Pahala Membaca Bismillah

Allah SWT menghiasi al-Qur’an dengan Bismillah al-Rahman al-Rahim.

Dalam Lubab al-Hadits, Imam Jalaluddin al-Suyuthi membuat satu bab khusus mengenai keutamaan membaca bismillah. Saking pentingnya soal ini hingga Syaikh Nawawi Banten memberi komentar dalam karyanya Tanqih al-Qaul al-Hatsits. Dalam kitab ini dibicarakan juga ikhwal asal-mula turunnya kalimat Bismillah al-Rahman al-Rahim.

Menurut Syaikh Nawawi Banten dengan mengutip pernyataan Jabir bin Abdullah, ketika kalimat Bismillah al-Rahman al-Rahim diturunkan, awan lari ke Barat, angin menjadi tenang. Namun lautan begelombang, seperti halnya setan terlempar dari langit. Sementara bintang-gemintang mendengarkannya secara khusyu.

Pada saat itu, Allah SWT bersumpah dengan kemuliaan-Nya, tidaklah disebut namanya pada suatu penyakit, melainkan Dia akan menyembuhkannya. Di samping itu, tidaklah namanya disebut  pada sesuatu, melainkan pasti Allah SWT akan memberi keberkahan kepadanya. Dan barangsiapa yang membaca Bismillah al-Rahman al-Rahim, maka ia akan masuk surga.

Menurut Syaikh Nawawi Banten, ada sepuluh perkara yang dihiasi oleh sepuluh perkara lainnya, salah satunya Allah SWT menghiasi al-Qur’an dengan Bismillah al-Rahman al-Rahim. Hal ini seperti sabda Nabi SAW yang dikutipnya dalam Tanqihul Qaul.  Beliau juga mengutip syair mengenai sepuluh perkara yang disunahkan agar mengiringinya dengan basmalah.

Berikut ini secara berturut-turut sabda Nabi SAW mengenai pahala membaca bismillah yang terdapat dalam Lubab al-Hadits dan dikomentari Syaikh Nawawi Banten. Nabi SAW bersabda, “Barangsiapa yang membaca Bismillah al-Rahman al-Rahim sebanyak satu kali, maka tidak ada dosanya yang tersisa, kendati hanya seberat atom”.

Menurut Syaikh Nawawi Banten, dosa yang dimaksud dalam hadits ini adalah dosa kecil. Nabi SAW bersabda lagi, “Siapa saja orangnya yang mengucapkan  Bismillah al-Rahman al-Rahim, maka Allah  SWT memerintahkan kepada malaikat al-kiram atau malaikat pencatat agar mereka menulis di buku catatan hamba itu empat ratus kebaikan (pahala)”. 

Dalam Lubab al-Hadits, Imam Jalaluddin al-Suyuthi menulis hadits Nabi SAW, “Barangsiapa yang mengucapkan Bismillah al-Rahman al-Rahim, namanya dicatat ke dalam kelompok orang-orang yang baik dan dibebaskan dari kekufuran dan kemunafikan.”  Yang dimaksud dengan orang baik di sini, menurut Syaikh Nawawi Banten, adalah orang yang benar.

Diriwayatkan dari Ibnu Mas’ud, seperti dikutip Syaikh Nawawi Banten, ia berkata, “Barangsiapa yang menginginkan agar Allah menyelamatkannya dari sembilan belas malaikat Zabaniyah, maka hendaklah ia mengucapkan Bismillah al-Rahman al-Rahim.”  Menurut Ibnu Katsir dalam Tafsir Ibnu Katsir, malaikat Zabaniyah adalah malaikat azab.

Alasannya, lanjut Ibnu Mas’ud, “Karena sesungguhnya kalimat Bismillah al-Rahman al-Rahim ada sembilan belas huruf. Allah menjadikan setiap huruf dari kalimat tersebut sebagai perisai terhadap setiap malaikat Zabaniyah itu.”  Lebih lanjut mengenai malaikat Zabaniyah bisa dipelajari dari al-Qur’an surah al-Alaq/96 ayat 17-18.

Terakhir, di dalam Tafsir Munir, Syaikh Nawawi Banten mengutip lagi satu hadits Nabi SAW, “Barangsiapa yang membaca bismillah ketika akan bersetubuh, lalu diberi anak, maka ia mendapat kebaikan (pahala) sejumlah desah-nafas anak itu, lalu sejumlah (desah-nafas) anak cucunya hingga hari kiamat.”  

KH Syamsul Yakin MA

KHAZANAH REPUBLIKA

Puasa Syawal, Tanda Kesempurnaan Puasa Ramadhan

Ibadah puasa memang sudah selesai, tapi bukan berarti ibadah juga selesai, karena ibadah itu sampai maut menjemput.

Oleh karenanya, jangan lupa, untuk kesempurnaan puasa Ramadhan kita, semangat lah untuk puasa Sunnah 6 hari Syawal, sebagaimana dalam hadits Abu Ayyub al-Anshori,

عَنْ أبِي أَيُّوْبَ اْلأَنْصَارِيِّ – رضي الله عنه – أَنَّ رَسُوْلُ اللهِ – صلى الله عليه و سلّم- قَالَ: مَنْ صَامَ رَمَضَانَ ثُمَ أَْتبَعَهُ سِتًّا مِنْ شَوَّالٍ كَانَ كَصِيَامِ الدَهْرِ

Dari Abu Ayyub al-Anshari –radhiyallahu ‘anhu- bahwasanya Rasulullah –shallallahu ‘alahi wa sallam– bersabda, “Barangsiapa berpuasa Ramadhan kemudian berpuasa enam hari bulan Syawal, maka dia seperti berpuasa satu tahun penuh” (HR. Imam Muslim dalam Shahihnya 1164).

Hadits ini menunjukkan disyariatkannya puasa enam hari pada bulan Syawal, baik bagi kaum pria maupun wanita. Hal ini merupakan pendapat mayoritas ahli ilmu seperti diriwayatkan dari Ibnu Abbas, Ka’b al-Akhbar, Sya’bi, Thawus, Maimun bin Mihran, Abdullah bin Mubarok, Ahmad bin Hanbal dan Syafi’i.

Faedah puasa Syawal

Ingatlah saudaraku, membiasakan puasa setelah Ramadhan memiliki beberapa faedah yang cukup banyak, diantaranya:

  1. Puasa enam hari Syawal setelah Ramadhan berarti meraih pahala puasa setahun penuh
  2. Puasa syawal dan sya’ban seperti shalat sunnah rawatib sebelum dan sesudah shalat fardhu, untuk sebagai penyempurna kekurangan yang terdapat dalam fardhu
  3. Puasa syawal setelah ramadhan merupakan tanda bahwa Allah menerima puasa ramadhannya, sebab Allah apabila menerima amal seorang hamba maka Dia akan memberikan taufiq kepadanya untuk melakukan amalan shalih setelahnya
  4. Puasa Syawal merupakan ungkapan syukur setelah Allah mengampuni dosanya dengan puasa ramadhan
  5. Puasa Syawal merupakan tanda keteguhannya dalam beramal shalih, karena amal shalih tidaklah terputus dengan selesainya ramadhan tetapi terus berlangusng selagi hamba masih hidup.

Tidak harus berurutan

Ketahuilah wahai saudaraku bahwa puasa Sunnah enam hari Syawal itu tidak harus berturut-turut setelah Idul Fithri, kapan itu selagi masih di bulan Syawal maka boleh.

Ash-Shon’ani berkata: “Ketahuilah bahwa pahala puasa ini bisa didapatkan bagi orang yang berpuasa secara berpisah atau berturut-turut, dan bagi yang berpuasa langsung setelah hari raya atau di tengah-tengah bulan”.

Inilah pendapat yang benar. Jadi, boleh berpuasa secara berturut-turut atau tidak, baik di awal, di tengah maupun di akhir bulan Syawal. Namun, yang lebih utama adalah bersegera melakukannya usai hari raya.

Dengan demikian, maka kita dapat mengetahui kesalahan keyakinan sebagian masyarakat yang mengatakan bahwa puasa sunnah Syawal harus pada hari kedua setelah hari raya, bila tidak maka sia-sia puasanya!!

Namun, jika engkau wahai saudaraku masih punya tanggungan puasa Ramadhan, maka lunasilah terlebih dahulu sebelum puasa Sunnah Syawal. Al-Hafizh Ibnu Rajab berkata: “Barangsiapa yang mempunyai tanggungan puasa Ramadhan, kemudian dia memulai puasa enam syawal, maka dia tidak mendapatkan keutamaan pahala orang yang puasa ramadhan dan mengirinya dengan enam syawal, sebab dia belum menyempurnakan puasa Ramadhan”.

Sebarkanlah ilmu ini kepada yang lainnya, siapa tahu ada yang bersemangat melaksanakannya karena sebab dirimu sehingga engkau pun meraih pahala dengan sebab tersebut.

***

Sumber: channel Lentera Dakwah

Penulis: Ust. Abu Ubaidah Yusuf As Sidawi

Simak selengkapnya disini. Klik https://muslim.or.id/28337-puasa-syawal-tanda-kesempurnaan-puasa-ramadhan.html

Lisan yang Lebih Bahaya Daripada Ular

Imam Asy-Syafi’i mengatakan:

اِحْفَظْ لِسَانَكَ أَيُّهَا الْإِنْسَانُ لَا يَلْدَغَنَّكَ إِنَّهُ ثُعْبَانٌ

“Kontrol lisanmu wahai manusia. Jangan sampai dia menggigitmu. Sungguh lisan itu ular besar yang berbahaya.” (Mirqah al-Mafatih 1/185)

Imam Asy-Syafi’i memberi gelar ular besar untuk lisan. Ini menunjukkan bahaya lisan.

Lisan atau lidah adalah anggota badan yang paling banyak beraktivitas tanpa kenal lelah.

Sebagaimana dengan lidah seorang itu mudah mendapatkan pahala, sebaliknya dengan mudah seorang itu mendapatkan dosa besar.

Oleh karena itu jika tidak bisa berbicara yang manfaat, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam ajarkan kita agar diam saja.

Ucapan, kata-kata, komentar, status medsos dll itu bermanfaat jika memenuhi tiga kriteria:

Pertama:
Baiknya niat semisal menebar ilmu yang bermanfaat

Kedua:
Baiknya cara penyampaian semisal mengetahui hal-hal yang layak disampaikan di depan publik dan hal yang hanya layak dibicarakan dalam forum khusus atau terbatas.

Ketiga:
Baiknya dampak. Kata-kata tersebut tidak berdampak kegaduhan, memicu permusuhan dll.

Jika suatu kalimat, komentar, status medsos memenuhi tiga kriteria di atas silakan katakan.

Jika tidak memenuhi kriteria di atas, sadarilah bahwa lisan dan lidah itu ular besar yang berbahaya.

Penulis: Ustadz Aris Munandar, S.S., M.P.I.

Read more https://konsultasisyariah.com/36424-lisan-yang-lebih-bahaya-daripada-ular.html

Menonton Film Porno, Apa Hukumnya dalam Islam?

Menonton film porno mendatangkan mudharat ketimbang manfaat.

Film porno semakin mudah diakses di tengah keterbukaan informasi saat ini. Bagaimana hukumnya seorang Muslim yang senang menonton film biru itu. Apakah tujuannya untuk pendidikan seks dan membangun kemesraan dengan istri, sah saja dilakukan? 

Jawaban berikut ini disampaikan Prof M Quraish Shihab, sebagaimana dikutip dari arsip Harian Republika

Hubungan seks dalam ajaran Islam sangat suci. Dalam surah Yasin ketika Allah menjelaskan keberpasangan makhluk-Nya, dimulai-Nya penjelasan itu dengan kalimat ”Mahasuci”.

 ”Maha suci Allah yang menciptakan pasangan-pasangan seluruhnya, dari jenis yang tumbuh di bumi, dari jenis mereka (manusia) maupun dari makhluk-makhluk yang mereka tidak ketahui.” (QS Yaassin [36]:36). 

سُبْحَٰنَ ٱلَّذِى خَلَقَ ٱلْأَزْوَٰجَ كُلَّهَا مِمَّا تُنۢبِتُ ٱلْأَرْضُ وَمِنْ أَنفُسِهِمْ وَمِمَّا لَا يَعْلَمُونَ

Rasulullah SAW juga menjelaskan bahwa hubungan suami istri merupakan ibadah dan mereka memperoleh ganjaran dari Allah SWT bila melakukannya sesuai petunjuk agama. 

Dari sini Islam memberi tuntunan agar hubungan tersebut dilakukan dengan baik, dimulai dengan berdoa kepada Allah SWT agar dihindarkan dari setan dan semoga menghasilkan anak keturunan yang shaleh.

Nabi Muhammad juga menggarisbawahi agar hubungan tersebut tidak dilakukan dalam keadaan telanjang bulat seperti binatang. 

Rasulullah  SWT bersabda: Apabila salah seorang dari kamu berhubungan seks dengan pasangannya, maka hendaklah dia menutup (auratnya) dan tidak telanjang sebagaimana keledai telanjang. (HR Ibnu Majah). ”Hindarilah telanjang, karena bersama kalian ada (malaikat) yang tidak meninggalkan kalian kecuali ketika buang air dan ketika seseorang bercampur dengan istrinya”. (HR Tirmidzi). Aisyah istri Nabi SAW menyatakan, ”Saya tidak pernah melihat dari beliau (auratnya).

Beliau pun tidak pernah melihat dari saya.” 

Nah, di sini dapat timbul pertanyaan apakah sabda tersebut dan semacamnya merupakan anjuran hingga tak berdosa melanggarnya, atau perintah, sehingga haram melakukannya?

 Dalam kitab-kitab hukum Islam, seperti Alfiqh ‘Alal Mazahib Al-Arba’ah dijelaskan bahwa ”berbeda-beda definisi perkawinan dalam pandangan ulama mazhab, namun kesemuanya dapat dikembalikan kepada satu makna yaitu bahwa: Akad pernikahan ditetapkan  Allah dan Rasul-Nya agar suami memiliki hak untuk memanfaatkan alat kelamin istri dan seluruh badannya dalam rangka memper kelezatan. 

Wahbah Az-Zuhaily menjelaskan bahwa akad perkawinan adalah: ”Akad yang mengandung keban menikmati wanita dengan jalan bersetubuh, hubungan seks, ciuman dan lain-lain, dengan syarat bahwa wanita itu bukan mahram bagi pria tersebut, baik karena keturunan, persusuan, maupun periparan.

Akad ini, ditetapkan  agama hingga menghasilkan kepemilikan suami untuk meraih kenikmatan melalui istri dan kehalalan istri meraih kenikmatan dari suami. 

Yang perlu digarisbawahi dalam konteks pertanyaan di atas adalah kalimat-kalimat: memanfaatkan alat kelamin istri dan seluruh badannya dalam rangka memperoleh kelezatan serta keban menikmati wanita dengan jalan bersetubuh, hubungan seks, ciuman dan lain-lain. Ini berarti bahwa cara apapun yang digunakan  suami atau istri dalam rangka hubungan seks dapat dibenarkan dari segi hukum. 

Tapi tidak dari segi moral dan anjuran agama. Namun demikian perlu juga diingat bahwa Alquran menegaskan bahwa:

 نِسَاؤُكُمْ حَرْثٌ لَكُمْ فَأْتُوا حَرْثَكُمْ أَنَّىٰ شِئْتُمْ ۖ وَقَدِّمُوا لِأَنْفُسِكُمْ ۚ وَاتَّقُوا اللَّهَ وَاعْلَمُوا أَنَّكُمْ مُلَاقُوهُ ۗ وَبَشِّرِ الْمُؤْمِنِينَ

”Istri-istri kamu adalah ladang/tempat bercocok tanam untuk kamu, maka datangilah ladangmu bagaimana/kapan/di mana pun kamu sukai” (QS Al Baqarah [2]: 223). 

Ayat ini mengisyaratkan bahwa hubungan seks harus dilakukan pada atau menuju ke jalan yang mengantar kepada kelahiran anak, bukan pada ‘jalan’ selainnya. Sedangkan kata ladang/tempat bercocok tanam pada ayat di atas mengecualikan kata di mana pun ‘yang tersebut di atas’. 

(QS Al Baqarah [2] 222) yang mengandung larangan bercampur dengan istri pada masa haidnya, mengecualikan kepada ‘kapan’ di atas. 

Adapun soal menonton film biru dan semacamnya, dengan dalih pendidikan seks, hemat saya sangat dibuat-buat. Kalau pun itu benar, maka ia tetap haram, lebih-lebih bagi muda-mudi, karena mudharrat yang diakibatkan berupa rangsangan yang dapat mengantar kepada perbuatan haram, jauh lebih besar dari ‘manfaat’ yang disebutkan itu. Memang boleh jadi ada yang membenarkan menontonnya dengan alasan bahwa yang ditonton hanya film yang berupa bayangan bukan kejadian sebenarnya. 

Tapi sekali lagi ini adalah alasan yang sangat lemah, karena ketetapan hukum Islam harus dikaitkan pula dengan dampak-dampaknya, yang tontonan tersebut dampak negatifnya tidak dapat disangsikan lagi. 

Bisa jadi ada juga yang dapat menoleransinya dalam batas tertentu bagi pasangan suami istri, yang tidak dapat melakukan hubungan seks, kecuali dengan rangsangan tersebut. Namun agaknya alasan ini pun, masih belum sepenuhnya dapat diterima  banyak ulama. Demikian. Wallahu a’lam

sumber : Harian Republika


Allah Perintahkan Kita Bersatu

SETIAP muslim yang mengaku beriman kepada Allah dan hari Akhir, niscaya akan menyatakan bahwa dirinya cinta kepada Rasulullah shallallahualaihi wasallam. Namun cinta tidaklah cukup di lisan saja.

Bahkan harus diwujudkan dalam amal perbuatan. Salah satu bukti cinta kita kepada Beliau adalah tidak lancang/berani dalam menukil suatu ucapan, lalu mengatasnamakan Rasulullah. Hendaklah takut akan ancaman Beliau:

“Barangsiapa berdusta atas namaku dengan sengaja maka hendaklah ia menempatkan tempat duduknya dari api neraka”. (HR Bukhari)

Alhamdulillah dari penjelasan Ahlul Hadis di atas, dapat diketahui bahwa hadis “Perselisihan umatku adalah rahmat” ternyata bukan merupakan sabda Rasulullah. Atau disebut juga hadis maudhu.

Padahal hadis ini sangat tenar dan menyebar bahkan menjadi pegangan para aktivis dakwah. Namun sebagai seorang muslim yang mau menerima kebenaran, tentulah akan bersegera meninggalkan hadis ini, sebagai salah satu wujud cinta dia kepada Rasulullah shallallahualaihi wasallam.

Allah berfirman: “Dan berpegang teguhlah kalian semua dengan tali (agama) Allah dan janganlah kalian bercerai-berai.” (QS Ali Imron: 103)

Al Hafidz Ibnu Katsir rahimahullah berkata: “Allah telah memerintahkan kepada mereka (umat Islam) untuk bersatu dan melarang mereka dari perpecahan. Dalam banyak hadis juga terdapat larangan dari perpecahan dan perintah untuk bersatu dan berkumpul (di atas kebenaran).” (Tafsir Ibnu Katsir 1/367)

Sesungguhnya tidak terdapat satu dalilpun dari Alquran dan As Sunnah yang menunjukkan bahwa perselisihan itu adalah rahmat. Maka sikap menyetujui perselisihan dan menganggapnya sebagai rahmat, justru menyelisihi nash-nash mulia, yang jelas-jelas mencela terjadinya perselisihan.

Adapun yang rida dengan perselisihan tersebut, tidaklah mereka memiliki sandaran dalil melainkan berpegang pada “hadis” yang maudhu ini. Wallahul muwafiq ila sabilish showab.

[Ustaz Abu Abdurrahman Abdul Aziz]

INILAH MOZAIK

Tidak Akan Nyambung Dilayani Diskusi, Yuk Fokus Edukasi Covid 19

Hari ini kami pulang dari lab covid 19 malam,  shalat dijamak takhir isya & magrib karena baru keluar lab setelah isya. Kami pakai  APD lengkap level 3 memeriksakan sampel swab, melakukan ekstraksi RNA virus covid, lalu dilanjutkan pemeriksaan RT-PCR

Lalu tiba-tiba ada yang menuduh pemeriksaan yang kami lakukan ini dengan tuduhan:

1. Hanya settingan

(respon kami: padahal jelas kami periksa virus, BUKAN bakteri ya, sebagaimana hoax WA yang menyebar, mau lihat bakteri dengan mikroskop sederhana juga bisa, jadi bisa jauh beda bakteri dan virus)

2. Pemeriksaan swab ini maen-maen saja, pepaya dan kambing diswab hasilnya positif

(Respon kami: Di lab kami banyak yang negatif juga, jelas bisa dibedakan antara negatif dan positif dengan RT-PCR & genome sequencing )

3. Pemeriksaan di lab tidak dimurnikan dulu genomenya

(Respon kami: genomenya harus dimurnikan dulu dong, baru diperiksa, kita juga kritis berpikir, langkah-langkah pemurnian ada beberapa langkah dan prinsip, kit-nya juga berbagai merk dan berbagai prinsip kerja, kami sudah coba beberapa merk kit)

Untuk paham itu semua harus belajar dahulu atau boleh deh datang ke lab pemeriksaan sampel covid kami atau yang terdekat

Kalau belum pernah belajar lalu dijelaskan, tentu gak akan paham

Contoh nih, ada yang ngotot, coba-coba memancing debat kami, anggap si A:

Si A: Itu semua settingan, menurut fulan (sumber dari youtube), genomenya tidak dimurnikan dulu)

Kami: Jelas kami murnikan, ada beberapa kit ekstraksi RNA yang pernah kami coba. Caranya bermacam-macam. Misalnya kit A, langkahnya dengan beberapa buffer AW 1, AW1, RNA buffer, lalu ada yang diinkubasi

Si A: Saya tetap percaya fulan yang di youtube (nampaknya binggung dijelaskan dan tidak paham penjelasannya atau mengalihkan pembicaraan menuju bahan debat lainnya)

Contoh lain:

Di salah satu postingan, ada yang komentar: “Dari mana anda tahu itu bukan konspirasi? Saya lebih percaya fulan dan ada di youtube”

Lalu kita kasi jurnal-jurnal ilmiah yang menunjukan bahwa wabah itu bukan buatan (by design) dan silahkan baca

Komentator: “Saya tetap percaya fulan dan sumber channel youtube itu”

Nah, gak ada ketemu diskusinya kan, antara:

Yang sumbernya jurnal ilmiah, BEBERAPA pakar ahli dan yang terjun langsung ke lapangan VS sumbernya youtube dan portal berita saja

Lebih baik tidak dilayani dan fokus edukasi ke masyakarat

Ini prinsip kami dalam edukasi tentang wabah covid terkait konspirasi dll

Salam

dr. Raehanul Bahraen, M.Sc, Sp.PK (Petugas Lab Covid19)

Hukum Jual Beli Online dan Penjelasan Rincinya

Bagaimana hukum jual beli online, ada yang melalui situs web, instagram, facebook, whatsapp? Bagaimana juga hukum jual beli dengan sistem dropship?

Berikut penjelasan rincinya yang kami sarikan dari penjelasan Ustadz Erwandi Tarmizi dari buku beliau “Harta Haram Muamalat Kontemporer”.

Pertama: Jual beli emas dan perak (komoditas ribawi)

Komoditas ribawi yang disyaratkan harus tunai dalam serah terima barang dan uang tidak dibenarkan dilakukan melalui telepon dan internet. Karena yang terjadi adalah riba nasi’ah, ada barang yang tertunda.

Dalam hadits disebutkan,

الذَّهَبُ بِالذَّهَبِ وَالْفِضَّةُ بِالْفِضَّةِ وَالْبُرُّ بِالْبُرِّ وَالشَّعِيرُ بِالشَّعِيرِ وَالتَّمْرُ بِالتَّمْرِ وَالْمِلْحُ بِالْمِلْحِ مِثْلاً بِمِثْلٍ سَوَاءً بِسَوَاءٍ يَدًا بِيَدٍ فَإِذَا اخْتَلَفَتْ هَذِهِ الأَصْنَافُ فَبِيعُوا كَيْفَ شِئْتُمْ إِذَا كَانَ يَدًا بِيَدٍ

Jika emas dijual dengan emas, perak dijual dengan perak, gandum dijual dengan gandum, sya’ir (salah satu jenis gandum) dijual dengan sya’ir, kurma dijual dengan kurma, dan garam dijual dengan garam, jumlah (takaran atau timbangan) harus sama dan dibayar kontan (tunai). Jika jenis barang tadi berbeda, silakan engkau membarterkannya sesukamu, namun harus dilakukan secara kontan (tunai).” (HR. Muslim, no. 1587)

Catatan:

  1. Komoditas ribawi adalah: (1) emas, (2) perak, (3) gandum halus, (4) gandum kasar, (5) kurma, (6) garam.
  2. Komoditas ribawi di atas dibagi menjadi dua kelompok berdasarkan kesamaan ‘illah (sebab), yaitu kelompok 1 adalah alat tukar (mata uang) atau sebagai perhiasan emas dan perak; kelompok 2 adalah makanan yang bisa ditakar atau ditimbang.
  3. Komoditas sesama jenis (misalnya: emas dan emas) ketika ingin dibarter harus ada dua syarat yang dipenuhi: tunai diserahterimakan dan jumlah takaran atau timbangan sama.
  4. Adapun jika berbeda jenis namun masih dalam satu ‘illah atau kelompok (misalnya: emas dan uang, atau uang rupiah dengan uang dollar), harus memenuhi syarat yaitu tunai diserahterimakan.

Contoh penukaran yang tidak bermasalah:

Penukaran mata uang asing melalui ATM, hukumnya boleh karena penukaran yang terjadi adalah tunai dengan harga kurs hari itu.

Kedua: Barang selain emas, perak, dan mata uang (komoditas ribawi)

Transaksi yang berlangsung via toko online (misalnya, situs web, instagram, whats app), jual beli ini sama hukumnya dengan jual beli melalui surat menyurat. Ijab qabul yang terjadi dianggap sama dengan jual beli langsung.

Untuk bentuk kedua ini ada tiga macam kasus:

  1. Toko online memiliki barang.
  2. Toko online sebagai agen dari pemilik barang.
  3. Toko online belum memiliki barang yang ditampilkan dan juga bukan sebagai agen.

Toko online memiliki barang

Hukumnya sama dengan bai’ al-ghaib ‘ala ash-shifat, yaitu jual beli sesuatu yang tidak terlihat secara fisik, tetapi diterangkan mengenai sifat-sifatnya (spesifikasinya). Hukum jual beli seperti ini adalah halal karena hukum asal jual beli demikian. Allah Ta’ala berfirman,

وَأَحَلَّ اللَّهُ الْبَيْعَ وَحَرَّمَ الرِّبَا

Padahal Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba.” (QS. Al-Baqarah: 275)

Toko online merupakan wakil (agen) dari pemilik barang

Toko online ini berarti sebagai wakil dan status wakil dan hukumnya sama dengan pemilik barang.

Berdasarkan hadits yang diriwayatkan oleh Jabir bin ‘Abdullah radhiyallahu ‘anhuma, “Aku hendak pergi menuju Khaibar, lalu aku mendatangi Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, aku mengucapkan salam kepada beliau, aku berkata, “Aku ingin pergi ke Khaibar.” Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Bila engkau mendatangi wakilku di Khaibar, ambillah darinya 15 wasq (1 wasq = 60 sha’) berupa kurma. Bila dia meminta bukti (bahwa engkau adalah wakilku, letakkanlah tanganmu di atas tulang bawah lehernya.” (HR. Abu Daud, hasan).

Catatan: Barang harus sudah secara penuh dimiliki oleh pemilik barang sebelum dijualkan oleh toko online yang berkedudukan sebagai wakil.

Pemilik toko online belum memiliki barang yang ditampilkan, juga bukan sebagai wakil (agen)

Di sini terdapat gharar karena barang bukan miliknya lantas dijual.

Dari Hakim bin Hizam radhiyallahu ‘anhu, ia berkata,

يَا رَسُولَ اللهِ ، إِنِّي أَشْتَرِي بُيُوعًا فَمَا يَحِلُّ لِي مِنْهَا ، وَمَا يُحَرَّمُ عَلَيَّ قَالَ : فَإِذَا اشْتَرَيْتَ بَيْعًا ، فَلاَ تَبِعْهُ حَتَّى تَقْبِضَهُ.

“Wahai Rasulullah, saya sering melakukan jual beli, apa jual beli yang halal dan yang haram? Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, ‘Wahai anak saudaraku! Bila engkau membeli sebuah barang janganlah engkau jual sebelum barang tersebut engkau terima.’” (HR. Ahmad, 3:402. Syaikh Syuaib Al-Arnauth mengatakan bahwa hadits ini sahih dilihat dari jalur lainnya, secara sanad hadits ini hasan).

Solusi syari:

  1. Permohonan barang bukan berarti ijab dari toko online.
  2. Kalau belum memiliki barang, tidak boleh menerima langsung akad jual beli. Barang yang dimohon bisa dibeli terlebih dahulu. Setelah itu, menjawab permohonan pembeli dengan menghubunginya. Lalu memintanya untuk mentransfer uang ke rekening miliknya. Kemudian, barang dikirimkan kepada pembeli.
  3. Toko online meminta khiyar syarat pada pemilik barang, di mana toko online menyaratkan untuk mengembalikan barang—misal selama tiga hari sejak barang dibeli—untuk menjaga-jaga apabila pembeli membatalkan transaksi.

Referensi: 

Harta Haram Muamalat Kontemporer. Cetakan ke-22, Juli 2019. Dr. Erwandi Tarmizi, M.A. Penerbit P.T. Berkat Mulia Insani.


Diselesaikan di Darush Sholihin, Kamis pagi, 12 Syawal 1441 H, 4 Juni 2020

Oleh: Al-Faqir Ilallah, Muhammad Abduh Tuasikal

Akhi, ukhti, yuk baca tulisan lengkapnya di Rumaysho:
https://rumaysho.com/24688-hukum-jual-beli-online-dan-penjelasan-rincinya.html

Berdoa Dengan Bahasa Indonesia Di Dalam Shalat

Fatwa Syaikh Muhammad Shalih Al Munajjid

Soal:

Apakah kita boleh berdoa dengan selain bahasa Arab di dalam shalat seperti setelah tasyahud akhir? Dan bolehkah hanya berdoa dengan lafazh yang terdapat di hadist saja? Juga apakah boleh kita berdoa dengan lafazh yang terdapat di dalam Al-Qur’an dan tidak terdapat di hadist?

Jawab:

Alhamdulillah

Pertama:

Apabila orang yang shalat tadi bisa dengan baik berdoa menggunakan bahasa arab maka tidak boleh baginya berdoa dengan selain bahasa Arab.

Akan tetapi, apabila orang yang shalat tersebut tidak mampu berdoa dengan bahasa Arab maka tidak mengapa baginya berdoa dengan selain bahasa arab, selama dia tetap berusaha untuk belajar bahasa Arab.

Adapun masalah berdoa di luar sholat maka tidak mengapa bagi seseorang berdoa dengan selain bahasa Arab, lebih-lebih lagi apabila dia bisa lebih menghadirkan hatinya jika berdoa dengan selain bahasa Arab.

Berkata Syaikhul Islam Ibnu Taymiyyah rahimahullah:

والدعاء يجوز بالعربية ، وبغير العربية ، والله سبحانه يعلم قصد الداعي ومراده ، وإن لم يقوِّم لسانه ، فإنَّه يعلم ضجيج الأصوات ، باختلاف اللغات على تنوع الحاجات

“Berdoa itu boleh dengan menggunakan bahasa Arab maupun selain bahasa Arab. Allah mengetahui tujuan dan maksud orang yang berdoa, walaupun bahasanya tidak fasih. Allah mengetahui maksud di balik suara tidak jelas, dengan berbagai macam jenis bahasa dan hajat-hajatnya” (Majmu’ Al Fatawa, 22/488-489).

Kedua :

Tidak mengapa bagi seseorang untuk berdoa dengan lafazh yang terdapat didalam Al-Qur’an walaupun tidak berdoa dengan lafazh yang tidak terdapat di dalam hadist. Semuanya merupakan kebaikan. Dan kita sama-sama mengetahui bahwa doa para Nabi dan Rasul ‘alaihimus sholat was salam kebanyakannya terdapat di dalam Al-Qur’an. Dan tidak diragukan doa mereka adalah doa yang paling mendalam dan yang paling agung kandungan maknanya.

Berkata Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah rahimahullah:

وينبغي للخلق أنْ يدْعوا بالأدعية الشرعيَّة التي جاء بها الكتاب والسنة ؛ فإنَّ ذلك لا ريب في فضله وحُسنه وأنَّه الصراط المستقيم ، وقد ذكر علماءُ الإسلام وأئمَّة الدين الأدعيةَ الشرعيَّة ، وأعرضوا عن الأدعية البدعية فينبغي اتباع ذلك

“Seyogyanya bagi seorang hamba agar berdoa dengan lafazh yang terdapat didalam Al-Qur’an dan As-Sunnah karena hal tersebut tidak diragukan lagi keutamaannya dan kebaikannya. Dan doa-doa tersebut adalah shiratal mustaqim (jalan yang lurus). Ulama-ulama Islam dan imam-imam mereka berdoa dengan lafazh yang ada di dalam Al-Qur’an dan As-Sunnah dan berpaling dari lafadz doa yang bid’ah. Maka sepatutnya untuk meneladani hal tersebut” (Majmu’ Al Fatawa, 1/346-348).

Wallahu a’lam.

Sumber:  https://islamqa.info/ar/answers/20953

Penerjemah: Bimo Prasetyo

Simak selengkapnya disini. Klik https://muslim.or.id/56873-berdoa-dengan-bahasa-indonesia-di-dalam-shalat.html

Bulughul Maram tentang Najis dan Cara Menghilangkannya (Bahas Tuntas)

Ada delapan hadits membicarakan tentang najis dan cara menghilangkannya yang hadits-hadits ini merupakan kumpulan dari kitab Bulughul Maram karya Ibnu Hajar Al-‘Asqalani.


كِتَابُ اَلطَّهَارَةِ

بَابُ إِزَالَةِ النَّجَاسَةِ وَبَيَانِهَا

KITAB BERSUCI

BAB MENGHILANGKAN NAJIS DAN PENJELASANNYA

DALIL NAJISNYA KHAMAR

HADITS KE-24

عَنْ أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ – رضي الله عنه – قَالَ: – سُئِلَ رَسُولُ اَللَّهِ – صلى الله عليه وسلم – عَنْ اَلْخَمْرِ تُتَّخَذُ خَلًّا? قَالَ: “لَا”. – أَخْرَجَهُ مُسْلِم ٌ

Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu berkata, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallampernah ditanya tentang khamar (minuman memabukkan) yang dijadikan cuka. Beliau bersabda, “Tidak boleh.” (Riwayat Muslim dan Tirmidzi. Menurut Tirmidzi hadits ini hasan dan sahih). [HR. Muslim, no. 1983]

Faedah hadits

  1. Khamar adalah segala sesuatu yang menutupi akal dari segala yang diperas atau direndam, baik berasal dari anggur, kurma, atau selainnya.
  2. Khamar di masa silam bisa dijadikan cuka.
  3. Khamar itu najis berdasarkan hadits ini, juga surah Al-Maidah ayat 90. Inilah yang menjadi pegangan madzhab Hanafi, Maliki, Syafii, dan Hambali. Sebagian ulama berpendapat bahwa khamar itu suci, walau mengonsumsinya tetap haram.
  4. Jika khamar berubah menjadi cuka dengan campur tangan manusia (bukan berubah sendirinya), khamar tersebut tetaplah najis.

Catatan:

  • Perbedaan dalam hukum khamar itu najis ataukah suci, tidaklah berpengaruh pada hukum jual beli khamar.

Ustadz Dr. Erwandi Tarmizi mengatakan, “Para ulama sepakat bahwa memproduksi, memperjualbelikan, dan mengonsumsi khamar, hukumnya haram.” (Harta Haram Muamalat Kontemporer, hlm. 105)

  • Alkhol bukanlah khamar. Karena Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menyatakan tentang definisi khamar, “Khamar adalah segala sesuatu yang memabukkan.”

Dari Ibnu ‘Umar radhiyallahu ‘anhuma, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

كُلُّ مُسْكِرٍ خَمْرٌ وَكُلُّ مُسْكِرٍ حَرَامٌ وَمَنْ شَرِبَ الْخَمْرَ فِى الدُّنْيَا فَمَاتَ وَهُوَ يُدْمِنُهَا لَمْ يَتُبْ لَمْ يَشْرَبْهَا فِى الآخِرَةِ

Segala sesuatu yang memabukkan itu khamar. Segala sesuatu yang memabukkan itu haram. Siapa saja meminum khamar di dunia lalu ia meninggal dunia dalam keadaan kecanduan dan tidak bertaubat, maka ia tidak akan meminum khamar (yang penuh nikmat) di akhirat.” (HR. Muslim, no. 2003)

NAJISNYA KELEDAI YANG TIDAK LIAR

HADITS KE-25

وَعَنْهُ قَالَ: – لَمَّا كَانَ يَوْمُ خَيْبَرَ, أَمَرَ رَسُولُ اَللَّهِ – صلى الله عليه وسلم – أَبَا طَلْحَةَ, فَنَادَى: “إِنَّ اَللَّهَ وَرَسُولَهُ يَنْهَيَانِكُمْ عَنْ لُحُومِ اَلْحُمُرِاَلْأَهْلِيَّةِ, فَإِنَّهَا رِجْسٌ” – مُتَّفَقٌ عَلَيْه ِ

Dari Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu, ia berkata, “Ketika hari perang Khaibar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam memerintahkan Abu Thalhah, kemudian beliau berseru, “Sesungguhnya Allah dan Rasul-Nya melarang kalian sekalian memakan daging keledai negeri (yang tidak liar) karena ia kotor.” (Muttafaqun ‘alaihi). [HR. Bukhari, no. 5528 dan Muslim, no. 1940]

Faedah hadits

  1. Perang Khaibar itu terjadi pada akhir Muharram tahun ketujuh Hijriyah. Khaibar itu jaraknya 260 km dari Madinah.
  2. Keledai yang tidak liar itu haram. Daging, darah, kencing, dan kotorannya dihukumi najis.
  3. Keringat, bekas minum atau makan, dan air liur keledai yang tidak liar adalah suci. Keledai ini dianggap seperti kucing yang sulit dihindari dan berada di sekitar kita.

SUCINYA AIR LIUR UNTA

HADITS KE-26

وَعَنْ عَمْرِو بْنِ خَارِجَةَ – رضي الله عنه – قَالَ: – خَطَبَنَا رَسُولُ اَللَّهِ – صلى الله عليه وسلم – بِمِنًى, وَهُوَ عَلَى رَاحِلَتِهِ, وَلُعَابُهَا يَسِيلُ عَلَى كَتِفَيَّ. – أَخْرَجَهُ أَحْمَدُ, وَاَلتِّرْمِذِيُّ وَصَحَّحَه ُ

Amru Ibnu Kharijah radhiyallahu ‘anhu berkata, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam berkhotbah pada waktu kami di Mina sedang beliau berada di atas hewan kendaraannya, dan air liur binatang tersebut mengalir di atas pundakku. (Dikeluarkan oleh Ahmad dan Tirmidzi, dan dinilainya hadits sahih). [HR. Ahmad, 29:212 dan Tirmidzi, no. 2121. Hadits ini sahih karena memiliki syawahid berbagai penguat. Lihat penjelasan Al-Minhah Al-‘Allam fii Syarh Bulugh Al-Maram, 1:113].

Faedah hadits

  1. Air liur (ludah) unta tidaklah najis.
  2. Shalat di kandang unta terlarang berdasarkan hadits lainnya.

Dari Al-Bara’ bin ‘Azib radhiyallahu ‘anhu, ia berkata,

وَسُئِلَ عَنِ الصَّلاَةِ فِى مَبَارِكِ الإِبِلِ فَقَالَ « لاَ تُصَلُّوا فِى مَبَارِكِ الإِبِلِ فَإِنَّهَا مِنَ الشَّيَاطِينِ ». وَسُئِلَ عَنِ الصَّلاَةِ فِى مَرَابِضِ الْغَنَمِ فَقَالَ « صَلُّوا فِيهَا فَإِنَّهَا بَرَكَةٌ»

“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam ditanya tentang shalat di tempat menderumnya unta, beliau menjawab, ‘Jangan shalat di tempat menderumnya unta karena unta biasa memberikan was-was seperti setan.’ Beliau ditanya tentang shalat di kandang kambing, ‘Silakan shalat di kandang kambing, di sana mendatangkan keberkahan (ketenangan).’” (HR. Abu Daud, no. 184; Tirmidzi, no. 81; Ahmad, 4:288. Al-Hafizh Abu Thahir mengatakan bahwa hadits ini sahih).

Dilarang shalat di kandang unta di mana disebut dalam hadits bahwa unta itu dari setan, maksudnya adalah unta itu beramal seperti amalan setan dan jin yaitu sering memberikan gangguan pada hati orang yang shalat. Lihat ‘Aun Al-Ma’bud, 1:231-232.

CARA MENGHILANGKAN MANI PADA PAKAIAN

HADITS KE-27

وَعَنْ عَائِشَةَ رَضِيَ اَللَّهُ عَنْهَا, قَالَتْ: – كَانَ رَسُولُ اَللَّهِ – صلى الله عليه وسلم – يَغْسِلُ اَلْمَنِيَّ, ثُمَّ يَخْرُجُ إِلَى اَلصَّلَاةِ فِي ذَلِكَ اَلثَّوْبِ, وَأَنَا أَنْظُرُ إِلَى أَثَرِ اَلْغُسْلِ فِيهِ – مُتَّفَقٌ عَلَيْه ِ

‘Aisyah radhiyallahu ‘anha berkata, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallampernah mencuci bekas mani, lalu keluar untuk menunaikan shalat dengan pakaian tersebut, dan saya masih melihat bekas cucian itu. (Muttafaqun ‘alaihi) [HR. Bukhari, no. 229 dan Muslim, no. 289]

HADITS KE-28

وَلِمُسْلِمٍ: – لَقَدْ كُنْتُ أَفْرُكُهُ مِنْ ثَوْبٍ رَسُولِ اَللَّهِ – صلى الله عليه وسلم – فَرْكًا, فَيُصَلِّي فِيهِ –

وَفِي لَفْظٍ لَهُ: – لَقَدْ كُنْتُ أَحُكُّهُ يَابِسًا بِظُفُرِي مِنْ ثَوْبِهِ –

Dalam riwayat Muslim disebutkan, “Aku benar-benar pernah menggosok bekas mani dari pakaian Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, kemudian beliau shalat dengan pakaian tersebut.”

Dalam lafaz lain hadits riwayat Muslim, “Aku benar-benar pernah mengerik mani kering dengan kukuku dari pakaian beliau.”

Faedah hadits

  1. Mani manusia itu suci, bukan najis. Inilah pendapat yang masyhur menurut madzhab Syafii dan Hambali.
  2. Sucinya mani disebabkan mani diperlakukan dengan digosok dalam keadaan kering lalu dipakai untuk shalat tanpa mencuci.
  3. Aisyah benar-benar mengabdi pada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam.

CARA MEMBERSIHKAN PAKAIAN DARI KENCING BAYI LAKI-LAKI DAN PEREMPUAN

HADITS KE-29

وَعَنْ أَبِي اَلسَّمْحِ – رضي الله عنه – قَالَ: قَالَ اَلنَّبِيُّ – صلى الله عليه وسلم – – يُغْسَلُ مِنْ بَوْلِ اَلْجَارِيَةِ, وَيُرَشُّ مِنْ بَوْلِ اَلْغُلَامِ – أَخْرَجَهُ أَبُو دَاوُدَ, وَالنَّسَائِيُّ, وَصَحَّحَهُ اَلْحَاكِم ُ

Dari Abu As-Samh radhiyallahu ‘anhu bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Bekas air kencing bayi perempuan harus dicuci dan bekas air kencing bayi laki-laki cukup diperciki dengan air.” (Dikeluarkan oleh Abu Daud dan Nasa’i. Al-Hakim mensahihkan hadits ini). [HR. Abu Daud, no. 376; An-Nasai, 224, 304; dan Al-Hakim, 1:166. Hadits ini punya penguat dalam hadits ‘Ali dan hadits Ummul Fadhl Lubabah binti Al-Harits. Al-Bukhari mengatakan bahwa bahwa hadits Abu As-Samh adalah hadits hasan. Lihat Al-Minhah Al-‘Allam fii Syarh Bulugh Al-Maram, 1:122-123].

Faedah hadits

  1. Ada perbedaan perlakuan antara kencing bayi laki-laki dan perempuan. Kencing bayi laki-laki cukup diperciki, tanpa mesti dicuci dan diperas. Sedangkan kencing bayi perempuan dicuci sebagaimana kencing lainnya.
  2. Dalam hadits Ummu Qais ada tambahan bahwa ini berlaku jika bayi laki-laki belum mengonsumsi makanan. Maksudnya, makanan bukan jadi pokok konsumsinya, konsumsi pokoknya masih air susu.
  3. Kencing bayi laki-laki diperlakukan berbeda dengan kencing bayi perempuan karena beberapa sebab: (a) bayi laki-laki lebih sering digendong, maka kencingnya menyulitkan, (b) kencing bayi laki-laki tidak pada satu tempat, (c) kencing bayi perempuan lebih khabits (kotor) dan lebih bau dibanding kencing bayi laki-laki. Demikian keterangan Ibnul Qayyim dalam I’lam Al-Muwaqi’in, 2:59.
  4. Kencing bayi laki-laki tetap najis.
  5. Kotoran (tinja) dari bayi tetap najis antara bayi laki-laki dan perempuan, tidak berbeda.

CARA MENCUCI PAKAIAN DARI DARAH HAIDH

HADITS KE-30

وَعَنْ أَسْمَاءَ بِنْتِ أَبِي بَكْرٍ رَضِيَ اَللَّهُ عَنْهُمَا; أَنَّ اَلنَّبِيَّ – صلى الله عليه وسلم – قَالَ -فِي دَمِ اَلْحَيْضِ يُصِيبُ اَلثَّوْبَ-: – “تَحُتُّهُ, ثُمَّ تَقْرُصُهُ بِالْمَاءِ, ثُمَّ تَنْضَحُهُ, ثُمَّ تُصَلِّي فِيهِ” – مُتَّفَقٌ عَلَيْه ِ

Dari Asma binti Abu Bakar radhiyallahu ‘anha bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda tentang darah haid yang mengenai pakaian, “Engkau kikis, engkau gosok dengan air, lalu siramlah, baru kemudian engkau boleh shalat dengan pakaian itu.” (Muttafaqun ‘alaihi). [HR. Bukhari, no. 227, 307 dan Muslim, no. 291]

Faedah hadits

  1. Darah haidh itu najis, wajib dicuci, baik darah haidh tersebut banyak atau sedikit.
  2. Darah yang lainnya juga dihukumi najis berdasarkan hadits ini, sebagaimana pendapat dari Imam Syafii.
  3. Wajib membersihkan pakaian dari darah haidh.
  4. Pakaian yang telah dicuci dari darah haidh boleh dipakai untuk shalat.
  5. Jumhur ulama (Syafiiyah, Malikiyah, dan pendapat terkuat dalam madzhab Hambali) berpandangan bahwa untuk membersihkan najis harus dengan menggunakan air, cairan lainnya tidak bisa menggantikan air. Pendapat lainnya menyatakan bahwa segala sesuatu yang digunakan untuk menghilangkan najis dibolehkan, tidak dikhususkan pada air saja. Pendapat kedua ini dipilih oleh ulama Hanafiyah dan pilihan Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah.

DIMAAFKAN SISA WARNA DARI DARAH HAIDH

HADITS KE-31

وَعَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ – رضي الله عنه – قَالَ: قَالَتْ خَوْلَةُ: – يَا رَسُولَ اَللَّهِ, فَإِنْ لَمْ يَذْهَبْ اَلدَّمُ? قَالَ: “يَكْفِيكِ اَلْمَاءُ, وَلَا يَضُرُّكِ أَثَرُهُ” – أَخْرَجَهُ اَلتِّرْمِذِيُّ, وَسَنَدُهُ ضَعِيف ٌ

Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu berkata, Khaulah bertanya, “Wahai Rasulullah, meskipun darah itu tidak hilang?” Beliau menjawab, “Engkau cukup membersihkannya dengan air dan bekasnya tidak mengapa bagimu.” (Dikeluarkan oleh Tirmidzi dengan sanad yang lemah) [HR. Abu Daud, no. 365; Ahmad, 14:371,503,504. Syaikh Al-Albani dalam As-Silsilah Ash-Shahihah, no. 298 mengatakan bahwa hadits ini sahih].

Faedah hadits

  1. Darah yang membekas pada pakaian setelah pakaian yang terkena haidh benar-benar dicuci itu dimaafkan. Yang dianggap najis adalah bentuk najisnya.
  2. Darah haidh dihilangkan dengan air dan penggosok yang lancip. Kalau dicuci demikian, maka bekas warna yang tersisa tidaklah masalah.
  3. Ada keringanan dalam masalah najis karena pembahasan di sini menunjukkan pemaafan dari syariat.

Beberapa bentuk najis yang dimaafkan

  1. Percikan kencing yang sedikit (yang sulit dihindari) baik yang terkena badan, pakaian, atau suatu tempat.
  2. Sedikit dari darah dan muntah; kecuali jika itu atas kesengajaan manusia, maka tidaklah dimaafkan. Sebagaimana dimaafkan pula darah luka dan nanahnya walaupun banyak, dengan syarat itu keluar dengan sendirinya bukan disengaja.
  3. Kencing hewan dan kotorannya yang terkena biji-bijian ketika hewan tersebut menginjaknya; begitu pula kotoran ternak dan kencingnya ketika susunya diperah selama tidak banyak yang dapat merubah air susunya; atau najis dari hewan yang diperah yang jatuh pada susu ketika diperah.
  4. Kotoran ikan selama tidak merubah air; kotorang burung di tempat yang sering disinggahinya karena sulit dihindari.
  5. Darah yang terkena pakaian jagal; namun kalau darah tersebut banyak tidaklah dimaafkan. Begitu pula yang dimaafkan adalah darah yang menempel pada daging.
  6. Mulut bayi yang tercampur dengan muntahnya ketika dia disusukan oleh ibunya.
  7. Air liur dari orang yang tidur yang keluar dari dalam perut pada orang yang biasa seperti itu.
  8. Lumpur di jalan yang terkena pakaian seseorang walaupun yakin di situ terdapat najis, karena sulit dihindari sehingga dimaafkan.
  9. Bangkai dari hewan yang darahnya tidak mengalir yang jatuh pada cairan seperti lalat, nyamuk, semut dengan syarat jatuh dengan sendirinya, tidak sampai merubah cairan tersebut.

REFERENSI

  1. Al-Mu’tamad fii Al-Fiqh Asy-Syafii. Cetakan kelima, Tahun 1436 H. Syaikh Prof. Dr. Muhammad Az-Zuhaily. Penerbit Darul Qalam.
  2. Harta Haram Muamalat Kontemporer. Cetakan ke-22, Juli 2019. Dr. Erwandi Tarmizi, M.A. Penerbit P.T. Berkat Mulia Insani.
  3. Minhah Al-‘Allam fii Syarh Bulugh Al-Maram. Cetakan keempat, Tahun 1433 H. Syaikh ‘Abdullah bin Shalih Al-Fauzan. Penerbit Dar Ibnul Jauzi.

Diselesaikan di Darush Sholihin, Rabu pagi, 18 Syawal 1441 H, 10 Juni 2020

Oleh: Al-Faqir Ilallah, Muhammad Abduh Tuasikal

Akhi, ukhti, yuk baca tulisan lengkapnya di Rumaysho:
https://rumaysho.com/24754-bulughul-maram-tentang-najis-dan-cara-menghilangkannya-bahas-tuntas.html

Latih Dirimu untuk Selalu Berniat Baik!

Allah Swt Berfirman :

يَٰٓأَيُّهَا ٱلنَّبِيُّ قُل لِّمَن فِيٓ أَيۡدِيكُم مِّنَ ٱلۡأَسۡرَىٰٓ إِن يَعۡلَمِ ٱللَّهُ فِي قُلُوبِكُمۡ خَيۡرٗا يُؤۡتِكُمۡ خَيۡرٗا مِّمَّآ أُخِذَ مِنكُمۡ وَيَغۡفِرۡ لَكُمۡۚ وَٱللَّهُ غَفُور رَّحِيم

Wahai Nabi (Muhammad)! Katakanlah kepada para tawanan perang yang ada di tanganmu, “Jika Allah mengetahui ada kebaikan di dalam hatimu, niscaya Dia akan memberikan yang lebih baik dari apa yang telah diambil darimu dan Dia akan mengampuni kamu.” Allah Maha Pengampun, Maha Penyayang. (QS.Al-Anfal:70)

Ayat ini sedang berkhitob kepada Rasulullah saw tentang para tawanan perang. Dan maksud kata “kebaikan” dalam ayat ini menurut para ahli tafsir memiliki makna “Islam”.

Akan tetapi di sisi lain ayat ini juga mengingatkan bahwa yang di nilai dan di pandang oleh Allah swt adalah hati manusia. Karena hati adalah pusat kontrol yang menggerakkan bagian lain dari manusia.

Karena itu kita di ajak untuk selalu memiliki niatan yang baik dan jiwa optimis mampu untuk melakukannya.

Niat yang baik melahirkan prasangka yang baik, dan prasangka yang baik melahirkan rasa optimis dan energi untuk berbuat baik. Bukankah dalam Hadist Qudsi disebutkan bahwa Allah swt Berfirman :

أَنا عِندَ ظَنِّ عَبدِي بِي

“Aku sesuai dengan apa yang disangkakan hamba-Ku kepada-Ku.”

Dalam sebuah ayat Al-Qur’an kita juga bisa mengingat kutipan dari perkataan Nabi Ya’qub as yang diabadikan dalam Firman-Nya :

قَالَ بَلۡ سَوَّلَتۡ لَكُمۡ أَنفُسُكُمۡ أَمۡرٗاۖ فَصَبۡرٌ جَمِيلٌۖ عَسَى ٱللَّهُ أَن يَأۡتِيَنِي بِهِمۡ جَمِيعًاۚ إِنَّهُۥ هُوَ ٱلۡعَلِيمُ ٱلۡحَكِيمُ

Dia (Yakub) berkata, “Sebenarnya hanya dirimu sendiri yang memandang baik urusan (yang buruk) itu. Maka (kesabaranku) adalah kesabaran yang baik. Mudah-mudahan Allah mendatangkan mereka semuanya kepadaku. Sungguh, Dialah Yang Maha Mengetahui, Mahabijaksana.” (QS.Yusuf:83)

Kesabaran, niat baik dan prasangka baik Nabi Ya’qub as pada akhirnya membuahkan hasil dan semua anaknya yang hilang akhirnya kembali kepada beliau.

Kita juga akan mengingat istri Fir’aun ketika melihat seorang bayi yang terombang-ambing di sungai, ia memiliki niat dan prasangka baik untuk merawat bayi malang tersebut.

وَقَالَتِ ٱمۡرَأَتُ فِرۡعَوۡنَ قُرَّتُ عَيۡنٖ لِّي وَلَكَۖ لَا تَقۡتُلُوهُ عَسَىٰٓ أَن يَنفَعَنَآ أَوۡ نَتَّخِذَهُۥ وَلَدٗا وَهُمۡ لَا يَشۡعُرُونَ

Dan istri Fir‘aun berkata, “(Dia) adalah penyejuk mata hati bagiku dan bagimu. Janganlah kamu membunuhnya, mudah-mudahan dia bermanfaat kepada kita atau kita ambil dia menjadi anak,” sedang mereka tidak menyadari. (QS.Al-Qashash:9)

Kata-kata “mudah-mudahan dia bermanfaat bagi kita” akhirnya terbukti. Bayi kecil itu menjadi penghibur hatinya dan kelak menjadi Nabi yang menuntunnya menuju surga. Hingga pada akhirnya istri Fir’aun dijadikan oleh Allah sebagai panutan bagi wanita di dunia.

وَضَرَبَ ٱللَّهُ مَثَلٗا لِّلَّذِينَ ءَامَنُواْ ٱمۡرَأَتَ فِرۡعَوۡنَ إِذۡ قَالَتۡ رَبِّ ٱبۡنِ لِي عِندَكَ بَيۡتٗا فِي ٱلۡجَنَّةِ وَنَجِّنِي مِن فِرۡعَوۡنَ وَعَمَلِهِۦ وَنَجِّنِي مِنَ ٱلۡقَوۡمِ ٱلظَّٰلِمِينَ

“Dan Allah membuat perumpamaan bagi orang-orang yang beriman, istri Fir‘aun, ketika dia berkata, “Ya Tuhanku, bangunkanlah untukku sebuah rumah di sisi-Mu dalam surga dan selamatkanlah aku dari Fir‘aun dan perbuatannya, dan selamatkanlah aku dari kaum yang zhalim,” (QS.At-Tahrim:11)

Maka latihlah hatimu untuk selalu berniat baik dan berprasangka baik sehingga seluruh perbuatan yang keluar darimu adalah kebaikan demi kebaikan. Dan nantikan hasil yang indah dari niat-niat baikmu dan bimbingan Allah untuk mengantarmu kepada cita-citamu.

Semoga Bermanfaat.

KHAZANAH ALQURAN