Al-Qur’an Pilar Meraih Cinta Allah (2)

BAGAIMANA al-Qur’an dipraktikkan secara nyata? Kita akan mendapat gambaran riil dari akhlak Rasulullah seperti yang pernah diriwayatkan oleh Sa’ad bin Hisyam bin Amir ra., ia berkata, “Saya pernah bertanya kepada Ummul Mukminin, Aisyah ra., tentang budi pekerti Rasulullah Shalallaahu ‘Alahi Wasallam, maka ia menjawab, “Budi pekerti Rasulullah adalah al-Qur`an.” (Muslim, Ahmad, dan Abu Dawud).

Pernyataan dari Ummul Mukminin tersebut seolah-olah menggambarkan diri Rasulullah sebagai al-Qur’an yang berjalan di atas muka bumi.

Apabila Anda membaca dan menghayati isi kandungan al-Qur’an, seakan-akan Anda menelusuri kembali perjalanan hidup Rasulullah.

Di dalam al-Qur’an Allah Subhanahu Wa Ta’ala berfirman kepada Rasululah,

Dan sesungguhnya kamu benar-benar berbudi pekerti yang agung.” (al-Qalam: 4).

Dalam ayat yang lain Allah juga berfirman kepada beliau,

Maka disebabkan rahmat dari Allah-lah kamu berlaku lemah lembut terhadap mereka. Sekiranya kamu bersikap keras lagi berhati kasar, tentulah mereka menjauhkan diri dari sekelilingmu, oleh karena itu, maafkanlah mereka dan mohonkanlah ampun bagi mereka.” (Ali `Imran: 159).

Allah berfirman,

Jadilah engkau pemaaf dan suruhlah orang mengerjakan yang makruf (baik), serta berpalinglah dari pada orang-orang yang bodoh.” (al-A’raf : 199).

Sungguh telah datang kepadamu seorang Rasul dari kaummu sendiri, berat terasa olehnya penderitaanmu, sangat menginginkan (keimanan dan keselamatan) bagimu, amat belas kasihan lagi penyayang terhadap orang-orang mukmin.” (at-Taubah: 128).

Di dalam hadits banyak diterangkan bahwa beliau mengajari para sahabat tentang cara dan etika ketika mereka berinteraksi dengan al-Qur’an. Kalau hal itu dipraktikkan dalam membaca alQur’an oleh setiap Muslim niscaya hati mereka menjadi luluh dan dengan serta merta dia akan merujuk kepada al-Qur’an.

Dalam kitab Shahih Muslim dari Abi Umamah ra, diterangkan bahwa Rasulullah bersabda, “Bacalah al-Qur’an karena ia akan memberikan syafaat (pertolongan) kepada siapa saja yang gemar membacanya pada hari kiamat kelak.” (Muslim dan Ahmad).

Kalau al-Qur’an sudah memberikan syafaat kepada Anda, maka keuntungan dan kesenangan yang tiada tara akan meliputi hati Anda dan alangkah bahagianya hati Anda saat itu.

Dalam kitab Shahih Bukhari diriwayatkan bahwa Utsman bin Affan ra berkata, Rasulullah bersabda, “Sebaik-baik kamu adalah orang yang mempelajari al-Qur’an dan yang mengajarkannya.” (Bukhari dan Abu Dawud).

Maksud dari sabda Rasululah ini adalah sebaik-baik orang yang paling mulia dan orang yang paling agung di antara kita adalah orang yang senantiasa berhubungan dengan al-Qur’an.

Ini adalah karakteristik yang telah Allah turunkan di atas muka bumi ini. Jadi, bukan karakteristik atau ciri yang diusung oleh para pemikir dan bukan juga yang digembor-gemborkan oleh para penganut paham materialistis yang memuliakan dan menghargai manusia sesuai dengan pangkat, jabatan, atau garis keturunannya. Sama sekali tidak. Akan tetapi, “Sebaik-baik diri Anda adalah orang yang mempelajari al-Qur’an dan mengajarkannya.”

Oleh karena itu, Rasulullah senantiasa memposisikan derajat manusia sesuai dengan kadar kedekatan dan interaksi mereka dengan al-Qur’an. Beliau juga memuliakan dan menghargai mereka sesuai dengan tingkat hapalan dan bacaan mereka terhadap al-Qur`an, serta terhadap pengkajian dan pemahaman mereka terhadap kandungan al-Qur`an yang mulia ini.

Anas bin Malik ra berkata, suatu ketika Rasulullah mengirimkan brigade pasukan untuk berperang di jalan Allah, maka Rasulullah bertanya kepada mereka, “Siapakah di antara kalian yang telah menghapal al-Qur’an (seluruhnya)?” Mereka semuanya diam.

Lalu beliau bertanya lagi, “Adakah di antara kalian yang telah menghapal beberapa surat dari al-Qur’an?” Salah seorang di antara mereka menjawab, “Aku wahai Rasulullah.

Beliau bertanya, “Apa saja yang sudah engkau hapal?” Dia menjawab, “Saya sudah menghapal surat al-Baqarah.” Maka Rasulullah bersabda kepadanya, “Kalau begitu berangkatlah dan engkaulah pemimpin mereka.” (Tirmidzi, Ibnu Khuzaimah, Ibnu Hibban, Nasa’i, dan Hakim).

Beginilah kualifikasi atau penyeleksian yang diajarkan oleh Islam. Yang paling mulia dan paling utama adalah para penganut kalimat “La Ilaha Illallah” dan para penghamba yang hakiki kepada Allah.

Bila Anda sudah menghapal surat al-Baqarah dan surat tersebut sudah mendarah daging dalam diri Anda sehingga Anda senantiasa berinteraksi dan berhubungan dalam kehidupan sesuai dengan tuntutan dan perintahnya, maka Andalah yang menjadi pemimpin prajurit itu.

Jabir bin Abdullah ra. berkata, “Tatkala perang Uhud terjadi, Rasulullah bertanya tentang para syuhada yang mendapatkan syahid, maka beliau mendahulukan orang yang paling banyak hapalan al-Qur’annya menuju liang lahat.” (Bukhari, Abu Dawud, Tirmidzi).

Sesungguhnya, al-Qur’an sudah menjadi teman sejati bagi para sahabat Rasulullah, sampai-sampai kalau Anda masuk ke dalam rumah salah seorang sahabat dari kaum Muhajirin atau Anshar, Anda akan mendapatkan al-Qur`an tergantung di dalam rumah mereka dan di sampingnya Anda juga mendapatkan pedang yang tergantung. Pedang berfungsi untuk membuka negeri dan al-Qur’an berfungsi untuk membuka hati.*/DR. Aidh bin Abdullah Al-Qarni, dari bukunya Jangan Takut-Jagalah Allah, Allah Akan Menjaga Anda.

 

sumber:Hidyatullah

Al-Qur’an Pilar Meraih Cinta Allah (1)

ADA beberapa pilar pendukung dalam meraih cinta Allah Subhanahu Wa Ta’ala. Di antara pilar yang paling besar manfaatnya dan yang paling nyata dan disukai oleh Allah adalah berinteraksi dengan al-Qur’an karena al-Qur’an merupakan kitab paling agung dan yang diwasiatkan oleh Rasulullah Shalallaahu ‘Alahi Wasallam kepada umatnya.

Umat Islam tidak akan pernah berhasil dan beruntung, kecuali dengan membaca, merenungkan, dan mengamalkan isi kandungan al-Qur’an. Tatkala Anda melihat umat Islam mulai berpaling dari al-Qur’an dan mengambil pengganti selainnya, maka Allah akan menjerumuskan mereka menuju jurang perselisihan dan perpecahan yang berkepanjangan.

Tirmidzi dan Ahmad meriwayatkan hadits marfu dari Umamah ra bahwa Rasulullah bersabda, “Sesungguhnya tidaklah suatu kaum itu tersesat (berpaling) setelah mereka mendapatkan hidayah (al- Qur’an) yang diberikan kepada mereka, melainkan mereka akan dijerumuskan menuju jurang perselisihan dan perpecahan.” (Ahmad, Tirmidzi, dan Ibnu Majah).

Umat Islam akan hidup dalam kemerosotan nilai, kehancuran prinsip dan pendidikan ketika mereka berpaling dari al-Qur’an dan Sunnah sehingga majelis (tempat) mereka menimba ilmu dan proses pembelajaran mereka menjadi mandul, tidak ada manfaat dan faedahnya serta tidak ada sedikit pun keuntungan dan kebaikan yang dapat mereka ambil di dunia dan akhirat.

Umat yang mengambil nilai pelajaran dan wawasannya kepada selain al-Qur’an adalah umat yang kurang akalnya dan tidak mempunyai kemuliaan dan tidak memiliki sistem hidup yang jelas. Oleh karena itu, siapa saja yang mengamati kehidupan para salafus shalih akan mendapati mereka senantiasa patuh dan tunduk di hadapan al-Qur’an dan Sunnah sehingga mereka berhak menjadi generasi terbaik, terkemuka, termulia, dan teragung sepanjang sejarah, baik dan segi ibadah, kezuhudan, dan penghambaan kepada Allah.

Ketika kita –kecuali orang yang dirahmati Allah– berpaling dari al-Qur’an, hati kita akan mati dan kehilangan cahaya yang berkilauan, kehilangan sinar yang gemerlapan, serta kehilangan kepatuhan dan ketaatan kepada Allah.

Allah berfirman kepada Rasulullah,

Dan supaya aku membacakan al-Qur’an (kepada manusia). Maka barangsiapa yang mendapat petunjuk maka sesungguhnya ia hanyalah mendapat petunjuk untuk (kebaikan) dirinya, dan barangsiapa yang sesat maka katakanlah: “Sesungguhnya aku (ini) tidak lain hanyalah salah seorang pemberi peringatan.” (an-Naml: 92).

Jadi, tugas utama Rasulullah adalah membacakan (mengajarkan) al-Qur’an kepada segenap manusia. Oleh karena itu, pada masa-masa pertama dari kehidupan (kenabian), beliau melarang untuk menulis hadits supaya manusia tidak terlalu disibukkan dengan hadits sehingga mereka melalaikan al-Qur’an.*/DR. Aidh bin Abdullah Al-Qarni, dari bukunyaJangan Takut-Jagalah Allah, Allah Akan Menjaga Anda.

 

sumber:Hidayatullah

Jangan Marah, Bagimu Surga

SALAH satu senjata setan untuk menjerumuskan manusia ke dalam keburukan adalah marah. Dengan cara ini, setan bisa dengan sangat mudah mengendalikan manusia.

Karena marah, orang bisa dengan mudah mengucapkan kalimat kekafiran, menggugat takdir, berbicara kasar atau jorok, mencaci maki, bahkan sampai kalimat carai yang membubarkan rumah tangganya.

Banyak sekali dampak yang ditimbulkan karena sifat marah ini. Oleh karena itu, rasa marah dalam diri kita mesti dikontrol. Sebagai agama yang sempurna, Islam sangat menekankan kepada umat manusia untuk berhati-hati ketika emosi.

Salah satunya melalui hadits berikut ini:

“Jangan marah, bagimu surga.” (HR. Thabrani dan dinyatakan sahih dalam kitab sahih At-Targhib no. 2749)

Lalu bagaimana mengendalikan emosi? Ada beberapa tips yang akan dibagikan kali ini dalam mengontrol emosi. Tips ini insya Allah ampuh apabila dilakukan secara konsisten.

1. Segera memohon perlindungan kepada Allah dari godaan setan dengan membaca taawudz

Hal ini sebagaimana sabda Rasulullah SAW:

“Sungguh saya mengetahui ada satu kalimat, jika dibaca oleh orang ini, marahnya akan hilang. Jika dia membaca taawudz: A-uudzu billahi minas syaithanir rajiim, marahnya akan hilang. (HR. Bukhari dan Muslim)

2. Diam

Biasanya saat marah kita cenderung ingin melakukan sikap defense atau membela diri. Namun Islam mengajarkan kita untuk lebih baik memilih diam ketika emosi sedang bergejolak. Hal ini sesuai dengan sabda Rasulullah SAW:

“Jika kalian marah, diamlah.” (HR. Ahmad dan Syuaib Al-Arnauth menilai Hasan lighairih).

3. Mengambil posisi lebih rendah

Salah satu penyebab munculnya marah adalah karena merasa rendah atau direndahkan. Oleh karena itu, sikaf refleks yang timbul justru ingin terlihat tinggi. Namun Rasulullah menyuruh kita untuk mengambil posisi rendah saat emosi sedang bergejolak. Sabda Rasulullah SAW berikut menjelaskan perihal ini.

Apabila kalian marah, dan dia dalam posisi berdiri, hendaknya dia duduk. Karena dengan itu marahnya bisa hilang. Jika belum juga hilang, hendak dia mengambil posisi tidur. (HR. Ahmad 21348, Abu Daud 4782 dan perawinya dinilai shahih oleh Syuaib Al-Arnauth).

4. Segera berwudhu atau mandi

Marah itu berasal dari setan dan setan diciptakan dari api. Maka logika yang sangat tepat untuk meredakan amarah tersebut dengan wudhu atau mandi. Berikut sebuah hadis yang menerangkan hal ini.

“Sesungguhnya marah itu dari setan, dan setan diciptakan dari api, dan api bisa dipadamkan dengan air. Apabila kalian marah, hendaknya dia berwudhu. (HR. Ahmad 17985 dan Abu Daud 4784)

5. Ingatlah hadis ini ketika marah

Dari Muadz bin Anas Al-Juhani radhiyallahu anhu, Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda,

“Siapa yang berusaha menahan amarahnya, padahal dia mampu meluapkannya, maka dia akan Allah panggil di hadapan seluruh makhluk pada hari kiamat, sampai Allah menyuruhnya untuk memilih bidadari yang dia kehendaki. (HR. Abu Daud, Turmudzi, dan dihasankan Al-Albani)

Satu lagi, yang bisa anda ingat ketika marah, agar bisa meredakan emosi anda:

Hadis dari Ibnu Umar,

“Siapa yang menahan emosinya maka Allah akan tutupi kekurangannya. Siapa yang menahan marah, padahal jika dia mau, dia mampu melampiaskannya, maka Allah akan penuhi hatinya dengan keridhaan pada hari kiamat. (Diriwayatkan Ibnu Abi Dunya dalam Qadha Al-Hawaij, dan dinilai hasan oleh Al-Albani). []

 

– See more at: http://mozaik.inilah.com/read/detail/2343955/jangan-marah-bagimu-surga#sthash.rSdjnFhx.dpuf

Warisan Berharga Tiga Bersaudara

Seperti mendiang ayahnya, Banu Musa bersaudara menitipkan sesuatu yang berharga sepeninggal mereka. Kitab al- Hiyal atau Kitab Perangkat Mekanik merupakan warisan bernilai yang ditinggalkan Banu Musa. Melalui kitab ini, mereka memberikan warisan berguna bagi perkembangan teknik dan arsitektur dalam dunia Islam.


Prinsip geometri dan fisika Dalam kitab itu, Banu Musa juga menjelaskan rancangan pembuatan air mancur yang mereka ciptakan. Mereka menerapkan beragam prinsip geometri dan fisika untuk membuat air mancur. Kitab tersebut juga memuat tujuh desain air mancur. Desain pertama adalah bentuk dasar yang ditemukan pada semua air mancur.

Desain lainnya menunjukkan pembuatan air mancur yang lebih kompleks. Misalnya, air mancur yang pancaran airnya bisa berubah dari satu bentuk ke bentuk lainnya. Setidaknya, terdapat tiga bentuk dasar air mancur, yakni bentuk lili, perisai, dan tombak. Selain tiga bentuk dasar itu, ada air mancur yang pancarannya berubah secara periodik, misalnya berubah dari bentuk tombak ke perisai, kemudian kembali lagi ke pancaran air berbentuk tombak.

Untuk membuat pancaran air yang keluar bergantian dan berbentuk, seperti tombak dan perisai, diperlukan pengaturan yang sangat cermat dan teliti. Pengaturan harus seimbang dengan memerhatikan prinsip-prinsip fisika. Dalam hal ini, salah satu bak difungsikan untuk memancarkan air dalam bentuk tombak, sedangkan bak lainnya untuk memancarkan air dalam bentuk perisai.

Diposisikan di sebuah tempat yang tersembunyi dari pandangan mata, bak ini berfungsi sebagai akumulator tekanan. Dengan begitu, bak menyediakan pasokan air yang cukup dan tekanan untuk menciptakan efek air mancur yang diinginkan.

Dalam sebuah rancangan, Banu Musa mendesain sebuah bak yang menentukan bentuk pancaran air yang keluar. Mereka juga merancang air mancur dengan roda gerigi dan katup canggih yang memungkinkan bentuk pancaran air berubah dari satu bentuk ke bentuk lain.

 

sumber: Republika Online

Tiga Bersaudara Perancang Air Mancur

Khazanah sains Islam mencatat Banu Musa bin Shakir sebagai ilmuwan terkemuka dalam bidang teknik mesin. Banu Musa (Musa bersaudara) menciptakan sejumlah perangkat mesin yang terbilang canggih pada masanya.

Namun, bukan cuma teknik mesin yang menjadi bidang kepakaran mereka. Banu Musa juga menorehkan prestasi gemilang di ranah matematika. Keahlian mereka di bidang ini bahkan layak disejajarkan dengan beberapa ilmuwan Muslim lainnya, seperti al-Khawarizmi, al-Kindi, dan Umar Khayam.

Banu Musa terdiri atas tiga bersaudara: Jafar Muhammad bin Musa bin Shakir, Ahmad bin Musa bin Shakir, dan al-Hasan bin Musa bin Shakir. Mereka adalah putra seorang cendekiawan terkemuka abad ke- 8, Musa bin Shakir. Si sulung Jafar Muhammad adalah pakar dalam kajian geometri, demikian pula al-Hasan.

Lain halnya dengan Ahmad bin Musa yang membawa konsep matematika kepada aspek mekanika. Meski berbeda spesialisasi, tiga bersaudara ini bahu-membahu untuk mendapatkan sesuatu yang sempurna. Ayah mereka, Musa bin Shakir, bekerja sebagai ahli astrologi Khalifah al-Ma’mun. Saat itu, Musa merupakan sahabat al- Ma’mun, putra Khalifah Harun al-Rasyid.

Ketika Musa bin Shakir meninggal, al- Ma’mun menjadi wali yang menjaga tiga bersaudara ini. Mereka diberikan pendidikan yang bagus di Baghdad. Mereka mempelajari geometri, mekanik, musik, matematika, hingga astronomi. Pada masa kekhalifahan al-Ma’mun pada 813-833, mereka membangun karier yang bagus di bidang ilmu pengetahuan.

Setelah al-Ma’mun wafat, Banu Musa melanjutkan pekerjaan mereka di bawah pimpinan al-Mu’tasim (833-842), al-Wathiq (842-847), dan al-Mutawakkil (847-861). Muhammad dan Ahmad sangat mendukung al-Mutawakkil yang mempekerjakan mereka di bidang teknik konstruksi pembangunan kanal di al-Dja’fariyya, sebuah kota tak jauh dari Baghdad.

Selain berkiprah di bidang ilmu pengetahuan, Banu Musa bersaudara juga mendanai penerjemahan karya ilmiah Yunani. Mereka menggunakan kekayaan mereka untuk mendanai aktivitas intelektual yang menjadi fitur penting dalam kehidupan di Baghdad pada masa itu.

 

 

sumber: Republika ONline

Ritual Syar’i Menjelang & Sesudah Kelahiran Bayi

Doa Selamatan dan Masalah Ari-Ari

 

SEBAGAI muslim yang akan dikaruniai anak, sebaiknya memang memperbanyak doa pada permohonan kepada Allah Ta’ala. Tapi mengenai ritual atau seremoninya, tidak ada ketentuan yang baku. Yang penting sering-sering minta kepada-Nya dengan khusuyu’ dan tadharru’. Salah satu lafadznya boleh kita iqtbas dari lafadz Alquran, seperti yang tertera dalam surat AL-Furqan ayat 74:

“Ya Tuhan kami, anugrahkanlah kepada kami istri-istri kami dan keturunan kami sebagai penyenang hati, dan jadikanlah kami imam bagi orang-orang yang bertakwa.”

Masalah Ari-ari

Kepercayaan tentang penanganan ari-ari bayi tidak pernah kita dapat keterangannya, baik dari Alquran maupun dari Hadis-hadis nabawi.

Kepercayaan itu datangnya dari tradisi nenek moyang yang sampai kepada kita tanpa referensi yang pasti. Dan biasanya, ditambahi dengan beragam kepercaaan aneh-aneh yang tidak masuk ke dalam logika, apalagi ke dalam syariah. Dengan demikian, lupakan saja masalah itu, karena tidak ada ketentuannya dalam syariah.

Sedangkan ancaman bila tidak dibeginikan atau dibegitukan, akan melahirkan malapetaka dan sebagainya, semua adalah bagian dari kepercayaan yang menyesatkan. Kita diharamkan untuk memercayainya, bila ingin selamat akidah kita dari risiko kemusyrikan.

[baca lanjutan: Ritual Syar’i Menjelang & Sesudah Kelahiran Bayi: Memotong atau Mencukur Rambut]

 

– See more at: http://mozaik.inilah.com/read/detail/2343738/doa-selamatan-dan-masalah-ari-ari#sthash.brKSVgKD.dpuf

3 Warisan Al-Khawarizmi untuk Dunia

Muhammad bin Musa Al-Khawarizmi merupakan salah seorang intelektual Islam yang punya pengaruh besar dalam pengembangan ilmu matematika dan eksakta.

Menurut M Shoelhi dalam Dari Penakluk Jerussalem Hingga Angka Nol, al- Khawarizmi lahir di Khawarizmi (Khiva) di selatan Amu Darya, pada 780 M. Leluhurnya bermigrasi dan menetap di Qutrubulli, sebuah distrik di bagian barat Baghdad, Irak.

Banyak pujian yang diberikan para sejarawan dan ilmuwan Eropa kepada karya-karya al-Khawarizmi. Pujian itu antara lain ditulis Philip K Hitti, penyusun the History of the Arabs yang menyebut al-Khawarizmi tokoh utama dalam sejarah awal matematika Arab.

Secara lebih luas lagi, sumbangan al-Khawarizmi dalam bidang matematika ditandai dengan memperkenalkan angka-angka Arab atau algorisme ke dunia Barat sehingga diterima di seluruh dunia. Berikut beberapa warisan intelektual al-Khawarizmi kepada dunia

Matematika

Karya al-Khawarizmi dalam bidang matematika dihasilkan melalui karya berjudul Hisab al-Jabar wal Muqabla dan kitab Jama-wat-Tafriq. Kedua kitab tersebut banyak menguraikan tentang persamaan linear dan kuadrat, kalkulasi integrasi, dan persamaan dengan 800 contoh yang berbeda.

Selain itu, juga tanda-tanda negatif yang belum pernah dikenal bangsa Arab disertai dengan penjelasan dan enam contohnya.

Konsep berhitung yang diciptakannya ini kemudian diperkenalkan oleh Robert Chester ke dalam ilmu pengetahuan Eropa.Ahli ilmu aljabar Leonardo Fibonacci dari Pisa pun mengaku berutang pada Khawarizmi.

Astronomi

Selain matematika, al-Khawarizmi dikenal pula sebagai astronom. Di bawah pengawasan Kha lifah Ma’mun, sebuah tim astronom pimpinannya berhasil menentukan ukuran dan bentuk bundaran bumi.

Riset pengukuran ini dilakukan di Sanjar dan Paly mra. Hasilnya, 56,75 mil Arab sebagai panjang derajat meridian.

Menurut CA Nallino, ukuran ini hanya selisih 2.877 kaki dari ukuran garis tengah bumi yang sebenarnya. Dengan demikian, garis tengah bumi dibuat menjadi 6.500 mil dan kelilingnya 20.400 mil. Sebuah perhitung an luar biasa yang bisa dilakukan pada saat itu.

Dengan kepandaiannya pula, al-Khawarizmi menyusun sebuah buku tentang perhitungan waktu berdasarkan bayang-bayang matahari.

Ilmu Bumi

Al-Khawarizmi juga seorang ahli bumi. Bukunya kitab Surat al-Ardl menjadi dasar ilmu bumi Arab. Naskah itu hingga kini masih tersimpan di Strassburg, Jerman.

Oleh Abdul Fida, seorang ahli ilmu bumi terkenal, buku itu disebut sebagai buku yang menggambarkan bagian-bagian bumi yang dihuni manusia karena dihiasi secara lengkap dengan peta beberapa bagian dunia.

CA Nallino, seorang penerjemah karyakarya al-Khawarizmi ke dalam bahasa latin, menegaskan bahwa tak ada orang Eropa yang dapat menghasilkan karya seperti al- Khawarizmi ini.

 

sumber: RepublikaOnline

Ragam Karya Banu Musa

Penemuan cara pembuatan air mancur BANU MUSA Tiga Bersaudara Perancang Air Mancur Rancangan mereka berpengaruh besar bagi kemajuan arsitektur Islam. Buah pemikiran Banu Musa bersaudara tak sebatas pada rancangan air mancur. Mereka juga menemukan sejumlah mesin otomatis dan alat mekanik lainnya.

Misalnya katup, mesin yang bisa diprogram, seruling otomatis, lampu badai, lampu otomatis, tekanan diferensial, dan masker gas.

Banu Musa bersaudara juga menemukan sebuah alat yang dikenal sebagai alat musik mekanik paling awal. Alat musik ini disebut sebagai hydropowered organ. Alat musik ini masih diproduksi hingga pertengahan abad ke- 19.

Banu Musa bersaudara juga meninggalkan karya-karya mereka dalam bidang matematika. Di bidang ini, mereka menulis Kitab Pengukuran Pesawat dan Figur Berbentuk Bola. Di antara karya Banu Musa, ini merupakan salah satu risalah matematika paling terkenal. Dalam kitab ini, mereka membahas teori-teori dari Archimedes, para ahli matematika, fisika, dan astronomi Yunani.

Abu Ja’far Muhammad ibn Musa ibn Shakir, sulung dari tiga bersaudara ini, juga dikenal sebagai perintis astrofisika dan mekanika langit. Pada salah satu bukunya, Abu Ja’far menjelaskan penemuannya tentang benda-benda langit yang menjadi subjek dalam hukum fisika bumi. Ia pun membahas gerakan bintang dan hukum tarik-menarik di antara benda langit.

Banu Musa bersaudara memberikan efek besar bagi kemajuan arsitektur Islam. Ya, karena kehadiran air mancur sangat berguna untuk mempercantik taman. Biasanya, air mancur di antara pepohonan atau dalam sebuah kolam. Sejarah mencatat, umat Islam ternyata menjadi yang pertama menggunakan media air dalam menata taman. Tak hanya taman, media air juga dimanfaatkan untuk memperindah ruangan, seperti di rumah, masjid, istana, ataupun taman umum.

 

sumber:Republika Online

Tanda Seorang Muslim Meninggalkan yang tak Penting

“Diriwayatkan dari Abi Hurairah radhiyallah anhu , ia berkata bahwa Rasulullah SAW telah bersabda: “Termasuk dari kebaikan Islam seseorang adalah meninggalkan apa-apa yang tidak penting baginya.” (HR At-Tirmidzi dan periwayat lainnya).

Imam An-Nawawi rahimahullah (wafat 676H) mengatakan dalam kitabnya, “Al-Arbain” bahwa hadis ini derajatnya hasan. Syaikh Salim Al-Hilali mengatakan dalam kitab Shahih al-Adzkar wa dhifuhu bahwa hadis ini shahih lighairihi (shahih karena adanya riwayat lainnya). Kesimpulannya, hadis ini benar adanya dari Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam.

Imam Ibnu Rajab rahimahullah (wafat 795H) mengatakan: “Hadis ini merupakan pondasi yang sangat agung di antara pondasi-fondasi adab.” Dia mengatakan pula tentang pengertian hadis ini: “Sesungguhnya barangsiapa yang baik keislamannya pasti ia meninggalkan ucapan dan perbuatan yang tidak penting baginya; ucapan dan perbuatannya terbatas dalam hal yang penting baginya.” ( lihat Kitab Jamiul Ulum wal Hikam).

Ukuran penting di sini bukan menurut rasa atau rasio/akal kita yang tidak lepas dari pengaruh hawa nafsu, akan tetapi berdasarkan tuntunan syariat Islam.

Termasuk meninggalkan ucapan dan perbuatan yang tidak penting adalah meninggalkan hal-hal yang haram, atau hal yang masih samar, atau sesuatu yang makruh, bahkan berlebihan dalam perkara-perkara yang mubah (diboleh-kan) sekalipun, apabila tidak dibutuhkan maka termasuk kategori hal-hal yang tidak penting.

Imam Ibnu Rajab rahimahullah mengatakan pula: “Kebanyakan pendapat yang ada tentang maksud meninggalkan apa-apa yang tidak penting adalah menjaga lisan dari ucapan yang tidak berguna, sebagaimana disebutkan oleh Allah Subhanahu wa Taala:

“Tidaklah seorang mengucapkan satu ucapan kecuali padanya ada malaikat yang mengawasi dan mencatat.” (Qaaf: 18).

Umar bin Abdul Aziz rahimahullah berkata: “Barangsiapa yang membandingkan antara ucapan dan perbuatannya tentu ia akan sedikit berbicara kecuali dalam hal-hal yang penting.”

Imam An-Nawawi rahimahullah berkata dalam kitabnya, Al-Adzkaar: “Ketahuilah, sesungguhnya setiap mukallaf (muslim yang dewasa dan berakal hingga terbebani hukum syariat) diharuskan menjaga lisannya dari segala ucapan kecuali yang mengandung maslahat. Apabila sama maslahatnya, baik ia berbicara ataupun diam, maka sunah untuk menahannya, karena kata-kata yang mubah dapat mengakibatkan suatu hal yang akhirnya menjurus kepada yang haram atau makruh, dan ini sering terjadi secara umum. Padahal mencari keselamatan itu tidak ada bandingannya.” Artinya mencari keselamatan itu sangat penting sekali.

Imam Ibnu Qayyim Al-Jauziyah rahimahullah (wafat th 751H) berkata: “Menjaga lisan adalah agar jangan sampai seseorang mengucapkan kata-kata yang sia-sia. Apabila ia berkata hendaklah berkata yang diharapkan terdapat kebaikan padanya dan manfaat bagi dien (agamanya). Apabila ia akan berbicara hendaklah ia pikirkan, apakah dalam ucapan yang akan dikeluarkan terdapat manfaat dan kebaikan atau tidak? Apabila tidak bermanfaat hendaklah ia diam, dan apabila bermanfaat hendaklah ia pikirkan lagi, adakah kata-kata lain yang lebih bermanfaat atau tidak? Supaya ia tidak menyia-nyiakan waktunya dengan yang pertama (tidak bermanfaat) itu. (Dinukil dari Kitab Ad-Daau wad Dawaa).

 

Selanjutnya beliau dalam kitabnya itu pula mengatakan, “Adalah sangat mengherankan bahwa manusia mudah dalam hal menghindari dari memakan barang haram, berbuat zalim, berzina, mencuri, minum minuman keras, memandang pan-dangan yang diharamkan, dan lain sebagainya; tetapi sulit untuk menjaga gerakan lisannya. Sampai-sampai seseorang yang dipandang sebagai ahli agama, zuhud, gemar beribadah, tetapi dia berbicara dengan ucapan yang membuat Allah marah kepadanya. Dengan ucapannya tersebut, tanpa ia sangka-sangka menyebabkan ia terjerumus ke neraka jahanam lebih jauh jaraknya dibanding jarak antara timur dan barat.

Betapa banyak orang yang demikian, yang engkau lihat dalam hal wara, meninggalkan kekejian dan kezaliman, tetapi lisannya diumbar ke sana ke mari menodai kehormatan orang-orang yang hidup dan yang telah meninggal dunia, tanpa mempedulikan akibat dari kata-kata yang diucapkannya.”

Ancaman yang disebutkan itu berlandaskan sabda Nabi Shallallahu alaihi wa sallam:
“Sesungguhnya seorang hamba mengucapkan kata-kata, ia tidak memikirkan (apakah baik ataukah buruk) di dalamnya maka ia tergelincir disebabkan kata-kata itu ke dalam api neraka sejauh antara timur dan barat.” (Muttafaq alaih).

Marilah kita simak pula nasihat dari Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin hafizhahullah, yang kami ringksakan dari kitabnya, Syarah Riyadhus Shalihin:

Seorang muslim apabila ingin baik keislamannya maka hendaklah ia meninggalkan apa-apa yang tidak penting baginya. Contoh, apabila engkau bingung terhadap suatu amalan, apakah engkau kerjakan atau tidak, maka lihatlah amalan itu apakah penting untukmu dalam hal dien dan dunia atau tidak penting. Jika penting maka lakukanlah, kalau tidak maka tinggalkanlah, karena keselamatan itu harus lebih diutamakan.

Demikian pula janganlah engkau ikut mencampuri urusan orang lain jika kamu tidak memiliki kepentingan dengannya. Tidak seperti yang dilakukan oleh sebagian manusia pada hari ini, yaitu rasa ingin tahu terhadap urusan orang lain; apabila ada dua orang yang sedang berbincang-bincang lalu ia datangi keduanya dengan rasa ingin tahu apa yang sedang diucapkan oleh mereka berdua. Atau terkadang mengutus orang lain untuk men-dengarkannya.

Contoh (kurang baik) yang lain lagi, jika engkau berjumpa dengan orang lain engkau bertanya kepadanya dari mana kamu, apa yang telah dikatakan si fulan kepadamu, dan apa yang kamu katakan kepadanya, dan lain sebagainya dari perkara-perkara yang tidak ada gunanya dan tak ada faedahnya, bahkan hanya membuang-buang waktu, membuat hati gelisah, dan mengacaukan pikiran serta menyia-nyiakan sebagian besar hal-hal yang penting lagi bermanfaat.

Engkau dapati seorang yang dinamis aktif dalam beramal, memiliki perhatian penuh terhadap kebaikan bagi dirinya dan hal-hal yang bermanfaat baginya, maka engkau dapatkan dia sebagai orang yang produktif.

Kesimpulannya, jika engkau ingin melakukan atau meninggalkan suatu pekerjaan, maka perhatikanlah: Apakah hal itu penting bagimu atau tidak. Jika tidak penting maka tinggalkanlah, apabila penting maka kerjakanlah sesuai dengan prioritasnya. Demikian-lah manusia yang berakal, dia sangat memperhatikan amal kebaikan sebagai persiapan menghadapi kematian. Dan dia selalu mengoreksi diri terhadap amal-amalnya selama ini.

Semoga Allah memberikan taufik kepada kita semua. [alsofwah]

– See more at: http://mozaik.inilah.com/read/detail/2344446/tanda-seorang-muslim-meninggalkan-yang-tak-penting#sthash.xTGeJMOI.dpuf

Aplikasi Perilaku Tasamuh dalam Kehidupan

APLIKASI tasamuh dalam kehidupan sehari-hari di antaranya sebagai berikut:

1. Mengembangkan sikap tenggang rasa

Sebagai makhluk sosial kita harus mengembangan sikap tenggang rasa dengan sesama manusia. Tidak diperbolehkan saling berburuk sangka, saling menjelekan dan lain sebagainya.

2. Gemar melakukan kegiatan sosial

Barang siapa yang melapangkan kehidupan dunia orang mukim, maka Allah akan melapangkan kehidupan orang itu di hari kiamat. Dan barang siapa yang meringankan kesusahan orang yang dalam kesusahan, Allah akan menghilangkan kesusahan orang itu di dunia dan akhirat. (HR. Muslim)

Dalam lingkungan bertetangga kita tidak bisa hidup sendiri, kita juga saling membutuhkan, tolong-menolong sesama tetangga misalnya kerja bakti, membuat pos ronda, arisan, menjenguk orang sakit, itu adalah salah satu kegiatan sosial yang kita lakukan dalam kehidupan sehari-hari.

3. Saling Menghormati

Setiap manusia haruslah saling menghargai dan menghormati sesama manusia memberikan senyum, sapa itu adalah sebagian kecil kita menghormati sesama manusia. “Bukan termasuk golonganku orang yang tidak menyayangi orang muda di antara kami dan tidak menghormati orang yang tua.” (HR. At-Tirmidzy, dishahihkan Syeikh Al-Albany)

4. Tidak semena-mena terhadap orang lain

Sebagai makhluk sosial yang hidup di tengah-tengah masyarakat, kita juga tidak dibenarkan berbuat semena-mena terhadap orang lain sekalipun kita dapat melakukannya. “Dan janganlah sekali-kali kebencianmu terhdap suatu kaum mendorong kamu untuk berlaku tidak adil (semena-mena). Berlaku adillah, karena adil itu lebih dekat kepada takwa. Dan takwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.” (QS. Al-Maidah: 8)

5. Toleransi terhadap warga non muslim

Toleransi ini artinya kita harus saling menghormati, menolong, dan melakukan kegiatan sosial di lingkungan masyarakat bersama. Bukan mengikuti ritual agama non muslim tersebut.

Manfaat Tasamuh

“Allahlah Tuhan kami dan Tuhan kamu, bagi kami amal-amal kami, dan bagi kamu amal-amal kamu. Tidak ada pertengkaran antara kami dan kamu. Allah mengumpulkan antara kita, dan kepada Allahlah kita kembali.” (QS. Asyura: 15)

Ayat di atas mengajarkan kepada kita bahwa dalam kehidupan di dunia ini, sikap tasamuh atau toleran terhadap sesama merupakan suatu keharusan. Sebab, tanpa adanya sikap tasamuh tersebut, niscaya suatu masyarakat akan dilanda malapetaka permusuhan dan perpecahan. Karena itu, Allah Ta’ala menghendaki hamba-Nya senantiasa bersikap tasamuh kepada siapapun, dan dari pihak dan golongan manapun, sehingga dapat menjalin pergaulan dengan rukun dan harmonis.

[Ustadzah Novria Flaherti]

 

– See more at: http://mozaik.inilah.com/read/detail/2343987/aplikasi-perilaku-tasamuh-dalam-kehidupan#sthash.7Ku7RPks.dpuf