Ada beberapa tanda nyata yang menunjukkan puasa seorang Muslim diterima oleh Allah Subhanahu Wata’ala. Di antaranya, menurut Pimpinan Majelis Az-Zikra, KH Arifin Ilham, terjadinya perubahan positif dan nyata dalam diri Muslim tersebut.
“Tanda yang paling utama ibadah itu diterima adalah, ada perubahan besar, ada perbaikan nyata pada dirinya,” ujar Ustadz Arifin, sapannya, di sebuah bandara dalam suatu perjalanannya, Sabtu (24/06/2017), 29 Ramadhan 1438 H.
Dimana perubahan itu bisa dirasakan oleh seseorang tersebut. Serta oleh keluarga, tetangga, dan sahabatnya, jelas Arifin melalui rekaman video siaran langsungnya di fanspage resminya.
Perubahan itu pun, terangnya, jelas sekali terasa.
“Apa itu? Taubatan nasuha. Yang tadinya maksiat, tidak maksiat lagi. Tadinya (pakai) narkoba, tidak (pakai) narkoba lagi. Tadinya merokok, tidak merokok lagi,” imbuhnya mencontohkan.
Contoh lain perubahan itu, lanjutnya, jika seseorang yang tadinya malas shalat ke masjid, pasca puasa jadi rajin ke masjid.
Tanda kedua puasa seseorang diterima oleh Allah, masih menurut Arifin, Muslim tersebut tenggelam dalam cinta kepada Sang Khalik. Kalau dulu seseorang itu tenggelam dalam maksiat, sebutnya mencontohkan, “Sekarang tenggelam dalam cinta kepada Allah.”
“Tadi yang hobinya ke diskotik, eh, malah hobinya nangis saat tahajud,” sebutnya lagi.
Tanda ketiga, tambahnya, seseorang tersebut sangat benci kepada kemaksiatan. Kalau dulu orang itu senang bermaksiat, pasca puasa Ramadhan jadi benci sama maksiat.
“Dulu demen banget sama rokok tuh, sampai 3-4 bungkus sehari (diisap. Red). Sekarang benci banget dia sama rokok. Nah, itu nyata, hijrah,” ungkap Arifin sebagai contoh menunjuk seseorang di dekatnya yang tampaknya rombongan seperjalanannya.
Begitu pula, contohnya lagi, seseorang yang dulunya tidak peduli halal-haram, lalu berubah menjadi takut dengan haram.
Tanda selanjutnya, jelas Arifin, adalah wara’. “Itu semakin berhati-hati dengan hukum Allah,” jelasnya yang tampak mengenakan pakaian khasnya, serba putih.
Lebih jelasnya, wara’ maksudnya, secara mutlak semua perintah Allah dilaksanakan oleh seseorang tersebut. “Dan seluruh larangan Allah dijauhi,” imbuhnya.
Tanda kelima, yaitu mudah menangis karena Allah dimana saja. “Jadi, hatinya hancur redam kalau ingat masa lalunya,” terang Arifin. Seseorang itu jadi sedih kenapa selama ini selalu bermaksiat, “Nyesalnya hebat sekali.”
Tanda keenam, terjadinya perubahan lingkungan. Baik pergaulan maupun suasana. Misalnya meninggalkan pergaulan dengan teman-teman yang liberal dan tidak beragama. “Maka begitu dia bertaubat, hijrah, (menuju) lingkungan sahabat yang baik-baik,” ujar Arifin.
Tanda terakhir puasa seseorang diterima oleh Allah, masih paparan Arifin, adalah keistiqamahan seseorang dalam hijrahnya. “Tidak mundur lagi, tidak maksiat lagi,” sebutnya.
Dan yang ada sekarang, lanjutnya, adalah pertaubatan, ibadah, amal shaleh, perbaikan akhlak, serta cinta kepada Allah, Rasul, orang-orang beriman, orang-orang shaleh, cinta majelis ilmu, majelis dzikir, cinta syariat Allah, Sunnah Nabi, dan cinta al-Qur’an. “Itu yang ada.”
Tanda selanjutnya, jelas Arifin, adalah wara’. “Itu semakin berhati-hati dengan hukum Allah,” jelasnya yang tampak mengenakan pakaian khasnya, serba putih.
Lebih jelasnya, wara’ maksudnya, secara mutlak semua perintah Allah dilaksanakan oleh seseorang tersebut. “Dan seluruh larangan Allah dijauhi,” imbuhnya.
Tanda kelima, yaitu mudah menangis karena Allah dimana saja. “Jadi, hatinya hancur redam kalau ingat masa lalunya,” terang Arifin. Seseorang itu jadi sedih kenapa selama ini selalu bermaksiat, “Nyesalnya hebat sekali.”
Tanda keenam, terjadinya perubahan lingkungan. Baik pergaulan maupun suasana. Misalnya meninggalkan pergaulan dengan teman-teman yang liberal dan tidak beragama. “Maka begitu dia bertaubat, hijrah, (menuju) lingkungan sahabat yang baik-baik,” ujar Arifin.
Tanda terakhir puasa seseorang diterima oleh Allah, masih paparan Arifin, adalah keistiqamahan seseorang dalam hijrahnya. “Tidak mundur lagi, tidak maksiat lagi,” sebutnya.
Dan yang ada sekarang, lanjutnya, adalah pertaubatan, ibadah, amal shaleh, perbaikan akhlak, serta cinta kepada Allah, Rasul, orang-orang beriman, orang-orang shaleh, cinta majelis ilmu, majelis dzikir, cinta syariat Allah, Sunnah Nabi, dan cinta al-Qur’an. “Itu yang ada.”
HIDAYATULLAH