Gendong Ibunda Selama Haji, Jemaah Indonesia Ini Jadi Inspirasi di Saudi

Seorang jemaah haji asal Indonesia bernama Badri Mir (53) menarik perhatian sebuah media ternama di Saudi. Badri menjadi inspirasi karena terus menggendong ibunya selama prosesi ibadah haji.

Media yang memberitakan kisah Badri adalahakhbaar24.argaam.com dalam artikel yang ditulis pada 27 September lalu. Mereka memberi tajuk: Jemaah Haji Asal Indonesia menggendong ibunya Selama Hari-hari Haji.

Dalam artikel berbahasa arab tersebut, dituliskan Badri selama rangkaian ibadah haji terus menggendong ibundanya di belakang. Lengan wanita berusia 85 tahun terus melingkar di leher Badri.

Dituliskan juga, aksi Badri itu sengaja dilakukan hanya untuk mengharapkan ridha Allah SWT. Sebetulnya, Badri bisa saja menyewa kursi roda untuk ibunda, namun dia memilih untuk tetap menggendong. Hebatnya, Badri tak merasa sedikit pun kelelahan atau cidera, baik di Arafat maupun di Muzdalifah, sampai prosesi lempar jumrah.

Aksi Badri ini juga jadi sorotan di artikel Ikatan Persaudaraan Haji Indonesia. Mereka menyebut Badri mirip dengan seorang tokoh saleh yang dikagumi nabi Muhammad SAW, yakni Uwais, seorang seorang penduduk desa al-qarani di Yaman yang menggendong orangtuanya selama melaksanakan rukun haji.
(mad/ndr)

 

sumber:Detik

Kisah-kisah inspiratif haji

Haji adalah rukun (tiang agama) Islam yang kelima setelah syahadat, salat, zakat dan puasa. Bisa menunaikan ibadah haji adalah mimpi setiap umat muslim untuk menyempurnakan rukun Islam.

Namun tentu tidak semua orang bisa pergi haji ke tanah Suci Mekkah. Hanya mereka yang mampu baik secara fisik dan finansial yang bisa berhaji. Karena membutuhkan uang yang banyak, tidak semua orang bisa pergi berhaji.

Kisah-kisah menarik tentang perjalanan anak Adam untuk bisa berhaji pun banyak dimuat media. Bahkan pernah ada yang pergi haji dengan jalan kaki dan menempuh ribuan kilometer.

Kisah itu dialami oleh Senad Hadzic, seorang muslim warga Bosnia yang demi pergi haji harus berjalan kaki dari negaranya. Senad memulai perjalanan untuk menunaikan ibadah haji dengan berjalan kaki dari kampung halamannya di Banovici, Bosnia pada tanggal 10 Desember 2011. Setelah menempuh perjalanan 5.700 Km, Senad akhirnya mencapai tujuan di Mekkah pada tanggal 31 Agustus 2012.

Dalam tujuannya mencapai Tanah Suci, Senad harus berjalan kaki rata-rata 30-70 km per hari melintasi tujuh negara yaitu Bosnia, Serbia, Bulgaria, Turki, Suriah, Yordania dan Arab Saudi. tekad dan niat yang kuat, membuat Senad akhirnya sampai di Mekkah dan bisa menunaikan ibadah haji.

Namun kisah inspiratif bukan hanya dimiliki Senad, di Indonesia cerita-cerita inspiratif soal haji juga menjadi buah bibir setiap harinya. Haji tidak melulu harus bermodal uang banyak. Dengan niat yang kuat, banyak orang akhirnya bisa berhaji meski dari latar belakang yang papa.

 

sumber: Merdeka

Nabung 18 Tahun, Tukang Becak asal Harjamukti Naik Haji

DADA Suhada memang hanya tukang becak. Dia membawa pulang rupiah yang tak tentu setiap hari. Yang luar biasa, dia mampu melaksanakan ibadah haji dengan jerih payah sendiri.

Kondisi ekonomi yang serba pas-pasan, tak lantas menyurutkan niat seseorang untuk mendekatkan diri dengan sang pencipta. Hal itulah yang tercermin dalam diri Dada Suhada. Penarik becak asal RT 2 RW 9 Katiasa, Harjamukti, Kota Cirebon. Di usianya yang sudah senja, Dada kini bisa tersenyum lebar.

Jika tak ada aral melintang, awal bulan September nanti akan menyempurnakan imannya untuk pergi ke Tanah Suci. Sejak puluhan tahun lalu, Dada sudah membulatkan tekatnya untuk bisa menunaikan rukum islam terakhir itu. Kendati memiliki penghasilan yang pas-pasan sebagai penarik becak, namun hal itu tak menyurutkan keinginannya untuk naik haji.

“Dari dulu memang ingin pergi haji. Namun baru bisa berangkat sekarang. Karena uangnya baru cukup,” imbuh pria satu orang anak itu. Perjalanannya menuju Baitullah ternyata tidak semudah calon jemaah haji lainnya. Pria berusia 59 tahun itu harus menabung selama puluhan tahun untuk bisa melihat megahnya kakbah.

Perlu perjuangan ekstrakeras bagi Dada untuk mengumpulkan uang puluhan juta rupiah. Awalnya, Dada mengaku sulit mengumpulkan uang sambil membaginya untuk kebutuhan belanja keluarga. “Nabungnya dari tahun 1998. Setiap hari saya sisihkan, kadang 5 ribu, kadang 10 ribu, kalau udah banyak setiap bulan saya tabungin di bank,” paparnya.

Ketekunan, kerja keras dan kegigihan Dada terjawab. Tabungan Ongkos Naik Haji (ONH) yang dibuatnya sejak 1998 akhirnya terkumpul dan mencukupi biaya Dada ke tanah suci. Ada cerita lain dari seorang Dada. Selain menjadi penarik beca, Dada adalah anggota Komunitas Peduli Masjid yang dikoordinatori oleh H Daben Sudiyana SE.

Bersama rekannya Adam dan Madila, Dada keliling dari satu masjid ke masjid lainnya untuk bersih-bersih. Dengan seijin pengurus masjid yang didatangi, Dada dan rekan Komunitas Peduli Masjid membersihkan karpet, ruangan, halaman masjid, mengganti kran yang rusak, memasang cermin, hingga menempelkan stiker yang berisikan doa-doa masuk atau keluar masjid, doa sebelum dan sesudah wudhu serta lainnya.

Kabar Dada yang akan berangkat ke tanah suci pun mendapat tanggapan yang positif dari tetangga sekitar kediaman pria kelahiran Cirebon, 15 Juni 1957 itu. “Tetangga pada kaget, karena memang saya gak bilang-bilang kalau dari dulu nabung. Alhamdulillah, saya juga gak menyangka, kok bisa. Kuncinya kesungguhan niat dan selalu berdoa kepada Allah SWT, lalu kita berusaha,” ungkap suami dari Imas Rostiyati itu.

Sementara itu, Koordinator Komunitas Peduli Masjid, H Daben Sudiyana SE selaku rekan sejawat menilai Dada adalah sosok pekerja keras, rajin, jujur, ulet, dan taat beragama.

“Saya lihat Mang Dada rajin ibadah, salat sunnah dan puasa sunnah juga gak pernah tertinggal. Man jadda wajada ya, dengan kesungguhan, niat tulus, dan usaha itu Allah memudahkan jalan Mang Dada untuk berangkat haji,” pungkasnya.(mike dwi setiawati)

 

sumber: RadarCirebon

Radiudin, Tukang Sampah yang Bisa Naik Haji

Pergi berhaji memang butuh biaya. Radiudin menyadari itu. Tukang sampah tersebut mengumpulkan uang sedikit demi sedikit untuk membayar cicilan ongkos haji. Tahun ini, namanya tercantum dalam daftar kloter 19.

RULLY EFENDI, Jember

 

DI gang menuju SMAN 3 Jember, ada sebuah depo sampah yang ramai setiap pagi. Bau busuk sampah itu cukup menyengat. Bagi Radiudin, sampah dan bau busuk tersebut justru menghidupinya. Setiap hari, selama tiga jam dia bergulat dengan sampah. Mulai pukul 07.00 hingga 10.00, kadang bisa lebih. Sebab, truk tak kunjung datang atau gerobak sampah terlambat datang.

Bau busuk sampah itu tidak pernah dia rasakan. Kotornya tubuh pun dianggap Radiudin sebagai bagian dari risiko pekerjaan. Namun, berkat ketekunannya menjadi tukang sampah, pria berumur 51 tahun tersebut pergi berhaji pada tahun ini. ’’Saya sangat-sangat bersyukur. Mulanya, saya tidak menyangka jadi juga berangkat pada tahun ini,’’ katanya.

Bapak tiga orang anak itu menjadi tukang sampah sejak 1993. Empat tahun belakangan, dia bertugas di Depo Lingkungan Muktisari, Kelurahan Tegal Besar, Kaliwates. Meski rumah dan tempat kerjanya berjarak sekitar 20 kilometer, pria yang akrab disapa Pak Nur tersebut rela berangkat pada pagi dari rumahnya di Dusun Bunder, Desa Sumberpinang, Pakusari.

Nama Pak Nur bakal berganti menjadi Pak Haji Nur. Sebab, namanya tercatat dalam daftar anggota rombongan jamaah haji dalam kloter 19. Dia bakal berangkat bersama jamaah haji asal Jember yang lain pada 14 Agustus 2016. Itu bertepatan dengan hari ulang tahunnya.

 

Menjadi calon jamaah haji bukan kejutan yang mendadak datang begitu saja. Hal itu bisa terwujud karena rencana panjang yang dilalui dengan penuh perjuangan. Si tukang sampah tersebut pun harus nyeper dan mencari rongsokan di tengah tumpukan sampah. Hasilnya dia tabung untuk ongkos berhaji. Biaya pendaftaran untuk mendapatkan kursi berhasil dia bayar pada 2009. ’’Saat itu kena Rp 20 juta,’’ ungkap Radiudin.

Dia tak ragu mencari kerja sampingan dengan memungut barang bekas yang bisa diuangkan untuk tambahan biaya hidup. Apalagi, saat awal bekerja menjadi tukang sampah, dia hanya dibayar Rp 1.000 tiap hari. Tunjangan bulanan hanya Rp 5 ribu. Total uang yang dia terima per bulan tak lebih dari Rp 35 ribu.

Sebagaimana pesan orang tuanya, Radiudin tak pernah mengeluhkan keadaan hidupnya. Dia yakin Tuhan memberikan berkah dalam setiap pekerjaan yang nikmatnya dia syukuri. Ternyata benar, setelah bekerja selama 23 tahun, dia bisa mewujudkan cita-citanya untuk pergi ke Tanah Suci dari hasil ’’bersahabat’’ dengan tumpukan sampah.

Radiudin memang tidak bisa berangkat bersama istrinya, Maryati. Namun, dia yakin sang istri menyusulnya pergi ke Tanah Suci pada waktu yang berbeda. Apalagi, Maryati adalah salah seorang yang mendukungnya pergi berhaji.

’’Istri saya selalu memberikan semangat. Saat saya pesimistis karena sulit mencari uang, dia meyakinkan saya bahwa Allah Maha Pengasih,’’ ucapnya. Bahkan, dia mengakui, sang istri sangat memerhatikan dan lebih memilih untuk mengirit uang belanja daripada dirinya tidak bisa menyetor cicilan ongkos haji.

Menurut Radiudin, kekuatan sedekah mengalahkan tantangan ekonominya yang sulit. Meski hanya membawa pulang uang seadanya, kewajiban bersedekah tetap dia keluarkan. Sebab, dia yakin sedekah merupakan cara terbaik untuk memperlancar rezeki. (ai/JPG)

 

sumber: Jawa Pos

 

Desainer Rok Mini, Azab Mengalir hingga Akhirat

ANDA bisa bayangkan, orang yang pertama kali mendesain rok mini, pakaian you can see, kemudian dia sebarkan melalui internet, lalu ditiru banyak orang. Sekalipun dia tidak ngajak khalayak untuk memakai rok mini, namun mengingat dia yang mempeloporinya, kemudian banyak orang yang meniru, dia mendapatkan kucuran dosa semua orang yang menirunya, tanpa dikurangi sedikitpun.

Tak jauh beda dengan mereka yang memasang video parno atau cerita seronok di internet, tak terkecuali media massa, kemudian ada orang yang nonton atau membacanya, dan dengan membaca itu dia melakukan onani atau zina atau bahkan memperkosa, maka yang memasang di internet akan mendapat aliran dosa dari semua maksiat yang ditimbulkan karenanya.

Termasuk juga para wanita yang membuka aurat di tempat umum, sehingga memancing lawan jenis untuk menikmatinya, maka dia mendapatkan dosa membuka aurat, plus dosa setiap pandangan mata lelaki yang menikmatinya. Meskipun dia tidak mengajak para lelaki untuk memandanginya.

Kedua, mengajak melakukan kesesatan dan maksiat. Misalnya, dia mengajak masyarakat untuk berbuat maksiat, meskipun bisa jadi dia sendiri tidak melakukan maksiat itu. Merekalah para juru dakwah kesesatan, atau mereka yang mempropagandakan kemaksiatan.

Allah berfirman, menceritakan keadaan orang kafir kelak di akhirat, bahwa mereka akan menanggung dosa kekufurannya, ditambah dosa setiap orang yang mereka sesatkan,

Mereka akan memikul dosa-dosanya dengan penuh pada hari kiamat, dan berikut dosa-dosa orang yang mereka sesatkan yang tidak mengetahui sedikitpun (bahwa mereka disesatkan). (QS. an-Nahl: 25)

Imam Mujahid mengatakan,

Mereka menanggung dosa mereka sendiri dan dosa orang lain yang mengikutinya. Dan mereka sama sekali tidak diberi keringanan adzab karena dosa orang yang mengikutinya. (Tafsir Ibn Katsir, 4/566).

Ayat ini, semakna dengan hadis dari Abu Hurairah radhiyallahu anhu, Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda,

“Siapa yang mengajak kepada kesesatan, dia mendapatkan dosa, seperti dosa orang yang mengikutinya, tidak dikurangi sedikitpun.”(HR. Ahmad 9398, Muslim 6980, dan yang lainnya).

Anda bisa perhatikan para propagandis yang menyebarkan aliran sesat, menyebarkan pemikiran menyimpang, menyerukan masyarakat untuk menyemarakkan kesyirikan dan bidah, menyerukan masyarakat untuk memusuhi dakwah tauhid dan sunah, merekalah contoh yang paling mudah terkait hadis di atas.

Sepanjang masih ada manusia yang mengikuti mereka, pelopor kemaksiatan dan penghasung pemikiran menyimpang, selama itu pula orang ini turut mendapatkan limpahan dosa, sekalipun dia sudah dikubur tanah. Merekalah para pemilik dosa jariyah.

Termasuk juga mereka yang mengiklankan maksiat, memotivasi orang lain untuk berbuat dosa, sekalipun dia sendiri tidak melakukannya, namun dia tetap mendapatkan dosa dari setiap orang yang mengikutinya. []

 

 

– See more at: http://mozaik.inilah.com/read/detail/2315511/desainer-rok-mini-azab-mengalir-hingga-akhirat#sthash.NXBtMv5L.dpuf

2 Jenis Hidayah, Kita Tak Bisa Memaksakannya

IHDINASHIROTOLMUSTAQIM. Tunjukkanlah pada kami jalan yang lurus.

Ayat ni sering kali kita baca dalam surat Al-fatihah minimal 17 kali dalam sehari karena total rakaat dalam sehari kita laksanakan dalam 5 waktu adalah 17. Apa hikmahnya, sampai kita terus meminta kepada Allah Ta’ala?

Para ulama mengatakan. Permintaan kita berulang kali untuk mendapatkan jalan yang lurus karena permintaan hidayah itu ada dua macam. Yaitu kita minta hidayah yang sifatnya global dan kita minta hidayah yang sifatnya terperinci.

Yang global artinya kita memohon kepada Allah dituntun pada jalan shirotolmustaqim, jalan menuju surga.

Sedangkan ada lagi permintaan secara terperinci, karena untuk iman, kita harus tahu terperinci pula. Untuk amalan juga kita harus tahu secara global perintah salat, perintah puasa, perintah zakat. Namun kita harus tahu juga perinciannya.

Ini yang dijelaskan apa yang dimaksud dengan pengulangan 17 kali dalam sehari seperti tadi.

Dan perlu diketahui bahwasanya, hidayah itu ada dua macam, ada hidayah taufik dan ada hidayah al irssal al bayan. Yaitu ada hidayah taufik supaya kita diberi petunjuk agar bisa beramal. Dan ada yang namanya hidayah berupa penjelasan.

Kalau yang dimaksud dengan hidayah taufik, artinya kita meminta kepada Allah. Supaya bukan hanya kita dapat penjelasan saja namun kita minta kepada Allah supaya penjelasan tadi kita bisa amalkan.

Dan untuk hidayah pertama ini para ulama mengatakan bahwasanya ini wewenang Allah. Allah yang beri. Maka ketika Rasulullah ingin mendakwahi pamannya Abu Thalib untuk mengajaknya masuk islam. Beliau katakan pada pamannya ketika itu, “Wahai pamanku, katakan kalimat lailahailallah. Katakanlah lailahailallah dimana kalimat ini dapat aku gunakan sebagai hujjah di hadapan Allah Ta’ala.”

Maka ketika itu turunlah firman Allah Subhana wa Taala, “Wahai Nabi engkau tidak bisa memberikan petunjuk.”

Yaitu yang dimaksud adalah hidayah taufiq keapada orang yang engkau cintai, engkau cuma bisa mendakwahi yaitu hidayah yang ke dua yaitu hidayah Irsyad wal bayan dimana Irsyad wal bayan kita cuma memberikan penjelasan, memberikan ilmu, mendakwahi, mengajak orang. Namun, hidayah taufik pertama tadi itu hanya milik Allah Ta’ala.

Maka pelajaran dari hidayah ini. Perlu kita pahami tugas kita sebagai seorang dai, tugas kita sebagai pendakwah Hanya bisa mengajak, memberi tahu, mengajarkan. Adapun bagaimanakah mereka bisa beramal, adapun bagaimana dia bisa salat, adapun bagaimana dia puasa, adapun bagaimana dia meninggalkan kesyirikan, adapun bagaimana dia bisa meninggalkan tradisi-tradisi yang jauh dari tuntunan Rasul ataukah mengikuti sunnah.

Itu semua wewenang Allah subhanahu wa taala, kita tidak masuk area tersebut. Area kita adalah memberikan hidayah irsyad wal bayan, pembimbingan dan penjelasan.

Kita hanya bisa jelaskan kepada jemaah ayo kita salat, ayo kita ke masjid. Hanya seperti itu, adapun mereka bisa salat, itu wewenangnya Allah oleh karena itu kita banyak-banyak berdoa supaya orang lain mendapat hidayah taufiq ini. Barangkali para istri melihat suaminya tidak mengerjakan salat maka dia selain mengajak dia juga memohon kepada Allah supaya suaminya itu salat.

Dia lihat anak-anaknya bandelnya bukan main maka ketika itu juga dia mengajaknya pula, namun tergantung dia bisa melaksanakannya tergantung hidayah dari Allah. Maka hikmah dari ayat tadi kita senantiasa meminta hidayah yang global maupun yang terperinci, namun ingat kalau kita mengajak orang lain tugas kita hanya memberikan penjelasan sedangkan hidayah dari Allah.

Mudah-mudahan Allah senantiasa memberikan kita taufiq dan hidayah untuk menempuh jalan shirothol mustaqim (jalan yang lurus). Allah juga memberikan kita hidayah di tengah-tengah keluarga kita juga orang-orang yang dekat dengan kita, tetangga kita dan orang-orang yang kita dakwahi. Demikian semoga bermanfaat. [Ustadz Muhammad Abduh Tuasikal]

 

 

– See more at: http://mozaik.inilah.com/read/detail/2313079/2-jenis-hidayah-kita-tak-bisa-memaksakannya#sthash.DnMZ4RJj.dpuf

Hati-hati Ketika Ujub Menyelimuti Hati

TERKADANG sifat pamer, sombong adalah sesuatu yang kita harapkan agar kita dihargai atau terangkat martabat kita, padahal semua itu telah melampaui batas, dan menjadikan amalan kita lebur.

Nasihat dan perkataan Imam Ibnu Qoyyim al-Jauziyah rahimahullah:

“Jika Allah mudahkan bagimu mengerjakan salat malam, maka janganlah memandang rendah orang-orang yang tidur.”

“Jika Allah mudahkan bagimu melaksanakan puasa, maka janganlah memandang orang-orang yang tidak bepuasa dengan tatapan menghinakan.”

“Jika Allah memudahkan bagimu pintu untuk berjihad, maka janganlah memandang orang-orang yang tidak berjihad dengan pandangan meremehkan.”

“Jika Allah mudahkan pintu rezeki bagimu, maka janganlah memandang orang-orang yang berutang dan kurang rezekinya dengan pandangan yang mengejek dan mencela. Karena itu adalah titipan Allah yang kelak akan dipertanggungjawabkan.”

“Jika Allah mudahkan pemahaman agama bagimu, janganlah meremehkan orang lain yang belum paham agama dengan pandangan hina.”

“Jika Allah mudahkan ilmu bagimu, janganlah sombong dan bangga diri karenanya. Sebab Allah lah yang memberimu pemahaman itu.”

“Dan boleh jadi orang yang tidak mengerjakan qiyamul lail, puasa (sunah), tidak berjihad, dan semisalnya lebih dekat kepada Allah darimu.”

“Sungguh engkau terlelap tidur semalaman dan pagi harinya menyesal… lebih baik bagimu daripada qiyamul lail semalaman namun pagi harinya engkau “merasa” takjub dan bangga dengan amalmu. Sebab tidak layak orang merasa bangga dengan amalnya, karena sesungguhnya ia tidak tahu amal yang mana yang Allah akan terima.”

Semoga hati ini terhindar dari ujub. Aamiin Ya Rabbal ‘Alamiin. []

 

 

 

– See more at: http://mozaik.inilah.com/read/detail/2314111/hati-hati-ketika-ujub-menyelimuti-hati#sthash.8yzm1XL4.dpuf

4 Jenis Manusia yang Mengingat Mati, Manakah Kita?

PARA ulama berkata, manusia itu terbagi menjadi empat bagian, yaitu:

1. Orang yang tenggelam dalam kenikmatan dunia dan tak pernah mengingat maut, karena maut dapat menyebabkan orang meninggalkan kesenangan dan kelezatan. Kalaupun mengingat maut, ia hanya mengingatnya dengan terpaksa.

2. Orang yang kembali kepada Allah Ta’ala hanya dalam tahap permulaan. Ia takut kepada Allah ketika mengingat mati, dan ia juga tetap dalam tobat. Ia takut mati bukan karena meninggalkan dunia dan kelezatannya, tetapi karena belum sempurna tobatnya. Ia tidak ingin mati terlebih dahulu agar dapat memperbaiki amalannya.

Maka, orang semacam ini kebenciannya terhadap mati dapat dimaafkan. Ia tidak termasuk di dalam golongan manusia sebagaimana yang disebutkan dalam hadis Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam yang artinya, “Barangsiapa benci berjumpa dengan Allah, maka Allah benci berjumpa dengannya.”

Sebenarnya, orang ini tidak benci berjumpa dengan Allah, tetapi ia takut terhadap hal yang harus dihadapi sesudahnya. Orang ini seperti gadis yang bersiap-siap untuk menjumpai kekasihnya, agar kekasihnya itu senang kepadanya. Orang ini hanya sibuk dengan apa yang mesti dipersiapkan, bukan sibuk dengan yang lain. Kalau tidak, maka keadannya sama dengan orang yang pertama, yakni tenggelam dalam kesenangan dunia.

3. Seorang arif yang telah sempurna tobatnya. Orang ini menyukai mati, bahkan menginginkan kematian, karena bagi seorang kekasih tidak ada waktu yang lebih indah selain berjumpa dengan orang yang dikasihinya. Dan kematian baginya merupakan saat perjumpaan yang dirindukannya. Orang yang sedang dimabuk rindu tentu tidak akan pernah melupakan waktu kencannya.

Mereka itu ingin segera mati, karena disitu akan terbukti mana yang setia dan mana yang durhaka, serta apa yang akan didapatkannya. Dalam suatu riwayat disebutkan, ketika maut datang hendak menjemput Hudzaifah, ia berkata, “Kekasih datang pada saat kemiskinan, tidak akan beruntung orang yang menyesal. Segala puji bagi Allah yang telah menyelamatkan dari fitnah.”

4. Orang yang berada pada tingkatan yang tertinggi. Orang ini dalam keadaan rela, yakni segala seuatu yang dimilikinya dipersembahkan untuk Allah saja. Ia tidak mempunyai keinginan untuk mati ataupun hidup. Inilah puncak kerinduan, maqam rida dan pasrah.

Setiap saat orang ini selalu mengingat mati. Bahkan, bagi orang yang sibuk dalam keduniaan hendaknya mengingat mati, karena dengan mengingat mati akan menyebabkan seseorang mampu meninggalkan kelezatan dunia dan menjauhinya. [40 Hari Menuju Kematian]

 

– See more at: http://mozaik.inilah.com/read/detail/2314449/4-jenis-manusia-yang-mengingat-mati-manakah-kita#sthash.otG2K72F.dpuf

Seburuk Apapun Manusia, Dia Bisa Memulai Kebaikan

KEBAIKAN bisa dilakukan oleh siapa saja. Tanpa memandang orang itu bagaimana. Kebaikan bisa dilakukan kapan saja. Tanpa khawatir akan waktu yang tepat untuk melakukannya. Kebaikan bisa dilakukan di mana saja. Tanpa bimbang akan tempat yang bagus untuk mempertahankannya.

Tidak ada yang terlalu buruk tuk memulai hal baik. Sehingga seburuk apapun manusia, tetap berhak untuk melakukan perintah-Nya. Yaitu melakukan hal baik kepada sesama. Seburuk apapun keadaan, tetap berusaha untuk terus melakukan kebaikan. Karena sekecil apapun kebaikan, Allah pasti memberi ganjaran.

Tidak ada yang terlalu baik tuk berhenti dari berkebaikan. Karena kebaikan itu mulia. Dampaknya bisa selamanya. Membuat pelaku dan sekitarnya bahagia. Lalu mengapa berhenti darinya?

Jangan sampai pikiran ini terlintas pada kita. Semoga dalam hal kebaikan, kita senantiasa diberi semangat untuk berusaha. Karena kebaikan pula, berkah dan rahmat Allah turun tak terhingga.

 

– See more at: http://mozaik.inilah.com/read/detail/2315480/seburuk-apapun-manusia-dia-bisa-memulai-kebaikan#sthash.9iVOTJxH.dpuf

Pertanyaan Malaikat tentang Masa Muda

MENURUT Syaikh Al Qaradhawi, masa muda adalah periode kekuatan yang berada di antara dua periode kelemahan. Hal ini seperti firman Allah Swt berikut:

“Allah, Dialah yang menciptakan kamu dari keadaan lemah, kemudian Dia menjadikan (kamu) sesudah keadaan lemah itu menjadi kuat, kemudian Dia menjadikan (kamu) sesudah kuat itu lemah (kembali) dan beruban. Dia menciptakan apa yang dikehendaki-Nya dan Dialah yang Maha Mengetahui lagi Mahakuasa.” (QS Ar Rum: 54)

Dikatakan bahwa masa muda adalah masa yang penuh dengan kekuatan dan dinamisme yang bergelora. Masa di mana dorongan untuk berbuat kebaikan dan keburukan sama kuatnya. Karena itu, Rasulullah berkata dalam sebuah hadis yang diriwayatkan oleh Al Bukhari dan Muslim, bahwa di antara tujuh golongan yang memperoleh naungan pada saat tidak ada naungan kecuali naungan-Nya di hari kiamat adalah pemuda yang tumbuh dalam kerangka ibadah kepada Allah Swt.

Sudah seharusnya kita sebagai muslim menghabiskan waktutermasuk masa mudadengan maju dan berubah menjadi lebih baik. Senantiasa ingat dan menyadari bahwa waktu tidak akan pernah terulang. Kita harus memanfaatkan masa muda sebelum datangnya masa tua, masa sehat sebelum masa sakit, masa lapang sebelum masa sempit, dan masa terang sebelum masa gelap. Dengan demikian kita berharap bisa masuk ke dalam golongan orang-orang yang beruntung, dan bukan merugi.

Oleh karena itu, tanggung jawab terhadap masa ini jauh lebih besar. Pada hari kiamat nanti, setiap dari kita akan diberi pertanyaan tentang empat hal pokok, dan dua di antaranya adalah menyangkut usia umum. Termasuk di dalamnya adalah masa muda.

Rasulullah bersabda, “Tidaklah bergeser kaki seorang hamba pada hari kiamat sampai ia dipertanyakan tentang empat perkara tentang usianya untuk apa dihabiskan; tentang masa mudanya untuk apa dipergunakan; tentang hartanya dari mana didapat dan untuk apa dinafkahkan; dan tentang ilmunya untuk apa diamalkan.” (HR Al Baihaqi)

Semoga ini bisa menjadi bahan pengingat dan refleksi agar kita bisa menghabiskan masa muda dengan berbagai kebaikan, bahkan bisa turut serta mengekkan dan menyampaikan ajaran-ajaran Allah Swt dan Rasul-Nya. Allahualam bi shawwab[]

 

– See more at: http://mozaik.inilah.com/read/detail/2315523/pertanyaan-malaikat-tentang-masa-muda#sthash.Zjp1hY45.dpuf