Atasi Corona dengan Bertauhid yang Sempurna (Bag. 1)

Wabah pandemi virus corona telah meluas ke berbagai penjuru dunia, berbagai upaya diusahakan untuk mengatasi musibah ini, lalu bagaimana seorang muslim menghadapinya? tentu selain menempuh upaya-upaya pencegahan sesuai intruksi dari tenaga medis kita hendaknya juga melakukan pencegahan dengan melakukan perbaikan hubungan kita dengan Allah Ta’ala

Kedudukan tauhid dalam bangunan agama Islam

Tauhid adalah inti dan dasar agama Islam. Tauhid adalah tujuan pengutusan para rasul ‘alaihimush shalatu was salam. Allah Ta’ala berfirman,

وَلَقَدْ بَعَثْنَا فِى كُلِّ أُمَّةٍ رَّسُولًا أَنِ ٱعْبُدُوا ٱللَّهَ وَٱجْتَنِبُوا ٱلطَّٰغُوتَ 

“Dan sungguhnya Kami telah mengutus rasul pada tiap-tiap umat (untuk menyerukan), “Sembahlah Allah (saja), dan jauhilah sesembahan selain-Nya.” (QS. An-Nahl: 36)

Tauhid adalah tujuan hidup kita dan tujuan penciptaan jin dan manusia. Allah Ta’ala berfirman,

وَمَا خَلَقْتُ ٱلْجِنَّ وَٱلْإِنسَ إِلَّا لِيَعْبُدُونِ

“Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka beribadah kepada-Ku semata (mentauhidkan-Ku dalam ibadah).” (QS. Adz-Dzaariyaat: 56)

Sungguh tinggi kedudukan tauhid di tengah-tengah bangunan agama kita. Memperbaiki tauhid seseorang di tengah-tengah keimanannya, hakikatnya adalah memperbaiki hati di tengah-tengah anggota jasad. Jika hati itu baik, maka baik pula amalan anggota tubuh lahiriah. Demikian pula, apabila tauhid seorang muslim itu baik dan sempurna, maka baik dan sempurna pula agamanya.

Tauhid adalah asas seluruh bentuk perbaikan, dan syirik adalah sebab terbesar keburukan dan musibah

Tauhid adalah asas perbaikan sebuah negeri. Apabila sebuah negeri menghadapi berbagai macam musibah, apalagi bertubi-tubi dan silih berganti, maka sudah semestinya masyarakatnya segera bertaubat dari segala dosa. Terutama bertaubat dari dosa syirik, karena syirik adalah dosa terbesar, keharaman yang paling haram, dan kezholiman (terhadap hak Allah) yang paling zholim. Sehingga syirik itu adalah penyebab terbesar kemurkaan dan adzab Allah.

Apabila masyarakat di negeri tersebut telah mengesakan dan mentauhidkan Allah dengan baik, maka akan tumbuh dari “akar pohon tauhid” dan keimanannya kepada Allah itu berbagai kebaikan dan ketaatan kepada Allah dengan ikhlas dan sesuai tuntunan Rusulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Dan lagi, akan membuahkan kebahagiaan dunia akhirat serta rasa aman dan mendapatkan petunjuk di dunia dan akhirat.

Allah Ta’ala telah membuat perumpamaan tentang pohon tauhid di dalam Al-Qur’an. Allah Ta’ala berfirman,

أَلَمْ تَرَ كَيْفَ ضَرَبَ ٱللَّهُ مَثَلًا كَلِمَةً طَيِّبَةً كَشَجَرَةٍ طَيِّبَةٍ أَصْلُهَا ثَابِتٌ وَفَرْعُهَا فِى ٱلسَّمَآءِ(24) تُؤْتِىٓ أُكُلَهَا كُلَّ حِينٍ بِإِذْنِ رَبِّهَا ۗ وَيَضْرِبُ ٱللَّهُ ٱلْأَمْثَالَ لِلنَّاسِ لَعَلَّهُمْ يَتَذَكَّرُونَ(25) 

“(24) Tidakkah kamu perhatikan bagaimana Allah telah membuat perumpamaan kalimat yang baik seperti pohon yang baik, akarnya teguh dan cabangnya (menjulang) ke langit, (25) pohon itu memberikan buahnya pada setiap musim dengan seizin Tuhannya. Allah membuat perumpamaan-perumpamaan itu untuk manusia supaya mereka ingat.” (QS. Ibrahim: 24-25)

Dalam kitab I’lamul Muwaqi’in, Ibnul Qoyyim rahimahullah menyatakan bahwa jumhur ahli tafsir menafsirkan kalimat thayyibah di ayat ini dengan syahadat laa ilaha illallah.

Dengan demikian, perumpaan pohon yang dimaksud dalam ayat tersebut adalah perumpamaan pohon tauhid. Allah Ta’ala membuat perumpamaan kalimat yang baik (kalimat thayyibah) pada ayat ini, yaitu syahadat laa ilaha illallah sebagai sebuah pohon yang merupakan sebaik-baik pohon. Yaitu, akarnya kokoh menghujam ke dalam bumi dan dahan rantingnya menjulang tinggi ke langit, buahnya tak terputus, selalu ada di setiap waktu. Akar pohon tauhid ini menghujam ke dalam bumi. Maksudnya adalah dasar keimanan (tauhid) tersebut kokoh dalam hati seorang mukmin, berupa ilmu tentang iman dan keyakinan yang benar. 

Sedangkan dahan dan ranting pohon tauhid adalah seluruh amalan ketaatan kepada Allah, baik berupa ucapan maupun perbuatan yang diridhai oleh Allah, baik lahir maupun batin. Jadi, dasar keimanan yang kokoh dalam hati tersebut menumbuhkan ucapan dan amal shalih yang diridhai oleh Allah. Dahan ranting tersebut juga menjulang tinggi ke langit. Maksudnya, ucapan dan perbuatan yang diridhai Allah tersebut terangkat ke atas, diterima oleh Allah pada setiap waktu, pagi, dan sore. Adapun buah dari pohon tauhid ini adalah kebaikan dan kebahagiaan di dunia dan akhirat.

Seorang mukmin yang memiliki dasar iman yang kokoh dalam hati, ucapan serta amalnya pun shalih serta diridhoi oleh Allah, hal itu akan membuahkan kebaikan dan kebahagiaan di dunia dan akhirat. 

Pohon tauhid itu menghasilkan buah untuk setiap musim. Maksudnya, buah tauhid yang berupa kebaikan dan kebahagiaan itu dirasakan terus-menerus oleh seorang mukmin di setiap waktu selama iman dan tauhid seseorang masih ada dalam hatinya. Hal ini sebagaimana buah di surga yang terus-menerus ada tidak pernah habis dan selalu siap dipetik.

Ibnul Qoyyim rahimahullah menjelaskan dalam kitab tersebut,

وإذا تأملت هذا التشبيه رأيته مطابقا لشجرة التوحيد الثابتة الراسخة في القلب التي فروعها من الأعمال الصالحة الصاعدة إلى السماء ولا تزال هذه الشجرة تثمر الأعمال الصالحة كل وقت بحسب ثباتها في القلب ومحبة القلب لها وإخلاصه فيها ومعرفته بحقيقتها وقيامه بحقوقها ومراعاتها حق رعايتها

“Jika Anda perhatikan perumpamaan ini, maka Anda akan melihat kesesuaiannya dengan pohon tauhid yang menghujam kokoh dalam hati, cabangnya berupa amal shalih yang naik ke langit. Sedangkan pohon ini senantiasa membuahkan amal shalih setiap waktu sesuai dengan kadar kokohnya (akar pohon) tauhid ini dalam hati dan kecintaan hati terhadapnya, keikhlasan dalam bertauhid, kadar pengetahuannya tentang hakikat (pohon) tauhid, kadar upaya memenuhi hak tauhid, serta upaya menjaganya dengan sebenar-benar penjagaan.” 

Ibnul Qayyim rahimahullah juga menegaskan dalam kitab tersebut,

والمقصود أن كلمة التوحيد إذا شهد بها المؤمن عارفا بمعناها وحقيقتها نفيا وإثباتا متصفا بموجبها قائما قلبه ولسانه وجوارحه بشهادته فهذه الكلمة الطيبة هي التي رفعت هذا العمل من هذا الشاهد أصلها ثابت راسخ في قلبه وفروعها متصلة بالسماء وهي مخرجة لثمرتها كل وقت

“Maksudnya, apabila seorang mukmin bersaksi dengan kalimat tauhid ini diiringi dengan mengetahui makna dan hakikatnya, baik mengetahui kandungan peniadaan maupun kandungan penetapannya, bersifat dengan sifat yang menjadi konsekuensi kalimat ini, dan menunaikan tuntutan syahadat tauhid ini dengan hati, lisan, maupun anggota tubuh, maka dari sisi inilah, kalimat thoyyibah (kalimat tauhid) itu akan mengangkat amalannya. Dasar kalimat thoyyibah (kalimat tauhid) ini kokoh menghujam dalam hati, cabangnya menjulang ke langit, serta menghasilkan buah di setiap waktu (terus menerus).”

(Bersambung)

***

Penulis: Sa’id Abu ‘Ukkasyah

Simak selengkapnya disini. Klik https://muslim.or.id/55793-atasi-corona-dengan-bertauhid-yang-sempurna-bag-1.html

Bahagia di Tengah Keterbatasan

HALIMATUS Sa’dihah, wanita terpilih yang menyusui Rasulullah berkomentar tentang masa kecil Sang Rasul: “Di malam-malam gelap itu, kami tak memiliki lampu yang menerangi selain WAJAHNYA.”

Begitu beruntungnya Halimatus Sa’diyah terpilih menyusui manusia terbaik sepanjang zaman, yang menjadi rahmat bagi seluruh alam. Di tengah keterbatasan hidup di zaman itu, ada sumber bahagia hadir menerangi kegelapan, memaniskan kepahitan dan menyuburkan kegersangan.

Tak inginkah hidup kita menjadi tenang di tengah kepanikan? Tak maukah pikiran kita terang di saat dunia semakin gelap gulita? Tak hendakkah kita merasa damai di tengah kesemrawutan berita dan tatanan hamak jelas di depan mata? Hadirkan Rasulullah Sang Cahaya, sebutlah namanya dalam lantunan kalimat shalawat, ikuti sunnahnya dan petunjuknya.

Semakin kita jarang menyebut namanya dan semakin jauh hati kita dari mencintainya adalah tanda-tanda pasti semakin runyam dan kacaunya kehidupan kita. Sahabat dan saudaraku, sungguh hidup kita ini diatur oleh Allah. Allah mensyaratkan pembefian cinta dan ampunanNya kepada hambaNya dalam al-Qur’an dengan mengikuti Rasulullah. Renungkanlah nilai dan fungsi “hadirnya” Rasulullah dalam hidup kita.

Terangi hidup kami Ya Rabb dengan kehadiran Rasulullah SAW. Bimbing kami untuk selalu bisa mencintai dan meneladani beliau. Aamiiiin. Salam, AIM. [*]

INILAH MOZAIK

Kisah Sahabat Ahli Zuhud, Wafatnya Sudah Diprediksi Nabi

Sahabat Nabi SAW yang ahli zuhud ini ialah Abu Dzar al-Ghifari

Betapa mulia akhlak para sahabat Nabi SAW! Mereka hidup bersama Rasulullah SAW dan mampu meneladani perikehidupan beliau shalallahu ‘alaihi wasallam. Rasa cinta mereka kepada iman dan Islam melampaui urusan dunia.

Di antara para sahabat yang mulia, tersebutlah Abu Dzar al-Ghifari. Sosok ini memiliki nama asli Jundub bin Junadah bin Sakan. Sebelum masuk Islam, ia dikenal sebagai seorang perampok. Maklum, kaum tempatnya lahir dan tumbuh besar mencari penghidupan dengan cara merampok.

Namun, sejak kecil hingga remaja Jundub cenderung pada kebenaran. Ia membenci praktik ritual penyembahan terhadap berhala-berhala. Karena itu, begitu mengetahui adanya seorang Nabi di tengah bangsa Arab, ia pun langsung menuju ke kota yang dimaksud. Di Makkah, ia berjumpa dengan Rasulullah Muhammad SAW dan seketika menyatakan diri Muslim.

Jundub alias Abu Dzar al-Ghifari dengan setia mendampingi Rasul SAW, baik di Makkah maupun Madinah. Sesudah beliau wafat, Abu Dzar dikenal sebagai seorang yang alim dan menjalani kehidupan zuhud.

Di masa tuanya, ia tinggal di sebuah kampung kecil bernama Rabadzah. Menjelang ajal menjemputnya, ia hanya didampingi istrinya yang menangis tersedu-sedu.

“Apa yang kamu tangisi, padahal maut itu pasti datang?” tanya Abu Dzar.

Istrinya menjawab, “Anda akan meninggal, tetapi kita tak punya sehelai kain pun untuk kafanmu.”

Mendengar jawaban itu, Abu Dzar hanya tersenyum. Setelah itu, ia meninggal dunia.

Tidak lama kemudian, datanglah serombongan Mukminin yang dipimpin sahabat Abdullah bin Mas’ud. Melihat sesosok jenazah sudah terbujur kaku dalam kondisi yang cukup menyedihkan itu, air mata Ibnu Mas’ud pun meleleh lebat.

Rupanya, ia mengenal betul siapa sosok yang wafat itu, seraya berkata, “Benarlah prediksi Rasulullah! Anda berjalan sebatang kara, mati sebatang kara, dan dibangkitkan sebatang kara!”

Itulah akhir hayat Abu Dzar, sahabat Nabi yang terkenal gemar mengampanyekan hidup sederhana,

Sepanjang hayatnya, ia dikenal rewel dan lantang kepada para pejabat yang kerap menyalahgunakan kekuasaan demi menumpuk kekayaan pribadi. Sikap kritisnya sering membuat merah telinga para pejabat saat itu.

Pernah suatu ketika, tanpa gentar dan tedeng aling-aling, ia menanyakan harta kekayaan Muawiyah sebelum akhirnya terpilih menjadi Gubernur Syiria. Syiria memang wilayah paling makmur, sekaligus jauh dari Madinah ketika itu.

Banyak para pejabat yang berlomba-lomba memiliki gedung dan tanah pertanian di sana. Sambil mengutip Alquran surah at-Taubah ayat 24-35, Abu Dzar kerap mengingatkan para pejabat yang bergelimang kemewahan, “Sampaikan kepada para penumpuk harta akan seterika api neraka!”

Mendengar nasihat ini, Muawiyah resah. Ia merasa terancam dengan kehadiran Abu Dzar. Ia lalu menulis surat kepada Khalifah Utsman untuk meminta agar Abu Dzar dipanggil pulang ke Madinah.

Permintaan itu dikabulkan. Abu Dzar pun kembali ke Madinah. Di Kota Nabi itu, ia akhirnya dipinggirkan.

Demikianlah, nasib para pejuang yang lantang membela kebenaran dan kritis kepada penguasa–memang selalu tragis. Sejarah mencatat, berupaya keras memperjuangkan nasib rakyat lemah sering berakhir dengan keadaan dikucilkan. “Hidup seorang diri, mati seorang diri, dan kelak dibangkitkan seorang diri pula.” Inilah nubuat yang telah disampaikan Nabi SAW perihal sahabatnya yang gemar hidup zuhud dan lugas itu!

KHAZANAH REPUBLIKA


Zikir Sudah Sepi Peminat

SUATU hari Rasulullah saw bersabda, “Barang siapa yang berada dalam empat kondisi ini, maka ia sedang berada dalam cahaya Allah yang teragung.

1. Siapa yang menjadikan pelindung segala urusannya adalah Syahadat (Asyhadu an la ilaha Illallah wa asyhadu anna Muhammad Rasulullah)

2. Siapa yang ketika tertimpa musibah selalu berucap (Inna lillah wa inna ilaihi Rojiun).

3. Siapa yang ketika mendapat kebaikan selalu berucap (Alhamdulillahi Rabbil Alamin).

4. Siapa yang ketika melakukan kesalahan selalu berucap (Astagfirullahaladzim wa atubu ilaihi- Aku memohon ampun kepada Allah dan bertobat kepada-Nya).”

Empat kondisi di atas adalah contoh bagaimana seorang dapat mengingat Allah dan berhubungan dengan-Nya dalam setiap kondisi. Di saat senang maupun susah, di saat sulit atau pun mudah.

Karena di zaman modern ini, zikir sudah sepi peminat. Manusia telah disibukkan kegiatan dan pekerjaannya, hingga tak ada waktu lagi untuk bezikir dan mengingat-Nya.

Memang zikir itu ringan, namun efeknya sangat dahsyat. Jika tidak memiliki efek yang besar, tidak mungkin Rasulullah saw selalu menganjurkan untuk banyak-banyak berdzikir.

Zikir adalah menyambung kembali hubungan diri kita dengan Allah yang sering terputus. Terputus karena kesibukan dan urusan yang tak kunjung habis.

Zikir tak hanya ber-efek untuk urusan jiwa dan rohani saja, bahkan zikir itu juga berdampak pada kesehatan fisik manusia. Karena didalam kalimat-kalimat itu memancarkan energi positif yang sangat bermanfaat bagi tubuh.

Maka jangan heran jika didalam Islam ada panduan pengobatan menggunakan zikir atau ayat-ayat Alquran, karena itu semua bukanlah sekadar kalimat-kalimat kosong. Semua yang berhubungan dengan Tuhan pasti memiliki kekuatan dan keberkahan tersendiri.

“Wahai yang Nama-Nya adalah obat

Dan mengingat-Nya adalah kesembuhan” (Kutipan Doa Nabi Khidir). []

INILAH MOZAIK

Memakai Pakaian Terbaik ketika Shalat (Bag. 2)

Baca pembahasan sebelumnya Memakai Pakaian Terbaik ketika Shalat (Bag. 1)

Memakai pakaian yang menutupi paha

Sesungguhnya menutupi paha termasuk dalam memakai pakaian terbaik ketika shalat, baik kita mengatakan paha itu termasuk aurat bagi laki-laki ataukah bukan. 

Sebagian ulama berpendapat bahwa paha bukanlah termasuk aurat. Mereka berdalil dengan sebuah hadits yang diriwayatkan dari sahabat Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu. Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu menceritakan,

أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ غَزَا خَيْبَرَ فَصَلَّيْنَا عِنْدَهَا صَلَاةَ الْغَدَاةِ بِغَلَسٍ فَرَكِبَ نَبِيُّ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَرَكِبَ أَبُو طَلْحَةَ وَأَنَا رَدِيفُ أَبِي طَلْحَةَ فَأَجْرَى نَبِيُّ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِي زُقَاقِ خَيْبَرَ وَإِنَّ رُكْبَتِي لَتَمَسُّ فَخِذَ نَبِيِّ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ثُمَّ حَسَرَ الْإِزَارَ عَنْ فَخِذِهِ حَتَّى إِنِّي أَنْظُرُ إِلَى بَيَاضِ فَخِذِ نَبِيِّ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ

“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam berperang di Khaibar. Kami melaksanakan shalat shubuh di sana di hari yang masih sangat gelap. Lalu Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dan Abu Thalhah mengendarai tunggangannya, sementara aku membonceng Abu Thalhah. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam lalu melewati jalan sempit di Khaibar dan saat itu sungguh lututku menyentuh paha Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Lalu beliau menyingkap sarung dari pahanya hingga aku dapat melihat paha Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam yang putih.” (HR. Bukhari no. 371)

Sisi pendalilan dari hadits Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu tersebut adalah bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah manusia yang paling pemalu. Seandainya paha bukanlah aurat, tidaklah mungkin paha Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam sampai tersingkap. 

Termasuk di antara ulama masa kini yang memilih pendapat ini adalah Syaikh Muhammad bin Shalih Al-‘Utsaimin rahimahullah. Beliau rahimahullah berkata,

والذي يظهر لي أن الفخذ ليس بعورة إلا إذا خيف من بروزه فتنة فإنه يجب ستره كأفخاذ الشباب .

“Yang tampak bagiku adalah bahwa paha itu tidak termasuk aurat, kecuali jika dikhawatirkan dapat menimbulkan godaan, maka wajib ditutup, seperti paha para pemuda.” (Majmu’ Al-Fataawa, 12: 216)

Kemudian beliau rahimahullah pun melemahkan (menilai dha’if) hadits-hadits yang dijadikan sebagai dalil bahwa paha termasuk dalam aurat. Di antaranya adalah hadits yang diriwayatkan dari sahabat ‘Ali bin Abi Thalib radhiyallahu ‘anhu, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

أَنَّ الْفَخِذَ عَوْرَةٌ

“Sesungguhnya paha itu termasuk dalam aurat.” (HR. Abu Dawud no. 4014, At-Tirmidzi no. 2795, dan Ahmad 25: 274)

Adapun jumhur (mayoritas) ulama berpendapat bahwa paha adalah aurat, dan menyatakan bahwa hadits di atas adalah hadits yang shahih. Syaikh ‘Abdul ‘Aziz bin Baaz rahimahullah berkata,

وأما الفخذ فهو عورة على الراجح عند أكثر أهل العلم ، وعليه أن يستره في الصلاة وعند الناس أيضا .

“Adapun paha, itu termasuk aurat menurut pendapat yang paling kuat yang dipilih oleh mayoritas ulama. Oleh karena itu, paha wajib ditutup ketika shalat dan juga ketika bersama manusia (di luar shalat, pent.).” (Majmu’ Al-Fataawa, 29: 218)

Syaikh ‘Abdul ‘Aziz bin Baaz rahimahullah juga berkata,

الفخذ عورة كما جاء في عدة أحاديث عن النبي صلى الله عليه وسلم.

“Paha adalah aurat sebagaimana yang terdapat dalam berbagai hadits dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam.” (Duruusun li Asy-Syaikh ‘Abdul ‘Aziz bin Baaz, 2: 23 [Maktabah Asy-Syamilah])

Terlepas dari dua pendapat di kalangan ulama tersebut, memakai pakaian terbaik ketika shalat dan menutup aurat adalah dua hal yang berbeda. Hal ini karena menutupi paha termasuk dalam cakupan makna umum dari perintah dalam firman Allah Ta’ala,

يَا بَنِي آدَمَ خُذُوا زِينَتَكُمْ عِنْدَ كُلِّ مَسْجِدٍ وَكُلُوا وَاشْرَبُوا وَلَا تُسْرِفُوا إِنَّهُ لَا يُحِبُّ الْمُسْرِفِينَ

“Hai anak Adam, pakailah pakaianmu yang indah di setiap kali (memasuki) masjid. Makan dan minumlah, dan janganlah berlebih-lebihan. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berlebih-lebihan.” (QS. Al-A’raf [7]: 31)

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah berkata,

فإذا قلنا على أحد القولين وهو إحدي الروايتين عن أحمد : أن العورة هي السوأتان، وأن الفخذ ليست بعورة، فهذا في جواز نظر الرجل إليها، ليس هو في الصلاة والطواف، فلا يجوز أن يصلي الرجل مكشوف الفخذين، سواء قيل هما عورة، أو لا . ولا يطوف عريانا .

“Jika kita berpendapat berdasarkan salah satu riwayat dari (pendapat) Imam Ahmad bahwa aurat itu hanyalah qubul dan dubur, dan bahwa paha bukanlah termasuk aurat, maka ini hanya untuk bolehnya dipandang laki-laki lainnya, bukan untuk shalat dan ketika thawaf. Maka tidak boleh bagi seseorang untuk shalat dalam keadaan dua pahanya terbuka, baik mengatakan paha itu aurat ataukah bukan. Dan tidak boleh pula thawaf dalam keadaan telanjang.” (Majmu’ Al-Fataawa, 22: 116)

Sebagian pakaian yang dipakai terutama saat musim panas bersifat tipis dan transparan, yang tidak bisa menutupi paha ketika seseorang memakai celana pendek. Maka hendaknya hal itu menjadi bahan perhatian. Oleh karena itu, hendaknya memakai celana panjang, atau menghindari model-model pakaian semacam itu. Hal ini karena menutup aurat termasuk dalam syarat sah shalat. Selain itu, penutup aurat itu bukanlah sesuatu yang transparan, sehingga kulit yang ada di balik pakaian penutup tersebut masih jelas terlihat. 

An-Nawawi Asy-Syafi’i rahimahullah berkata,

يجب الستر بما يحول بين الناظر ولون البشرة فلا يكفى ثوب رقيق يشاهد من ورائه سواد البشرة أو بياضها

“Wajib untuk menutup dengan sesuatu yang menghalangi antara mata orang yang melihat dengan warna kulit. Maka tidaklah mencukupi pakaian yang tipis yang kulit di baliknya masih bisa dilihat, baik ulit berwarna hitam ataukah putih … “ (Al-Majmu’, 3: 170)

Demikian pula, hendaknya menjadi perhatian bagi para ayah untuk memakaikan anak-anak mereka dengan pakaian yang terbaik. Tidak sepantasnya mereka hanya memakaikan anak-anak yang diajak ke masjid hanya dengan celana pendek sehingga tersingkaplah (tampak) pahanya. Hal ini karena Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

مُرُوا الصَّبِيَّ بِالصَّلَاةِ إِذَا بَلَغَ سَبْعَ سِنِينَ، وَإِذَا بَلَغَ عَشْرَ سِنِينَ فَاضْرِبُوهُ عَلَيْهَا

“Perintahkanlah anak kecil untuk melaksanakan shalat apabila sudah mencapai umur tujuh tahun, dan apabila sudah mencapai umur sepuluh tahun maka pukullah dia apabila tidak melaksanakannya.” (HR. Abu Dawud no. 494, At-Tirmidzi no. 407, hadits hasan shahih)

Hadits di atas juga mencakup perintah bagi anak-anak yang masih berusia tujuh tahun agar memenuhi syarat-syarat shalat, di antaranya adalah wudhu dan menutup aurat, serta hal-hal yang bisa menyempurnakan shalat, bukan hanya shalat namun asal-asalan. 

[Bersambung]

Penulis: M. Saifudin Hakim

Simak selengkapnya disini. Klik https://muslim.or.id/55766-memakai-pakaian-terbaik-ketika-shalat-bag-2.html

8 Pintu Surga

Surga adalah negeri yang penuh kenikmatan yang Allah siapkan bagi orang-orang yang bertakwa.  Ketahuilah bahwa surga memiliki pintu-pintu. Para penduduk surga akan masuk surga melalui pintu-pintu tersebut. Pintu surga ada delapan jumlahnya. Apa saja pintu-pintu tersebut? Simak penjelasan singkat berikut ini.

Mengenal Pintu Surga

Disebutkan dalam hadits Sahl bin Sa’ad As Sa’idi radhiallahu’anhu, Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda:

فِي الجَنَّةِ ثَمَانِيَةُ أبْوَابٍ، فِيهَا بَابٌ يُسَمَّى الرَّيَّانَ، لا يَدْخُلُهُ إلَّا الصَّائِمُونَ

“Di surga ada delapan pintu, diantaranya ada pintu yang disebut dengan ar Rayyan. Tidak ada yang bisa memasukinya kecuali orang-orang yang berpuasa” (HR. Bukhari no. 3257).

Dari Ubadah bin Ash Shamit radhiallahu’anhu, bahwa Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda:

مَن قالَ: أشْهَدُ أنْ لا إلَهَ إلَّا اللَّهُ وحْدَهُ لا شَرِيكَ له، وأنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ ورَسولُهُ، وأنَّ عِيسَى عبدُ اللهِ، وابنُ أمَتِهِ، وكَلِمَتُهُ ألْقاها إلى مَرْيَمَ ورُوحٌ منه، وأنَّ الجَنَّةَ حَقٌّ، وأنَّ النَّارَ حَقٌّ، أدْخَلَهُ اللَّهُ مِن أيِّ أبْوابِ الجَنَّةِ الثَّمانِيَةِ شاءَ

“Barangsiapa yang mengucapkan: aku bersaksi bahwa tidak ada sesembahan yang berhak disembah kecuali Allah semata, tidak ada sekutu baginya, dan bersaksi bahwa Muhammad adalah hamba Allah dan utusan-Nya, dan bersaksi bahwa Isa adalah hamba Allah dan anak dari umat-Nya, dan ia adalah kalimat Allah yang diberikan kepada Maryam dan ruh dari-Nya, dan bersaksi bahwa surga itu benar adanya dan neraka itu benar adanya, maka Allah akan masukan ia ke surga dari delapan pintu surga yang mana saja” (HR. Muslim no.28).

Maka wajib kita mengimani dan membenarkan kabar dari Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam yang shahih ini, bahwa surga memiliki delapan pintu. 

Apa Saja Delapan Pintu Tersebut?

Disebutkan dalam hadits dari Abu Hurairah radhiallahu’anhu, bahwa Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda:

مَن أنْفَقَ زَوْجَيْنِ مِن شيءٍ مِنَ الأشْياءِ في سَبيلِ اللَّهِ، دُعِيَ مِن أبْوابِ، – يَعْنِي الجَنَّةَ، – يا عَبْدَ اللَّهِ هذا خَيْرٌ، فمَن كانَ مِن أهْلِ الصَّلاةِ دُعِيَ مِن بابِ الصَّلاةِ، ومَن كانَ مِن أهْلِ الجِهادِ دُعِيَ مِن بابِ الجِهادِ، ومَن كانَ مِن أهْلِ الصَّدَقَةِ دُعِيَ مِن بابِ الصَّدَقَةِ، ومَن كانَ مِن أهْلِ الصِّيامِ دُعِيَ مِن بابِ الصِّيامِ، وبابِ الرَّيّانِ

“Siapa yang berinfaq sedikit saja untuk dua kendaraan di jalan Allah, maka dia akan dipanggil dari pintu-pintu surga: wahai hamba Allah ini adalah hasil kebaikanmu! Jika ia ahli shalat, maka akan dipanggil dari babus shalah (pintu shalat), jika ia ahli jihad maka akan dipanggil dari babul jihad (pintu jihad), jika ia ahli sedekah maka akan dipanggil dari babus shadaqah (pintu sedekah), jika ia ahli puasa maka akan dipanggil dari pintu puasa atau babur rayyan (pintu ar Rayyan)” (HR. Bukhari no.3666, Muslim no.1027).

Al Qadhi ‘Iyadh rahimahullah mengomentari hadits ini:

ذكر مسلم في هذا الحديث من أبواب الجنة أربعة، وزاد غيره بقية الثمانية، فذكر منها: باب التوبة، وباب الكاظمين الغيظ، وباب الراضين، والباب الأيمن الذي يدخل منه مَن لا حساب عليه

“Imam Muslim dalam hadits ini menyebutkan 4 pintu surga, kemudian beliau menyebutkan 4 sisanya. Diantaranya: babut taubah (pintu taubat), babul kazhiminal ghaizha (pintu menahan marah), babur radhiin (pintu ridha), dan babul ayman (pintu kanan) yang dimasuki oleh orang yang masuk surga tanpa hisab” (At Tadzkirah bi Ahwalil Mauta wal Akhirah, 16/183).

Kemudian dalam penjelasan yang lain, dari Ibnu Hajar Al Asqalani rahimahullah, beliau menjelaskan:

وقع في الحديث ذكر أربعة أبواب من أبواب الجنة … وبقي من الأركان الحج فله باب بلا شك، وأما الثلاثة الأخرى فمنها” باب الكاظمين الغيظ والعافين عن الناس… ومنها: باب الأيمن وهو باب المتوكلين الذي يدخل منه من لا حساب عليه ولاعذاب. وأما الثالث: فلعله باب الذكر، فإن عند الترمذي ما يومئ إليه، ويحتمل أن يكون باب العلم

“Di dalam hadits disebutkan 4 pintu surga … kemudian orang yang melaksanakan rukun-rukun haji ia akan mendapatkan pintu khusus, tanpa keraguan. Tersisa 3 pintu lagi, diantaranya babul kazhiminal ghaizha wal ‘afina ‘anin naas (pintu menahan marah dan memaafkan manusia) … diantaranya juga babul ayman (pintu kanan) yaitu pintu yang dimasuki orang-orang yang sempurna tawakalnya sehingga masuk surga tanpa hisab dan tanpa adzab. Adapun yang ketiga, bisa jadi adalah babudz dzikri (pintu dzikir). Karena terdapat hadits riwayat Tirmidzi yang mengisyaratkan hal itu. Atau bisa jadi adalah babul ilmi (pintu ilmu)” (Fathul Baari, 7/34).

Juga terdapat hadits tentang babul walid (pintu berbakti pada orang tua). Dari Abud Darda’ radhiallahu’anhu, bahwa Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda:

الوالِدُ أوسطُ أبوابِ الجنَّةِ، فإنَّ شئتَ فأضِع ذلك البابَ أو احفَظْه

“Orang tua adalah pintu surga yang paling tengah. Jika engkau mau menyia-nyiakannya, silakan. Atau jika engkau mau menjaganya, silakan” (HR. Tirmidzi no.1900, dishahihkan Al Albani dalam Silsilah Ash Shahihah, no. 914).

Dari hadits dan penjelasan-penjelasan di atas, bisa kita simpulkan bahwa pintu surga ada delapan, namun yang disepakati ulama ada empat:

  1. babus shalah (pintu shalat), yang dimasuki oleh orang-orang ya.ng mendirikan shalat
  2. babul jihad (pintu jihad), yang dimasuki oleh orang-orang yang berjihad di jalan Allah.
  3. babus shadaqah (pintu sedekah), yang dimasuki oleh orang-orang yang gemar bersedekah.
  4. babur rayyan (pintu ar rayyan) atau disebut juga babus shiyam (pintu puasa), yang dimasuki oleh orang-orang yang berpuasa.

Namun empat sisanya ulama berbeda pendapat. Diantara kemungkinannya adalah,

babul kazhiminal ghaizha (pintu menahan marah), yang dimasuki oleh orang-orang yang bisa menahan amarahnya.

babul ayman (pintu kanan), yang dimasuki oleh orang-orang yang sempurna tawakalnya.

babur radhiin (pintu ridha), yang dimasuki oleh orang-orang yang ridha kepada takdir Allah.

babut taubah (pintu taubat), yang dimasuki oleh orang-orang yang bertaubat nasuha.

babul walid (pintu berbakti pada orang tua), yang dimasuki oleh orang-orang yang berbakti kepada orang tua.

* babul hajji (pintu haji), yang dimasuki oleh orang-orang yang menyempurnakan hajinya.

babudz dzikri (pintu dzikir), yang dimasuki oleh orang-orang yang banyak berdzikir

babul ilmi (pintu ilmu), yang dimasuki oleh orang-orang yang memiliki ilmu yang bermanfaat.

‘Ala kulli haal, yang lebih penting bagi kita adalah berusaha mengamalkan amalan-amalan di atas agar kita layak memasuki pintunya di surga kelak. Jangan sampai ketika surga memiliki delapan pintu namun tidak ada satupun yang terbuka untuk kita. Allahumma inna nas’alukal jannah wa na’udzubika minannar.

**

Penulis: Yulian Purnama

Simak selengkapnya disini. Klik https://muslim.or.id/55772-8-pintu-surga.html

Muslim Harus Bergembira Menyambut Ramadhan

Bergembira Menyambut Ramadhan, Salah Satu Wujud Keimanan

Salah satu tanda keimanan adalah seorang muslim bergembira dengan akan datangnya bulan Ramadhan. Ibarat akan menyambut tamu agung yang ia nanti-nantikan, maka ia persiapkan segalanya dan tentu hati menjadi sangat senang tamu Ramadhan akan datang. Tentu lebih senang lagi jika ia menjumpai Ramadhan.

Hendaknya seorang muslim khawatir akan dirinya jika tidak ada perasaan gembira akan datangnya Ramadhan. Ia merasa biasa-biasa saja dan tidak ada yang istimewa. Bisa jadi ia terluput dari kebaikan yang banyak. Karena ini adalah karunia dari Allah dan seorang muslim harus bergembira.

Allah berfirman,

ﻗُﻞْ ﺑِﻔَﻀْﻞِ ﺍﻟﻠّﻪِ ﻭَﺑِﺮَﺣْﻤَﺘِﻪِ ﻓَﺒِﺬَﻟِﻚَ ﻓَﻠْﻴَﻔْﺮَﺣُﻮﺍْ ﻫُﻮَ ﺧَﻴْﺮٌ ﻣِّﻤَّﺎ ﻳَﺠْﻤَﻌُﻮﻥَ

“Katakanlah: ‘Dengan kurnia Allah dan rahmatNya, hendaklah dengan itu mereka bergembira. Kurnia Allah dan rahmat-Nya itu adalah lebih baik dari apa yang mereka kumpulkan” (QS. Yunus [10]: 58).

Lihat bagaimana para ulama dan orang shalih sangat merindukan dan berbahagia jika Ramadhan akan datang. Ibnu Rajab Al-Hambali berkata,

ﻗَﺎﻝَ ﺑَﻌْﺾُ ﺍﻟﺴَّﻠَﻒُ : ﻛَﺎﻧُﻮْﺍ ﻳَﺪْﻋُﻮْﻥَ ﺍﻟﻠﻪَ ﺳِﺘَّﺔَ ﺃَﺷْﻬُﺮٍ ﺃَﻥْ ﻳُﺒَﻠِّﻐَﻬُﻢْ ﺷَﻬْﺮَ ﺭَﻣَﻀَﺎﻥَ، ﺛُﻢَّ ﻳَﺪْﻋُﻮْﻧَﺎﻟﻠﻪَ ﺳِﺘَّﺔَ ﺃَﺷْﻬُﺮٍ ﺃَﻥْ ﻳَﺘَﻘَﺒَّﻠَﻪُ ﻣِﻨْﻬُﻢْ

“Sebagian salaf berkata, ‘Dahulu mereka (para salaf) berdoa kepada Allah selama enam bulan agar mereka dipertemukan lagi dengan Ramadhan. Kemudian mereka juga berdoa selama enam bulan agar Allah menerima (amal-amal shalih di Ramadhan yang lalu) mereka.“[1]

Kenapa Harus Bergembira Menyambut Ramadhan?

Kegembiraan tersebut adalah karena banyaknya kemuliaan, keutamaan, dan berkah pada bulan Ramadhan. Beribadah semakin nikmat dan lezatnya bermunajat kepada Allah

Kabar gembira mengenai datangnya Ramadhan sebagaimana dalam hadits berikut.

ﻗَﺪْ ﺟَﺎﺀَﻛُﻢْ ﺭَﻣَﻀَﺎﻥُ، ﺷَﻬْﺮٌ ﻣُﺒَﺎﺭَﻙٌ، ﺍﻓْﺘَﺮَﺽَ ﺍﻟﻠﻪُ ﻋَﻠَﻴْﻜُﻢْ ﺻِﻴَﺎﻣَﻪُ، ﺗُﻔْﺘَﺢُ ﻓِﻴﻪِ ﺃَﺑْﻮَﺍﺏُ ﺍﻟْﺠَﻨَّﺔِ، ﻭَﺗُﻐْﻠَﻖُ ﻓِﻴﻪِ ﺃَﺑْﻮَﺍﺏُ ﺍﻟْﺠَﺤِﻴﻢِ، ﻭَﺗُﻐَﻞُّ ﻓِﻴﻪِ ﺍﻟﺸَّﻴَﺎﻃِﻴﻦُ، ﻓِﻴﻪِ ﻟَﻴْﻠَﺔٌ ﺧَﻴْﺮٌ ﻣِﻦْ ﺃَﻟْﻒِ ﺷَﻬْﺮٍ، ﻣَﻦْ ﺣُﺮِﻡَ ﺧَﻴْﺮَﻫَﺎ ﻓَﻘَﺪْ ﺣُﺮِﻡَ

Telah datang kepada kalian Ramadhan, bulan yang diberkahi. Allah mewajibkan atas kalian berpuasa padanya. Pintu-pintu surga dibuka padanya. Pintu-pintu Jahim (neraka) ditutup. Setan-setan dibelenggu. Di dalamnya terdapat sebuah malam yang lebih baik dibandingkan 1000 bulan. Siapa yang dihalangi dari kebaikannya, maka sungguh ia terhalangi.”[2]

Ulama menjelaskan bahwa hadits ini menunjukkan kita harus bergembira dengan datangnya Ramadhan.

Syaikh Shalih Al-Fauzan menjelaskan,

ﻫﺬﺍ ﺍﻟﺤﺪﻳﺚ ﺑﺸﺎﺭﺓ ﻟﻌﺒﺎﺩ ﺍﻟﻠﻪ ﺍﻟﺼﺎﻟﺤﻴﻦ ﺑﻘﺪﻭﻡ ﺷﻬﺮ ﺭﻣﻀﺎﻥ ؛ ﻷﻥ ﺍﻟﻨﺒﻲ ﺻﻠﻰ ﺍﻟﻠﻪ ﻋﻠﻴﻪ ﻭﺳﻠﻢ ﺃﺧﺒﺮ ﺍﻟﺼﺤﺎﺑﺔ ﺭﺿﻲ ﺍﻟﻠﻪ ﻋﻨﻬﻢ ﺑﻘﺪﻭﻣﻪ ، ﻭﻟﻴﺲ ﻫﺬﺍ ﺇﺧﺒﺎﺭﺍً ﻣﺠﺮﺩﺍً ، ﺑﻞ ﻣﻌﻨﺎﻩ : ﺑﺸﺎﺭﺗﻬﻢ ﺑﻤﻮﺳﻢ ﻋﻈﻴﻢ

‏( ﺃﺣﺎﺩﻳﺚ ﺍﻟﺼﻴﺎﻡ .. ﻟﻠﻔﻮﺯﺍﻥ ﺹ 13 ‏)

ﺃﺗﻰ ﺭﻣﻀﺎﻥ ﺍﻟﺬﻱ ﺗﻔﺘﺢ ﻓﻴﻪ ﺃﺑﻮﺍﺏ ﺍﻟﺠﻨﺔ ، ﻭ

“Hadits ini adalah kabar gembira bagi hamba Allah yanh shalih dengan datangnya Ramadhan. Karena Nabi shallallahu alaihi wa sallam memberi kabar kepada para sahabatnya radhiallahu ‘anhum mengenai datangnya Ramadhan. Ini bukan sekedar kabar semata, tetapi maknanya adalah bergembira dengan datangnya momen yang agung.“[3]

Ibnu Rajab Al-Hambali menjelaskan,

ﻛﻴﻒ ﻻ ﻳﺒﺸﺮ ﺍﻟﻤﺆﻣﻦ ﺑﻔﺘﺢ ﺃﺑﻮﺍﺏ ﺍﻟﺠﻨﺎﻥ ﻛﻴﻒ ﻻ ﻳﺒﺸﺮ ﺍﻟﻤﺬﻧﺐ ﺑﻐﻠﻖ ﺃﺑﻮﺍﺏ ﺍﻟﻨﻴﺮﺍﻥ ﻛﻴﻒ ﻻ ﻳﺒﺸﺮ ﺍﻟﻌﺎﻗﻞ ﺑﻮﻗﺖ ﻳﻐﻞ ﻓﻴﻪ ﺍﻟﺸﻴﺎﻃﻴﻦ ﻣﻦ ﺃﻳﻦ ﻳﺸﺒﻪ ﻫﺬﺍ ﺍﻟﺰﻣﺎﻥ ﺯﻣﺎﻥ

“Bagaimana tidak gembira? seorang mukmin diberi kabar gembira dengan terbukanya pintu-pintu surga. Tertutupnya pintu-pintu neraka. Bagaimana mungkin seorang yang berakal tidak bergembira jika diberi kabar tentang sebuah waktu yang di dalamnya para setan dibelenggu. Dari sisi manakah ada suatu waktu menyamai waktu ini (Ramadhan).[4]

Catatan: Hadits Dhaif Terkait Kegembiraan Menyambut Ramadhan

Ada hadits yang menyebutkan tentang bergembira menyambut Ramadhan, akan tetapi haditsnya oleh sebagian ulama dinilai dhaif bahkan maudhu’ (palsu)

ﻣَﻦْ ﻓَﺮِﺡَ ﺑِﺪُﺧُﻮﻝِ ﺭَﻣَﻀَﺎﻥَ ﺣَﺮَّﻡَ ﺍﻟﻠﻪُ ﺟَﺴَﺪَﻩُ ﻋَﻠﻰَ ﺍﻟﻨِّﻴْﺮَﺍﻥِ

“Barangsiapa bergembira dengan masuknya bulan Ramadhan, maka Allah akan mengharamkan jasadnya masuk neraka. (Nash riwayat ini disebutkan di kitab Durrat An-Nasihin)

Demikian semoga bermanfaat

Penyusun: dr. Raehanul Bahraen

Simak selengkapnya disini. Klik https://muslim.or.id/29974-muslim-harus-bergembira-menyambut-ramadhan.html

Inilah Cara Nabi Muhammad Berpuasa

Cara Nabi Muhammad SAW berpuasa menjadi pedoman bagi tiap Muslim

Sebagai umat Islam, kita semua tentu bercita-cita dapat melakukan setiap ibadah sebagaimana yang dicontohkan oleh Rasulullah SAW. Dalam Alquran, Allah memuji Rasulullah SAW sebagai suri teladan yang baik bagi umat. “Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu, (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan dia banyak menyebut Allah” (QS al-Ahzab [33]: 21).

Sudah selayaknya kaum Muslimin meneladani kepribadian Rasulullah SAW dalam segala hal, termasuk ketika berpuasa. Apalagi, dimulainya puasa Ramadhan tinggal menghitung hari dari sekarang.

Berikut adalah beberapa cara yang biasa dilakukan Rasulullah SAW dalam menjalankan ibadah puasa dan menghidupkan Ramadhan.

Berniat puasa sejak malam
Diriwayatkan dari Hafsah, ia berkata, Rasulullah SAW bersabda: “Barang siapa yang tidak berniat untuk puasa Ramadhan sejak malam, maka tak ada puasa baginya.” (HR Abu Dawud).

Mengawali dengan sahur
Setiap akan berpuasa, Rasul SAW selalu makan sahur dengan mengakhirkannya, yakni menjelang datangnya waktu imsak.

Menyegerakan berbuka dan shalat
Dan ketika berbuka itu, Rasul SAW hanya memakan tiga biji kurma dan segelas air putih, lalu segera berwudhu untuk mengerjakan shalat Maghrib secara berjamaah.

Dari Abu ‘Athiyah RA, dia berkata, “Saya bersama Masruq datang kepada Aisyah RA. Kemudian Masruq berkata kepadanya, “Ada dua sahabat Nabi Muhammad SAW yang masing-masing ingin mengejar kebaikan, dan salah seorang dari keduanya itu segera mengerjakan shalat Maghrib dan kemudian berbuka. Sedangkan yang seorang lagi, berbuka dulu baru kemudian mengerjakan shalat Maghrib.”

Aisyah bertanya, “Siapakah yang segera mengerjakan shalat Maghrib dan berbuka?” Masruq menjawab, “Abdullah bin Mas’ud.” Kemudian Aisyah berkata, “Demikianlah yang diperbuat oleh Rasulullah SAW.” (HR Muslim No 1242).

Memberbanyak ibadah
Selama bulan Ramadhan, Rasul SAW senantiasa memperbanyak amalan, seperti shalat malam, tadarus Alquran, zikir, tasbih, dan sedekah.

Iktikaf
Memasuki 10 hari terakhir di bulan Ramadhan, Rasul SAW meningkatkan aktivitas ibadahnya, terutama dengan iktikaf.

KHAZANAH REPUBLIKA

Makkah Kota yang Diberkahi Allah

MAKKAH — Makkah adalah kota yang diberkahi Allah SWT. Hal ini sebagaimana firman-Nya dalam Surat Ali Imran ayat 96:

 إِنَّ أَوَّلَ بَيْتٍ وُضِعَ لِلنَّاسِ لَلَّذِى بِبَكَّةَ مُبَارَكًا وَهُدًى لِّلْعَٰلَمِينَ 

“Sesungguhnya rumah yang mula-mula dibangun untuk (tempat beribadat) manusia, ialah Baitullah yang di Bakkah (Makkah) yang diberkahi dan menjadi petunjuk bagi semua manusia.”

Maulana Muhammad Zakariya Al Khandahlawi dalam kitab Fadhilah Haji menuliskan, barangsiapa memasuki Makkah akan memperoleh keselamatan dari api neraka jika melakukan amal-amal baik.

Melakukan amal-amal ibadah di Makkah juga mendapat balasan pahala yang berlipat ganda. Misalnya, sholat di Masjidil Haram pahalanya setara dengan 100 ribu kali sholat.

Hasan Bashri, seorang tabiin yang berguru langsung pada sejumlah sahabat nabi pernah menyebutkan sejumlah amalan yang pahalanya dilipatgandakan. Di antaranya, puasa satu hari di Makkah sama dengan berpuasa 100 ribu kali di tempat lain. Kemudian, bersedekah satu dirham di Makkah sama dengan 100 ribu dirham di tempat lain dan setiap amal kebaikan yang dilakukan di Makkah akan seperti melakukan 100 ribu kali kebaikan di tempat lain.

IHRAM