Dirjen Pendis: Mustahil Pemerintah Hapus Pendidikan Agama

Jakarta (Kemenag) — Viral rekaman seorang ibu yang mengatakan bahwa Presiden Joko Widodo akan menghilangkan pendidikan agama di sekolah. Dirjen Pendidikan Islam Kementerian Agama Kamaruddin Amin menegaskan bahwa tidak mungkin pendidikan agama dihapus dalam kurikulum sekolah, apalagi madrasah.

“Di negara sekuler seperti Inggris dan sejumlah negara Eropa Barat, bahkan pelajaran agama wajib di sekolah, baik di sekolah yang diselenggarakan oleh pemerintah (public schools) apalagi di sekolah yang diselenggarakan oleh gereja (faith based schools),” jelas Kamaruddin Amin di Jakarta, Selasa (05/03).

“Apalagi di Indonesia, negara bangsa yang dikenal sangat religius, mustahil pelajaran agama dianggap tidak penting, dan akan dihilangkan,” lanjutnya.

Menurut Kamaruddin, dalam empat tahun terakhir, Ditjen Pendidikan Islam Kemenag justru terus berupaya meningkatkan akses dan mutu pendidikan agama dan keagamaan. Banyak program afirmatif yang dilakukan. Keberadaan Madrasah Aliyah Negeri Insan Cendekia (MAN IC) misalnya, sebagai madrasah unggulan terus dikembangkan hingga jumlahnya semakim banyak dan tersebar di berbagai provinsi.

“Pesantren salafiyah dan ma’had aly (perguruan tinggi di pesantren) juga kita rekognisi dalam bentuk penyetaraan atau muadalah. Pemerintah juga siapkan RUU Pesantren untuk memberikan afirmasi dan rekognisi bahkan fasilitasi pada tradisi dan kekhasan keilmuan di pesantren,” tuturnya.

“Sarana prasarana pendidikan tinggi keagamaan Islam Negeri (PTKIN) maju pesat. 58 PTKIN, semuanya memiliki gedung perkuliahan baru,” sambungnya.

Intinya, penguatan pendidikan agama dan keagamaan,  kata Kamaruddin, telah banyak dilakukan Kemenag. Tidak hanya fisik, penguatan itu juga dilakukan  pada aspek pengembangan SDM (beasiswa), kurikulum maupun penguatan proses belajar mengajar.

“Saya justru optimis, pendidikan agama ke depan di Indonesia akan semakin kuat dan berkualitas,” tandasnya. (Siaran Pers)

 

Kisah Taubat Pembunuh 100 Jiwa (2-Habis)

Rasulullah SAW menceritakan kisah seorang pembunuh yang telah menewaskan 100 orang.

Atas saran orang alim itu, sang pembunuh segera hijrah dari negeri asalnya. Pria yang telah menewaskan seratus nyawa itu ingin memulai babak baru kehidupan, di negeri tujuan yang berisi banyak orang salih.

Kisahnya diceritakan dalam hadits Nabi Muhammad SAW, sebagaimana riwayat Imam Muslim. Rasulullah SAW menuturkan, “Dia (sang pembunuh 100 jiwa) pun berangkat. Saat tiba di persimpangan jalan, ajal datang menjemputnya. Lalu (datanglah) Malaikat Rahmat dan Malaikat Azab; (keduanya) memperebutkannya.

Malaikat Rahmat berkata, ‘Dia datang dalam keadaan bertaubat dan menghadapkan hatinya kepada Allah.’ Sementara, Malaikat Azab berkata, ‘Dia belum melakukan satu kebaikan pun.’

Akhirnya, turun sesosok malaikat yang berwujud manusia. Kemudian, keduanya (Malaikat Rahmat dan Malaikat Azab) sepakat untuk menjadikannya penengah. Dia berkata, ‘Ukurlah jarak di antara tanah (tempat kematian sang pembunuh). Lalu perhatikan, ke arah mana dia lebih dekat. Maka berarti dia termasuk penghuni tempat itu.’

Masing-masing pun mengukurnya. Ternyata, pria tersebut lebih dekat ke arah (negeri) yang hendak dia tuju. Maka Malaikat Rahmat kemudian menemani jiwanya.”

Menurut Umar Sulaiman al-Asyqar dalam bukunya, Shahihul Qashash an-Nabawy, kisah tersebut membuka pintu harapan bagi siapapun orang beriman yang hendak meraih ampunan Allah SWT.

Ingat kembali surah az-Zumar ayat ke-53. Artinya, “Katakanlah, ‘Hai hamba-hamba-Ku yang malampaui batas terhadap diri mereka sendiri, janganlah kamu berputus asa dari rahmat Allah. Sesungguhnya Allah mengampuni dosa-dosa semuanya. Sesungguhnya Dialah Yang Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.‘”

Allah melarang kita untuk berputus asa dan meyakinkan kita betapa ampunan-Nya amat luas. Lihatlah, pria yang telah membunuh seratus nyawa. Atas izin Allah SWT, langkah kakinya digerakkan dalam hijrah menuju kehidupan yang lebih islami. Walaupun dia sudah meninggal sebelum mencapai negeri tujuan, ternyata taubatnya sudah diterima Allah SWT.

Demikian pula. Menurut Syekh Umar Sulaiman, dari kisah ini dapatlah dipetik suatu hikmah. Betapa rahib yang menjadi korban ke-100 merupakan orang yang pandai beribadah, tetapi belum tentu berilmu. Kata-katanya yang menghakimi–bahwa taubat sang pembunuh tidak mungkin diterima–terbukti keliru.

Rahib tersebut kurang bijak bila dibandingkan dengan ulama yang menasihati sang pembunuh agar hijrah dari negeri asalnya. Ulama tersebut menilai, siapapun hamba Allah berkesempatan mendapatkan naungan dan ampunan-Nya. Dengan begitu, terbukalah jalan menuju pintu taubat; tertutuplah celah kembali kepada kemaksiatan.

Kisah Taubat Pembunuh 100 Jiwa (1)

Rasulullah SAW menceritakan kisah seorang pembunuh yang telah menewaskan 100 orang.

Pepatah mengatakan, “Banyak jalan menuju Roma.” Maknanya, banyak cara untuk meraih suatu tujuan. Hal itu juga berlaku dalam persoalan taubat nasuha.

Imam Muslim meriwayatkan sebuah hadits yang cukup panjang. Isinya menceritakan kisah seorang pembunuh berdarah dingin. Nabi Muhammad SAW bersabda, “Di antara (umat) sebelum kalian, terdapat seorang laki-laki yang telah membunuh 99 orang.”

Suatu ketika, terbersit di hati pria tersebut akan azab Sang Pencipta. Dia berpikir, alangkah baiknya bila dia memohon ampunan-Nya sebelum ajal tiba. Namun, apakah taubat orang yang telah membunuh puluhan nyawa tak bersalah akan diterima?

Pertanyaan itu sungguh-sungguh membebaninya. “Dia kemudian menanyakan kepada orang-orang tentang siapa (di antara mereka) yang paling berilmu. Kemudian, dia diarahkan kepada seorang rahib. Dia pun mendatangi (rumah) rahib itu, untuk kemudian bertanya kepadanya. Dia telah membunuh 99 orang, apakah masih terbuka (pintu) taubat baginya?

Rahib itu pun menjawab, ‘Tidak ada.” Seketika, pria itu membunuh rahib tersebut, sehingga genap jumlah korbannya seratus orang,” sabda Nabi SAW.

Kisahnya tidak berhenti sampai di situ. Sang pembunuh lantas menemui tokoh lain. Kali ini, dia diterima seorang alim ulama. Setelah menceritakan keadaannya, dia pun bertanya, apakah masih tersedia taubat baginya?

“Orang alim itu menjawab, ‘Ya. Siapa pula yang menghalang-halangi untuk bertaubat!? Pergilah dari kota ini dan (bergegaslah menuju) kota itu. Karena di sana ada kaum yang taat beribadah kepada Allah. Beribadahlah bersama mereka, jangan kembali ke negerimu. Sebab, negerimu itu telah menjadi negeri yang buruk,” Nabi SAW melanjutkan sabdanya.

Sumber : Islam Digest Republika

Doamu akan Menguatkanmu

HAKIKATNYA manusia adalah makhluk yang lemah. Sebagaimana Allah firmankan, Dan manusia diciptakan dalam keadaan lemah, (An Nisa: 2). Ayat tersebut didahului ayat mengenai wanita. Ulama mufasirin menafsirkan ayat ini mengaitkannya dengan ayat sebelumnya, yakni bahwa laki-laki tidak dapat menahan godaan wanita.

Adapun Ibnul Qayyim rahimahullah mengatakan perihal ayat ini, Yang benar bahwa kelemahan di sini mencakup semuanya secara umum. Kelemahannya lebih dari hal ini dan lebih banyak. Manusia lemah badan, lemah kekuatan, lemah keinginan, lemah ilmu dan lemah kesabaran.

Lalu bagaimana agar kita tidak lemah dalam mengarungi kehidupan? Tentu dengan mendekat kepada yang Maha Kuat. Kelemahan yang ada pada kita adalah modal sekaligus asset penting agar kita sadar untuk kemudian menjadi kuat. Dan kekuatan kita terletak pada penyerahan diri kita kepada Allah.

Adalah doa yang menyebabkan kita menjadi kuat. Rasulullah shalallahualaihi wasallam telah menegaskan ciri manusia yang paling lemah. Sekaligus mengisyaratkan solusinya agar ia menjadi kuat.

Abu Hurairah radhiyallahu anhu meriwayatkan hadits, ia berkata, Rasulullah shallallahu alaihiwasallam bersabda, Manusia paling lemah adalah orang yang paling malas berdoa (kepada Allah). Dan orang yang paling bakhil adalah orang yang bakhil memberi salam (HR Abu Yala, Thabrani, Ibnu Hibban).

Mari kuatkan kita yang telah Allah ciptakan sebagai makhluk lemah, dengan cara mendekat kepada yang Maha Kuat, Al Qawiyyu Rabbul Alamin. Sesungguhnya kekuatan kita terletak pada kelemahan kita yang kemudian kita adukan kepada Allah.

Allahu Alam.

 

INILAH MOZAIK

Berdoa dengan Yakin

DARI Abu Hurairah radliyallahuanhu, Nabi Muhammad shalallahualaihi wasallam pernah bersabda, “Berdoalah kepada Allah dalam keadaan yakin akan dikabulkan, dan ketahuilah Allah tidak akan mengabulkan doa dari hati yang lalai”. (HR Tirmidzi).

Imam Ibnul Qayyim rahimahullah berkata, “Doa adalah sebab terkuat bagi seseorang agar bisa selamat dari hal yang tidak ia disukai, dan sebab utama meraih hal yang diinginkan. Akan tetapi pengaruh doa pada setiap orang berbeda-beda”.

Beliau melanjutkan, “Ada yang doanya berpengaruh lemah sebab dirinya sendiri. Boleh jadi doa itu adalah doa yang tidak Allah sukai karena melampaui batas. Boleh jadi doa tersebut berpengaruh lemah karena hati hamba tersebut yang lemah dan tidak menghadirkan hatinya kala berdoa”.

Masih penjelasan Imam Ibnul Qayyim, “Boleh jadi pula karena adanya penghalang terkabulnya doa dalam dirinya. Seperti makan makanan haram, noda dosa dalam hatinya, hati yang selalu lalai, nafsu syahwat yang menggejolak, dan hati yang penuh kesiasiaan”. (Al Jawaabul Kaafi).

Ingatlah, doa begitu penting dalam rangkaian usaha kita untuk mencapai suatu tujuan. Menghadirkan keyakinan akan terkabulnya doa kita termasuk bagian penting dalam doa kita. Tentu juga dengan menghindari penyebab-penyebab terhalang terkabulnya doa kita sebagaimana Ibnul Qayyim jelaskan di atas.

Tetaplah berdoa, dan tetaplah yakin dan husnuzhzhan kepada Allah. [*]

 

 

Jadikan Allah Saja sebagai Penolong (Kiat Hadapi Persoalan Hidup (5))

ALHAMDULILLAH. Tak ada yang patut disembah selain Allah Swt. Sungguh Allah Maha Mengetaui daun yang jatuh di tengah hutan belantara yang tak pernah terjamah tangan manusia. Hanya Allah yang kuasa memberi petunjuk dan pertolongan. Sholawat dan salam semoga selalu terlimpah kepada nabi junjungan alam, Nabi Muhammad Saw.

Saudaraku, Allah Swt berfirman, “..HasbunAllahu wa nimal wakill.. (cukuplah Allah sebagai penolong kami, dan Allah adalah sebaik-baik tempat bersandar..)” (QS. Ali Imron [3] : 173)

Petikan ayat ini merupakan doa yang diucapkan oleh Nabi Ibrahim as kepada Allah Swt manakala beliau berhadapan dengan raja Namrud, seorang raja yang sangat zholim. Ketika itu Namrud hendak menghukum Nabi Ibrahim as dengan cara dibakar dalam api yang besar dan berkobar. Siksaan itu dijatuhkan karena Nabi Ibrahim mendakwahkan tauhiid kepada umat manusia, khususnya rakyat Babilonia dan para penguasanya.

Sesaat sebelum dihempaskan ke dalam kobaran api yang sangat panas, Nabi Ibrahim memanjatkan doa “..HasbunAllahu wa nimal wakill.. (cukuplah Allah sebagai penolong kami, dan Allah adalah sebaik-baik tempat bersandar..)”. Maka, seketika itu pula, atas kehendak Allah Swt., api itu menjadi terasa dingin saja bagi nabi Ibrohim a.s.

Allah Swt berfirman, “Wahai api, menjadi dinginlah dan menjadi keselamatanlah bagi Ibrahim.” (QS. Al Anbiyaa [21] : 69)

Kisah nabi Nabi Ibrahim ini menjadi pelajaran bagi kita bahwasanya hanyalah Allah Swt tempat kita bersandar dan memohon pertolongan. Kisah ini juga memberikan pelajaran kepada kita untuk benar-benar yakin kepada Allah Swt. Sehingga setiap amal perbuatan yang kita lakukan, setiap kebaikan yang kita berikan, hanyalah atas dasar mengharap ridho Allah Swt. Bukan atas dasar mengharap penghargaan dan penilaian manusia.

Nabi Ibrahim telah berupaya sekuat tenaga memberikan petunjuk ke jalan kebenaran kepada kaumnya. Beliau mengajak mereka untuk berpikir menggunakan akal sehat agar berhenti menyembah berhala yang tak pernah bisa berbuat apa-apa apalagi menolong mereka. Setelah upaya itu beliau lakukan, maka langkah selanjutnya adalah beliau berpasrah diri kepada Allah Swt.

Sahabatku, setelah kita mempersiapkan diri untuk menghadapi berbagai kemungkinan yang akan terjadi, bersikap ridho atas apa yang terjadi, tidak mempersulit diri, dan mengevaluasi diri atas peristiwa yang kita alami, maka sikap selanjutnya yang perlu kita lakukan adalah memperkuat hati untuk semakin yakin bahwa tiada yang kuasa memberikan pertolongan selain Allah Swt.

Kita akan sengsara jikalau meyakini bahwa pertolongan akan kita dapatkan dari makhluk. Kesengsaraan juga akan kita rasakan jika takut terhadap makhluk. Takut mereka tidak memberi, takut mereka tidak membantu. Jikalau kita berpengharapan kepada makhluk, maka siap-siaplah untuk kecewa karena sesungguhnya makhluk tak memiliki apa-apa. Namun, jikalau kita bergantung kepada Allah Swt, niscaya Allah akan menurunkan pertolongan dari jalan yang tak pernah kita duga.

Allah Swt berfirman, “..Barangsiapa bertakwa kepada Allah, niscaya Dia akan mengadakan baginya jalan keluar. Dan, memberinya rezeki dari arah yang tidak disangka-sangka. Dan, barangsiapa yang bertawakal kepada Allah, niscaya Allah akan mencukupkan (keperluan)nya.” (QS. Ath Tholaq [65] : 2-3)

Saudaraku, kehidupan di dunia memang selalu terdapat suka dan duka, sedih dan gembira. Begitu seterusnya silih berganti. Apa yang menjadi masalah bukanlah perputaran siklus tersebut, melainkan cara kita menghadapi atau mensikapinya.

Jika kita bisa menyikapinya dengan cara terbaik, maka persoalan yang sedang kita hadapi akan menjadi ladang amal sholeh yang bisa mengangkat derajat kemuliaan dan menjadi jalan kebahagiaan. Cukuplah Allah Swt. sebagai penolong dan pelindung kita. [smstauhiid]

Oleh : KH Abdullah Gymnastiar

Rajin Evaluasi Diri (Kiat Hadapi Persoalan Hidup (4))

SEGALA puji hanya milik Allah Swt Tak ada yang Maha Mengetahui isi hati kita selain Allah. Tak ada yang kuasa memberikan rezeki kepada kita selain Allah. Tak ada yang mampu menghidupkan dan mematikan selain Allah. Hanya kepada Allah kita menyembah dan memohon pertolongan.

Shawalat dan salam semoga selalu terlimpah kepada kekasih Allah Swt, Nabi Muhammad Saw. Manusia mulia yang sangat mencintai kita meski belum pernah berjumpa. Semoga Allah mengumpulkan kita bersamanya di hari kiamat nanti.

Kiat menghadapi persoalan hidup yang selanjutnya adalah rajin mengevaluasi diri. Kita harus memiliki keterampilan mengevaluasi diri sendiri. Karena hidup di dunia ini bagaikan kita berteriak di pegunungan. Suara kita akan menggema dan sampai kembali kepada kita.

Demikianlah hidup ini. Apa yang kita ucapkan, apa yang kita lakukan, akan kembali kepada kita. Sehalus apapun perkataan, sekecil apapun perbuatan, niscaya akan kembali kepada kita, baik berupa kebaikan maupun keburukan.

Allah Swt berfirman, “Barangsiapa yang mengerjakan kebaikan seberat dzarroh (biji atom), niscaya dia akan menerima (balasan)nya. Dan, barangsiapa yang mengerjakan kejahatan seberat dzarrah pun, niscaya ia akan menerima (balasan)nya.”(QS. Al Zalzalah [99] : 7-8).

Ketika suatu persoalan menimpa kita, maka langkah segera yang perlu kita lakukan adalah bersikap ridho dan tafakur atas apa yang menimpa kita itu. Pada saat inilah kita lakukan pemeriksaan ke dalam diri kita, dosa apa yang telah kita lakukan, kemaksiatan apa yang sudah kita perbuat sampai-sampai persoalan itu menimpa kita.

Sambutlah persoalan yang datang itu dengan respon terbaik yang bisa kita lakukan sebagai seorang muslim. Misalnya dengan cara berdiam diri sejenak sembari merenungi yang sedang terjadi, lalu disusul dengan berdzikir menyebutkan asma Allah Swt. Renungi apa yang telah kita lakukan sebelumnya.

Ketika kaki kita tersandung, janganlah melontarkan sumpah serapah atau ucapan-ucapan kotor, karena selain sia-sia malah akan mendatangkan dosa. Responlah dengan ucapan kalimat tauhid seperti, “Innalillahi wa inna ilaihi roojiun!” Ini tentu lebih utama dan berpahala. Juga niscaya akan memudahkan kita untuk lebih peka dalam mengingat kembali dosa apa yang pernah dilakukan dengan kaki kita. Boleh jadi kaki ini pernah kita langkahkan ke tempat maksiat, atau malas kita langkahkan ke masjid untuk shalat berjamaah di awal waktu.

Saudaraku, tiada suatu kejadianpun di dunia ini kecuali ada dalam pengetahuan Allah Swt dan niscaya selalu ada hikmah di baliknya. Jikalau kita kehilangan dompet padahal terdapat uang di dalamnya, segera kembalikan peristiwa itu kepada Allah Swt. diiringi memeriksa dosa apakah yang sudah kita lakukan. Boleh jadi itu adalah cara Allah mengingatkan kita karena sudah sekian lamanya kita melupakan sedekah. Atau karena sudah demikian sering kita membelanjakan harta untuk urusan yang mubazir dan sia-sia. Padahal rezeki yang kita miliki tiada lain adalah titipan Allah Swt.

Ketika melihat anak-anak kita nakal dan sulit dinasehati, segeralah periksa diri kita. Sudahkah kita sebagai orangtua memberikan contoh keteladanan bagi mereka. Ataukah kita hanya sebatas pandai memarahi mereka saja.

Umar bin Khaththab r.a pernah mengatakan, “Hisablah diri kalian sebelum kalian dihisab (pada hari kiamat), dan timbanglah (amal) diri kalian sebelum kalian ditimbang (pada hari kiamat), maka sesungguhnya hisab itu akan ringan bagi kalian jika kalian menghisabnya hari ini (di dunia).”

Saudaraku, marilah kita respon setiap peristiwa dan persoalan yang terjadi dengan evaluasi diri. Sehingga setiap kejadian tersebut bisa kita sikapi dengan sikap terbaik yang Allah sukai. Mengevaluasi diri juga akan bermanfaat untuk langkah kita ke depan agar lebih efektif, selamat dan bernilai ibadah di hadapan Allah Swt. [smstauhiid]

Oleh : KH Abdullah Gymnastiar

Jangan Mempersulit Diri (Kiat Hadapi Persoalan Hidup (3))

ALHAMDULILLAHIROBBIL AALAMIN. Alloohumma shollialaa Muhammad wa alaa alihi wa ashaabihi ajmain.

Semoga Allah Swt mengkaruniakan kepada kita kebeningan hati yang senantiasa haus untuk berdzikir mengingat-Nya. Hanya orang yang bening hatinya yang peka menangkap setiap nasehat kebaikan. Hanya orang yang bening hatinya yang akan terjaga setiap sikap dan tutur katanya. Karena sesungguhnya kebaikan seseorang bergantung pada keadaan hatinya.

Sesungguhnya kehidupan dunia adalah siklus persoalan. Ketika kita selesai menghadapi satu persoalan, maka kita akan berjumpa dengan persoalan baru. Bahkan tidak jarang kita bertemu dengan banyak persoalan pada waktu yang bersamaan.

Saudaraku, disadari atau tidak, kita kerap mendramatisir sebuah persoalan. Sehingga persoalan yang sebenarnya sederhana jadi nampak luar biasa besar. Persoalan yang sebenarnya tidak begitu pahit, namun seolah menjadi akhir hidup disebabkan dramatisasi diri kita sendiri. Belum saja kita mendiagnosa sebuah persoalan, kita sudah lebih dahulu mengasihani diri sehingga persoalan tersebut nampak rumit.

Sebagai contoh, ada seseorang yang sakit pinggang dan belum sempat memeriksakannya ke dokter. Kemudian, dia ceritakan hal itu pada temannya. Dia menduga-duga bahwa dia sedang terkena gangguan ginjal. Maka, makin besarlah kekhawatirannya pada biaya pengobatan yang mahal, cuci darah, dan gangguan kesehatan yang berkepanjangan. Ia stress dan tersiksa oleh pikirannya sendiri. Padahal ia sama sekali tidak tahu apa yang sesungguhnya terjadi pada pinggangnya.

Maka dari itu, penting bagi kita untuk terlatih selalu mengendalikan diri setiap kali menemui sebuah persoalan. Janganlah larut dalam jebakan-jebakan sikap yang justru mempersulit diri sendiri. Latihlah diri kita agar bisa merespon setiap persoalan dengan tenang, pikiran jernih, dan hati yang lapang. Karena sebenarnya setiap persoalan yang menimpa manusia itu sudah terukur oleh Allah Swt. Tak ada persoalan yang ukurannya di luar kemampuan kita untuk memikulnya.

Hal ini sesuai dengan janji Allah Swt. di dalam Al Quran, “Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan kadar kesanggupannya..” (QS. Al Baqoroh [2] : 286).

Allah Swt Maha Mengetahui siapa sebenarnya diri kita. Dan, Maha Suci Allah dari segala perbuatah dholim terhadap makhluk-Nya. Setiap persoalan yang menimpa kita sesungguhnya sudah terukur untuk bisa kita hadapi. Adapun yang membuat kita merasa berat saat menghadapinya tiada lain adalah disebabkan kurangnya ilmu dan kurangnya iman dalam diri kita. Sehingga langkah-langkah kita dalam menghadapinya tidak sesuai dengan petunjuk Allah Swt.

Tidak ada yang aneh dalam kehidupan dunia ini. Polanya masih sama saja. Seperti pergantian siang dan malam, terus-menerus begitu silih berganti. Kadang dipuji, kadang dicaci. Ada gembira, ada sedih. Datang senang, lalu datang susah. Disukai, dibenci. Sehat, sakit. Lapang dan sempit. Terus menerus silih berganti. Tidak ada yang aneh, kecuali yang aneh adalah jikalau kita masih saja tidak memahami hakikat hidup di dunia ini.

Marilah kita terus melatih diri untuk siap sedia bersikap tenang di setiap keadaan. Terutama ketika persoalan hidup datang melanda. Jangan kita mempersulit diri dengan mendramatisir persoalan, melupakan nikmat yang terus Allah Swt. berikan, dan mengandai-andakan yang tidak ada.

Semoga kita tergolong sebagai hamba Allah Swt. yang tangguh menghadapi persoalan hidup. Sehingga setiap persoalan yang datang bisa menjadi ladang amal shaleh bagi kita. Aamiin yaa Robbal aalamiin.[smstauhiid]

 

Oleh : KH Abdullah Gymnastiar 

 

Ridho pada apa yang Terjadi ( Kiat Hadapi Persoalan Hidup (2) )

SEMOGA Allah Swt Yang Maha Menatap setiap tindak-tanduk kita, setiap bisikan hati kita, memberikan kita hidayah sehingga kita selalu ada di dalam jalan yang Allah ridhai. Segala pujian hanyalah milik Allah Swt. Sholawat dan salam semoga selalu terlimpah kepada kekasih Allah, suri teladan, Nabi Muhammad Saw.

Sahabatku, kiat kedua agar kita mampu menghadapi persoalan hidup adalah ridho pada apa yang terjadi. Ridho terhadap apa yang akhirnya terjadi, atau ridho pada hasil yang akhirnya kita terima setelah usaha yang kita lakukan.

Mengapa kita harus ridho? Karena jika kita tidak ridho pun, kejadian yang sudah terjadi tetap terjadi, hasil yang sudah kita terima tetap kita terima. Contoh sederhananya, kita sedang berjalan tiba-tiba sebuah bola mengenai kening kita cukup keras. Sikap terbaik menghadapi kenyataan seperti ini adalah bersikap ridho, karena toh bola sudah mengenai kening kita. Jika ada rasa sakit, maka biarkan saja sejenak rasa sakit yang sebentar itu. Tidak perlu menggerutu atau mengutuk keadaan. Lebih baik beristighfar.

Rasulullah Saw bersabda, “Akan merasakan kelezatan iman, orang yang ridho kepada Allah sebagai Robb-nya dan Islam sebagai agamanya, serta (nabi) Muhammad sebagai rosulnya.” (HR. Muslim).

Sebagaimana isi hadits ini, bersikap ridho akan mendatangkan rasa tentram di dalam batin kita. Karena sebenarnya penderitaan yang kita rasakan di saat kita menggerutu dan mengutuk kejadian itu bukanlah disebabkan peristiwanya, melainkan disebabkan sikap kita sendiri yang tidak ridho pada peristiwa tersebut.

Contoh lainnya yang seringkali terjadi di tengah kita adalah mengejek atau mencibir keadaan diri sendiri. Ada orang yang mengejek dirinya sendiri hanya karena hidungnya tidak mancung, atau kulitnya gelap, atau posturnya pendek, atau terlahir dari keluarga yang tidak kaya raya.

Orang-orang seperti ini akhirnya merasakan penderitaan. Penderitaan mereka bukan disebabkan oleh kenyataan, melainkan disebabkan oleh sikap mereka sendiri terhadap kenyataan. Maka, tidak heran jika orang seperti ini mengalami stress. Seperti seorang wanita yang sudah melewati usia 30 tahun, kemudian ia pontang-panting menghindari gejala penuaan dengan cara operasi plastik. Biaya yang mahal dikejarnya, sedangkan keriput di wajah tetap saja muncul. Dia pun stress.

Sikap seperti ini adalah sikap yang tidak ridha menghadapi kenyataan, sehingga ia bersikap secara berlebihan. Ia tidak ridho menghadapi kenyataan bahwa muda dan tua adalah sunnatulloh yang akan dialami manusia.

Saudaraku, ridho bukanlah pasrah begitu saja. Ridho adalah keterampilan kita untuk realistis menerima kenyataan. Hati menerima, pikiran dan fisik berikhtiar memperbaiki diri sehingga bisa menemui kenyataan yang lebih baik lagi. Jika sakit gigi, bersikaplah ridho dengan menerima bahwa itu ujian dari Allah, sembari kaki melangkah ke dokter gigi sebagai bentuk ikhtiar mengobati dan merawat gigi karena itu adalah titipan Allah Swt. Karena boleh jadi sakit gigi adalah karena kelalaian kita merawat titipan Allah tersebut.

Oleh karena itu, peristiwa apapun yang terjadi di dalam hidup kita, marilah kita hadapi dengan ridho: terimadengan lapang dada, tanpa berkeluh kesah dan yakini bahwa segala yang terjadi ada dalam kekuasaan Allah Swt. Tidak ada kejadian apapun yang luput dari pengetahuan dan kekuasaan-Nya. Sekalipun peristiwa tersebut tidak sesuai dengan harapan kita, bahkan cenderung pahit untuk diterima. Ridha adalah sikap terbaik agar ujian tersebut berbuah berkah bagi kita.

Allah Swt berfirman, “Apakah kamu mengira bahwa kamu akan masuk surga, padahal belum datang kepadamu (cobaan) sebagaimana halnya orang-orang terdahulu sebelum kamu. Mereka ditimpa oleh malapetaka dan kesengsaraan serta digoncangkan (dengan berbagai macam cobaan) sehingga berkatalah Rosul dan orang-orang yang beriman bersamanya, “Bilakah datangnya pertolongan Allah?” Ingatlah, sesungguhnya pertolongan Allah itu amat dekat.” (QS. Al Baqoroh [2] : 214).

Bersikap ridho itu seperti apabila kita menanak nasi ternyata tanpa disadari air yang kita tuangkan terlalu banyak sehingga beras yang rencananya akan kita buat sebagai nasi malah menjadi bubur. Menyikapi kenyataan ini sikap yang baik tentu bukan menggerutu atau marah-marah, melainkan bersikaplah ridha sembari mencari daun seledri, kacang kedelai dan suwiran daging ayam. Ditambahi kecap dan krupuk. Maka, bubur pun kini menjadi bubur ayam spesial.

Ridha akan membuat hidup kita lebih nyaman dan lapang. Bukankah kita ingin agar Allah Swt ridho kepada kita? Jalannya adalah bersikap ridha pada apapun keputusan-Nya. Rasulullah Saw bersabda, “Barangsiapa yang ridho (pada ketentuan Allah), maka Allah akan ridho kepadanya.” (HR. Tirmidzi).[smstauhiid]

Oleh : KH Abdullah Gymnastiar

Siap pada Berbagai Kemungkinan ( Kiat Hadapi Persoalan Hidup (1) )

ALHAMDULILLAHIROBBIL AALAMIN. Allahumma shollialaa Muhammad wa alaa alihi wa ashaabihi ajmain.

Semoga Allah Swt senantiasa membimbing kita sehingga kita memiliki qolbun saliim, hati yang bening, hati yang bersih, hati yang lapang. Karena ternyata keselamatan hidup di dunia dan di akhirat tidaklah ditentukan oleh banyaknya uang, harta atau anak, melainkan ditentukan oleh qalbun salim.

Allah Swt berfirman, “(yaitu) di hari harta dan anak-anak laki-laki tidak berguna, kecuali orang-orang yang menghadap Allah dengan hati yang bersih.” (QS. Asy Syuaro [26] : 88-89)

Saudaraku, dalam menjalani hidup ini yang perlu kita waspadai bukanlah peristiwa atau kejadian yang akan, sedang atau telah terjadi menimpa diri kita. Yang perlu kita waspadai adalah sikap kita manakala menghadapi setiap peristiwa tersebut.

Karena dalam hidup ini, peristiwa yang terjadi tidak akan selalu cocok dengan keinginan kita. Niscaya kita akan menemui berbagai peristiwa yang menyenangkan kita, dan ada pula yang tidak menyenangkan.

Salah satu kunci agar kita bisa menghadapi persoalan hidup adalah siap menghadapi yang cocok dan siap menghadapi yang tidak cocok dengan keinginan kita. Sedia payung sebelum hujan, artinya siap jikalau turun hujan dan siap jikalau tidak turun hujan. Tentu itu akan membuat orang yang membawa payung lebih tenang daripada orang yang tidak membawa payung. Sedia dongkrak dan ban serep, itu lebih tenang daripada tidak membawa keduanya.

Kenapa harus siap? Karena hidup ini mustahil selalu sesuai dengan keinginan kita. Kalau setiap keinginan kita terkabul, tentulah hidup ini akan kacau balau. Mengapa harus siap menghadapi segala kemungkinan? Karena yang kita inginkan belum tentu yang terbaik menurut Allah Swt. untuk kita.

Allah Swt. berfirman, “Boleh jadi kamu membenci sesuatu padahal ia amat baik bagimu dan boleh jadi pula kamu menyukai sesuatu padahal ia amat buruk bagimu, Allah mengetahui sedang kamu tidak mengetahui.” (QS. Al Baqoroh [2] : 216)

Oleh karena itu, wilayah kemampuan kita itu ada tiga. Kesatu,pandai-pandailah meluruskan niat. Kedua, sempurnakan ikhtiar sesuai dengan kemampuan pikiran dan hati kita. Ketiga, pasrahkan hasilnya kepada Allah Swt. Itu saja.

Bagi yang sedang mencari jodoh, maka luruskanlah niat lillaahitaala. Niatkan menikah sebagai jalan untuk ibadah, agar kita semakin mendekatkan diri kepada Allah Swt. Kemudian, lanjutkan dengan ikhtiar menjemput jodoh. Ikhtiar pun perlu dilakukan dengan baik dan benar. Karena, “jika ingin mencari permata, maka carilah di kotak permata”. Jika, Allah Swt sudah mentakdirkan, maka jodoh pasti datang. Jika sudah demikian, maka yang perlu kita lakukan selanjutnya adalah bersikap ridho.

Apapun yang sudah terjadi adalah takdir Allah. Jika sudah takdir, maka sikap terbaik kita adalah ridho. Allah Swt memberi kita hidung yang melengkung ke dalam dan bulat, tidak seperti bintang-bintang film di televisi, maka ridha saja. Tidak perlu mengharapkan punya hidung seperti orang lain. Karena Allah Swt. pasti memberi kepada kita secara proporsional. Boleh jadi kita mengoperasi plastik hidung, namun hasilnya ternyata tidak cocok, dan malah timbul efek samping yang merugikan kita.

Tak pelu repot-repot ingin lebih dari kenyataan. Jika usia kita sudah menua, maka nikmatilah masa-masa tua. Jangan takut menjadi tua. Karena begitulah siklus hidup manusia. Ridho saja dengan siklus hidup dan episode tua yang kita lakoni.

Mari kita petik pelajaran dari seorang tukang parkir. Dia senantiasa siap dengan kedatangan setiap kendaraan yang hendak parkir di tempatnya. Demikian pula jikalau setiap pemilik kendaraan itu mengambil kembali kendaraannya dan pergi, ia akan selalu siap. Mengapa demikian? Karena sejak awal ia sudah memiliki pandangan bahwa semua kendaraan itu hanyalah titipan yang pasti akan diambil kembali oleh pemiliknya. Sedangkan ia hanya bertugas menjaga amanah yang mereka titipkan kepadanya.

Demikianlah kita dalam hidup ini. Kiat untuk menghadapi persoalan hidup yang pertama adalah memiliki kesiapan terhadap segala kemungkinan yang bisa terjadi di dalam hidup kita. Jika kita memiliki kesiapan ini, maka kita akan ringan menghadapi setiap peristiwa. Bahkan peristiwa seberat dan sepahit apapun.

Saudaraku, ketenangan yang hadir di dalam hati kita dalam menjalani hidup ini tiada lain adalah karena kekuasaan Allah Swt. Hanya Allah yang kuasa menghadirkan rasa tenang di dalam hati kita. Dan, rasa tenang itu datang jikalau kita bersungguh-sungguh mengingat Allah dalam setiap helaan nafas dan langkah kita. WAllahu alam bishowab. [smstauhiid]

 

 

Oleh : KH Abdullah Gymnastiar