Mengiringi Perbuatan Buruk dengan Perbuatan Baik

Jika kesalahan itu adalah membicarakan keburukan orang lain, maka kebaikan itu adalah dengan memuji orang tadi di hadapan orang yang diajak berghibah sebelumnya.

 

INI adalah cabang lain yang menyempurnakan dan memperkuat taubat, yaitu mengiringi keburukan dengan kebaikan, sehingga dapat menghapus pengaruhnya dan membersihkan kotorannya. Inilah yang diperintahkan oleh Rasulullah Shalallaahu ‘Alaihi Wasallam kepada Abu Dzar r.a. ketika beliau mewasiatkan kepadanya dengan wasiat yang agung ini.

Rasulullah bersabda,

“Bertakwalah di mana pun engkau berada, dan ikutilah perbuatan buruk dengan perbuatan baik, niscaya ia akan menghapusnya, dan perbaikilah manusia dengan akhlak yang baik.“ (HR. Ahmad dan Tirmizi dari Abu Dzar. Tirmizi berkata: Hadist ini hasan sahih).

Dalam konteks ini jika seorang muslim melakukan suatu perbuatan maksiat, maka hendaknya ia segera mengiringinya dengan perbuatan yang baik, misalnya, shalat, sedekah, puasa, istighfar, dzikir, tasbih, dan perbuatan baik yang lain. Seperti firman Allah Subhanahu Wa Ta’ala, “Dan dirikanlah sembahyang itu pada kedua tepi siang (pagi dan petang) dan pada bagian permulaan daripada malam. Sesungguhnya perbuatan-perbuatan yang baik itu menghapuskan (dosa) perbuatan-perbuatan yang buruk. Itulah peringatan bagi orang-orang yang ingat.” (QS. Hud: 114).

Dengan penjelasan firman Allah tersebut maka diketahui bahwa perbuatan buruk atau maksiat yang dilakukan tanpa sengaja akan terhapus oleh perbuatan baik.

Mengenai hal ini, ada beberapa contoh kemaksiatan dan perbuatan baik, sebagai berikut:

  1. Jika kesalahan itu adalah membicarakan keburukan orang lain di hadapan seseorang, maka kebaikan itu adalah dengan memuji orang tadi di hadapan orang yang diajak berghibah sebelumnya, atau ia beristighfar kepada Allah.
  2. Jika keburukannya itu adalah mencela seseorang di hadapan orang lain maka kebaikannya itu adalah menghormatinya, memuliakannya, dan menyebutnya dengan kebaikan.
  3. Orang yang kejahatannya adalah membaca buku-buku yang buruk, maka kebaikannya adalah membaca Al-Qur’an, hadist, dan ilmu-ilmu Islam.
  4. Orang yang keburukannya menghardik kedua orangtua maka kebaikannya itu adalah dengan berlaku sebaik-baiknya kepada kedua orangtuanya dan memuliakannya, serta berbuat baik kepadanya, terutama saat mereka dalam usia lanjut.
  5. Orang yang keburukannya adalah memutuskan silaturahmi serta berbuat buruk kepada saudara maka kebaikannya adalah berbuat baik kepada mereka serta berusaha menjaga persaudaraan, walaupun mereka memutuskannya, dan memberi mereka walaupun mereka belum pernah memberi.
  6. Jika keburukannya adalah duduk dalam tempat hiburan, main-main, dan melakukan yang haram maka kebaikannya itu adalah duduk di tempat kebaikan, dzikir, dan ilmu yang bermanfaat.

Itulah beberapa jenis kebaikan yang dapat menghapuskan dosa orang yang melakukan keburukan. Intinya keburukan harus dilawan dengan kebaikan, seperti dijelaskan oleh Imam al-Ghazali bahwa orang yang sakit diobati dengan lawannya penyakit itu.*/Sudirman STAIL (sumber buku: Meraih Cinta Ilahi Melalui Taubat Nasuha, penulis buku: Rizem Aizid)

 

HIDAYATULLAH

Tuduhan Makar yang Berakhir Manis

Salah seorang raja dari Bani Abbasiyyah memiliki tawanan yang akan dihukum mati. Raja memerintahkan kepala polisi membawa tawanan keesokan harinya untuk dieksekusi. Kepala polisi sempat berdialog dengan tawanan tersebut.

“Anda berasal dari mana?” tanya kepala polisi. “Dari Syam!” jawab tawanan itu. “Penduduk Syam umumnya orang-orang baik. Apakah Anda kenal dengan Fulan bin Fulan?” tanyanya. “Ya, saya mengenalnya.” Jawaban tawanan itu membuat kepala polisi senang. “Di mana keberadaannya sekarang? Saya memiliki pengalaman berkesan dan berutang budi kepadanya,” ujar kepala polisi dengan perasaan ingin secepatnya mengetahui keberadaan orang itu.

Tawanan tersebut tidak langsung menjawabnya, justru ia mengajukan pertanyaan, “Mohon ceritakan pengalaman anda dengan Fulan bin Fulan itu, setelah itu aku akan tunjukkan keberadaannya.”

“Lebih dari dua puluh tahun yang lalu, saya pernah bertugas menjadi polisi di Syam, terjadilah kudeta, dan pemimpin kami mati terbunuh. Saya pun dikejar-kejar untuk dibunuh oleh penguasa yang baru. Saya melarikan diri dan masuk ke sebuah rumah besar. Saya temui pemilik rumah dan memohon perlindungan darinya. Beliau tidak mengenal saya, tapi beliau langsung melindungi dan menyembunyikan saya di dalam rumahnya. Alhamdulillah, saya selamat! Saya dijamu dan dilayani dengan baik sekali.

Empat bulan kemudian, setelah suasana aman, saya izin untuk pulang ke Baghdad, karena keluarga saya tinggal di sana. Tuan rumah mencarikan rombongan kafilah pedagang yang akan berangkat ke Baghdad, memberikan uang sebesar lima ratus dinar (sekitar lebih dari satu miliar rupiah), menyiapkan kuda untuk tunggangan saya, keledai berisikan hadiah untuk keluarga saya dan seorang pembantu laki-laki untuk melayani saya selama perjalanan. Saya tidak akan melupakan jasa baiknya.” Kepala polisi mengakhiri kisahnya sambil menunggu kabar gembira dari tawanan.

”Saya lah Fulan bin Fulan!” ujar tawanan tersebut.  Kepala polisi kaget mendengarnya.  Setelah dites dengan beberapa pertanyaan, yakinlah kepala polisi bahwa tawanan tersebut adalah orang yang sedang dicarinya selama ini. Kepala polisi membuka borgol dari tangan dan kaki tawanan, disuruhnya mandi dan diberinya pakaian serta diberinya uang seribu dinar (sekitar lebih dari dua miliar rupiah), sebilah pedang dan seekor kuda. Kepala polisi memerintahkan tawanan untuk kabur dan dirinya siap menjadi tumbal dibunuh raja.

Kepala polisi mengetahui bahwa tawanan tersebut tidak berhak dihukum mati. Ia hanya mengkritisi kebijakan pemerintah dan menginginkan kebaikan bagi pemerintah dan masyarakat. Hanya saja, raja menganggap bahwa sikap kritisnya itu sebagai makar dan harus dihukum mati! Seandainya ada yang salah dari tawanan itu, yaitu tentang cara menasihati penguasa yang dapat menimbulkan kegoncangan dan ketidakstabilan dalam negara. Hendaklah penguasa dan penasihat mengevaluasi dan memperbaiki kekeliruan masing-masing. Hendaknya Umara dan Ulama saling menguatkan dan tolong-menolong dalam kebaikan dan takwa.

“Demi Allah, saya tidak akan pergi!” Tawanan menolak kabur. “Kalau Anda tidak mau kabur, saya akan memintakan maaf kepada raja, semoga saja raja memaafkanmu,” kepala polisi memberikan solusi yang disetujui oleh tawanan.

Keesokan harinya, kepala polisi membeli kain kafan dan menemui raja. Raja kaget, kepala polisi tidak membawa tawanan. Raja mengancam jika tawanan kabur maka ia akan membunuh kepala polisi. Kepala polisi menenangkan raja lalu menceritakan kisah hidupnya dan jasa tawanan terhadapnya. Hati raja luluh, ia kagum kepada kepala polisi dan tawanan, tawanan akhirnya dimaafkan.

Raja memberi uang 100 ribu dirham (sekitar tiga miliar lima ratus juta rupiah) dan menawarkan jabatan penting di Syam kepada  tawanan tersebut. Tawanan menolak uang dan jabatan dengan halus, lalu pamit meninggalkan Baghdad untuk kembali ke kampung halamannya.

Ada beberapa hikmah yang bisa kita petik dari kisah di atas. Pertama, sikap ksatria merupakan akhlak Islam. Membela kaum yang tertindas, menolong orang yang dizalimi merupakan sikap kepahlawanan. Para ksatria siap menerima risiko diteror, dipecat dari pekerjaan, dianiaya, dipenjara bahkan dibunuh sekalipun. Mereka adalah orang orang yang berpegang teguh dengan prinsip dan bukan orang yang mencari kepentingan dunia.

Allah berfirman memuji kaum Anshar yang artinya, “Dan orang-orang (Anshar) yang telah menempati kota Madinah dan telah beriman sebelum (kedatangan) mereka (Muhajirin), mereka mencintai orang yang berhijrah ke tempat mereka. Dan mereka tidak menaruh keinginan (hasad) dalam hati mereka terhadap apa yang diberikan kepada mereka (Muhajirin), dan mereka mengutamakan (Muhajirin), atas diri mereka sendiri, meskipun mereka juga memerlukan. Dan siapa yang dijaga dirinya dari kekikiran, maka mereka itulah orang-orang yang beruntung.” (QS. Al Hasyr 9)

Kedua, siapa yang menolong saudaranya pasti Allah akan menolongnya baik lewat orang yang ditolongnya atau melalui orang lain.

Ketiga, seorang yang ikhlas saat berbuat baik maka ia tidak membutuhkan ucapan terima kasih atau balasan dari manusia. Dalam kondisi terpaksa mereka menerima kebaikan orang lain jika dinilai tidak ada dampak negatif di balik itu. Bahkan balasan kebaikan ditolaknya untuk tetap menjaga kehormatan dirinya dan agar ia tidak terjerumus kepada penyimpangan.

Keempat, seorang yang bertekad kuat untuk melakukan kebaikan atau ingin membalas budi kebaikan orang lain maka Allah memudahkan baginya untuk merealisasikan niat baiknya.

Kelima, hati raja yang keras dan bersikap zalim menjadi lembut hatinya menyaksikan pejabat dan rakyat yang berjiwa ksatria. Raja menyadari kesalahannya dan mengharapkan kerja sama dengan mereka-mereka yang hidupnya memegang prinsip kebaikan dan mementingkan masyarakat banyak, bukan orang-orang yang egois dan kurang peduli dengan kesejahteraan masyarakat.

Keenam, dalam mempelajari suatu kejadian yang kita dengar atau baca, banyak data yang tidak lengkap. Sulit sekali bagi kita untuk segera memvonis pelaku sejarah. Yang lebih selamat adalah mengambil pelajaran dan hikmah dari suatu kejadian. Jika kita terburu-buru memvonis negatif kepada seseorang atau sekelompok orang, khawatir kita terjerumus kepada perbuatan dosa. Perlu dibedakan antara sikap bersangka buruk dengan sikap berhati-hati dan waspada.

 

Oleh Fariq Gasim Anuz

REPUBLIKA

Rasulullah tak Menyalatkan Jenazah Koruptor

ADA yang bertanya soal ide agar tokoh agama tidak menyalatkan koruptor. Menurut saya, sebagaimana di bawah ini.

Koruptor yang belum bertobat dan tidak mengembalikan hasil korupsinya sampai meninggal dunia, berarti mati dalam keadaan membawa dosa besar. Meskipun dosa besar, namun tindak korupsi tidak menyebabkan pelakunya jadi kafir. Artinya, jenazahnya tetap disikapi sebagai jenazah muslim. Dia wajib dimandikan, dikafani, dishalatkan, dan dimakamkan di pemakaman kaum muslimin.

Selama dia muslim, dia mendapat hak untuk dihargai sebagai muslim.

Dari Abu Hurairah radhiyallahu anhu, Nabi shallallahu alaihi wa sallam berpesan,

“Kewajiban seorang muslim kepada muslim yang lain, ada enam.”Para sahabat bertanya, Apa saja itu, Ya Rasulullah?

Beliau sebutkan dengan rinci, diantaranya,

“Apabila sakit, mereka menjenguknya dan apabila meninggal, harus diantarkan jenazahnya. (HR. Ahmad 9080 dan Muslim 5778).

Tokoh agama tak ikut menyalatkan

Meskipun demikian, bukan berarti setiap orang dianjurkan menyalatkan jenazahnya. Karena koruptor yang mati dan belum bertobat, dia berhak mendapatkan hukuman sosial. Hukuman dalam bentuk jenazahnya tidak disalati oleh tokoh agama dan setiap orang yang diharapkan doanya.

Bukan karena mereka kafir, namun sebagai peringatan bagi masyarakat lainnya, bahwa orang semacam ini tidak dishalatkanoleh mereka yang diharapkan doanya.

Imam an-Nawawi menukil riwayat dari Imam Malik,

“Dari Imam Malik dan yang lainnya, bahwa pemuka masyarakat selayaknya menghindari shalat jenazah yang mati karena hukuman had. Dan tokoh agama, tidak boleh menshalati orang fasik, sebagai peringatan bagi mereka. (Syarh Shahih Muslim, an-Nawawi, 7/47)

Hukuman sosial semacam ini, pernah diberikan oleh Nabi shallallahu alaihi wa sallam kepada koruptor di masa beliau.

Sahabat Zaid bin Khalid al-Juhani radhiyallahu anhu menceritakan,
Ada salah seorang sahabat Nabi shallallahu alaihi wa sallam yang meninggal pada peristiwa Khaibar.

Merekapun berharap agar Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam mensalati jenazahnya. Namun beliau tidak berkenan mensalatkannya. Beliau justru menyuruh kami, “Salatkan teman kalian.”

Wajah para sahabat spontan berubah karena sikap beliau.Di tengah kesedihan yang menyelimuti mereka, Nabi shallallahu alaihi wa sallam menyebutkan alasannya,

“Teman kalian ini melakukan korupsi saat jihad fi sabilillah.”

Kami pun memeriksa barang bawaannya, ternyata dia mengambil manik-manik milik orang Yahudi (hasil perang Khaibar), yang nilainya kurang dari dua dirham. (HR. an-Nasai 1959, Abu Daud 2710, Ibnu Majah 2848, dan dishahihkan Syuaib al-Arnauth).

Ada beberapa pelajaran dari hadis ini. Pertama, orang yang mati dalam kondisi suul khatimah, disarankan agar tokoh agama tidak turut mensalati jenazahnya. Sebagai hukuman sosial baginya, dan memberikan efek jera bagi masyarakat lainnya. Betapa sedih pihak keluarga, ketika jenazah sang ayah tidak disalati tokoh agama dan orang saleh yang diharapkan doanya.

Kedua, orang yang mati suul khotimah statusnya masih muslim. Nabi shallallahu alaihi wa sallam tetap menyuruh para sahabat untuk mensalati jenazah orang ini. Sekalipun beliau tidak mau mensalatkannya.

Ketiga, sekecil apapun korupsi, tetap korupsi. Manik-manik seharga dua dirham, nilai yang sangat murah. Apa yang bisa kita bayangkan, ketika dia korupsi raturan juta?

Keempat, pahala jihad, tidak memadamkan dosa korupsi. Orang itu, meninggal di medan jihad.
Namun sebelum meninggal, dia korupsi. Korupsi di negara kita, apa ada yang punya pahala jihad?

Semua ancaman di atas, menunjukkan betapa buruknya tindak korupsi di mata agama dan masyarakat. Semoga Allah melindungi diri kita dan masyarkat kita dari penyakit berbahaya ini.

[konsultasi syariah, Ustaz Ammi Nur Baits]

Minum Ketika Sedang Jumatan, Batalkah?

ADA yang bertanya, bolehkah minum ketika seseorang mendengarkan khutbah Jumat? Ia melihat hal itu dilakukan seorang jemaah yang membawa air minum kemasan.

Selama mendengarkan khutbah jumat, makmum dituntut untuk konsentrasi penuh, sehingga bisa mendengarkan khutbah dengan seksama. Sehingga Nabi shallallahu alaihi wa sallam melarang makmum untuk melakukan aktivitas apapun yang bisa mengganggu konsentrasinya.

Dari Abu Hurairah radhiallahuanhu, Nabi shallallahu alaihi wa sallam bersabda,

“Jika engkau berkata pada sahabatmu pada hari Jumat, Diamlah,” padahal khotib sedang berkhotbah, sungguh engkau telah berbuat sia-sia.”(HR. Bukhari 934 dan Muslim 851).

Apakah minum dihukumi sama dengan berbicara? Ulama berbeda pendapat. Pertama, dilarang makan atau minum ketika mendengarkan khutbah. Bahkan bisa membatalkan salat.

Kedua, makruh jika tidak karena haus. Hanya untuk menikmati minuman. Ketiga, dibolehkan, selama masih bisa berkonsentrasi dalam mendengarkan khutbah.

Ketiga pendapat itu disebutkan an-Nawawi dalam kitabnya,

“Makruh bagi makmum untuk minum hanya dalam rangka menikmati (tidak haus), dan boleh minum bagi yang kehausan. Baik bagi makmum maupun khatib. Ini pendapat mazhab kami, Syafiiyah. Sementara Ibnul Mundzir mengatakan, “Imam Thawus, Mujahid, dan as-Syafii memberi keringanan untuk minum. Sementara Imam Malik, al-AuzaI, dan Ahmad melarangnya.” Al-AuzaI mengatakan, “Jumatan bisa batal apabila makmum minum, ketika imam sedang berkhutbah.” (al-Majmu, 4/529)

Namun pernyataan al-AuzaI bahwa jumatan bisa batal gara-gara makmum minum, ini dinyatakan al-Abdari, pernyataan ini bertentangan dengan ijma. An-Nawawi menyebutkan,

Al-Abdari mengatakan, “Pernyataan al-AuzaI bertentangan dengan Ijma” (al-Majmu, 4/529)

Dan setiap yang bertentangan dengan ijma, dia tidak berlaku.Allahu alam.

 

[Ustaz Ammi Nur Baits/Konsultasisyariah]

Kesalahan-kesalahan Jemaah dalam Salat

TERMASUK di antara manfaat yang dapat dipetik dari salat berjemaah ialah saling memberikan pengajaran ilmu syari antarjemaah satu dengan lainnya.

Salah satu contohnya: Terkadang seorang salah dalam tata cara salat maka jemaah lain yang tahu kemudian membenarkannya. Inilah rahmat yang Allah turunkan kepada umat ini lewat syariat salat berjemaah. Berikut ini akan kami sampaikan beberapa kesalahan yang seringkali terjadi dalam praktik salat berjemaah sebagai bentuk nasihat kepada kaum muslimin secara umum.

Tidak Memperhatikan Kerapian dan Kelurusan Shaf

Rasulullah shallallahu alaihi wasallam telah bersabda yang artinya, “Sebaik-baik shaf bagi laki-laki adalah yang paling depan, sedangkan shaf yang paling buruk adalah yang paling akhir. Sedangkan shaf yang terbaik bagi wanita adalah paling belakang dan yang paling buruk adalah yang paling depan.” (HR. Muslim).

Tapi sungguh sangat disayangkan sebagian kaum muslimin tidak berlomba-lomba untuk mendapatkan kebaikan ini, bahkan mereka malah menghindari dan enggan untuk memposisikan diri pada shaf yang pertama, dengan mereka mempersilahkan orang lain untuk berada di shaf depan. Kaidah Fiqhiyah mengatakan: “Mengutamakan orang lain dalam masalah ibadah adalah terlarang”.

Kesalahan lain yang banyak muncul adalah tidak meluruskan ataupun merapatkan shaf. Rasulullah bersabda yang artinya, “Luruskan shaf-shaf kalian, karena lurusnya shaf termasuk kesempurnaan shalat.” (HR. Bukhori Muslim)

Mendahului Maupun Menyertai Gerakan Imam

Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda yang artinya, “Tidakkah orang yang mengangkat kepalanya mendahului imam merasa takut kalau Allah merubah kepalanya menjadi kepala keledai.” (HR. Bukhori, Muslim). “Sesungguhnya ubun-ubun orang yang merunduk dan mengangkat kepalanya mendahului imam berada di dalam genggaman setan.” (HR. Thobroni dengan status hasan)

Adapun larangan membarengi gerakan imam maka dasarnya adalah sabda Rasulullah shallallahu alaihi wasallam, “Sesungguhnya imam itu dijadikan untuk diikuti. Jika imam telah ruku maka ruku-lah kalian dan jika imam bangkit maka bangkitlah kalian.” (HR. Al Bukhori). Dari hadis ini diambil kesimpulan terlarangnya mengakhirkan atau melambatkan gerakan dari imam. Adapun yang diperintahkan adalah mengikuti atau mengiringi gerakan imam.

Sibuk Dengan Berbagai Macam Doa Sebelum Takbirotul Ihrom

Sering kali kita lihat sebagian kaum muslimin sebelum salat menyibukkan melafalkan niat. Sebagian mereka membaca surat An Naas dengan dalih untuk menghilangkan was-was setan. Begitu juga ada makmum yang mengatakan: Samina wa Athona ketika mendengar perintah untuk meluruskan shaf dari imam: Sawwuu shufuufakum! Padahal perintah dari imam tadi butuh pelaksanaan, bukan butuh jawaban. Sebaik-baik petunjuk adalah petunjuk Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam.

Hendaklah kaum muslimin bersegera meninggalkan segala macam tata cara ibadah yang tidak bersumber dari beliau.

Sibuk Dengan Salat Sunah Padahal Telah Iqomah

Terkadang kita jumpai seseorang yang malah sibuk dengan salat nafilah/sunah ketika iqomat telah dikumandangkan atau yang lebih parah malah memulai salat sunah baru dan tidak bergabung dengan salat wajib. Hal ini menyelisihi sabda Rasululloh shallallahu alaihi wasallam yang artinya: “Apabila iqomah sudah dikumandangkan, maka tidak ada salat kecuali salat wajib.” (HR. Muslim)

Menarik Orang Lain di Shaf Depannya Untuk Membuat Shaf Baru

Hadis-hadis yang menjelaskan masalah ini bukan termasuk hadis yang sahih, maka perbuatan ini tidak boleh dilakukan bahkan dia wajib bergabung dengan shaf yang ada jika memungkinkan. Jika tidak maka boleh dia salat sendiri di shaf yang baru, dan salatnya dianggap sah karena Allah tidaklah membebani seorang kecuali sesuai kemampuannya (Lihat Silsilah Al Hadits Ash Shohihah wal Mauduat). Wallohu Alam.[muslimorid]

 

MOZAIK

Tiga Waktu Terbaik Hubungan Intim

DALAM Islam, tidak ada larangan kapan pasangan suami istri berkehendak melakukan hubungan, selain tentu saja waktu-waktu kondisi yang dilarang, misalnya istri tengah haid dan atau siang hari di bulan Ramadan.

Namun ternyata, ada juga waktu dimana hubungan akan jadi sangat baik jika dilakukan. Pertama, saat seorang suami membutuhkan. Kebutuhan suami akan hubungan tidak sama dengan istri. Menurut hadis, jika ada lelaki melihat wanita yang membuatnya terpikat, hendaknya dia segera mendatangi istrinya. Karena apa yang ada pada istrinya juga ada pada wanita itu.

Ini menurut HR. Turmudzi 1158, Ibnu Hibban 5572, ad-Darimi dalam Sunannya 2261, dan yang lainnya.”Jika si istri dipanggil oleh suaminya karena perlu, maka supaya segera datang, walaupun dia sedang masak.” (H.r.Tirmidzi, dan dikatakan hadis Hasan).

Kedua, waktu sebelum Shubuh, di waktu Dzuhur, dan sesudah Isya. Mungkin karena itu, maka ada istilah serangan fajar. “Hai orang-orang yang beriman, hendaklah budak-budak (lelaki dan wanita) yang kamu miliki, dan orang-orang yang belum balig di antara kamu, meminta izin kepada kamu tiga kali (dalam satu hari) yaitu: sebelum shalat subuh, ketika kamu menanggalkan pakaian (luar)mu di waktu dzuhur dan sesudah shalat Isya. (Itulah) tiga waktu aurat bagi kamu. tidak ada dosa atasmu dan tidak (pula) atas mereka selain dari (tiga waktu) itu,” (QS. An-Nur: 58).

Tafsir dari hadits ini adalah sebagai berikut: “Dulu para sahabat radhiyallahu anhum, mereka terbiasa melakukan hubungan badan dengan istri mereka di tiga waktu tersebut. Kemudian mereka mandi dan berangkat shalat. Kemudian Allah perintahkan agar mereka mendidik para budak dan anak yang belum baligh, untuk tidak masuk ke kamar pribadi mereka di tiga waktu tersebut, tanpa izin. (Tafsir Ibn Katsir, 6/83).

Ketiga, di akhir malam, setelah Tahajud. “Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam tidur di awal malam, kemudian bangun tahajud. Jika sudah memasuki waktu sahur, beliau shalat witir. Kemudian kembali ke tempat tidur. Jika beliau ada keinginan, beliau mendatangi istrinya. Apabila beliau mendengar adzan, beliau langsung bangun. Jika dalam kondisi junub, beliau mandi besar. Jika tidak junub, beliau hanya berwudhu kemudian keluar menuju shalat jamaah. (HR. an-Nasai 1680)

Mengakhirkan hubungan hingga akhir malam itu lebih baik. Karena di awal malam terkadang pikiran orang itu penuh. Dan melakukan jima di saat pikiran penuh, bisa jadi membahayakan dengan sepakat para ahli, karena bisa jadi dia tidak bisa mandi, sehingga dia tidur dalam kondisi junub, dan itu hukumnya makruh. (Mirqah al-Mashabih, 4/345). []

 

MOZAIK

Dari berbagai sumber

Neraka Ditampakkan di Padang Mahsyar

KITA mengetahui dan mengakui kebenaran adanya tempat lain yang akan kita singgahi setelah dunia ini, yakni alam akhirat. Hanya, sebelum sampai ke tempat itu, ada beberapa fase tempat yang akan kita lewati.

Salah satunya ialah padang mahsyar.Padang mashyar merupakan tempat dikumpulnya seluruh manusia di muka bumi ini, dari mulai penghuni pertama muka bumi hingga penghuni terkahir di muka bumi. Ada berbagai macam jenis manusia dan tentunya itu yang menentukan keadaan mereka di sana.

Ada satu hal yang membuat orang-orang berdosa gemetar karena merasa sangat takut akan tempat yang ia singgahi nantinya. Apakah itu? Yakni ditampakkan neraka. Hal ini disaksikan oleh umat manusia.

Allah SWT berfirman, “Dan pada hari itu diperlihatkan neraka Jahannam, dan pada hari itu sadarlah manusia, tetapi tidak berguna lagi baginya kesadaran itu,” (QS. Al-Fajr: 23).

Muslim berkata di dalam kitab Shahihnya, Umar bin Hafsh bin Ghiyats bercerita kepada kami, ayahku bercerita kepadaku, dari Al Ala bin Khalid Al Kahil, dari Syaqiq, dari Abdullah bin Masud, Rasulullah SAW bersabda, “Pada hari itu neraka Jahannam didatangkan dengan 70 ribu utas tali kekang, setiap tali kekang terdapat 70 ribu malaikat yang menyeretnya.”

Yang demikian ini juga diriwayatkan oleh Tirmidzi secara marfu, dan juga diriwayatkan dari jalur lain oleh Tirmidzi dan Ibnu Jarir secara mauquf. []

Sumber: Bencana dan Peperangan Akhir Zaman Sebagaimana Rasulullah SAW Kabarkan/Karya: Ibnu Katsir/Penerbit: Ummul Qura

 

MOZAIK

Mengerikan, Inilah Azab Pedih Pelaku Bunuh Diri

KEHIDUPAN ini tak selamanya berjalan dengan mulus. Ada kalanya seseorang menempuh ujian, yang menurutnya memberatkan baginya. Maka, tak jarang orang yang berputus asa ketika dilanda ujian kehidupan.

Padahal, Allah SWT adalah Dzat yang Maha Pengasih dan Penyayang. Dia tak akan membiarkan hamba-Nya berada dalam kesulitan dengan membiarkan menempuh ujian tanpa ada penyelesaian.

Tapi, mengapa banyak orang lebih memilih mengakhiri hidupnya sendiri? Bukankah setiap permasalahan pasti ada solusinya. Inilah mereka yang memiliki mental rendah, di mana ketika dilanda ujian ia merasa diberi beban kehidupan. Sehingga, dengan mengakhiri hidupnya dianggap jalan terbaik untuk menyelesaikan permasalahan.

Padahal, tidak demikian adanya. Mereka yang bunuh diri akan mendapatkan permasalahan baru yang lebih dahsyat daripada ketika hidupnya di dunia. Mereka akan memperoleh azab yang amat pedih di akhir zaman kelak.

Diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim dari Abu Hurairah RA, berkata bahwa Rasulullah SAW bersabda, “Siapa yang bunuh diri dengan besi di tangannya, dia (akan) menikam perutnya di dalam neraka jahannam yang kekal (nantinya), (dan) dipertahankan di dalamnya. Dan siapa yang meminum racun lalu bunuh diri dengannya, maka (dia) akan meminumnya perlahan-lahan di dalam neraka jahannam yang tetap, (dan) dipertahankan di dalamnya. Dan barangsiapa yang bunuh diri dengan menjatuhkan dirinya dari atas gunung, dia akan jatuh ke dalam neraka jahannam yang kekal (dan) dipertahankan di dalamnya selama-lamanya.”

Diriwayatkan pula oleh Bukhari dan Muslim dari Tsabit bin Dhahhak RA, bahwa Rasulullah SAW bersabda, “Siapa yang membunuh dirinya dengan sesuatu di dunia, maka dia disiksa dengan (alat tersebut) pada hari kiamat.” []

 

 

Sumber: 1001 Siksa Alam Kubur/Karya: Ust. Asan Sani ar Rafif/Penerbit: Kunci Iman

MOZAIK

Tentara Israel Telanjangi dan Foto Tahanan Wanita Palestina

REPUBLIKA.CO.ID, RAMALLAH — Seorang tahanan perempuan asal Palestina bernama Khitam Sa’afeen mengaku mengalami pelecehan oleh tentara Israel. Perlakuan tidak menyenangkan tersebut ia hadapi saat ditangkap dan dibawa ke penjara oleh para tentara.

Laman Middle East Monitor melaporkan, tentara Israel menggerebek rumah Sa’afeen pada 2 Juli 2017 pukul 02:30 pagi. Ia dibawa ke kamar dan digeledah hingga tak berpakaian, lantas diabadikan menggunakan kamera dan ponsel pribadi para tentara selama perjalanan ke penjara Ofer.

“Salah satu tentara mengatakan bahwa dia akan mengunggah foto saya di Facebook,” ujar Sa’afeen, menambahkan bahwa begitu tiba di penjara Ofer dia ditempatkan dalam kerangkeng, diborgol, dan kembali digeledah.

Organisasi HAM, Amnesty International mengecam perlakuan tersebut dan meminta penyelidikan atas pelanggaran yang ada. Amnesty menyatakan tengah menindaklanjuti perkembangan kasus itu dan akan berjuang untuk pembebasan Sa’afeen.

Sa’afeen ditangkap bersama tokoh senior Popular Front for the Liberation of Palestine (PFLP) Khalida Jarrar. Kedua perempuan tersebut ditangkap dari rumah mereka di Ramallah sebelum dipindahkan ke pusat penahanan Israel.

Penjara Ofer yang sebelumnya dikenal dengan sebutan Incarceration Facility 385 adalah lokasi tawanan milik Israel yang terletak di Tepi Barat antara Ramallah/Beituniya dan Giv’at Ze’ev. Tempat tersebut adalah satu dari tiga fasilitas yang sama, selain penjara Megiddo dan Ktzi’ot.

Rep: Shelbi Asrianti / Red: Nur Aini

Ini Hebatnya Bahasa ‎Arab di Dunia

Keindahan gaya bahasa Arab hampir tidak bisa ditiru oleh bahasa-bahasa dunia. Selain mempererat suku-suku di Arab, bahasa Alquran itu telah berkontribusi besar bagi kehidupan di dunia ini.

“Tradisi setempat menjadi lebih baik. Sains dan peradaban Islam berkembang dan menjadi rujukan peradaban lain,” kata Profesor Barbara Michalak Pikulska, Pakar Bahasa Arab asal Polandia saat berorasi di Auditorium Universitas Darussalam Gontor, Ponorogo Jawa Timur, Senin (10/7).

Barbara adalah salah satu anggota majlis Umada’ Markaz Bahasa Arab King Abdullah bin Abdul Aziz as-Saud yang getol menyiarkan bahasa arab sebagai bahasa internasional. Salah satu buku karyanya, The contemporary Kuwaiti short story in peacetime and war, 1929-1995 mendapat pujian dari Bulletin of the School of Oriental and African Studies (SOAS), University of London.

Buletin tersebut menyatakan bahwa buku tersebut memiliki nilai akademis yang sangat tinggi berdasarkan bacaan yang sangat kaya dan pengetahuan personal terhadap para penulis Kuwait.

Sastra Arab menurut Barbara, dipilih oleh banyak pakar bahasa di Eropa karena muatan isinya yang sangat luar biasa. Sastra Arab juga terbukti mampu menembus berbagai bahasa dunia, termasuk bahasa Polandia yang konon merupakan salah satu bahasa tersulit di dunia.

“Hal ini bagi kami sangat mengejutkan, mengingat beliau sendiri adalah seorang yang berasal dari Eropa,” ungkap Dr Abdul Hafidz Zaid, Wakil Dekan Fakultas Humaniora Unida Gontor.

Pelajaran terpenting dari presentasi Barbara adalah bahwa sastra Arab itu tidak hanya milik orang Arab saja, akan tetapi sudah dimiliki oleh seluruh dunia. Ini terlihat dari banyaknya pakar sastra Arab yang lahir di belahan bumi Eropa.

“Kedatangan beliau ke Unida Gontor adalah motivasi bagi kita semua untuk semakin mendalami lagi sastra Arab dengan berbagai jenis, kekhasan dan karakteristiknya masing-masing,” Ungkap Profesor Amal Fathullah Zarkasyi, Rektor Unida Gontor.‎

 

REPUBLIKA