Banyak Kitab Ungkap Keutamaan al-Quds

Keutamaan kiblat pertama umat Islam itu tercatat pula di beberapa hadis-hadis Rasulullah. Pada era Shalahuddin itulah muncul beragam kitab yang mencoba menguak tentang keutamaan al-Quds secara spesifik. Salah satunya ialah kitab Fadlail al-Quds yang ditulis oleh Abu al-Faraj Abdurrahman Ibnu Ali Ibnu al-Jauzi.

Kitab seperti ini tergolong langka. Betapa tidak, manuskrip kitab tersebut hanya diperoleh di Universitas Princeton, New Jersey, Amerika Serikat. Ibnu al-Jauzi yang menerima kabar keberhasilan Shalahuddin merebut al-Quds pada 27 Rajab 583 H diminta oleh sejumlah warga al-Quds untuk menulis sebuah kitab yang secara khusus mengupas tentang hadis-hadis keutamaan wilayah tersebut. Ibnu al-Jauzi dianggap berkompeten lantaran kepiawaiannya menguasai hadis, baik secara riwayat maupun dirayat.

Kendati begitu, ia belum pernah menginjakkan kakinya di bumi al-Quds. Seandainya ia melihat secara langsung kiblat pertama umat Islam, niscaya akan banyak persepsi yang lebih utuh tentang al-Quds yang diperolehnya.

Sedangkan, hadis-hadis yang diriwayatkan dalam kitabnya tersebut memiliki tingkat validitas yang beragam, ada yang musalsal hingga Rasulullah, sebagiannya hanya sampai ke Ali bin Abi Thalib, Abu Hurairah, Said bin al-Musayyyib, Ka’ab al-Akhbar, atau Ibnu Abbas.

Sumber riwayat yang diperoleh Ibnu al-Jauzi berasal dari guru-gurunya secara langsung ataupun dinukil dari sejumlah kitab. Misalnya, dalam kitab ini, Ibnu al-Jauzi memperoleh sanad hadis dari sang guru, Abu al-Ma’mar al-Mubar Ibnu Ahmad al-Anshari. Total riwayat yang ia peroleh dari gurunya itu berjumlah 20 riwayat.

Pada masa berikutnya, terdapat banyak kitab yang mengangkat tema keutamaan al-Quds. Misalnya, Bahauddin Ibnu Asakir yang menulis kitab bertajuk al-Jami’ Al-Mustaqsha fi Fadlail Al-Masjid Al-Aqsha. Selain itu, Aminuddin Ibnu Hibbatullah as-Syafi’i mengarang kitab al-Unsu fi Fadlail al-Quds.

Sedangkan, Burhanuddin al-Fazari atau yang masyhur dengan panggilan Ibnu Al-Firkah menulis kitab Ba’its an-Nufus ila Ziyarat al-Quds al-Mahrus. Ulama yang menulis keutamaan al-Quds yang terinspirasi langsung oleh kitab karya Ibnu Al-Jauzi, antara lain, Ibnu Fadlulullah al-Umari, dan as-Suyuthi.

REPUBLIKA

Masjid al-Aqsa, Masjid Kedua yang Dibangun di Bumi

Keutamaan kiblat pertama umat Islam itu tercatat pula di beberapa hadis-hadis Rasulullah. Pada era Shalahuddin itulah muncul beragam kitab yang mencoba menguak tentang keutamaan al-Quds secara spesifik. Salah satunya ialah kitab Fadlail al-Quds yang ditulis oleh Abu al-Faraj Abdurrahman Ibnu Ali Ibnu al-Jauzi.

Kitab seperti ini tergolong langka. Betapa tidak, manuskrip kitab tersebut hanya diperoleh di Universitas Princeton, New Jersey, Amerika Serikat. Ibnu al-Jauzi yang menerima kabar keberhasilan Shalahuddin merebut al-Quds pada 27 Rajab 583 H diminta oleh sejumlah warga al-Quds untuk menulis sebuah kitab yang secara khusus mengupas tentang hadis-hadis keutamaan wilayah tersebut. Ibnu al-Jauzi dianggap berkompeten lantaran kepiawaiannya menguasai hadis, baik secara riwayat maupun dirayat.

Kendati begitu, ia belum pernah menginjakkan kakinya di bumi al-Quds. Seandainya ia melihat secara langsung kiblat pertama umat Islam, niscaya akan banyak persepsi yang lebih utuh tentang al-Quds yang diperolehnya.

Sedangkan, hadis-hadis yang diriwayatkan dalam kitabnya tersebut memiliki tingkat validitas yang beragam, ada yang musalsal hingga Rasulullah, sebagiannya hanya sampai ke Ali bin Abi Thalib, Abu Hurairah, Said bin al-Musayyyib, Ka’ab al-Akhbar, atau Ibnu Abbas.

Sumber riwayat yang diperoleh Ibnu al-Jauzi berasal dari guru-gurunya secara langsung ataupun dinukil dari sejumlah kitab. Misalnya, dalam kitab ini, Ibnu al-Jauzi memperoleh sanad hadis dari sang guru, Abu al-Ma’mar al-Mubar Ibnu Ahmad al-Anshari. Total riwayat yang ia peroleh dari gurunya itu berjumlah 20 riwayat.

Pada masa berikutnya, terdapat banyak kitab yang mengangkat tema keutamaan al-Quds. Misalnya, Bahauddin Ibnu Asakir yang menulis kitab bertajuk al-Jami’ Al-Mustaqsha fi Fadlail Al-Masjid Al-Aqsha. Selain itu, Aminuddin Ibnu Hibbatullah as-Syafi’i mengarang kitab al-Unsu fi Fadlail al-Quds.

Sedangkan, Burhanuddin al-Fazari atau yang masyhur dengan panggilan Ibnu Al-Firkah menulis kitab Ba’its an-Nufus ila Ziyarat al-Quds al-Mahrus. Ulama yang menulis keutamaan al-Quds yang terinspirasi langsung oleh kitab karya Ibnu Al-Jauzi, antara lain, Ibnu Fadlulullah al-Umari, dan as-Suyuthi.

 

REPUBLIKA

Al-Quds, Tempat Persinggahan Para Nabi

Ibnu al-Jauzi memaparkan dalil-dalil yang menyatakan tentang keutamaan al-Quds. Dalil-dalil itu terangkum dalam 27 bab. Di bab yang pertama, ia mengutip sebuah ayat tentang kisah yang menceritakan peristiwa tatkala Firaun mengejar Musa dan kaumnya.

Allah SWT berfirman, “Hai kaumku, masuklah ke Tanah Suci (Palestina) yang telah ditentukan Allah bagimu.” (QS al-Maidah [6]: 21). Yang dimaksud bumi tanah suci itu ialah Palestina atau al-Quds. Menurut Az-Zajaj, ada beberapa alasan mengapa Palestina disucikan, antara lain, karena di tempat itu, dosa-dosa kecil bisa dihapuskan.

Selain itu, al-Quds dijauhkan Allah dari segala bentuk dan aktivitas syirik, sehingga menjadi tempat singgah para nabi terdahulu. Ibnu al-Jauzi juga menyampaikan sebuah hadis yang dinukilkan dari syekhnya, Abu al-Ma’mar al-Mubarak bin Ahmad al-Anshari. Dalam hadis yang musalsal hingga Rasulullah itu, disebutkan tentang posisi penciptaan wilayah al-Quds.

Hadis itu menyatakan bahwa daerah yang pertama kali diciptakan Allah di bumi ialah Makkah. Saat pertama kali diciptakan, Allah memosisikannya sebagai tempat yang terhormat. Makkah dilindungi oleh para malaikat sebelum Allah menciptakan apa pun selama 10 ribu tahun.

Lalu, Allah melanjutkan penciptaan Kota Madinah dan disusul kemudian al-Quds. Usai menciptakan ketiga kawasan itu, setelah lewat 10 ribu tahun kemudian, Allah ciptakan alam semesta secara keseluruhan.

Menurut dia, al-Quds begitu istimewa sebab Allah SWT memilih al-Quds sebagai tujuan isra Rasulullah. “Maha Suci Allah yang telah memperjalankan hamba-Nya pada suatu malam dari Masjid al-Haram ke Masjid al-Aqsha yang telah Kami berkahi sekelilingnya.” (QS al-Isra [17] : 1).

Perhatian yang diberikan oleh Allah terhadap al-Quds tak sebatas terhenti pada peristiwa isra. Dalam sebuah riwayat dari Ka’ab al-Akhar disebutkan bahwa Allah melakukan pengawasan terhadap al-Quds, dua kali tiap harinya.

 

REPUBLIKA

Puasa Umat Terdahulu: Puasa Yahudi

SYARIAT puasa ini kita ketahui juga diperintahkan kepada umat-umat sebelum kita. Al-Quran Al-Kariem secara eksplisit menyebutkan bahwa kita wajib berpuasa sebagaimana dahulu puasa itu diwajibkan kepada orang-orang sebelum kita. “Sebagaimana telah diwajibkan kepada umat sebelummu.” (QS Al-Baqarah: 183)

Dan di dalam keterangan Al-Quran atau pun hadits nabawi, kita menemukan beberapa keterangan tentang ritual puasa pada nabi-nabi terdahulu atau agama-agama samawi sebelumnya. Yang pertama kali berpuasa di bulan Ramadhan adalah nabi Nuh alaihissalam, yaitu ketika dia keluar dari bahteranya. Mujahid berkata bahwa telah tegas pernyataan dari Allah Ta’ala bahwa setiap umat telah ditetapkan untuk berpuasa Ramadhan, dan sebelum masa Nabi Nuh sudah ada umat manusia.

4. Puasa Yahudi

Puasa untuk umat Yahudi bermakna menahankan diri keseluruhannya dari makanan dan minuman, termasuk dari meminum air. Menggosok gigi diharamkan pada puasa hari besar Yom Kippur dan Tisha B’Av, tetapi dibenarkan pada puasa hari kecil. Dalam teknis puasa mereka juga disebutkan bahwa memakan obat pada umumnya tidak dibenarkan, kecuali bila ada rekomendasi dari dokter. Umat Yahudi yang mengamalkan ritual ini, berpuasa sampai enam hari dalam satu tahun.

 

INILAH MOZAIK

Puasa Umat Terdahulu: Puasa Katolik

SYARIAT puasa ini kita ketahui juga diperintahkan kepada umat-umat sebelum kita. Al-Quran Al-Kariem secara eksplisit menyebutkan bahwa kita wajib berpuasa sebagaimana dahulu puasa itu diwajibkan kepada orang-orang sebelum kita. “Sebagaimana telah diwajibkan kepada umat sebelummu.” (QS Al-Baqarah: 183)

Dan di dalam keterangan Al-Quran atau pun hadits nabawi, kita menemukan beberapa keterangan tentang ritual puasa pada nabi-nabi terdahulu atau agama-agama samawi sebelumnya. Yang pertama kali berpuasa di bulan Ramadhan adalah nabi Nuh alaihissalam, yaitu ketika dia keluar dari bahteranya. Mujahid berkata bahwa telah tegas pernyataan dari Allah Ta’ala bahwa setiap umat telah ditetapkan untuk berpuasa Ramadhan, dan sebelum masa Nabi Nuh sudah ada umat manusia.

3. Puasa Katolik

Agama Kristen katholik merupakan sekte dan pecahan dari agama nasrani yang mengalami banyak distorsi dalam ritual ibadah. Berpuasa diwajibkan bagi penganutnya pada hari tertentu, tetapi bentuknya macam-macam. Salah satunya berpuasa tidak memakan daging dalam sehari. Ada juga yang berpuasa tidak makan apa-apa kecuali minum air. Lucunya, ketentuan puasa ditetapkan bukan lagi oleh Allah atau Nabi Isa, tetapi ditetapkan oleh pemuka agama. Pada tahun 1966, Paus Paul VI menukar peraturan ketat berpuasa dalam agama Katolik Kristian. Dia menentukan aturan puasa bergantung kepada situasi ekonomi setempat, dan semua penganut Katholik berpuasa secara sukarela.

Di Amerika Serikat, hanya terdapat dua hari yang wajib berpuasa, yaitu Rabu Ash dan Good Friday. Dan hari Jumat Lent adalah hari menahan diri dari memakan daging. Penganut Roman Katholik juga diwajibkan mematuhi Puasa Eukaris yang bermakna tidak mengambil apa-apa melainkan minum air atau obat selama sejam sebelum Eukaris (Holy Communion). Amalan pada masa dulu adalah berpuasa dari tengah malam sehingga pada hari upacara tersebut tetapi karena upacara pada waktu tengah hari menjadi kebiasaan, berpuasa untuk ini diubah kepada berpuasa selama tiga jam. Peraturan terkini menetapkan bahwa berpuasa hanya selama sejam, walaupun begitu beberapa penganut Katolik masih mematuhi peraturan lama.

 

INILAH MOZAIK

Puasa Umat Terdahulu: Puasa Maryam

SYARIAT puasa ini kita ketahui juga diperintahkan kepada umat-umat sebelum kita. Al-Quran Al-Kariem secara eksplisit menyebutkan bahwa kita wajib berpuasa sebagaimana dahulu puasa itu diwajibkan kepada orang-orang sebelum kita. “Sebagaimana telah diwajibkan kepada umat sebelummu.” (QS Al-Baqarah: 183)

Dan di dalam keterangan Al-Quran atau pun hadits nabawi, kita menemukan beberapa keterangan tentang ritual puasa pada nabi-nabi terdahulu atau agama-agama samawi sebelumnya. Yang pertama kali berpuasa di bulan Ramadhan adalah nabi Nuh alaihissalam, yaitu ketika dia keluar dari bahteranya. Mujahid berkata bahwa telah tegas pernyataan dari Allah Ta’ala bahwa setiap umat telah ditetapkan untuk berpuasa Ramadhan, dan sebelum masa Nabi Nuh sudah ada umat manusia.

2. Puasa Maryam

Puasa juga Allah Ta’ala syariatkan kepada Maryam, wanita suci yang mengandung bayi Nabi Isa alaihissalam. Hal itu bisa kita baca di dalam Al-Quran Al-Kariem, bahkan ada surat khusus yang diberi nama surat Maryam. Namun bentuk atau tata cara puasa yang dilakukan Maryam bukan sekedar tidak makan atau tidak minum, lebih dari itu, syariatnya menyebutkan untuk tidak boleh berbicara kepada manusia.

Maka makan, minum dan bersenang hatilah kamu. Jika kamu melihat seorang manusia, maka katakanlah, “Sesungguhnya aku telah bernazar berpuasa untuk Tuhan Yang Maha Pemurah, maka aku tidak akan berbicara dengan seorang manusia pun pada hari ini.”(QS. Maryam: 26). Dan karena sedang berpuasa yang tidak membolehkan makan, minum dan berbicara itulah maka ketika ditanya tentang siapa ayah dari putera yang ada di gendongannya, Maryam saat itu tidak menjawab dengan perkataan. Maryam hanya menunjuk kepada Nabi Isa, anaknya itu, lalu Nabi Isa yang masih bayi itu pun menjawab semua pertanyaan kaumnya.

Hai saudara perempuan Harun, ayahmu sekali-kali bukanlah seorang yang jahat dan ibumu sekali-kali bukanlah seorang pezina”, maka Maryam menunjuk kepada anaknya. Mereka berkata: “Bagaimana kami akan berbicara dengan anak kecil yang masih dalam ayunan?” Berkata Isa: “Sesungguhnya aku ini hamba Allah, Dia memberiku Al Kitab (Injil) dan Dia menjadikan aku seorang nabi. (QS. Maryam : 28-30).

 

INILAH MOZAIK

Puasa Umat Terdahulu: Puasa Nabi Daud

SYARIAT puasa ini kita ketahui juga diperintahkan kepada umat-umat sebelum kita. Al-Quran Al-Kariem secara eksplisit menyebutkan bahwa kita wajib berpuasa sebagaimana dahulu puasa itu diwajibkan kepada orang-orang sebelum kita. “Sebagaimana telah diwajibkan kepada umat sebelummu.” (QS Al-Baqarah: 183)

Dan di dalam keterangan Al-Quran atau pun hadits nabawi, kita menemukan beberapa keterangan tentang ritual puasa pada nabi-nabi terdahulu atau agama-agama samawi sebelumnya. Yang pertama kali berpuasa di bulan Ramadhan adalah nabi Nuh alaihissalam, yaitu ketika dia keluar dari bahteranya. Mujahid berkata bahwa telah tegas pernyataan dari Allah Ta’ala bahwa setiap umat telah ditetapkan untuk berpuasa Ramadhan, dan sebelum masa Nabi Nuh sudah ada umat manusia.

1. Puasa Nabi Daud

Di masa lalu, ibadah puasa telah Allah syariatkan kepada Nabi Daud alaihissalam dan umatnya. Mereka diwajibkan melaksanakan ibadah puasa untuk seumur hidup, dengan setiap dua hari sekali berselang-seling. Sedang kita hanya diwajibkan puasa satu bulan saja dalam setahun, yaitu bulan Ramadhan. Puasa Daud ini disyariatkan lewat beberapa hadits Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, diantaranya:

Dari Abdullah bin Amru radhiyallahuanhu berkata bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Shalat (sunnah) yang paling dicintai oleh Allah adalah shalat (seperti) Nabi Daud as. Dan puasa (sunnah) yang paling dicintai Allah adalah puasa (seperti) Nabi Daud alaihissalam. Beliau tidur separuh malam, lalu shalat 1/3-nya dan tidur 1/6-nya lagi. Beliau puasa sehari dan berbuka sehari. (HR. Bukhari)

Selain itu juga ada hadits lainnya yang menegaskan pensyariatan puasa Daud: Dari Ibnu Umar radhiyallahuanhu berkata bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Puasalah sehari dan berbukalah sehari. Itu adalah puasanya nabi Daud as dan itu adalah puasa yang paling utama. Aku menjawab, “Aku mampu lebih dari itu”. Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Tidak ada lagi yang lebih utama dari itu”. (HR Bukhari)

Bagi kita umat Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam, puasa seperti Nabi Daud ini tidak diwajibkan. Beliau hanya menjadikan puasa ini sebagai puasa sunnah. [baca lanjutan: Puasa Umat Terdahulu: Puasa Maryam]

 

INILAH MOZAIK

Saat Kaum Murtad Merajalela, Kapankah Itu?

Sesaat setelah Rasulullah SAW wafat dan beritanya pun tersebar, banyak orang Arab yang murtad (keluar dari Islam) dan tidak mau membayar zakat. Gerakan murtad ini merupakan alur pembangkangan dan fitnah tanpa dasar. Target alamiahnya adalah memusnahkan Islam dan menghancurkan kekuatan Islam Arab yang dibentuk oleh Rasulullah SAW yang saat itu kekhalifahannya dijabat oleh Abu Bakar Al-Shiddiq.

Dikisahkan dalam buku yang berjudul “Para Penggenggam Surga” karya Syaikh Muhammad Ahmad Isa, bahwa di Jazirah Arab apinya dipicu oleh banyak kabilah, negara, kekaisaran, agama juga ras yang beragam. Ketika kabar itu sampai kepada Abu Bakar, dia merespons keras, lalu bangkit untuk memerangi mereka. Dia telah memahami hakikat kemurtadan tersebut. Oleh karena itu, sahabat yang terkenal lembut dan penuh toleransi ini memandang penanganannya harus dengan tegas dan keras.

Namun, Umar yang walaupun terkenal keras dan tegas berbeda pandangan. Umar tidak setuju untuk memerangi mereka. Dia menolak pandangan Abu Bakar dan memintanya untuk mengampuni mereka yang menolak membayar zakat asalkan mereka masih mengerjakan kewajiban lain. Umar berkata, “Satukanlah manusia dan berlemah lembutlah kepada orang-orang itu.”

Abu Bakar menjawab seakan dirinya kayu yang terbakar api. “Aku berharap bantuanmu, tetapi engkau mendatangiku dengan pembangkanganmu. Engkau begitu berani pada masa jahiliyah, tetapi menjadi pengecut setelah memeluk Islam. Lalu menurutmu, dengan apa kau harus menyatukan mereka? Dengan syair yang dikarang-karang atau dengan sihir penuh tipu daya? Tidak, tidak Rasulullah SAW sudah wafat dan wahyu terputus. Demi Allah selama pedang di tangan, aku akan memerangi mereka. Walaupun hanya menolak memberikan seutas tali unta yang dulu pernah mereka berikan kepada Rasulullah SAW.”

Mendengar jawaban tersebut Umar berkata, Bagaimana engkau akan memerangi mereka, sedangkan Rasulullah SAW bersabda, “Aku diperintahkan untuk memerangi orang-orang sampai mereka mengucapkan, ‘Tiada Tuhan selain Allah dan Muhammad adalah utusan Allah.’ Siapa yang mengatakannya, harta dan darahnya semua perhitungannya adalah milik Allah.”

“Demi Allah,” kata Abu Bakar. “Akan kuperangi siapa pun yang memisahkan antara shalat dan zakat, karena zakat adalah haknya harta. Karena itu akau berkata, ‘Kecuali karena sesuatu yang benar.’
“Demi Allah,” kata Umar, “ Aku melihat Allah telah mencerahkan dada Abu Bakar untuk berperang. Maka aku mengetahui bahwa dia benar.”

Sebab-sebab kemurtadan

Ada banyak sebab kemurtadan yang terjadi saat itu, salah satunya adalah kurangnya iman dalam hati setiap kabilah Arab. Mereka hanya berlindung dengan keimanan, tetapi belum pernah merasakan kenikmatannya. Allah menggambarkan mereka dalam firman-Nya: “Orang-orang Arab Badui itu berkata, “Kami telah beriman”, Katakanlah (kepada mereka), “Kamu belum beriman,” tetapi katakanlah, “Kamu telah tunduk (Islam),”  karena iman belum masuk ke hatimu. Dan jika kamu taat kepada Allah dan Rasul-Nya. Dia tidak akan mengurangi sedikit pun (pahala) amalanmu. Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (QS. Al-Hujurat (49): 14).

Mereka menunjukan ketidaksetiaannya terhadap Islam, sebagaimana kaum munafik pada saat Perang Uhud dan Tabuk. Sebenarnya, bibit gerakan pemurtadan itu sudah muncul sebelum Rasulullah SAW wafat. Namun, saat itu, nyalanya dapat diredupkan dengan wibawa kenabian dan kekuatan pengaruh Rasulullah SAW. Dengan wafatnya beliau, dan Abu Bakar diangkat menjadi khalifah, gerakan tersebut bangkit, aktif, dan menyebar hingga Semenanjung Arab, terkecuali Makkah, Madinah, dan Thaif yang terus berpegang teguh pada Islam serta menjaga keberlangsungannya.

Golongan kaum murtad

Golongan kaum mutad ini di antaranya ada tiga, yaitu mereka yang murtad, mengaku sebagai nabi, dan membangkang membayar zakat. Kelompok yang murtad adalah mereka yang tidak ingin terikat oleh berbagai kewajiban dalam Islam sebagai usaha untuk memperbarui syahwat dan tingkah kebinatangan mereka. Mereka menampik ajaran Islam dan kembali pada ajaran sebelumnya yakni kehidupan jahiliyah.

Mereka menyembah patung sebagai jawaban terhadap panggilan hasrat ke duniawian seperti yang dilakukan oleh penduduk Bahrain. Sedangkan kelompok yang mengaku sebagai nabi beserta kabilah pengikutnya adalah mereka yang menyakini bahwa sebab langsung kepemimpinan Quraisy atas seluruh Arab dikarenakan kenabian Muhammad Saw.

Oleh karena itu, mereka ingin nabi dari kalangan mereka agar bisa menguasai Arab dan menjadi raja. Hal ini yang tampak pada dakwah Musailamah Al-Kadzab di tengah-tengah sukunya, Bani Hanifah, Thulaihah Al-Asadi dari Bani Asad, Al-Aswad Al-Ansi di Yaman, dan Najah binti Al-Harits dari Bani Tamin. Suku-suku tersebut membela mereka karena primordialisme walaupun tahu kebohongannya.

Adapun kelompok yang membangkang untuk membayar zakat adalah mereka yang pernah membayarnya pada masa Rassulullah Saw. sebagai bentuk kepatuhan terhadap firman Allah: “Ambilah zakat dari harta mereka guna membersihkan dan menyucikan mereka dan berdoalah untuk mereka. Sesungguhnya doamu itu (menjadi) ketenteraman jiwa bagi mereka.” (QS Al Taubah).

Mereka berkeyakinan bahwa perintah Allah SWT tersebut diperuntukkan bagi rasul-Nya saja. Ketika Rasulullah SAW wafat, mereka menolak untuk membayar zakat kepada selain Rasul-Nya adalah firman-Nya bagi umat sang rasul. Hal ini ditambah dengan lemahnya keimanan mereka dan menganggap pembayar zakat tersebut sebagi upeti. Dengan demikian, mereka membayar zakat karena terpaksa dan menunggu hari ketika mereka dibebaskan dari kewajiban itu.

Selain itu adanya pengaruh bangsa lain yang menjadi tetangga Arab seperti Persia, Romawi, dan Habasyah. Sebelumnya, mereka memiliki koloni di Jazirah Arab sehingga mengulurkan tangan untuk membantu nyala api pembangkangan terhadap agama baru tersebut.

Fanatisme jahiliyah juga menjadi faktor kemurtadan. Hal ini bisa kita tangkap pada pernyataan Thalhah Al-Namri, “Aku bersaksi bahwa Musailamah itu pembohong dan Muhammad itu jujur. Namun, pembohong dari Arab Rabi’ah lebih kusukai daripada orang yang jujur dari Arab Mudhar.”

Hal senada juga dinyatakan oleh Al-Huthiah dan Uyainah ibn Hishn Al-Fizari dan yang lain. Mereka tidak memandang kenabian sebagai sesuatu yang murni pilihan Allah sebagaimana yang ditegaskan oleh difirman-Nya dalam QS. Al-Anam(6): 124.

Dan apabila datang suatu ayat kepada mereka, mereka berkata, “Kami tidak akan percaya (beriman) sebelum diberikan kepada kami seperti apa yang diberikan kepada rasul-rasul Allah.” Allah lebih mengetahui dimana Dia menempatkan tugas kerasulan-Nya. Orang-orang yang berdosa, nanti akan ditimpa kehinaan di sisi Allah dan azab yang keras karena tipu daya yang mereka lakukan.

Kondisi ini tampak jelas dari kisah ‘Amr ibn Al-Ash ketika Rasulullah SAW mengutusnya ke Oman setelah Haji Wadda. Dia sampai di negeri Bani Amir dan menginap di rumah Qurrah ibn Hubuirah. Qurrah menjamunya sambil berkata, “Amr, orang Arab tidak senang dengan upeti. Jika engkau dapat menghentikan hal tersebut, mereka akan menyukai dan mematuhi kalian. Jika tidak, dugaanku mereka akan melawan kalian.” Mendengar hal tersebut, Amr berkata, “Qurrah, apakah engkau kafir? Engkau menakut-nakuti dengan Arab? Demi Allah, akan aku injakkan kaki di kepala ibumu.”

Dengan demikian, tampaklah mereka yang murtad dan mengaku nabi palsu serta membangkang membayar zakat. Interpretasi mereka ini jelas salah dan tidak dapat dibenarkan.  Oleh karena itu Abu Bakar Al-Shiddiq mempersiapkan pasukan untuk memeranginya.

Jalannya peperangan Riddah

Abu Bakar Al-Shidiq tidak mau terburu-buru memerangi kaum murtad sampai pasukan Usamah kembali dari medan perang. Hal tersebut karena sebagian besar kekuatan kaum Muslim berada dalam pasukan itu. Sayangnya, kaum murtad tidak ingin menyia-nyiakan kesempatan dan berusaha memanfaatkannya. Hal yang kerap terulang dalam sejarah kaum Muslim ketika musuh-musuh Islam memanfaatkan setiap kesempatan yanga ada.

Kesempatan itu terwujud ketika Thulaihah Al-Asadi memprovokasi para pengikutnya dari kabilah Abs Dzubyan, Ghathfan, Fazarah, dan Thai untuk menyerang Madinah. Gerombolan tersebut kemudian bergerak sampai pekuburan Madinah dan memecah diri menjadi dua kelompok. Kelompok pertama di Dzil Qishah, daerah paling dekat dengan Madinah, hanya berjarak 35 km dari arah Najd. Sedangkan, kelompok kedua di Abraq Rabadzah berjarak sekitar 120 km dari Madinah.

Gerombolan tersebut mengirimkan utusannya ke Madinah dan meminta agar Abu Bakar membiarkan mereka melaksanakan shalat, tetapi tidak membayar zakat. Abu Bakar menjawab, “Demi Allah, andai mereka menolak memberikan tali kekang unta sebagaimana yang mereka lakukan pada masa Rasulullah, maka akan kuperangi mereka.” Utusan itu kembali ke kelompoknya dan mereka pun mengetahui kelemahan Madinah yang sedang terbuka tanpa ada yang dapat menghalanginya.

Abu Bakar menyadari hal tersebut, kemudian dia mengumpulkan orang-orang, lalu berkata, “Negeri ini sedang berada dalam kegelapan. Utusan mereka telah melihat sedikitmya jumlah kalian dan kalian tidak akan mengetahui apakah mereka menyerang pada malam atau siang hari. Kelompok mereka yang paling dekat sudah ada di depan pintu. Mereka berharap kita mau menerima kedatangan mereka. Namun, kita sudah menolak mereka dan menolak tuntutan mereka. Maka bersiaplah untuk berperang.”

Setelah itu, Abu Bakar  memanggil Ali, Zubair, Thalhah, Abdullah ibn Mas’ud dan yang lainnya untuk memposisikan mereka di gerbang Madinah. Sebagai tindakan preventif dari penyerangan pihak musuh, Abu Bakar memerintahkan penduduk Madinah untuk terus-menerus mengunjungi masjid saat masa perang. Dan pada malam ketiga, musuh mulai menyergap Madinah. Sebagian dari mereka bersembunyi di Dzil Hissi.

Ketika sampai di gerbang Madinah, Ali dan yang lainnya berhasil memukul mundur mereka. Kabar ini sampai kepada Abu Bakar sehingga yang berjaga di masjid tidak terlalu kesulitan menghadapinya. Kemudian, Abu Bakar mengikuti pasukan tersebut hingga Dzil Hissi. Di tempat itu, kaum murtad keluar dengan kantong kulit berbentuk balon. Benda tersebut terikat tali dan digelindingkan dengan kaki mereka sehingga menakuti unta kaum Muslim. Akhirnya pasukan kaum muslimin terpaksa kembali ke Madinah.

Kemudian Abu Bakar mengumpulkan kaum Muslim dan memerintahkan untuk menyusuri jejak kaki pihak musuh. Ketika fajar tiba, pasukan kaum Muslim berada dalam posisi koordinat yang sama dengan pasukan kaum murtad tanpa sedikit pun diketahui mereka. Pasukan kaum Muslim memerangi mereka hingga mereka lari tunggang langgang. Kaum Muslim mendapatkan unta kaum murtad sebagai rampasan perang.

Selanjutnya, Abu Bakar mengikuti pasukan kaum Muslim sampai ke Dzil Qishah. Di sana, dia mengetahui kabar kemenangan pasukannya. Sebelum kembali ke Madinah dia menempatkan Al-Nu’man ibn Muqarrin bersama sejumlah orang Muslim lainnya di Dzil Qishah.

Kemenangan kaum Muslim dalam peperangan kali ini punya pengaruh baik. Penduduk Madinah dengan Abu Bakar sebagai pemimpinnya dan jumlah Muslim yang tidak seberapa dapat berdiri tegak di hadapan gerombolan berjumlah besar yang terdiri atas suku Abs, Dzubyan, Ghathfan, Fazarah, dan Thai. Pertempuran saat itu telah membuktikan kepada orang Arab bahwa kaum Muslim mampu menghalau semua musuh bahkan dalam kondisi tidak adanya pasukan Usamah.

Setelah pertempuran berakhir banyak kabilah yang kembali kepada Islam. Banyak pula utusan kabilah yang membayarkan zakat kepada khalifah  Rasulullah tersebut. Di antara mereka yang pertama menunaikan kewajiban zakat adalah Shafwan ibn Shafwan, Zabarqan ibn Badr dari Bani Tamim, dan Adi ibn Hathim Al-Thai yang merupakan salah seorang ketua Bani Thai.

Pada Rajab 11 H (September 632 M) pasukan Usamah kembali dengan kemenangan dan membawa rampasan perang. Setelah pasukan Usamah beristirahat selama dua minggu, Abu Bakar memobilisasi  mereka semua untuk memerangi kaum murtad. Dia ke Dzil Qishah dan kaum Muslim dari berbagai penjuru berkumpul di sekelilingnya. Abu Bakar ingin menghancurkan kaum murtad dengan telak. Oleh karena itu dia membagi sebelas panji dan menunjuk panglima untuk setiap panji serta arah yang harus dituju. Abu Bakar memperhatikan rasio kekuatan dan kepemimpinan pasukan dengan kabilah yang menjadi target serangan.

Sebelum semua pasukan tersebut diberangkatkan untuk melakukan penyerangan, Abu Bakar sudah mengirim surat kepada kaum murtad sebagai peringatan. Dalam isi suratnya, Abu Bakar mengajak mereka untuk kembali kepada Islam dan jalan kebenaran juga menerangkan kesalahan dan kesesatan mereka. Sebagian mereka merespons dengan positif, sedangkan yang lain tetap dalam kesesatannya. Maka, pasukan kaum Muslim memerangi mereka dengan sengit selama setahun penuh dan kemenangan berpihak kepada kaum Muslim.

Sepanjang peperangan itu, Abu Bakar mengawasi setiap pergerakan pasukan dari berbagai medan perang juga menerima laporan dari para panglima serta membalasnya. Dia pun mengarahkan sebagaian pasukannya untuk membantu pasukan lain, jika memang hal tersebut dibutuhkan.

Ada beberapa faktor kemenangan kaum Muslim dalam Perang Riddah, antara lain : Kekuatan akidah Islam dalam diri para penganutnya. Mereka memegang kukuh keislaman dan berjihad karena Allah. Keteguhan tekad Abu Bakar r.a dan perhatiannya yang besar serta manajemen krisis yang bagus. Militansi para pejuang Muslim ditambah dengan strategi bantuan, yaitu berperang di berbagai lini dalam satu waktu dengan ketersediaan bantuan dari berbagai arena peperangan. Bobroknya fondasi yang dibangun oleh kaum murtad membuat sebagian mereka kembali memeluk Islam. Mereka tidak memiliki tujuan yang pantas untuk dibela.

Peperangan ini menyajikan hikmah yang bermanfaat. Kalaupun ada yang murtad di antara umat, Allah akan memudahkan untuk mengembalikan mereka kepada jalan-Nya asalkan pemimpinnya tetap istiqamah. Namun, hal sebaliknya terjadi bila pemimpinnya kafir dan murtad.

 

REPUBLIKA

Setelah Orangtuamu Wafat, Lakukanlah ini

YANG paling utama adalah mendoakannya, karena doa anak yang shalih adalah hal yang secara sharih disebutkan sangat bermanfaat bagi orang tuanya yang sudah meninggal. Tentu saja anak itu harus anak yang shalih, beriman dan bertaqwa. Karena hanya doa orang yang dekat dengan tuhannya saja yang akan didengar. Jadi kalau anaknya jarang sholat, tidak pernah mengaji, buta ajaran agama dan asing dengan syariat Islam, lalu tiba-tiba berdoa, bagaimana Allah Ta’ala akan mendengarnya. Sementara makanannya makanan haram, bajunya haram, mulutnya tidak lepas dari yang haram.

Selain itu anak yang sholih bisa saja mengeluarkan infaq, shadaqah dan ibadah maliyah lainnya yang diniatkan untuk disampaikan pahalanya kepada orang tuanya. Tentang sampainya pahala ibadah maliyah dari orang yang masih hidup untuk orang yang sudah wafat, ada banyak dalilnya. Di antaranya adalah: “Seseorang tidak boleh melakukan shalat untuk menggantikan orang lain, dan seseorang tidak boleh melakukan shaum untuk menggantikan orang lain, tetapi ia memberikan makanan untuk satu hari sebanyak satu mud gandum.” (HR An-Nasai).

Dari Abdullah bin Abbas ra bahwa Saad bin Ubadah ibunya meninggal dunia ketika ia tidak ada ditempat, lalu ia datang kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam untuk bertanya:” Wahai Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam sesungguhnya ibuku telah meninggal sedang saya tidak ada di tempat, apakah jika saya bersedekah untuknya bermanfaat baginya? Rasul shallallahu ‘alaihi wasallam menjawab: Ya, Saad berkata:” saksikanlah bahwa kebunku yang banyak buahnya aku sedekahkan untuknya” (HR Bukhari).

Bahkan sebagian ulama mengatakan bahwa bukan hanya ibadah maliyah saja yang bisa disampaikan pahalanya kepada orang wafat, namun ibadah badaniyah pun bisa dikrimkan pahalanya untuk orang yang sudah wafat. Dalilnya adalah nash berikut: Dari Aisyah ra. bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, ” Barang siapa yang meninggal dengan mempunyai kewajiban shaum (puasa) maka keluarganya berpuasa untuknya” (HR Bukhari dan Muslim)

Hadits ini adalah hadits shahih yang menyebutkan bahwa pahala puasa sebagai ibadah badaniyah bisa dikirimkan untuk orang yang sudah wafat. Selain itu pahala itu adalah hak orang yang beramal. Jika ia menghadiahkan kepada saudaranya yang muslim, maka hal itu tidak ada halangan sebagaimana tidak dilarang menghadiahkan harta untuk orang lain di waktu hidupnya dan membebaskan utang setelah wafatnya. Wallahu a’lam bishshawab. [Ahmad Sarwat, Lc.]

 

INILAH MOZAIK

 

 

—————————————————————-
Artikel keislaman di atas bisa Anda nikmati setiap hari melalui smartphone Android Anda. Download aplikasinya, di sini!

Mengerikan, 7 Neraka Ini Menanti Manusia

ALLAH menjanjikan balasan Neraka bagi siapa saja yang membangkang terhadap syariatNya. Dan Neraka adalah tempat penyiksaan paling dahsyat bagi mahluk Allah yang mendustakan ajaran RasulNya.

Tidak ada yang bisa menggambarkan kepedihan siksa neraka ini. Apa pun jenis siksa yang dibuat manusia di dunia, tidak bisa melebihi pedihnya siksa neraka.

Kata Neraka sering disebutkan dalam kitab suci Al – Qur’an dan jumlahnya sangat banyak sekali . Dalam bahasa Arab disebut naar ( an – Nar ) .

Siapapun orang yang dimasukkan ke dalam neraka , dia tidak akan bisa keluar darinya, kecuali jika dikehendaki oleh Allah. Pintu neraka berdiri kokoh dan tertutup rapat . Itulah penjara bagi orang – orang yang menganggap remeh berita tentang pengadilan akhirat .

Ada juga orang-orang yang terakhir kali masuk surga, setelah mereka di siksa sesuai dengan dosa-dosanya yang telah mereka perbuat.

Didalam Al-Qur’an disebutkan bahan bakar neraka adalah dari manusia dan batu (ada yang mengartikan berhala). Pintu gerbang Neraka di pimpin oleh Malaikat Malik, yang memiliki 19 malaikat penyiksa di dalam Neraka, salah satunya yang disebut namanya dalam Al -Qur’an adalah Zabaniah .

Meskipun neraka sering digambarkan sebagai tempat penyiksaan yang teramat panas, tetapi ada jenis penyiksaan yang teramat sangat dingin . Disebutkan di dalam Al – Qur’an : ” Inilah ( azab neraka ), biarlah mereka merasakannya, ( minuman mereka ) air yang sangat panas dan air yang sangat dingin . (Sad [ 38 ] : 57 ) ”

Siksaan di dalam neraka yang paling ringan adalah diberikan sandal api yang bisa membuat otak mereka mendidih . ” Sesungguhnya penghuni neraka yang paling ringan siksaannya ialah orang yang diberi sepasang sandal yang talinya terbuat dari api neraka , lalu mendidihlah otaknya karena panasnya yang laksana air panas mendidih di dalam panci . Dia mengira tiada seorangpun yang menerima siksaan lebih dahsyat dari itu , padahal dialah orang yang mendapat siksaan paling ringan . ” ( HR. Bukhari – Muslim )

Nama-nama Pintu Neraka

Neraka tempat penyiksaan itu kemudian banyak disebut orang dengan nama Jahannam. Jahannam itu memiliki 7 pintu, setiap pintu (tingkat), telah ditetapkan untuk golongan tertentu dari para makhluk-Nya. Pintu (tingkat) neraka yang disebutkan di dalam Al – Quran adalah :

1. Hawiyah

Neraka yang diperuntukkan pada orang – orang yang ringan timbangan kebaikannya , yaitu mereka yang selama hidup didunia mengerjakan kebaikan bercampur dengan keburukan . Orang muslim laki dan perempuan yang tindak tanduknya tidak sesuai dengan ajaran agama Islam , seperti para wanita muslim yang tidak menggunakan jilbab, atau pria muslim yang sering memakai sutra dan emas , mencari rezeki dengan cara tidak halal , memakan riba dan sebagainya , Hawiyah adalah sebagai tempat tinggalnya . (Surah Al – Qari’ah ).

2. Jahiim

Neraka sebagai tempat penyiksaan orang – orang musyrik atau orang yang menyekutukan Allah . Mereka akan disiksa oleh para sesembahan mereka . Dalam ajaran Islam syirik adalah sebagai salah satu dosa paling besar menurut Allah, karena syirik berarti menganggap bahwa ada makhluk yang lebih hebat dan berkuasa sehebat Allah dan bisa pula menganggap bahwa ada Tuhan selain Allah. (Surah Asy – Syu’ara ‘ dan Surah As – Saffat.)

3. Saqar

Neraka untuk orang munafik , yaitu orang yang mendustakan perintah Allah dan rasul . Mereka mengetahui bahwa Allah sudah menentukan hukum Islam melalui lisan Muhammad , tetapi mereka meremehkan syariat Islam .( Surah Al – Muddathir ).

4. Lazhaa

Neraka yang disediakan untuk orang yang suka mengumpulkan harta , serakah dan menghina orang miskin . Bagi mereka yang tidak mau bersedekah , membayar zakat , atau bahkan memasang muka masam apabila ada orang miskin datang meminta bantuan . (Surah Al – Ma’arij ).

5. Huthamah

Neraka yang disediakan untuk orang yang gemar mengumpulkan harta berupa emas , perak atau platina, mereka yang serakah tidak mau mengeluarkan zakat harta dan menghina orang miskin . Di neraka ini harta yang mereka kumpulkan akan dibawa dan dibakar untuk diminumkan sebagai siksaan kepada manusia kolektor harta. (Surah Al Humazah) .

6. Sa’iir

Neraka yang diisi oleh orang – orang kafir dan orang yang memakan harta anak yatim . (Surah Al – Ahzab , Surah An – Nisa ‘ , Surah Al – Fath dan Surah Luqman)

7. Wail

Neraka yang disediakan untuk para pengusaha atau pedagang yang licik , dengan cara mengurangi berat timbangan , mencalokan barang dagangan untuk mendapatkan keuntungan yang berlipat – lipat . Barang dagangan mereka akan dibakar dan dimasukkan kedalam perut mereka sebagai azab dosa – dosa mereka. ( Surah Al – Tatfif dan Surah At Tur) .

Neraka ini dipegang ( ditahan ) oleh tujuh puluh ribu tali , dan setiap talinya di pegang oleh tujuh puluh ribu malaikat .

Penghuni neraka terbanyak disebutkan di dalam salah satu hadist , bahwa penghuni neraka yang terbanyak adalah dari kalangan perempuan . ” …

Orang – orang ahli neraka telah diperintahkan masuk neraka maka ketika saya berdiri di dekat pintu neraka tiba – tiba kudapatkan kebanyakan yang masuk ke dalamnya adalah orang – orang perempuan.

 

INILAH MOZAIK

 

 

—————————————————————-
Artikel keislaman di atas bisa Anda nikmati setiap hari melalui smartphone Android Anda. Download aplikasinya, di sini!