SEPERTI halnya cinta, tema seputar halal dan haram tidak ada habisnya untuk dibahas. Seiring perkembangan zaman, masalah ini terasa makin kompleks, makin menarik, sekaligus makin memusingkan.
Ada banyak hal baru yang tidak ditemui pada zaman Rasulullah Shalallaahu ‘Alaihi Wasallam dan para sahabat. Selintas tidak ada dalil hukum yang menerangkan bidang-bidang tersebut. Boleh jadi, kita menganggapnya halal, namun setelah diselidiki, ternyata statusnya haram. Begitu pun sebaliknya. Bagi sebagian orang, masalah ini sangat membingungkan atau setidaknya menimbulkan keragu-raguan.
Sebenarnya, agama kita telah menetapkan aturan sangat jelas tentang masalah halal haram ini. Keduanya termasuk unsur fundamental dalam Islam.
Rasulullah bersabda,
“Sesungguhnya, yang halal itu jelas dan yang haram itu juga jelas, antara keduanya terdapat hal-hal samar yang tidak diketahui oleh kebanyakan orang. Barangsiapa menjaga diri dari hal-hal yang samar itu maka ia telah menjaga agama dan harga dirinya, dan barangsiapa jatuh ke dalam hal yang samar maka ia telah jatuh kepada hal yang haram, seperti pengembala yang mengembala di sekitar daerah terlarang, nyaris ia masuk ke dalamnya. Ketahuilah, setiap raja mempunyai daerah larangan. Ketahuilah sesungguhnya daerah larangan Allah adalah hal-hal yang diharamkan-Nya.” (HR. Bukhari Muslim)
Hadist ini memperlihatkan betapa besarnya kasih sayang Allah Subhanahu Wa Ta’ala kepada manusia. Sungguh, Allah tidak menghendaki manusia celaka. Jauh-jauh hari, Dia—melalui lisan utusan-Nya—telah mengabarkan akan adanya batasan-batasan yang tidak boleh dilanggar manusia.
Andai kita hitung, ternyata yang diharamkan Allah lebih sedikit daripada yang dihalalkan. Entah itu dilihat dari sudut pandang zatnya maupun dari sudut pandang tindakannya (cara mendapatkan benda zat tersebut).
Lihat saja, semua minuman halal dikonsumsi, kecuali minuman yang merusak tubuh dan memabukkan. Semua makanan halal dinikmati, kecuali makanan yang menjijikkan dan tidak baik bagi kesehatan, misalnya bangkai (kecuali ikan dan belalang), darah yang mengalir, babi, binatang buas atau bertaring, binatang yang memakan kotoran, dan binatang yang disembelih dengan menyebut nama selain Allah. Hanya itu saja.
Demikian pula dalam hal perbuatan. Yang dilarang jumlahnya lebih sedikit dibandingkan dengan yang diperbolehkan. Hanya yang buruk dan membahayakan saja yang dilarang, seperti mencuri, memanipulasi, menipu, riba, menjual diri, mengorbankan orang lain, atau perbuatan musyrik. Di luar itu, selama tidak membahayakan dan merendahkan derajat kemanusiaan, Allah menghalalkannya. Yang termasuk kategori ini, di antaranya berdagang, bertani, berbisnis, menjadi karyawan, serta bidang-bidang usaha lain yang sangat banyak jumlahnya.
Akan tetapi, seiring kuatnya dominasi sistem kapitalisme, termasuk industrialisasi modern yang berasas al-ghayah tubarrir al-washilah (tujuan menghalalkan cara) dan berprinsip zero wasting (sampah nol), yang sedikit itu justru menjadi sangat fungsional dan menguasai. Sebagai contoh babi, dalam kalkulasi bisnis kapitalisme hampir semua bagian tubuh babi dapat dimanfaatkan sebagai bahan baku produksi yang sangat efesien dan menjanjikan.
Kulit atau tulangnya saja ternyata dapat digunakan dalam produksi gelatin. Sebagai informasi, di dunia industri, gelatin tergolong miracle food karena sangat multifungsi dan tak tertandingi kegunaannya. Gelatin dapat digunakan sebagai bahan pengisi, pengemulasi (amulsifer), pengikat, penyedap, dan sekaligus pemerkaya gizi. Karakteristiknya yang lentur dapat membentuk lapisan tipis elastis, film transparan yang kuat, dan daya cernanya tinggi.
Dalam perspektif lain, akibat perkembangan zaman yang sarat warna-warni kapitalisme ini, bidang-bidang baru pun bermunculan seiring dengan makin kompleksnya kebutuhan manusia. Semuanya bermuara pada satu titik, yaitu bagaimana mendapatkan laba alias keuntungan finansial sebanyak mungkin.
Memang tidak semua bidang ini haram. Namun, tidak sedikit yang melanggar aturan yang telah digariskan agama, atau setidaknya bidang ini kehalalannya diragukan alias syubhat, misalnya praktik-praktik ribawi dengan memperjualbelikan uang, bunga bank, berspekulasi di pasar saham, ekploitasi tubuh wanita melalui kontes-kontes kecantikan fashion show, tarian-tarian, dan judi via internet atau telepon seluler.
Belum lagi adanya praktik-praktik curang para pemegang kebijakan, mulai dari bagi-bagi tender proyek, illegal logging, uang komisi, hingga perjalanan-perjalanan dinas yang tidak jelas juntrungannya. Tidak hanya itu, kita pun menyaksikan maraknya kejahatan-kejahatan baru di dunia maya, pengelundupan (transaksi di pasar gelap), mark-up pembiayaan, mafia, hingga praktik-praktik curang (dan amat jahat tentunya) di pabrik-pabrik pengelolahan makanan atau di SPBU-SPBU.
Ada seribu satu cara mudah mendapatkan uang dengan cara licik dan tidak halal. Boleh jadi, inilah zaman yang pernah diprediksi Rasulullah,
“Akan tiba suatu zaman bagi manusia di mana seseorang tidak lagi mempedulikan rezeki yang didapatkan, apakah dari sumber yang halal atau dari sumber yang haram.” (HR. Bukhari, Nasa’i, Ahmad, dan Ad-Darimi).*/Sudirman STAIL (sumber buku: Haram Bikin Seram, penulis: Tauhid Nur Azhar Eman Sulaiman)