Jika Allah sudah Menakdirkan, Manusia Bisa Apa?

“KAK, jemput ayah dan urus ayah, aku udah gak bisa mengurusnya. Sakitnya makin parah, untuk bergerak dari kasur pun sudah tidak bisa. Aku gak sanggup menggendongnya, begitu juga suamiku. Kita sudah terlalu sibuk.”

Adikku mengomel panjang lebar, mengeluh atas kondisi ayah kami yang kian hari penyakit diabetes semakin mengerogoti tubuhnya. Walaupun aku seorang dokter, tapi aku belum bisa berbuat banyak untuk pengobatan ayahku.

Banyak hal, yang membuat aku sulit untuk sesering mungkin menjenguk orangtuaku di Ibu Kota Jakarta. Profesi sebagai dokter, tidak serta merta menaikkan tingkat ekonomi kehidupanku. Ditambah saat ini aku sedang melanjutkan sekolah spesialis.

Namun, mendengar ocehan adik perempuanku yang selama ini hidup seatap dengan orangtuaku, cukup menyayat hatiku dan bagaikan tamparan keras untukku. Apa yang sudah aku perbuat untuk kedua orangtuaku? Dan apa yang bisa untuk membantu pengobatan ayah? Rabb, bantu hamba.

Malam itu, selesai fardu Isya aku benar-benar menyampaikan semua beban hidupku kepada-Nya. Zat yang Maha mendengar dan Maha Besar. Permintaan yang selama ini hampir tidak pernah kusebut dalam doaku. Ya, permintaan agar Allah memberikan aku kemampuan untuk menjemput orangtuaku. Dan yang paling penting adalah keikhlasan untuk mengurus ayahku sampai akhir hayatnya. Sosok yang begitu keras dan kejam padaku saat ku kecil dulu, dan begitu sayang pada adik perempuanku. Dan hampir aku membencinya karena sikap kasar dan pilih kasihnya itu. Ya Allah, maafkan pikiran kotor hamba.

Akhirnya, aku terbang ke Jakarta, menjemput orangtuaku untuk kubawa ke Aceh, kota kedua yang selama 12 tahun ini menjadi tempat tinggalku. Aku memboyong orangtuaku ke Aceh dengan segala kemampuan tenaga dan keuanganku.

Di rumah kontrakan kecil itu aku mengurus ayah. Menggendongnya setiap pagi ke kamar mandi, mengelap tubuh dan membersihkan belatung-belatung kecil di luka kakinya akibat diabetes. Hal ini selalu aku lakukan sebelum aku berangkat beraktivitas. Tidak ada lagi sosok kasar dan kejam yang selalu memukul dan mengusirku. Yang ada hanya seonggok tubuh yang lemah dan pasrah akan sakitnya.

Aku mengurus ayah dan ibuku semampuku. Ku obati ayah dengan kemampuan medisku. Aku menegakkan salat, dan ibuku berdoa sesuai keyakinannya, Kristen. Toleransi, itulah yang kami tanamkan dalam keluarga.

Sebulan, hanya sebulan Allah memberiku kesempatan mengurus orangtuaku, terutama ayah. Hingga pada akhirnya roh itu diambil dari raga ayah. Tepat menjelang Asar, Izrail menjemput ayah. Dan, yang paling membuatku bersyukur adalah kesempatan dari Allah yang selama ini menjadi harapan tersembunyi dalam ibadahku. Aku membimbing ayah mengucap dua kalimat syahadat di ujung napasnya. Alhamdulillah, ayah menghadap Illahi dalam keadaan muslim.

Memaafkan dan keikhlasan adalah memang pelajaran hidup yang sangat sulit untuk dipraktikkan. Tidak semudah saat kita menyebutnya. Allah memang telah menakdirkanku hidup jauh dari keluarga. Memiliki keyakinan berbeda dengan keluarga. Menjalani kehidupan seorang diri di kota orang. Tak mengapa, aku ikhlas menjalani takdirku. Sebab, akan ada balasan dari-Nya atas sebuah keikhlasan. Jika Allah swt telah menakdirkan, manusia bisa apa? Cukuplah dengan ikhlas menjalani takdir-Nya. [yha]

 

sumber:Inilah.com

 

Himpuh: Masih Banyak Persoalan Penyelenggaraan Haji dan Umrah

Himpunan Penyelenggara Umrah dan Haji (Himpuh) menerima kunjungan silaturahim Pimpinan Redaksi Republika Irfan Junaedi di kantor Himpuh, Jakarta, Kamis (19/5) petang.

Irfan diterima Ketua Himpuh H Baluki Ahmad dan Sekjen Himpuh, H Mucharom. Hadir dalam pertemuan tersebut wartawan seniorRepublika Ikhwanul Kiram serta sejumlah anggota Himpuh.

Dalam pertemuan tersebut, Baluki menyampaikan jumlah persoalan yang terkait dengan penyelenggaraan umrah dan haji khusus, termasuk kabar pemerintah akan ikut mengatur penyelengaraan umrah.

“Saat ini masih dalam draft dan setelah reses akan dibahas antara dewan dan pemerintah. Kita sudah menyampaikan masukan kepada DPR agar ada jaminan terhadap usaha kami,” ujar Baluki.

Baluki mengungkapkan, jika nanti penyelenggaraan umrah dikelola pemerintah dalam hal ini Kementerian Agama maka tentu pemerintah tidak bisa melakukan intervensi langsung kepada persoalan yang menjadi urusan pengusaha.

“Masyarakat perlu tahu juga dengan persoalan ini, karena regulasi umrah ini akan menyangkut urusan jamaah,” katanya.

Lewat media, Baluki berharap persoalan seputar regulasi umrah sebelum disetujui DPR dan pemerintah mendapat masukan positif dari masyarakat.

“Ini persoalan yang publik harus ketahui soal penyelenggaraan umrah dan haji,” ucapnya.

 

 

sumber: Republika Online

Pesan dari Penjaga Makam Nabi SAW

Kesempatan bertemu langsung dengan penjaga Makam Nabi Muhammad SAW, Syekh Maulana Said Adam Umar ke Indonesia, tak disia-siakan ribuan umat Muslim di Jakarta. Mereka pun berbondong-bondong menuju ke Masjid At-Tiin, Jakarta Timur, akhir pekan lalu, untuk menyimak pengalaman sekaligus berdialog dengan Syech Maulana.

Sebelumnya, kedatangan penjaga makam Nabi akhir zaman itu terwujud atas undangan Syekh Ali Aljabir, seorang imam Masjid Nabawi, asal Indonesia. “Sepekan lalu, Syekh Maulana diundang ke Maroko, tapi beliau tidak bisa datang. Namun, saat diundang ke Indonesia, beliau sanggup datang,” kata Syekh Ali.

Selama sekitar dua jam, Syekh Umar memaparkan pengalamannya menjaga makam Rasulullah SAW di Masjidil Nabawi, Madinah. “Saya sudah selama 65 tahun menjaga makam Rasulullah, sejak berusia 21 tahun,” paparnya.

Dirinya mengaku sangat bersyukur dapat menjaga makam Rasulullah. “Ini adalah amanah yang begitu istimewa,” ujar Syekh Umar. Syekh Aljabir lebih jauh menuturkan, keterpilihan Syekh Umar sebagai penjaga makam, karena ketulusan dan kesungguhannya. Hingga dia  dipercaya oleh Raja Saudi untuk menjaga makam Nabi SAW.

Tugas pria yang kini berumur 88 tahun itu adalah menjaga dan membersihkan dan merawat makam Nabi. Suatu ketika, Syekh Umar bertemu Rasulullah dalam mimpinya. “Walaupun hanya sekali bertemu Rasulullah, saya seakan-akan bertemu Rasulullah setiap saat,” ungkap Syekh tersebut.

Menurutnya, mimpi bertemu Rasulullah adalah sebuah kebenaran. Sebab, setan ataupun jin tidak mampu menyerupai wajah Rasulullah SAW.Di samping makam Rasulullah SAW, terdapat dua makam sahabat yaitu Abu Bakar Assiddiq dan Umar bin Khattab. Selain itu, di tempat yang sama juga terdapat hujrah atau kamar makam putri Nabi yakni Fatimah Az-Zahra.

Makam Nabi berada di area Masjid Nabawi di Kota Suci Madinah. Selain menjaga makan, para  khadim atau penjaga itu juga menjadi pemandu untuk para tamu negara yang akan melihat atau datang ke makan Nabi tersebut. Dikatakan Syekh Maulana, bagi umat Muslimin yang singgah ke Masjid Nabawi, diwajibkan berkunjung ke makam Nabi dan sahabatnya.

Syekh Umar lantas berpesan kepada kaum Muslimin untuk memperbanyak shalawat kepada Nabi Muhammad SAW. Minimal 10 kali dalam sehari. “Barang siapa yang mengucapkan shalawat, maka akan diangkat dosanya dan dimudahkan kehidupannya,” kata Syekh Umar.

Ia menambahkan, Allah SWT saja memberikan shalawat kepada Nabi. “Jadi, orang yang paling  bakhil atau pelit adalah orang yang tidak membaca shalawat kepada Rasulullah,” ujarnya.

Saat ditanya tentang beredarnya pesan pendek atau SMS maupun di internet yang menerangkan bahwa hari kiamat akan datang pada waktu tertentu, dan bagi yang tidak menyebarkannya akan mendapat musibah, Syekh Umar membantahnya dengan keras.Pasalnya, kapan tibanya hari kiamat tidak ada yang tahu kecuali Sang Khalik, Allah SWT. Bahkan, Rasulullah SAW pun tidak tahu.

Syekh Umar justru menduga pesan seperti itu disebarkan oleh kaum Yahudi atau Nasrani yang ingin merusak akidah umat. Dalam Alquran ditegaskan bahwa umat Yahudi dan Nasrani tidak akan ridha terhadap umat Muslim hingga umat Muslim mengikuti ajarannya. “Jadi, sampai kapan pun mereka (Yahudi dan Nasrani-Red) tak akan rela,” ujar dia. Oleh karenanya, umat diminta waspada terhadap bahaya semacam ini, dan itulah pesan Syekh Umar yang kedua.

 

sumber: Republika Online

Soal Kota Islami, Didin: Jangan Patahkan Perda Syariah

Maarif Institute baru saja merilis penelitian Indeks Kota Islami (IKI), Selasa (17/5). Denpasar, Yogyakarta, Bandung merupakan tiga kota mendapatkan nilai tertinggi kota Islami.

Cendekiawan muda Yuddy Latief saat rilis menyebut Perda Syariah tidak menjamin sebuah kota sebagai kota Islami. Sebagian pihak mempertanyakan pernyataan tersebut.

Namun,  cendekiawan Muslim, Didin Hafidhuddin berpendapat lain. Menurut Didin, terkait kota yang menerapkan Perda Syariah harus dilihat proses penerapan tersebut.

Didin mengatakan, harus dilihat proses pemerintah daerah memberlakukan Perda syariah. Termasuk Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) dan warga setempat. “Jangan langsung dipatahkan,” tutur Didin, saat dihubungi republika, Jumat (20/5).

Berbicara kota Islami, lanjut Didin, semestinya juga melihat bagaimana masyarakat menjalankan wakaf, zakat dan infaq. Jika zakat, wakaf, dan infaq tidak dimasukkan dalam variabel penelitian sebaiknya tidak menggunakan istilah kota Islami.

Baca juga, Penelitian Ungkap Tiga Kota Paling Islami.

 

sumber: Republika Online

Tata Cara Salat Jamak dan Qashar

SALAT jamak adalah salat yang dilaksanakan dengan mengumpulkan dua salat fardu dalam satu waktu, baik dikerjakan pada waktu salat pertama maupun pada salat kedua.

Sholat yang bisa di jamak hanyalah sholat dzuhur dengan asar dan sholat maghrib dengan isya. Adapun sholat subuh tidak dapat dijamak dengan sholat fardu manapun.

Sholat boleh dijamak karena beberapa alasan:
1. Berada di arafah dan muzdalifah pada saat melakukan ibadah haji
2. Musyafir (sedang mengadakan perjalanan)
3. Karena hujan
4. Karena sakit dan udzur
5. Karena ada keperluan penting yang bukan menjadi kebiasaan

Sholat jamak ada dua macam, yakni jamak takdim dan jamak takhir. Sholat jamak takdim adalah sholat dzuhur dan asar dikerjakan pada waktu dzuhur atau maghrib dan isya dikerjakan pada waktu maghrib. Adapun jamak takhir yaitu sholat dzuhur dan asar dikerjakan pada waktu asar atau sholat maghrib dan isya dikerjakan pada waktu isya.

Dalam melakukan sholat jamak takdim ada beberapa syarat yang harus dipenuhi,
1. Tertib yaitu mengerjakan sholat pertama terlebih dahulu, misalnya: dzuhur dahulu kemudian asar atau maghrIb dahulu baru isya.
2. Niat menjamak sholat dilakukan pada saat takbiratulihram
3. Langsung melaksanakan sholat berikutnya yaitu setelah salam langsung ikamah dan kemudian melaksanakan sholat asar atau isya tanpa diselingi sholat sunnah.

Adapun syarat-syarat sholat jamak takhir adalah sebagai berikut:
1. Niat menjamak takhir dilakukan pada waktu sholat pertama; jika waktu masuk sholat pertama, maka niat jamak takhir harus dilakukan tanpa langsung sholat karena sholat dilakukan pada waktu sholat berikutnya
2. Masih dalam perjalanan disaat datangnya waktu yang kedua (hal ini khusus bagi yang melakukan sholat jamak karena musyafir)

Dalam menjamak sholat dapat dilakukan pemendekkan bilangan rakaat sholat, yaitu dari empat menjadi dua. Sholat jamak yang bilangan rakaatnya dipendekkan ini disebut sholat Qashar.

Ada beberapa pendapat mengenai hukum sholat jamak qasar: wajib menurut madzhab Hanafi, sunnah muakad menurut madzhab syaf’i dan Hanbali.

Sholat fardu yang boleh di jamak qasar hanyalah sholat yang terdiri atas empat raka’at, yaitu sholat dzuhur, asar, dan isya. Sholat jamak qasar boleh dilakukan oleh musyafir bila syarat-syarat berikut terpenuhi, yaitu:
1. Perjalanannya jauh (memakan waktu dua hari)
2. Niat qasar dilakukan pada waktu takbiratul ihram
3. Tidak bermakmum pada orang yang bukan musyafir yang tidak mengerjakan sholat qasar

Khusus mengenai batas jarak perjalanan yang menyebabkan musafir dibolehkan mengqasar sholat, para ulama berbeda pendapat.
1. Menurut Imam Syafe’i dan Imam Malik beserta para pengikut keduanya, batas minimal jarak bepergian (safar) untuk dapat mengqasar sholat ialah dua marhalal (48 mil)
2. Menurut abu hanifah dalam salah satu riwayat, mengqasar sholat baru boleh dilakukan apabila jarak perjalanan yang ditempuh mencapai tiga marhalah (72 mil) atau sekitar 24 farsakh (1 farsakh = 5.541 m).

Wallahu a’lam. [Ustadzah Ida Faridah/iman-islam]

– See more at: http://mozaik.inilah.com/read/detail/2296313/tata-cara-salat-jamak-dan-qashar#sthash.7PnijpX4.dpuf

Antara Azan dan Ikamah, Doa tak Akan Ditolak

BANYAK di antara kita datang ke masjid pada waktu setelah azan dan sebelum ikamah. Namun, tahukah Anda bahwa waktu antara azan dan ikamah adalah waktu yang sangat berharga? Tahukah Anda sunah apa yang bisa kita lakukan di waktu tersebut?

Berikut ini adalah dua hadis yang akan senantiasa mengingatkan kita untuk bisa lebih memanfaatkan waktu antara azan dan ikamah dengan melakukan sunah.

1. “Doa tidak akan ditolak antara azan dan ikamah.” (HR Abu Daud)

Mulai sekarang, yuk manfaatkan waktu yang penuh berkah ini untuk memohon kepada Allah segala kebaikan di dunia dan akhirat. Jangan lupa doakan juga kebaikan orang-orang yang Anda sayangi ya.

2. “Antara dua azan (azan dan ikamah) ada salat (sunah). Kemudian pada ucapan beliau yang ketiga kalinya, beliau menambahkan, bagi yang mau.” (HR Bukhari)

Rasulullah saw sangat menganjurkan untuk melakukan salat sunah pada waktu antara azan dan ikamah.

Tidak diragukan lagi, insya Allah, jika kita mengamalkan sunah-sunah tersebut, kita dapat menjalankan salat wajib dengan lebih khusyuk. Yuk, mulai biasakan.

Semoga Allah swt senantiasa melimpahkan rida-Nya untuk kita semua. Amin. [yha]

 

 

– See more at: http://mozaik.inilah.com/read/detail/2296619/antara-azan-dan-ikamah-doa-tak-akan-ditolak#sthash.4CY5dcEP.dpuf

12.000 Keutamaan Salat dalam 12 Perkara (bagian 2)

PARA ahli tasawuf mengatakan bahwa ada 12.000 keutamaan dalam shalat yang disimpan Allah Ta’ala dalam dua belas perkara. Dua belas perkara itu penting sekali untuk dijaga supaya shalat menjadi sempurna dan kita mendapatkan faidah yang penuh darinya.

Dua belas perkara itu sebagai berikut: (1) ilmu (Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Amal yang sedikit tetapi dilakukan dengan ilmu, lebih baik daripada amal yang banyak tanpa ilmu.”), (2) wudhu, (3) pakaian, (4) waktu, (5) menghadap kiblat, (6) niat, (7) membaca takbir pertama (takbiratul ihram), (8) berdiri, (9) membaca Al-Quran, (10) rukuk, (11) sujud, dan (12) duduk dalam tahiyyat.

Penyempurnanya adalah ikhlas. Dari kedua belas perkara itu setiap perkara memiliki tiga bagian penting, yaitu sebagai berikut:

4. Waktu, ada tiga hal yang harus diperhatikan
a. Memperhatikan posisi matahari, bintang-bintang, dan lain-lain supaya mengetahui waktu yang tepat (pada waktu kini sebagai gantinya adalah jam)
b. Memperhatikan adzan
c. Hati senantiasa memikirkan waktu shalat, jangan sampai terlewat tanpa disadari

5. Menghadap kiblat, ada tiga hal yang harus diperhatikan
a. Secara zhahir badan menghadap kiblat
b. Hati menghadap Allah Ta’ala, sebab Dialah kiblat bagi hati
c. Menghadap kepada Allah Ta’ala dengan sepenuh adab

6. Niat, terdapat tiga hal yang harus diperhatikan
a. Sadar akan shalat apa yang akan dikerjakan
b. Berdiri di hadapan Allah Ta’ala dengan merasa dilihat oleh-Nya
c. Merasa bahwa Allah mengetahui keadaan hati kita

[bersambung]

 

 

– See more at: http://mozaik.inilah.com/read/detail/2296596/12000-keutamaan-salat-dalam-12-perkara-bagian-2#sthash.fhSsHSVM.dpuf

12.000 Keutamaan Salat dalam 12 Perkara (bagian 1)

PARA ahli tasawuf mengatakan bahwa ada 12.000 keutamaan dalam shalat yang disimpan Allah Ta’ala dalam dua belas perkara. Dua belas perkara itu penting sekali untuk dijaga supaya shalat menjadi sempurna dan kita mendapatkan faidah yang penuh darinya.

Dua belas perkara itu sebagai berikut: (1) ilmu (Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Amal yang sedikit tetapi dilakukan dengan ilmu, lebih baik daripada amal yang banyak tanpa ilmu.”), (2) wudhu, (3) pakaian, (4) waktu, (5) menghadap kiblat, (6) niat, (7) membaca takbir pertama (takbiratul ihram), (8) berdiri, (9) membaca Al-Quran, (10) rukuk, (11) sujud, dan (12) duduk dalam tahiyyat.

Penyempurnanya adalah ikhlas. Dari kedua belas perkara itu setiap perkara memiliki tiga bagian penting, yaitu sebagai berikut:

1. Ilmu, ada tiga hal yang harus diperhatikan
a. Mengetahui yang fardhu (rukun) dan yang sunnah secara jelas
b. Mengetahui jumlah fardhu (rukun) dan sunnah dalam wudhu dan shalat
c. Mengetahui cara menghadapi tipu daya setan dalam shalat

2. Wudhu, terdapat tiga perkara yang harus diperhatikan
a. Sebagaimana kita membersihkan anggota wudhu, hendaknya kita membersihkan hati dari iri dan dengki
b. Menjaga anggota badan kita dari perbuatan dosa
c. Jangan terlalu banyak atau jangan terlalus sedikit dalam menggunakan air

3. Pakaian, ada tiga hal yang harus diperhatikan
a. Diperolah dengan cara yang halal
b. Suci dari najis
c. Sesuai dengan sunnah Rasulullah, yaitu tidak melebihi mata kaki dan tidak menunjukkan kesombongan

[bersambung]

 

 

– See more at: http://mozaik.inilah.com/read/detail/2296595/12000-keutamaan-salat-dalam-12-perkara-bagian-1#sthash.rAWc1QbE.dpuf

Tony Blair Mengaku Membaca Al Qur’an Setiap Hari

Ada yang berubah dari sosok mantan Perdana Menteri Inggris, Tony Blair semenjak meninggalkan Downing Street 10 tahun 2007 silam. Ia kini lebih terbuka soal pentingnya kehadiran agama.

Perubahan pertama, Blair memutuskan masuk Katolik Roma meski dibesarkan dalam keluargan Anglikan. Yang menarik, Blair tidak sungkan untuk mengatakan dirinya membaca Al Qur’an setiap hari.

“Saya membaca Al Qur’an setap hari. Sebagian untuk mengetahui apa yang terjadi di dunia, sebagian lagi karena Alquran mengandung banyak pelajaran,” kata dia dalam wawancara dengan majalah Obsever.

Blair mengatakan, pengetahuan tentang keimanan dan kepercayaan membuat dirinya mendapat modal guna menjalankan tugas barunya sebagai utusan Timur Tengah untuk PBB, AS, Uni Eropa dan Rusia. “Saya percaya pengetahuan terhadap keimanan penting dalam dunia global,” ujar Blair yang dikabarkan pernah menghadiahkan Al Qur’an kepada adik iparnya, Lauren Booth.

Sebelumnya, Blair pada tahun 2006, memuji Al Qur’an yang dinilainya sebagai buku reformasi. Alquran menurut Blair, mengutamakan ilmu pengetahuan dan membenci tahayul.

Kitab ini juga bervisi ke depan, utamanya dalam hal pernikahan, perempuan dan pemerintahan. Blair pun menyayangkan ketika ada pihak yang menafsirkan Al Qur’an sebagai panggilan jihad kekerasan.

Mantan tim sukses Blair, John Burton mengatakan, dua tahun yang lalu Blair sangat percaya intervensi di Kosovo, Sierra Leone dan Irak merupakan bagian dari pertempuran Kristen. Namun, kini dia membantah bahwa peperangan itu bukanlah “perang salib”.

“Orang-orang masih bertanya apakah keikutsertaan militer Inggris di Irak atau Afghanistan didasarkan pada beberapa jenis instruksi ilahi. Itu sampah,” pungkas dia.

Hukum Mengafirkan Orang Lain

Memvonis kafir (takfir) adalah persoalan paling krusial dalam Islam. Dalam hadisnya Rasulullah SAW mengingatkan, “Apabila seseorang berkata kepada saudaranya, ‘wahai kafir’, pasti salah satu dari keduanya akan mendapatkan kekafiran itu.” (HR Bukari Muslim). Artinya, jika vonis kafir tersebut tidak terbukti, kekafiran bisa kembali kepada orang yang mengatakannya.

 Para ulama mengelompokkan jenis-jenis kafir dalam empat kategori. Pertama, kafir ingkar, yaitu mengingkari tauhid dengan hati dan lisannya. Kedua, kafir juhud (penolakan), yaitu mengingkari tauhid dengan lisan saja, tetapi hatinya masih beriman. Ketiga, kafir mu’anid, yaitu mereka yang hati dan lisannya sudah mengakui Islam, tetapi masih menolak beriman. Keempat, kafir nifaq, yaitu mengaku beriman, padahal hatinya mengingkari. 

Untuk mengetahui seseorang telah kafir atau tidak, perlu sebuah pembuktian yang yakin. Jadi, sebenarnya memvonis kafir merupakan perbuatan yang dilarang bagi mereka yang awam dalam agama. Apalagi, dilakukan oleh orang per orang atau lembaga yang tidak mempunyai kredibilitas dan kompetensi dalam hal ini. Para ulama menegaskan, vonis kafir harusnya keluar dari lisan para ulama yang diberikan otorisasi dari umat Islam dan negara.

Maraknya fenomena takfir ini menjadi salah satu bahasan paling menarik dalam gelaran Istima’ MUI se-Indonesia ke-5 yang digelar di Tegal beberapa waktu lalu. Pembahasannya terkait dua jenis sikap ekstrem yang berkembang di masyarakat. Pertama, tafrith fit takfir (menggampangkan atau meniadakan vonis kafir). Sedangkan yang kedua, ifrath fit takfir (gampang mengafirkan orang). Para ulama mengimbau agar umat Islam tidak terjebak dengan dua model pemikiran ekstrem tersebut. Umat Islam diminta memilih pendapat ulama yang moderat (wasathan).

Para ulama menegaskan, vonis kafir bisa ditetapkan setelah benar-benar memenuhi persyaratannya. Seperti, ucapan atau perbuatan yang menyebabkan kekafiran tersebut dilakukan seorang yang mukalaf (akil baligh dan berakal). Atau seorang mukalaf melakukan perbuatan yang menyebabkan kekafiran yang benar dilakukan tanpa adanya paksaan. Ucapan atau perbuatan yang menjurus pada kekafiran tersebut juga bukan disebabkan ketidakstabilan secara emosi atau fikiran. Atau penyebab kekafiran tersebut bukan karena kebodohannya karena belum sampai padanya hujah dan dalil-dalil yang jelas.

Di samping itu, penyebab kekafiran tersebut bukanlah disebabkan syubhat atau takwil tertentu. Misalkan, seseorang yang mencoba-coba menafsirkan nas Alquran dengan niat untuk mencapai kebenaran dan bukan karena hawa nafsunya. Jika salah dalam perbuatannya ini, ia belum bisa divonis kafir.

Para ulama juga menegaskan, vonis kafir adalah upaya terakhir dengan syarat prosedur yang ketat. Vonis kafir ditetapkan berdasarkan syara, bukan oleh opini, hawa nafsu, atau keinginan sekelompok pihak.

Terkecuali telah nyata meyakinkan seorang mukalaf melakukan salah satu dari penyebab kekafiran ini. Pertama, kafir i’tiqad, yaitu keyakinan yang bertentangan dengan salah satu rukun iman atau mengingkari ajaran Islam yang qath’i. Misalnya, mengingkari kewajiban shalat, zakat, puasa, dan haji.

Kedua, kafir qauliyah (ucapan), yaitu setiap ucapan yang mengandung pengakuan atas akidah kufur. Misalkan, penolakan terhadap salah satu akidah islam atau menistakan agama baik akidah maupun syariat. Ketiga, kafir ‘amaliyah (perbuatan), yaitu perbuatan yang dipastikan mengandung indikator nyata akidah yang kufur.

Para ulama juga bersepakat, sebelum vonis kafir diberikan, harus dilewati beberapa ketentuan. Misalnya, harus dilakukan verifikasi dan validasi secara jelas bahwa semua hal-hal yang terkait dengan iktikad, perkataan, dan perbuatan yang menyebabkan kekufuran tersebut benar adanya. Para ulama juga menghindari pengafiran individual.

Terkecuali setelah tegaknya hujah yang mu’tabarah. Vonis kafir hanya boleh dilakukan secara kolektif oleh ulama yang berkompeten dan memahami dengan baik syarat-syarat penghalang takfir.

Jadi, seorang yang telah melakukan dosa besar sekalipun belum bisa menjadikan dirinya kafir. Dalam akidah Ahlussunah waljamaah, dosa yang dilakukan seseorang walaupun berulang-ulang tidak membatalkan syahadatnya. Apalagi, orang yang dalam posisi terpaksa melakukan kekufuran. Allah SWT berfirman, “Kecuali orang yang dipaksa kafir padahal hatinya tetap tenang dalam keimanan (dia tidak berdosa),” (QS an-Nahl [16]: 106). 

Orang yang terlalu cepat menghukum orang lain kafir sangat berbahaya dalam tatanan masyarakat. Misalkan, orang yang sangat dangkal memahami firman Allah SWT, “Siapa yang tidak memutuskan menurut apa yang diturunkan Allah, maka mereka itulah orang-orang kafir.” (QS al-Maidah [5]: 44). Lantas, apakah dengan ayat ini boleh mengafirkan pengadilan, DPR, pemerintah, bahkan Pancasila? Mereka beralasan semua itu diputuskan tidak mengacu pada apa yang diturunkan Allah SWT, yakni Alquran.

Terlalu terburu-buru menjustifikasi dan mengatakan semua itu kafir. Ali bin Abi Thalib dalam riwayat Abnu Abdil Barr pernah ditanya tentang status keimanan orang-orang yang memeranginya di Perang Jamal dan Perang Shifin. Ali bin Abi Thalib tak menyebutnya musyrik atau munafik. “Mereka adalah saudara kita yang sesama Muslim, hanya saja mereka memberontak kepada kita,” ucap Ali.

Seorang yang meninggalkan shalat bahkan diistilahkan kafir dari sabda Rasulullah SAW, “Siapa yang meninggalkan shalat maka telah kafir.” (HR Tirmizi). Dan hadis Beliau SAW, “Antara seseorang dan kekafiran adalah shalat.” (HR Muslim). Kendati demikian, para ulama tetap mengistilahkan kafirun duna kufrin (kafir yang tidak boleh disebut kafir). Sekalipun ada orang yang tidak shalat, mereka tidak bisa divonis kafir. Apalagi, sampai menvonis lembaga negara dengan kafir.

Sembarangan memvonis orang lain telah kafir juga disebut sebagai tindak kejahatan. Dalam hadis disebutkan, “Melaknat seorang mukmin sama dengan membunuhnya dan menuduh seorang mukmin dengan kekafiran adalah sama dengan membunuhnya.” (HR Bukhari).

Inilah yang dipesankan Imam al-Qurthubi. Bab takfir adalah bab yang berbahaya. “Banyak orang berani mengafirkan, mereka pun jatuh (dalam kesalahan) dan para ulama besar bersikap tawaquf (hati-hati) pun selamat. Kita tidak dapat membandingkan keselamatan dengan apa pun juga,” kata sang Imam. Allahu a’lam. ed: hafidz muftisany