Keterkaitan Anak dan Orang Tua

SALAH satu alasan mengapa kita harus menjadi orang tua yang baik adalah karena kita bertanggung jawab atas baiknya kehidupan anak kita kelak. Memiliki banyak anak bukanlah sebuah prestasi, sebagaimana tak memiliki anak bukanlah sebuah aib. Memiliki anak yang baik atau ikut membantu generasi masa depan dengan baik itulah yang menjadi prestasi.

Sudah sering saya jelaskan bahwa masa depan anak sangat ditentukan oleh karakter, sikap dan perbuatan orang tuanya. Kali ini saya ingin sekali menukil sebuah ungkapan sastra Arab yang berkaitan dengan hal ini “Anak kecil itu tumbuh atas dasar apa yang ada pada orang tuanya# Sesungguhnya akar, di atasnyalah pohon itu tumbuh berkembang.”

Orang tua yang tidak pandai menata diri bukanlah orang tua yang baik. Orang tua yang tak peduli pada karakter diri dan karakter anak adalah orang tua yang tak berkarakter baik. Orang tua yang hanya fokus pada urusan perut adalah orang tua yang salah jalan yang perlu diingatkan dan dibimbing.

Sungguh orang tua punya peran penting dalam mempersiapkan generasi mendatang yang lebih baik. Kalau begitu, kita semua dan pemerintah kita sungguh perlu membangun dan mengembangkan sekolah khusus orang tua.

 

MOZAIK

Mempersiapkan Anak Menghadapi Zamannya

KETIKA safari dakwah di Australia bulan lalu, ada banyak pertanyaan tentang bagaimana cara tepat mendidik anak agar tauhid, ibadah dan akhlaknya benar, baik dan indah. Sebagian dari orang tua benar-benar khawatir anaknya tidak paham pola kehidupan Islam. Ini adalah sebuah kekhawatiran yang positif. Lembaga apa yang kira-kira paling tepat untuk mewadahi anak kita dalam menemukan identitas keislamannya?

Kekhatiran orang tua di Australia itu sesungguhnya dirasakan pula oleh orang tua di Indonesia, saat keprihatinan akan memudarnya nilai agama dan budaya mulai tampak berproses di kalangan generasi muda. Lembaga apa yang kira-kira paling tepat dan dianggap paling aman dalam mengantarkan anak pada gerbang tradisi Islami itu. Banyak orang tua, termasuk saya, yang menjatuhkan pilihan pada lembaga pesantren, yakni pesantren yang mengajarkan nilai-nilai progresif, kesantunan dan moderasi.

Lalu muncul pertanyaan sejak usia berapa anak kita perlu dimasukkan pesantren. Jawabannya bisa beragam sesuai dengan pola pandang dan beberapa faktor lainnya. Yang paling menentukan adalah nuansa psikologis keluarga. Ada keharuan, kerisauan dan keengganan untuk berpisah dengan buah hati, anak kita. Keluarga yang tak biasa mengalami hubungan berjarak antar anggota keluarga biasanya sulit sekali untuk berpisah jarak.

Saya saja sebagai orang yang sering bepergian jauh dari keluarga merasa berat sekali untuk melepas anak ketiga saya yang hari ini akan berangkat mondok. Selepas subuh tadi anakku itu memelukku dan menangis di pundakku. Kutegarkan di hadapannya, namun setelah saya masuk kamar, air mata tak bisa ditahan lagi. Haru, sayang, dan rindu selalu bahkan sebelum berpisah.

Meskipun demikian, dia harus berangkat mondok, mendulang ilmu agama, menghafalkan firman Allah dan membentuk kepribadian Islami. Berangkatlah anakku, boleh engkau jauh dari sisi jarak denganku. Namun dirimu, jiwamu, ada dekat di dalam hatiku selalu. Salam, AIM.

 

MOZAIK

Kelahiran Imam Besar Hadis

Bulan Syawal menjadi momentum beberapa peristiwa penting dalam sejarah Islam. Pernikahan Nabi Muhammad SAW dengan Aisyah RA terjadi di bulan Syawal. Beberapa peperangan, seperti Khandaq, Uhud, dan Hunain, juga terjadi di bulan ini.

Salah satu tonggak bersejarah lainnya dalam bulan Syawal adalah kelahiran imam besar dalam bidang hadis. Abu Abdullah Muhammad bin Ismail bin Ibrahim bin al-Mughirah bin Bardizbah al-Bukhari atau yang terkenal dengan sebutan Imam Bukhari lahir di bulan Syawal.

Sang Imam lahir tepatnya pada 13 Syawal 194 H di Bukhara, sebuah daerah di tepi Sungai Jihun,  Uzbekistan. Ayahnya, Ismail, adalah seorang ulama yang saleh. Bukhara, yang juga disebut sebagai daerah Ma Wara an-Nahr, memang banyak melahirkan ilmuwan-ilmuwan Muslim.

Selain Imam Bukhari, beberapa ulama yang lahir di Bukhara adalah Abdul Rahim bin Ahmad al-Bukhari dan Abu Hafs al-Bukhari. Imam Bukhari lahir dengan lingkungan yang memiliki semangat tinggi dalam menuntut ilmu. Sejak kecil, Imam Bukhari sudah menunjukkan bakat-bakat kecerdasan.

Ketajaman ingatan dan hafalannya melebihi anak-anak seusianya. Saat berusia 10 tahun, Imam Bukhari berguru kepada ad-Dakhili, seorang ulama ahli hadis. Sang Imam tidak pernah absen belajar hadis dari gurunya itu.

Setahun kemudian ia mulai menghafal hadis Nabi SAW. Saat itu ia sudah ditunjuk untuk mengoreksi beberapa kesalahan penghafalan matan maupun rawi dalam sebuah hadis yang diucapkan gurunya. Pada usia 16 tahun ia sudah mengkhatamkan hafalan hadis-hadis di dalam kitab karangan Waki al-Jarrah dan Ibnu Mubarak.

Imam Bukhari tak berhenti hanya belajar pada satu guru saja. Siapa pun dia jika dipandang memiliki kapasitas dalam sebuah hadis akan dijadikan guru meski orang tersebut adalah temannya sendiri. Imam Bukhari disebut memiliki lebih dari seribu guru. Ia sendiri pernah berujar bahwa kitab fenomenalnya, Jami’as as-Sahih, dikumpulkan dari menemui lebih dari 1.080 guru pakar hadis.

Pengarang Fathur Bari, sebuah kitab yang mensyarah Sahih Bukhari, Ibnu Hajar al-Asqalani mengungkapkan, guru-guru Imam Bukhari bisa dibagi menjadi lima tingkatan. Mulai dari para tabiin hingga kawan-kawan seangkatan yang bersama-sama menimba ilmu hadis.

Imam Bukhari dikenal sangat objektif dalam memberi penilaian terhadap para gurunya itu.  Penilaian ini dimaksudkan untuk menentukan dapat diterima atau tidak sebuah hadis yang ia dapatkan.

Imam Bukhari terkenal gigih dalam memburu sebuah hadis. Jika ia mendengar sebuah hadis, maka ia ingin mendapat keterangan tentang hadis itu secara lengkap. Ia harus bertemu sendiri dengan orang yang meriwayatkan hadis tersebut. Dalam mengumpulkan hadis-hadis itu, Imam Bukhari melanglang buana mulai daerah Syam, Mesir, Aljazair, Basra, menetap di Makkah dan Madinah selama enam tahun, Kufah, dan Baghdad. Tak jarang beliau bolak-balik ke tempat tersebut karena mendapati keterangan baru atau hadis baru.

Perjalanan panjang itu akhirnya membuat sang Imam dapat mengumpulkan sedikitnya 600 ribu hadis. Dari angka tersebut, 300 ribu di antaranya dihafal. Hadis-hadis yang dihafal itu terdiri dari 200 ribu hadis tidak sahih dan 100 ribu hadis sahih.

Jumlah yang banyak itu tidak lantas dimasukkan semua dalam Sahih Bukhari. Dari 100 ribu hadis yang  sahih, ia hanya mencantumkan 7.275 hadis dalam kitab tersebut. Jumlah ini diseleksi dengan metode yang sangat ketat. Karena itu, tak mengherankan jika para ulama menempatkan Sahih Bukhari sebagai kitab pertama dalam urutan kitab-kitab hadis yang muktabar.

Selama hidup, selain Jami’as as-Sahih, Imam Bukhari juga menulis kitab-kitab lain seperti Tarikh as-Sagir, Asami as-Sahabah, al-Kuna, dan al-‘Illal yang kesemuanya membahas tentang hadis.

 

REPUBLIKA

Misteri Laut dan Kisah Ekspedisi The Challenger

Bumi disebut sebagai Planet Biru bukan tanpa sebab. Planet yang sudah mulai tua ini memiliki lebih dari 70 persen wilayah lautan. Tak heran jika bumi kita akan tampak berwarna biru jika dilihat dari angkasa.

Menjelang abad ke-19, para pelaut dan ilmuwan mulai sadar bahwa begitu banyak misteri bawah laut yang belum mereka ke tahui. Upaya Angkatan Laut Kerajaan Inggris untuk memetakan semua garis pantai bumi pada pertengahan abad ke-19 membuka mata mereka betapa dalam laut itu. Untuk membuktikannya, Kerajaan Inggris merencanakan ekspedisi membahayakan dengan kapal HMS Challengers pada 1872. Kapal ini dimodifikasi untuk penelitian. Kapal pun dilengkapi dengan laboratorium kimia dan alam.

Kapal ini dipimpin Kapten George Nares. Di dalam the Challenger, ada para pene liti dan ahli botani dari Inggris Raya. Se mua kru dan petugas berjumlah 247 orang. Mereka bekerja di bawah pengawas an Charles Wyvelle Thomson dari Univer sitas Edinburgh. Ketika kembali, mereka hanya tersisa 144 orang. Banyak di antara kru kapal yang meninggal dunia, berpisah di perjalanan hingga melakukan desersi dalam tugas.

Kapal mulai berlayar pada 21 Desem ber 1872 dari Portsmouth, Inggris. Pada Januari 1873, kapal sempat singgah di Lisa bon dan Gibraltar. Kapal kemudian berlayar ke Kepulauan Kanari, Medeira, hingga Bermuda. Kapal juga berputar ke arah se latan menuju Salvador di Brasil. The Challenger melanjutkan petualangannya hingga ke Melbourne, Australia, Selandia Baru, dan daerah pasifik, seperti Kepulau an Tonga dan Fiji.

The Challenger juga singgah ke Cina dan Hong Kong sampai ke Kepulauan Arafuru dan Papua Nugini. Kapal ini juga me nyinggahi wilayah nusantara, seperti Laut Banda, Kepulauan Ambon hingga Ternate. Kapal lantas bergerak ke utara hingga melintasi Sulawesi menuju Filipina. Tempat terakhir the Challenger melabuhkan sauh nya sampai di Kepulauan Carolina dan Mariana. Kapal pun sampai di Pelabuhan Yokohama, Jepang, pada April 1875.

Setelah singgah di ratusan tempat di seluruh bumi, kru Challenger menghasilkan temuan dari 360 stasiun pengamat. Mereka mengukur kedalaman, temperatur di kedalaman berbeda, mengamati cuaca dan kondisi laut, mengumpulkan biota laut. Mereka menggunakan alat keruk dan pukat untuk mengumpulkan biota laut.

Alat keruk itu menggali di dasar laut. Lebih dari 4.000 spesies yang tidak dikenal saat itu ditemukan dalam ekspedisi ini. John Murray, supervisor publikasi hasil riset the Challenger bahkan menggambarkan laporan tersebut menjadi temuan ilmu pengetahuan terbesar di bumi kita sejak abad ke-15 dan ke-16.

 

REPUBLIKA

Misteri Laut dalam Alquran

Meski ditemukan pertama kali dikalangan bangsa Quraisy yang tidak mengenal dunia kemaritiman, Alquran membahas masalah laut dalam berbagai sighat (bentuk). Syekh Abdul Aziz az-Zuhairi menulis, sighat bahar (bentuk tunggal) disebut sebanyak 29 kali, sighat bahrani (dua laut) sebanyak satu kali, sighat bahrain (dua laut) sebanyak empat kali, sighat bihar (ja mak) sebanyak dua kali. Sementara itu, kata al-fulk (perahu) disebutkan sebanyak 23 kali.

Salah satu ayat Alquran yang membahas tentang laut ada pada surah an-Nur ayat 40. “Atau seperti gelap gulita di lautan yang dalam, yang diliputi oleh ombak yang di atasnya ombak (pula), di atasnya (lagi) awan; gelap gulita yang tindih bertindih, apabila dia mengeluarkan tangannya, tia da lah dia dapat melihatnya, (dan) barang siapa yang tiada diberi cahaya (petunjuk) oleh Allah tiadalah dia mempunyai cahaya sedikit pun.”

Ayat tersebut memang ditempatkan da lam konteks sebagai analogi terhadap orang kafir seperti tertera dalam ayat sebelumnya. Selain mengqiyaskan orang-orang kafir berada di kegelapan, Allah SWT pun sebelumnya menyematkan kon disi fatamorgana yang ada di dalam orang-orang kafir pada ayat 39. Meski demikian, tiap ayat Alquran punya rahasia, termasuk dalam ayat tentang kegelapan lautan di atas.

Apa yang dikatakan Alquran tentang kegelapan yang bertindih-tindih di dalam lautan seolah mengulangi apa yang dibuktikan dunia sains saat ini. Mengutip buku Oceans karangan Danny Elder dan John Pernetta, kegelapan lautan dan samudra dijumpai pada kedalaman 200 meter atau lebih. Di kedalaman ini, hampir tidak di jum pai cahaya. Sedangkan di bawah keda laman seribu meter, tidak terdapat cahaya sama sekali.

Penjelasan Harun Yahya tentang dunia bawah laut pun bisa menegaskan kembali betapa benar firman Allah tentang gulita yang bertindih-tindih. Pengukuran dengan teknologi saat ini berhasil mengungkapkan bahwa antara tiga hingga 30 persen sinar matahari dipantulkan oleh permukaan laut. Jadi, hampir semua tujuh warna yang menyusun spektrum sinar matahari diserap satu demi satu ketika menembus permu kaan lautan hingga kedalaman 200 meter kecuali sinar biru. Di bawah kedalaman seribu meter, tidak dijumpai sinar apa pun.

Tidak hanya itu, Harun Yahya yang me ngutip buku Oceanography, a View of the Earth pun mencoba meneliti kalimat lain da lam ayat di atas. Ketika masih ada om bak lain di atas ombak. Apa yang disebut kan itu ternyata juga dibuktikan secara ilmiah oleh penelitian modern saat ini. Para ilmuwan menemukan keberadaan gelombang di dasar lautan yang terjadi pada pertemuan antara lapisan-lapisan air laut dengan kerapatan atau masa jenis berbeda.

Gelombang internal ini meliputi wila yah perairan di kedalaman lautan dan sa mudra. Pada kedalaman ini, air laut punya massa jenis lebih tinggi dibandingkan la pis an air di atasnya. Ajaibnya, gelombang internal ini punya sifat gelombang permu kaan. Dia bisa pecah seperti ombak. Meski tidak bisa dilihat dengan mata manusia, keberadaannya dapat dikenali lewat suhu atau perubahan kadar garam di tempattempat tertentu.

Kemukjizatan Alquran memang tak bisa diragukan. Apa yang dikatakan pada 15 abad yang lalu ternyata terbukti oleh sains modern abad 20. Jika saja para awak the Challenger mengetahui apa yang di tuang kan dalam surah an-Nur ayat 40, mung kin saja separuh pertanyaan mereka akan terjawab.

Meski demikian, kita tidak bisa memungkiri bahwa dunia barat yang tidak mengenal Alquran justru amat giat menggali ayat-ayat kauniyah yang bertebaran di alam semesta. Beragam penelitian justru membuka tabir-tabir kebenaran yang sudah tertera pada ayat-ayat suci. Padahal, Allah SWT memberi perintah pertama kali kepada kita untuk membaca. Dengan nama Tuhan yang menciptakan.

Sudah saatnya kita mengambil hikmah dari ayat-ayat qauliyah yang bertebaran di dalam Alquran dan ayat-ayat kauniyah di alam semesta. Terlebih tentang laut. Me ngutip apa yang dikatakan Presiden Joko Widodo, sudah terlalu lama kita memunggungi laut. Sudah terlalu lama juga kita mengabaikan ayat-ayat Allah tentang laut. Karena laut bisa menjadi salah satu media untuk mengenal-Nya.

Hendaknya, kita pun mengingat kem bali pesan Rasulullah SAW yang mengistimewakan para mujahid yang berjuang di laut. Sesuai dengan hadis yang dirawikan oleh Ummu Haram bahwa Nabi SAW du duk-duduk di sisinya. Beliau pun tertawa. Lantas, Ummu Haram berkata, “Mengapa engkau tertawa, wahai Rasulullah?” Kata Nabi, “Sejumlah manusia dari umatku mengarungi lautan hijau (demi berjihad) di jalan Allah. Perumpamaan mereka adalah seperti para raja atas keluarganya.” Ummu Haram pun berkata,”Wahai Ra sulullah, berdoalah kepada Allah agar Dia menjadikanku dalam golongan mereka.” Lalu beliau berdoa, “Ya Allah, jadikan dia bagian dari mereka.” Wallau a’lam.

 

REPUBLIKA

8 Pemuda Bersepeda ke Makkah Sambil beramal

Delapan pemuda akan melalui perjalanan menantang selama enam minggu dimulai hari ini dengan bersepeda dari London ke Makkah untuk menunaikan Rukun Islam Kelima.

Setiap anggota Human Aid, sebuah badan amal berpusat di Inggris itu juga berharap dapat mengumpulkan dana bantuan 1 juta pound untuk membantuk Suriah.

Pendiri proyek itu, Abdul Wahid mengatakan, sumbangan dana itu akan digunakan untuk bantuan darurat termasuk membeli peralatan medis dan ambulan di Damaskus.

“Ini juga bertujuan untuk meningkatkan kesadaran terhadap upaya medis di negara bergolak itu. Penduduk di seluruh Eropa sangat mendukung usaha seperti ini dan saya berharap ia dapat memartabatkan agama Islam.

“Selain itu, kami juga mendorong masyarakat dengan kegiatan bersepeda yang berkontribusi untuk kehidupan lebih sehat,” jelasnya kepada al-Arabiya.

Ekspedisi bersepeda tersebut akan dimulai di timur London dan kemudian mereka akan naik feri ke Dieppe di Perancis sebelum melanjutkan perjalanan ke Swiss, Jerman, Austria, Liechtenstein dan memasuki Italia.

Mereka kemudian akan mengambil penerbangan ke Iskandariah dan kembali bersepeda ke Hurghada, di mana kelompok pemuda tersebut akan naik feri ke Yanbu di Arab Saudi.

Pada tahap terakhir ekspedisi itu, mereka akan melanjutkan perjalanan dari Yanbu ke Madinah.*

 

HIDAYATULLAH

 

Informasi ini juga dapat dibaca melalui Aplikasi Porsi Haji di Android Anda Sekarang !

Menghindari Kemiskinan Jiwa

Alam Indonesia yang indah seharusnya menjadikan pribadi kita lebih kaya. Kenyataannya, negeri ini memiliki citra kurang nyaman.

 

KITA belum terlatih untuk menyelesaikan masalah dengan musyawarah dari hati ke hati. Masalah yang datang sering dihadapi dengan adu otot dan kekuatan. Ujungnya, bukan solusi yang didapatkan bangsa ini, melainkan semakin terpuruk pada titik nadir kehinaan. Padahal, kita dibekali dengan akal dan nurani, juga iman dan rambu-rambu.

Negeri kita sedang mendapatkan ujian bertubi-tubi dan aneka peringatan Allah Subhanahu Wa Ta’ala. Oleh karena itu, kita harus merenung keras mengapa kita yang berada di sebuah negeri yang dibaca umat Islam sebagai terbesar jumlahnya di dunia, namun harus mengalami kehidupan seperti ini. Kalau kita mempelajari indahnya Islam, sepatutnya Indonesia ini menjadi negara yang sangat dihormati dan disegani oleh seluruh dunia karena keindahan pribadi-pribadi yang ada di negeri ini.

Alam Indonesia yang indah ini seharusnya menjadikan pribadi kita lebih kaya. Tapi dalam kenyataannya, justru negeri ini memiliki citra kurang nyaman.

Agama Islam yang dianut oleh sebagian besar masyarakat Indonesia mengajarkan kejujuran. Islam juga mengajarkan kebersihan. Misalnya sebelum shalat kita harus berwudhu terlebih dahulu. Tapi, mengapa kemudian di Indonesia sulit sekali menemukan tempat yang bersih? Bahkan masjid yang kita cintai pun seringkali tidak teramat kebersihannya.

Islam juga mengajarkan kerapihan shaf dalam salat berjamaah. Tapi ironisnya, begitu banyak ruas jalan yang macet. Hal ini diakibatkan tidak adanya kedisiplinan. Untuk antre pun sangat susah. Akibatnya menjadi tidak tertib dalam berbagai hal.

Ada juga yang menganggap bahwa di negeri ini terlalu banyak orang yang tidak jujur. Buktinya, banyak sekali terjadi korupsi. Bukankah korupsi itu adalah tanda ketidakjujuran.

Diakui atau tidak, keterpurukan ini terjadi karena sebagai kaum Muslimin yang mayoritas, perilaku kita dalam kehidupan sehari-hari belum Islam. Mengapa demikian?

Selama 350 tahun kita dijajah bangsa asing, dan sesudah itu, umat Islam hampir tidak bertemu dengan pelajaran tentang keindahan Islam. Di sekolah-sekolah umum, pelajaran tentang keislaman hanya diberikan selama beberapa jam dalam sepekan. Kita dan anak-anak sangat sedikit mengenal keindahan dan kemuliaan Islam. Di televisi atau radio, acara siraman ruhani keislaman paling banter hanya setengah jam sehari.

Jadi negeri ini nyaris terburuk karena belum seluruh orang Islam hidup secara Islami. Mereka mayoritas, tapi belum mendapatkan informasi dan suri teladan tentang keindahan Islam. Padahal Islam sangat mementingkan perubahan perilaku atau karakter. Karakter itu terdiri dari empat hal.

Pertama, ada karakter lemah; misalnya penakut, tidak berani mengambil risiko, pemalas, cepat kalah, belum apa-apa sudah menyerah, dan sebagainya.

Kedua, karakter kuat; contohnya tangguh, ulet, mempunyai daya juang tinggi, pantang menyerah, dan lain-lain.

Ketiga, karakter jelek; misalnya licik, egois, serakah, sombong, pamer, dan lain-lain.

Keempat, karakter baik; seperti jujur, terperdaya, rendah hati, dan sebagainya.

Orang-orang yang merusak negeri ini masuk ke dalam salah satu kategori tadi. Hari ini yang kita rindukan adalah, negeri ini akan bangkit kembali. Ini bisa terjadi bila dua karakter, yaitu karakter yang kuat dan baik bersinergi. Misalkan dia tangguh, ulet, tapi tetap rendah hati dan merupakan pekerja keras yang sangat gigih. Dia berprestasi gemilang tapi ikhlas. Inilah yang diharapkan manusia -manusia tangguh, berani, gigih, ulet, jujur, rendah hati, dapat dipercaya, dan sebagainya.

Satu hal yang patut kita sayangkan kemudian adalah, karakter manusia Indonesia, khususnya kaum Muslimin, tidak terlalu sesuai dengan karakter yang diinginkan di atas. Ternyata, banyak manusia di Indonesia yang mempunyai kebiasaan korupsi, dari yang raksasa sampai yang kecil-kecilan. Hal ini disebabkan karena kita mempunyai jiwa miskin.

*/Sudirman STAIL (sumber buku: Menjemput Rezeki dengan Berkah, penulis buku: KH. Abdullah Gymnastiar)

HIDAYATULAH

Biaya Sewa, Layanan Dorong Kursi Roda di Masjidil Haram Naik Tajam

Petugas mendesak jamaah untuk berurusan dengan pendorong kursi roda yang memakai tanda resmi dan memiliki nomor dada

 

Relawan pendorong kursi roda di Masjidil Haram menaikkan harga biaya sewa dan layanan mencapai 2,7 kali lipat selama Ramadan mengundang keluhan dari jemaah yang sedang menunaikan umrah pada saat ini.

Menurut jemaah umrah kepada koran Al-Madina dikutip portal Saudi Gazette, mengataka, biaya yang dikenakan pendorong kursi roda itu dinilai terlalu tinggi.

“Mulai Ramadan ini, mereka menaikkan biaya sewa dan layanan sampai 200 riyal (Rp. 600.000, untuk kurs 3000) meskipun pemerintah menetapkan biaya tersebut pada 75 riyal (Rp. 225.000),” kata seorang jamaah yang tidak mau namanya diungkapkan.

Sejumlah peziarah mengeluhkan eksploitasi seorang tukang sepatu di dalam Masjidil Haram yang mengatakan bahwa mereka membebankan harga selangit.

Jemaah umroh telah meminta Kementerian Urusan Dua Masjid Suci untuk campur tangan dan mengendalikan kenaikan harga dan berjaga-jaga pada penyedia layanan yang dinilai mengambil keuntungan para jamaah.

Keluhan sama dibuat Fahd Al-Saedi yang mengerjakan umrah di Masjidil Haram minggu lalu.

Menurutnya, dia ingin menggunakan layanan kursi roda untuk membantu ibunya yang uzur menunaikan umrah tanpa mengalami kesulitan.

“Apa yang mengejutkan saya, pemilik kursi roda itu meminta saya membayar sewa sebesar 200 riyal untuk mengerjakan sa’i,” katanya.

Tambahkan mengejutkan Fahd, pendorong kursi roda itu menolak menunjukkan kartu izin sebagai pendorong kursi roda pada dadanya, selain pria itu memakai jaket berwarna abu-abu.

Katanya, saat kejadian sedang masuk waktu Isya’ dan dia tidak menemukan petugas keamanan untuk mengajukan keluhan.

“Tambah menyedihkan, saat saya menghampiri pendorong kursi roda lainnya, dia juga mengenakan harga sewa yang sama,” katanya.

Fahd kemudian menemukan seorang pendorong kursi roda yang tidak ditawarkan tarif sewa sebesar 120 riyal (Rp. 360.000) saja.

Sementara itu, pejabat Urusan Dua Masjid Suci mengecam perbuatan tidak bermoral pendorong kursi roda yang menetapkan harga terlalu tinggi dan menyamakan mereka sebagai ‘tentara bayaran’ yang tidak memiliki izin untuk melanjutkan layanan tersebut.

Dia juga mendesak jamaah agar hanya berurusan dengan pendorong kursi roda yang memakai tanda resmi dan memiliki nomor pada dada mereka.*

 

HDYATULLAH

Memilih Lembaga Pendidikan untuk ‘Menyelamatkan’ Buah Hati Kita

Memilihkan pendidikan kepada anak, seperti memilihkan makanan sebelum diberikan. Bukan saja halal, tapi harus thoyyiban. Alias enak dan bergizi

 

BULAN Mei hingga Juli adalah waktu dimana orang tua sibuk berjibaku memilihkan atau mendaftarkan anak ke sebuah lembaga pendidikan. Sekolah formal yang naik daun adalah Sekolah Menengah Kejuruan (SMK).

Sementara untuk pondok pesantren yang paling favorite adalah pesantren yang memiliki program bahasa asing dan Tahfidz Quran.

Memilihkan pendidikan kepada anak, seperti memilihkan makanan sebelum diberikan. Makanan yang diberikan bukan saja halal, tapi harus thoyyiban. Bukan saja enak tapi harus bergizi.

Begitu pula saat mencarikan tempat pendidikan anak. Bukan saja yang penting sekolah, atau harus di sekolah favorit, atau di sekolah terkenal. Tapi harus memperhatikan nasabiah ilmu dan ideologisnya.

Persoalan memilihkan tempat pendidikan, juga penulis alami sendiri. Pada mulanya saya membebaskan pilihan untuk melanjutkan belajar di mana saja.

Nampaknya kegelisahan sedang dialami anak saya. Untuk mengatasi kegelisahan tersebut saya sarankan anak sulung saya untuk mencoba mendaftar di beberapa tempat.

 

Menurut saya ideologis harus jelas, yaitu ideologis keagamaan dan kebangsaannya. Karena kita hidup di bumi Indonesia.

Dalam mencari ilmu bukan saja kita ingin sekedar pandai, cerdas, mapan dalam satu pekerjaan, tapi harus memperhatikan manfaat dan barokahnya dari suatu ilmu.

Ilmu tersebut akan membawa kebaikan dan keselamatan kehidupan di dunia dan akhirat atau tidak. Karena yang kita tuju bukan sekedar sukses di dunia, tapi juga harus sukses di akhirat kelak.

Ilmu yang manfaat dan barakah adalah ilmu yang dapat memberikan kegunaan dan melahirkan kebaikan-kebaikan bagi dirinya , keluarganya, dan orang di sekitarnya, serta lingkungan yang lebih luas. Tidak melahirkan gangguan-gangguan kepada siapapun. Atau melahirkan kejelekan dan kerusakan bagi dirinya dan lingkungannya.

Supaya menghasilkan ilmu yang demikian, membawa spirit kemanfaatan menuju kebaikan bersama, harus lahir dari ilmu yang nasabnya jelas. Berantai sampai pada sumber ilmu melalui wasilah guru, kiai, maupun gejala alamiah lainnya yang tersambung secara runtut dan mutawatir.

Tempat yang pas untuk memberikan pendidikan kepada anak, menurut saya adalah pondok pesantren. Lembaga pendidikan yang didirikan oleh orang-orang yang telah memberikan kontribusi besar terhadap tegaknya NKRI.

Yang dalam perkembangannya pesantren memiliki lembaga formal tanpa meninggalkan kekhasannya, baik lembaga formal reguler maupun berbentuk lembaga modern dengan keunggulan baru yang ada di dalamnya. Ibarat makanan, yang baik, bergizi, yang insya Allah akan memberikan kemanfaatan dan keberkahan, sebagaimana bukti dan uji lulusan pesantren selama ini. Karena selalu dikawal oleh para pengasuhnya yang terjaga baik fisik terutama hatinya selama 24 jam.

Hal demikian, sangat tepat mengingat lingkungan yang saat sekarang kurang mendukung, penuh dengan virus negatif yang bebas bertebaran. Pagi hari anak dididik kebaikan terkadang ketika sorenya bertemu dengan hal-hal yang kurang baik.

Orang tua pun sudah tidak mampu mengontrol secara penuh. Jadilah anak tersebut terwarnai lingkungannya. Sekali lagi saya tegaskan, menurut saya pesantren menjadi solusi pendidikan umat di masa kini. Wallahu allam.*/Muhammad Ali Anwar, penulis adalah dosen Institut Agama Islam (IAI) Pangeran Diponegoro Nganjuk

 

HIDAYATULLH

Lalai, Berpaling, dan Lupa

Bila seseorang telah terjangkit lalai, dan penyakit tersebut bercongkol pada dirinya, maka ia tidak akan menyibukkan diri dengan ketaatan kepada Allah.

 

SESUNGGUHNYA tiga hal ini merupakan sebab terbesar dari sebab-sebab berkurangnya iman. Barangsiapa yang terjangkit kelalaian, disibukkan oleh kelupaan, sehingga ia pun berpaling karenanya, maka keimanannya akan berkurang dan melemah sesuai keberadaan ketiga perkara tersebut padanya atau juga sebagian dari ketiganya. Hal tersebut juga memberikan dampak baginya berupa sakitnya hati, atau bahkan matinya hati tersebut karena bercokolnya syahwat dan syubhat atas dirinya.

Ada pun lalai, maka Allah Subhanahu Wa Ta’ala telah mencela di dalam kitab-Nya, dan menggambarkan bahwa lalai adalah akhlak tercela yang merupakan salah satu akhlak orang-orang kafir dan munafik. Allah pun memperingatkan tentang kelalaian dengan peringatan yang keras, sebagaimana Dia berfirman,

Dan sesungguhnya, akan Kami isi neraka Jahanam banyak dari kalangan jin dan manusia. Mereka memiliki hati, tetapi tidak dipergunakannya untuk memahami (ayat-ayat Allah) dan mereka memiliki mata (tetapi) tidak dipergunakannya untuk melihat (tanda-tanda kekuasaan Allah), dan mereka mempunyai telinga (tetapi) tidak dipergunakannya untuk mendengarkan (ayat-ayat Allah). Mereka seperti hewan ternak, bahkan lebih sesat lagi. Mereka itulah orang-orang yang lengah.” (QS. Al-A’raf: 179)

Lalai merupakan penyakit berbahaya bila seseorang telah terjangkit dan penyakit tersebut bercongkol pada dirinya. Maka ia tidak akan menyibukkan diri dengan ketaatan kepada Allah, berdzikir mengingat-Nya, dan beribadah kepada-Nya, akan tetapi menyibukkan diri dengan berbagai perkara yang sia-sia dan jauh dari dzikir mengingat Allah.

Jika ia melakukan salah satu amal saleh, maka amalan tersebut tidak dibalut dengan sifat khusyu, tunduk, kembali (taubat), rasa takut, dan tidak terburu-buru, benar, dan ikhlas. Demikianlah pengaruh kelalaian yang buruk terhadap keimanan.

Ada pun berpaling, maka Allah telah menggambarkan di dalam Al-Qur’an bahwa sifat tersebut memiliki banyak pengaruh yang buruk, dengan akibat dan hasil yang jelek. Allah menyifati orang yang berpaling sebagai tiada seorang pun yang lebih zalim darinya dan ia termasuk golongan orang-orang pendosa. Hal ini sebagaimana firman Allah,

Dan siapakah yang lebih zalim daripada orang yang telah diperingatkan dengan ayat-ayat Tuhannya, kemudian dia berpaling darinya? Sungguh, Kami akan memberikan balasan kepada orang-orang yang berdosa.” (QS. As-Sajdah: 22).

Orang yang berpaling akan Allah jadikan hatinya tertutup dan terkunci, sehingga ia tidak memahami dan tidak mendapat petunjuk untuk selama-lamanya. Sebagaimana di dalam firman-Nya,

Dan siapakah yang lebih zalim daripada orang yang telah diperingatkan dengan ayat-ayat Tuhannya, lalu dia berpaling darinya dan melupakan apa yang telah dikerjakan oleh kedua tangannya? Sungguh, Kami telah menjadikan hati mereka tertutup, (sehingga mereka tidak) memahaminya, dan (Kami letakkan pula) sumbatan di telinga mereka. Kendati pun engkau (Muhammad) menyuru mereka kepada petunjuk, niscaya mereka tidak akan mendapat petunjuk untuk selama-lamanya.” (QS. Al-Kahfi: 57).

Kemudian keberpalingannya akan menyebabkan kehidupannya menjadi sempit, baik kehidupan di dunia maupun di akhirat. Sebagaimana Allah berfirman,

Dan barangsiapa berpaling dari peringatan-Ku, maka sungguh dia akan menjalani kehidupan yang sempit, dan Kami akan mengumpulkannya pada hari Kiamat dalam keadaan buta.” (QS. Thaha: 124).

Selanjutnya Allah juga menggambarkan bahwa orang yang berpaling dari mengingat Allah niscaya akan dijadikan baginya teman dekat dari kalangan setan-setan. Maka setan-setan itu pun merusakkan agamanya. Hal ini sebagaimana firman Allah,

Dan barangsiapa yang berpaling dari pengajaran Allah Yang Maha Pengasih (Al-Qur’an), Kami biarkan setan (menyesatkannya) dan menjadikan teman karibnya.” (QS. Az-Zukhruf; 36)

Orang yang berpaling akan memikul dosanya kelak di hari Kiamat, dan akan dimasukkan ke dalam azab yang sangat berat. Hal ini sebagaimana Allah swt berfirman,

Demikianlah Kami kisahkan kepadamu (Muhammad) sebagian kisah yang telah lalu, dan sungguh, telah Kami berikan kepadamu suatu peringatan (Al-Qur’an) dari sisi Kami. Barangsiapa berpaling dari (Al-Qur’an), maka sesungguhnya dia akan memikul beban yang berat (dosa) pada hari Kiamat.” (QS. Thaha: 99-100).

Juga ayat-ayat lainnya yang Allah menggambarkan di dalamnya tentang bahaya keberpalingan (dari mengingat Allah). Di antara bahaya dan keburukannya yaitu, keberpalingan merupakan penghalang dari keimanan dan menjadi penghalang lain bagi orang yang belum beriman, dan dapat melemahkan dan meredupkan iman orang yang telah beriman. Berdasarkan keberpalingan seseorang itulah ia akan mendapatkan bagian dari bahaya dan akibat buruknya ini.

Ada pun lupa, yaitu seseorang meninggalkan aturan yang diamanatkan untuk dijaga. Boleh jadi karena kelelahan hatinya, atau karena kelalaian. Boleh jadi juga karena memang bermaksud seperti itu, hingga dzikirnya diangkat dari hati, maka hal ini memiliki dampak yang luar biasa terhadap iman. Ini merupakan salah satu sebab dari sekian banyak sebab yang dapat melemahkan iman. Ketaatan akan menjadi sedikit, sementara kemaksiatan akan menjadi banyak dan mendominasi.

Lupa sebagaimana disebutkan di dalam Al-Qur’an terbagi menjadi dua macam:

1. Lupa pada seseorang yang tidak memiliki udzur padanya, yaitu lupa yang berasal dari kesengajaannya, sebagaimana firman Allah,

Dan janganlah kamu seperti orang-orang yang lupa kepada Allah, sehingga Allah menjadikan mereka lupa akan diri sendiri. Mereka itulah orang-orang fasik.” (QS. Al-Hasyr: 19)
2. Lupa seseorang yang memiliki udzur padanya, yaitu apa saja yang sebabnya bukan berasal dari dirinya. Hal ini sebagaimana firman Allah,

Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya. Dia mendapat (pahala) dari kebajikan yang dikerjakannya. (Mereka berdoa), “Ya Tuhan kami, janganlah Engkau hukum kami jika kami lupa atau kami melakukan kesalahan. Ya Tuhan kami, janganlah Engkau bebani kami dengan beban yang berat sebagaimana Engkau bebankan kepada orang-orang sebelum kami. Ya Tuhan kami, janganlah Engkau pikulkan kepada kami apa yang tidak sanggup kami memikulnya. Maafkanlah kami, ampunilah kami, dan rahmatilah kami. Engkaulah pelindung kami, maka tolonglah kami menghadapi orang-orang kafir.” (QS. Al-Baqarah: 286)

Seorang muslim dituntut untuk berjihad melawan nafsunya, dan menjauhkan dirinya dari terjerumus dalam kelupaan, sehingga tidak membahayakan bagi agama dan imannya.*/Sudirman STAIL (sumber buku: Sebab-sebab Bertambah dan Berkurangnya Iman, penulis Prof. Dr. Abdurrazzaq bin Abdul Muhsin Al-Abbad Al-Badr)

 

HIDAYATULLAH