Assaamu’alaikum Wrwb, Ustadz saya ingin menanyakan sebenarnya bagaimana susunan shaf dalam sholat berjamaah menurut tuntunan Rasullullah SAW, terutama untuk laki-laki pada shaf kedua dan seterusnya, apakah shaf dimulai dari tengah atau dari sebelah kanan.
Juga benarkah jika seseorang yang sholat berjamaah pada shaf kedua sendirian, sholatnya tidak sah. Tolong dijelaskan beserta gambarnya kalo bisa. Terima kasih
Waalaikumussalam Wr Wb
Saudara Karno yang dimuliakan Allah swt
Dari Mana Memulai Shaf ?
Dianjurkan bagi para jamaah untuk meluruskan shafnya didalam shalat, tidak sebagiannya lebih maju dari sebagian lainnya (bengkok) dan tidak meninggalkan celah didalamnya. Dianjurkan pula bagi seorang imam untuk mengingatkan jamaahnya sebelum shalat ditegakkan dengan megatakan, diantaranya :
« سوّوا صفوفكم فإنّ تسوية الصّفّ من تمام الصّلاة »
Artinya : “Luruskanlah shaf-shaf kalian maka sesungguhnya lurusnya barisan adalah diantara kesempurnaan menegakkan shalat.”
Bagian dari kelurusan shaf jamaah shalat adalah mengisi penuh terlebih dahulu shaf pertama baru kemudian shaf kedua, mengisi penuh shaf kedua baru kemudian shaf ketiga begitu seterusnya dan tidak mengisi shaf kedua sementara shaf pertama masih kosong, berdasarkan apa yang driwayatkan oleh Abu Daud dari dari Anas bin Malik dia berkata; Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Sempurnakanlah shaf yang pertama, kemudian yang berikutnya. Kalaupun ada shaf yang kurang, maka hendaklah dia di shaf belakang.”
Adapun shaf dalam shalat dimulai dari belakang imam (tengah) baru kemudian mengisi sebelah kanan dan kirinya hingga seimbang antara bagian kiri dan kanan hingga shaf tersebut penuh baru kemudian membuat shaf dibelakangnya dengan cara yang sama dengan diatas.
Abu Daud meriwayatkan dari Abu Hurairah dia berkata; Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda: “Jadikanlah imam berada di tengah-tengah kalian dan tutuplah celah-celah shaf.”
Imam Muslim meriwayatkan dari Abu Mas’ud bahwa Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda Hendaklah yang tepat di belakangku orang yang dewasa yang memiliki kecerdasan dan orang yang sudah berakal di antara kalian, kemudian orang yang sesudah mereka kemudian orang yang sesudah mereka’.
Pemilik kitab “Aunul Ma’bud” mengatakan jadikanlah imam kalian berada ditengah-tengah dan berdirilah kalian pada shaf-shaf dibelakangnya lalu sebelah kanan dan kirinya.
Hukum Orang Yang Shalat Sendirian DIbelakang Shaf
Shalat sendirian dibelakang shaf tanpa adanya uzur tetaplah sah namun makruh dan kemakruhannya itu hilang jika terdapat uzur, demikianlah pendapat jumhur fuqaha : para ulama Hanafi dan Syafi’i menguatkan pendapat itu berdalil dengan apa yang diriwayatkan dari Abu Bakrah bahwa dia pernah mendapati Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam sedang rukuk, maka dia pun ikut rukuk sebelum sampai ke dalam barisan shaf. Kemudian dia menceritakan kejadian tersebut kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam, Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam lalu bersabda: “Semoga Allah menambah semangat kepadamu, namun jangan diulang kembali.”
Sementara itu para ulama Maliki berpendapat boleh shalat sendirian dibelakang shaf, ini adalah nash Khalil : al Mawaq menukil dari Ibnu Rusyd bahwa barangsiapa yang shalat dan membiarkan tempat kosong yang ada di shaf maka sungguh dia telah melakukan keburukan. Dia berkata bahwa yang masyhur adalah dia melakukan keburukan namun tidak perlu mengulang shalatnya.
Para ulama Hambali berpendapat bahwa tidak sah shalat orang yang sendirian satu rakaat penuh dibelakang shaf tanpa adanya uzur, berdasarkan hadit Wabishah bin Ma’bad bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam melihat seorang laki-laki melaksanakan shalat sendirian dibelakang shaf maka Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam memerintahkannya untuk mengulang (shalatnya).” (HR. Tirmidzi. Dia berkata,”Hadits hasan.” Hadits ini juga diriwayatkan oleh Ibnu Hibban dalam shahihnya)
Jumhur ulama berkata bahwa dari hadits Abi Bakrah itu tidaklah ada keharusan baginya mengulang shalat. Sedangkan perintah mengulang didalam hadits Wabishah bin Ma’bad adalah sebuah anjuran, demikianlah penggabungan antara dua dalil diatas.
Adapun penjelasan tentang cara seorang makmum menghindari shalat sendirian dibelakang shaf adalah sebagai berikut :
Barangsiapa memasuki masjid sementara sudah ada jamaah dan jika dia mendapatkan celah (tempat kosong) pada shaf terakhir maka hendaklah dia berdiri di tempat yang kosong itu. dan jika dia medapatkan tempat kosong pada shaf yang ada di depan maka hendaklah dia menerobos shaf-shaf yang ada untuk sampai kepada tempat kosong itu
Dan barangsiapa yang tidak mendapatkan tempat kosong di shaf manapun maka telah terjadi perbedaan para fuqaha tentang apa yang seharusnya dilakukan olehnya pada saat itu :
Para ulama Hanafi megatakan,”Seyogyanya dia menunggu orang memasuki masjid untuk membentuk shaf bersamanya. Jika dia tidak mendapatkan seorang pun dan khawatir kehilangan rakaat maka hendaklah dia menarik seseorang yang telah diketahui ilmu adan akhlaknya dari shaf untuk berada bersamanya. Jika dia tidak mendapatkan orang yang seperti itu maka hendaklah dia berdiri di belakang shaf sejajar dengan imam tanpa ada kemakruhan dalam hal ini dikarenakan adanya uzur, demikianlah menurut al Kasani didalam Bada’i as Shana’i.
Para ulama Maliki berpendapat bahwa barangsiapa yang tidak memungkinkan baginya masuk ke dalam shaf maka shalatlah sendirian tanpa menarik seorang pun dari shaf. Jika dia menarik seseorang maka hendaklah orang yang ditariknya tidak perlu menaatinya.
Pendapat para ulama Syafi’i yang benar adalah barangsiapa yang tidak mendapatkan tempat kosong dan tidak juga kelapangan maka dianjurkan baginya untuk menarik seseorang dari shaf untuk membuat shaf dengannya akan tetapi hendaklah dia memperhatikan bahwa orang yang ditarik itu mau untuk menyepakatinya dan jika tidak maka janganlah dia menarik seseorang demi menghindari fitnah.
Jika dia menarik seseorang maka dianjurkan bagi orang yang ditarik itu untuk membantunya demi mendapatkan keutamaan memberikan bantuan dalam kebaikan dan ketakwaan.
Para ulama Hambali berpendapat bahwa barangsiapa yang tidak mendapatkan satu tempat didalam shaf maka berdirilah disebelah kanan imam jika mungkin. Jika berdiri di sebelah kanan imam tidak memungkinkan baginya maka hendaklah dia mengingatkan seseorang dari shaf untuk berdiri bersamanya.
Pemberian peringatan itu bisa dengan ucapan atau berdehem atau isyarat dan hendaklah orang yang diberi peringatan itu menurutinya. Secara lahiriyah hal itu adalah wajib karena merupakan bagian dari bab suatu kewajiban tidak akan sempurna kecuali dengannya. Akan tetapi dimakruhkan baginya memberikan peringatan dengan menariknya, hal ini tidak disukai Imam Ahmad, Ishaq dikarenakan ia bisa memalingkannya tanpa seizinnya.
Namun Ibnu Qudamah didalam al Mughni membolehkan penarikan itu dalam perkataannya,”Karena keadaanlah yang menuntut hal demikian, maka ia dibolehkan seperti halnya sujud diatas punggungnya atau kakinya tatkala keadaannya penuh sesak.
Dan ini bukanlah memalingkannya akan tetapi hanyalah sebuah pemberian peringatan untuk keluar (dari shafnya, pen) dan shalat bersamanya. Terdapat hadits dari Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam,”Dan lemah lembutlah terhadap kedua tangan saudara kalian.” Akan tetapi jika orang itu tidak mau keluar bersamanya maka janganlah dirinya memaksanya dan shalatlah sendirian dibelakang shaf).
Dan hadits : ,”Dan lemah lembutlah terhadap kedua tangan saudara kalian.” Diriwayatkan oleh Abu Daud dengan sanad shahih, nash itu digunakan Imam Nawawi didalam kitabnya “al Majmu’” –(Markaz al Fatwa No. 14806)
Wallahu A’lam