Penjelasan Tentang Khawarij

Assalamu Alaikum

Bukankah munculnya Khawarij ada setelah rasul wafat, namun mengapa banyak hadits yang mencela kaum khawarij. Apakah rasul mengetahui keadaan khawarij ini padahal kaum khawarij belum ada pada saat nabi masih hidup.

Wasalam

Waalaikumussalam Wr Wb

Saudara E Bayang yang dimuliakan Allah swt

Khawarij adalah kelompok yang muncul pada waktu Perang Shiffin ketika Ali dan Muawiyah menyetujui penunjukan dua orang hakim penengah guna menyelesaikan pertikaian diantara keduanya. Sebenarnya sampai saat itu mereka adalah para pendukung Ali namun kemudian secara tiba-tiba mereka berbalik ketika berlangsungnya tahkim, dan berkata kepada kedua kelompok tersebut,”Kalian semuanya telah menjadi kafir dengan memperhakimkan manusia sebagai ganti memperhakimkan Allah diantara kalian.”

Beberapa waktu kemudian mereka makin menjadi orang-orang yang sangat ekstrim dalam pendapat-pendapat mereka dan sangat jauh melewati batas. Dan karena watak mereka itu lebih cenderung kepada kekerasan, maka mereka menyerukan memerangi setiap orang yang berlawanan dengan mereka dan melakukan pemberontakan bersenjata terhadap pemerintahan yang zhalim (tidak sah). Oleh sebab itu, untuk waktu yang lama sekali mereka telah membangkitkan keonaran dimana-mana dan lebih cenderung membunuh dan menumpahkan darah sampai saat mereka dapat dimusnahkan di zaman kekuasaan Bani Abbas.

Adapun intisari pendapat-pendapat mereka adalah :

1. Mereka mengakui keabsahan kekhilafahan Abu Bakar dan Umar. Adapun Utsman menurut pendapat mereka telah menyimpang pada akhir masa kekhilafahannya dari keadilan dan kebenaran karena itu ia selayaknya dibunuh atau dimakzulkan. Dan bahwasanya Ali juga telah melakukan dosa besar dengan mentahkimkan selain Allah. Sesungguhnya kedua hakim penengah, yaitu Amr bin ‘Ash dan Abu Musa al Asy’ari dan orang-orang yang menyetujui pentahkiman maka mereka semua adalah orang-orang berdosa dan semua orang yang ikut dalam Perang Onta termasuk Thalhah, Zubeir dan Aisyah Ummul Mukminin telah melakukan dosa yang amat besar.

2. Dosa dalam pandangan mereka, sama dengan kekufuran. Mereka mengkafirkan setiap pelaku dosa besar apabila ia tidak bertaubat. Atas dasar inilah mereka secara terang-terangan mengkafirkan semua sahabat Nabi saw yang disebutkan tadi bahkan mereka tidak segan-segan mengumpat dan melaknat mereka. Selain dari itu, mereka mengkafirkan kaum muslimin secara keseluruhan karena : pertama, mereka tidak suci dari dosa-dosa dan kedua, karena mereka tidak hanya menganggap para sahabat Nabi saw itu sebagai orang-orang mukmin saja bahkan telah menjadikan mereka sebagai imam-imam mereka serta menetapkan hukum-hukum syariat dengan hadits-hadits yang diriwayatkan dari orang-orang itu.

3. Khalifah tidak sah kecuali dengan adanya pemilihan bebas antara kaum muslimin dan tidak dengan cara apa pun selain itu.

4. Mereka sama sekali tidak menyetujui pendapat yang menyatakan bahwa seorang khalifah haruslah dari suku Quraisy. Mereka mengatakan bahwa setiap orang laki-laki yang shaleh dipilih oleh kaum muslimin dapat menjadi seorang khalifah yang sah bagi mereka terlepas dari kenyataan apakah dia seorang dari suku Quraisy apa bukan.

5. Ketaatan kepada khalifah adalah sesuatu yang wajib hukumnya selama ia masih berada di jalan keadilan dan kebaikan. Apabila ia menyimpang maka wajib memerangi, memakzulkan atau membunuhnya.

6. Mereka menerima Al Qur’an sebagai salah satu sumber diantara sumber-sumber hukum islam. Adapun tentang hadits dan ijma’ maka mereka memiliki cara yang berbeda dari cara kaum muslimin lainnya. Diantara mereka ada satu kelompok besar bernama an Najadat yang berpendapat bahwa tegaknya khilafah (yakni negara) adalah sesuatu yang tidak merupakan kewajiban secara mutlak. Kaum muslimin, secara kolektif, seyogyanya dapat bekerja demi kebenaran tapi boleh juga mereka itu memilih seorang khalifah apabila dianggap perlu.

Adapun kaum Azariqoh, yakni kelompok terbesar kaum khawarij, mereka beranggapan bahwa seluruh kaum muslimin selain mereka adalah musyrikin. Oleh sebab itu, orang-orang dari kalangan mereka, yakni kaum khawarij, tidak dibolehkan pergi mengerjakan shalat di suatu tempat jika yang menyerukan azan di sana bukan dari kalangan mereka sendiri.

Kelompok-kelompok khawarij yang paling moderat adalah kaum ibadhiyah yang mengkafirkan seluruh kaum muslimin namun tidak menyatakan mereka sebagai kaum musyrikin. Menurut pandangan mereka, orang-orang muslim selain mereka adalah “bukan mukmin” tapi diterima syahadat mereka, boleh kawin dan dikawinkan dengan mereka, mewarisi dan mewariskan pula. (Khilafah dan Kerajaan, hal 275 – 277)

Sebenarnya pokok ajaran kelompok khawarij ini telah muncul pada masa Nabi saw, sebagaimana disebutkan didalam “ash Shahihain” didalam kisah al Khuwaishirah at Tamimiy yang mengatakan kepada kepada Nabi saw,”Wahai Muhammad berbuat adillah , sesungguhnya engkau tidak berbuat adil.” Lalu Nabi saw pun marah sambil mencela dengan mengatakan,”Celaka kau, bukankah aku adalah orang yang paling bertakwa kepada Allah di bumi.” Tatkala orang itu berpaling maka Khalid bin Walid berkata,”Wahai Rasulullah apakah (boleh) aku memenggal lehernya?” Beliau saw menjawab,”Jangan, bisa jadi dia adalah orang yang melakukan shalat.” Khalid berkata,”Betapa banyak orang yang melaksanakan shalat mengatakan dengan lisannya apa yang tidak terkandung didalam hatinya.” Beliau saw menjawab,”Sesungguhnya aku tidaklah diperintahkan untuk meneliti hati manusia dan tidak pula membedah perut mereka.” Kemudian beliau saw menatap kepadanya (al Khuwaishirah) saat dia pergi dan bersabda,”Sesungguhnya akan datang suatu kaum dari keturunannya (para pengikutnya, pen) yang membaca Kitabullah dengan lisannya yang tidak melewati kerongkongan mereka, mereka keluar dari agama sebagaimana lepasnya anak panah dari busurnya dan seandainya aku bertemu mereka pasti aku akan membunuh mereka sebagaimana pembunuhan terhadap kaum Tsamud.”

Wallahu A’lam

-Ustadz Sigit Pranowo Lc-

 

ERA MUSLIM

Kaum Khawarij Masa Kini

Secara harfiah, khawarij berarti ‘mereka yang keluar’. Khawarij bentuk jamak dari kharij, yang artinya ‘orang yang keluar’.  Istilah khawarij muncul pertama kali dalam sejarah Islam pada abad ke-1 H (pertengahan abad ke-7 M), dilatarbelakangi oleh pertikaian politik antara Khalifah Ali bin Abi Thalib RA dan Muawiyah bin Abi Sofyan.

Setelah Khalifah Usman bin Affan dibunuh, kaum muslimin — melalui lembaga Ahlul Hilli wal ‘Aqdi yang terdiri dari para sahabat terpandang — mengangkat Sayyidina Ali RA sebagai khalifah. Namun, Muawiyah — saat itu menjabat sebagai Gubernur Syam (Suriah) — menolak membaiat Ali. Muawiyah yang masih berkerabat dengan Usman, meminta balas atas kematian Usman RA.

Muawiyah menuntut semua orang yang terlibat dalam pembunuhan Sayyidina Usman RA harus dibunuh. Sedangkan Ali RA berpandangan yang dibunuh hanya yang membunuh Usman RA. Perbedaan ini kemudian memunculkan konflik antar-keduanya. Sayyidina Ali mengerahkan bala tentaranya untuk menyerang Muawiyah. Sebaliknya, Muawiyah juga mempersiapkan pasukannya untuk menghadapi Ali RA.

Pertempuran dahsyat tidak bisa dielakkan, dan ada tanda-tanda pasukan Sayyidina Ali akan memenangkan pertempuran. Di saat itulah, Amr bin Ash, panglima perang Muawiyah, mengusulkan kepada Muawiyah agar mengangkat mushaf (kumpulan lembaran) Alquran dengan ujung tombak sebagai tanda minta damai.

Kedua belah pihak lalu mengirim utusan. Abu Musa al Asy’ari mewakili Khalifah Ali dan Amr bin Ash mewakili Muawiyah. Keduanya sepakat menerima arbitrasi (tahkim) untuk mengakhiri persengketaan. Arbitrasi ini ternyata membuat sekelompok kecil orang kecewa. Mereka lantas keluar dari dua kelompok mainstream ini, yang kemudian disebut sebagai kaum khawarij. Mereka merencanakan membunuh Muawiyyah dan Sayyidina Ali, namun yang berhasil mereka bunuh hanya Sayyidina Ali RA.

Meskipun pada awal kemunculan kaum khawarij karena alasan politik, namun pada perkembangannya kelompok ini lebih bercorak teologis. Sebagai misal, mereka keluar dari kelompok mainstream lantaran tidak setuju terhadap arbitrasi atau tahkim yang dilakukan Khalifah Ali dalam menyelesaikan masalah dengan Muawiyah. Menurut mereka, semua persoalan seharusnya diselesaikan dengan merujuk kepada hukum-hukum yang diturunkan  Allah SWT. Arbitrasi mereka nilai tidak berdasarkan pada Alquran.

Pada perkembangannya kemudian, kaum khawarij terbagi dalam sekte-sekte atau kelompok. Ada yang mengatakan lebih dari 20 sekte, ada yang menyebut 12 sekte, 10 sekte, atau bahkan hanya empat sekte. Namun, hampir semua sekte memperbolehkan cara-cara kekerasan untuk mencapai tujuan. Termasuk membunuh seperti yang mereka lakukan terhadap Khalifah Ali RA.

Di sinilah letak perbedaan antara kaum khawarij dan kelompok-kelompok Islam mainstream atau kelompok mayoritas. Bagi kelompok mainstream, terutama Ahlus  Sunnah wal Jamaah (Sunni), tujuan tidak boleh menghalalkan segala cara. Tujuan baik harus dilakukan dengan cara yang baik pula.

Munculnya kelompok-kelompok radikal sekarang ini tidak terlepas dari ideologi dan teologi kaum khawarij ini.  Ciri-cirinya antara lain,  pertama, mereka keluar (kharij) alias tidak mengakui pemerintah (ulul amri) yang sah. Sebab, ketaatan hanya kepada pemimpin mereka yang dinilai memerintah sesuai dengan syariat.

Kedua, siapa pun pihak yang berbeda pandangan dengan mereka dianggap sebagai musuh yang harus dilawan karena dipandang sebagai kafir. Ketiga, khalifah (pemerintah/ulul amri) wajib ditaati hanya bila mereka bersikap adil dan menjalankan syariat Islam. Tapi, bila mereka menyeleweng dari ajaran Islam, mereka musti dibunuh.

Dalam pandangan kaum khawarij, hanya Khalifah Abu Bakar as-Siddik dan Khalifah Umar bin Khattab yang dapat dikatakan adil dan tidak menyeleweng dari ajaran Islam. Sedangkan Usman bin Affan RA dan Ali bin Abi Thalib RA — yang merupakan dua dari empat Khulafa ar-Rasyidin –, mereka anggap tidak memerintah berdasarkan syariat.

Sepanjang perjalanan sejarah Islam boleh dikatakan kaum khawarij selalu muncul. Ada kalanya mereka tiarap, tapi di kala lain mereka siap melakukan perlawanan terhadap pihak-pihak, terutama ulul amri (pemerintah), yang dinilai telah melenceng dari ajaran Islam. Juga perlawanan terhadap pihak-pihak yang dinilai telah merugikan dan memusuhi kepentingan umat Islam.

Meskipun jumlah kelompok-kelompok khawarij kecil saja, namun lantaran ideologi radikal yang mereka anut, eksistensi mereka menjadi sangat berbahaya. Mereka juga susah ditumpas dengan kekuatan bersenjata. Contoh yang paling mutakhir barangkali bisa disebutkan nama al-Qaida.

Sebelum satu dasawarsa lalu kita hanya mengenal satu kelompok radikal (baca: teroris) yang bernama al-Qaida. Setelah organisasi garis keras ini dihantam Amerika Serikat dan koalisinya di Afghansitan, al-Qaida pun beranak-pinak dan menyebar ke berbagai negara seperti Irak, Suriah, Libia, Yaman, Somalia, Filipina, dan seterusnya. Termasuk ke Indonesia.

Nama-nama mereka pun bermacam-macam. Salah satunya adalah Tandzimu ad-Daulah al-Islamiyah fi al-Iraq wa as-Syam/Suriyah alias ISIS (Islamic State of Iraq and Syam/Syria). Kelompok-kelompok radikal anak cucu al-Qaida inilah yang kini sering disebut sebagai ‘kaum khawarij masa kini’.

Saya khawatir koalisi yang dipimpin AS sekarang ini hanya berhasil menghancurkan ISIS secara fisik, namun ideologi radikalnya akan tetap tumbuh subur. Bukan hanya di Irak dan Suriah, tapi juga akan menyebar ke berbagai negara seperti saat ini. Karena itu, koalisi militer yang didukung negara-negara Islam ini seharusnya dilengkapi dengan koalisi para ulama.

Koalisi ini bisa saja diprakarsai oleh Organisasi Kerja Sama Islam yang dulu bernama Organisasi Konferensi Islam (OKI). Koalisi ini bertugas membuat konsep secara teologis tentang Islam sebagai agama yang moderat dan rahmatan lil alamin sebagaimana dianut mayoritas umat Islam di seluruh dunia.

Di Indonesia sendiri, pembasmian terhadap terorisme mustinya bukan hanya tugas polisi dan Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT). Memerangi terorisme juga kewajiban para ulama, ustad, tokoh masyarakat, dan  seterusnya. Mereka tidak cukup memberi komentar di media massa.

Mereka harus membuat konsep atau blueprint secara ideologis dan teologis untuk memerangi idelogi radikal ini. Konsep ini kemudian dijabarkan secara rinci dalam bentuk buku misalnya, dan disebarkan kepada masyarakat. Termasuk dimasukkan sebagai kurikulum agama di sekolah-sekolah dan pesantren. Wallahu a’lam.

 

Oleh: Ikhwanul Kiram Mashuri

REPUBLIKA ONLINE

Ditawari Umrah Murah, Jamaah Harus Teliti dan Berpikir Jernih

Ketua Asosiasi Penyelenggara Haji Umrah In-bound Indonesia (Asphurindo) Syam Resfiadi Patuna mengatakan, saat ini begitu banyak biro perjalanan yang menawarkan program umrah dengan harga murah kepada para calon jamaah. Padahal, jika masyarakat mau lebih teliti dan berpikir jernih, program promo yang ditawarkan oleh perusahaan-perusahaan travel tersebut kadang tidak masuk akal. 

“Saya melihat program umrah promo ini sudah seperti pola marketing gaya baru yang diterapkan oleh sebagian pelaku usaha travel di Indonesia. Mereka menjual harga murah. Setelah semua uang terkumpul, jamaah yang pertama kali membayar akan diberangkatkan paling awal, sedangkan yang terakhir membayar disuruh mengantre berbulan-bulan,” ujar Syam kepada Republika.co.id, belum lama ini.

 

Dia menuturkan,  program umrah murah di Indonesia berupaya ditiru oleh perusahaan-perusahaan travel lainnya. Biro-biro perjalanan ini memberikan paket-paket umrah promo dengan nama singkatan. Pihaknya pun  pun sulit untuk mengenali mereka dengan detail.

 

Menurut dia, ‘pemain-pemain yang nakal’ semacam itu hampir dapat ditemukan di semua asosiasi penyelenggara haji dan umrah di Indonesia. Di Asphurindo sendiri, kata Syam, perusahaan travel anggota yang kedapatan merugikan calon jamaah biasanya akan diberi pembinaan.”Pembinaan dari kami salah satunya dilakukan dengan cara berdiskusi atau memberikan arahan kepada mereka. Dengan begitu, kasus-kasus serupa diharapkan tidak terjadi lagi di kemudian hari,” kata dia.

Syam mengungkapkan, jika kasus yang melilit perusahaan travel anggota sudah parah sekali, seperti sampai menyebabkan jamaah gagal berangkat ke Tanah Suci, Asphurindo tidak dapat berbuat banyak. Menurut dia, Asphurindo tidak dapat melakukan tindakan apa pun terhadap anggota yang melanggar tersebut. Kasus itu, kata dia, sudah masuk ke ranah hukum.

 

Saat ini, ada 159 perusahaan travel yang berada di bawah naungan Asphurindo. Mayoritas di antaranya beroperasi di wilayah Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, dan Bekasi (Jabodetabek). “Sebagai pengurus, kami sifatnya mengayomi. Kami pun selalu mengingatkan kepada para anggota agar jangan sampai melakukan hal-hal yang merugikan umat,” ujar Syam. 




IHRAM




—————————————————————

Umrah resmi, Hemat, Bergaransi

(no MLM, no Money Game, no Waiting 1-2 years)

Kunjungi www.umrohumat.com 

atau hubungi handphone/WA 08119303297

—————————————————————

Fitnah Kaum Khawarij di Akhir Zaman

Salah satu tanda kecil akan datangnya kiamat adalah munculnya berbagai macam fitnah (ujian) yang menghantam kaum Muslim dari berbagai sisi. Di antara fitnah akhir zaman itu ditimbulkan oleh kaum khawarij. Pertanyaannya, siapakah kaum khawarij itu?

Dalam satu kajian Islam yang digelar di Masjid al-Ikhlas Perum Grand Cibubur, Bekasi, Jawa Barat, Sabtu (6/5) lalu, Ustaz Muhtarom mencoba menjelaskan siapa orang-orang khawarij itu sebenarnya. Pada kesempatan tersebut, dia mengatakan, kaum khawarij adalah satu golongan dalam tubuh umat Islam. Mereka tidak sekadar pandai membaca Alquran, tetapi juga memahaminya. Sayangnya, mereka tidak mengamalkan isi Kitab Suci tersebut seperti yang diajarkan Nabi SAW.

“Orang-orang khawarij sangat luar biasa ibadahnya. Baik shalatnya, puasanya, juga bacaan Alqurannya. Begitu berlebihannya orang-orang khawarij itu dalam beribadah, sehingga Nabi SAW pun menyebut ibadah yang dilakukan para sahabat tidak ada apa-apanya jika dibandingkan mereka,” ujar Ustaz Muhtarom.

Jika dilihat dari penampilannya, orang-orang khawarij sulit dibedakan dengan kaum Muslim pada umumnya. Sebagian dari mereka ada yang sehari-harinya mengenakan celana //cingkrangseperti yang kerap dilakukan para pengikut sunah. Mereka juga mahir mengutip ayat-ayat Alquran dalam berbagai kajiannya.

“Sayangnya, mereka itu suka mengafirkan para Muslim yang melakukan dosa besar. Di sinilah letak kesalahan kaum khawarij itu. Menurut akidah mereka, Muslim yang berbohong adalah kafir, Muslim yang mencuri pun adalah kafir. Begitu pula dengan Muslim yang berzina, juga disebut kafir dan keluar dari Islam oleh mereka,” kata Ustaz Muhtarom.

Ciri lain dari kaum kahwarij adalah mereka menyatakan diri keluar dari pemerintahan yang sah yang dipimpin oleh kaum Muslim. Tidak hanya itu, mereka juga tidak segan-segan menghalalkan darah kaum Muslim yang tidak sepemahaman dengan mereka.

Dalam satu hadis sahih, Rasulullah SAW bersabda, “Sesungguhnya di antara umatku ada orang-orang yang membaca Alquran, tapi tidak melampaui tenggorokan mereka. Mereka membunuh orang Islam dan membiarkan penyembah berhala. Mereka keluar dari Islam secepat anak panah melesat dari busurnya. Sungguh, jika aku mendapati mereka, pasti aku akan bunuh mereka seperti (Nabi Hud) membunuh kaum Aad,” (HR Muslim No 1.762).

Ustaz Muhtarom mengatakan, kemunculan kaum khawarij sendiri bermula sejak wafatnya Khalifah Umar bin Khattab RA. Ketika itu, mereka berhasil memecah belah umat Islam menjadi dua golongan, yaitu kelompok mereka sendiri dan kelompok salaf (orang-orang yang mengikuti sunah Nabi SAW). Mereka selanjutnya memiliki andil besar dalam peristiwa pembunuhan Khalifah Usman bin Affan RA.

Di zaman pemerintahan Khalifah Ali bin Abi Thalib RA, tentara Muslim pernah menghancurkan pasukan khawarij dengan telak. Namun, sepeninggalnya Ali RA, generasi dari sisa-sisa kelompok khawarij itu kembali menunjukkan eksistensinya.

Ustaz Muhtarom menjelaskan, kemunculan kaum khawarij akan terus berlangsung hingga akhir zaman. Di dalam hadis lain dijelaskan, kaum khawarij generasi terakhir kelak akan menjadi pengikut Dajjal. “Akan muncul sekelompok manusia dari arah timur, yang membaca Alquran, tapi tidak melewati tenggorokan mereka. Tiap kali generasi mereka putus, muncul generasi berikutnya hingga generasi akhir mereka akan bersama Dajjal,” (HR Thabrani dan Ahmad).

Ustaz Muhtarom mengingatkan, umat Islam harus mewaspadai fitnah yang ditimbulkan oleh kelompok khawarij. Pasalnya, kajian-kajian agama yang mereka sampaikan nyaris sulit sekali dibedakan dengan dakwah yang disampaikan oleh para ulama salaf. “Ketika membahas kitab-kitab tauhid atau pun kitab fikih dalam pengajiannya, materi yang disampaikan orang-orang khawarij hampir sama dengan yang dipakai oleh kelompok salaf. Namun, mereka pada akhirnya akan menggiring dan mengajak kita untuk mengafirkan sesama saudara Muslim,” ujar dia.

Di Indonesia sendiri, kata Muhtarom, pernah muncul satu aliran yang suka mengafirkan sesama Muslim. Aliran itu dicetuskan oleh seorang tokoh bernama Nur Hasan Ubaidah pada dekade 1960-an silam. Dalam berbagai kajiannya, Nur Hasan Ubaidah menyatakan, orang-orang Islam yang berada di luar kelompoknya sebagai golongan kafir.

Tidak hanya itu, para pengikut Hasan Ubaidah pun mengganggap umat Islam di luar kelompok mereka sebagai najis sehingga mereka pun tidak mau shalat di masjid-masjid selain dari masjid mereka sendiri. “Dulu, kelompok ini tersebar hampir di seluruh wilayah Indonesia.”

 

REPUBLIKA ONLINE

 

 

Baca juga:

Awas! Kamu Cela Pemimpin? Itu Ciri Khas Khawarij!

Indahnya Memiliki Guru Ikhlas, Jujur dan Fasih

MENCARI guru itu jangan didasarkan pada pandai atau tidaknya bicara melainkan pada tulus dan jujurnya sang guru itu. Pengetahuan untuk otak itu penting, namun keyakinan untuk hati itu jauh lebih penting.

Cobalah renungkan dawuh Habib Abdullah bin Alawi al-Haddad dalam kitab Hikamnya. Beliau berkata “Ucapan orang ikhlas dan jujur menjadi cahaya dan memberi berkah walau ucapannya itu tidak disampaikan secara fashih atau lancar.”

“Sedangkan ucapan orang yang tidak ikhlas dan tidak jujur itu menjadikan kegelapan dalam hati dan kegagalan, walaupun ucapannya fasih, lancar.”

Keikhlasan guru dalam mengajar sangatlah penting. Bagi yang mersa menjadi guru, belajarlah untuk ikhlas agar ilmu yang disampaikan bisa masuk ke hati para murid atau santrinya.

Doakan saya ya saudaraku, sahabatku dan santri serta jamaahku agar saya menjadi pribadi yang ikhlas dan jujur dalam mengajar dan berdakwah. Salam, AIM [*]

 

– See more at: http://mozaik.inilah.com/read/detail/2378517/indahnya-memiliki-guru-ikhlas-jujur-dan-fasih#sthash.T64yI0mR.dpuf

 

Baca juga:

 

Carilah Guru Menanamkan Keyakinan & Keistiqamahan

Nilai Penting Adab dalam Ilmu

Mengapa Bersedih dan Apa Solusinya?

PERTANYAAN mengapa kebanyakan manusia itu gelisah telah banyak menyita perhatian. Ada banyak jawaban atas satu pertanyaan ini, mulai dari melimpahkan sebab kepada alam lingkungan yang tidak bersahabat sampai pada kondisi hati yang tersandera oleh keinginan nafsu diri.

Dari sekian banyak jawaban, saya tertarik mengutip pandangan sarjana yang, kalau tidak salah, namanya adalah Albert Camus: “Manusia adalah satu-satunya hewan yang tak pernah ridla akan dirinya sendiri.”

Sepertinya kata-kata di atas memang banyak benarnya. Begitu banyak manusia yang mengeluhkan apa yang ada dan mengelu-elukan, mencari dan mengejar yang tak ada. Orang kulit putih berlomba mencoklatkan warna kulit sampai rela berjemur di bawah terik matahari.

Yang berkulit coklat kehitaman berlomba untuk memutihkan kulit dengan bermacam cara. Bedak khusus dan kosmetika mahalpun dibeli demi menghilangkan keluhan tentang kulit. Hewan selain manusia tak ada yang bingung dengan warna kulitnya, mereka menerima takdir kulit masing-masing.

Bukan hanya masalah kulit, masalah pekerjaanpun demikian. Betapa banyak orang yang ingin mengambil alih semua pekerjaan orang lain. Tak puas dengan satu usaha dan tak puas dengan satu keahlian. Lihatlah sapi yang tak pernah mau mengambil alih pekerjaan binatang lain. Lihat pula burung yang terus bersiul senang dalam sangkar atau di dahan walau tak bernasib dimanja bagai dimanjanya kucing piaraan. Mereka menerima takdir, sementara kebanyakan kita memprotes melawan takdir.

Tak usah mengeluh tak kebagian jabatan. Tak usah marah tak mendapatkan tunjangan. Kalau menjadi hak dan rizki kita, pastilah akan sampai kepada kita walau menurut banyak orang kita tak mungkin atau tak layak mendapatkannya. Syukuri saja takdir yang ada.

Bagi yang senantiasa mengeluh dan bersedih atas keadaan diri, sempatkan merenungkan kalimat pujangga berikut ini: “Naik ke puncak gunung menjadi cara efektif untuk melihat pemandangan di bawah sebagai sesuatu yang indah.”

Dalam bahasa agama, naiklah ke langit dengan shalat, dzikir dan doa, maka takdir hidup akan tampak indah, bisa dijalani dengan mudah dengan langkah menuju masa depan yang terarah. Salam, AIM@Pondok Pesantren Kota Alif Laam Miim Surabaya. [*]

 

– See more at: http://mozaik.inilah.com/read/detail/2378515/mengapa-bersedih-dan-apa-solusinya#sthash.XdmPMzFP.dpuf

 

Baca juga:

Jangan Bersedih, Serahkan Semuanya Kepada Allah

Jangan Bersedih, Allah Bersamamu

La Tahzan, Jangan Bersedih Menghadapi Masa Sulit

Musibah, Kurang Rezeki Jangan Bersedih

 

 

 

 

 

Proses Pernikahan yang Baik Menurut Rasulullah

PERNAH seorang yang mengaku dipaksa menikahi pilihan kedua orangtuanya datang dan mengadu. Ia merasa pernikahannya hanya menjadi neraka dunia.

Tidak selayaknya orangtua memaksa anak gadisnya menikah tanpa meminta persetujuan darinya. Seorang anak jika ia masih gadis, maka ia harus dimintai persetujuan. Dan di antara tanda persetujuannya pada pernikahan tersebut adalah dengan diam.

Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda:

“Seorang janda tidak (boleh) dinikahkan hingga ia diajak musyawarah, dan seorang gadis tidak (boleh dinikahkan) sehingga dimintai izinnya”. Sahabat bertanya, “Ya Rasulullah, lalu bagaimana izinnya?”. Beliau menjawab, “Ia diam”. (HR. Jamaah)

“Dari Aisyah radhiyallahu anha ia berkata: Aku pernah bertanya, “Ya Rasulullah, apakah wanita-wanita itu (harus) diminta izinnya dalam urusan pernikahan?”. Beliau menjawab, “Ya”. Aku bertanya lagi, “Sesungguhnya seorang gadis jika diminta izinnya ia malu dan diam”. Beliau menjawab, “Diamnya itulah izinnya”. (HR. Al Bukhari dan Muslim)

Nah, bagi anak gadis, jika ia tidak rida menikah dengan seseorang yang telah dipilihkan orangtuanya hendaklah ia menyampaikan itu kepada orangtuanya. Jangan diam saja karena diam itu tanda setuju. Komunikasikan dengan orangtua secara baik-baik. Insya Allah, orangtua di zaman sekarang pasti mau mendengarkan anaknya jika anak tersebut mengutarakan isi hatinya secara baik-baik.

Masalah ini kadang timbul karena tidak adanya komunikasi. Orangtua merasa anaknya setuju karena tidak berkomentar. Sedangkan anak diam saja merasa dipaksa oleh orangtua dan tidak berani bicara.

Pernikahan tidak boleh dilakukan dengan keterpaksaan salah satu mempelainya. Sebab pernikahan itu salah satu tujuannya adalah membentuk keluarga yang sakinah; ada ketenangan, ada kedamaian. Kalau sampai suami istri saling benci karena menikah dengan terpaksa, yang terjadi tentu bukan sakinah.

Rukun nikah itu ada lima: mempelai laki-laki dan perempuan, wali, saksi, mahar dan ijab qabul. Kedua mempelai tersebut haruslah saling ridha dalam menikah. Jika salah satunya tidak rida, maka pernikahan menjadi tidak sah.

Karena itu, sekali lagi, orangtua dan anak harus berkomunikasi dalam soal pernikahan ini. Karena menikah ini untuk selamanya. Menikah ini untuk masa depan. Menikah bukan permainan.[bersamadakwah]

 

– See more at: http://mozaik.inilah.com/read/detail/2375035/proses-pernikahan-yang-baik-menurut-rasulullah#sthash.Nt1qEDxp.dpuf

Awas! Hidup Menjoblo Sangat Berbahaya

SESEORANG bertanya tentang kehidupan menjomblo yang telah dijalani bertahun-tahun. Meski ia merasa kian lama makin merasa happy dengan statusnya, ia bertanya hukum kondisi yang dihadapinya itu menurut syariat.

Terhadap pertanyaan itu, Syaikh al-Alim Atha bin Khalil Abu ar-Rasytah menjawab sbb:

Allah SWT menciptakan manusia dan menjadikan di antara tanda kekuasaan-Nya adalah Dia menciptakan suami isteri laki-laki perempuan, dan Dia jadikan di antara keduanya rasa cinta dan kasih sayang dalam pernikahan sesuai hukum-hukum syara. Allah SWT berfirman:

“Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan untukmu isteri-isteri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan dijadikan-Nya diantaramu rasa kasih dan sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berpikir.”(QS ar-Rum [30]: 21)

Islam mendorong untuk menikah. Menikah itu lebih menundukkan pandangan, lebih menjaga kemaluan, lebih menenangkan jiwa dan lebih menjaga agama:

– Imam al-Bukhari telah mengeluarkan dari Abdullah ra, ia berkata: kami bersama Nabi saw lalu beliau bersabda:

“Siapa saja di antara kalian yang sanggup menikah maka hendaklah dia menikah, sesungguhnya itu lebih menundukkan pandangan, lebih menjaga kemaluan, dan siapa saja yang tidak mampu maka hendaklah dia berpuasa karena puasa itu perisai baginya.”

– Al-Hakim telah mengeluarkan di al-Mustadrak dari Anas bin Malik ra., bahwa Rasulullah saw bersabda:

“Siapa yang diberi Allah isteri saleh, maka sungguh Allah telah menolongnya atas separo agamanya, maka hendaklah ia bertakwa kepada Allah pada separo lainnya.”

Al-Hakim berkata: “hadis ini sanadnya sahih.” Dan disetujui oleh adz-Dzahabi.

Kemudian orang yang berusaha untuk menikah guna menjaga kesuciannya, dia adalah salah seorang dari tiga golongan yang akan ditolong Allah SWT. Imam Ahmad telah mengeluarkan di Musnad-nya dari Abu Hurairah dari Nabi saw, beliau bersabda:

“Tiga golongan yang masing-masing menjadi hak Allah SWT untuk menolongnya: seorang mujahid di jalan Allah, orang yang menikah demi menjaga kesucian dirinya, dan al-muktab (hamba sahaya yang mengikat perjanjian dengan tuannya membayar sejumlah harta untuk memerdekakan dirinya) yang ingin membayarnya.”

Rasulullah saw melarang tidak menikah bagi orang yang mampu menikah. An-Nasai telah mengeluarkan dari Samurah bin Jundub dari Nabi saw:

Bahwa Beliau melarang membujang (tidak menikah selamanya)

Ibn Majah juga telah mengeluarkan yang demikian.

Rasul saw telah berpesan kepada para bapak jika datang kepada mereka orang yang mereka ridai agama dan akhlaknya agar menikahkannya. At-Tirmidzi telah mengeluarkan dari Abu Hurairah, ia berkata: Rasulullah saw bersabda:

“Jika datang mengkhitbah kepada kalian orang yang kalian ridai agama dan akhlaknya maka nikahkan dia, jika tidak kalian lakukan maka akan ada fitnah di muka bumi dan kerusakan yang besar.”

Ibn Majah telah mengeluarkan dengan lafazh:

“Jika datang kepada kalian orang yang kalian ridai akhlaknya dan agamanya maka nikahkan dia, jika tidak kalian lakukan maka akan ada fitnah di muka bumi dan kerusakan yang besar.”

Demikian juga Rasul saw berpesan agar dipilih seorang wanita saleh yang memiliki kebaikan agama yang menjaga suaminya, anak-anaknya dan rumahnya. Al-Bukhari dan Muslim telah mengeluarkan dari Abu Hurairah ra., dari Nabi saw, Beliau bersabda:

“Seorang wanita dinikahi karena empat hal: karena hartanya, keturunannya, kecantikannya dan karena agamanya. Maka pilihlah wanita yang memiliki agama, niscaya selamat tanganmu.”

Sedangkan ucapan Anda “ada hadis yang mengatakan yang maknanya “fusq al-ummah adalah orang yang tidak menikah”, maka hadis ini dhaif. Hadis itu seperti berikut: Ahmad telah mengeluarkan di Musnad-nya dari seorang laki-laki dari Abu Dzar, ia berkata: “seorang laki-laki yang disebut Akaf bin Bisyr at-Tamimi menemui Rasulullah saw lalu Nabi saw bersabda kepadanya:

“Ya Akaf apakah kamu punya isteri?” Ia menjawab: “tidak” Nabi bersabda: “sesungguhnya sunah kami adalah pernikahan. Dan seburuk-buruk dari kalian adalah orang yang tidak menikah (uzb)”

Hadis ini sanadnya dhaif karena kemajhulan seorang perawi dari Abu Dzar. Dan karena kekacauan yang terjadi pada sanad-sanadnya. Ath-Thabarani mengeluarkan di Mujam al-Kabr dan yang lain dari jalur Buqiyah bin Walid, keduanya dari Muawiyah bin Yahya dari Sulaiman bin Musa dari Makhul dari Udhaif bin al-Harits dari Athiyah bin Busrin al-Mazini, ia berkata: “Akaf bin Wadaah al-Hilali datang kepada Rasululla saw lalu ia menyebutkannya. Sanad ini dhaif karena Muawiyah bin Yahya ash-Shadfiy, dan Buqiyah bin al-Walid juga dhaif.

Oleh karena itu, orang yang tidak menikah (al-uzb) tentu saja bukan lantas seburuk-buruk manusia. Akan tetapi bisa jadi seburuk-buruk orang itu ada dari al-uzb, dan dari selain mereka, sesuai sejarah masing-masing.

Ringkasnya, Rasul saw mendorong untuk menikah bagi orang yang mampu untuk menikah. Menikah itu lebih menjaga agama seseorang, lebih membentengi kemaluan dan lebih menundukkan pandangan

Demikian juga Rasul saw melarang membujang (at-tabattul) yakni tidak menikah selamanya Atas dasar itu, selama Anda wahai penanya, mampu menikah, maka saya berpesan untuk menikah dan Anda pilih seorang wanita saleh, Anda kerahkan segenap usaha dalam membangun keluarga yang saleh, ikhlaskan untuk Allah SWT, dan jujurlah dengan Rasulullah saw. Dan sungguh Anda dengan izin Allah SWT Anda akan mampu menumbuhkan anak-anak Anda dengan pertumbuhan yang saleh.

 

 

– See more at: http://mozaik.inilah.com/read/detail/2377988/awas-hidup-menjoblo-sangat-berbahaya#sthash.q4r4x5X7.dpuf


Baca juga:

Wahai Para Lajang, Inilah Keutamaan Menikah

Wahai Para Lajang, Inilah Keutamaan Menikah (Bagian 2)

Wahai Para Lajang, Inilah Keutamaan Menikah (Bagian 3)

Wahai Para Lajang, Inilah Keutamaan Menikah (Bagian 4)

Sembilan Larangan Wanita yang Diharamkan Islam

ISLAM mengharamkan semua sebab yang membawa kepada hubungan tidak halal antara laki-laki dan perempuan.

Dalam rangka mencegah keburukan dan kerusakan besar akibat hubungan yang tidak halal ini, agama Islam mengharamkan semua sebab yang menjerumuskan ke dalam perbuatan buruk ini, di antaranya (Hiraasatul fadhiilah, hlm. 101-102),

1. Diharamkannya menemui perempuan yang tidak halal dan berduaan dengannya, termasuk berduaan dengan sopir di mobil, dengan pembantu di rumah, dengan dokter di tempat praktiknya dan lain-lain.

Banyak dalil yang menunjukkan hal ini, di antaranya sabda Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam, “Tidaklah sekali-kali seorang laki-laki berduaan dengan seorang perempuan kecuali setan akan menjadi yang ketiga.” ((HR Tirmidzi 2165, Ahmad (1/26), dan dishahihkan al-Albani)

2. Diharamkannya bersafar (melakukan perjalanan jauh) bagi perempuan tanpa laki-laki yang menjadi mahramnya (suami, ayah, paman atau saudara laki-lakinya).

Dalil yng menunjukkan hal ini juga banyak sekali, di antaranya sabda Rasulullah: “Janganlah sekali-kali seorang perempuan bersafar kecuali bersama dengan mahramnya.” (HR. Bukhari 2844 dan Muslim 1341)

3- Diharamkannya memandang dengan sengaja kepada lawan jenis, berdasarkan firman Allah :

“Katakanlah kepada laki-laki yang beriman: “Hendaklah mereka menahan pandangan mereka, dan memelihara kemaluannya; yang demikian itu adalah lebih suci bagi mereka, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang mereka perbuat”. Dan katakanlah kepada wanita yang beriman: “Hendaklah mereka menahan pandangan mereka, dan memelihara kemaluan mereka, dan janganlah mereka menampakkan perhiasan mereka kecuali yang (biasa) nampak dari mereka” (QS an-Nuur: 30-31).

4. Diharamkannya menemui seorang perempuan tanpa mahram, meskipun dia saudara suami (ipar), berdasarkan sabda Rasulullah: “Waspadalah kalian (dari perbuatan) menemui perempuan (tanpa mahram)”. Ada yang bertanya: Wahai Rasulullah, bagaimana dengan al-hamwu (ipar dan kerabat suami lainnya)? Rasulullah bersabda “al-Hamwu adalah kebinasaan.” (HR Bukhari 4934 dan Muslim 2172)

Artinya: fitnah yang ditimbulkannya lebih besar karena bisanya seorang perempuan menganggap biasa jika berduaan dengan kerabat suaminya. (Simak Fathul Baari, 9/332).

5. Diharamkannya laki-laki menyentuh perempuan, meskipun untuk berjabat tangan. Pembahasan ini akan kami uraikan dengan lebih rinci insya Allah.

Berdasarkan sabda Rasulullah: “Sungguh jika kepala seorang laki-laki ditusuk dengan jarum dari besi lebih baik baginya daripada dia menyentuh seorang perempuan yang tidak halal baginya” (HR Thabarani dalam al-Kabiir 486 dan ar-Ruyani al-Musnad (2/227), dihasankan al-Albani).

6. Diharamkannya laki-laki yang menyerupai perempuan dan sebaliknya. Berdasarkan hadis berikut: Dari sahabat yang mulia, Abdullah bin Abbas , beliau berkata: “Rasulullah melaknat laki-laki yang menyerupai perempuan dan melaknat perempuan yang menyerupai laki2[14].

7. Disyariatkan dan dianjurkannya bagi kaum perempuan untuk salat di rumah dan itu lebih baik/utama daripada salat mereka di masjid, dalam rangka menghindari fitnah yang timbul jika mereka sering keluar rumah. Rasulullah bersabda: “Janganlah kalian melarang para wanita (untuk melaksanakan salat) di masjid, meskipun (salat mereka) di rumah-rumah mereka lebih baik bagi mereka.” (HR al-Bukhari 5546).

8. Diharamkannya perempuan sering keluar rumah tanpa ada keperluan yang dibenarkan dalam syariat dengan syarat tidak berdandan dan bersolek karena akan menimbulkan fitnah bagi laki-laki. Allah berfirman,

“Dan hendaklah kalian (wahai istri-istri Nabi) menetap di rumah-rumah kalian dan janganlah kalian bertabarruj (sering keluar rumah dengan berhias dan bertingkah laku) seperti (kebiasaan) wanita-wanita Jahiliyah yang dahulu, dan dirikanlah salat, tunaikanlah zakat dan taatilah Allah dan Rasul-Nya. Sesungguhnya Allah bermaksud hendak menghilangkan dosa dari kamu, hai ahlul bait (istri-istri Nabi) dan membersihkan kamu sebersih-bersihnya” (QS al-Ahzaab:33).

Dan dalam hadis yang sahih Rasulullah bersabda: “Sesungguhnya wanita adalah aurat, maka jika dia keluar (rumah) setan akan mengikutinya (menghiasainya agar menjadi fitnah bagi laki-laki), dan keadaannya yang paling dekat dengan Rabbnya (Allah ) adalah ketika dia berada di dalam rumahnya.” (HR Ibnu Khuzaimah 1685), Ibnu Hibban 5599) dan dishahihkan al-Albani).

9. Diharamkannya perempuan keluar rumah dengan memakai wangi-wangian dalam bentuk apapun, karena akan menimbulkan fitnah yang besar. Rasulullah bersabda: “Seorang wanita, siapapun dia, jika dia (keluar rumah dengan) memakai wangi-wangian, lalu melewati kaum laki-laki agar mereka mencium bau wanginya maka wanita adalah seorang pezina.” (HR. an-Nasai 5126), Ahmad (4/413), dihasankan al-Albani). [Ustaz Abdullah Taslim, LC,MA/konsultasisyariah]

 

 

– See more at: http://mozaik.inilah.com/read/detail/2378309/sembilan-larangan-wanita-yang-diharamkan-islam#sthash.4jyg2q3v.dpuf

Imam Masjidil Haram Hadiri Subuh Berjamaah di Masjid Az-Zikra

Masjid Az-Zikra Sentul, Bogor, Jawa Barat, Kamis (11/5) dini hari  tadi  kedatangan tamu istimewa. Ia adalah Imam Masjidil Haram Syekh Adil Alkalbani. Ia didampingi Syekh Anas Almaiman dan Syekh Ali Jabeer.

“Alhamdulillah, Subuh berjamaah di Masjid Az-Zikra Kamis dini hari tadi  bersama dengan Imam Masjidil Haram Syekh Adil Alkalbani,” kata Pimpinan Majelis Az-Zikra Ustaz Muhammad Arifin Ilham kepada Republika.co.id, Kamis (11/5).

Arifin menambahkan, setidaknya ada 20 alasan mengapa hamba Allah yang beriman bersemangat untuk selalu melaksanakan shalat fardhu berjamaah di masjid, dimulai dengan shalat Subuh berjamaah. Pertama, imannya cintanya rindunya kepada Allah. Bukankah kekasih senang selalu berada di rumah kekasihnya. Allah pun menyebut masjid sebagai Rumah-Nya ( QS An-Nur: 36).

Kedua, shalat berjamaah di masjid bukan hanya ibadah ritual jamaah, akan  tetapi membentuk ikatan sosial, persaudaraan dan persatuan sesama Mukmin. Rasulullah bersabda, “Setiap makhluk punya markas, dan markas hamba Allah yang beriman adalah masjid.”

Ketiga, shalat berjamaah di masjid adalah bukti keimanan kepada  Allah. Allah menegaskan,  hanya hamba Allah yang benar imannya dan benar-benar beriman kepada Allah yang memakmurkan masjid-Nya. “Sesungguhnya hanya hamba Allah yang beriman kepada Allah dan hari akhirat sajalah yang memakmurkan masjid-masjid Allah.”(QS At-Taubah: 18).

Keempat, orang yang shalat berjamaah di masjid lepas dari kemunafikan ibadah.  Rasulullah mengingatkan, keberatan orang munafik adalah berjamaah Isya dan Subuh di masjid. Sahabat Nabi pun berkata, “Kami tahu orang munafik karena mereka malas berjamaah Shubuh di masjid.”

Kelima, shalat berjamaah di masjid adalah kunci keberkahan. Masjid itu berkah.  “Baaroknaa haulahu” (QS Al Isra: 1). Jangankan hamba yang beriman yang datang ke masjid itu, siapa dan apapun yang terdekat dan terkait denganya, Allah berkahi, keluarganya, rezekinya, dan semua aktivitasnya.

Keenam, orang yang shalat Shubuh berjamaah di masjid meraih doa Rasulullah SAW, yang beliau ulang tiga kali, yakni, “Ya Allah berkahilah aktivitas umatku di waktu fajar.”

Ketujuh, orang yang shalat berjamaah di masjid disaksikan para malaikat. (QS Al Isra: 78).

Kedelapan, Rasulullah menjelaskan keutamaan dua rakaat sunnah Fajar lebih baik daripada dunia dengan segala isinya.  “Lantas bagaimana dengan shalat Fajar (Shubuh)  yang ditegakkan dengan  berjamaah di masjid, subhanallah,” tutur Arifin.

Kesembilan, Rasulullah mengkhabarkan gembira bahwa mereka yang Subuh gelap berjamaah di masjid “biliqooin hasanin” dijamin meninggal terindah saat wafatnya. “Husnul khatimah, subhanallah,” ujar Arifin.

Kesepuluh, orang yang rajin shalat berjamaah di masjid meraih sukses dunia akhirat. “Hayya ‘alal falaah” mari meraih sukses, demikian doa kumandang adzan,” kata Arifin.

Ke-11, orang yang pergi shalat berjamaahke  masjid, setiap langkahnya adalah derajat, rahmat dan ampunan dosa. Karena itu Rasulullah mengulang tiga kali, “Beruntung, beruntung, beruntung.” “Siapa mereka ya Rasulullah” tanya sahabat, “Mereka adalah yg rumahnya jauh dari mesjid tetapi tetap berjamaah di masjid.”

Ke-12, orang yang rajin shalat berjamaah di masjid, kuburannya terang-benderang.

Ke-13, orang yang rajin shalat berjamaah di masjid akan dibangkitkan dengan wajah bercahaya di akhirat nanti. Rasulullah bersabda, “Kabarkan berita gembira bagi Mukmin pejalan kaki Shubuh gelap kelak di akhirat dibangkitkan dengan muka bercahaya sempurna.”

Ke-14, orang yang gemar shalat berjamaah kelak akan melewati shirath (pada hari kiamat) seperti kilat menyambar (saking cepatnya).

Ke-15, di antara tujuh golongan yang dilindungi Allah di akhirat adalah “qolbuhu muallaqun bil masaajidi”, yakni mereka yang hatinya senang sekali berjamaah di masjid.

Ke-16, orang Yahudi paling takut akan kekuatan jamaah masjid.

Ke-17, Rasulullah dan para sahabat tidak pernah meninggalkan shalat berjamaah di masjid kecuali sakit, safar, perang dan wafat.

Ke-18, sejarah mencatat ternyata infrastruktur keberkahan kota Madinah — politik, ekonomi, sosial, budaya bahkan militer — semuanya bermuara dari masjid.

Ke-19, shalat berjamaah di masjid merupakan tradisi orang-orang saleh.

Ke-20, saat qiyamat, Allah jadikan masjid sebagai kapal besar  yang  akan mencari para pemakmurnya. “Setelah mengetahui sekian banyak keutamaan berjamaah di masjid, pantaslah Rasulullah bersabda, ‘law habwah’,  merangkak pun hamba beriman tetap akan berjamaah di masjid,” pungkas Ustadz Arifin Ilham.

 

REPUBLIKA ONLINE