Cara Rasulullah Menahan Rasa Marah

Seorang lelaki berkata kepada Rasulullah, ”Berpesanlah kepadaku.” Lalu, Rasul bersabda, ”Jangan marah.” Beliau mengulangi perkataannya itu berkali-kali (HR Bukhari).

Ada tiga hal yang diperingatkan Allah SWT dan Rasul-Nya agar kita tidak tergelincir dalam kehinaan. Salah satunya adalah marah. Pada prinsipnya, Islam tidak melarang kita marah sebab hal itu sangat manusiawi. Dalam Islam, marah terbagi dua, tercela dan terpuji. Marah yang tercela adalah kemarahan yang lahir dari dorongan nafsu. Rasulullah melarang marah yang timbul dari nafsu sebab dapat membutakan seseorang dari kebenaran dan menjadi pemicu semua keburukan.

Rasulullah bersabda, ”Marah adalah awal segala keburukan.” (Muttafaq Alaih). Marah tidak dapat menyelesaikan masalah, bahkan dapat memperkeruh masalah. Pada kali lain, Rasulullah bersabda, ”Marah adalah api setan yang menyala, yang mencelakakan dan membongkar aib seseorang. Orang yang menahan marah ibarat memadamkan api dan yang membiarkannya berarti telah menyalakan api dengan kemarahan.”

Rasulullah mengajarkan beberapa hal agar dapat menahan kemarahan. Pertama, selalu melatih diri untuk menahan marah. ”Orang yang kuat bukan yang jago gulat, tetapi yang dapat mengendalikan dirinya ketika marah.” (HR bukhari Muslim).

Kedua, berwudhu. ”Sesungguhnya, marah itu dari setan. Setan diciptakan dari api. Api hanya bisa dipadamkan dengan air. Maka, jika salah seorang dari kamu marah, hendaklah ia berwudhu.” (HR Abu Daud).

Ketiga, jika sedang berdiri, duduklah. Jika sedang duduk, tidurlah miring. Ini untuk mendekatkan tubuh orang yang sedang marah ke tanah sehingga ia sadar akan asal penciptaannya dan merasa hina. Lalu, menahan diri dari marah sebab marah timbul dari kepongahan. Keempat, diam. Kelima, berfikir tentang keutamaan orang yang menahan amarah dan bersikap arif kepada orang lain.

Keenam, meminta perlindungan kepada Allah agar dijauhkan dari tipu daya setan. Tidak semua bentuk kemarahan dilarang. Dalam kondisi tertentu, marah malah dibutuhkan dan sangat terpuji. Marah yang terpuji adalah marah yang muncul karena Allah SWT. Kemarahan umat Islam terhadap pelecehan Nabi Muhammad adalah kemarahan yang niscaya. Sebab, ia adalah ekspresi dari ghirah terhadap simbol-simbol agama dan bentuk cinta kepada Rasulullah.

Oleh: M Mahbubi Ali

IHRAM

Jangan Jadi Pengamuk dan Suka Teriak-Teriak

Seorang Muslim hendaknya menampilkan akhlak yang baik di manapun berada. Menghadirkan perangai yang santun, lembut, dan menghadirkan rasa aman, nyaman, dan kedamaian di tengah-tengah saudaranya.

Allah Subhanahu wa Ta’ala tidak menghendaki hamba yang keras, pengamuk, atau sering marah-marah. Apalagi ditambah ucapan yang keluar dari mulutnya dengan teriak-teriak berisi kebencian, kata-kata kotor, menghina dan mencaci orang lain, menghasut dan lainnya. Lebih-lebih orang itu sombong dengan apa yang dimilikinya baik ilmu, pangkat, jabatan, harta kekayaan dan lainnya. Hal-hal demikian sama sekali tidak mencerminkan akhlak baik seorang Muslim.

Dalam kitab at Targib wat Tarhib menuliskan sebuah hadits yang diriwayatkan ibnu Hibban:

وَقَالَ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ :  إِنَّ اللَّهَ يُبْغِضُ كُلَّ جَعْظَرِىٍّ جَوَّاظٍ صَخَّابٍ فِى الءاَسْوَاقِ جِيْفَةٍ بِاللَّيْلِ حِمَارٍبِاالنَّهَارِعَالِمٍ بِاَمْرِالدُّنْيَاجَاهِلٍ بِأَمْرِالْاَخِرَةِ.

Rasulullah Saw bersabda: Sungguh Allah membenci setiap orang yang pengamuk, sombong dan suka teriak-teriak di pasar, menjadi seperti bangkai di waktu malam (tidur terus) dan seperti himar di waktu siang (malas), sangat alim terhadap urusan dunia dan bodoh sekali tentang urusan akhirat.

Keterangan hadits tersebut juga menjelaskan bahwa sebagai Muslim untuk mengupayakan diri qiyamullail atau melaksanakan sholat malam sehingga tidak tergolong orang yang menghabiskan setiap malam seperti bangkai. Serta bersungguh-sungguh bekerja, belajar pada siang hari dan jangan bermalas-malasan.

IHRAM

Hikmah di Balik Peristiwa yang Membuat Marah

PASPOR ini adalah milik seorang wanita Taiwan yang memiliki rencana berlibur. Rencananya disusun dengan cermat dan matang. Di pagi hari saat dia harus berangkat berlibur jauh, begitu kagetnya mengetahui paspornya digigit-gigit dan disobek-sobek oleh anjing kesayangannya yang dipeliharanya sejak lama bersamanya. Marahlah dia pada anjing itu, anjing itu dibentaknya dan dipukulnya sambil berkata bahwa anjing itu tak tahu berbalas jasa dan merespon rasa sayangnya.

Liburannya harus tertunda karena harus mengurus perbaikan paspor itu. Anjing itu tak disapanya dan tak lagi dipelihara sebagaimana biasanya. Keesokan hari dari peristiwa paspor rusak itu, tersebar berita bahwa wisata ke Wuhan Cina, tujuan liburan si wanita itu, dilarang dan ditutup karena menyebarnya virus Corona yang telah memakan banyak korban.

Wanita itu bersyukur tidak jadi berangkat ke Wuhan sambil membayangkan betapa beresikonya dan membahayakannya jika dia jadi berangkat ke Wuhan Cina. Wanita itu menyesal telah marah dan memukul anjingnya yang ternyata “lebih peka” atas keselamatan si wanita itu ketimbang dirinya sendiri. Wanita itu tak gengsi untuk meminta maaf kepada anjingnya dan kembali menyayanginya dengan rasa sayang lebih besar lagi.

Benar sekali firman Allah: Bisa jadi kamu membenci sesuatu, padahal ia amat baik bagimu, dan bisa jadi kamu menyukai sesuatu, padahal ia amat buruk bagimu. Allah mengetahui, sedang kamu tidak mengetahui. (QS. Al Baqarah: 216)

Pengetahuan kita terbatas. Janganlah mudah menghukumi sebuah peristiwa sebagai benar dan salah serta baik dan buruk untuk kita. Jangan mudah merespon sesuatu dengan respons yang negatif. Dalami setiap peristiwa, pahami hakikatnya dan galilah hikmah yang tersembunyi di dalamnya. Salam, AIM. [*]

KH Ahmad Imam Mawardi

INILAH MOZAIK

5 Cara Jitu Meredam Amarah ala Rasulullah SAW

MARAH dan emosi adalah tabiat manusia. Oleh karena itu, agama memerintahkan kita untuk mengendalikan kemarahan itu, agar tak sampai menimbulkan dampak negatif. Salah satu senjata setan untuk membinasakan manusia adalah marah. Dengan cara ini, setan bisa dengan sangat mudah mengendalikan manusia. Karena marah, orang bisa dengan mudah mengucapkan kalimat kekafiran, menggugat takdir, ngomong jorok, mencaci habis, bahkan sampai kalimat carai yang membubarkan rumah tangganya.

Karena marah pula, manusia bisa merusak semua yang ada di sekitarnya. Dia bisa banting piring, lempar gelas, pukul kanan-pukul kiri, bahkan sampai tindak pembunuhan. Di saat itulah, misi setan untuk merusak menusia tercapai.

Tentu saja, permasalahannya tidak selesai sampai di sini. Masih ada yang namanya balas dendam dari pihak yang dimarahi. Anda bisa bayangkan, betapa banyak kerusakan yang ditimbulkan karena marah.

Menyadari hal ini, islam sangat menekankan kepada umat manusia untuk berhati-hati ketika emosi. Banyak motivasi yang diberikan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam agar manusia tidak mudah terpancing emosi. Diantaranya, beliau menjanjikan sabdanya yang sangat ringkas,

“Jangan marah, bagimu surga.” (HR. Thabrani dan dinyatakan shahih dalam kitab shahih At-Targhib no. 2749)

Dijelaskan secara medis, marah berlebihan dapat memiliki dampak serius pada kesehatan seseorang. Ketika marah, tubuh seseorang akan melepaskan hormon-hormon stres seperti kortisol dan adrenalin. Bila terlalu banyak, hormon tersebut dapat meningkatkan tekanan darah dan menyebabkan masalah kesehatan.

Dijelaskan secara medis, marah berlebihan dapat memiliki dampak serius pada kesehatan seseorang. Ketika marah, tubuh seseorang akan melepaskan hormon-hormon stres seperti kortisol dan adrenalin. Bila terlalu banyak, hormon tersebut dapat meningkatkan tekanan darah dan menyebabkan masalah kesehatan.

Saat marah, kita akan merasa jantung berdebar dan bernapas lebih cepat. Bila marah tingkat tinggi, akan terjadi ketegangan di bahu atau bahkan hingga mengepalkan tangan. Jika mengalaminya, Anda sebaiknya segera mengendalikan diri agar tidak berlanjut.

Menahan marah itu memang bukan pekerjaan mudah. Karenanya Raulullah SAW mengumpamakan orang yang dapat mengendalikan kemarahan dan emosinya, sebagai orang terkuat. (lihat: Fath al-Bari, 10/520).

Raulullah SAW juga melarang umatnya untuk marah, namun jika marah, Nabi telah banyak mencontohkan bagaimana seharusnya mengendalikan rasa amadalah.  Berikut beberapa cara untuk meredam kemarahan, sesuai petunjuk Rasulullah SAW,

BACA JUGA: Marahnya Singa Allah kepada Musuh Allah

1.Membaca Ta’awwudz

Rasulullah bersabda “Ada kalimat kalau diucapkan niscaya akan hilang kemarahan seseorang, yaitu A’udzu billah minasy syaithaanir rajim (Aku berlindung kepada Allah dari godaan setan yang terkutuk).” (HR. Bukhari Muslim).

2. Berwudlu

Rasulullah bersabda, “Kemarahan itu dari setan, sedangkan setan tercipta dari api, api hanya bisa padam dengan air, maka kalau kalian marah berwudlulah.” (HR. Abu Dawud).

3. Mengubah posisi

Dalam sebuah hadits dikatakan, “Kalau kalian marah maka duduklah, kalau tidak hilang juga maka bertiduranlah.” (HR. Abu Dawud).

4. Diam

Dalam sebuah hadits dikatakan, “Ajarilah (orang lain), mudahkanlah, jangan mempersulit masalah, kalau kalian marah maka diamlah.” (HR. Ahmad).

Bawaan orang marah adalah berbicara tanpa aturan. Sehingga bisa jadi dia bicara sesuatu yang mengundang murka Allah. Karena itulah, diam merupakan cara mujarab untuk menghindari timbulnya dosa yang lebih besar.

Dari Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhuma, Rasulullah SAW bersabda,

“Jika kalian marah, diamlah.” (HR. Ahmad dan Syuaib Al-Arnauth menilai Hasan lighairih).

Ucapan kekafiran, celaan berlebihan, mengumpat takdir, dst., bisa saja dicatat oleh Allah sebagai tabungan dosa bagi ini. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mengingatkan,

Sesungguhnya ada hamba yang mengucapkan satu kalimat, yang dia tidak terlalu memikirkan dampaknya, namun menggelincirkannya ke neraka yang dalamnya sejauh timur dan barat. (HR. Bukhari dan Muslim)

Di saat kesadaran kita berkurang, di saat nurani kita tertutup nafsu, jaga lisan baik-baik, jangan sampai lidah tak bertulang ini, menjerumuskan anda ke dasar neraka.

5. Bersujud, artinya shalat sunnah mininal dua rakaat

Dalam sebuah hadits dikatakan “Ketahuilah, sesungguhnya marah itu bara api dalam hati manusia. Tidaklah engkau melihat merahnya kedua matanya dan tegangnya urat darah di lehernya? Maka barangsiapa yang mendapatkan hal itu, maka hendaklah ia menempelkan pipinya dengan tanah (sujud).” (HR. Tirmidzi).

Dari Muadz bin Anas Al-Juhani radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah SAW  bersabda,

“Siapa yang berusaha menahan amarahnya, padahal dia mampu meluapkannya, maka dia akan Allah panggil di hadapan seluruh makhluk pada hari kiamat, sampai Allah menyuruhnya untuk memilih bidadari yang dia kehendaki. (HR. Abu Daud, Turmudzi, dan dihasankan Al-Albani)

Hadis dari Ibnu Umar,

Siapa yang menahan emosinya maka Allah akan tutupi kekurangannya. Siapa yang menahan marah, padahal jika dia mau, dia mampu melampiaskannya, maka Allah akan penuhi hatinya dengan keridhaan pada hari kiamat. (Diriwayatkan Ibnu Abi Dunya dalam Qadha Al-Hawaij, dan dinilai hasan oleh Al-Albani). []

ISLAMPOS

Nasihat Ulama Buat Seorang Pemarah

SETELAH bertahun-tahun lamanya, seorang yang sangat mudah naik darah menyadari bahwa ia sering mendapat kesulitan karena sifatnya itu.

Suatu hari, ia mendengar tentang seorang darwis yang berpengetahuan dalam; ia pun menemuinya untuk meminta nasihat. Darwis itu berkata, “Pergilah ke sebuah persimpangan jalan. Di sana, kau akan menemukan sebatang pohon mati. Berdirilah di bawahnya dan berikan air kepada setiap pejalan yang lewat di tempat itu!”

Lelaki itu berbuat seperti yang diperintahkan. Hari-hari berlalu, dan ia pun mulai dikenal sebagai seorang yang mengikuti latihan tertentu perihal kemurahan hati dan pengendalian diri, di bawah bimbingan seseorang yang berpengetahuan sejati.

Pada suatu hari, ada seorang lelaki berjalan tergesa-gesa; ia membuang muka ketika ditawari air, dan terus bergegas melanjutkan perjalanannya. Orang yang mudah marah itu memanggilnya berulang kali, “Kembali kau, balas salamku! Minum air ini, yang kusediakan untuk para musafir!”

Tetapi tak ada jawaban. Tidak tahan menerima perlakuan tersebut, orang yang pemarah itu lupa akan latihannya. Ia meraih senjatanya, yang dicantelkannya di pohon mati itu. Dengan sigap dibidiknya musafir yang tak peduli itu, dan ditembaknya. Musafir itu pun seketika tersungkur mati.

Tepat pada saat peluru menembus tubuh orang itu, pohon mati tersebut, secara ajaib, penuh dengan mekar bunga. Orang yang terbunuh itu seorang pembunuh, yang sedang dalam perjalanan untuk melakukan kejahatan terburuk sepanjang hidupnya.

Seperti Saudara lihat, ada dua jenis penasihat. Jenis yang pertama adalah penasihat yang secara mekanis memberitahu apa yang harus dilakukan menurut prinsip-prinsip baku tertentu. Jenis yang kedua adalah Manusia Pengetahuan. Barangsiapa bertemu dengan Manusia Pengetahuan, ia akan menanyakan nasihat moral kepadanya, dan menganggapnya sebagai moralis. Tetapi yang dijunjungnya adalah Kebenaran, bukan harapan-harapan saleh.

Guru Darwis yang digambarkan dalam kisah ini konon adalah Najmudin Kubra, salah seorang ulama Sufi yang terbesar. Ia mendirikan Kubrawi (Persaudaraan yang Lebih Agung) yang sangat mirip dengan serikat yang belakangan didirikan oleh Santo Fransiskus Assisi. Seperti juga Santo Fransiskus Assisi, Najmudin dikenal memiliki kekuasaan gaib atas binatang.

Najmudin termasuk di antara enam ratus ribu orang yang tewas ketika Khawarizmi di Asia Tengah dihancurkan pada tahun 1221. Konon, Jengiz Khan, Penguasa Mongol, karena mengetahui reputasinya, menawarkan kebebasan jika ia mau menyerahkan diri.

Tetapi, Najmudin memilih berada di antara para pembela kota itu. Ia kemudian termasuk di antara korban yang tewas. Karena telah mengetahui akan datangnya malapetaka itu, Najmudin mengungsikan semua muridnya ke tempat aman beberapa saat sebelum bala tentara Mongol menyerbu. [Idries Shah/Isnet]

 

INILAH MOZAIK

Ketika Kita Marah

‘’Jangan marah!’’ begitu sabda Rasulullah SAW dalam sebuah hadis yang diriwayatkan Imam Bukhari. Dalam kehidupan sehari-hari, setiap orang bisa saja marah. Barangkali marah adalah sesuatu yang manusiawi. Lalu apa makna hadis  Nabi SAW itu?

Ibnu Hajar dalam al-Fath menjelaskan makna hadis itu: ‘’Al-Khaththabi berkata, ‘’Arti perkataan Rasulullah SAW ‘jangan marah’ adalah menjauhi seba-sebab marah dan hendaknya menjauhi sesuatu yang mengarah kepadanya.’’ Menurut ’Al-Khaththabi, marah itu tidaklah terlarang, karena itu adalah tabiat yang tak akan hilang dalam diri manusia.

Nah, apa yang harus dilakukan seorang Muslim ketika marah? Syekh Abdul Azis bin Fathi as-Sayyid Nada dalam kitab Mausuu’atul Aadaab al-Islamiyah, mengungkapkan hendaknya seorang Muslim memperhatikan adab-abad yang berkaitan dengan marah. Berikut  adab-adab yang perlu diperhatikan terkait marah.

Pertama, jangan marah, kecuali karena Allah SWT. Menurut Syekh Sayyid Nada, marah karena Allah merupakan sesuatu yang disukai dan mendapatkan amal. Misalnya, marah ketika menyaksikan perbuatan haram merajalela. Seorang Muslim yang marah karena hukum Allah diabaikan merupakan contoh marah karena Allah.

‘’Seorang Muslim hendaknya menjauhi kemarahan karena urusan dunia yang tak mendatangkan pahala,’’ tutur Syekh Sayyid Nada. Rasulullah SAW, kata dia, tak pernah marah karena dirinya, tapi marah karena Allah SWT.  Nabi SAW pun tak pernah dendam, kecuali karena Allah SWT.

Kedua, berlemah lembut dan tak marah karena urusan dunia. Syekh Sayyid Nada mengungkapkan, sesungguhnya semua kemarahan itu buruk, kecuali karena Allah SWT. Ia mengingatkan, kemarahan kerap berujung dengan pertikaian dan perselisihan yang dapat menjerumuskan manusia ke dalam dosa besar dan bisa pula memutuskan silaturahim.

Ketiga, mengingat keagungan dan kekuasaan Allah SWT.  ‘’Ingatlah kekuasaan, perlindungan, keagungan, dan keperkasaan Sang Khalik ketika sedang marah,’’ ungkap Syekh Sayyid Nada.  Menurut dia, ketika mengingat kebesaran Allah SWT, maka kemarahan akan bisa diredam. Bahkan, mungkin  tak jadi marah sama sekali.

Sesungguhnya, papar Syekh Sayyid Nada, itulah adab  paling bermanfaat  yang dapat menolong seseorang untuk berlaku santu (sabar).

Keempat, menahan dan meredam amarah jika telah muncul. Syekh Sayyid Nada mengungkapkan, Allah SWT menyukai seseorang yang dapat menahan dan meredam amarahnya yang telah muncul.

Allah SWT berfirman, ‘’  dan orang-orang yang menahan amarahnya dan memberi maaf orang lain, dan Allah mencintai orang-orang yang berbuat kebaikan.’’ (QS Ali Imran:134). Menurut Ibnu Hajar dalam Fathul Bahri, ketika kemarahan tengah memuncak, hendaknya segera menahan dan meredamnya untuk tindakan keji.

Rasulullah SAW bersabda, ‘’Barang siapa yang dapat menahan amarahnya, sementara ia dapat meluapkannya, maka Allah akan memanggilnya  di hadapan segenap mahluk. Setelah itu, Allah menyuruhnya memilih bidadari surga dan menikahkannya dengan siapa yang ia kehendaki.’’ (HR Ahmad).

Kelima, berlindung kepada Allah ketika marah. Nabi SAW bersabda, ‘’Jika seseorang yang marah mengucapkan; ‘A’uudzu billah (aku berlindung kepada Allah SWT, niscaya akan reda kemarahannya.’’ (HR Ibu ‘Adi dalam al-Kaamil.)

Keenam, diam. Rasulullah SAW bersabda, ‘’Ajarilah, permudahlah, dan jangan menyusahkan. Apabila salah seorang dari kalian marah, hendaklah ia diam.’’ (HR Ahmad).  Terkadang orang yang sedang marah mengatakan sesuatu yang dapat merusak agamanya, menyalakan api perselisihan dan menambah kedengkian.

Ketujuh, mengubah posisi ketika marah. Mengubah posisi ketika marah merupakan petunjuk  dan perintah Nabi SAW.   Nabi SAW bersabda, ‘’Jika salah seorang di antara kalian marah ketika berdiri, maka hendaklah ia duduk. Apabila marahnya tidak hilang juga, maka hendaklah ia berbaring.’’ (HR Ahmad).

Kedelapan, berwudhu atau mandi. Menurut Syekh Sayyid Nada, marah adalah api setan yang dapat mengakibatkan mendidihnya darah dan terbakarnya urat syaraf.  ‘’Maka dari itu, wudhu, mandi  atau semisalnya , apalagi mengunakan air dingin dapat menghilangkan amarah serta gejolak darah,’’ tuturnya,

Kesembilan, memebri maaf dan bersabar. Orang yang marah sudah selayaknya memberikan ampunan kepada orang yang membuatnya marah.  Allah SWT memuji para hamba-Nya ‘’ dan jika mereka marah mereka memberi maaf.’’ (QS Asy-Syuura:37).

Sesungguhnya Nabi SAW adalah orang yang paling lembut, santun, dan pemaaf kepada orang yang bersalah. ‘’ dan ia tak membalas kejahatan dengan kejahatan, namun ia memaafkan dan memberikan ampunan’’ begitu sifat Rasulullah SAW yang tertuang dalam Taurat, kitab yang diturunkan Allah kepada Nabi Musa AS.

N sumber: Ensiklopedi Abad Islam menurut Alquran dan Sunah. Penerbit  Pustaka Imam Syafi’i

Keluhan Berujung Marah

Cerita ini didapat dari sebuah tulisan yang tersebar viral. Cerita tentang indahnya menerima ketetapan Allah atau qana’ah. Cerita tentang bagaimana menyadarkan orang-orang yang kita cintai atas pemberian Allah SWT.

Alkisah seorang suami pulang ke rumah dengan membawa pesanan mangga yang diminta sang istri. Saat dikupas dan disantap, ternyata buah mangga tersebut super asam. Sejurus kemudian sang istri pun marah-marah.

Si suami menanggapi dengan tenang amarah sang istri. Setelah selesai didengarkan ‘bisikan setan’ ini, beliau bertanya dengan halus, “Wahai istriku yang salehah, kepada siapakah engkau sebenarnya marah? Kepada pedagang buahnya kah? Ataukah kepada pembelinya yaitu suamimu yang telah berikhtiar dengan cinta membawakan mangga pesananmu? Atau kepada petani yang menanamnya? Ataukah kepada Yang Menciptakan buah mangga itu?”

Sang istri pun terdiam. Sebuah pertanyaan yang tidak disadari langsung mengelus batin kesadarannya.

Sembari tersenyum, si suami melanjutkan nasihat hikmahnya.”Seorang pedagang buah yang baik tidak mungkin menjual buah kecuali yang terbaik. Seorang pembeli pun pasti membeli inginnya sesuatu yang terbaik pula! Begitu pula seorang petani, tentu saja ia akan merawat tanamannya agar bisa menghasilkan tanaman yang terbaik! Bukankah begitu, istriku?”

“Maka,” lanjut si suami, “sasaran kemarahanmu kini tinggal satu, tidak lain hanya kepada yang Menciptakan mangga itu! Siapa?” Allah Jalla Jalaaluh!!!”

Pertanyaan si suami ini sekaligus mengakhiri drama melankolis sang istri yang kemudian diliputi sesal dan meminta maaf.

Cerita ini mengajarkan satu hal bahwa setiap keluhan yang berujung marah sejatinya sama saja kita tidak ridha atas ketetapan Allah. Bukankah setiap peristiwa sudah menjadi ketetapan-Nya?

Karena itu, mari belajar ridha dan ikhlas dengan semua ketetapan Allah.Sungguh kekayaan sebenarnya dan kepuasan hidup itu ketika kita memiliki sifat ridha dan ikhlas dengan apa pun kejadian dan peristiwa-Nya.

Ibnu Batthol mengingatkan bahwa ada kekayaan yang tersembunyi dan ia adalah intan berlian bagi kehidupan kita, yaitu qana’ah; ridha dengan ketetapan Allah Ta’ala dan berserah diri pada keputusan-Nya. Wallahu A’lam.

OLEH USTAZ MUHAMMAD ARIFIN ILHAM

KHAZANAH REPUBLIKA

Jangan Marah

Suatu waktu Ibnu Umar radhiya Allahu ‘anhu bertanya kepada Rasulullah SAW, ”Apa yang bisa menjauhkan aku dari murka Allah ‘Azza wa Jalla?” Rasul langsung menjawab, ”Jangan marah!”

Dalam riwayat lain disebutkan bahwa orang yang menahan marah padahal dia sanggup melampiaskannya, akan dipanggil Allah di hadapan semua makhluk dan disuruh memilih bidadari yang mana saja dia suka. Lain waktu, Rasulullah SAW sampai mengulang tiga kali sabdanya, ketika salah seorang sahabat meminta nasihat kepada beliau. ”Jangan marah!” Bahkan, beliau menyampaikan kabar gembira bagi orang yang mampu menahan marah. ”Dan bagimu adalah surga!”

Subhanallah, karena kita bisa menahan marah ternyata surga dengan semua kenikmatan di dalamnya adalah balasan kita.

Marah adalah nyala api dari neraka. Seseorang pada saat marah, mempunyai kaitan erat dengan penghuni mutlak kehidupan neraka, yaitu setan saat ia mengatakan, ”Saya lebih baik darinya (Adam–Red); Engkau ciptakan saya dari api sedangkan dia Engkau ciptakan dari tanah.” (QS Al-A’raf: 12). Tabiat tanah adalah diam dan tenang, sementara tabiat api adalah bergejolak, menyala, bergerak, dan berguncang.

Marah berarti mendidih dan bergolaknya darah hati yang terlampiaskan. Oleh sebab itu, bila sedang marah, api amarah menyala dan mendidihkan darah hatinya lalu menyebar ke seluruh tubuh.

Bahkan, hingga naik ke bagian atas seperti naiknya air yang mendidih di dalam bejana. Karena itulah, wajah, mata, dan kulit yang sedang marah tampak memerah. Semua itu menunjukkan warna sesuatu yang ada di baliknya seperti gelas yang menunjukkan warna sesuatu yang ada di dalamnya.

Jika seseorang marah, tapi tidak bisa dilampiaskan, karena tidak ada kemampuan, misalnya, kepada atasan atau pimpinan, maka darah justru akan menarik diri dari bagian luar kulit ke dalam rongga hati. Sehingga, ia berubah menjadi kesedihan. Karenanya, biasanya warnanya pun menguning dan muka pun berubah murung.

Manusia bila ditilik dari sifat marah ada empat kelompok. Pertama, cepat marah, cepat sadar (ini merupakan sesuatu yang buruk). Kedua, lambat marah, lambat sadar (ini kurang terpuji). Ketiga, cepat marah, lambat sadar (adalah sifat yang terburuk). Dan terakhir, lambat marah, cepat sadar (inilah yang baik).

Orang yang lambat marah tapi segera sadar adalah sosok Mukmin yang terpuji. Karena ia berusaha mencerna dan mengelolanya dengan baik, sehingga di akhir kemarahannya yang singkat itu ada proses mengingatkan dan pelajaran. Marah karena sayang. Nah, kira-kira di mana posisi kita saat marah? Wa Allahu a’lam.

Oleh: Muhammad Arifin Ilham

Marah Pertanda Tunduknya Kita kepada Setan

KEMARAHAN selalu didefinisikan sebagai ekspresi menuruti hawa nafsu, penuh emosi dan lambang tunduknya kita pada setan. Hal ini tidaklah keliru bila merujuk pada perbuatan tercela yang mengikutinya dan alasan apa yang mendasarinya.

Bila kemarahan semata-mata untuk membela diri dan menjatuhkan orang lain, inilah yang disebut dengan marah yang tercela. Namun, bila kita mampu meluruskan niat kita, membuang kotoran jiwa, keinginan dunia dan makhluk. Kemarahan tercela tersebut mampu bergeser menuju kemarahan yang terpuji.

Kemarahan yang terpuji adalah kemarahan yang menjadikan Allah Ta’ala sebagai alasan. Kemarahan yang muncul karena melihat kemunkaran dan kemaksiatan yang merajalela. Kemarahan yang ditujukan untuk membela agama yang haq, bukan sekadar membela dirinya atau golongannya. Dan sungguh, Tuhanlah Dzat yang paling mengetahui murni tidaknya niat seorang hamba. Semoga kita tidak termasuk hamba yang berteriak lantang seolah membela agama Allah, padahal sebenarnya jiwa dan hatinya mengeras karena karat kemunafikan.

Takkan ada dua hati dalam satu rongga dada. Begitu pula takkan ada ketulusan dan kemunafikan yang bersemayam dalam satu tindakan. Kenalilah jiwa amarah kita, apakah ia terpuji ataukah tercela? Apakah ia karena Allah atau hanya nafsu semata? Percayalah, tiada ketentraman kecuali berdua bersama-Nya, tiada kedamaian kecuali dekat dengan-Nya dan tiada pengobat kerinduan selain pemenuhan ketaatan pada-Nya.

Adapun ketaatan itu pula yang mampu menambah kadar keimanan kita di sisi Allah, dan akan berkurang dengan kemaksiatan pada-Nya. Maka semoga kita mampu mengendalikan amarah kita dengan tetap bersabar menghadapi orang-orang yang buruk perangainya dan bodoh pikirannya. Sebagaimana Allah Ta’ala berfirman:

“Dan jika orang-orang jahil mencela mereka, mereka berkata, ‘Salam. (selamat)'”(QS Al-Furqan [25]: 63)

Akan tetapi, jika mereka mendurhakai Allah Ta’ala, kita tidak boleh hanya berdiam diri saja. Pada saat seperti inilah diharapkan bahwa kemarahan kita dengan cara berbicara pada mereka menjelma menjadi nilai ibadah di sisi-Nya. Bukankah kewajiban kita untuk menegakkan syi’ar syi’ar Islam dan berjuang dalam amar ma’ruf nahi munkar? Semoga Allah mengokohkan pijakan kita di atas kebenaran.

Akhirul kalam, silahkan marah, asal tetap terpuji.

INILAH MOZAIK