50 Tahun Berbuat Dosa Bertobat dengan Satu Kalimat

TENTU kita masih ingat kepada Imam Jafar As-Shodiq, guru dari Imam Mazhab Maliki dan Hanafi. Beliau memiliki putra yang bernama Musa Al-Kadzim.

Di zaman putranya, hiduplah seorang sufi bernama Bisyr Al-hafi. Disebut Al-hafi karena ia tidak pernah menggunakan sandal setelah ia bertobat. Awalnya, Bisyr adalah seorang saudagar kaya yang hidupnya dipenuhi dengan maksiat dan pelanggaran terhadap perintah Allah swt. Setiap malam rumahnya tak pernah sepi dari musik, pesta dan minuman keras.

Hingga suatu malam, Musa Al-Kadzim putra dari Imam Jafar melewati rumah Bisyr. Dendangan musik begitu keras hingga terdengar keluar. Tiba-tiba ada seorang budak wanita yang membuka pintu dan hendak membuang sampah.

Al-Kadzim pun bertanya kepada budak itu, “Hai wanita, apakah pemilik rumah ini orang merdeka atau budak?” “Tentu, orang merdeka!” jawab budak wanita itu.

“Iya benar, andai dia seorang budak pasti ia takut kepada Tuannya.” jawab Al-Kadzim. Lalu ia pun melanjutkan perjalanannya.

Setelah budak itu kembali ke rumah, sang majikan bertanya, “Kenapa lama sekali kau di luar? Apa yang terjadi?”

Budak itu pun menceritakan lelaki yang lewat di depan rumahnya. Mendengar kata-kata terakhir dari lelaki itu, Bisyr spontan berteriak dan lari mengejarnya. Ia tahu pasti yang berkata demikian adalah Musa Al-Kadzim.

Ia pun tunduk menangis di hadapan Al-Kadzim, ia berkata “50 tahun aku berbuat dosa dan aku tak merasa bahwa aku adalah seorang hamba yang memiliki Majikan. Dan nanti Tuanku akan menanyakan tentang apa yang kuperbuat dalam hidupku.”

Saat itu pula ia bertobat di hadapan Musa Al-Kadzim dan menjadi seorang sufi yang taat beribadah. Dan mulai saat itu juga ia tidak pernah menggunakan sandal demi mengenang waktu tobatnya.

Lihatlah, satu kalimat dapat mengubah hidup seseorang. Sadarlah bahwa kita adalah seorang hamba yang akan bertemu Tuannya kelak, untuk mempertanyakan segala sesuatu yang kita lakukan dalam hidup ini. [Min Syawahidil Muballighin]

INILAH MOZAIK

Waktu-Waktu yang Dianjurkan untuk Berwudhu

Wudhu adalah salah satu dari dua jenis thaharah dengan air dalam syariat. Wudhu dinamakan dengan thaharah (bersuci) kecil atau thaharah dari hadats kecil.

Pensyariatan wudhu ditetapkan dalam Alquran dan sunnah Nabi Muhammad SAW. Oleh karena itu, siapa saja yang meragukan pensyariatan wudhu, maka diai ditetapkan sebagai orang kafir.

Wudhu adalah syarat sahnya shalat dan tawaf di sekitar Ka’bah, berdasarkan ijma’ kaum Muslimin. Tetapi mereka berselisih pendapat tentang menyentuh mushaf tanpa wudhu. Sebagian membolehkannya dan sebagian tidak membolehkannya. Mereka juga terbagi ke dalam dua pendapat tentang boleh tidaknya sujud syukur tanpa wudhu.

Lantas, kapan waktu yang didalamnya dianjurkan berwudhu? Berikut ini waktu yang dianjurkan untuk wudhu dikutip dari buku Panduan Shalat an-Nisaa Menurut Empat Mazhab oleh Abdul Qadir Muhammad Manshur.

  1. Setelah menyalami orang musyrik
  2. Setelah mengusung mayit
  3. Untuk mengulangi persetubuhan
  4. Ketika marah
  5. Ketika makanan dihidangkan dan diangkat
  6. Setelah menyentuh orang yang berpenyakit kusta
  7. Ketika mengalirkan (mengeluarkan) darah
  8. Setiap kali hendak shalat
  9. Setiap kali berhadats
  10. Karena muntah
  11. Sebelum mandi
  12. Sebelum makan dan sebelum tidur ketika junub
  13. Ketika hendak menyebut nama Allah SWT
  14. Ketika hendak tidur
  15. Karena memakan sesuatu yang tersentuh api.

KHAZANAH REPUBLIKA

Wasiat Luqman (Bag.5) : Setiap Amal Ada Balasannya di Akhirat

Baca pembahasan sebelumnya Wasiat Luqman (Bag. 4) : Tidak Boleh Taat Orang Tua Dalam Perkara Maksiat

Simaklah Al-Qur’an Surat Luqman:16 berikut ini

يَا بُنَيَّ إِنَّهَا إِن تَكُ مِثْقَالَ حَبَّةٍ مِّنْ خَرْدَلٍ فَتَكُن فِي صَخْرَةٍ أَوْ فِي السَّمَاوَاتِ أَوْ فِي الْأَرْضِ يَأْتِ بِهَا اللَّهُ إِنَّ اللَّهَ لَطِيفٌ خَبِيرٌ

“ (Luqman berkata): “Hai anakku, sesungguhnya jika ada (sesuatu perbuatan) seberat biji sawi, dan berada dalam batu atau di langit atau di dalam bumi, niscaya Allah akan mendatangkannya (membalasinya). Sesungguhnya Allah Maha Halus lagi Maha Mengetahui.“ (QS. Luqman : 16)

Sekecil Apapun Amalan Akan Mendapatkan Balasan

Ibnu Katsir rahimahullah menjelaskan bahwa ini adalah wasiat yang sangat bermanfaat yang Allah Ta’ala ceritakan tentang Luqman Al Hakim agar setiap orang bisa mencontohnya. Dosa dan kedzaliman sekecil apa pun, pasti Allah akan memberikan balasannya pada hari kiamat ketika setiap amalan ditimbang. Jika amalan tersebut baik, maka balasan yang diperoleh pun berupa kebaikan. Namun jika amalannya jelek, maka balasan yang diperoleh pun berupa kejelkan. 

Hal ini sebagaimana  firman Allah Ta’ala :

وَنَضَعُ الْمَوَازِينَ الْقِسْطَ لِيَوْمِ الْقِيَامَةِ فَلَا تُظْلَمُ نَفْسٌ شَيْئاً

“ Kami akan memasang timbangan yang tepat pada hari kiamat, maka tiadalah dirugikan seseorang barang sedikitpun .  (QS. Al Anbiya’:47)

فَمَن يَعْمَلْ مِثْقَالَ ذَرَّةٍ خَيْراً يَرَهُ وَمَن يَعْمَلْ مِثْقَالَ ذَرَّةٍ شَرّاً يَرَهُ

“ Barangsiapa yang mengerjakan kebaikan seberat dzarrahpun, niscaya dia akan melihat (balasan)nya. Dan barangsiapa yang mengerjakan kejahatan sebesar dzarrahpun, niscaya dia akan melihat (balasan)nya pula “ (QS. Al Zalzalah :7-8)

وَوُضِعَ الْكِتَابُ فَتَرَى الْمُجْرِمِينَ مُشْفِقِينَ مِمَّا فِيهِ وَيَقُولُونَ يَا وَيْلَتَنَا مَالِ هَذَا الْكِتَابِ لَا يُغَادِرُ صَغِيرَةً وَلَا كَبِيرَةً إِلَّا أَحْصَاهَا وَوَجَدُوا مَا عَمِلُوا حَاضِراً وَلَا يَظْلِمُ رَبُّكَ أَحَداً

“ Dan diletakkanlah kitab, lalu kamu akan melihat orang-orang bersalah ketakutan terhadap apa yang (tertulis) di dalamnya, dan mereka berkata: “Aduhai celaka kami, kitab apakah ini yang tidak meninggalkan yang kecil dan tidak (pula) yang besar, melainkan ia mencatat semuanya; dan mereka dapati apa yang telah mereka kerjakan ada (tertulis). Dan Tuhanmu tidak menganiaya seorang juapun  (QS. Al Kahfi : 49)

Walaupun kedzaliman tersebut sangat tersembunyi, Allah akan tetap membalasnya karena Allah Ta’ala berfirman,

إِنَّ اللَّهَ لَطِيفٌ خَبِيرٌ

“ Sesungguhnya Allah Maha Halus lagi Maha Mengetahui.” (QS. Luqman: 16). 

Maksud “lathiif” dalam ayat ini adalah ilmu Allah itu bisa menjangkau sesuatu yang tersembunyi dan tidaklah samar bagi Allah walaupun amat kecil dan lembut. Sedangkan maksud “khabirr” maksudnya adalah Alalh mengetahui hal yang kecil, sampaipun jejak semut sekali pun meskipun di malam yang gelap gulita. ( Lihat Tafsir Al Qur’an Al ‘Adzim)

Baca Juga: Apakah Orang Kafir akan Dihisab di Akhirat?

Allah Al Khabiir dan Al Lathiif

Dalam ayat ini disebutkan dua nama Allah sekaligus yaitu Al-Khabiir dan Al-Lathiif.

إِنَّ اللَّهَ لَطِيفٌ خَبِيرٌ

“ Sesungguhnya Allah Maha Halus lagi Maha Mengetahui.” (QS. Luqman: 16). 

Nama Allah Al Khabiir maknanaya adalah Allah maha mengethaui segala sesuatu yang tersembunyi.

Sedangkan nama Allah Al Lathiif memiliki dua makna :

  1. Hampir sama maknanya dengan Al Khabiir, yaitu yang pengilmuannya meliputi segala sesuatu yang tersembunyi. Dialah Dzat yang mengetahui hal-hal yang mendetail pada segala sesuatu, yang ilmu-Nya sampai pada tingkatan meliputi perkara-perkara batin dan yang tersembunyi, sebagaimana ilmu-Nya juga meliputi perkara-perkara yang tampak. Allah Ta’ala berfirman :

أَلَا يَعْلَمُ مَنْ خَلَقَ وَهُوَ اللَّطِيفُ الْخَبِيرُ

“ Sejatinya yang menciptakan itu sangat mengetahui. Dan Dia adalah yang Maha Lembut dan Maha Mengetahui. (QS. Al-Mulk: 14)

  1. Maknanya adalah yang sampai kepada hamba-Nya dan kekasih-Nya berbagai rahmat dan kebaikan tanpa disadari makhluk-Nya. Hal ini sebagaimana terdapat dalam firman Allah :

إِنَّ رَبِّي لَطِيفٌ لِّمَا يَشَاءُ

“ Sesungguhnya Tuhanku Maha Lembut terhadap apa yang Dia kehendaki. “ ( QS. Yusuf : 100 )

اللَّهُ لَطِيفٌ بِعِبَادِهِ يَرْزُقُ مَن يَشَاءُ وَهُوَ الْقَوِيُّ العَزِيزُ

“ Allah Maha lembut terhadap hamba-hamba-Nya; Dia memberi rezki kepada yang di kehendaki-Nya dan Dialah Yang Maha Kuat lagi Maha Perkasa “ ( QS. Asy Syuura : 19). ( Lihat Tafsiir Al Qur’an Al Kariim Surat Luqman Syaikh Muhammad bin Shalih al ‘Utsaimin dan Fiqhul Asmaaail Husna )

Faidah Ayat 

Di antara faidah surat Luqman ayat 16 adalah :

  1.  Pengajaran orang tua kepada anaknya tentang adanya pengawasan Allah kepada seluruh hamba-Nya. Peringatan bahwasanya Allah melihat seluruh amal perbuatannya.
  2.  Setiap amalan di dunia akan mendapat balasan di akhirat. Sekecil apapun akan mendapatkan balasannya. Balasan amal kebaikan adalah kebaikan dan balasan amal kejelekan adalah kejelekan. 
  3.  Luasnya ilmu Allah meliputi segala sesuatu, baik yang tampak maupun tersembunyi. Tidak ada sesuataupun yang tersembunyi dari pengilmuan Allah Ta’ala. 
  4.  Penetapan dua nama Allah Al Lathiif dan Al Khabiir. Penyebutan dan penggabungan dua nama sekaligus menunjukkan adanya kesempurnaan yang berlebih yang semakin menunjukkan kesempurnamaan nama dan sifat Allah.  

Baca Juga:

Penulis : Adika Mianoki

Artikel: Muslim.or.id

Referensi :

  1. Tafsiir Al Qur’an Al ‘Adzim Surat Luqman karya Imam Ibnu Katsir rahimahullah  
  2. Tafsiir Al Qur’an Al Kariim Surat Luqman, Syaikh Muhammad bin Shalih al ‘Utsaimin rahimahullah
  3. . Fiqhul Asmaaail Husna karya Syaikh ‘Abdurrozzaq bin ‘Abdil Muhsin al Badr hafidzahullah

Sahabat muslim, yuk berdakwah bersama kami. Untuk informasi lebih lanjut silakan klik disini. Jazakallahu khaira

Simak selengkapnya disini. Klik https://muslim.or.id/54474-wasiat-luqman-bag-5-setiap-amal-ada-balasannya-di-akhirat.html

Hukum Orang yang Tidak Bayar Zakat karena Tidak Tahu

Jika ada orang yang tidak mengetahui mengenai hukum seputar zakat, sehingga dia tidak pernah membayar zakat mal selama beberapa tahun. Selama ini yang dia lakukan hanya menyumbang untuk masjid, pesantren, panti asuhan, atau lembaga sosial lainnya. Setelah itu dia belajar, akhirnya sadar bahwa selama ini dia belum membayar zakat, apakah setelah tahu kewajiban zakatnya menjadi gugur?

Jawab:

Bismillah was shalatu was salamu ‘ala Rasulillah, wa ba’du,

Sebelum membahas materi yang disampaikan dalam pertanyaan, kami ingin menekankan bahwa kewajiban bagi kita setiap muslim adalah mempelajari apa saja yang menjadi tugas kita dalam hidup. Terutara kewajiban syariat, karena manusia diciptakan untuk beribadah kepada Allah, bukan sebatas untuk menikmati dunia.

Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menyebutkan, menuntut ilmu agama sebagai bagian dari kewajiban setiap muslim. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

طَلَبُ الْعِلْمِ فَرِيضَةٌ عَلَى كُلِّ مُسْلِمٍ

Belajar ilmu agama adalah kewajiban bagi setiap muslim. (HR. Ibnu Majah 229 dan dishahihkan al-Albani)

Karena itu, orang yang tidak mengerjakan kewajiban atau salah dalam melaksanakannya, disebabkan karena tidak mau belajar agama, bisa jadi dia telah melakukan dosa.

Al-Qarrafi mengatakan,

فإذا كان العلم بما يقدم الإنسان عليه واجبا كان الجاهل في الصلاة عاصيا بترك العلم فهو كالمتعمد الترك بعد العلم بما وجب عليه

Apabila ilmu yang harus dipelajari seseorang statusnya wajib, maka orang yang tidak tahu tentang hukum shalat, terhitung berbuat dosa disebabkan tidak mau belajar ilmu agama. Sehingga statusnya seperti orang yang secara sengaja meninggalkan kewajiban karena tidak belajar. (al-Furuq, 4/24).

Orang yang tidak membayar zakat karena tidak tahu mengenai fiqh zakat, sementara sangat mungkin baginya untuk belajar mengenai fiqh zakat, berdasarkan kaidah yang disampaikan al-Qarri di atas, dia dianggap sengaja meninggalkan kewajiban bayar zakat, sehingga dia berdosa, dan kewajibannya adalah bertaubat.

Kewajiban Bagi yang Tidak Bayar Zakat

Ada banyak sebab orang yang tidak bayar zakat karena alasan tidak tahu. Ada yang tidak tahu adanya kewajiban zakat dalam agamanya selain zakat fitrah. Ada juga yang tidak tahu tentang aturan nishab zakat, sehingga ketika dia memiliki harta satu nishab, dia tidak tahu bahwa sebenarnya dia sudah berkewajiban.

Ada juga yang memahami bahwa yang penting kita beramal dalam bentuk menyalurkan harta. Namun dia tidak paham aturannya, akhirnya dia mengeluarkan zakat dengan cara yang salah.

Diantara mereka ada yang tidak bayar zakat selama beberapa tahun bahkan puluhan tahun. laa haula wa laa quwwata illa billah…

Saya pernah ketemu dengan salah satu orang kaya. Beliau termasuk dermawan, rajin sedekah dan menyumbang masjid. Ketika beliau mendengarkan presentasi yang saya sampaikan mengenai fiqh zakat, beliau mengaku bahwa baru pertama kali mengetahui seperti ini. Selama ini, beliau mengeluarkan uang untuk amal, sama sekali tidak berniat untuk zakat. Padahal usia beliau di atas 60 tahun.

Lalu apa yang harus dia lakukan ketika tidak bayar zakat selama beberapa tahun?

Imam Ibnu Baz pernah ditanya tentang orang yang tidak membayar zakat selama beberapa tahun karena tidak tahu. Jawaban Imam Ibnu Baz,

عليك الزكاة عن جميع الأعوام السابقة ، وجهلك لا يسقطها عنك ؛ لأن فرض الزكاة أمر معلوم من الدين بالضرورة ، والحكم لا يخفى على المسلمين ، والزكاة هي الركن الثالث من أركان الإسلام ، والواجب عليك المبادرة بإخراج الزكاة عن جميع الأعوام السابقة ، مع التوبة إلى الله سبحانه من التأخير

Kamu wajib bayar zakat untuk tahun-tahun sebelumnya. Ketidak-tahuan anda mengenai hukum zakat, tidak menggugurkan kewajiban zakat itu dari anda. Karena kewajiban zakat itu aturan agama yang diketahui semua orang. Sehingga mengenai wajibnya zakat, sudah diketahui oleh seluruh kaum muslimin. (sebab) zakat merupakan rukun islam yang ketiga. Wajib bagi anda untuk segera menunaikan zakat untuk tahun-tahun sebelumnya, sambil bertaubat kepada Allah Ta’ala karena telah menunda pembayarannya. (Majmu’ Fatawa Ibnu Baz, 14/239)

Imam Ibnu Utsaimin juga pernah ditanya, ada orang yang selama 5 tahun tidak bayar zakat. Saat ini dia taubat. Apakah setelah taubat, dia tetap membayar zakat selama 5 tahun yang lalu?

Jawaban Imam Ibnu Utsaimin,

الزكاة عبادة لله عز وجل، وحق أهل الزكاة، فإذا منعها الإنسان كان منتهكاً لحقين: حق الله تعالى، وحق أهل الزكاة، فإذا تاب بعد خمس سنوات كما جاء في السؤال، سقط عنه حق الله عز وجل؛ لأن الله تعالى قال: {وَهُوَ الَّذِى يَقْبَلُ التَّوْبَةَ عَنْ عِبَادِهِ وَيَعْفُواْ عَنِ السَّيِّئَاتِ وَيَعْلَمُ مَا تَفْعَلُونَ}. ويبقى الحق الثاني وهو حق المستحقين للزكاة من الفقراء وغيرهم، فيجب عليه تسليم الزكاة لهؤلاء، وربما ينال ثواب الزكاة مع صحة توبته؛ لأن فضل الله واسع

Zakat adalah ibadah kepada Allah – Ta’ala – dan hak bagi penerimanya. Sehingga jika ada orang yang tidak menunaikan zakat maka dia melanggar 2 hak, yaitu hak Allah dan hak penerima zakat. Jika setelah 5 tahun dia taubat – seperti yang disebutkan dalam pertanyaan, maka taubatnya menggugurkan hak Allah. karena Allah berfirman (yang artinya),

“Dialah Dzat yang menerima taubat dari para hamba-Nya dan mengampuni dosa mereka. dan Dia mengetahui apa yang kalian kerjakan.”

Sementara hak yang kedua, masih ada. Itulah hak para penerima zakat, seperti orang fakir dan yang lainnya. karena wajib menyerahkan zakat 5 tahun yang lalu ke mereka. Bisa jadi dia mendapatkan pahala zakatnya, disamping itu taubatnya dinilai sah. Karena karunia Allah sangat luas.

Kemudian Imam Ibnu Utsaimin menjelaskan teknisnya,

أما تقدير الزكاة فليتحر ما هو مقدار الزكاة بقدر ما يستطيع، ولا يكلف الله نفساً إلا وسعها، فعشرة آلاف مثلاً زكاتها في السنة مائتان وخمسون، فإذا كان مقدار الزكاة مائتين وخمسين، فليخرج مائتين وخمسين عن السنوات الماضية عن كل سنة، إلا إذا كان في بعض السنوات قد زاد عن العشرة فليخرج مقدار هذه الزيادة، وإن نقص في بعض السنوات سقطت عنه زكاة النقص

Mengenai berapa zakat yang harus dikeluarkan, dia bisa mengukur dengan memperkirakan semampunya. Allah tidak membebani jiwa kecuali sebatas kemampuannya. Misalnya, ada orang yang memiliki 10.000 real, berarti zakatnya pertahun 250 real. Jika nilai zakatnya 250 real, dia bisa keluarkan senilai 250/tahun kali jumlah tahun sebelumnya. Kecuali jika di sebagian tahun, ada yang lebih dari 10.000, dia bisa keluarkan zakat senilai kelebihannya. Sebaliknya, jika ada di sebagian tahun kurang dari 10.000, berarti sesuaikan zakat senilai kekurangannya. (Majmu’ Fatawa wa Rasail al-Utsaimin, 18/303).

Dalam Fatawa Syabakah Islamiyah dinyatakan,

ومن أخر زكاة ماله حيث وجبت عليه، فهو آثم بذلك، وإن كان جاهلا فعليه أن يتوب من تقصيره في طلب العلم، ولا يسقط جهله الزكاة الواجبة عليه وإن أخرها سنين؛ لأنها دين في ذمته لا يبرأ إلا بقضائه.

Orang yang menunda pembayaran zakat sementara dia sudah berkewajiban untuk mengeluarkannya, maka dia berdosa. Jika dia tidak tahu, dia wajib bertaubat disebabkan tidak mau belajar. Ketidak-tahuannya mengenai hukum zakat, tidak menggugurkan kewajiban zakatnya, meskipun belum dibayarkan selama bertahun-tahun. karena itu merupakan utang yang menjadi tanggung jawabnya, dan tidak gugur kecuali dengan dibayarkan.

Dalam lanjutan Fatwa Syabakah dinyatakan,

فمن كان مالكا لمال تجب زكاته ولم يكن يخرجها، أو كان ماله بالغا النصاب ولم يكن يعلم، فعليه أن يخرج زكاة ماله لما مضى من السنين

Siapa yang memiliki harta yang sudah wajib dizakati, namun dia belum mengeluarkannya, atau dia memiliki harta yang mencapai nishab, namun dia tidak tahu, dia wajib membayar zakat hartanya untuk beberapa tahun yang sudah lewat. (Fatwa Syabakah Islamiyah, no. 228949)

Demikian, Allahu a’lam.

Dijawab oleh Ustadz Ammi Nur Baits (Dewan Pembina Konsultasisyariah.com)

Read more https://konsultasisyariah.com/36186-hukum-orang-yang-tidak-bayar-zakat-karena-tidak-tahu.html

Fatimah Al-Falimbani: Ulama Hadis Perempuan yang Terlupakan

Kemasyhuran Fatimah Al-Falimbani di tanah suci, tapi riwayat hidupnya masih misteri.

Pada abad ke-19 M adalah masa kejayaan kaum terpelajar dari nusantara di Haramain (Makkah-Madinah). Bayangkan saja, Kiai Nawawi yang berasal dari Banten menduduki posisi sebagai Penghulu ulama Haramain (Sayyid Ulama’ Hijaz).

Di samping itu, Kiai Ahmad Khatib yang berasal dari Minangkabau di daulat oleh penguasa hijaz menjadi Imam Masjidil Haram sekaligus Mufti dari mazhab syafi’i. Namun, tahukah Anda ada peran srikandi nusantara yang senantiasa membimbing mereka terutama di bidang hadis?

Srikandi nusantara itu bernama Fatimah binti Abdul Shamad yang berasal dari kota Palembang, Sumatra Selatan. Menurut cerita tutur Palembang, putri Syekh Abdul Shamad ini ketika lahir diberi nama Ruqoyyah. Namun, suatu hari Ruqoyyah mengalami mati suri sehingga digantilah (istilah di Palembang: keberatan dinamo)  dengan nama Fatimah.

Tercatat dalam kitab al-‘iqd al-Farid fi jawahir al-asanid karya Syekh Yasin Isa Al-fadani. Syekh yasin Al-Fadani mendokumentasikan salah satu sanad hadis Shahih Al-Bukhari dari jalur ulama nusantara. Ia meriwayatkan hadis shahih Bukhari dari gurunya Syekh Abdul Karim bin Ahmad Khatib dari gurunya Syekh Ahmad khatib bin Abdul Latif Khatib dari gurunya Syekh Nawawi bin umar Al-Bantani dari gurunya Syaikhah Fatimah binti Abd shamad Al-Falimbani dari gurunya Syekh Abdul Shamad Al-Falimbani dari gurunya Syekh Aqib bin Hasanuddin Al-Falimbani dari gurunya (pamannya) Syekh Tayyib bin Jakfar Al-Falimbani dari gurunya Syekh Jakfar bin badruddin Al-Falimbani.

Setelah itu barulah sanad haditsnya bersambung dengan ulama-ulama timur tengah hingga sampai ke Imam al-bukhari (lihat : al-‘iqd al-Farid fi jawahir al-asanid). Dalam makalah yang berjudul : Peran perempuan dalam melestarikan kitab shahih bukhari dan shahih Muslim dari abad ke-4 sampai 14 H. Ditulis oleh Shafiyya Idris Fallati dari Universitas Jordan. Ia menemukan dalam risetnya bahwa ada tiga ulama hadits diabad ke-14 H/19 M.

Pertama Syaikhah Ummatullah Al-dahlawi dari India, kedua Syaikhah Fatimah binti Abd Shamad berasal dari Palembang-Indonesia dan ketiga, Syaikhah Fatimah bin Ya’qub berasal dari Makkah. Kemasyhuran Fatimah Al-Falimbani di tanah suci, tapi riwayat hidupnya masih misteri.

Belum ada data yang ditemukan berkaitan dengan rekam jejak sang srikandi hadis ini. hanya saja Habib Salim bin Jindan pernah berkunjung ke Palembang tahun 1950-an. Ia melihat ada kitab karya Syaikhah Fatimah berjudul Al-Faharis al-Qa’imah Fi stabat Sitti Fatimah. Namun, sangat disayangkan hingga hari ini keberadaan kitab tersebut belum ditemukan.

Perlu pula diketahui di kalangan keturunan warga Palembang yang di Makkah, memang ada nama Fatimah yang disebut-sebut sebagai orang yang punya tanah di kawasan Masjidil Haram. Sosok anak keturunan tersebut dicari-cari Pemerintah Arab Saudi terkait soal ganti rugi tanah tersebut yang kini menjadi area Masjidil Haram yang sudah dilebarkan. Kabarnya bidang tanah itu berada di pelataran masjid tersebut.

Seorang warga Arab Saudi yang merupakan keturunan Palembang di Makkah, Khudri, mengisahkan ahli waris Fatimah itu akan mendapat uang ganti rugi yang sangat besar. Sayangnya setelah dicari-cari sosok Fatimah menjadi misteri. Ini karena dia tak punya keturunan.

“Jadi, sosok Fatimah asal Palembang yang punya sebidang tanah di Masjidil Haram sampai kini masih misteri. Siapa dia?” katanya ketika berbincang di kawasan Misfalah, Makkah, pada suatu waktu.

Oleh Muhammad Daud, Aktivis lembaga Kajian Naskah Melayu dan mahasiswa Pascasarjana UIN jakarta Konsentrasi Filologi

KHAZANAH REPUBLIKA

Pujian untuk Nabi Muhammad SAW dari Barat dan Muslim

Rasulullah SAW mendapat pujian dari intelektual Barat dan Ulama Muslim.

Sosok Nabi Muhammad SAW memang sungguh mulia, agung, dan terpuji. Kemuliaan akhlaknya digambarkan dalam Alquran sebagai akhlak yang mulia (wa innaka la’ala khuluqin adhim, Sesungguhnya engkau Muhammad mempunyai akhlak yang mulia). 

Bahkan, ketika Aisyah RA ditanya seorang sahabat tentang akhlak Rasulullah SAW, Dia mengatakan, akhlak Rasulullah adalah Alquran, artinya senantiasa berpedoman pada apa yang diperintahkan Alquran. 

Rasulullah SAW juga merupakan pribadi yang santun dan pemaaf. Beliau tidak membalas orang-orang yang dahulu mencaci maki (mencela) dirinya. 

Dan, ketika si pencela mengalami sakit, Rasulullah SAW adalah orang pertama yang datang menjenguknya. Karena itu pula, tak heran, bila Michael H Hart, seorang guru besar bidang astronomi dan fisika pada Universitas Maryland AS, dalam bukunya, The 100 Most Influential Persons in History (100 Tokoh Berpengaruh dalam Sejarah), menempatkan Nabi yang Ulul Azmi (tak bisa membaca dan menulis) ini pada ranking pertama. 

Dia mengatakan, ”Muhammad SAW adalah orang yang paling berpengaruh di antara miliaran penduduk dunia, karena ia dianggap sebagai satu-satunya manusia yang berhasil, baik dalam bidang keagamaan, kemasyarakatan, dan pemerintahan.” 

Karena kemuliaan akhlak dan pribadi Rasulullah yang agung itu, banyak penyair-penyair ternama mengungkapkan dan memberikan pujian pada Rasulullah SAW. Salah satunya adalah syair Burdah (Jubah, Red) karya Syarafuddin Abu Abdillah Muhammad bin Abdullah al-Shanhaji al-Bushiry (610-695 H/1213-1296 M).   

Dalam syair itu, Imam al-Bushiry melukiskan sosok Rasulullah sebagai ‘Penguasa Dua Alam; Jin dan Manusia’ (Muhammad Sayyidu al-Kaunainy wa Tsaqalain). Dan, beliau juga dianggap sebagai ‘Pemimpin Dua Kaum, Arab dan non-Arab (Fariqainy Araby wa min ‘Ajamy).

Ungkapan ini terdapat pada bait ke 34-59 dalam syair al-Burdah. Menurut Bushiry, Rasulullah diutus ke dunia ini untuk menjadi lampu penerang bagi umat manusia untuk menggapai rida Allah SWT. 

KHAZANAH REPUBLIKA

Keutamaan Berjalan Menuju Masjid

Terdapat keutamaan yang besar dalam amal berupa berjalan menuju masjid.

Pahala Besar dengan Berjalan Menuju Masjid

Sesungguhnya, pahala yang paling besar adalah yang paling jauh rumahnya dari masjid.  Para fuqaha (ulama ahli fiqih) rahimahumullah menegaskan dianjurkannya memperpendek langkah menuju masjid dan tidak tergesa-gesa (alias berjalan dengan tenang) ketika menuju masjid. Hal ini untuk memperbanyak pahala kebaikan ketika berjalan menuju masjid, berdasarkan berbagai dalil yang menunjukkan adanya keutamaan memperbanyak langkah menuju masjid. [1]

Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

أَلَا أَدُلُّكُمْ عَلَى مَا يَمْحُو اللهُ بِهِ الْخَطَايَا، وَيَرْفَعُ بِهِ الدَّرَجَاتِ؟ قَالُوا: بَلَى يَا رَسُولَ اللهِ قَالَ: إِسْبَاغُ الْوُضُوءِ عَلَى الْمَكَارِهِ، وَكَثْرَةُ الْخُطَا إِلَى الْمَسَاجِدِ، وَانْتِظَارُ الصَّلَاةِ بَعْدَ الصَّلَاةِ، فَذَلِكُمُ الرِّبَاطُ

“Maukah kalian aku tunjukkan kepada suatu amal yang dapat menghapus kesalahan (dosa) dan meninggikan derajat?” Para sahabat menjawab, ”Ya, wahai Rasulullah.” Rasulullah bersabda, ”(Yaitu) menyempurnakan wudhu dalam kondisi sulit, banyaknya langkah menuju masjid, menunggu shalat setelah mendirikan shalat. Itulah ar-ribath (kebaikan yang banyak).” (HR. Muslim no. 251)

Berjalan Kaki Ke masjid Meskipun Jauh

Dari Abu Musa radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

أَعْظَمُ النَّاسِ أَجْرًا فِي الصَّلاَةِ أَبْعَدُهُمْ، فَأَبْعَدُهُمْ مَمْشًى وَالَّذِي يَنْتَظِرُ الصَّلاَةَ حَتَّى يُصَلِّيَهَا مَعَ الإِمَامِ أَعْظَمُ أَجْرًا مِنَ الَّذِي يُصَلِّي، ثُمَّ يَنَامُ

“Orang yang paling banyak mendapatkan pahala dalam shalat adalah mereka yang paling jauh (jarak rumahnya ke masjid), karena paling jauh jarak perjalanannya menuju masjid. Dan orang yang menunggu shalat hingga dia melaksanakan shalat bersama imam itu lebih besar pahalanya dari orang yang melaksanakan shalat kemudian tidur.” (HR. Bukhari no. 651 dan Muslim no. 662)

Hadits-hadits tersebut menunjukkan keutamaan rumah yang jauh dari masjid, karena banyaknya langkah menuju masjid yang membuahkan pahala yang besar. Besarnya pahala itu karena jauhnya rumah dari masjid dan juga karena bolak-balik pergi ke masjid.

Dari ‘Ubay bin Ka’ab radhiyallahu ‘anhu, dia berkata,

كَانَ رَجُلٌ لَا أَعْلَمُ رَجُلًا أَبْعَدَ مِنَ الْمَسْجِدِ مِنْهُ، وَكَانَ لَا تُخْطِئُهُ صَلَاةٌ، قَالَ: فَقِيلَ لَهُ: أَوْ قُلْتُ لَهُ: لَوْ اشْتَرَيْتَ حِمَارًا تَرْكَبُهُ فِي الظَّلْمَاءِ، وَفِي الرَّمْضَاءِ، قَالَ: مَا يَسُرُّنِي أَنَّ مَنْزِلِي إِلَى جَنْبِ الْمَسْجِدِ، إِنِّي أُرِيدُ أَنْ يُكْتَبَ لِي مَمْشَايَ إِلَى الْمَسْجِدِ، وَرُجُوعِي إِذَا رَجَعْتُ إِلَى أَهْلِي، فَقَالَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: قَدْ جَمَعَ اللهُ لَكَ ذَلِكَ كُلَّهُ

“Seseorang yang setahuku tidak ada lagi yang lebih jauh (rumahnya) dari masjid, dan dia tidak pernah ketinggalan dari shalat. ‘Ubay berkata, maka ia diberi saran atau kusarankan, “Bagaimana sekiranya jika kamu membeli keledai untuk kamu kendarai saat gelap atau saat panas terik?” Laki-laki itu menjawab, “Aku tidak ingin rumahku di samping masjid, sebab aku ingin jalanku ke masjid dan kepulanganku ke rumah semua dicatat (pahala).” Maka Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Allah Ta’ala telah kumpulkan untukmu semuanya tadi.” (HR. Muslim no. 663)

Lihatlah saudaraku, adanya pahala yang besar dari Allah Ta’ala bagi orang-orang yang pergi menuju masjid dan juga ketika berjalan pulang dari masjid. Oleh karena itu, sahabat tersebut lebih memilih untuk berjalan kaki meskipun rumahnya jauh dari masjid.

Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

مَنْ تَطَهَّرَ فِي بَيْتِهِ، ثُمَّ مَشَى إِلَى بَيْتٍ مَنْ بُيُوتِ اللهِ لِيَقْضِيَ فَرِيضَةً مِنْ فَرَائِضِ اللهِ، كَانَتْ خَطْوَتَاهُ إِحْدَاهُمَا تَحُطُّ خَطِيئَةً، وَالْأُخْرَى تَرْفَعُ دَرَجَةً

“Barangsiapa bersuci di rumahnya, kemudian berjalan ke salah satu rumah Allah (masjid) untuk melaksanakan kewajiban yang Allah tetapkan, maka kedua langkahnya, yang satu menghapus kesalahan dan satunya lagi meninggikan derajat.” (HR. Muslim no. 666)

Dalam hadits-hadits tersebut dan yang lainnya, terdapat motivasi untuk bersungguh-sungguh mendatangi masjid dengan berjalan kaki, bukan dengan naik kendaraan, meskipun rumahnya agak jauh. Hal ini dengan catatan, selama hal itu tidak menimbulkan masyaqqah (kesulitan) dan juga selama tidak ada ‘udzur (misalnya, sudah tua renta dan yang lainnya). Juga motivasi agar tidak membiasakan diri naik kendaraan ketika menuju masjid, jika jarak masjid tersebut masih bisa terjangkau dengan berjalan kaki. [2]

Baca Juga:

[Selesai]

Penulis: M. Saifudin Hakim

Simak selengkapnya disini. Klik https://muslim.or.id/54513-keutamaan-berjalan-menuju-masjid.html

Azab bagi yang Berutang dengan Niat Tak Melunasi!

BAGI yang berniat untuk tidak mengembalikan sampai mati, maka di akhirat dia dihukumi sebagai pencuri.

Dari Shuhaib al-Khair radhiyallahu anhu, Nabi shallallahu alaihi wa sallam bersabda, “Siapapun yang berutang, dan dia berniat untuk tidak mengembalikannya, maka ketika mati, dia akan ketemu Allah sebagai pencuri.” (Ibn Majah 2502 dan dishahihkan al-Albani)

Hukum ini berlaku di akhirat. Artinya, dengan hanya memiliki niat semacam ini, dia telah berdosa. Meskipun ketika di dunia, dia tidak terhitung pencuri. Karena utang ini diambil dengan cara yang legal.

Salah satu prinsip berbahaya di masyarakat kita, ada sebagian orang yang menekankan, jangan menggunakan uang pribadi untuk menjalankan bisnis, gunakan uang orang lain. Ketika usaha itu bangkrut, kerugian tidak ditanggung sendiri, tapi juga para pemodal. Sementara akad yang dilakukan adalah utang piutang.



Kiat Rasulullah Agar Muslim Terhindar Kemiskinan

Bahkan Ibnu Hajar al-Haitamy dalam bukunya “Az-Zawajir” mengategorikan perbuatan ini termasuk salah satu dosa besar,

“Dosa besar ke-205: berutang dengan niat tidak melunasi utangnya, atau ada niat tidak mengembalikannya, sementara saat berutang dia telah memperkirakan tidak ada harta yang dia miliki untuk melunasinya, dan dia berutang bukan untuk keperluan yang bersifat darurat, padahal pemberi utang tidak tahu keadaan peminjam.” (az-Zawajir, 1/410)

Dan hukum ini berlaku bagi siapapun. Termasuk utang ke sumber riba, yaitu bank. Siapapun yang utang bank, berkewajiban untuk mengembalikan pokoknya saja, karena itulah kewajibannya. Sementara bunganya, tidak boleh dia berikan ke bank, karena termasuk memberi makan riba.

Demikian, Allahu alam. [Ustadz Ammi Nur Baits]

INILAH MOZAIK

Bimbingan Praktis Umrah (Bag. 7)

Baca pembahasan sebelumnya Bimbingan Praktis Umrah (Bag. 6)

Hukuman Bagi yang Melanggar Larangan Mencukur Rambut saat Ihram

Bagi seorang muhrim yang melanggarnya dengan mencukur semua rambutnya (menggundul) atau mencukur mayoritas rambutnya dengan sengaja, tahu dan sukarela, maka wajib menebusnya dengan fidyah adza (tebusan karena gangguan/penyakit) yang terdapat di dalam Q.S. Al-Baqarah:196, yang dijelaskan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bahwa fidyah itu salah satu dari tiga pilihan fidyah berikut ini: 

  1. Berpuasa tiga hari, baik berturut-turut maupun tidak, atau 
  2. Memberi makanan pokok kepada enam orang miskin, dan setiap orang miskin diberi setengah sho` (1,5 kg) makanan pokok, atau
  3. Menyembelih hewan kurban berupa seekor kambing, dan hewan tersebut harus memenuhi persyaratan hewan kurban. Lalu hewan kurban tersebut dibagikan kepada orang-orang fakir miskin.

Apabila pelanggaran tersebut dilakukan di tanah haram, maka  hewan sesembelihan itu dibagikan kepada orang-orang fakir miskin di tanah haram, demikian juga untuk fidyah berupa memberi makanan pokok kepada fakir miskin.

Adapun jika pelanggaran tersebut dilakukan di luar wilayah tanah haram, maka dibagikannya kepada orang-orang fakir miskin di sekitar tempat tersebut, namun jika diakhirkan hingga dibagikan di Mekah, maka itu sudah cukup.

Dan seorang muhrim yang terkena kewajiban menunaikan fidyah, maka ia tidak boleh memakan sesembelihan tersebut sedikitpun, karena status fidyahnya adalah sebagai tebusan pelanggarannya.

Adapun penamaan tebusan ini dengan nama “fidyah adza”, hal ini berdasarkan firman Allah Ta’ala :

فَمَنْ كَانَ مِنْكُمْ مَرِيضًا أَوْ بِهِ أَذًى مِنْ رَأْسِهِ فَفِدْيَةٌ مِنْ صِيَامٍ أَوْ صَدَقَةٍ أَوْ نُسُكٍ

Jika ada di antara kalian yang sakit atau ada gangguan di kepalanya (lalu ia bercukur), maka wajiblah atasnya berfidyah, yaitu: berpuasa atau bersedekah atau menyembelih hewan kurban. [Q.S. Al-Baqarah:196].

Termasuk Larangan saat Ihram adalah Memotong Kuku

Menurut pendapat yang masyhur diantara ulama adalah orang yang sedang berihram dilarang memotong kuku, atau mencabutnya, baik kuku tangan ataupun kuku kaki, namun jika dijumpai kasus seseorang yang sedang berihram pecah kukunya sehingga ia merasa sakit, maka tak mengapa ia memotong kuku yang menyakitinya tersebut sekadar untuk menghilangkan rasa sakit, dan tidak ada kewajiban menunaikan fidyah baginya.

Larangan memotong kuku bagi orang yang sedang berihram ini adalah hasil pengqiyasan kepada larangan memotong rambut yang terdapat dalam Q.S. Al-Baqarah:196.

Bahkan Ibnu Qudamah rahimahullah mengklaim bahwa larangan memotong kuku bagi orang yang sedang berihram ini adalah ijma’ (kesepakatan) ulama, beliau berkata :

أجمع أهلُ العلم على أن المحرِم ممنوع من أخذ أظفاره

Ulama bersepakat (konsensus) bahwa orang yang sedang berihram terlarang mengambil (memotong) kuku-kukunya.[Al-Mughni : 3/320]

Hukuman Bagi yang Melanggar Larangan Memotong Kuku saat Ihram

Adapun batasan minimal dari jumlah kuku yang dipotong yang mengakibatkan pelakunya mendapatkan hukuman menunaikan fidyah adalah tiga kuku, karena batasan minimal dalam bilangan yang jamak (banyak) adalah tiga, sehingga barangsiapa yang memotong tiga kuku saja sudah bisa dikatakan bahwa ia telah melakukan larangan memotong kuku saat ihram.

Barangsiapa yang memotong tiga kuku atau lebih dengan sengaja atau tanpa paksaan, maka wajib ia menunaikan fidyah salah satu dari tiga pilihan fidyah berikut ini: 

  1. Berpuasa tiga hari, baik berturut-turut maupun tidak, atau 
  2. Memberi makanan pokok kepada enam orang miskin, dan setiap orang miskin diberi setengah sho` (1,5 kg) makanan pokok, atau
  3. Menyembelih hewan kurban berupa seekor kambing, dan hewan tersebut harus memenuhi persyaratan hewan kurban. Lalu hewan kurban tersebut dibagikan kepada orang-orang fakir miskin.

(Bersambung, in sya Allah)

Penulis: Sa’id Abu Ukkasyah

Simak selengkapnya disini. Klik https://muslim.or.id/54467-bimbingan-praktis-umrah-bag-7.html

Masjid Awan, Tempat Nabi Muhammad Berdoa Meminta Hujan

Masjid al-Ghamamah yang memiliki nama lain Masjid Awan letaknya bersebelahan dengan Masjid Nabawi, sehingga tak banyak difungsikan. Masjid ini memang tidak sepopuler Masjid Nabawi, meski posisinya sekitar 100 meter dari Pintu Nomor 6 Masjid Nabawi di daerah al-Manakha.

Masjid ini memiliki sejarah yang sangat mengagumkan. Di sinilah Rasulullah SAW mendirikan shalat Idul Fitri maupun Idul Adha. Konon, peristiwa itu terjadi pada tahun kedua Hijriyah. Karena itu, masjid ini memiliki sejarah penting dalam kehidupan umat Islam. Abu Hurairah berkata, “Setiap kali Rasulullah melalui Al- Mushalla, Baginda akan menghadap ke arah Kiblat dan berdoa.”

Menurut sejumlah riwayat, selain untuk tempat shalat Id, di tempat ini Rasul mendirikan shalat Istisqa, yaitu shalat yang didirikan untuk minta hujan kepada Allah SWT. Saat itu, cuaca sangat panas. Sejumlah jamaah juga tampak sangat kepanasan. Rasulullah SAW berdoa. Kala itu, permintaan Nabi SAW langsung dikabulkan Allah SWT. Begitu Nabi SAW selesai berdoa, awan-awan datang menaungi Rasulullah SAW dan jamaah. Tak lama kemudian, turunlah hujan lebat.

Itulah mengapa masjid ini kemudian lebih dikenal dengan nama al-Ghamamah (awan yang menaungi) atau mendung. Demikian disebutkan Khalil Ibrahim Malla Kathir, dalam kitabnya Fadhail al-Madinah al-Munawarah, cetakan ke-1 jilid II (Madinah: Maktabah Dar at-Turats, 1993, hlm 100). Tentu saja, hujan yang dimaksudkan adalah hujan yang memberi rahmat bagi umat manusia. “Dialah yang menjadikan bumi sebagai hamparan bagimu dan langit sebagai atapnya.

“Dan, Dia menurunkan air (hujan) dari langit, lalu Dia menghasilkan dengan hujan itu segala buah-buahan sebagai rezeki untukmu. Karena itu, janganlah kamu mengadakan sekutu-sekutu bagi Allah, padahal kamu mengetahui.” (QS al- Baqarah [2]: 22). Al-Ghamamah dalam bahasa Arab berarti awan atau mendung. Nama asli masjid ini adalah Masjid al-Mushalla yang berarti masjid tempat shalat. Lokasi tempat berdirinya masjid awalnya adalah tanah lapang.

IHRAM