Allah Mengetahui Urusan Kita

KITA adalah milik Allah. Dia yang menciptakan kita. Allah yang paling tahu keadaan kita, termasuk yang mengurus diri ini setiap saat. Kita sesungguhnya tidak pernah tahu bagaimana cara mengurus diri sendiri. Tidak tahu cara kerja jantung, paru-paru, otak atau organ tubuh lainnya. Kita hanya tahu sedikit saja. Jadi, hanya Allah yang paling tahu dan yang paling bisa mengurus kita.

Semua yang terucap, lisan maupun isi hati, dosa dan kejelekan, termasuk masalah-masalah kita pun diketahui-Nya. Allah juga mengetahui solusi dari setiap kesulitan yang kita alami. Allah Yang Maha Mengetahui jalan keluarnya. Kita sebagai makhluk ciptaan-Nya tidak akan bisa menyelesaikan setiap masalah oleh diri sendiri dengan benar, bila tanpa petunjuk Allah.

Begitu pun jika ingin menikmati hidup, hanya Allah yang bisa memberikannya. Dengan bersyukur pada Allah, nikmat hidup akan diberikan oleh-Nya. Allah Yang Maha Pengasih berfirman, “…Sesungguhnya jika kamu bersyukur, niscaya Aku akan menambah (nikmat) kepadamu, tetapi jika kamu mengingkari (nikmat-Ku), maka pasti azab-Ku sangat berat.” (QS. Ibrahim [14]: 7)

Apa pun profesinya, aktivitas kita harus dalam upaya mencari ridho Allah. Jika niatnya karena Allah, rezeki pasti menghampiri. Atau ketika kita ditakdirkan Allah diuji dengan terlilit utang yang belum terlunasi, meski sudah tahajud dan beramal saleh. Padahal jika dibandingkan dengan orang lain yang belum tahajud, mereka tetap mendapat rezeki.

Jika ini yang terjadi, maka segera mencari hikmahnya. Boleh jadi ketika utang lunas, tahajud yang biasa dilakukan juga turut hilang. Yakinlah bahwa Allah suka melihat hamba yang tahajud, merintihkan segala derita dan kepayahannya kepada Allah.

Tidak ada satu pun perbuatan Allah yang sia-sia. Allah selalu memberikan yang terbaik kepada setiap makhluk. Berprasangka baiklah pada Allah. Yakin dan berikhtiarlah sesuai tuntunan Allah. [*]

– See more at: http://mozaik.inilah.com/read/detail/2359070/allah-mengetahui-urusan-kita#sthash.RHIhHe5n.dpuf

Para Calon Haji Bersiaplah Agar Mampu Berjalan Jauh!

Tanpa terasa renovasi Masjidil Haram akan segera tuntas. Semenjak Ramadhan lalu bentuk perluasan mataf (pelataran tawaf) sudah bisa terlihat. Bagian bangunan berbentuk kerucut putih peninggalan Kesultanan Otoman sudah tidak akan terlihat lagi. Satu persatu pilar, atap, dan tembok banguan yang berdiri pada 1920-an dirobohkan. Lantai mataf kian leluasa hingga makin terasa lapang ketika melakukan tawaf,

Saat itu, sebelum tiba bulan Ramadhan, atau berbarengan dengan penggusuran bangunan atap berbentuk kubus putih tersebut, tempat tawaf sementara knock down juga ikut dibongkar. Satu persatu besi penyangganya dicopoti. Pagi, siang, malam, ratusan pekerja sibuk melakukan pembongkaran. Pekerjaan hanya berhenti ketika waktu shalat tiba.

Maka keluhan bila melakukan tawaf di lantai dasar atau berada di tempat tawaf yang di seputaran Ka’bah terasa sesak kini mereda. Namun, meski berbagai penyekat dari proyek perluasan masjidil haram dan bangunan lama di sekitar mataf itu sudah tak ada lagi, khusus untuk jamaah yang memakai kursi roda  tetap dilarang melakukan tawaf di mataf. Mereka diminta melakukan tawaf di lantai dua Masjidil Haram.

Sebagai akibat kian purnanya perluasan Masjidil Haram, maka bangunan ini pun akan segera semakin luas. Bangunan masjid baru yang berada di samping belakang kini sudah siap disambungkan. Tinggal beberapa pengerjaan finishing yang tengah dilakukan seperti pembuatan jembatan, pemasangan lantai, dan pengerjaan berbagai panel listrik, pendingin udara, dan lainnya.

Memang bagi jamaah umrah atau jamaah haji yang muda dan berbadan sehat suasana masjid yang lapang dan indah kini telah hadir di depan mata. Luas lantai tawaf (maaf) menjadi berlipat-lipat, kapasitasnya empat kali dari yang dahulu. Dipastikan, suasana berdesakan akan lumayan terurai terutama di masa akhir Ramadhan dan puncak haji.

Namun, setelah pacaperluasan lantai mataf usai,  beban baru jamaah lanjut usia atau mereka yang jamaah yang mengunakan kursi roda bertambah berat. Mereka harus melakukan tawaf di lantai dua Masjidil Haram. Akibatnya, jarak tempuh putaran tawaf enjadi semakin panjang. Setiap satu putarannya akan mencapai sekitar  satu kilo meter. Jadi kalau jumlah putaran tawaf mencapai tujuh putaran, maka nanti jamaah lansia dan mengenakan kursi roda tersebut, harus menempuh perjaanan hingga lebih dari tujuh kilo meter.

Tentu saja, setelah melakukan tawaf untuk menuntaskan ibadah haji atau umrah sebelum diperbolehkan melakukan tahalul, para jamaah harus juga melakukan sa’i. Prosesi untuk mengenang gerak Siti Hajar yang ini dilakukan dengan berjalan biasa hingga berlari kecil antara buit Safa dan Marwah sebanyak tujuh kali, maka bila satu putaran tawaf jaraknya mencapai 500 meter, maka untuk tujuh kali jalan tersebut jamaah pun harus berjalan hingga 3,5 kilometer.

Alhasil bila ditotal, untuk menyelesaikan prosesi tawaf dan sa’i seorang jamaah haji dan umrah harus menempuh perjalanan sekitar 11 kilometer. Sebuah jarak yang lumayan jauh.

 

Lalu berapa lama tawaf diselesaikan seandainya ada jamaah yang mengantarkan orang tuanya melakukan tawaf dengan menggunakan kursi roda? Jawabnya: Memang relatif!

Mengapa demikian? Ini karena tergantung dari kemampuan jasmani, kesempatan waktu, suasana kepadatan area  tawaf yang ada di Masjidil Haram. Pada hari ketika tidak ada jamaah umrah (yakni setelah Idul Fitri sampai datangnya rombongan pertama jamaah haji), suasana arena tawaf memang masih lenggang. Orang tawaf memang masih tetap ada sepanjang waktu, cuma jumlahnya tak terlalu banyak. Bahkan antrean untuk mencium Hajar Aswad hanya sekitar sepuluh orang saja.

Nah, pada saat itu orang yang berada di Masjidil Haram dapat mencium Hajar Aswad secara lebih leluasa. Waktu untuk tawaf pun sangat singkat, tak lebih hanya 10 menit untuk tujuh putaran. Saking longgarnya pada saat itu bisa shalat sunat di Hijir Ismail sepuasnya atau berulang kali.

Namun, suasana ini sontak berbalik ketika jamaah haji sudah mulai berdatangan atau pada bulan-bulan biasa ketika kesempatan umrah dibuka. Area tawaf menjad hiruk-pikuk. Mencium Hajar Aswad dan shalat di Hijir Ismail atau berdoa persis di depan Multazam menjadi barang langka.

Nah, dalam suasana padat itu maka tawaf di lantai dua bersama para lansia dan jamaah yang memakai kursi roda benar-benar jadi pilihan. Bahkan, para asykar yang pada hari biasa masih mau memberikan sedikit kelonggaran bagi jamaah berkursi roda untuk tawaf di mataf, maka kala itu yakni bila  menjumpai jamaah seperti ini mereka pun  langsung mengarahkan agar naik tempat tawaf yang berada di lantai dua.

Alhasil, karena memakai area tawaf di lantai dua itu, waktu tawaf menjadi panjang yang awalnya tak lebih dari 10 menit itu. Berangkat dari pengalaman melakukan umrah pada awal pertengahan tahun lalu, bila melakukan tawaf di lantai dua sembari mendorong kursi roda, proses ini bisa memakan waktu hingga 3,5 jam. Dan total jendral, bila disertai dengan Sa’i ditambah istirahat serta mengerjaan berbagai shalat sunat dan istirahat, maka proses ini akan memakan waktu sekitar lima jam. Ini dijalani dalam suasana hari umrah biasa, bukan pada masa puncak haji atau akhir Ramadhan.

Semakin panjangnya jalur tawaf setelah usainya proyek perluasan Masjidil Haram dibenarkan salah satu pejabat di Kantor Urusan Haji (KUH) KBRI di Jeddah. Menurutnya, dengan semakin luasnya area tawaf, maka proses tawaf akan memakan jarak yang lama. Memang kalau memakai tempat tawaf di lantai dua dan sealigus menyelesaikan sa’i maka setiap jamaah harus menempuh perjalanan sepanjang 11 kiometer.

“Maka para calon jamaah haji harus menyiapkan kebugaran jasmani yang baik. Ingat ibadah haji itu lebih banyak merupakan ibadah fisik,’’ katanya.

Menyadari kenyataan tersebut, terutama untuk para calon haji dan umrah yang lanjut usia atau memakai kursi roda, mulai sekarang bersiaplah secara serius. Pahamilah bahwa haji itu ibadah yang membutuhkan kesemaptaan fisik. Paling tidak kepada para calon jamaah yang akan berangkat pada tahun ini, hendaklah semenjak hari ini hingga tiba waktu keberangkatan haji, merekai sudah terbiasa berjalan jauh.

 

sumber:RepublikaOnline

Hal kecil yang punya arti besar di Tanah Suci

Tidak sedikit jamaah haji yang membawa Handphone, Camera foto digital hingga Handycam yang perlu disetrum atau di charge power-nya. Jumlah tusukan atau colokan untuk menyetrum di hotel dan pemondokan terbatas dan belum tentu cocok. Semuanya ingin men-charge powernya dalam waktu yang relatip lama. Rata-rata sekitar 1 sampai 3 jam. Untuk mengatasinya, sebaiknya setiap calon haji sudah mempersiapkan diri dari tanah air, minimal membawa colokan listrik “Leter T” dan Colokan listrik “Kaki Tiga”.

Siapa tahu colokan listrik yang tersedia di situ hanya bisa dipakai dengan colokan listrik kaki tiga. Sehingga kita sudah siap. Harganya pun tidak mahal dan.. Colokan tersebut sebaik-nya dimasukkan ke dalam tas tentengan jamaah yang bisa dibawa ke dalam kabin pesawat. Serta bisa dibawa ke kemah di Arafah dan Mina. Di situ pun kita perlu menyetrum HP maupun camera digital dan Video. Tempat menyetrum, ada kalanya di luar tenda yaiutu didekat lampu taman. Di situ ada colokan listriknya dan sudah dipakai oleh belasan Charger HP.

Memori Card

Objek menarik yang perlu difoto melimpah. Sehingga tidak sedikit kamera foto digi-tal maupun handycam yang memori atau penyimpan gam-barnya menjadi Full. Tidak bisa dipakai untuk memotret atau merekam gambar. Jalan keluar-nya yang paling praktis yaitu membawa memori cadangan yang memadai dari tanah air. apa lagi kalau dibelinya ditem-pat penjual kamera kita tersebut. Sehingga pasti pas dan cocok. Kita pun bisa minta diajari cara memasangnya.

Harga memori di tanah air relatip lebih murah dibandingka di Arab Saudi. Semua kamera dan memori cadangan tersebut dimasukkan ke dalam tas kecil atau tas gantung penyimpan paspor. Atau bisa juga meng-gunakan tas kamera. Walaupun tas yang terkhir ini sering menjadi masalah, karena diang-gap bukan tas resmi haji yang disediakan oleh Garuda. Buat mereka yang masih memilik handycam analog dengan media penyimpan rekamannya beru-pa kaset video. maka mereka bisa dibilang lebih asyik.

Cukup menyiapkan diri dengan sejumlah kaset rekaman yang harganya mungkin alat foto atau kaset rekaman kita disita. Hal kecil lainnya yang tak kalah menarik yaitu menyi-apkan ‘Karet Gelang’ dalam jumlah yang cukup. Pertama untuk aneka keperluan. Dan yang kedua ini cukup unik. Sejumlah jamaah melengkapi diri dengan karet gelang di tangan kanan atau kiri mereka sebanyak 7(tujuh) karet gelang sewaktu Thawab dan Syai yaitu untuk menghitung putaran. Setiap satu putaran dicapai, gelang karet yang ada di tangan kanan, kita pindah ke tangan kiri atau sebaliknya sebagai tanda jumlah putaran. Sehingga tak perlu repot menghitung jumlah putaran yang sudah kita lakukan. (Bagus Wahyono)

 

sumber: Kemenag RI

Terkubur 35 Hari, Jasad Penghafal Alquran Ini Masih Utuh

Anda boleh percaya atau tidak. Namun, peristiwa ini benar-benar terjadi di Mesir. Jasad Syekh Muhammad Abd al-Wahab Musthafa (55 tahun) masih utuh setelah dimakamkan selama 35 hari. Kejadian ini terungkap setelah keluarga membongkar makam pria yang berasal dari al-Muqribiya, Qaus, Provinsi Qena, Mesir.

Seperti dilansir al-Arabiya, pembongkaran dilakukan atas permintaan pihak keluarga setelah bertemu almarhum di mimpi. Dalam mimpi tersebut, almarhum meminta dipindahkan ke mushala tempat dirinya menghabiskan hari-harinya beribadah kepada Sang Khaliq semasa hidupnya. Bahkan ia bisa tenggelam dalam ibadahnya selama berjam-jam.

Proses pembongkaran tersebut melibatkan tim medis. Hasil pemeriksaan medis menyebutkan jasad tersebut utuh dan belum rusak karena satu hal apapun. Seakan jasad tersebut usianya baru beberapa jam saja.

Kepada al-Arabiya, Kepala Desa al-Muqribiya, Ghilab, menjelaskan semasa hidupnya, Syekh Muhammad yang hafiz Alquran 30 Juz tersebut dikenal sebagai pribadi yang taat agama, zuhud, dan berperilaku baik kepada sesama.

“Ia kerap memberikan petuah bijak kepada warga sekitar dan cukup disegani,” tuturnya.

Penduduk sekitar sangat menyayangi Syekh Muhammad. Suasana haru mengiringi pemakaman kembali jenazah di makam yang baru. Semoga kita mendapatkan khusnul khatimah kelak. Amin.

 

 

sumber: Republika Online

Anda Berhak Punya Kehidupan, Berbahagialah!

Sungguh, hidup ini banyak jalan dan kemudahan, maka kenapa tidak kita ringankan. Karena dibalik kesulitan pasti ada kemudahan, ini apa kata Al Quran

 

TIDAKLAH seseorang keluar dari masalahnya kecuali akan datang permasalahan baru. Tidaklah seseorang lepas dari kekawatiran, kecuali akan berganti dengan kekawatiran berbeda. Dan tidaklah seseorang terbebas dari jerat ujian, melainkan akan datang ujian yang lebih sulit.

Apakah manusia itu mengira bahwa mereka dibiarkan (saja) mengatakan:

أَحَسِبَ النَّاسُ أَن يُتْرَكُوا أَن يَقُولُوا آمَنَّا وَهُمْ لَا يُفْتَنُونَ

وَلَقَدْ فَتَنَّا الَّذِينَ مِن قَبْلِهِمْ فَلَيَعْلَمَنَّ اللَّهُ الَّذِينَ صَدَقُوا وَلَيَعْلَمَنَّ الْكَاذِبِينَ

“Kami telah beriman”, sedang mereka tidak diuji lagi? Dan sesungguhnya Kami telah menguji orang-orang yang sebelum mereka, maka sesungguhnya Allah mengetahui orang-orang yang benar dan sesungguhnya Dia mengetahui orang-orang yang dusta.” (QS: Al -Ankabuut: 2-3)

Kehidupan manusia mustahil terbebas dari ujian, laki-laki, perempuan, kaya raya, miskin, tua, muda, lemah dan gagah perkasa, semua akan diuji.

Tidaklah Allah Ta’ala menguji hamba-hambaNya kecuali hendak memuliakannya dan agar ia berpaling kepadaNya dengan membawa segudang permasalahan, seraya bermunajat dengan beruraikan airmata disertai ketundukan, patuh serta rasa takut.

Imam Syafi’i berkata: “Apakah engkau mengejek dan meremehkan doa?, kau tidak tahu apa yang bisa dilakukan oleh doa?”

Sungguh, tidak akan kita dapati selain Allah Ta‟ala, sang Maha Penyantun, Maha Hidup yang mengatur segala urusan setiap makhlukNya kecuali Ia akan mendengarkan, mengawasi, memperhatikan dan memperkenankan doa doa.

Adakah Allah Ta’ala menelantarkan hambaNya, sekali kali tidak!
Adakah Allah Ta’ala menghinakan hambaNya, sekali kali tidak!
Adakah Allah Ta’ala menghendaki keburukan kepada hambaNya, sekali kali tidak!

Allah Ta’ala Maha Tahu akan kondisi keimanan hamba-hambaNya, diantara mereka ada yang dimuliakan dengan beragam kemudahan, banyak materi dan kedudukan, kemudian ia bersyukur kepadaNya, maka baginya kebaikan. Namun diantara manusia lain ada yang dimuliakan dengan kesempitan dan kesulitan, iapun terus bersabar hingga datang sebuah solusi dan pada akhirnya ia sangat berbahagia karena mengetahui hikmah berupa kebaikan akan urusan agamaNya. Inilah maksud dari ujian sebenarnya yaitu la‟allahum yarji‟un atau kembali kepadaNya.

Dalam sebuah hadist perihal keutamaan bersabar, dari Abu Hurairah radiyallahu ‘anhu, bahwasanya Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:

مَا يُصِيبُ الْمُسْلِمَ مِنْ نَصَبٍ وَلَا وَصَبٍ وَلَا هَمٍّ وَلَا حُزْنٍ وَلَا أَذًى وَلَا غَمٍّ حَتَّى الشَّوْكَةِ يُشَاكُهَا إِلَّا كَفَّرَ اللَّهُ بِهَا مِنْ خَطَايَاهُ

“Tidaklah seorang muslim tertimpa suatu kelelahan, atau penyakit, atau kehawatiran, atau kesedihan, atau gangguan, bahkan duri yang melukainya melainkan Allah akan menghapus kesalahan-kesalahannya karenanya.” (HR. Al-Bukhari no. 5642 dan Muslim no. 2573).

Perbaikilah hubungan kita dengan Allah Ta‟ala, berbaik sangkalah kepadaNya atas segala kejadian yang menimpa, karena Ia sebagaimana prasangka hamba kepadaNya dan teruslah bersabar dengan kesabaran yang indah nan manis seindah bunga-bunga yang bermekaran kala musim semi menyapa dan semanis madu bahkan lebih manis lagi.

Tidakkah kita mengetahui bahwa balasan kebaikan bagi orang yang bersabar bukan puluhan, ratusan atau ribuan kali lipat, melainkan akan diganjar tanpa batas kelipatan atas kesabaran yang telah mereka perbuat.

إِنَّمَا يُوَفَّى الصَّابِرُونَ أَجْرَهُم بِغَيْرِ حِسَابٍ

“Hanya orang-orang yang bersabarlah yang disempurnakan pahalanya tanpa batas.” (QS. Az Zumar : 10)

Besarnya ujian seseorang, jika dihadapi dengan penuh kesabaran, maka akan semakin besar pula ganjarannya sesuai dengan porsi ujian yang diterima dan sebagai bukti kualitas keimanannya, minimalnya tidak takut menghadapi derasnya arus kehidupan dunia dan tidak pula bersedih hati akan masa lalunya.

Janganlah kamu bersikap lemah, dan janganlah (pula) kamu bersedih hati, padahal kamulah orang-orang yang paling tinggi (derajatnya), jika kamu orang-orang yang beriman. (QS. Ali Imran : 139)

Imam Ar-Razi meriwayatkan dari Fathul Mausuli, bahwasanya ia mengatakan: “Kita dahulu merupakan kaum penghuni surga, kemudian kita ditawan Iblis ke dunia. Maka tiada yang kita miliki (rasakan) selain kesulitan dan kesedihan sampai kita dikembalikan ke tempat yang dahulu kita dikeluarkan darinya (Surga).”

Inilah keniscayaan hidup di dunia yang sejatinya diliputi kesulitan maupun kesedihan, Allah Ta’ala berfirman;

لَقَدْ خَلَقْنَا الْإِنسَانَ فِي كَبَدٍ

“Sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia berada dalam susah payah..” (QS. Al Balad: 4).

Perkataan yang diriwayatkan Imam Ar Razi senada dengan firman Allah Ta’ala yang menyiratkan bahwa kebahagiaan hakiki hanya diperoleh ketika seorang hamba menginjakkan kakinya ke dalam surga untuk kali pertama dan tidaklah Allah Ta’ala menyebut kata bahagia melainkan berada di satu tempat.

وَأَمَّا الَّذِينَ سُعِدُواْ فَفِي الْجَنَّةِ خَالِدِينَ فِيهَا مَا دَامَتِ السَّمَاوَاتُ وَالأَرْضُ إِلاَّ مَا شَاء رَبُّكَ عَطَاء غَيْرَ مَجْذُوذٍ

“Adapun orang-orang yang berbahagia, maka tempatnya di dalam surga, mereka kekal di dalamnya selama ada langit dan bumi, kecuali jika Tuhanmu menghendaki (yang lain); sebagai karunia yang tiada putus-putusnya.” (QS. Huud: 108).*

 

 

Guntara Nugraha Adiana Poetra, pengasuh halaman komunitas ISCO (Islamic Studies Center Online)

sumber: Hidayatullah

Shalat Bekal Menaklukkan Ujian Dunia

SHALAT yang khusyu mewujudkan ubudiah yang benar-benar karena Allah, ikhlas, pasrah, rendah diri terhadap Zat Yang Mahasuci. Di dalam shalat, mereka meminta segala sesuatu kepada Allah dan meminta dari-Nya hidayah untuk menuju jalan yang lurus, dan Allah Mahakaya dan Mulia. Kepada-Nyalah, seseorang berkenan memohon ijabah dan mencurahkan segala sesuatu, baik dalam hal cahaya hidayah, limpahan rahmat, maupun ketenangan.

Shalat pada hakikatnya merupakan sarana terbaik untuk mendidik jiwa dan memperbarui semangat, serta sekaligus sebagai penyucian akhlak. Bagi pelakunya sendiri, shalat merupakan tali penguat yang dapat mengendalikan diri. Ia adalah pelipur lara dan pengaman dari rasa takut dan cemas, juga memperkuat kelemahan dan senjata bagi yang merasa terasing.

Dengan shalat, kita dapat memohon pertolongan dari ujian zaman, tekanan-tekanan orang lain, dan kekejaman para durjana. Allah Subhanahu Wa Ta’ala berfirman, ’’Hai orang-orang yang beriman, jadikanlah shalat dan sabar sebagai penolongmu, sesungguhnya Allah bersama orang-orang yang sabar.’’ (al-Baqarah: 153).

Nabi Shalallaahu ‘Alahi Wasallam ketika menghadapi persoalan genting, beliau berlindung melalui shalat. Ruku dan sujud dalam shalatnya dilakukan secara khusyu, membawa rasa dekat kepada Allah. Bersama Allah pula, beliau merasa berada di suatu tempat atau sandaran yang kokoh, sehingga merasakan aman tenteram, percaya diri, dan penuh keyakinan, memperoleh perasaan damai, sabar terhadap segala bentuk ujian dan cobaan, serta rela terhadap takdir Allah. Juga memperbarui janji dan ikatan bersama Allah atas dasar kesetiaan sejati dan kejujuran, dan memperkokoh cita-cita yang besar dalam kekuasaan Allah dan pertolongan-Nya bagi hamba-Nya yang beriman dan bekerja secara jujur tanpa pamrih.

Shalat itu membersihkan jiwa dan menyucikan dari sifat-sifat buruk, khususnya sifat-sifat yang dapat mengalahkan cara hidup materialis, seperti: menjadikan dunia itu lebih penting daripada segala-galanya, mengomersialkan ilmu, dan mencampakkan rohaninya. Kasus semacam ini dicontohkan Allah dalam ayat, ’’Sesungguhnya manusia itu diciptakan bersifat keluh kesah lagi kikir. Apabila ditimpa kesusahan, ia berkeluh kesah, dan apabila mendapat kebaikan ia amat kikir, kecuali orang-orang yang mengerjakan shalat, yang mereka itu tetap mengerjakan shalatnya.’’ (al-Ma’aarij: 19-23).

Dalam ayat lain,

’’…Sesungguhnya shalat itu mencegah dari (perbuatan-perbuatan) keji dan mungkar…’’ (al-Ankabuut: 45)

Orang yang benar-benar melaksanakan shalat, dari shalat yang satu ke shalat yang lain, merasakan sempitnya waktu di dalam bersimpuh di bawah kekuasaan Allah. Ia memohon kepada-Nya untuk ditunjukkan jalan yang lurus dalam keadaan pasrah dan khusyu.

Begitulah seterusnya dalam menyambut shalat berikutnya, sehingga terasa tidak ada putus-putusnya hubungan dengan-Nya dan tidak putus-putusnya pula mengingat Allah, di antara shalat yang satu ke shalat yang lain, sehingga tak sempat lagi melakukan maksiat. Demikianlah Allah menaungi hamba-Nya yang memelihara shalatnya karena merindukan perjumpaan dengan-Nya dan sama sekali tidak mungkin menjauhkan-Nya.

Bagi siapa saja yang memelihara waktu-waktu shalat dan tujuan shalatnya benar-benar karena Allah, melatih dirinya menentang dan mengalahkan arus kesibukan hidup, tidak mendahulukan kepentingan materi, dengan demikian jiwanya mampu menaklukkan ujian dunia beserta kesenangannya, begitu pula dalam menumpuk-numpuk harta.*/Andriy (dari buku Berjumpa Allah Lewat Shalat, oleh Syekh Mushthafa Masyhur)

 

sumber: Hidayatullah

Ini Hal-Hal yang Perlu Disiapkan Sebelum Berangkat Haji

Kankemenag Kota Palembang H Darami memberikan bimbingan manasik haji mandiri kepada seluruh calon jamaah haji mandiri di daerah ini yang laksanakan di Masjid Baitul Amal. Kata dia, haji merupakan rukun Islam kelima yang dilakukan selama sebulan penuh di tanah suci.

Oleh karena membutuhkan waktu yang relatif lama dan waktu yang sudah ditentukan, kata Darami, maka setiap jamaah calon haji tentu harus benar-benar mempersiapkan diri, baik lahir dan batin. Perjalanan yang cukup lama dan jauh ini memerlukan persiapan yang cukup matang.

“Untuk itu, hal-hal yang perlu kita siapkan sebelum berangkat haji salah satunya adalah mental kita. Terutama menghilangkan perasaan dan pikiran negatif yang dapat mengganggu konsentrasi beribadah. Persiapan mental yang mencakup hal-hal yang terkait dengan kebersihan hati,” ujar darami.

Selain itu, kesiapan fisik (terutama kesehatan) juga harus benar-benar diperhatikan. Apalagi, kata Darami, perbedaan suhu udara antara di Tanah Air dan Tanah Suci Makkah jauh berbeda. “Jangan abaikan masalah kesehatan ini, terutama pada calon jamaah haji yang sudah lanjut usia. Bila dirasa kondisi tubuh ada sesuatu yang tidak biasanya, maka segera datangi petugas kesehatan,”ujarnya.

Selain itu, kata Darami, calon jamaah haji juga harus ikhlas meninggalkan apa yang kita punya sekarang baik harta, anak maupun istri atau suami. “Yakinlah bahwa Allah akan menjaga keluarga kita selama perjalanan haji yang sedang kita laksanakan dan yakin akan kemudahan serta pertolongan Allah SWT pada saat kita menjalankan ibadah di Tanah Suci,” ucapnya.

Darami juga berpesan, bahwa setiap ibadah, hendaknya diniatkan hanya untuk beribadah. Ibadah harus dilakukan semata-mata tulus dan ikhlas untuk Allah SWT. “Dengan meluruskan niat, kita berharap bisa memberishkan diri dari sikap riya, ujub, dan sombong,” ujarnya.

 

sumber:Ihram.co.id

Awas! Jika Anda Memajang Patung di Rumah, Maka…

TAK sedikit ulama yang mengharamkan patung. Namun banyak dari manusia khususnya muslim berdalih bahwa hal ini tidak masalah selagi pajangan patung (hewan) atau manusia dengan tujuan untuk hiasan bukan untuk sesembahan. Benarkah demikian? Menurut penjelasan dari Ustaz Ahmad Sarwat Lc:

Islam sangat menaruh perhatian dalam memelihara tauhid, dan semua hal yang akan bersentuhan dengan aqidah tauhid ditutup rapat-rapat. Memang benar bahwa Islam mengharamkan patung dan semua gambar yang bertubuh, seperti patung manusia dan binatang. Hampir semua ulama bersepakat dalam hal ini. Namun khusus hanya pada patung yang berbentuk tiga dimensi. Atau yang memiliki bayangan (zhill). Sedangkan gambar 2 dimensi seperti lukisan makhluk bernyawa, masih ada sebagian ulama yang tidak mempermasalahkannya. Dan ada juga yang tetap mengharamkannya. Tentu saja masing-masing memiliki alasan yang kuat menurut mereka.

Khusus masalah haramnya patung, tingkat keharaman itu akan bertambah bila berbentuk orang yang diagungkan, seperti patung para raja, para nabi termasuk nabi Isa ‘alaihissalam, atau Maryam, atau berbentuk sesembahan para penyembah berhala, semisal sapi bagi orang Hindu. Maka yang demikian itu tingkat keharamannya semakin kuat sehingga kadang-kadang sampai pada tingkat kafir atau mendekati kekafiran, dan orang yang menghalalkannya dianggap kafir.

Ada sebagian orang yang berkata bahwa kalau di masa lalu, wajar patung-patung itu diharamkan, sebab di masa lalu masih banyak penyembahan berhala. Namun di zaman sekarang ini sudah bukan masanya untuk mengharamkan patung, sebab tidak ada lagi orang menyembah berhala. Pandangan ini menurut hemat kami masih kurang tepat. Sebab kenyataannya, pada zaman kita sekarang ini masih banyak orang yang menyembah berhala dan menyembah sapi atau binatang lainnya.

Bahkan di Eropa banyak kita jumpai orang yang tidak sekadar menyembah berhala, bahkan mereka masih menggantungkan sesuatu pada tapal kudanya misalnya, atau pada kendaraannya sebagai tangkal. Semua itu masih kita saksikan di masa kini yang dikenal penuh dengan teknologi canggih. Kurang tepat bila kita katakan sudah tidak ada lagi manusia menyembah berhala. Buktinya patung Budha masih berdiri dan masih disembah orang. Di India, Cina, bahkan di Bali dan beberapa pedalaman negeri ini, orang masih saja bersujud kepada batu dan patung.

Manusia pada setiap zaman selalu saja ada yang mempercayai khurafat. Dan kelemahan akal manusia kadang-kadang menyebabkan mereka menerima sesuatu yang tidak benar, sehingga orang yang mengaku berperadaban dan cendekia pun dapat terjatuh ke dalam lembah kebatilan, yang sebenarnya hal ini tidak dapat diterima oleh akal orang buta huruf sekalipun.

Islam jauh-jauh telah mengantisipasi hal itu sehingga mengharamkan segala sesuatu yang dapat menggiring kebiasaan tersebut kepada sikap keberhalaan, atau yang didalamnya mengandung unsur-unsur keberhalaan. Karena itulah Islam mengharamkan patung. Dan patung-patung pemuka Mesir tempo dulu termasuk ke dalam jenis ini. Kesimpulannya, patung itu tidak diperbolehkan (haram), kecuali patung (boneka) untuk permainan anak-anak kecil, dan setiap muslim wajib menjauhinya.

Karena itu sebaiknya anda tidak memajang patung dengan segala jenisnya di rumah anda. Sebab hal itu memang haram, masih haram dan tetap akan terus menjadi haram. Kecuali patung untuk mainan anak (boneka) atau alat peraga anatomi tubuh manusia yang biasa digunakan untuk kuliah atau pelajaran biologi. Keduanya bukan termasuk ke dalam kategori patung yang diharamkan menurut kebanyakan ulama. Wallahu a’lam bishshawab wassalamu ‘alaikum warahmatullahi wabarakatuh. []

 

– See more at: http://mozaik.inilah.com/read/detail/2357803/awas-jika-anda-memajang-patung-di-rumah-maka#sthash.UXUFQIIE.dpuf

2 Hadis tentang Fitnah Perpecahan Umat dan Obatnya (Hadis Kedua)

BAGAIMANA jalan keluar dari kenyataan perpecahan yang merupakan sunnah kauniyah (ketetapan takdir) Allah? Allah tidak menurunkan suatu penyakit (yang merupakan sunnah kauniyah), kecuali pasti menurunkan obatnya yang merupakan sunnah syariyah (ketetapan syariat) Allah.

Kedua: Hadits tentang perpecahan umat. Bahwa kaum Yahudi terpecah menjadi 71 golongan, kaum Nasrani terpecah menjadi 72 golongan. Dan umat Islam akan terpecah menjadi 73 golongan. Semuanya masuk neraka, kecuali satu. Sebagaimana telah diriwayatkan oleh para Imam Ahli Hadits, di antaranya, Abu Dawud, At Tirmidzi, Ibnu Majah, Ahmad, Hakim dan lain-lain. Hadits ini adalah hadits hasan, dan telah diterima sebagai hujjah oleh para ulama Ahlul Hadits.

Golongan-golongan umat Islam yang sebanyak 73 kelompok ini, hanya satu yang ada di surga. Tujuhpuluh dua golongan lainnya ada di dalam neraka. Maksudnya, mereka adalah golongan yang diancam sebagai penghuni neraka, bukan golongan kafir yang kekal di dalam neraka. Sebab tidak setiap yang dinyatakan ada di dalam neraka, mesti kafir dan kekal di dalamnya. Ada bukti yang menunjukkan demikian, yaitu dalam hadits shahih. Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam bersabda.

“Ada dua golongan penghuni neraka yang aku belum pernah melihatnya. Yaitu; Suatu kaum yang membawa-bawa cemeti laksana ekor sapi yang digunakan untuk memukuli orang (maksudnya, para kaki tangan penguasa yang zhalim, pen.), dan kaum wanita yang berpakaian tetapi terlihat auratnya, congkak dan jalannya melenggang-lenggok, sedangkan kepalanya seperti punuk onta yang miring (karena rambutnya dimodel sedemikian rupa, pen.). Mereka tidak akan masuk surga dan tidak akan mencium baunya surga. Padahal baunya surga dapat dicium dari jarak sekian dan sekian”. (HR. Muslim)

Kaum penguasa zalim serta wanita penghuni neraka yang disebutkan dalam hadits di atas, tidak bisa dikatakan sebagai orang-orang kafir yang kekal di dalam neraka. “Kecuali mereka menghalalkan tindakannya itu setelah memahami keharamannya.” Seperti dikatakan oleh Imam Nawawi. Selanjutnya, hadits tentang perpecahan umat ini menjelaskan betapa dahsyat perpecahan di antara kaum Muslimin. Dan itu merupakan sunnatullah al kauniyah (ketetapan takdir Allah). Ini jelas merupakan penyakit, sebagaimana yang telah disebutkan dalam hadits Al Irbadh bin Sariyah.

Obatnya ialah sabda Nabi Shallallahu alaihi wa sallam pada bagian akhir hadits, ketika menjelaskan jalan apakah yang ditempuh oleh golongan yang selamat. Yaitu (menurut salah satu riwayat): “(Yaitu) apa yang hari ini, aku dan sahabatku berada di atasnya.”

Mengapa Nabi Shallallahu alaihi wa sallam bersabda, “hari ini”? Sebab, pada hari ketika Nabi hidup itulah agama (Islam) sempurna. Sehingga mengikuti sunnah Nabi Shallallahu alaihi wa sallam serta para sahabatnya seperti pada saat beliau masih hidup, merupakan satu-satunya obat untuk menyembuhkan penyakit perpecahan umat. Artinya, pemahaman umat Islam harus dikembalikan kepada pemahaman seperti ketika Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam masih hidup. Sebab pemahaman terhadap Islam sebagaimana pemahaman yang ada pada zaman Nabi Shallallahu alaihi wa sallam merupakan satu-satunya pemelihara bagi umat dari perpecahan.

Dalam hadits tersebut, Nabi Shallallahu alaihi wa sallam tidak hanya menyebutkan sunnah beliau saja, tetapi bahkan menyebutkan sunnah sahabat. Menunjukkan, bahwa sunnah beliau terwujud dalam sunnah para sahabatnya. Siapa yang ingin sampai kepada sunnah Nabi Shallallahu alaihi wa sallam, maka harus menempuh sunnah para sahabat juga. Tetapi untuk kembali kepada jalan yang ditempuh oleh Nabi serta para sahabatnya memerlukan ilmu. Yaitu ilmu yang dapat mengantarkan menuju jalan yang ditempuh oleh Nabi Shallallahu alaihi wa sallam dan para sahabatnya. Dengan kata lain, ilmu harus didahulukan daripada logika. Itulah sebabnya, obat bagi penyakit perpecahan ialah:

“(Yaitu) apa yang hari ini, aku dan sahabatku berada di atasnya”. (Yakni, obatnya ialah Islam sebagaimana yang ditempuh oleh Nabi Shallallahu alaihi wa sallam dan para sahabatnya sebelum terjadi perpecahan-pen). Obatnya bukan seperti yang ditempuh oleh golongan hizbiyah, oleh madzhab, oleh gerakan, pendapat, politik atau yang lain-lainnya. Perselisihan dan perpecahan tetap terjadi dan semakin dahsyat. Allah tidak akan memberi anugerah untuk bisa tetap istiqamah berpijak pada jalan yang benar dan keluar dari fitnah ini, kecuali jika seseorang itu memahami bagaimana cara beristiqamah dan lepas dari fitnah tersebut.

Demikian isi ceramah Syaikh Masyhur bin Hasan Alu Salman yang kami nukil secara sangat ringkas dengan bahasa bebas. Intinya, perpecahan umat Islam merupakan sunnah kauniyah. Obatnya ialah dengan menjalankan sunnah syariyyah. Hanya kaum Muslimin yang berpegang teguh kepada sunnah Nabi dan para sahabatnya saja yang dapat selamat dari fitnah ganas tersebut. Dan itu harus diperjuangkan, yaitu dengan rajin mempelajari ajaran Islam dari sumbernya secara benar, melalui tangan atau kitab para ulama Ahlu Sunnah, dan dengan senantiasa memperhatikan nasihat para ulama tersebut. Membuang gagasan atau pemahaman baru. Tidak merasa congkak hanya bersandar pada logika atau pemikiran pribadi, kelompok ataupun jemaah tertentu. Apalagi mencerca dan memaki ulama serta merasa bangga dengan kegiatan golongannya dan murka jika mendapatkan kritik. Maka, mempelajari agama secara benar dengan sabar dan tekun merupakan jalan untuk sampai pada pemaham serta pengamalan yang benar, sehingga dapat terlepas dari penyakit perpecahan. Wallahu waliyyu at taufiq.

[Referensi: Majalah As-Sunnah Edisi 05/Tahun VII/1423H. Diterbitkan Yayasan Lajnah Istiqomah Surakarta/Ahmad Faiz bin Asifuddin/muhadharah Syaikh Masyhur Hasan Alu Salman]

– See more at: http://mozaik.inilah.com/read/detail/2358651/2-hadis-tentang-fitnah-perpecahan-umat-dan-obatnya#sthash.1Jr3AHvs.dpuf