Muqtadir Rahimahullah mengembalikan Hajar Aswad ketempatnya.

Sebenarnya sebelum itu juga mereka telah membunuh orang-orang yang ingin melaksanakan ibadah hajji dan menawan wanita-wanitanya.
(Lihat : Ta’liq Ighatsatul-Lahafan oleb Syekh Muhammad Hamid al-Faqiy II hal: 248 dan al-’Aqa-id al-Bathiniyyah oleh Dr. Shabir Tha’imah hal : 221 s/d 236)

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah Rahimahullah berkata : “Semua kelompok Qaramithah LEBIH KUFUR dari Yahudi dan Nasrani bahkan lebih kufur dari kebanyakan kaum Musyrikin, karena mereka lebih berbahaya dari kafir harbiy, mereka berpura-pura mencintai Ahul Bait padahal pada hakikatnya mereka tidak beriman kepada Allah, Rasul-Nya, kitab-kitab-Nya, tidak beriman kepada perintah, larangan, ganjaran dan siksa.

Dan mereka tidak beriman kepada Surga dan Neraka dan tidak juga beriman kepada seorangpun dari para Rasul sebelum Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam. mereka mengambil dalil al-Qur’an dan Sunnah Rasulullah dari Ulama kaum Muslimin tetapi mereka ta’wilkan dan mereka mengada-adakan dusta serta menda’wakan bahwa yang demikian itu adalah ilmu Bathin.”
(Lihat: Fatawa Syaikhul Islam Jiid 35 halaman : 149-150)

BEBERAPA BANTAHAN PARA ULAMA TENTANG BUKU-BUKU IBNU SINA

1. Syaikh Muhammad asy-Syahrastani rahimahullah (lahir th 479 H wafat th 548 H), ia mengarang satu buku yang berjudul “al-Mushara’ah” [Buku yang ditulis oleh Imam Syahrastani adalah penyempurnaan dari buku Imarn Shadaruddin Asy-Syairazy rahimahullah, yang sebenarnya buku ini dibantah lagi oleh Ibnu Sina di saat Syairazy rnasih hidup, dua buku ini sudah dibaca oleh Imam Ibnul Qayyim al-Jauziyah rahimahullah. (Lihat: Al-Milal wan Nihal dan al-Ighatsah)].

Isi buku itu membantah keyakinan Ibnu Sina yang menyatakan bahwa alam ini terdahulu, keyakinan dia tentang tidak adanya Hari Kiamat (dibangkitkan dengan jasad) serta ia berkeyakinan Allah tidak mempunyai ilmu dan kekuasaan. Beliau (Imam Muhammad asy-Syahrastani rahimahullah) menjelaskan bahwa keyakinan Ibnu Sina itu BATHIL. Tetapi Ibnu Sina tidak mau rujuk kepada kebenaran, bahkan ia menentang dan membantah buku Imam asy-Syairazy rahimahullah itu dengan mengarang satu buku yang berjudul “Mushara’atul Mushara’ah”, Di kitab itu Ibnu Sina menyatakan :

“Bahwasanya Allah tidak menciptakan langit dan Bumi dalam 6 (enam) hari, Allah tidak mengetahui sesuatu apapun, Allah tidak berbuat sesuatu dengan Qudrat dan Ikhtiyarnya dan Allah tidak membangkitkan manusia dari Kuburnya.”
(Lihat : Ighatsatul lahafan II hal. 266)

Setelah membawakan pendapat Imam asy-Syahrastani rahimahullah yang menyatakan ajaran Ibnu Sina itu Bathil, Imam lbnul Qayyim rahimahullah berkata :

“Kesimpulannya Ibnu Sina itu Seorang ATHEIS, Yang KUFUR KEPADA ALLAH, kepada para MalaikatNya, Kufur kepada Kitab-kitab Nya, Kufur kepada Rasul-Rasul Nya dan Kufur kepada hari Kiamat.”(Ighatsatul.Lahfan 11 : 267)

Selanjutnya beliau rahimahullah berkata: “(Menurut ukuran kejelekan), Agama kaum Musyrikin lebih baik dari ajaran Ibnu Sina, al-Farabi dan para pengikutnya (maksudnya kejelekan kaum Musyrikin lebih ringan dibanding kejelekan Ibnu Sina-pen) karena penyembah-penyembah berhala masih mempercayai Allah sebagai al-Khaliq (pencipta) yang mengadakan dari tidak ada, mereka percaya bahwa Allah BERKUASA DAN HIDUP, Penyembah berhala hanya berlaku syirik dalam soal ibadah. Allah Subhana wa Ta’ala berfirman:

“Ingatlah, hanya kepunyaan Allah-lah agama yang bersih (dari syirik). Dan orang-orang yang mengambil pelindung selain Allah (berkata): “Kami tidak menyembah mereka melainkan supaya mereka mendekatkan kami kepada Allah dengan sedekat- dekatnya.” Sesungguhnya Allah akan memutuskan di antara mereka tentang apa yang mereka berselisih padanya. Sesungguhnya Allah tidak menunjuki orang-orang yang pendusta dan sangat ingkar.” ( Qs. Az-Zumar : 3 ).
(sedang Ibnu Sina dalam semua hal)
(idem 268).

2. Imam Ibnul Qusyairiy rahimahullah mernbantah bukunya Ibnu Sina yang berjudul: Asy-Syifa 3). Asy-Syifa itu sebuah buku Ensikilopedia Filsafat, bantahan beliau rahimahullah dituliskan dalam bentuk Sya’ir :
Kami putuskan persaudaraan dengan sekelompok orang yang sakit yaitu penulis buku asy-Syifa’.

Berapa kali kami sudah kuingatkan : Wahai kaumku! Kalian ini berada di tepi jurang (neraka) bersama penulis buku asy-Syifa’.

Maka tatkala mereka sudah meremehkan peringatan kami, maka kami kembali kepada Allah, Allah cukup (sebagai pelindung kami),

Mereka (Ibnu Sina dan para pengikutnya) mati dalam keadaan mengikuti Agama (‘ajaran,) Ariestoteles, sedangkan kami hidup mengikuti agama Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam . (Lihat: Fatawa Ibnu Taimiyyah 9 hal. 253)

3. Ibnul Jauzi al-Qurasyiy al-Baghdadiy rahimahullah berkata : “Kebanyakan AhIi Filsafat berkeyakinan bahwa Allah ‘Azza wa Jalla tidak mengetahui sesuatu?? Ibnu Sina berkeyakinan bahwa Allah ‘Azza wa Jalla tidak mengctahui yang partial?? Mereka adalah orang-orang yang PANDIR YANG TELAH DIHIASI OLEH IBLIS.”
(Talbiisu Iblis oleh Ibnu Jauzi hal : 47, Tahqiq Mahmud Mahdi al-Istambuli cet. Muassasah ‘ulumul Qur’an-Damaskus).

4. Ibnu Sina menulis buku yang berjudul “al-Isyaaraat wat Tanbiihaat, buku ini ada beberapa jilid yang berisi tentang kayakinan di dalam masalah Dzat, Wujud dan sebagainya. Buku ini telah disyarah oleh seorang filosop Israel. Dan buku Ibnu Sina ini telah dibantah oleh Syaikhul Islam Al-Imam Ibnu Taimiyyah rahimahullah dalam kitabnya Dar’u Ta’a-rudhul’Aql wan Naql jilid V dan halaman 87 sampai dengan halaman 152 tahqiq Dr. Muhammad Rasyad Salim cet. th 1401 H/1981.M. Di halaman 130-131 Ibnu Taimiyyah berkata : “Mereka-mereka yang mengingkari adanya Malaikat adalah Kafir …. dan Ulama’ salaf telah sepakat bahwa mereka yang mengingkari sifat-sifat Allah adalah orang yang paling bodoh dan paling sesat.”

5. Berkata Dr.Shabir Tha’iimah rahimahullah: “Aqidah kebathinan yang dianut oleh sekte Qaramithah, Isma’iliyah dan Nushairiyah adalah KAFIR karena mereka menolak Rukun Iman dan hukum-hukum Islam, dan mereka telah dipengaruhi oleh Filsafat Yunani, Persia dan India. Mereka mengaku-ngaku dirinya sebagai orang-orang Muslim? Padahal mereka sangat jauh dari Islam dan kaum Muslimin. Di antara tokoh-tokohnya ialah : Ibnu Mulkan, Ibnu Sab’in, IBNU ‘ARABY, AL-HALLAJ, IBNU SINA DAN dan yang selain mereka.” (Lihat al-’Aqaaid al-Bathiniyyah wa hukmul Islam fiiha halaman 242 s/d 249).

IBNU SINA DAN PARA PENGIKUTNYA MENURUT AL-QUR’AN

Ibnu Sina dan para pengikutnya menurut al-Qur’an adalah orang-orang bodoh, sombong, sesat dan Kafir. Allah Subhana wa Ta’ala Berfirman :

“Sesungguhnya orang-orang yang memperdebatkan tentang ayat-ayat Allah tanpa alasan yang sampai kepada mereka tidak ada dalam dada mereka melainkan hanyalah (keinginan akan) kebesaran yang mereka sekali-kali tiada akan mencapainya, maka mintalah perlindungan kepada Allah. Sesungguhnya Dia Maha Mendengar lagi Maha Melihat.” ( Qs.Al-Mukmin : 56 ).

“Apabila dikatakan kepada mereka: “Berimanlah kamu sebagaimana orang-orang lain telah beriman.” Mereka menjawab: “Akan berimankah kami sebagaimana orang-orang yang bodoh itu telah beriman?” Ingatlah, sesungguhnya merekalah orang-orang yang bodoh; tetapi mereka tidak tahu.” ( Qs.Al-Baqarah : 13 ).

“Maka tatkala datang kepada mereka rasul-rasul (yang diutus kepada) mereka dengan membawa ketarangan-keterangan, mereka merasa senang dengan pengetahuan yang ada pada mereka dan mereka dikepung oleh azab Allah yang selalu mereka perolok-olokkan itu.” ( Qs. Al-Mu’min : 83 ).

“Wahai orang-orang yang beriman, tetaplah beriman kepada Allah dan Rasul-Nya dan kepada kitab yang Allah turunkan kepada Rasul-Nya serta kitab yang Allah turunkan sebelumnya. Barangsiapa yang kafir kepada Allah, malaikat-malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya, rasul-rasul-Nya, dan hari kemudian, maka sesungguhnya orang itu telah sesat sejauh-jauhnya.” ( Qs.An Nisaa’ : 136 ).

“Sesungguhnya orang-orang yang kafir kepada Allah dan rasul-rasul-Nya, dan bermaksud memperbedakan antara (keimanan kepada) Allah dan rasul-rasul-Nya, dengan mengatakan: “Kami beriman kepada yang sebahagian dan kami kafir terhadap sebahagian (yang lain)”, serta bermaksud (dengan perkataan itu) mengambil jalan (tengah) di antara yang demikian (iman atau kafir), merekalah orang-orang yang kafir sebenar-benarnya. Kami telah menyediakan untuk orang-orang yang kafir itu siksaan yang menghinakan.” ( Qs. An Nisaa’ : 150-151 ).

“Dan orang-orang yang mendustakan ayat-ayat Kami dan mendustakan akan menemui akhirat, sia-sialah perbuatan mereka. Mereka tidak diberi balasan selain dari apa yang telah mereka kerjakan.” ( Qs. Al A’raaf : 147 ).

Sesungguhnya seeeorang bisa dikatakan beriman apabila ia beriman kepada Allah, Malaikat- Malaikat-Nya, Kitab-kitabNya, Rasul-rasul-Nya, hari akhir dan apa yang ditakdirkan Allah kepada dirinya yang baik maupun yang buruk. Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda :

,”Iman itu ialah : Engkau beriman kepada Allah, kepada para Malaikat-Nya, Kitab-kitab-Nya, kepada utusan-utusan Nya, kepada hari Kiamat dan kepada takdir yang baik maupun yang buruk” ( Shahih Riwayat Imam Muslim no. 8 ).

Maka perhatikanlah bahwa Ibnu Sina tidak beriman kepada apa yang discbutkan dalam al-Qur’an dan apa yang dibawa oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, dia malah mengikuti dan membela ajaran Ariestoteles, Syi’ah Qaramithah Bathiniyyah dan dia mati dalam keadaan meyakini ajaran yang sesat tersebut.

Allah Subhana wa Ta’ala berfirman :

“Barangsiapa mencari agama selain agama Islam, maka sekali-kali tidaklah akan diterima (agama itu)daripadanya, dan dia di akhirat termasuk orang-orang yang rugi.” ( Qs.Al-‘Imran : 85 ).

Mungkin Ada orang yang berkata : “tidak boleh mengkafirkan seseorang dari ahli qiblat dengan sebab satu dosa “

kami jawab: Tetapi Ibnu Sina telah berbuat dosa-dosa besar dan telah MURTAD dari Islam dan dia telah KUFUR I’TIQADIY,

dan orang yang membela Ibnu Sina berarti ia telah menjadi pengikutnya, dan bisa disamakan hukumnya dengan dia

(Lihat al-Wala’ wal Bara’fil Islam bab Nawaqidhul Islam hal : 75 oleh Muhammad bin Sa’id bin Salim al-Qahthani MA cet. Daar Thayyibah dan al Imam Akamuhu haqiqatuhu Nawaqidhuhu hal. 219 dan 241 olch Dr. Muhammad Na’im Yasin, cet. V Mahtu-batul falaah 1407/1987).

KESIMPULANNYA
Apabila kita mau menilai sescorang maka kita wajib menilai dengan neraca yang adil yaitu al-Qur’an dan Sunnah. Tidak boleh kita menilai seseorang itu baik berdasarkan jasa-jasanya atau kehebatan maupun keahliannya, karena banyak sekali orang-orang kafir yang telah berjasa untuk kepentingan kaum Muslimin dan mereka tetap dikatakan kafir.

Pertama kali kita nilai seseorang adalah tentang aqidahnya, benar atau salah, musyrik, kafir atau mu’min dan sesudah itu baru yang lainnya.

Ibnu Sina menurut ukuran nilai Islam dia TELAH KAFIR, jadi Ibnu Sina bukanlah cendekiawan Muslim, tetapi CENDEKIAWAN KAFIR.

Ingat kita harus hati-hati terhadap pengaruh Filsafat Ibnu Sina yang dikembangkan oleh para Orientalis dan bertujuan untuk menyesatkan kaum Muslimin. Bila aqidah sudah hancur amal-pun pasti akan gugur.!

Oleh :
Al-Ustadz Yazid Ibn Abdul Qodir Jawaz

sumber : http://aslibumiayu.net/10249-ibnu-sina-banyak-kaum-muslimin-yang-kagum-padanya-tahukah-anda-apa-akidahnya.html

Agar Rezeki Suami Mengalir Deras

Pekerjaan seorang istri tak hanya mengurus rumah dan anak saja, tapi juga mengatur keuangan keluarga. Berapapun nafkah yang diberikan suami, istri harus dapat mengatur dan menggunakannya secara bijak.

Semua istri tentu menginginkan ekonomi keluarganya selalu cukup dan tidak pernah merasa kekurangan sedikitpun. Untuk itu, suami harus bekerja keras untuk bisa memenuhi semua kebutuhan rumah tangganya agar selalu dalam keadaan cukup.

Sebagai seorang istri, ada hal-hal yang bisa dilakukan untuk menambah barokah rezeki keluarga yang diperoleh dari usaha suami. Apa saja itu?

Berikut amalan-amalan yang dapat dilakukan istri untuk menambah barokah rezeki yang didapatkan suami agar rezeki keluarga berlimpah dikutip dari The Vocket :

1. Berikan sebagian nafkah dari suami untuk orangtua dan mertua

Sekecil apapun atau sedikit apapun, sisihkan sebagian nafkah dari suami untuk orangtua dan mertua. Walaupun hanya dengan membelikan beras atau keperluan pokok yang lain, sadari bahwa faktor ini sanggup menambah keberkahan rezeki yang diperoleh.

Tutup telinga rapat-rapat dan jangan hiraukan bila menerima cibiran atau dibanding-bandingkan dengan jumlah yang didapat dari menantu lain yang lebih besar, jangan sampai menjadikan hal itu merusak niat baik yang kita punya.

Hindari pula berpikiran seperti ini, “Jangankan untuk orangtua, buat keluarga sendiri saja tetap kurang” atau “Orangtua dan mertua bukankah telah mapan?”

Kemungkinan ada yang berpikir begitu, tetapi percayalah seandainya menafkahkan sebagian rezeki buat keluarga dekat, tak cuma akan menambah barokah bagi kita tetapi dapat mempererat silaturahmi.

2. Senantiasa mengingatkan suami untuk memberikan nafkah keluarga dengan rezeki halal

Kewajiban istri yang lain adalah selalu mendoakan dan mengatkan suami untuk selalu menafkahi istri dan anaknya dengan rezeki yang halal.Elemen ini demikian mutlak mengingat sejumlah istri yang merongrong suami dengan banyak tuntutan dan membuat suami menempuh jalan tidak baik dalam mencari nafkah.

3. Mengubah gaya hidup boros

Masak sendiri di rumah akan lebih menghemat biaya daripada makan diluar atau membeli makanan dari luar. Untuk itu istri perlu belajar memakasak untuk mengubah gaya hidup yang boros.Melakukan perawatan tubuh di salon akan menambah pengeluaran. Jika hal ini bisa dilakukan di rumah, sehingga bisa menghemat pengeluaran, mengapa tidak?

Bawakan bekal untuk suami supaya tidak perlu makan siang di luar kantor, juga untuk anak supaya tidak jajan sembarangan.Jalan-jalan ke mal tiap minggu dapat ditukar dengan ke lokasi lain yang lebih hemat dan tidak mengeluarkan banyak biaya, seperti ke taman, alun-alun kota dan tempat wisata gratis lainnya.

Mudah-mudahan ikhtiar berhemat dan mengubah gaya hidup ini mampu menambah keberkahan rezeki keluarga.

4. Jalankan ibadah bersama

Ibadah dan ketakwaan yang kita laksanakan sangat erat hubungannya dengan keberkahan rezeki keluarga.Selain melakukan shalat berjamaah setiap harinya, coba rencanakan sekian banyak ibadah yang mampu dilakukan bersama dengan keluarga.

Mulai dari puasa sunnah Senin dan Kamis, salat tengah malam, membaca Al Quran dan lainnya.

5. Hindari pertengkaran dalam rumah tangga

Pertengkaran hanya akan menyulut kebencian dan menghilangkan keberkahan rumah tangga.Istri harus bisa menjadi air pendingin apabila suami dalam keadaan stres, bukan malah menyulut pertengkaran yang lebih besar.

Mudah-mudahan informasi ini dapat berguna dan bisa diamalkan dalam kehidupan sehari-hari agar membuat pendapatan suami lebih berkah, melimpah dan mengalir deras.[ ]

 

– See more at: http://mozaik.inilah.com/read/detail/2266474/agar-rezeki-suami-mengalir-deras#sthash.yXzW5zrC.dpuf

Disebut Orang Shalih, Turun Rahmat

Kala itu Imam Ahmad duduk di majelis ilmu bersama para muridnya. Mereka menyebutkan kisah orang-orang shalih dan zuhud, semisal Fudhail bin Iyadh dan Fath Al Maushili.

Seketika itu, Imam Ahmad terlihat meneteskan air mata. Ia pun menyampaikan,”Semoga Allah merahmati mereka semua. Disebutkan bahwa ketika disebut orang-orang shalih maka turunlah rahmat” (Manaqib Imam Ahmad, hal. 248)

 

sumber: Hidayatullah

10 Cara Rasulullah Menjemput Rahmat Allah

Suatu hari Baginda Nabi Muhammad SAW didatangi Jibril, kemudian berkata, “Wahai Muhammad, ada seorang hamba Allah yang beribadah selama 500 tahun di atas sebuah bukit yang berada di tengah-tengah lautan. Di situ Allah SWT mengeluarkan sumber air tawar yang sangat segar sebesar satu jari, di situ juga Allah SWT menumbuhkan satu pohon delima, setiap malam delima itu berbuah satu delima.

Setiap harinya, hamba Allah tersebut mandi dan berwudhu pada mata air tersebut. Lalu ia memetik buah delima untuk dimakannya, kemudian berdiri untuk mengerjakan shalat dan dalam shalatnya ia berkata: “Ya Allah, matikanlah aku dalam keadaan bersujud dan supaya badanku tidak tersentuh oleh bumi dan lainnya, sampai aku dibangkitkan pada hari kiamat dalam keadaan bersujud”.

Maka Allah SWT menerima doa hambanya tersebut. Aku (Jibril) mendapatkan petunjuk dari Allah SWT bahwa hamba Allah itu akan dibangkitkan pada hari kiamat dalam keadaan bersujud. Maka Allah SWT menyuruh: “Masukkan hamba-Ku ini ke dalam surga karena rahmat-Ku”. Akan tetapi, hamba tersebut berkata: “Ya Allah, masukkan aku ke dalam surga karena amal ibadahku”.

Maka Allah SWT menyuruh lagi: “Masukkan hamba-Ku ini ke dalam surga karena rahmat-Ku”. Akan tetapi, hamba tersebut berkata lagi: “Ya Allah, masukkan aku ke dalam surga karena amal ibadahku”. Untuk yang ketiga kalinya Allah SWT menyuruh lagi: “Masukkan hamba-Ku ini ke dalam surga karena rahmat-Ku”. Akan tetapi, hamba tersebut pun berkata lagi: “Ya Allah, masukkan aku ke dalam surga karena amal ibadahku”.

Maka Allah SWT menyuruh malaikat agar menghitung seluruh amal ibadahnya selama 500 tahun dengan nikmat Allah yang telah diberikan kepadanya. Setelah dihitung-hitung ternyata kenikmatan Allah SWT tidak sebanding dengan amal ibadah hamba tersebut selama 500 tahun. Maka Allah SWT berfirman: “Masukkan ia ke dalam neraka”. Maka ketika malaikat akan menariknya untuk dijebloskan ke dalam neraka, hamba tersebut berkata lagi: “Ya Allah, masukkan aku ke dalam surga karena rahmat-Mu. (HR Sulaiman Bin Harom, dari Muhammad Bin Al-Mankadir, dari Jabir RA).

Dari kisah di atas, jelaslah bahwa seseorang bisa masuk surga karena rahmat Allah SWT, bukan karena banyaknya amal ibadah. Lantas muncul pertanyaan, bagaimana dengan amal ibadah yang kita lakukan setiap hari, seperti shalat, zakat, sedekah, puasa, dan amalan-amalan lainnya tidak ada arti? Jangan salah persepsi. Sungguh, tidak ada amal ibadah yang sia-sia, amal ibadah adalah sebuah proses atau alat untuk menjemput rahmat Allah SWT. Karena rahmat Allah tidak diobral begitu saja kepada manusia. Akan tetapi, harus diundang dan dijemput.

Rasulullah SAW mengajarkan kepala umatnya beberapa cara agar rahmat Allah itu bisa diraih. Pertama, berbuat ihsan dalam beribadah kepada Allah SWT dengan menyempurnakan ibadah kepada-Nya dan merasa diperhatikan (diawasi) oleh Allah (QS al-A’raf [7]: 56). Kedua, bertakwa kepada-Nya dan menaati-Nya dengan melaksanakan perintah-Nya dan menjauhi larangan-larangan-Nya (QS al-A’raf [7]: 156-157). Ketiga, kasih sayang kepada makhluk-Nya, baik manusia, binatang. maupun tumbuhan.

Keempat, beriman, berhijrah, dan berjihad di jalan Allah (QS al-Baqarah [2]: 218). Kelima, mendirikan shalat, menunaikan zakat, dan menaati Rasulullah SAW (QS an-Nur [24]: 56). Keenam, berdoa kepada Allah SWT untuk mendapatkannya dengan bertawasul dengan nama-nama-Nya yang Mahapengasih (ar-Rahman) lagi Mahapenyayang (ar-Rahim). Firman Allah SWT, “Wahai Rabb kami, berikanlah rahmat kepada kami dari sisi-Mu dan sempurnakanlah bagi kami petunjuk yang lurus dalam urusan kami (ini).” (QS al-Kahfi [18]: 10).

Ketujuh, membaca, menghafal, dan mengamalkan Alquran (QS al-An’am [6]: 155). Kedelapan, menaati Allah SWT dan Rasul-Nya (QS Ali Imran [6]: 132). Kesembilan, mendengar dan memperhatikan dengan tenang ketika dibacakan Alquran (QS al-A’raf [7]: 204). Kesepuluh, memperbanyak istigfar, memohon ampunan dari Allah SWT. Firmannya, “Hendaklah kamu meminta ampun kepada Allah, agar kamu mendapat rahmat.” (QS an-Naml [27]: 46).

 

 

Oleh: Suprianto

sumber:Republika Online

Agama Mempertautkan Ajaran dengan Kenyataan Sosial

SEMALAM saya mengkhatamkan pembacaan sebuah disertasi bimbingan Khalid Abou el-Fadl yang menarik sekali tentang relasi adat kebiasaan (‘urf) dengan hukum Islam. Disertasi ini dimulai dengan kutipan pandangan sarjana generasi awal dalam kajian the science of religion, Max Muller, yang menyatakan bahwa agama itu diturunkan untuk mengkoreksi adat kebiasaan masyarakat yang salah.

Tentunya juga agama adalah untuk mengesahkan adat atau budaya yang benar dan baik. Karena itu maka tidak ada satu agamapun yang bisa berlanjut eksistensinya tanpa mempertautkan ajarannya dengan kenyataan sosial.

Dalam hukum Islam, ada kaidah yang sudah mapan dan disepakati oleh semua ahli hukum, yaitu “al-‘adah muhakkamah” (adat itu bisa menjadi hukum). Kaidah ini sungguh mempertegas kuatnya pengaruh adat kebiasaan terhadap hukum Islam yang berlaku.

Teks hukum berarti tidak berjalan sendiri melainkan harus ditemani oleh konteks di mana teks itu mengambil tempat. Di sinilah maka pembacaan cerdas akan dalil teks dan kemaslahatan yang harus dibangun dalam konteks sangat diperlukan.

Adat yang mana dan yang bagaimana yang memiliki pengaruh terhadap hukum Islam? Pertanyaan ini pasti ditanyakan oleh para pemerhati hukum Islam, baik yang mempertanyakannya dengan nada positif mendukung dialog teks dengan konteks maupun yang mempertanyakannya dengan nada negatif, yang menolak mempertimbangkan konteks dengan semata-semata “menuhankan” teks.

Menjawab pertanyaan tersebut di atas tidaklah mungkin melalui status singkat ini. Dibutuhkan kuliah yang serius bertahun-tahun untuk memahami dengan pemahaman lumayan lengkap tentang hal tersebut di atas. Semester ini saya mengajar tentang hal ini di program S3 UINSA Surabaya. Benar kata khalid Abou el-Fadl: “Tak ada jalan mudah (ringan) menggapai pengetahuan hakiki, ta ada jalan singkat menuju kesarjanaan yang sesungguhnya.”

Sungguh tak cukup syarat menjadi pemberi fatwa agama hanya dengan bermodalkan satu kitab, satu buku atau satu guru. Agama ini adalah masalah yang amat luas tafsir dan wujud aplikasinya seluar wilayah geografis yang menjadi tempat agama dijalankan. Salam, AIM, dosen UINSA Surabaya. [*]

 

 

– See more at: http://mozaik.inilah.com/read/detail/2281836/agama-mempertautkan-ajaran-dengan-kenyataan-sosial#sthash.GXln65Fz.dpuf

Mencari Selamat Itu Membutuhkan Ilmu

TIGA pencuri itu terjebak di lantai paling atas, lantai 13. Sementara polisi mulai naik sampai ke lantai 12. Dalam kebingungannya, seorang pencuri usul agar mereka bersama-sama melompat ke bawah dan meninggalkan brankas uang yang dicurinya. Dua pencuri lainnya menolak dan berkata: “Aapaa, loncat? Kamu tahu ini lantai berapa hah? Lantai 13.”

Pencuri sang pengusul geleng kepala sambil berkata: “Hari gini masih percaya angka 13 sebagai angka sial? Sial itu kalau ketangkap. Ayo lompat, jangan mikir lagi. Angka 13 bukan angka sial. Percaya angka sial itu bid’ah.” Tiba-tiba ketiganya lompat dari lantai 13 itu. Ternyata ketiganya lolos dari sergapan polisi, namun tidak lolos dari tangkapan malaikat maut. Ya, mereka mati.

Para pembaca yang saya muliakan. Ternyata mencari selamat itu membutuhkan ilmu. Keyakinan tanpa didukung pengetahuan itu berbahaya, mendekatkan pada salah jalan. Itulah alasan mengapa kita diwajibkan mencari ilmu dan terus memohon tambahan ilmu kepada Allah. Satu-satunya doa meminta tambahan dalam al-Qur’an adalah doa meminta tambahan ilmu. (Rabby zidnii ‘ilma)

Mencari ilmu, menurut kisah nabi Musa dan nabi Khidir dalam surat al-Kahfi, memerlukan niat yang teguh serta usaha yang tak mengenal capek. Lalu bagaimanakah dengan niat dan usaha kita dalam mencari ilmu?

Ketika doa pertambahan yang selalu kita mohonkan hanyalah masalah dunia saja dan tak pernah meminta pertambahan ilmu maka sesungguhnya kita telah melupakan pesan al-Qur’an yang saya sebutkan tadi. Lalu, yakinkah kita menggapai bahagia dengan meninggalkan al-Qur’an?

Sekarang waktunya bertanya kepada diri kita sendiri, kapankah kita terakhir kali mencari ilmu, kepada siapakah belajar ilmu dan bagaimanakah cara kita mendapatkan ilmu? Orang lama serius sekali mempertanyakan pertanyaan ini, orang kini serius sekali melupakan pertanyaan itu. Salam, AIM@Ponpes Kota Alif Laam Miim Surabaya.

 

 

– See more at: http://mozaik.inilah.com/read/detail/2280711/mencari-selamat-itu-membutuhkan-ilmu#sthash.lNLAEeFs.dpuf

Sikap Ini Sebabkan Orang Sulit Berkembang

SAUDARAKU, sebagai manusia kita tentu selalu berharap bisa menjadi pribadi yang lebih baik dari hari ke hari. Kita sangat ingin iman kita semakin kuat, ibadah semakin meningkat, akhlak semakin indah. Kita pun ingin pekerjaan kita semakin baik, karir semakin cemerlang, bisnis semakin berkah.

Semua ini adalah hal yang manusiawi. Memang Rasulullah Saw mengajarkan kita untuk bisa tumbuh dan berkembang dalam kebaikan. Akan tetapi, ada beberapa hal yang bisa membuat kita mengalami kesulitan untuk berkembang. Di antaranya adalah :

Pertama,merasa puas dengan apa yang ada pada dirinya padahal sama sekali tidak memadai untuk mensikapi persoalan yang terus berubah-ubah. Dalam bahasa lain bisa disebut merasa sudah pintar, merasa sudah cerdas sehingga gengsi untuk belajar lagi, menolak nasehat apalagi memintanya, malas menambah ilmu atau sekadar bertanya kepada orang lain untuk menambah wawasan.

Bahaya dari sikap ini adalah karena bisa membawa kepada kesombongan. Rasululloh Saw bersabda,“Tidak akan masuk surga orang yang di dalam hatinya ada sebesar dzarrah dari kesombongan.”Salah seorang sahabat lantas bertanya,“Sesungguhnya seseorang senang jika bajunya bagus dan sandalnya baik?”Maka beliau bersabda,“Sesungguhnya Allah Dzat yang Maha Indah dan senang dengan keindahan, Al-Kibru (sombong) adalah menolak kebenaran dan meremehkan manusia.”(HR. Muslim)

Kedua,bergaul hanya dengan orang-orang yang kemampuannya di bawah dirinya. Sehingga ia selalu mendapat pujian, dan dia pun terjebak pada rasa senang dipuji. Kemudian, muncullah penyakit ujub di dalam hatinya, yaitu merasa bangga diri, merasa hebat. Rasulullah Saw bersabda dalam sebuah hadits,“Tiga hal yang membinasakan : Kekikiran yang diperturutkan, hawa nafsu yang diumbar dan kekaguman seseorang pada dirinya sendiri.”(HR. Thabrani)

Ketiga,dengki. Seorang pendengki saat melihat prestasi orang lain, maka yang muncul dalam hatinya adalah kebencian dan kebusukan hati. Padahal setiap kali melihat prestasi orang lain, sebenarnya itu adalah pemacu motivasi dari Allah supaya kita bisa ber-fastabiqul khoirot,berkompetisi di dalam kebaikan. Rasulullah Saw. bersabda,“Jauhilah oleh kalian iri dengki, karenaia akan memakan kebaikan-kebaikan sebagaimana api memakan kayu bakar.”(HR. Abu Daud)

Keempat,tak punya cita-cita besar dalam hidupnya. Seseorang sangat dipengaruhi oleh cita-cita dan keinginanya dalam hidup ini. Seseorang yang bercita-cita menjadi orang yang bermanfaat bagi orang lain dan lingkungannya di dalam hidup yang sangat singkat ini, maka ia akan sangat termotivasi untuk memanfaatkan waktu dan kesempatan sebaik mungkin.

Atau minimalnya, orang yang demikian tidak mau jatah hidup yang singkat ini hanya menjadi kesulitan bagi orang lain, ia tak ingin menjadi beban bagi orang lain. Sedangkan bagi orang yang tak punya cita-cita seperti ini, maka ia tak akan termotivasi untuk mengembangkan kualitas dirinya.

Kelima,sombong. Orang yang sombong cirinya adalah menolak kebenaran dan menganggap remeh orang lain. Orang yang sombong akan sangat sulit berkembang karena mata hatinya buta untuk melihat kekurangan dirinya sendiri. Akibatnya, ia tak punya misi untuk memperbaiki diri kemudian meningkatkannya agar lebih baik lagi. Ia merasa hebat dengan dirinya saat ini.

Keenam,kurang disiplin. Orang yang kurang disiplin biasanya hanya semangat di permulaan saja. Sedangkan pada perjalanannya ia akan mudah bosan dan malas-malasan. Sekali bertemu dengan masalah, maka ia akan berhenti atau memilih untuk menghindarinya, bukan menghadapi dan menyelesaikannya.

Padahal semangat yang menggebu-gebu tak akan ada artinya jika tidak ada kegigihan dalam prosesnya. Seorang muslim yang baik harus memiliki keuletan dan kegigihan, pantang menyerah. Bahkan jika bisa, selalu mengupayakan agar target yang tercapai bisa melebihi perencanaan.

Ketujuh,riya atau pamer. Orang yang pamer hanya memperbaiki dirinya dengan tujuan mencari penilaian orang lain. Ia hanya akan membagus-baguskan topeng, kemasan, penampilan, namun tak peduli dengan isinya. Orang yang demikian akan rapuh, mudah rontoh saat ditiup angin yang kecil sekalipun. Ia tak memiliki semangat perjuangan, enggan berkorban, karena ia hanya peduli pada pujian yang didapatkannya.

Rasulullah Saw. bersabda,“Tidak akan beranjak kaki seorang hamba dari tempat berdirinya di hadapan Allah pada hari kiamat sebelum dia ditanya tentang empat perkara, yaitu tentang umurnya untuk apa ia habiskan, tentang ilmu bagaimana diamalkan, tentang harta bagaimana cara memperoleh dan kemana dibelanjakan, dan yang terakhir yaitu tentang jasmani untuk apa dipergunakan.”(HR. Thabrani)

Inilah beberapa kendala yang bisa membuat seseorang sulit untuk berkembang. Semoga Allah Swt selalu memberi kita petunjuk sehingga kita bisa terhindar dari penghalang-penghalang tadi, dan kita pun bisa menjadi pribadi yang semakin hari semakin berkualitas.

Semoga kita termasuk hamba-hamba Allah Swt yang senantiasa mujahadah mengembangkan diri dan menjadi orang yang bermanfaat bagi orang lain dan lingkungan kita.Aamiin yaa Robbal aalamiin.

 

 

– See more at: http://mozaik.inilah.com/read/detail/2281844/sikap-ini-sebabkan-orang-sulit-berkembang#sthash.TnAJKnn6.dpuf

Sudahkah Bermohon Rahmat-Nya?

HIDUP di dunia pastinya berhubungan dengan berbagai keinginan dan kebutuhan. Itulah garisan Allah Subhanahu wa Ta’ala (Swt) sebagai syahwat setiap manusia.

Mulai dari ketertarikan kepada wanita, anak, keluarga, kebun, kendaraan, hingga kepada timbunan emas dan perak.

Namun bedanya, orang-orang beriman patuh kepada aturan Allah sedang mereka yang ingkar tak mau peduli dengan tata hidup yang juga sudah diatur oleh Allah Sang Pencipta.

Sebagaimana orang beriman juga dituntut untuk mendahulukan kepentingan agama dan akhirat di atas dorongan keinginan duniawi tersebut.

Olehnya, seorang Mukmin patut bersyukur kepada Allah atas karunia hidayah yang diberikan.

Ada Nabi utusan Allah yang memberi bimbingan sekaligus teladan yang nyata kepada umatnya. Serta al-Qur’an dan Sunnah sebagai panduan pokok dalam menjalani hidup berislam.

Kisah sekumpulan pemuda al-Kahfi atau yang dikenal Ashabul Kahfi adalah salah satu cermin teladan tersebut. ia disebut secara khusus dalam sebuah nama surah al-Qur’an, surah al-Kahfi.

Mereka adalah para pemuda di zamannya yang tak tergiur dengan kenikmatan materi dunia. Mereka rela berpisah bahkan lari darinya untuk menyelamatkan keimanan kepada Allah.

Ajaibnya lagi, dalam posisi terintimidasi dan terdzalimi demikian, tak ada sedikitpun keluhan atas kondisi yang mereka alami. Setidaknya hal itu tampak dari doa yang mereka ratapkan.

Alih-alih berkesah dengan segala harta yang mesti ditinggal pergi atau mengeluh dengan fasilitas inap yang berbeda jauh antara sesaknya gua dengan ketika masih nyaman tinggal di lingkungan istana.

Dalam munajat syahdu tersebut, pemuda al-Kahfi itu justru hanya memohon satu perkara saja, memelas rahmat Allah serta bimbingan yang tak jemu bagi mereka.

Allah berfirman:

إِذْ أَوَى الْفِتْيَةُ إِلَى الْكَهْفِ فَقَالُوا رَبَّنَا آتِنَا مِنْ لَدُنْكَ رَحْمَةً وَهَيِّئْ لَنَا مِنْ أَمْرِنَا رَشَدًا

“(Ingatlah) tatkala para pemuda itu mencari tempat berlindung ke dalam gua, lalu mereka berdoa: “Wahai Tuhan kami, berikanlah rahmat kepada kami dari sisi-Mu dan sempurnakanlah bagi kami petunjuk yang lurus dalam urusan kami (ini).” (Surah al-Kahfi [18]: 10).

Bagi orang beriman, inilah puncak daripada hakikat ilmu dan iman yang dimiliki.

Kala seorang Muslim berada di titik kesadaran sekaligus keyakinan bahwa dunia dan segala daya tarik yang menyertainya hanyalah secuil dibanding nikmat iman yang dikaruniakan oleh Allah.

Seluruh isi materi dunia yang kadang menjadi sumber rebutan bahkan pertikaian manusia itu tak bernilai apa-apa jika Allah enggan mengiringinya dengan berkah dan rahmat-Nya.

Sebaliknya, sejumput nikmat di dunia akan terasa melapangkan jiwa sekiranya yang sedikit itu dirahmati oleh Allah.

Di sana ada berkah, kelapangan, serta kemanfaatan bagi hamba-Nya dan orang-orang di sekitarnya.

Mengapa mesti rahmat

Realitas masyarakat dan bangsa hari ini layak ditengok dan dijadikan cermin untuk berkaca.

Orang berilmu, misalnya. Nyaris setiap tahun sejumlah perguruan tinggi melahirkan ratusan sarjana dan cendekia Muslim dari berbagai disiplin ilmu.

Namun hampir setiap hari pula media-media massa memberitakan hal yang jauh dari nilai-nilai pendidikan. Terjadi degradasi adab dan kemerosotan moral lainnya.

Deretan gelar akademik itu seolah runtuh seketika di hadapan Allah jika pengetahuan itu tak mampu mengundang rahmat Allah padanya.

Maksud hati ilmu dicari agar memberi faidah kepada orang lain. Apa daya pengetahuan yang luas tak ubahnya onak dalam duri, hanya menggelisahkan bahkan menyakiti diri.

Pangkat dan jabatan juga bisa bernasib sama nantinya andai urusan itu tak mampu mendulang berkah Allah.

Akibatnya, kekuasaan yang dimiliki laris manis hanya untuk menindas orang lain. Kelak di Hari Pembalasan orang itu baru tersadar, ada amanah yang harus dipertanggungjawabkan.

Di sana ada ribuan bahkan jutaan rakyat akan mengadu atas kedzaliman yang mereka rasakan selama diatasi oleh pemimpin yang tidak adil dan amanah.

Sebab kepemimpinan itu telah dicabut keberkahannya dan jauh dari rahmat Allah.

Sebaliknya, pemandangan berbeda akan terlihat ketika Allah berkenan merahmati suatu perbuatan manusia.

Keluarga yang dinaungi rahmat Allah niscaya mampu melahirkan generasi keturunan yang shaleh/shalehah.

Bersama orang tuanya, anak-anak bisa mendapatkan ketenangan dan keteduhan jiwa di dalam keluarga.

Di lingkungan pendidikan, proses menuntut ilmu dan kegiatan belajar mengajar juga terasa berkahnya kala para guru menyayangi murid-muridnya.

Sang guru lalu mengajari mereka dengan penuh ketulusan. Mereka tidak hanya sebagai penyampai ilmu pengetahuan (transfer of knowledge) tapi juga sebagai teladan dalam akhlak, ibadah, dan amal shaleh lainnya.

Selanjutnya, murid-murid berlomba mengamalkan ilmu yang dipelajari. Mereka menaruh hormat dan adab kepada orang lain terutama kepada guru dan orangtua.

Sebab sekali lagi, hanya dengan Rahmat Allah-lah setiap karunia bisa dinikmati dengan nyaman. Ia tumbuh dan berkembang dalam bingkai keberkahan.

Bagi orang beriman, hidup menjadi sederhana. Tinggal memilih, bersabar atau bersyukur kepada Penciptanya.*/Masykur

 

sumber: Hidayatullah