Tahukah Kamu 7 Keistimewaan Bulan Syawal? (bag 2)

TERDAPAT banyak kemuliaan dan keistimewaan bulan Syawal, yakni:

5. Bulan Nikah

Syawal adalah bulan yang baik untuk menikah. Hal ini sekaligus mendobrak khurafat, yakni pemikiran dan tradisi jahiliyah yang tidak mau melakukan pernikahan pada bulan Syawal karena takut terjadi malapetaka. Budaya jahiliyah itu muncul disebabkan pada suatu tahun, tepatnya bulan Syawal, Allah Ta’ala menurunkan wabah penyakit, sehingga banyak orang mati termasuk beberapa pasangan pengantin.

Maka sejak itulah kaum jahiliah tidak mau melangsungkan pernikahan pada bulan Syawal. Khurafat itu didobrak oleh Islam. Rasulullah menunjukkan sendiri bahwa bulan Syawal baik untuk menikah. Siti Aisyah menegaskan: “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam menikahi saya pada bulan Syawal, berkumpul (membina rumah tangga) dengan saya pada bulan Syawal, maka siapakah dari istri beliau yang lebih beruntung daripada saya?”.

Selain dengan Siti Aisyah, Rasulullah juga menikahi Ummu Salamah pada bulan Syawal. Menurut Imam An-Nawawi, hadis tersebut berisi anjuran menikah pada bulan Syawal. Aisyah bermaksud, dengan ucapannya ini, untuk menolak tradisi jahiliah dan anggapan mereka bahwa menikah pada bulan Syawal tidak baik.

6. Bulan peningkatan

Inilah keistimewaan bulan Syawal yang paling utama. Syawal adalah bulan peningkatan kualitas dan kuantitas ibadah. Kata Syawal, secara harfiyah, artinya “peningkatan”, yakni peningkatan ibadah sebagai hasil latihan selama bulan Ramadan. Umat Islam diharapkan mampu meningkatkan amal kebaikannya pada bulan ini, bukannya malah menurun atau kembali ke “watak” semula yang jauh dari Islam. Naudzubillah.

7. Bulan pembuktian takwa

Inilah makna terpenting bulan Syawal. Setelah Ramadan berlalu, pada bulan Syawal merupakan bulan pembuktian berhasil atau tidaknya ibadah Ramadan, terutama ibadah puasa, yang bertujuan meraih derajat takwa.

Jika tujuan itu tercapai, sudah tentu seorang muslim akan menjadi lebih baik kehidupannya, lebih saleh perbuatannya, lebih dermawan, lebih bermanfaat bagi sesama, lebih khusyu ibadahnya, dan seterusnya. Paling tidak, semangat beribadah dan dakwah tidak menurun setelah Ramadan. Wallahu alam. [abatasa]

– See more at: http://mozaik.inilah.com/read/detail/2307105/tahukah-kamu-7-keistimewaan-bulan-syawal-bag-2#sthash.rF0S2cVS.dpuf

Tahukah Kamu 7 Keistimewaan Bulan Syawal? (bag 1)

TERDAPAT banyak kemuliaan dan keistimewaan bulan Syawal, yakni:

1. Bulan Kembali ke Fitrah

Syawal adalah bulan kembalinya umat Islam kepada fitrahnya, diampuni semua dosanya, setelah melakukan ibadah Ramadan selama sebulan penuh. Paling tidak, tanggal 1 Syawal umat Islam “kembali makan pagi” dan diharamkan berpuasa pada hari itu.

Tibanya bulan Syawal membawa kemenangan bagi mereka yang berhasil menjalani ibadah puasa sepanjang Ramadan. la merupakan lambang kemenangan umat Islam hasil dari peperangan menentang musuh dalam jiwa yang terbesar, yaitu hawa nafsu.

2. Bulan Takbir

Tanggal 1 Syawal adalah Hari Raya Idul Fitri, seluruh umat Islam di berbagai belahan dunia mengumandangkan takbir. Maka, bulan Syawal pun merupakan bulan dikumandangkannya takbir oleh seluruh umat Islam secara serentak, paling tidak selama satu malam, yakni begitu malam memasuki tanggal 1 Syawal alias malam takbiran hingga menjelang salat Idul Fitri.

Kumandang takbir merupakan ungkapan rasa syukur atas keberhasilan dalam melaksanakan ibadah Ramadan selama sebulan penuh. Kemenangan yang diraih itu tidak akan tercapai, kecuali dengan pertolongan-Nya. Maka umat Islam pun memperbanyakkan dzikir, takbir, tahmid, dan tasbih.

“Dan agar kamu membesarkan Allah atas apa-apa yang telah la memberi petunjuk kepada kamu, dan agar kamu bersyukur atas nikmat-nikmat yang telah diberikan” (QS al-Baqarah: 185).

3. Bulan Silaturahmi

Dibandingkan bulan-bulan lainnya, pada bulan inilah umat Islam sangat banyak melakukan amaliah silaturahmi, mulai mudik ke kampung halaman, saling bermaafan dengan teman atau tetangga, halal bi halal. Betapa Syawal pun menjadi bulan penuh berkah, rahmat, dan ampunan Allah karena umat Islam menguatkan tali silaturahmi dan ukhuwah Islamiyah.

4. Puasa Satu Tahun

Amaliah yang ditentukan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam pada bulan Syawal adalah puasa sunah selama enam hari, sebagai kelanjutan puasa Ramadan.

“Barangsiapa berpuasa pada bulan Ramadan lalu diiringinya dengan puasa enam hari bulan Syawal, berarti ia telah berpuasa setahun penuh” (HR. Muslim, Abu Dawud, At-Tirmidzi, An-Nasai dan Ibnu Majah).

Dalam hadis yang lain disebutkan “Allah telah melipatgandakan setiap kebaikan dengan sepuluh kali lipat. Puasa bulan Ramadan setara dengan berpuasa sebanyak sepuluh bulan. Dan puasa enam hari bulan Syawal yang menggenapkannya satu tahun.” (HR An-Nasai dan Ibnu Majah). [bersambung]

 

 

– See more at: http://mozaik.inilah.com/read/detail/2307104/tahukah-kamu-7-keistimewaan-bulan-syawal-bag-1#sthash.E0WyX8sV.dpuf

Ternyata, Posisi Duduk Seperti Ini Dimurkai Allah

AGAMA Islam mengatur seluruh aspek kehidupan termasuk urusan duduk. Untuk yang satu ini, memang kurang mendapat perhatian serius. Sebagian berpikir, bagaimana bisa duduk saja sampai diatur dalam agama.

Namun begitulah ajaran Islam, setiap sendi kehidupan bernafas dengan aturan yang sudah ditetapkan. Peraturan yang dibuat, bukan bermaksud memberatkan, namun justru berdampak positif baik dari segi sosial dan kesehatan.

Ternyata cara duduk juga diatur sedemikian rupa. Melalui Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, Allah mengabarkan Dia begitu murka dengan hamba-hamba-Nya yang duduk seperti ini. Sebagai muslim, sudah selayaknya kita menjauhi apa yang diperintahkan Rasul, termasuk menghindari duduk seperti berikut.

Ternyata duduk yang dimurkai Allah adalah dengan meletakkan tangan kiri di belakang dan dijadikan sandaran atau tumpuan. Bukankah ini sering kita lakukan? Terutama saat duduk di lantai saat menghadiri jamuan, saat bersantai bersama keluarga atau saat berada di dalam masjid.

Hadist Riwayat Abu Daud dari Syirrid bin Suwaid radhiyallahu anhu berkata bahwa Rasulullah bersabda yang artinya:

“Rasulullah pernah melintas di hadapanku sedang aku duduk seperti ini, yaitu bersandar pada tangan kiriku yang aku letakkan di belakang. Lalu baginda Nabi bersabda, “Adakah engkau duduk sebagaimana duduknya orang-orang yang dimurkai?” (HR. Abu Daud).

Syaikh Abdul Al Abbad mengatakan bahwa duduk seperti ini hukumnya haram, meski sebagian ulama lain mengatakan makruh.

“Makruh dapat dimaknakan juga haram. Dan kadang makruh juga berarti makruh tanzih (tidak sampai haram). Akan tetapi dalam hadits disifati duduk semacam ini adalah duduk orang yang dimurkai, maka ini sudah jelas menunjukkan haramnya.” (Syarh Sunan Abi Daud, 28: 49)

Sementara itu Syaikh Muhammad bin Sholih Al Utsaimin mengatakan, duduk yang dimurkai sebagaimana yang disifati Nabi dengan menjadikan tangan kiri sebagai penumpu tubuh. Namun jika meletakkan kedua tangan sebagai tumpuan, atau tangan kanan saja menjadi tumpuan, maka hal itu tidak mengapa.

Lantas jika ada yang bertanya, dimana logikanya? Sebagian mungkin mengatakan, ini tidak masuk akal dan tidak berdasarkan ilmu pengetahuan. Allah dan Rasulullah sudah memerintahkan, maka ini sudah cukup bagi seorang muslim.

Masihkan kita butuh bukti lain? Jika ini perintah Allah dan Rasul-Nya, maka kita tidak butuh bukti lain. Ini adalah perintah dan jika tidak ditaati merupakan tanda kesombongan seorang muslim. [Wiwik Setiawati]

 

 

– See more at: http://mozaik.inilah.com/read/detail/2306924/ternyata-posisi-duduk-seperti-ini-dimurkai-allah#sthash.bFFCt8fB.dpuf

10 Ribu Rupiah Membuat Kau Mengerti Cara Bersyukur

ADA seorang sahabat menuturkan kisahnya. Dia bernama Budiman. Sore itu ia menemani istri dan seorang putrinya berbelanja kebutuhan rumah tangga bulanan di sebuah toko swalayan. Usai membayar, tangan-tangan mereka sarat dengan tas plastik belanjaan.

Baru saja mereka keluar dari toko swalayan, istri Budiman dihampiri seorang wanita pengemis yang saat itu bersama seorang putri kecilnya. Wanita pengemis itu berkata kepada istri Budiman, “Beri kami sedekah, Bu!”

Istri Budiman kemudian membuka dompetnya lalu ia menyodorkan selembar uang kertas berjumlah 1000 rupiah. Wanita pengemis itu lalu menerimanya. Tatkala tahu jumlahnya tidak mencukupi kebutuhan, ia lalu menguncupkan jari-jarinya mengarah ke mulutnya.

Kemudian pengemis itu memegang kepala anaknya dan sekali lagi ia mengarahkan jari-jari yang terkuncup itu ke mulutnya, seolah ia ingin berkata, “Aku dan anakku ini sudah berhari-hari tidak makan, tolong beri kami tambahan sedekah untuk bisa membeli makanan!”

Mendapati isyarat pengemis wanita itu, istri Budiman pun membalas isyarat dengan gerak tangannya seolah berkata, “Tidak… tidak, aku tidak akan menambahkan sedekah untukmu!”

Ironisnya meski tidak menambahkan sedekahnya, istri dan putrinya Budiman malah menuju ke sebuah gerobak gorengan untuk membeli cemilan. Pada kesempatan yang sama Budiman berjalan ke arah ATM center guna mengecek saldo rekeningnya. Saat itu memang tanggal gajian, karenanya Budiman ingin mengecek saldo rekening dia.

Di depan ATM, Ia masukkan kartu ke dalam mesin. Ia tekan langsung tombol INFORMASI SALDO. Sesaat kemudian muncul beberapa digit angka yang membuat Budiman menyunggingkan senyum kecil dari mulutnya. Ya, uang gajiannya sudah masuk ke dalam rekening.

Budiman menarik sejumlah uang dalam bilangan jutaan rupiah dari ATM. Pecahan ratusan ribu berwarna merah kini sudah menyesaki dompetnya. Lalu ada satu lembar uang berwarna merah juga, namun kali ini bernilai 10 ribu yang ia tarik dari dompet. Uang itu Kemudian ia lipat kecil untuk berbagi dengan wanita pengemis yang tadi meminta tambahan sedekah.

Saat sang wanita pengemis melihat nilai uang yang diterima, betapa girangnya dia. Ia pun berucap syukur kepada Allah dan berterima kasih kepada Budiman dengan kalimat-kalimat penuh kesungguhan:

“Alhamdulillah… Alhamdulillah… Alhamdulillah… Terima kasih tuan! Semoga Allah memberikan rezeki berlipat untuk tuan dan keluarga. Semoga Allah memberi kebahagiaan lahir dan batin untuk tuan dan keluarga. Diberikan karunia keluarga sakinah, mawaddah wa rahmah. Rumah tangga harmonis dan anak-anak yang shaleh dan shalehah. Semoga tuan dan keluarga juga diberi kedudukan yang terhormat kelak nanti di surga…!”

Budiman tidak menyangka ia akan mendengar respon yang begitu mengharukan. Budiman mengira bahwa pengemis tadi hanya akan berucap terima kasih saja. Namun, apa yang diucapkan oleh wanita pengemis tadi sungguh membuat Budiman terpukau dan membisu. Apalagi tatkala sekali lagi ia dengar wanita itu berkata kepada putri kecilnya, “Dik, Alhamdulillah akhirnya kita bisa makan juga….!”

Deggg…!!! Hati Budiman tergedor dengan begitu kencang. Rupanya wanita tadi sungguh berharap tambahan sedekah agar ia dan putrinya bisa makan. Sejurus kemudian mata Budiman membuntuti kepergian mereka berdua yang berlari menyeberang jalan, lalu masuk ke sebuah warung tegal untuk makan di sana.

Budiman masih terdiam dan terpana di tempat itu. Hingga istri dan putrinya kembali lagi dan keduanya menyapa Budiman. Mata Budiman kini mulai berkaca-kaca dan istrinya pun mengetahui itu. “Ada apa Pak?” Istrinya bertanya.

Dengan suara yang agak berat dan terbata Budiman menjelaskan: “Aku baru saja menambahkan sedekah kepada wanita tadi sebanyak 10 ribu rupiah!”

Awalnya istri Budiman hampir tidak setuju tatkala Budiman mengatakan bahwa ia memberi tambahan sedekah kepada wanita pengemis. Namun Budiman kemudian melanjutkan kalimatnya:

“Bu…, aku memberi sedekah kepadanya sebanyak itu. Saat menerimanya, ia berucap hamdalah berkali-kali seraya bersyukur kepada Allah. Tidak itu saja, ia mendoakan aku, mendoakan dirimu, anak-anak dan keluarga kita. Panjaaaang sekali ia berdoa!

Dia hanya menerima karunia dari Allah Swt sebesar 10 ribu saja sudah sedemikian hebatnya bersyukur. Padahal aku sebelumnya melihat di ATM saat aku mengecek saldo dan ternyata di sana ada jumlah yang mungkin ratusan bahkan ribuan kali lipat dari 10 ribu rupiah. Saat melihat saldo itu, aku hanya mengangguk-angguk dan tersenyum. Aku terlupa bersyukur, dan aku lupa berucap hamdalah.

Bu…, aku malu kepada Allah! Dia terima hanya 10 ribu begitu bersyukurnya dia kepada Allah dan berterimakasih kepadaku. Kalau memang demikian, siapakah yang pantas masuk ke dalam surga Allah, apakah dia yang menerima 10 ribu dengan syukur yang luar biasa, ataukah aku yang menerima jumlah lebih banyak dari itu namun sedikitpun aku tak berucap hamdalah.”

Budiman mengakhiri kalimatnya dengan suara yang terbata-bata dan beberapa bulir air mata yang menetes. Istrinya pun menjadi lemas setelah menyadari betapa selama ini kurang bersyukur sebagai hamba. Ya Allah, ampunilah kami para hamba-Mu yang kerap lalai atas segala nikmat-Mu. [kisahinspirasi]

 

– See more at: http://mozaik.inilah.com/read/detail/2307168/10-ribu-rupiah-membuat-kau-mengerti-cara-bersyukur#sthash.6sCYgkFB.dpuf

Takutlah kepada Allah

Pimpinan Majelis Az-Zikra Ustadz Muhammad Arifin Ilham mengemukakan pentingnya seorang Muslim takut kepada Allah, hamba yang takut kepada Allah, dan orang yang tidak takut kepada Allah.

“Takutlah kepada Allah, takutlah kepada seorang hamba yang takut kepada Allah, dan takutlah kepada orang yg tidak takut pada Allah,” ujar Ustadz Muhammad Arifin Ilham kepada Republika.co.id, Jumat (8/7/2016).

Ustadz Arifin menambahkan, takut kepada Allah adalah buah dari mengenal-Nya. “Bagaimana berani menggunakan nikmat nafas menghela ini berbuat maksiat kepada Pemegang nyawanya?“

Arifin lalu mengutip Alquran Surah Al-Infithor ayat 6-12, yang artinya, “Hai manusia,  apa yang menyebabkan kamu berbuat maksiat kepada Allah, bukankah Allah yang menciptakanmu… (dan seterusnya).”

Arifin melanjutkan, seorang Muslim juga perlu takut kepada seorang hamba yang takut kepada Allah. “Jangan menjauhinya apalagi membencinya karena mereka adalah para kekasih Allah,” tuturnya.

Arifin menyitir ayat-ayat Alquran tentang kedekatan hamba yang bertakwa, kepada Allah SWT. “Sesungguhnya Allah mencintai para hamba-Nya yang bertakwa.” (QS Ali Imran: 76). Dan Allah sangat dekat dengan  mereka, “Ketahuilah sesungguhnya Allah bersama para hamba-Nya bertaqwa” (QS At-Taubah:123).

Arifin menjelaskan, seorang Muslim juga perlu takut kepada  orang yang tidak takut kepada Allah. “Kita perlu takut kepada orang yang tidak takut kepada Allah karena keberanian dan kenekatan mereka berbuat maksiat mengundang bala bencana azab Allah,” ujarnya.

Allah SWT menegaskan hal tersebut dalam QS Al-Anfal ayat 25, yang artinya, “Takutlah kalian kepada azab Allah yang tidak hanya menimpa orang zalim di antara kalian tetapi juga menimpa orang saleh di tengah mereka…”

Sungguh, kata Arifin,  hancurnya suatu keluarga, suatu kampung, suatu negeri bukan karena hanya banyaknya orang berbuat maksiat  atau berbuat zalim,  tetapi karena diamnya orang saleh.

Arifin  melantunkan sebait doa, “Allahumma ya Allah,  tancapkan di hati kami rasa takut yang hebat kepada-Mu, dekatkan kami dengan hamba hamba-Mu yang takut kepadaMu, dan jauhkan kami dari  mereka yang tidak takut kepada-Mu. Aamiin.”

 

 

sumber: Republika Online

Teruskanlah Semangat Ramadhan,…

Bulan Ramadhan 1437 H sudah terlewati, kita sudah memasuki bulan Syawal. Bulan yang penuh keberkahan sudah meninggalkan kita. Kita pun sudah meninggalkan bulan, dimana setiap ibadah yang kita lakukan dilipatgandakan pahalanya. Tak perlu ada penyesalan.

Meskipun begitu, Allah tidak menutup kesempatan kita untuk melipatgandakan pahala di bulan lain. Masih banyak perbuatan yang bisa melipatgandakan pahala kita, itu kalaulah kita menghendakinya. Apa sajakah itu?

  1. Teruslah beribadah, seakan-akan kita beribadah di bulan Ramadhan;
  2. Jaga hati, dan jaga panca indera kita dari hal-hal yang dilarang ketika kita berpuasa di bulan Ramadhan;
  3. Tetaplah sholat berjamaah di musholah atau masjid karena 27 kali lipat pahalanya;
  4. Teruslah beramal/sodakoh karena itulah bekal yang menolong kita di akherat;
  5. Terulah mendidik anak-anak kita menjadi anak yang soleh/solehah yang doanya begitu kita butuhkan;
  6. Berhentilah melakukan fitnah atau hal-hal yang tidak produktif lainnya yang membuat orang lain terluka hatinya;
  7. Perbanyak berdoa di waktu-waktu dan tempat mustajab untuk berdoa;
  8. Banyaklah beristigfar, karena kita tidak pernah tahu kapan Allah SWT mengampuni dosa kita, dan kitapun tak pernah tahu kapan Allah SWT mencabut nyawa kita.

 

 

oleh Sukarja

sumber: Alfalahku.com

Ini Dia Sosok Pencetus Tradisi Lebaran Ketupat

Masyarakat Jawa umumnya mengenal dua kali lebaran, pertama adalah Idul Fitri 1 Syawal dan kedua adalahlebaran ketupat pada 8 Syawal, setelah puasa sunah enam hari Syawal.

Dito Alif Pratama dalam artikelnya “Lebaran Ketupat dan TradisiMasyarakat Jawa” mengungkapkan lebaran ketupat pertama kali dikenalkan Sunan Kalijaga.

Saat itu Sunan Kalijaga menggunakan dua istilah, Bakda Lebaran danBakda Kupat. Bakda Lebaran adalah perayaan Idul Fitri yang diisi dengan shalat Id dan silaturahim.

Sementara Bakda Kupat dilakukan tujuh hari setelahnya. Masyarakat kembali membuat ketupat untuk diantarkan kepada sanak kerabat sebagai tanda keberasamaan.

Tradisi ini juga tetap lestari di komunitas Muslim Jawa di berbagai daerah seperti Muslim di Kampung Jawa Todano di Minahasa.

Tradisi mengantarkan makanan ini juga teradapat di Motoboi Besar, Sulawesi Utara dan di Bali. Muslim Bali atau Nyama Selam (saudara yang bergama Islam) melakukan tradisi ngejot yakni mengantarkan makanan ke tetangga menjelang Idul Fitri.

Mengutip “Malay Annal of Semarang and Chrebon’ oleh H.J de Graaf,” – Listya Ayu Saraswati dan P. Ayu Indah Wardhani dalam makalah mereka “Perjalanan Multikultural Dalam Sepiring Ketupat Cap Go Meh” menulis ketupat sudah dikenal masyarakat Jawa pada abad ke-15 seiring penyebaran Islam yang dilakukan Wali Songo (sembilan wali) di Pulau Jawa.

Lebaran ketupat yang dirayakan pada 8 Syawal ini merupakan bentuk menyisipan nilai Islam dalam budaya lokal. Misalnya pada Perang Topat (perang ketupat) di masyarakat Islam Suku Sasak.

Perang Topat sebenarnya bertepatan dengan upacaya pujawali umat Hindu yang diperingati pada bulan keenam Kalender Bali. Bagi masyarakat Islam Sasak, Perang Topat merupakan peringatan masuknya Islam di sana.

 

sumber: Republika Online

Kapan Harus Berpuasa Enam Hari Syawal? Simak Penjelasan ini

Berpuasa enam hari di sepanjang Syawwal, adalah salah satu sunah Rasulullah SAW yang utama. Dalam hadis riwayat Muslim dan sejumlah imam pengarang Kitab Sunan dari Abu Ayyub al-Anshari disebutkan, bahwa keutamaan berpuasa enam hari tersebut, akan menyempurnakan puasa Ramadhan. Fadilahnya, seperti berpuasa satu tahun penuh.

Berangkat dari hadis tersebut, ungkap Syekh Dr Muhammad Mushlih az-Za’abi, dalam kitabnya yang berjudul Shiyam Sittin Min Syawwal; Dirasah Haditsiyyah Fiqhiyyah para ulama mazhab memiliki penyikapan dan cara pandang yang berbeda. Muncul perbedaan pendapat menyoal hukum puasa enam hari selama Syawwal.

Pendapat yang pertama menyatakan, hukum berpuasa enam hari tersebut adalah sunat. Mayoritas ulama mazhab mengamini opsi ini. Mereka terdiri Mazhab Syafi’i, Hanbali, sebagian dari Mazhab Hanafi dan Maliki.

Bagi kelompok yang kedua, hukum berpuasa enam hari di Syawal adalah makruh. Ini merupakan salah satu opsi di kalangan Mazhab Hanafi dan Maliki.

Sedangkan pendapat yang ketiga mengatakan, hukum puasa enam hari di Syawwal ialah makruh selama dilakukan secara berurutan. Bila dilaksanakan tidak berurutan dan acak, maka masih menurut kelompok yang ketiga, hukumnya boleh. Ini merupakan pandangan sebagian Mazhab Maliki dan Abu Yusuf dari Mazhab Hanafi.

Sementara pendapat keempat menyatakan makruh bila dilakukan mulai 1 Syawwal dan lima hari berikutnya secara berurutan. Akan tetapi, jika dilaksanakan setelah 1 Syawwal, baik secara berurutan atau terpisah, maka hukumnya boleh. Pendapat ini diutarakan oleh sebagian Mazhab Maliki dan Hanafi.

Lantas, bagaimana cara pelaksanaan puasa enam hari Syawwal? Syekh az-Za’abi, kembali menjelaskan bahwa, para ulama yang menyatakan hukum berpuasa enam hari Syawwal adalah sunat, kembali berselisih pandangan, terkait tata cara puasa enam hari Syawwal.

Setidaknya ada tiga pendapat utama, yaitu pertama puasa tersebut dianjurkan setelah 1 Syawwal langsung tidak usah ditunda-tunda. Ini merupakan pendapat Imam Syafi’i, Ibn al-Mubarak, dan ulama lainnya.

Menurut mereka, lebih baik menyambung dan menyegerakan ibadah, tidak perlu menunda-nunda. Ingin berurutan atau terpisah, terserah. Tetap mendapat keutamaan sepanjang masih di Syawwal.

Kedua, tak ada ketentuan apakah harus berurutan atau terpisah. Hadis Abu Ayyub al-Anshari di atas, redaksinya mutlak.

Hendak berpuasa di awal, pertengahan, atau akhir Syawwal, tak mengapa. Baik berurutan atau pun terpisah-pisah. Ini adalah pendapat Imam Waki’, Imam Ahmad, dan lainnya.

Ketiga, pelaksanaannya tidak boleh langsung setelah 1 Syawwal dan separuh awal Syawwal. Akan tetapi, hendaknya dikerjakan bergandengan dengan puasa ayyam al-baidh (13,14,15 bulan Qamariyah).

Dengan demikian, berdasarkan pendapat ini, maka waktu pelaksanaan puasa enam hari Syawwal ialah 10, 11, 12, 13, 14, dan 15 Syawwal.

Pandangan ini dikemukakan oleh Ma’mar, Abd ar-Razzaq, Atha’ dan lainnya. Menurut mereka, hari-hari pertama Syawwal, adalah waktu untuk makan dan minum. Pun, keutamaan enam hari Syawwal itu mutlak selama sebulan penuh.

Lebih utama lagi, diakhirkan lalu digabung dengan berpuasa ‘belasan’ seperti tersebut di atas. Sehingga, memperoleh dua keutamaan sekaligus yakni puasa enam hari Syawwal dan ayyam al-baidh.

 

 

sumber: Republika Online

Momentum Peningkatan Iman Saat Duka Datang Menyapa

Rasulullah pernah mengemukakan kekagumannya kepada orang-orang Mukmin. “Alangkah mengagumkan keadaan orang yang beriman, karena semua keadaannya (membawa) kebaikan (untuk dirinya), dan ini hanya ada pada seorang mukmin; jika dia mendapatkan kesenangan dia akan bersyukur, maka itu adalah kebaikan baginya, dan jika dia ditimpa kesusahan dia akan bersabar, maka itu adalah kebaikan baginya.” (HR Muslim)

Menurut Pimpinan Pondok Pesantren Darul Istiqamah Bulukumba, Sulawesi Selatan KH Mudzakkir M Arif, baik kesenangan maupun kesedihan  merupakan sarana untuk menguatkan iman.

“Sama ketika kita berbahagia, saat bersedih juga adalah saat yang tepat untuk menguatkan iman. Karena kesedihan itu mengingatkan kita akan dosa dosa kita, lalu kita termotivasi bertaubat dan meningkatkan amal ibadah secara signifikan,” kata KH Mudzakkir kepada Republika.co.id, Jumat (8/7/2016).

Mudzakkir menambahkan, saat bersedih adalah saat hati lebih lembut, lebih rapuh, lebih ringkih.  “Itulah saat hati yang berhidayah. Hati yang berhidayah  itu mempercepat langkahnya kepada Allah Yang Mahakuat, Yang Maha Penyayang, Yang Maha Pemberi,” tuturnya.

Mudzakkir mengemukakan, ketika hati sedih bertemu Allah, kesedihan itu menjadi imani, kelembutannya menjadi imani, menjadi kuat dan tegar secara imani. Air mata bisa saja mengalir deras, tapi ia menjadi penyubur iman di hati.

“Perjalanan menuju Allah itulah yang penting diperjuangkan. Pertemuan indah dengan Allah itulah yang penting dihayati. Mari bersama kita jadikan kesediahn sebagai motivasi penguatan iman efektif,” ujar KH Mudzakkir M Arif.

 

sumber: Republika Online

23 Juta Lebih Jamaah Kunjungi Masjidil Haram Selama Ramadhan

Sebanyak 23.164.319 umat Islam mengunjungi Masjidil Haram di bulan suci Ramadhan. 1.463.543 kendaraan digunakan untuk mengangkut peziarah ke Masjidil Haram.

Dilansir dari Arab News, Sabtu (9/7), Kementerian Haji dan Umroh Arab Saudi mengungkapkan kelancaran transportasi merupakan salah satu aspek yang berperan penting. Kelancaran turut disumbangkan kemampuan petugas lalu lintas Makkah dalam mengatur kendaraan-kendaraan.

Hal itu dikarenakan pengaturan lalu lintas kendaraan pengangkut jamaah, bukanlah tugas yang mudah dan perlu perhatian khusus. Pasalnya, kendaraan pengangkut jamaah akan terus berdatangan mendatangkan peziarah dan perlu pengaturan lalu lintas yang tepat.

Para petugas lalu lintas harus mengatur setiap kendaraan lain, terutama yang tidak berkepentingan di sekitar Masjidil Haram. Termasuk para pengendara sepeda motor yang kerap mengganggu pejalan kaki, dan menyebabkan kemacetan di jalan.

Meski begitu, kerja sama yang baik telah ditunjukkan semua intansi, sehingga arus lalu lintas sekitar Masjidil Haram dapat berjalan lancar. Dengan begtu, umat Islam dari seluruh dunia dapat menjalankan ibadah di Masjidil Haram selama Ramadhan dengan baik.

 

sumber: Republika Online