Salat Jemaah di Rumah tak Suka kepada Sunah Nabi?

ADA yang bertanya, “Apakah boleh seseorang salat jemaah bersama keluarganya di rumah?”

Pertanyaan itu dijawab Syaikh Shalih bin Muhammad Al Luhaidansebagai berikut:

Jika rumah Anda tidak terdapat satu pun masjid di lingkungan sekitarnya atau Anda memiliki udzur untuk melaksanakan salat di masjid maka hukumnya boleh bahkan lebih afdal Anda salat berjemaah di rumah bersama keluarga anda. Bahkan lebih afdal juga bagi istri Anda, ia salat bermakmum pada Anda.

Namun tidak diperbolehkan seseorang muslim (lelaki) salat berjemaah di rumahnya dan meninggalkan salat jemaah di masjid-masjid. Ini hukumnya haram, karena menyelisihi sunnah Nabi Shallallahualaihi Wasallam dan karena itu merupakan bentuk ketidaksukaan terhadap sunah Nabi. Dan ketika seseorang tidak suka terhadap sunah Nabi dan lebih menuruti nafsunya, itu karena keadaan dirinya yang rusak.[ ]

 

 

Sumber: http://ar.islamway.net/fatwa/30506

MOZAIK

Serap Cahaya Rasul di dunia Memancar Saat Kiamat

KITA semua tau bahwa manusia dan seluruh makhluk hidup yang ada di bumi ini membutuhkan matahari. Berkat cahayanya kita dapat melihat dan karena panasnya kita dapat bertahan hidup. Jika matahari padam sedetik saja, segala sesuatu akan hancur dan binasa.

Nah kali ini, kita akan mengutip satu ayat yang sedikit berkaitan dengan sains. Allah swt Berfirman, “Yaitu (Allah) yang menjadikan api untukmu dari kayu yang hijau, maka seketika itu kamu nyalakan (api) dari kayu itu.” (QS.Yasiin:80)

Tentu ayat ini memiliki tafsiran serta pembuktian sains yang luas. Namun secara umum kita dapat mengambil pelajaran bahwa semakin banyak tumbuhan menyerap panas matahari maka ia akan semakin banyak menghasilkan api (ketika terbakar). Memang kebanyakan tumbuhan itu berwarna hijau, tapi di dalamnya menyimpan kandungan panas matahari.

Namun bukan ini maksud yang akan kita tuju. Jika kita mengenal matahari sebagai sumber cahaya bagi penduduk bumi, jangan lupa bahwa ada cahaya yang jauh lebih besar dari itu. Ciptaan Allah yang mentransfer cahaya keseluruh alam semesta, bahkan karenanya matahari dapat bersinar. Siapa lagi kalau bukan cahaya pertama, Nabi Muhammad saw.

“Dan untuk menjadi penyeru kepada (agama) Allah dengan izin-Nya dan sebagai cahaya yang menerangi.” (QS.Al-Ahzab:40)

Posisi kita di hadapan Rasulullah saw seperti posisi tumbuhan hijau di hadapan matahari. Semakin banyak ia menyerap cahaya matahari, semakin banyak pula api yang terkandung didalamnya. Semakin banyak kita menyerap cahaya Rasulullah saw, semakin besar pula cahaya yang akan kita pancarkan di Hari Kiamat.

“Pada hari engkau akan melihat orang-orang yang beriman laki-laki dan perempuan, betapa cahaya mereka bersinar di depan dan di samping kanan mereka.” (QS.Al-Hadid:12)

Orang munafiq (yang tidak pernah menyerap cahaya dari Rasulullah saw) tidak akan memiliki cahaya di akhirat. Hingga kelak mereka akan mengemis kepada orang-orang mukmin. Namun Allah menolak permintaan mereka, karena cahaya itu tidak bisa didapatkan di akhirat, ia hanya bisa dibawa dari alam dunia dengan mendekatkan diri kepada Rasul saw.

Pada hari orang-orang munafik laki-laki dan perempuan berkata kepada orang-orang yang beriman, “Tunggulah kami! Kami ingin mengambil cahayamu.” (Kepada mereka) dikatakan, “Kembalilah kamu ke belakang (dunia) dan carilah sendiri cahaya (untukmu).” Lalu di antara mereka dipasang dinding (pemisah) yang berpintu. Di sebelah dalam ada rahmat dan di luarnya hanya ada azab. (QS.Al-Ahzab:13)

Mari kita semakin mendekati Rasulullah saw, karena hanya itulah satu-satunya cara untuk menyerap cahaya dari beliau. Semoga kita dibangkitkan sebagai orang-orang yang bercahaya di hari kiamat.

 

MOZAIK

Info Haji: Perhatikan dan Patuhi Lampu Isyarat Larangan Lempar Jumrah

Pemerintah Arab Saudi memberlakukan larangan melempar jamarat pada waktu-waktu tertentu. Untuk mendukung dipatuhinya larangan tersebut lampu Traffic Light akan di pasang di depan tenda jamaah haji selama berada di Mina.

Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin, menjelaskan pihak Muassasah al-Muthawif Asia Tenggara menyediakan rambu-rambu berupa lampu merah dan hijau di depan tenda masing-masing jamaah. Lampu merah pertanda larangan berangkat melempar jamarat. Sedangkan lampu hijau bermakna diperbolehkannya melempar jamarat.

“Bagi mereka yang hendak lempar jumrah harus memperhatikan sinyal atau lampu-lampu tersebut,” kata dia saat meninjau persiapan tenda-tenda di Mina, Sabtu (26/8) seperti dilaporkan wartawan Republika.co.id, Nashih Nashrullah, dari kawasan Mina, Makkah, Arab Saudi.

Pengaturan lampu tersebut, kata Menag Lukman, dikelola langsung pengurus maktab dan berkoordinasi dengan petugas haji Indonesia. Pihaknya juga terus mensosialisasikan waktu-waktu pelarangan jamarat kepada jamaah haji Indonesia.

Lebih lanjut, Menag Lukman menambahkan berbeda dengan Arafah, sejumlah fasilitas di Mina memang terbatas. Baik dari segi ketersediaan tenda dan fasilitas pendukung seperti toilet. Pemerintah Indonesia telah menyarankan penambahan sejumlah tenda dan toilet dengan pembangunan bertingkat seperti di Arafah.

Dia mengimbau jamaah haji selama mabit di Mina untuk bijak menggunakan fasilitas toilet. “Ini yang perlu dipikirkan untuk kenyamanan jamaah. tidak hanya jamaah Indonesia tetapi jamaah dunia itu juga bisa terwujud,” kata dia.

Berdasarkan pantauan Republika.co.id, sejumlah fasilitas pendukung di Mina sudah tersedia antara lain pendingin ruangan, kulkas, dan layanan air panas untuk keperluan memasak mi instan atau menyeduh teh dan kopi.

Jadwal Larangan Lempar Jumrah: 

Berikut ini waktu yang dilarang bagi jamaah haji Indonesia untuk melontar jumrah yang menjadi salah satu wajib haji:

 

  1.  10 Zulhijjah larangan melontar jamarat mulai pukul 06.00–10.30 waktu Arab Saudi (WAS).
  2.  11 Zulhijjah larangan melontar jamarat mulai pukul 14.00–18.00 WAS.
  3.  12 Zulhijjah larangan melontar jamarat mulai pukul 10.30–14.00 WAS.

 

REPUBLIKA

Sempurnakan Hajimu!

Ibadah haji adalah ibadah super akumulatif yang terdiri dari beberapa manasik yang terangkum di dalamnya ibadah fisik dan harta, ibadah hati, lisan dan perbuatan, ibadah yang bersifat personal dan kolektif, ibadah yang mengarah kepada ma’rifatullah (mengenal Allah) dan ma’rifatun nafs (mengenal diri sendiri). Haju juga sebagai ibadah yang melibatkan berbagai pihak, baik pemerintah maupun swasta, bahkan bangsa dan negara ikut serta terlibat, baik secara langsung maupun tidak langsung, dalam prosesi ibadah agung ini. Karenanya tepat perintah Allah SWT untuk ibadah yang satu ini adalah ‘sempurnakan’!.

Perintah ‘sempurnakan haji dan umrahmu karena Allah’ adalah perintah yang tertuang di surat Al-Baqarah: 196. Sesuai dengan urutan mushaf, ayat ini adalah ayat pertama yang berbicara tentang ibadah haji.

وَأَتِمُّوا الْحَجَّ وَالْعُمْرَةَ لِلَّهِ ۚ
“Dan sempurnakanlah ibadah haji dan umrah kalian karena Allah…..”

Secara redaksional, perintah Alquran untuk menjalankan ibadah berbeda-beda, masing-masing memiliki penekanan sendiri yang beragam. Redaksi perintah shalat misalnya adalah ‘dirikanlah shalat’. Redaksi perintah zakat adalah ‘tunaikanlah zakat’. Sedangkan redaksi perintah haji adalah ‘sempurnakanlah’.

Selain aspek bahasa yang merupakan salah satu bentuk dari i’jazul Quran yang dikupas oleh para ulama atas perbedaan redaksional tersebut, tentu menyimpan hikmah yang layak untuk digali dengan ‘nawaitu’ kesempurnaan ibadah haji semua jamaah. Karena siapapun ingin ibadah yang dijalankannya bernilai sempurna ‘cum laude’. Kesempurnaan dalam menjalankan ibadah menunjukkan kesungguhan seseorang dalam beribadah. Apalagi memang untuk ‘ibadah’ inilah segenap manusia dan jin diciptakan oleh Allah swt.

Kenapa ‘sempurnakanlah’? Tidak cukup dengan ‘laksanakan, kerjakan atau redaksi lain yang semisal dengannya?. Menyempurnakan berarti menjalankan manasik dengan sebaik-baiknya, memenuhi ketentuan wajib dan sunnahnya, memelihara diri dari larangan yang dapat mengurangi nilai kesempurnaan, atau malah menggugurkannya.

Ibadah haji adalah ibadah yang paling banyak manasiknya, pantang larangnya, juga paling besar keutamaan dan pahalanya. Kesempurnaan itulah yang disebut oleh Rasulullah saw dengan istilah haji mabrur :
والحج المبرور ليس له جزاء إلا الجنة
‘Haji yang mabrur tidak ada balasan lain melainkan surga’. (HR. Bukhari)

Mari kita doakan semua jamaah yang akan, sedang, dan berniat utk menunaikan haji agar mereka mampu menyempurnakan haji mereka karena Allah swt. Amiin. Titel atau gelar haji mabrur itulah yang diharapkan dapat mempengaruhi segenap perilaku kehidupannya pascaibadah haji lebih baik, lebih maslahat, dan lebih bermanfaat.

Oleh: Attabik Lutfi, Ketua Bidang Dakwah PP Ikadi

IHRAM

Hujan di Tanah Suci Makkah dan Ihwal Kerinduan

Dari terminal Ajyad, lokasi yang menjadi pos bus antar-jemput (shalawat) jamaah haji Indonesia, saya menyusuri jalanan menuju Bab as-Salam (baca: Babussalam), melewati Gerbang King Abd al-Aziz. Langit Makkah tak lagi memendar usai melaksanakan shalat Maghrib.

Ini tak seperti biasanya. Dalam kondisi normal, setidaknya tepat setelah shalat Maghrib, langit jingga masih tersisa di awan bagian ufuk barat  Kota Makkah. Beberapa kali kilatan petir terlihat jelas dari ujung menara Masjid al-Haram yang menjulang. Makkah mendung petang ini.

Tak lagi ribuan dalam kalkulasi acak saya, tapi jutaan jamaah haji dari berberbagai negara tumpah ruah memadati Masjid al-Haram.

Jamaah yang tidak beruntung memasuki masjid, memutuskan melaksanakan shalat Maghri di pelataran hotel dan jalanan. Keamanan Haji dan Umrah Arab Saudi memberlakukan pemasakan portal di tiap akses utama yang mengarah ke masjid. Dari titik Ajyad, Bab Ali, dan Terminal Syisya. Kebijakan ini dalam rangka mengurangi penumpukan massa di dalam masjid.

Saya terpaksa pulang 20 menit selepas shalat isya. Shalat maghrib di Makkah berlangsung pada pukul 19.04 waktu Arab Saudi, sedangkan waktu isya dilaksanakan pukul  20.25 WAS. Jamaah sudah mulai terurai.

Bersama  Carwi Wage Wagiman, tukang becak asal Pati, Jawa Tengah yang naik haji, saya melangkahkan kaki berjalan di atas lantai marmer batu alam masjid yang selalu bersih. Dari luar kawasan tempat sai (mas’a), dalam Masjid al-Haram, masih sangat padat, namun lumayan terurai, berbeda dengan pemandangan beberapa jam lalu.

Saya hampir tidak percaya. Semula rintik yang membasahi muka kami berasal dari pendingin udara jumbo yang ada di pelataran masjid. Ternyata bukan. Air itu datang dari langit. Gerimis itu pun lalu perlahan menjadi hujan deras selama kurang lebih 10 menit.

Makkah hujan malam ini. Dari kejauhan terdengar suara jamaah melantunkan tahmid dan menengadahkan tangan mereka ke atas.”Terimakasih atas karunia-Mu. Hujan adalah nikmat,” kata Muhammad Hamdi, jamaah asal Maroko. Hamdi bahkan sengaja berhujan ria, dan memilih tidak meneduh. Begitu juga saya dan pak Carwi. Ini kesempatan langka. Tak selamanya hujan turun di tanah suci.

Hujan selalu dinantikan dan hujan senantiasi dirindukan mereka yang tinggal di jazirah Arab. Selama di Makkah, memang sempat beberapa kali hujan turun. Jumlahnya hanya dalam hitungan jari.

Seingat saya, selama kurang lebih sebulan menetap di Makkah, hanya tiga kali mendapati hujan. Hujan di saat cuaca panas yang ekstrem dengan rata-rata suhu 40 derajat celsius yang menyelimut Makkah, adalah berkah tersendiri. Lihatlah mereka. Para jamaah yang ada di pelataran masjid, memilih tetap berada di luar menikmati hujan.

Masyarakat Arab sungguh merindukan hujan, bak menantikan kekasih yang lama tak bersua. Perhatikan bagaimana sastrawan pra-Islam, Imru’ al-Qais (520-526 M0, menggambarkan kerinduannya ‘bercengkerama’ dengan hujan dan kilatan petir, fenomena alam yang langka di kawasan gurun pasir, dalam bait-bait syairnya:

Petang hari engkau lihat petir mengkilat dan bercahaya 

Garisnya serupa guratan di kedua tangan, cintaku kepadanya sangatlah akut 

(Petir) itu menerangi cakrawala, seperti lentera-lentera pendeta 

Air yang turun membahasi keningku ku usap lembut lalu ku biarkan 

Sambil berjalan dengan guyuran hujan ditemani Pak Carwi ke arah Terminal Syaib Amir, air yang membasahi tubuh ini pun membuat kami berdua rindu kampung halaman. Rindu bumi pertiwi, rindu tanah air. Betapa nikmat Allah SWT begitu besar.

Anugerah alam yang melimpah ruah. Di negeri kita, tak sulit menjumpai hujan, bahkan sering berlebih, alias banjir. Atas nikmat-Nya pula, guyuran air membuat tanah di negeri kita, subur. Hujan adalah anugerah. Hujan dalam ungkapan Imru’ al-Qais, membuat ujung dedaunan kurma itu mengucurkan gemiricik, menyisakan pemandangan yang Indah.

Di tanah suci ini, saya kembali bersyukur telah terlahir di Indonesia dan besar di sana. Selalu ada yang dirindukan dari kampung halaman. Hujan di tanah suci memantik rasa rindu ini kepada ibu pertiwi, bumi Indonesia!

 

REPUBLIKA

Arti di Balik Kalimat “Insya Allah”

UCAPAN Insya Allah adalah ucapan yang telah menjadi kebiasaan diantara kaum muslimin. Tapi tahukah kita, kalimat Insya Allah bukanlah kalimat biasa.

Ucapan ini adalah perintah Allah didalam Al-Quran.Sebagai seorang yang beriman, kita dilarang untuk mengucapkan “Aku akan melakukan ini besok !” tapi Allah Mengajarkan kita untuk menyisipkan kata Insya Allah.

Dan jangan sekali-kali engkau mengatakan terhadap sesuatu, “Aku pasti melakukan itu besok pagi,” kecuali (dengan mengatakan), “Insya Allah.” (QS.Al-Kahfi:23-24).

Seakan kita akan berkata “Aku ingin melakukannya, tapi aku tak mampu melakukan sesuatu tanpa Kehendak-Nya.”

Selain itu, kata Insya Allah juga menjadi pegangan para nabi dalam kehidupan mereka, seperti :Ketika Nabi Ismail as hendak disembelih oleh ayahnya atas perintah Allah, ia pun berkata

Dia (Ismail) menjawab, “Wahai ayahku! Lakukanlah apa yang Diperintahkan (Allah) kepadamu; Insya Allah engkau akan mendapatiku termasuk orang yang sabar.” (QS.Ash-Shaffat:102)

Ketika Nabi Yusuf as memerintahkan saudara serta ayahnya untuk masuk ke Mesir,

(Yusuf) berkata “Masuklah kamu ke negeri Mesir, insya Allah dalam keadaan aman.” (QS.Yusuf:99)

Ketika Nabi Syuaib as ingin menikahkan putrinya dengan Nabi Musa as, beliau berkata kepada Musa,

“Insya Allah engkau akan mendapatiku termasuk orang yang baik.” (QS.Al-Qashas:27)

Ketika Nabi Musa as akan berguru kepada Nabi Khidir as,

— Dia (Musa) berkata, “Insya Allah akan engkau dapati aku orang yang sabar, dan aku tidak akan menentangmu dalam urusan apa pun.” (QS.Al-Kahfi:69)

Dan pada hakikatnya, tidak ada sesuatu yang terjadi kecuali atas Kehendak-Nya. Bahkan Allah Menyebutkan hal ini sebanyak dua kali dalam Al-Quran,

“Tetapi kamu tidak mampu (menempuh jalan itu), kecuali apabila Dikehendaki Allah. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui dan Maha Bijaksana” (QS.Al-Insaan:30)

“Dan kamu tidak dapat menghendaki (menempuh jalan itu) kecuali apabila Dikehendaki Allah, Tuhan seluruh alam.” (QS.At-Takwir:29)

Oleh karena itu, mari kita biasakan untuk menyebut Insya Allah dalam setiap rencana yang akan kita lakukan.Semoga Bermanfaat !

 

MOZAIK

Kasidah Cinta dari Rusaifah Mekah Tempat Ngaji Ulama Indonesia

Ada satu tempat di Mekah yang memiliki hubungan historis dan religius dengan Indonesia. Yakni pondok pesantren milik Sayyid Ahmad bin Muhammad Alawy Al Maliki Al Hasan di kawasan Rusaifah di utara pusat Kota Mekah. Di tempat itu, sejumlah ulama Indonesia belajar dan membentuk wajah keislaman Nusantara saat ini.

Pada masa haji, Ponpes Sayyid Ahmad tak pernah sepi dari jemaah. Tak hanya dari Indonesia, tapi juga dari Yaman, Turki, dan lain-lain. Seperti terlihat, Jumat (25/8/2017) malam, jemaah haji dari berbagai negara, mayoritas dari Indonesia, berdatangan. Mereka berkumpul mengikuti majelis Sayyid Ahmad.

Seusai salat magrib, Sayyid Ahmad duduk di depan jemaah. Ia didampingi ulama dan penerjemah. Ruangan yang kira-kira berukuran 20×40 meter itu cukup longgar, hanya terisi setengah. Acara diawali dengan lantunan syair Burdah. Jemaah mengikuti bersama-sama. Ruangan bergema.

Burdah berarti selimut atau jubah. Namun, dalam syair ini, burdah bermakna kasidah cinta dan kerinduan terhadap Nabi Muhammad SAW. Sang pencipta syair adalah Syarafuddin Abu Abdillah Muhammad bin Zaid Al-Bushiri atau lebih dikenal dengan sebutan Al-Bushiri, tokoh sufi Mesir yang hidup pada tahun 1200-an Masehi.

Dalam khazanah sastra Islam, syair Burdah sangat populer. Karya ini diterjemahkan dalam berbagai bahasa, dari Indonesia hingga Italia.

Syair bergema di Pondok Pesantren Sayyid Ahmad selama hampir setengah jam. Menteri Agama yang juga Amirul Hajj (pemimpin ibadah haji), Lukman Hakim Saifuddin, datang. Ia dan rombongan disambut hangat Sayyid Ahmad. Lukman sudah beberapa kali ke ponpes ini.

Dalam sambutan singkat, Sayyid Ahmad menyampaikan ucapan selamat datang kepada Menag Lukman dan jemaah haji. “Tugas kami di sini dakwah, berdoa,” katanya.

Sedangkan Lukman mengatakan, “Tempat inilah tempat ulama Indonesia menimba ilmu dan memberi kontribusi terhadap Islam di Indonesia. Dari sini, ilmu ditransformasikan. Sumbernya jelas, dari guru terdahulu dan Rasulullah.”

“Saya kira tradisi ini harus dirawat. Apalagi dalam kondisi saat ini, ada kecenderungan Islam disebarkan oleh pihak-pihak yang tidak jelas sanad (sumber) dan pihak yang tidak punya otoritas. Semoga lembaga pendidikan ini terus lestari, tidak hanya untuk Indonesia, tapi juga dunia Islam,” sambung Lukman.

Sayyid Ahmad merupakan putra Sayyid Muhammad bin Alawy Al Maliki. Sayyid Muhammad adalah guru KH Maimoen Zubair (pengasuh Ponpes Al-Anwar, Sarang, Rembang), KH Luthfi Basori (Malang), Habb Thahir Al Kaff, dan sejumlah ulama Indonesia. Jauh sebelum itu, ayah Sayyid Muhammad memiliki hubungan khusus dengan pendiri NU, Hasyim Asy’ari.

Acara berakhir menjelang salat isya tanpa prosesi penutupan. Setelah salat berjamaah, semua makan di halaman kompleks ponpes. Makanan disajikan dalam nampan. Satu nampan dikerubungi 6 orang. Selanjutnya jemaah meninggalkan lokasi dan bersiap mengikuti puncak haji pekan depan, tepatnya pada Kamis, 31 Agustus.
(try/aan)

 

DETIK

Memulai Aktivitas dengan Bismillah

ALLAH swt memulai Alquran dengan kalimat Bismillahirrohmanirrohim, sebagai isyarat agar manusia memulai segala aktivitasnya dengan kalimat ini.

Setiap aktivitas yang kita lakukan tidak akan sempurna tanpa dimulai dengan Bismillah, seperti Sabda Rasulullah saw yang amat populer, “Segala sesuatu yang tidak dimulai dengan bismillah akan buntung (tidak sempurna).”

Tak hanya itu, Bismillah juga kalimat pegangan yang diperintahkan Allah untuk para Nabi: Ketika perahu Nabi Nuh as akan bergerak menerjang banjir, Allah Perintahkan beliau untuk mengucapkan

Dan dia berkata, “Naiklah kamu semua ke dalamnya (kapal) dengan (menyebut) nama Allah pada waktu berlayar dan berlabuhnya. Sesungguhnya Tuhan-ku Maha Pengampun, Maha Penyayang.” (QS.Huud:41)

Ketika Nabi Sulaiman as mengirim surat kepada Ratu Balqis, beliau memulai kata-katanya dengan

Sesungguhnya (surat) itu dari Sulaiman yang isinya, “Dengan nama Allah Yang Maha Pengasih, Maha Penyayang.” (QS.An-Naml:30)

Segala sesuatu yang dimulai dengan nama Allah pasti akan dipenuhi dengan keberkahan dan kemudahan. Lebih dari itu, kita juga sering mendengar riwayat yang begitu banyak tentang pahala membaca Bismillahirrohmanirrohim.

Mari kita biasakan memulai sesuatu dengan Bismillah. Mengakhirinya dengan Alhamdulillah. Dan jangan pernah memastikan sesuatu kecuali dengan Insya Allah.

 

MOZAIK

Kisah Orang yang Salat Subuh Berjamaah Dilapangkan Rezekinya

Kisah nyata berikut ini sunguh mengharukan.

Adalah Ammar Mustafa adalah seorang pria muslim berkulit hitam yang bekerja di salah satu hotel di Riyadh. Ammar merupakan warga datangan yang berasal dari negara Sudan, Afrika.

Ia datang ke kota Riyadh lima tahun yang lalu hanya dengan bermodalkan tekad yang kuat untuk mencari kehidupan di kota ini dengan meninggalkan keluarganya.

Saat berangkat ke kota Riyadh, Ammar hanya bermodalkan visa tanpa membawa apa-apa, itu pun karena Negara Saudi Arabia menggratiskan visa untuk negara-negara arab lainnya, termasuk Sudan.

Ketika menginjakkan kaki di kota Riyadh, Ammar berharap mendapat kehidupan yang lebih baik di kota ini.

Ammar bekerja berpindah-pindah dikarenakan gaji yang ia peroleh tidak dapat memenuhi kebutuhan hidupnya, bahkan untuk membayar apartemen tempat dimana ia tinggal pun ia tidak mampu hingga ia memilih tinggal di apartemen temannya.

Tapi satu hal yang selalu dilakukan Ammar, salat Subuh datang lebih awal dan melantunkan azan.

Setiap hari ia melakukan hal tersebut selama 5 tahun.

Meskipun dalam hal pekerjaan ia tidak kunjung beruntung.

Ia berpindah-pindah dan memilih melakukan apa saja demi mendapatkan uang yang halal demi keluarganya di Sudan.

Nasib Ammar masih belum baik, bulan pertama ia di Riyadh, ia tidak mendapatkan apa-apa, begitu juga dengan bulan kedua, ketiga dan seterusnya semakin berat.

Hingga lima tahun berlalu, Hidup Ammar pun masih belum berubah, ia tetap belum mendapatkan hasil yang memuaskan untuk mengirimkan uangnya kepada keluarganya.

Ia berpindah-pindah tempat di sudut-sudut kota Riyadh dan bekerja dibawah terik matahari.

Dengan sabar ia mencari pekerjaan, hampir di setiap tempat ia cari namun tidak membawa hasil.

Ammar pantang menyerah, ia lewati hari harinya dengan menahan lapar dan dahaga sambil terus berikhtiar mencari sesuai nasi untuk keluarganya.

Sayangnya, akhirnya 5 tahun berlalu, Ammar memutuskan untuk pulang ke kampung halamannya walau dengan perasaan malu baik kepada teman-temannya maupun kepada keluarganya di Sudah karena pulang tidak membawa apa-apa.

Setelah menceritakan kepada temannya tentang keinginannya untuk pulang walau tidak membawa uang, akhirnya ia mendapatkan satu tiket penerbangan ke Sudan yang dia beli dari uang hasil pemberian temannya.

Setelah mendapatkan tiket, dan jadwal penerbangannya masih satu minggu lagi.

Untuk menunggu waktu berangkat, ia merenung dengan nasibnya yang tak kunjung mendapatkan uang selama 5 tahun tinggal di kota Riyadh.

Satu hari jelang kepulangannya. Ammar memilih berdiam di masjid, dari salat zuhur ia telah berdiam. Setelah salat Zuhur selesai, ia masih bingung mau kemana lagi sedangkan penerbangan masih lama. Kemudian ia kembali masuk masjid dan mengambil Al-Qur’an lalu membacanya dengan tiada putus sampai waktu azan Ashar tiba.

Begitu juga ketika salat Maghrib dan Isya, ia masih tetap berada di dalam masjid tersebut sambil membaca Qur’an. Ia pun memutuskan untuk tinggal di dalam masjid hingga waktu keberangkatannya tiba.

Saat waktu salat tiba, Ammar pun mengumandangkan azan dengan suara indahnya untuk membangunkan orang-orang yang ada di kota itu. Hingga jadwal penerbangan tiba, Ammar siap-siap berangkat ke bandara 3 jam sebelum penerbangan.

Sebelum meninggalkan kota Riyadh, ia pamit kepada teman-temannya, pengelola masjid kemudian mencari bus untuk menuju ke bandara yang berjarak 30 menit dari pusat kota.

Ketika sampai di bandara, Ammar duduk termenung sambil menunggu jadwal masuk ke dalam bus, memikirkan nasibnya yang 5 tahun tinggal di kota ini tanpa mendapatkan apapun.

Ia pun berpikir bagaimana dengan tanggapan keluarganya di Sudan, karena ia akan pulang tapi tidak membawa uang, sama ketika ia membulatkan tekadnya untuk pergi ke Kota Riyadh ini.

Tiba-tiba lamunannya terhenti ketika ia mendengar suara dari speaker pesawat yang memanggil namanya.

Ammar kaget ketika ia didatangi oleh sekelompok orang berbadan tegap yang menghampirinya lalu membawanya masuk ke dalam mobil tanpa memberi tahu maksud dan tujuan mereka.

Hanya satu kata yang mereka ucapkan yakni “Prince (putra raja) memanggilmu”
.

Amar semakin kaget karena hendak dihadapkan dengan putra raja tanpa ia tahu apa tujuannya. Rasa kagetnya pun sirna tatkala ia sampai di masjid yang selama seminggu ia tinggali. Ternyata pengelola masjid tersebut menceritakan bahwa Prince (Putra Raja) merasa kehilangan dengan azan fajar yang biasa ia kumandangkan.

Rupanya Azan yang dikumandangkannya setiap fajar itu selalu membangunkan Putra Raja untuk melakukan salat Subuh berjamaan di masjid itu. Hingga Putra raja merasa kehilangan ketika Ammar hendak meninggalkan kota Riyadh.

Ammar pun disambut dengan baik oleh putra raja. Lalu ia menceritakan alasan kenapa ia begitu tergesa-gesa ingin meninggalkan Riyadh. Putra raja pun bertanya “Berapa gajimu dalam satu bulan”.

Ditanya begitu, Ammar bingung karena selama ini gaji yang ia terima tidak menentu.

“Berapa gajimu yang paling besar dalam sebulan yang pernah kamu peroleh?” tanya putra raja.

Dahi Ammar berkerut sambil mengingat-ingat kembali gaji terbesarnya selama lima tahun belakangan.

“Hanya SR 1.400″, jawab Ammar dengan nada malu.

Putra raja lalu memerintahkan sekretarisnya untuk menghitung uang lalu memberikannya kepada Ammar.

Jumlah uang yang diterima Ammar sebesar 84 ribu Real atau setara dengan Rp 184.800.000.

Putra raja lalu menghampiri Ammar seraya berkarta ” Aku tahu keluargamua menantimu di Sudan”.

“Kini pulanglah, temui istri dan anakmu dengan uang ini. Lalu kembalilah kesini setelah 3 bulan. Akan saya siapkan tiketnya untukmu dan keluargamu kembali kesini. Jadilah bilal di masjidku dah hiduplah bersama kami Palace ini”

Tak terasa air mata Ammar menetes di pipi tanpa terbendung lagi.

Ia memang membutuhkan uang itu untuk keluarganya. Keyakinan Ammar bahwa Allah memperhatikannya selama ini. Berkat kesabaran Ammar, kini nasibnya berubah dalam sekejap.

Kini Ammar hidup dengan banyak harta karena tinggal di rumah di Palace milik Putra Raja.

Dan kini ia bekerja sebagai Muadzin di Masjid Putra raja di Arab Saudi dengan gaji besar. (Bangka Pos/ewis herwis)

 

TRIBUN NEWS

‘Bonus’ Uang Jutaan untuk Jemaah Aceh dari Wakaf 200 Tahun Silam

Tiap tahun, sejak tahun 2006, jemaah asal Aceh dan berangkat via Embarkasi Aceh berhak mendapatkan ‘bonus’ uang jutaan. Bonus diberikan saat jemaah sudah berada di Tanah Suci. Tahun ini, tiap jemaah mendapatkan 1.200 Riyal atau sekitar Rp 4,2 juta.

Pemberian uang dilakukan di musala hotel 705, Kota Mekah, tempat jemaah Aceh menginap, Kamis (24/8/2017) usai salat Asar hingga menjelang Magrib. Jemaah antre dengan tertib di tiga titik. Selain uang, mereka mendapatkan Alquran dan buku.

“Dikasih tahu sebelum berangkat akan dapat hasil bagi wakaf. Jadi di sini tinggal mengambil,” kata jemaah asal Sigli, Nurul Husna Abdullah (57).

Nurul mengaku senang dengan pemberian itu. Uang akan digunakan untuk keperluan selama di Tanah Suci. Sedangkan Alquran dan buku untuk oleh-oleh dan kenang-kenangan.

Uang yang dibagikan tersebut merupakan bagi hasil atas pengelolaan tanah wakaf tokoh Aceh, Habib Abdurrahman Al-Habsyi atau Habib Bugak Asyi, 200 tahun tahun silam. Tanah yang kini dijadikan hotel selalu untung karena dekat dengan Masjidil Haram. Keuntungan hotel diberikan tiap musim haji. Jumlahnya variatif, antara 1.000 hingga 2.000 Riyal.

Siapakah Habib Bugak Asy? Berdasarkan berbagai literatur, Habib Abdurrahman berasal dari daerah Bugak, Peusangan, Matang Glumpangdua, Kabupaten Bireuen. Di hadapan Mahkamah Syaririyah Mekah, dia mewakafkan tanah di dekat Masjidil Haram untuk penginapan jemaah haji Aceh atau orang Aceh yang menetap di Mekah.

Saat Masjidil Haram diperluas, tanah wakaf kena dampaknya. Oleh nadzir (pengelola) wakaf, uang ganti rugi digunakan membeli dua bidang tanah di kawasan yang berjarak 500-an meter dari Masjidil Haram. Tanah itu dibangun hotel oleh pengusaha dengan sistem bagi hasil. Dari situ lah, ‘bonus’ untuk jemaah Aceh mengalir tiap musim haji.

Perwakilan nadzir, Abdullatif M Baltow, yang ikut membagikan uang mengatakan, dulu tanah wakaf hanya jadi tempat penginapan sederhana. Kini sudah jadi hotel. Jadi, keuntungan bisa dibagikan ke jemaah Aceh.

“Itulah kenapa bagi hasil baru diberikan sejak 2006,” jelasnya.

Sampai kapan jemaah Aceh akan mendapatkan uang bagi hasil tanah wakaf? “Sampai kiamat. Kami bekerja semaksimal mungkin agar bagi hasil meningkat. Rencananya akan bangun hotel lagi,” katanya.

“Wakaf ini terikat syarat. Jadi hanya jemaah Aceh yang mendapatkan,” sambungnya.

Jemaah Aceh berjumlah 4.393 orang. Hari ini hanya sebagian yang mendapatkan ‘bonus’ bagi hasil tana wakaf. Jumat (25/8), pembagian dilakukan di hotel lain. Nominal dan jenis barangnya sama.
(try/dnu)

 

DETIK