Metode Menjadi Sufi

MENJADI Sufi adalah menjadi apa yang engkau dapat menjadi, dan tidak mencoba untuk mengejarnya pada tahap yang salah, ilusi.

Menjadi sadar terhadap apa yang mungkin bagimu, dan tidak berpikir bahwa engkau sadar terhadap apa yang tidak engkau perhatikan.

Sufisme adalah ilmu mendiamkan apa yang harus didiamkan, dan memperhatikan (waspada) apa yang harus diperhatikan (diwaspadai), tidak berpikir bahwa engkau dapat diam atau waspada di mana engkau tidak dapat, atau bahwa engkau perlu melakukan ketika engkau tidak membutuhkan.

Mengikuti jalan Darwis adalah mengikuti kesatuan yang tersembunyi, meskipun, dan tidak dengan perantaraan mengakui akan perbedaan.

Memperhitungkan cara yang ada dalam perbedaan, tanpa memikirkan bahwa bentuk luar kemajemukan adalah penting di dalamnya.

Pendekatan dengan mempelajari faktor-faktor pengetahuan bagaimana untuk belajar; tidak dengan berusaha memperoleh pengetahuan tanpa praktek yang benar dalam mendekatinya.

Engkau lebih dekat menjadi Sufi dengan menyadari bahwa kebiasaan dan prasangka, merupakan hal yang esensial hanya pada beberapa bidang; tidak dengan membentuk kebiasaan dan menilai dengan menggunakan prasangka yang tidak sesuai.

Engkau harus menyadari ketidakberartianmu sebagai arti dirimu; tidak mencari perasaan berarti itu sendiri.

Orang yang sederhana (merendahkan diri) seperti ini, karena mereka memang harus demikian; dan yang terburuk dari semua laki-laki maupun perempuan adalah mereka yang menjalankan kerendahan hati untuk tujuan kebanggaan, bukan sebagai sarana perjalanan.

Metode Sufisme adalah selalu menerima sebuah nilai, kapan dan di mana nilainya, dan dengan siapa bernilainya, bukan meniru karena terpesona, atau menyalin karena kesukaan meniru.

Keberhasilan seseorang meningkatkan dirinya lebih tinggi, datang melalui usaha yang benar dan metode yang benar, bukan sekadar dengan berkonsentrasi pada cita-cita yang benar atau pada kata-kata orang lain yang ditujukan ke orang lain.

Sebagai jebakan yang terletak pada elemen rendah dalam dirimu, saat seorang manusia, sebuah buku, upacara, organisasi, metode, penampakan, secara langsung atau dengan nasihat untuk memiliki sesuatu yang dapat dipakai semua, atau dengan kuat menarik perhatianmu kendati tidak secara benar. (Sayed Imam Ali Shah) []

 

 

Betapa Beruntungnya Punya Anak Perempuan

RASULULLAH shallallahu alaihi wasallam bersabda, “Siapa yang memiliki tiga anak perempuan, lalu ia bersabar membesarkan mereka, memberi makan, minum, dan pakaian kepada mereka, niscaya anak-anak itu akan menjadi hijab/penghalang baginya dari api neraka.”

Menurut Samahatusy Syaikh Ibnu Baz rahimahullah, hadis tersebut berlaku umum untuk ayah dan ibu dengan sabda Rasulullah shallallahu alaihi wasallam.

“Siapa yang memiliki dua anak perempuan lantas ia berbuat baik kepada keduanya, niscaya mereka akan menjadi penghalang baginya dari api neraka.” [1]

Demikian pula apabila seseorang memiliki saudara perempuan, bibi dari pihak ayah (ammah) atau pihak ibu (khalah), atau semisal mereka, lantas berbuat baik kepada mereka, ia pantas beroleh pahala yang besar, terhalangi dari api neraka dan dijauhkan dari neraka karena amalnya yang baik.

Keutamaan ini khusus diberikan kepada kaum muslimin. Apabila seorang muslim mengamalkan kebaikan-kebaikan ini demi mengharap wajah Allah Subhanahu wa Taala, niscaya bisa menjadi sebab keselamatannya dari api neraka.

Memang ada banyak sebab untuk selamat dari neraka dan masuk ke dalam surga. Di antaranya adalah orang yang diberi rezeki anak-anak perempuan atau saudara perempuan, lantas berbuat baik kepada mereka. Mereka akan menjadi penghalang baginya dari api neraka.

Demikian pula orang yang tiga anaknya meninggal sebelum berusia baligh, niscaya anak-anak tersebut akan menjadi penghalang baginya dari neraka.

Ketika ada yang bertanya, “Wahai Rasulullah, bagaimana apabila dua anak?” Beliau menjawab, “Dua juga.”

Mereka tidak bertanya tentang satu anak, namun ada riwayat yang shahih dari Nabi shallallahu alaihi wasallam, beliau bersabda,

“Allah Subhanahu wa Taala berfirman, ‘Tidak ada balasan bagi hamba-Ku yang beriman, saat Aku ambil penduduk dunia kesayangannya, lantas ia mengharapkan pahala dengannya, kecuali balasannya adalah surga.” [2]

Rasulullah shallallahu alaihi wasallam menerangkan bahwa tidak ada balasan bagi orang mukmin yang kehilangan orang yang dikasihinya dari penduduk dunia, lantas ia bersabar dan mengharapkan pahala, selain surga.

Jadi, seorang anak yang meninggal termasuk dalam hadis ini. Apabila ayah, ibu, atau kedua-duanya mau bersabar mengharap pahala Allah Subhanahu wa Taala atas musibah kehilangannya, niscaya keduanya akan beroleh surga. Ini adalah keutamaan yang agung dari Allah Subhanahu wa Taala.

Demikian pula seorang suami, istri, seluruh kerabat dan sahabat, apabila mereka bersabar dan mengharapkan pahala atas musibah tersebut, mereka pun termasuk dalam hadits ini (beroleh surga). Tentu saja dengan memerhatikan pula apakah mereka terbebas dari penghalang-penghalang untuk mendapatkan keutamaan tersebut, yaitu meninggal dalam keadaan berbuat dosa besar. Nasalullaha as-salamah.”

(Fatawa al-Marah al-Muslimah, hlm. 565)

Catatan Kaki:
[1] HR. Al-Bukhari dan Muslim.
[2] HR. Al-Bukhari.

Sumber: Majalah Asy Syariah no. 91/VII/1434 H/2013, hal. 104-105.

Salam Abu Zar yang Terus Diikuti

Sebuah lembah di luar Makkah menjadi tempat tinggal kabilah Gifar. Mereka adalah sekelompok orang yang dirugikan saat orang Quraisy berdagang di antara Suriah dan Makkah. Kemungkinan mereka juga hidup dengan merampok kafilah ini saat berada dalam himpitan ekonomi.

Salah satu anggota suku Gifar bernama Jundub bin Junadah. Pria yang kerap dipanggil Abu Zar ini dikenal berani, berkepribadian tenang, dan berpandangan visioner.Satu hal yang baginya menjijikkan, yaitu kebiasaan masyarakat kala itu menyembah berhala. Baginya hal itu tidak masuk akal.Buat apa menyembah berhala yang hanya diam dan tak bisa berbuat apa-apa.

Dia juga membenci orang Arab karena kerap mengkhianati perjanjian. Saat berada di padang pasir Waddan, Abu Zar mendengar kabar bahwa seorang nabi berdakwah di Makkah. Ketika itu dia bertanya-tanya, nabi? Apakah nabi itu bisa mengubah keadaan? Namun pertanyaan itu dia singkirkan terlebih dahulu.

Abu Zar memanggil saudaranya Anis, dan berkata kepadanya, “Pergilah ke Makkah dan dapatkan kabar apapun yang bisa kamu dapatkan dari orang ini yang mengklaim bahwa dia adalah seorang nabi pembawa wahyu dari surga. Dengarkan beberapa ucapannya dan kembalilah.”

Anis pergi ke Makkah dan menemui nabi. Dia mendengarkan apa yang disampaikan Rasulullah, kemudian kembali kepada Abu Zar. “Saya telah melihat seorang pria yang penuh kebaikan, yang tidak hanya pandai bersajak, tapi juga mampu menjadi teladan.”

“Apa yang orang katakan tentang dia?”tanya Abu Zar.

“Mereka bilang dia pesulap, peramal dan penyair.”

“Rasa penasaran saya tidak puas, saya belum selesai dengan masalah ini, maukah Anda menjaga keluarga saya saat saya keluar untuk mengetahui langsung misi nabi ini?”

“Ya, tapi hati-hati dengan orang Makkah.”

Setibanya di Makkah, Abu Zar berhati- hati. Dia memutuskan untuk menjaga jarak dengan orang Quraisy yang sombong. Abu Zar mengetahui para pengikut Rasulullah kerap menjadi sasaran kekerasan dan penganiayaan. Dia menahan diri untuk tidak bertanya kepada siapa pun tentang Muhammad. Ketika itu dia tidak mengetahui mana pihak kawan ataupun lawan.

Pada suatu malam Abu Zar berbaring di Masjid al-Haram. Ali bin Abi Thalib melewatinya dan menyadari bahwa dia adalah orang asing. Ali meminta Abu Zar datang ke rumahnya. Malam ketika itu mereka lalui di rumah sayyidina Ali.

Ketika Sahabat Rasul Lestarikan Alam

Sejak mula, manusia diciptakan sebagai khalifah di muka bumi. Yakni, sebagai penjaga, pemelihara, dan pengambil manfaat sebaik-baiknya.

Untuk memberi kemanfaatan dan mendukung tugas kekhalifahan itu, segala sesuatunya diciptakan. “Dialah Allah yang menciptakan untuk kamu segala apa yang ada di bumi.”

Seorang Muslim dituntun untuk proporsional dalam mengambil segala sesuatu dari alam. Ketika diambil secukupnya, itu akan menjadi manfaat. Sebaliknya, ketika diambil berlebihan akan menuai kerusakan.

Firman Allah, “Telah tampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan perbuatan tangan manusia, supaya Allah merasakan kepada mereka sebagian dari akibat perbuatan mereka agar mereka kembali ke jalan yang benar.” (QS ar-Rum [30]: 41)

Kebaikan ajaran Islam tercermin dari akhlak. Akhlak ini memiliki rentang spektrum yang luas. Sebagaimana ditulis cendekiawan Muslim asal Damaskus, Suriah, almarhum Syekh Wahbah az-Zuhaili, akhlak mencakup tiga hal. Ada akhlak terhadap Sang Pencipta, akhlak terhadap sesama manusia, dan akhlak terhadap alam semesta.

Soal akhlak terhadap alam semesta, dua hal terpenting adalah bagaimana sikap manusia terhadap binatang dan tetumbuhan. Inilah dua kerajaan besar dalam sistem klasifikasi makhluk hidup, yang sering dibendakan secara sewenang-wenang oleh manusia.

Keluhuran akhlak terhadap alam semesta ini, salah satunya dicontohkan ketika Abu Bakar menjabat tampuk kekhalifahan. Abu Bakar mengirimkan pasukan ke Syams (kini Suriah).

Kepada para pasukan, dia berpesan supaya dalam melakukan peperangan sedapat mungkin tidak memotong atau menebang pohon di wilayah itu. Riwayat tentang wasiat Abu Bakar itu lantas diabadikan Imam Malik bin Anas dalam al-Muwaththa.

Dari Yahya bin Sa’id, “Saya berwasiat kepada kalian 10 macam: janganlah membunuh perempuan, jangan membunuh anak-anak, jangan membunuh orang yang sudah tua, jangan memotong pohon yang sedang berbuah, jangan meruntuhkan bangunan, jangan memotong domba dan unta kecuali untuk dimakan, jangan membakar pohon kurma dan jangan pula menenggelamkannya, jangan berlaku khianat, serta jangan menakut-nakuti rakyat.”

Empat dari 10 wasiat itu berkaitan dengan akhlak terhadap binatang dan tumbuh-tumbuhan. Domba dan unta tidak boleh semena-mena disembelih, kecuali dimakan. Abu Bakar juga mengajarkan, dalam kondisi perang sekalipun, sedapat mungkin Muslim diminta untuk tidak membabat pohon-pohon. Pohon yang sedang berbuah disebut secara khusus karena pohon itu akan sangat bermanfaat bagi manusia.

“Dan janganlah kamu berbuat kerusakan di muka bumi. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berbuat kerusakan.” Demikian firman Allah dalam surah al-Qashash ayat 77. Alih-alih merusak, tugas setiap Muslim adalah menjaga.

Rasulullah sampai berpesan, “Sekiranya kiamat datang, sedang di tanganmu ada anak pohon kurma, jika dapat terjadi untuk tidak berlangsung kiamat itu hingga selesai menanam tanaman, hendaklah dikerjakan (pekerjaan menanam itu). (HR Ahmad). Tak peduli kiamat akan segera meluluhlantakkan pohon itu, dia tetap harus ditanam. Yang menjadi penting bukan apa jadinya nanti, melainkan apa yang telah kita lakukan atas segenggam kehidupan itu.

Ajari Hati Selalu Ridho Bahagia, Caranya?

SELAMAT pagi saudaraku dan sahabatku. Sebentar lagi matahari akan terbit menyapa bumi. Ia tetap seperti biasanya, hadir membawa serta vitamin D dan cahaya penerang sudut-sudut bumi yang lama dalam gelap karena terselimuti malam. Kira-kira, bisakah kita sesetia matahari dalam memberikan vitamin kehidupan bagi orang lain dan dalam membuat terang hati manusia yang berada dalam ruang gelap kehidupan?

Untuk bisa seperti matahari, miliki vitamin-vitamin kehidupan yang dibutuhkan banyak orang. Belilah vitamin-vitamin itu dari apotek kehidupan, yaitu mushalla, masjid, madrasah dan pesantren. Tanyakan kepada para “petugas” atau pejabat yang menjaga apotek itu jenis vitamin dan fungsinya agar tak salah pilih dan salah konsumsi. Lebih dari itu juga, miliki sumber cahaya agar bisa menuntun yang lain menuju jalan yang dituju. Allah adalah sumber cahaya dan mengingatNya (dzikir) adalah cara “charging” yang paling jitu.

Mustahil akan mampu membahagiakan orang lain kalau dirinya belum bahagia. Mustahil bisa berbagi vitamin kepada orang lain kalau dirinya sendiri tak memiliki vitamin. Bagaimana mungkin akan menerangi jalan orang lain jika dirinya saja berada dalam gelap tanpa memiliki sumber cahaya terang. Karena itu, langkah pertama yang harus dilakukan adalah bahagiakan hati kita. Ajari hati kita untuk ridla bahagia.

Bagaimana cara mengajari hati menjadi ridla bahagia? Saya sangat tersentuh dengan anjuran atau nasehat Syekh Muhammad Mutawalli Sya’rawi: “Janganlah Anda melihat apa yang hilang dari Anda, lihatlah apa yang masih tetap ada bersama Anda.” Saudaraku dan sahabatku, Anda masih punya banyak hal yang patut disyukuri, lantas apa alasan kita menghabiskan waktu untuk mengeluhkan apa yang hilang dan lepas dari kita. Kata nenek moyang kita: “Gugur satu, tumbuh seribu.” Salam, AIM. [*]

Oleh : KH Ahmad Imam Mawardi |

Catatan Malam dan Pagi Kemarin

KEMARIN saya ada di tengah laut, menyeberang ke sebuah pulau. Lima jam perjalanan berangkat ke pulau itu. Sepuluh jam total jalan pulang pergi. Plus 2 jam ceramah, maka 12 jam adalah angka pasti saya mengukur jalanan dan lautan. Jumlah waktu yang lumayan panjang melampaui jam terbang pesawat dari Surabaya ke Madinah.

Saat berada di tengah lautan, tak dinyana bahwa angin saat pulang begitu kencang. Perahu kapal lumayan oleh. Hati yang masih berselimutkan trauma dan waswas dengan apa yang terjadi akhir-akhir ini menciut juga sambil bergumam: “Kita, manusia, adalah sungguh lemah di hadapan alam.” Menetes air mata.

Jam 03.15 WIB saya tiba di pondok. Langsung bersiap sedia untuk kuliah subuh di Masjid Baitussalam. Ketua takmir yang tahu jadwal acara saya tadi malam waswas apakah saya bisa hadir. Terlihat wajah sedih kasihan saat saya tiba di masjid. Doa kesehatan dilantunkan untuk saya. Tema yang saya bicarakan adalah yang berkenaan dengan isu viral kekinian. Surat Al-An’am ayat 42-44 menjadi rujukan utama. Tolong dibuka dan dibaca ya. Kesimpulannya adalah: “Kita, manusia, adalah makhluk lemah.”

Menyadari bahwa diri kita ini lemah sesungguhnya harus menyadarkan kita untuk datang mendekat dan menyandarkan diri kepada Yang Mahakuat, yakni Allah Swt. Sungguh sangat sombong manusia yang tak mau kenal Allah, meremehkan urusan yang berkaitan dengan Allah dan tak mau bermohon kepadaNya.

Sehebat-hebatnya manusia tak ada yang mampu menahan kantuk, tak ada yang kuat bertahan tidur tanpa bangun, tak ada yang bisa mengatur detak jantungnya sendiri, dan tak ada yang bisa hidup total sendirian tanpa bantuan. Siapakah Tempat meminta yang paling maha? Siapakah Yang Mahapenolong dalam maknanya yang sesungguhnya? Allaaah. Marilah kita agungkan Allah, marilah bersandar kepadaNya, agar senantiasa berada dalam rahmatNya. Salam, AIM. [*]

 

 

Oleh : KH Ahmad Imam Mawardi

Anak-Anak Korban Gempa Diajari Mengaji

Anak-anak Kelurahan Petobo korban gempa dan likuifaksi diajari mengaji. “Kegiatan ini kami laksanakan setiap selesai shalat Maghrib, kami ajar baca tulis Alquran dan durasinya pun tidak sampai 60 menit,” kata Herni, guru mengaji yang juga warga Petobo sekaligus korban bencana alam, Selasa (9/10).

Proses belajar mengaji dilaksanakan di tenda sederhana dibantu pencahayaan listrik dari mesin generator. Anak-anak pun tampak begitu antusias mengikuti kegiatan itu.

Herni menyebut, baca tulis Alquran sangat penting diajarkan kepada anak-anak sejak dini untuk menambah pengetahuan dan wawasan mereka terhadap agama agar kelak dapat menjadi orang yang berguna.

Menurutnya pendidikan agama tidak hanya dilaksanakan terpusat sekolah, tetapi dimana saja bisa dilakukan sepanjang ada kemauan belajar.

“Waktu kampung kami masih ada, saya sering ajar anak-anak mengaji, kegiatan ini dilakukan atas inisiatif sendiri, selagi ada kesempatan kenapa tidak kita lakukan,” kata wanita berprofesi sebagai guru agama SD ini.

Ia mengatakan, belajar mengaji juga merupakan salah satu cara memulihkan kondisi psikologis anak dari rasa trauma yang mereka alami, apa lagi di posko itu ada anak yang tidak punya ibu akibat diterjang gelombang tanah bercampur lumpur.

Ia mengaku, buku metode membaca Alquran yakni “Iqra” diambilnya di bawah puing-puing reruntuhan rumahnya dan masjid yang sudah roboh dimanfaatkan untuk sebagai bahan mengajar mengaji.

“Dari pada hanya berserakan  di bawah puing-puing reruntuhan mending dimanfaatkan untuk menambah pemahaman agama,” ujarnya.

Kelurahan Petobo merupakan salah satu daerah terparah di wilayah Kota Palu akibat dampak musibah gempa dan tsunami serta likuifasi. Dari 1.040 hektare luas wilayah kampung tersebut terdapat 180 hektare rusak tertimbun lumpur yang menelan ribuan korban jiwa.

Amal adalah Teman

Amal adalah teman ketika waktu berakhir. Istri, anak, bapak, ibu, tetangga, sahabat, tak kenal lagi sosok kita. Amal itu yang akan berbicara tentang siapa kita, apa yang semua pernah kita perbuat dari ujung rambut hingga ujung kaki.

Pada saat manusia mati, sederet daftar perbuatan yang pernah diperbuat ditunjukkan kepadanya.Pada hari ketika tiap-tiap diri mendapati segala kebajikan diha dapkan (dimukanya), begitu (juga) kejahatan yang telah dikerjakannya; ia ingin kalau sekiranya antara ia dengan hari itu ada masa yang jauh; dan Allah mempe ringat kan kamu terhadap diri (siksa)-Nya.Dan Allah sangat penyayang kepada ham ba-hamba-Nya.(QS Ali Imran ayat 30).

Imam Al Ghazali menjelaskan, ketika saatnya tiba, perbuatan baik seberat zarah sekalipun akan ditempatkan dalam satu timbangan. Sementara, perbuatan jahat dalam satuan yang sama akan ditempatkan di lengan timbangan lain.

Manusia akan dihadapkan pada keputusan neraca (mizan).Dia akan sangat khawatir dan gelisah untuk mengetahui lengan timbangan mana yang naik dan mana yang turun. Adapun orang-orang yang berat timbangan kebaikannya, dia berada dalam kehidupan memuaskan.Dan orang-orang yang ringan timbangan kebaikannya, maka tempat kembalinya adalah neraka Hawiyah.Dan tahukah kamu apakah neraka Ha wiyah itu? Yaitu, api yang sangat panas.(QS al-Qariah: 6-11).

Dalam salah satu suratnya, Al Ghazali menjelaskan, timbangan (kebaikan) orang-orang kaya akan ringan pada hari itu. Mereka menghabiskan uang untuk memuaskan nafsu kebinatangan mereka.

Sedangkan, timbangan (kebaikan) orang-orang yang hina akan berat.Mereka menggunakan uang mereka untuk menjalan kan perintah Allah.Meski demi kian, orang yang menghabiskan seluruh kekayaannya untuk bersedekah akan memperoleh keselamatan yang sempurna. Mereka pasti akan terhindar dari bahaya yang terdapat dalam pemilikan benda-benda keduniaan.

Lihatlah Sayidina Abu Bakar as-Sid diq.Dia menghabiskan tanah dan hartanya untuk diletakkan di hadapan Nabi SAW. Ketika ditanyakan apa yang ditinggalkan bagi kerabatnya, Abu Bakar berkata, Saya yakin bahwa Allah dan rasul-Nya akan menganugerahkan saya keuntungan yang cukup agar bisa menawarkan kegelisahan saya untuk nafkah keluarga saya.

Peristiwa ini terjadi ketika Nabi Muhammad bersabda, Orang-orang kaya telah hancur. Hanya yang menebarkan kekayaannya ke segela arah saja yang bertahan hidup, yang membantu orang miskin dan melaksanakan perintah-perintah Allah.

Amal saleh sesungguhnya adalah alam (nature) manusia. Menurut fitrahnya, manusia suka pada kebaikan yang merupakan alam manusia. Lawannya, yakni keburukan dengan sendirinya tidak bersifat manusiawi, dalam arti tidak berguna dan tidak sesuai dengan alam dan kemuliaan manusia.`’Adapun buih itu akan hilang sebagai sesuatu yang tak ada harganya, ada pun yang memberi manfaat kepada manu sia, maka ia tetap di bumi.” (QS ar- Ra’d: 17).

Amal saleh dikerjakan tidak untuk Tuhan, tetapi untuk kebaikan manusia itu sendiri baik di dunia maupun di akhirat.Orang yang sudah berbuat baik janganlah merasa sudah berbuat baik untuk Tuhan.

Tak hanya itu, amal saleh juga disebut mendorong terkabulnya doa.Prinsip ini didasarkan pada ayat berikut.`’Barang siapa yang menghendaki kemuliaan, maka bagi Allahlah kemuliaan itu semuanya.Kepa da-Nyalah naik perkataan-perkataan yang baik dan amal yang saleh dinaikkan-Nya.

” (QS Fa thir: 10).

Mencari Rezeki Kewajiban setelah Ibadah Fardu

“MAKA apabila salat telah selesai ditunaikan, bertebaranlah kamu di muka bumi dan carilah karunia (rezeki) Allah dan ingatlah kepada Allah dengan sebanyak-banyaknya agar kamu beruntung.” (QS.Al-Jumu’ah [62]:10)

Ayat di atas menegaskan bahwa kita diperintahkan untuk mencari rezeki demi kelangsungan hidup di muka bumi ini. Tentu, rezeki tidak akan datang sendiri menghampiri kita tanpa ada usaha untuk memperolehnya. Allah tidak akan menurunkan hujan emas dan perak dari langit.

Untuk itu, perintah bertebaran di muka bumi untuk mencari rezeki mengandaikan sebuah usaha maksimal, kerja keras disertai ketekunan dan sikap tawakal kepada Allah Swt.

Islam sangat menjunjung tinggi etos kerja. Bahkan dalam salah satu sabdanya Rasulullah saw pernah menegaskan, “Sesungguhnya, bekerja mencari rezeki yang halal itu merupakan kewajiban setelah ibadah-ibadah fardu”. (HR. Ath-Thabrani dan Al-Baihaqi)

Jika demikian kenyataannya, kerja keras mencari rezeki merupakan kewajiban seorang muslim setelah ibadah fardu, masihkah kita merasa menjadi muslim sejati, muslim yang baik, ketika dalam jiwa kita masih tersimpan sikap malas, tidak mau berusaha menjemput rezeki Allah yang demikian luasnya?

Selayaknya ketika ibadah fardu telah ditunaikan, kita tempa diri kita dengan cucuran keringat karena bekerja keras. Hanya dengan cara inilah, kita bisa bangga dan menunjukkan kalau kita benar-benar seorang muslim sejati. Seorang muslim yang sanggup menghadapi hidup dengan penuh semangat juang yang tinggi, meyakini rezeki Allah sangat berlimpah dan disediakan bagi siapa saja yang mau berusaha menggapainya dengan bimbingan-Nya.

Kerja keras untuk memenuhi kebutuhan hidup, selain menunjukkan jiwa serta kepribadian seorang muslim, juga merupakan salah satu cara untuk menghapus dosa-dosa kita.

Rasulullah saw bersabda, “Barangsiapa pada malam hari merasakan kelelahan karena kedua tangannya bekerja pada siang hari, maka pada malam harinya ia diampuni Allah.” (HR.Ahmad)

Dengan demikian jelaslah bahwa tidak ada ruang bagi sikap malas dalam ajaran Islam. Islam mengajarkan umatnya untuk bekerja keras, mencari karunia Allah di muka bumi ini dengan sikap gagah, sabar dan pantang menyerah. Di sinilah letak ‘izzah (kehormatan, harga diri sekaligus jati diri) seorang muslim.

Sedangkan sikap berpangku tangan, selalu mengharapkan bantuan orang lain, pasrah terhadap keadaan, tidak berusaha mengubah ke arah yang lebih baik menunjukkan kerendahan diri serta kehinaan seseorang. [Didi Junaedi, Qur’anic Inspiration]

 

 

Bersyukur di Dini Hari

ALHAMDULILLAH. Segala puji hanyalah milik Allah Swt dan hanya kembali kepada-Nya. Tiada yang luput dari pengetahuan Allah suatu kejadian sekecil apapun. Tiada yang luput dari pendengaran Allah suatu pembicaraan sehalus apapun. Hanya kepada Allah kita akan kembali. Sholawat dan salam semoga selalu terlimpah kepada baginda nabi Muhammad Saw.

Allah Swt berfirman,“Dan Kami jadikan malam dan siang sebagai dua tanda, lalu Kami hapuskan tanda malam dan Kami jadikan tanda siang itu terang, agar kamu mencari karunia dari Tuhanmu, dan supaya kamu mengetahui bilangan tahun-tahun dan perhitungan. dan segala sesuatu telah Kami terangkan dengan jelas.”(QS. Al Isro [17] : 12)

Saudaraku, semoga kita menjadi hamba-hamba yang tenggelam. Tenggelam dalam rasa syukur kepada Allah Swt. Sehingga hati kita tidak pernah merasa kekurangan dari berbagai limpahan karunia Allah yang tiada bertepi. Sejak kita bangun tidur, bisa bernafas, beraktifitas hingga tidur kembali.

Setelah tidur di malam hari, kita masih diberi kesempatan untuk bangun kembali. Berarti kita masih diberi kesempatan untuk bertaubat, untuk memperbanyak amal kebaikan dan meningkatkan kualitasnya. Serta untuk menebar manfaat bagi lebih banyak orang.

Ketika mata kita kembali terbuka, panjatkanlah doa dan syukur kepada Allah karena mata kita masih bisa melihat langit-langit. Ketika telinga mendengar ayam berkokok, bersyukurlah karena telinga masih bisa mendengar. Ketika menggerakkan badan, bersyukurlah karena tulang-tulang dan jaringan otot masih bisa bekerja.

Ketika kita ke kamar kecil untuk memenuhi hajat, bersyukurlah karena racun-racun keluar dari tubuh kita. Ketika kita bertemu dengan air wudhu, bersyukurlah karena air masih tersedia dan tetesan air wudhu itu menggugurkan dosa-dosa kita. Dan, ketika kita mendirikan sholat subuh, bersyukurlah karena betapa Allah masih memberikan kita kesempatan merasakan nikmatnya bersujud kepada-Nya.Maa syaa Allah!

Saudaraku, dalam sebuah peristiwa yang seringkali nampak sepele dan tidak jarang luput dari perhatian kita, yaitu peristiwa bangun tidur di dini hari, sungguh berlimpah karunia Allah Swt jika kita tafakuri. Allah menolong kita untuk bisa melakukan rangkaian aktifitas sebagaimana disebutkan di atas.

Ketika melangkah ke masjid untuk sholat subuh berjamaah, bersyukurlah karena Allah masih memberikan kekuatan dan kemampuan untuk menggerakkan hati dan kaki kita. Dan, setiap langkah dicatat sebagai kebaikan oleh malaikat

Beruntunglah orang-orang yang bisa mensyukuri karunia Allah di dini hari. Tidak banyak orang mampu mensyukurinya dengan cara beribadah kepada-Nya. Tidak jarang orang yang malah mensikapi karunia Allah tersebut dengan berleha-leha, hanyut dalam buaian selimut dan lalai mendirikan sholat di awal waktu. Semoga kita tergolong hamba-hamba yang beruntung itu.Aamiin ya Robbal aalamiin. [smstauhiid]

INILAH MOZAIK