Komisi Fatwa MUI: Hewan yang Terkena Penyakit Mulu dan Kuku Tidak Sah Dijadika Kurban

Hewan yang terkena Foot and Mouth Disease atau Penyakit Mulut dan Kuku (PMK) dan gejala klinis kategori berat tidak sah untuk dijadikan hewan kurban, Ketua MUI Bidang Fatwa, KH Asrorun Niam Sholeh. Demikian disampaikan Komisi Fatwa MUI Pusat saat memberikan paparan dalam konferensi pers Fatwa Nomor 32 Tahun 2022 tentang Hukum dan Panduan Pelaksanaan Ibadah Kurban saat Kondisi Wabah PMK, Selasa (31/05) di Gedung MUI Pusat, Jakarta.

“Hewan yang terkena PMK dengan gejala klinis kategori berat seperti lepuh pada kuku hingga terlepas dan/atau menyebabkan pincang atau tidak bisa berjalan serta menyebabkan sangat kurus, hukumnya tidak sah dijadikan hewan kurban, ” ungkap Asrorun Niam Sholeh.

Menurut Komisi Fatwa MUI, hewan baru sah dikorbankan bila sudah sembuh dari PMK pada hari-hari berkurban yaitu 10, 11, 12, dan 13 Dzulhijjah. Bila hewan sembuh dari PMK setelah tanggal tersebut, maka penyembelihan hewan tersebut terhitung sebagai sedekah.

“Hewan yang terkena PMK dengan gejala klinis kategori berat dan sembuh PMK dalam waktu yang diperbolehkan kurban (tanggal 10 sampai 13 Dzulhijjah), maka hewan tersebut sah dijadikan hewan kurban, ” ungkapnya.

Niam menyampaikan, ketentuan-ketentuan khusus ini hanya pada hewan PMK kategori berat. Sementara pada PMK kategori ringan, ditandai dengan lepuh ringan pada celah kuku, kondisi lesu, tidak nafsu makan, dan keluar air liur lebih dari biasanya, hukumnya sah dijadikan hewan kurban.

Dia juga menambahkan, pelubangan pada telinga hewan dengan ear tag atau pemberian cap pada tubuh hewan tetap membuat hewan tersebut sah dikorbankan. “Pelubangan pada telinga hewan dengan ear tag atau pemberian cap pada tubuhnya sebagai tanda hewan sudah divaksin atau sebagai identitasnya, tidak menghalangi keabsahan hewan kurban, “ ungkapnya.

Penyakit Mulut dan Kuku (PMK) atau dikenal dengan Foot and Mouth Disease adalah penyakit hewan yang disebabkan oleh virus yang sangat menular dan menyerang hewan berkuku genap/belah seperti sapi, kerbau, dan PMK dengan gejala klinis kategori berat adalah penyakit mulut dan kuku pada hewan yang antara lain ditandai dengan lepuh pada kuku hingga terlepas dan/atau menyebabkan pincang/tidak bisa berjalan, dan menyebabkan kurus permanen, serta proses penyembuhannya butuh waktu lama atau bahkan mungkin tidak dapat disembuhkan.

PMK dengan gejala klinis kategori ringan adalah penyakit mulut dan kuku pada hewan yang antara lain ditandai dengan lesu, tidak nafsu makan, demam, lepuh pada sekitar dan dalam mulut (lidah, gusi), mengeluarkan air liur berlebihan dari mulut namun tidak sampai menyebabkan pincang, tidak kurus, dan dapat disembuhkan dengan pengobatan luka agar tidak terjadi infeksi sekunder, dan pemberian vitamin dan mineral atau herbal untuk menjaga daya tahan tubuh dalam waktu sekitar 4-7 hari.*

HIDAYATULLAH

Mengapa Pantang Memutus Sumsum Tulang Belakang Hewan Kurban?

Sumsum tulang tidak boleh diputus pada saat proses penyembelihan.

Ibadah kurban adalah persembahan terbaik kita kepada Allah SWT. Oleh karenanya, ibadah mulia ini dilakukan dengan cara istimewa agar amal kita diterima. Ibadah kurban juga merupakan demonstrasi kesempurnaan adab umat Islam ketika menjalankan ibadah penyembelihan hewan.

Allah SWT dan Rasul-Nya mewajibkan kita untuk berbuat ihsan (baik) saat menyembelih. Maka tidak disebut termasuk dalam kelompok umat Rasulullah SAW jika seseorang tidak mau mengikuti sunnah (tuntunan) Rasulullah SAW.

Dari Syaddad bin Aus RA, Rasulullah SAW bersabda: “Sesungguhnya Allah telah memerintahkan berbuat baik (ihsan) terhadap segala sesuatu. Jika kalian hendak membunuh, maka bunuhlah dengan cara yang baik. Jika kalian hendak menyembelih, maka sembelihlah dengan cara yang baik. Hendaklah salah seorang dari kalian menajamkan pisaunya serta senangkan (ringankan beban) hewan yang akan disembelih.” (HR Muslim nomor 1955)

Menurut Direktur Halal Research Centre Fakultas Peternakan Universitas Gadjah Mada (UGM) Nanung Danar Dono, ada beberapa cara agar bisa menyembelih hewan kurban secara ahsan atau baik. Pertama, pantang memutus sumsum tulang belakang.

Pada saat menyembelih hewan kurban, jelas Nanung, hanya tiga saluran yang diizinkan untuk diputus, yaitu: hulqum (saluran nafas), mari’ (saluran makanan), dan wadajain (dua pembuluh darah: arteri karotis dan vena jugularis). Spinal cord atau kabel sumsum tulang tidak boleh diputus pada saat proses penyembelihan.

Mengapa? Nanung mengungkapkan, pada saat hewan disembelih, maka akan tampak darah memancar sangat kuat, deras keluar, lewat lubang yang terbuka di leher bagian depan. Darah memancar kuat karena jantung berdenyut, menarik darah dari semua bagian organ dan memompanya keluar tubuh. “Jantung memompa darah itu karena perintah otak yang dikirimkan lewat (kabel) sumsum tulang belakang,” kata Nanung.

Maka jika pada saat hewan disembelih (kabel) sumsum tulang belakang tersebut juga diputus, maka akibatnya jantung akan kehilangan kontak dari otak. Jantung pun segera berhenti berdetak atau berdenyut. “Sehingga jantung tidak dapat melaksanakan tugasnya untuk memompa darah keluar tubuh,” kata Nanung kepada Republika.co.id, belum lama ini.

Selanjutnya yang terjadi, kata Nanung, akan ada darah dalam jumlah banyak tertahan di jaringan tubuh dan menjadi stok makanan yang berlimpah bagi bakteri pembusuk. “Selanjutnya, pertumbuhan bakteri pembusuk tidak terkendali dan daging menjadi cepat busuk,” papar Nanung.

Cara kedua menyembelih hewan secara baik dengan mengasah pisau setajam mungkin. Syariat Islam tentang penyembelihan hewan mewajibkan pisau diasah super tajam. Hewan tidak boleh disembelih menggunakan pisau yang tumpul, bergerigi, apalagi gergaji. 

Ibnu Umar RA berkata: “Rasulullah SAW memerintahkan untuk mengasah pisau tanpa memperlihatkannya kepada hewan.” (HR Ahmad dan Ibnu Majah).

Hadits lain dari Ibnu ’Abbas RA, beliau berkata: ”Rasulullah SAW mengamati seseorang yang meletakkan kakinya di atas pipi (sisi) kambing dalam keadaan ia mengasah pisaunya, sedangkan kambing itu memandang kepadanya. Lantas Nabi berkata, ‘Apakah sebelum ini kamu hendak mematikannya dengan beberapa kali kematian? Hendaklah pisaumu sudah diasah sebelum engkau membaringkannya’.” (HR Al Hakim no 4/257, Al Baihaqi no 9/280, ‘Abdur Rozaq no 8608).

Ketiga, hewan jangan dibuat stres dan ketakutan. Rasulullah SAW menegaskan bahwa kita harus berbuat baik (ihsan) ketika menyembelih hewan, termasuk hewan kurban. Hewan tidak boleh dibuat stres dan tidak boleh dibuat ketakutan ketika hendak disembelih. Hewan juga tidak boleh dibuat tersiksa ketika disembelih.

Di antara perbuatan yang dapat membuat hewan ketakutan maupun stres saat akan disembelih adalah memperlihatkan proses pengasahan pisau, membuat suasana sangat gaduh dan ramai, memperlihatkan hewan yang disembelih dan atau dikuliti serta dipotong-potong anggota tubuhnya di hadapan hewan lain yang masih hidup, membiarkan ada genangan darah di area penyembelihan.

Perbuatan membiarkan pelanggaran tersebut terjadi tidak hanya membuat hewan teraniaya saat disembelih, tapi secara ilmiah juga dapat membuat kualitas daging menjadi turun (drop).

Keempat, dilarang menyiksa hewan kurban. Hewan kurban tidak boleh dipotong kakinya, tidak boleh dipotong ekornya, dan tidak boleh dikuliti, jika ia belum mati secara sempurna. Apabila hewan dipotong kakinya, dipotong ekornya, atau dikuliti ketika masih hidup, maka hewan bisa kesakitan yang luar biasa. Bahkan, dalam keadaan tertentu, hewan bisa mati bukan karena disembelih, tapi karena kesakitan yang luar biasa. Hal ini tentunya diharamkan secara syariat agama.

Selain menyakiti, memotong-motong anggota tubuh hewan ketika masih hidup atau belum mati sempurna juga akan membuat daging hewan tersebut menjadi haram. Abu Waqid al-Laitsi berkata, Rasulullah SAW bersabda: “Bagian tubuh bahiimah (hewan ternak) yang terpotong ketika hewannya masih hidup, maka ia adalah bangkai.” (HR Ibnu Majah no 2606 dan II/1072, no 3216; Abu Dawud VIII/60, no 2841).

Daging bangkai itu haram dikonsumsi. Di Alquran ada empat ayat di mana Allah Swt mengharamkan kita memakan daging bangkai. “Mari kita sempurnakan amal ibadah kurban dengan memahami dan melakukan proses penyembelihan hewan kurban dengan benar dan sesuai syariat Islam,” kata Nanung.

KHAZANAH REPUBLIKA

Tiga Hal yang Bisa Membuat Daging Qurban Menjadi Haram

Hewan qurban bisa berubah menjadi haram.

Kepala Pusat Penelitian Halal Fakultas Peternakan UGM Nanung Danar Dono mengatakan ulama ahli fiqih telah bersepakat bahwa daging hewan halal tidak serta-merta halal.

“Tidak semua daging sapi halal dikonsumsi. Tidak semua daging kambing halal dikonsumsi. Tidak semua daging ayam halal dikonsumsi. Daging hewan halal hanya halal jika ia berasal dari hewan hidup yang disembelih secara syar’i,”ujar dia dalam siaran pers yang diterima Republika, Selasa (30/6)

Ada beberapa sebab daging sapi, kerbau, kambing, maupun domba yang diqurbankan menjadi haram.Pertama, daging hewan qurban bisa menjadi haram jika saat disembelih tidak dibacakan Asma Allah (Basmallah) atau disembelih dengan menyebut nama selain Asma Allah Swt.

Allah Swt. juga berfirman, “Katakanlah, ‘Tiadalah aku peroleh dalam wahyu yang diwahyukan kepadaku, sesuatu yang diharamkan bagi orang yang hendak memakannya, kecuali kalau makanan itu bangkai, atau darah yang mengalir atau daging babi, karena sesungguhnya semua itu kotor, atau hewan yang disembelih atas nama selain Allah’.” (Al An’aam: 145)

“Seringkali kita tidak dapat mengetahui dan tidak dapat memastikan si penyembelih membaca Basmallah saat menyembelih, maka Rasulullah memberikan solusi untuk membaca Basmallah sesaat sebelum menyantap masakan daging qurban tersebut,”tutur dia.

Dari Aisyah ra., sesungguhnya ada seseorang yang berkata, “Ya Rasullah, ada suatu kaum yang memberi kami daging, tapi kita tak tahu apakah mereka menyebut nama Allah (saat menyembelihnya) atau tidak,” Rasulullah kemudian mengatakan, “Bacalah Basmallah kemudian makanlah.” (HR. Bukhari, Abu Daud, Ibnu Majah, Daruqudni, dan Ad Darimi)

Kedua, Rasulullah  memerintahkan kita berbuat baik kepada seluruh makhluk. Tidak boleh kita berbuat aniaya (dzolim), begitu pula kepada hewan qurban.

Maka, pada saat akan menyembelih hewan qurban, kita diwajibkan mengasah pisau setajam mungkin untuk meringankan beban hewan yang akan kita sembelih. Kita tidak diperkenankan menyembelih menggunakan pisau yang tumpul, apalagi pisau yang bergerigi. Menyembelih menggunakan pisau yang bergerigi saja tidak boleh, apalagi menggunakan gergaji. Jika pisau yang kita pakai bergerigi, maka hewan qurban bisa mati bukan karena disembelih, namun karena kesakitan yang luar biasa.

Dari Syadad bin Aus ra., Rasulullah SAW. bersabda, “Sesungguhnya Allah memerintahkan agar berbuat ihsan (baik) terhadap segala sesuatu. Jika kalian hendak membunuh, maka bunuhlah dengan cara yang baik. Jika kalian hendak menyembelih (hewan), maka sembelihlah dengan cara yang baik. Hendaklah kalian menajamkan pisau kalian untuk meringankan beban hewan yang akan disembelih.”

Ketiga, daging yang terpotong ketika hewannya masih hidup, maka diharamkan memakannya. Rasulullah menyebutnya sebagai bangkai.

Abu Waqid al-Laitsi berkata, Rasulullah SAW. bersabda, “Bagian tubuh bahiimah (hewan ternak) yang terpotong ketika hewannya masih hidup, maka ia adalah bangkai.” (HR. Ibnu Majah no. 2606 dan II/1072, no. 3216; Abu Dawud VIII/60, no. 2841).

Maka sangat penting untuk kita pahami betul bahwa hewan qurban itu tidak boleh dipotong kakinya, tidak boleh dipotong ekornya, dan tidak boleh dikuliti, kalau hewannya belum mati sempurna, karena jika hewan belum mati namun sudah dipotong kakinya, atau dipotong ekornya, atau malahan dikuliti.

“Artinya kita memotong kaki binatang atau memotong ekornya, atau mengulitinya dalam keadaan hewannya masih hidup. Tentu itu sakit sekali. Hewan bisa mati bukan karena disembelih, namun karena kesakitan yang luar biasa! Dagingnya bisa haram,”ujar dia.

Ada beberapa cara untuk memastikan hewan yang telah disembelih sudah mati atau belum. Hewan bisa dipastikan mati dengan cara mengecek salah satu dari 3 refleknya, reflek mata, kuku dan ekor.

Pertama, setelah disembelih dan tidak bergerak lagi, gunakan ujung jari kita untuk menyentuh pupil mata alias orang-orangan mata. Jika masih ada bereaksi atau berkedip, maka artinya saraf-sarafnya masih aktif dan hewannya masih hidup. Namun jika sudah tidak bereaksi lagi, maka artinya hewan telah mati.

Kedua, ekor sapi adalah salah satu tempat berkumpulnya ujung-ujung saraf yang sangat sensitif. Setelah hewan disembelih dan tidak bergerak lagi, coba kita tekan batang ekornya. Jika masih bereaksi, maka artinya sarafnya masih aktif dan hewannya masih hidup. Namun jika ditekan-tekan batang ekornya diam saja dan tidak bereaksi, maka artinya ia sudah mati.

Ketiga, sapi, kerbau, unta, kambing, dan domba adalah hewan berkuku genap atau ungulata. Di antara kedua kuku kakinya terdapat bagian yang sangat sensitif. Tusuk pelan bagian tersebut dengan menggunakan ujung pisau yang runcing. Jika masih bereaksi, artinya hewannya masih hidup. Namun, jika sudah tidak bereaksi alias diam saja, artinya hewannya telah mati.

“Semoga ibadah qurban kita tahun ini diterima oleh Allah SWT dan daging hewan qurban yang kita persembahkan halal dikonsumsi,”pungkas dia.

IHRAM

Penyembelihan Hewan Qurban Harus Terapkan Protokol Kesehatan

Menjelang Idul Adha 1441 H,  Sekretaris Daerah Purbalingga mengeluarkan surat edaran terkait penyembelihan hewan qurban. Dalam surat edaran Nomor 524/11695 tersebut, Pemkab Purbalingga mengizinkan warga melaksanakan penyembelihan hewan qurban, namun dengan tetap memperhatikan protokol kesehatan Covid 19.

”Surat edaran ini bertujuan agar penyembelihan hewan kurban dapat dilaksanakan sesuai ketentuan syariah agama, sekaligus juga menjaga agar seluruh kegiatan tetap menerapkan protokol kesehatan pencegahan penularan covid 19,” katanya, Senin (28/6).

Untuk itu, dia meminta agar seluruh jajaran Organisasi Perangkat Daerah (OPD) terkait, Kantor Kemenag Purbalingga, Majelis Ulama Indonesia (MUI) Purbalingga dan para camat, mensosialisasikan ketentuan dalam SE tersebut pada masyarakat. ”Dengan demikian, para panitia kurban dan takmir masjid yang menyelenggarakan penyembelihan hewan kurban, bisa tetap menjaga kondisi kesehatan masyarakat,” katanya.

Salah satu hal penting yang diharapkan bisa dilaksanakan masyarakat sesuai surat edaran tersebut, adalah himbauan agar pelaksanaan penyembelihan hewan qurban dilaksanakan di tempat tertentu. Antara lain, di Rumah Pemotongan Hewan (RPH) atau panitia penyembelihan di masing-masing desa.

”Kalau penyembelihan dilaksanakan di RPH, sebenarnya lebih praktis. Selain sarana dan prasarananya sudah memadai, pengawasan penerapan protokol kesehatan yang kita lakukan juga bisa lebih mudah,” katanya.

Namun dia mengaku hal itu tidak mungkin dilaksanakan seluruhnya, mengingat hewan qurban yang disembelih cukup banyak. ‘Tidak mungkin semua penyembelihan dilakukan di RPH,karena berbagai pertimbangan teknis termasuk mobilisasi ternak dengan jarak yang cukup jauh dari RPH,” ungkapnya.

Untuk itu dia menyatakan, penyembelihan bisa dilakukan di tempat-tempat yang ditentukan oleh panitia qurban di masing-masing desa/kelurahan. Dengan demikian, pengawasan petugas juga bisa hanya dilakukan di satu lokasi, tidak tersebar di berbagai lokasi.

Mengenai masalah kesehatan ternak, Mukodam menyatakan, seperti biasanya akan melakukan pemantauan dan pemeriksaan kesehatan hewan  ternak yang diperjualbelikan di pasar hewan dan yang masih dipelihara oleh para peternak. ”Petugas veteriner kami akan memberikan pelayanan berupa pemberian obat cacing dan vitamin untuk seluruh ternak yang akan menjad hewan kurban,” katanya.

Pengawasan hewan qurban ini, menurutnya, akan dilaksanakan lebih intensif menjelang pelaksanaan Hari Raya Qurban. Termasuk juga, pada saat pelaksanaan penyembelihan. Petugas medis dan veteriner akan memeriksa kondisi daging hewan qurban. Daging atau hati hewan kurban yang ditemukan cacing hati, agar dimusnahkan.

”Pemeriksaan dan pengawasan ini dilakukan selama masa penyembelihan hewan qurban ke seluruh wilayah Kabupaten Purbalingga secara maraton petugas berbagi wilayah di tiap tiap desa / kelurahan,” katanya. 

IHRAM / Berqurban Secara Online

Global Qurban-ACT Siapkan Hewan Kurban Terbaik

Global Qurban telah menyiapkan hewan kurban terbaiknya untuk menyambut Idul Adha, salah satunya bekerja sama dengan peternak lokal.

Selain berbagi dengan penerima manfaat, pemberdayaan peternak dan pelapak menjadi fokus Global Qurban tahun ini. Kerjasama ini menjadi bukti konkret bahwa ACT terus membersamai berbagai kalangan selama masa pandemi, tak terlepas untuk para peternak.

Urgensi pemberdayaan terhadap peternak dan pelapak selama masa pandemi, diungkapkan oleh Insan Nurrohman selaku Executive Vice President ACT dan penanggung jawab implementasi Global Qurban – ACT 2020. Terutama pada masa pandemi seperti ini, di mana orang-orang banyak yang kehilangan pekerjaannya.

“Ada manfaat ekonomi yang besar sekali yang dapat kita raih dari ibadah ini. Kita melibatkan ratusan bahkan ribuan peternak yang sangat berharap sekali dalam situasi Covid-19 ini. Karena mereka sempat khawatir apakah hewan ternaknya dapat dibeli para pekurban. Oleh karena itu, manfaat ekonomi (dari kurban) adalah membuka lapangan pekerjaan bagi ribuan bahkan jutaan peternak,” kata Insan.

Budi Susilo, salah satu pemilik peternakan yang ada di Tegal Waru, Kecamatan Ciampea, Kabupaten Bogor mengatakan, semakin dekat dengan Hari Raya Iduladha, maka akan semakin banyak pula persediaan hewan kurban. Peternakan milik Budi merupakan salah satu penyuplai hewan kurban untuk Global Qurban – ACT. Sudah empat tahun Global Qurban – ACT dan Budi berkolaborasi dalam pengadaan hewan kurban dengan kualitas terbaik. “Di sini (peternakan) sebagian besar kegiatannya ialah penggemukan, dan sebagian kecilnya pengembangbiakan,” katanya.

Saat ini, sudah terdapat kandang yang diisi dengan ratusan kambing serta domba. Ada juga kandang khusus yang saat ini diisi 50 sapi dari berbagai jenis. Targetnya akan ditambah ratusan ekor lagi yang akan didatangkan dari Bali dan Jawa Timur.  Hewan-hewan tersebut merupakan persiapan dari pihak peternakan untuk memenuhi kebutuhan kurban.

Perawatan terbaik dengan cara menjaga kebersihan kandang serta pemberian pakan bergizi menjadi kunci utama dalam merawat hewan yang dilakukan Budi dan timnya. Langkah ini dilakukan Budi agar para pekurban puas saat melakukan pembelian dan memberikan hewan dengan keadaan terbaik untuk ibadah. Budi menjelaskan, hewan biasanya akan mengalami penurunan bobot ketika baru tiba di kandang. Untuk itu, diperlukan perawatan khusus hingga pada akhirnya dalam kondisi yang benar-benar baik saat Iduladha.

Di tengah pandemi seperti sekarang ini, tak menjadikan alasan untuk Budi menurunkan kualitas perawatan hewan ternaknya. Ia tetap memberikan pakan terbaik dan melibatkan warga sekitar dalam peternakan yang telah dirintisnya sejak 2002 lalu itu. Selain itu, Budi pun mengimbau ke masyarakat yang hendak berkurban untuk bisa menyalurkan hewan kurbannya melalui lembaga kemanusiaan seperti Global Qurban – ACT untuk menghindari kerumunan saat melakukan penyembelihan. Tujuannya adalah untuk memutus rantai penyabaran virus Covid-19. 

Budi pun merasa senang atas kerja sama yang dijalin dengan Global Qurban selama beberapa tahun ini. Luasnya jangkauan masyarakat prasejahtera yang bakal menikmati daging kurban dari peternakannya, menjadi kebanggaan tersendiri bagi Budi. “Kesamaan visi yang berorientasi pada penerima manfaat serta pemberdayaan masyarakat yang mengiringi menjadi alasan utama berkolaborasi dengan Global Qurban,” kata Budi.

Global Qurban menawarkan kemudahan dalam bertransaksi, kemudahan dalam memilih hewan Qurban, Insya Allah jaringan kebermanfaatan yang luas, dari pelosok Indonesia hingga internasional. Ketika banyak saudara di-PHK, para pengusaha gulung tikar, petani peternak bermuram durja, maka bersama Global Qurban kita ikhtiarkan solusinya. www.GlobalQurban.com 

KHAZANAH REPUBLIKA

Ini 5 Keutamaan Sedekah Kurban

Sebaiknya anak-anak dilatih berkurban sejak kecil.

Idul kurban telah tiba. Hari raya ini disambut gegap gempita oleh seluruh umat Islam. Betapa tidak, momentum Idul Qurban atau Idul Adha ini berkaitan erat dengan ritual haji dan penyembelihan hewan kurban. 

Bagi umat Islam yang berkesempatan melaksanakan ibadah haji, tentu mereka berbahagia karena dapat melaksanakan rukun Islam yang kelima. Bagi umat Islam yang tahun ini belum dipanggil ke Tanah Suci dan dikaruniai keluasan rezeki untuk berkurban, Idul Adha adalah momentum untuk membahagiakan diri serta orang lain.

“Bagi umat Islam yang belum berkesempatan berkurban, Idul Adha akan disambut bahagia karena ada jatah daging kurban yang dikirim ke rumah masing-masing. Jadi, tidak ada alasan bagi kita untuk tidak berbahagia di Idul Adha,” kata Direktur Aman Palestin-Indonesia, Ustaz  Miftahuddin Kamil MA melalui rilis yang diterima Republika.co.id, Sabtu (10/8)).

Ia menambahkan, Idul Adha juga merupakan momentum mengukur kesalehan anggota keluarga. Betapa tidak, kisah turunnya perintah berkurban melibatkan seluruh anggota keluarga Nabi Ibrahim AS seperti dinyatakan oleh Allah SWT dalam Alquran Surat Ash-Shaaffaat ayat 99-111.

Miftahuddin mengemukakan, sebagaimana ibadah-ibadah lain yang harus dibiasakan sejak kecil, alangkah baiknya jika  anak-anak dididik berkurban sejak kecil.  Salah satu caranya adalah dengan menyediakan satu celengan khusus untuk buah hati kita. “Katakan kepadanya bahwa celengan tersebut harus diisi setiap hari dan pada Idul Qurban akan dibuka dan dibelikan hewan kurban atas namanya. Kalau jumlahnya belum mencukupi untuk membeli hewan kurban, kita bisa mengarahkan buah hati kita untuk bersedekah kurban,” ujarnya.

Menurut Miftahuddin, anak mungkin akan bertanya,  “Apakah Sedekah Kurban itu?” Paling tidak ada lima hal yang dapat dijelaskan mengenai sedekah kurban. “Pertama, Sedekah Kurban ialah sedekah daging yang kita laksanakan pada Hari Raya Kurban. Dari segi dalil, dalilnya adalah dalil sedekah,” ujarnya. 

Kedua, memang, Sedekah Kurban bukanlah ibadah kurban, tetapi ia dinilai sebagai sedekah wajib bila kita berikan kepada rakyat Palestina yang difatwakan wajib oleh para ulama untuk diberikan sedekah, zakat, dan lain-lain. 

Ketiga, pernahkah Sedekah Kurban dilaksanakan oleh Rasulullah SAW? Rasulullah SAW sentiasa bersedekah dan ketika memasuki Hari Raya Qurban, baginda menunaikan ibadah kurban. “Jika kita ingin mencontoh yang dilakukan oleh Rasulullah Saw., berkurban seekor kambing atau sapi secara utuh tentu lebih afdal. Namun jika kondisi finansial kita belum mencukupi, Sedekah Kurban yang nominalnya tidak dibatasi adalah pilihan yang tepat. Dana Sedekah Kurban tersebut akan dikumpulkan dan digabung untuk dibelikan kambing atau sapi dan diberikan kepada rakyat Palestina yang memang lebih membutuhkan,” paparnya.

Keempat, Allah SWT  senantiasa akan memberikan rahmat dan barakah-Nya yang luas kepada Muslim yang menunaikan Sedekah Kurban.

Kelima, tidak ada syarat khusus untuk Sedekah Kurban selain niat yang ikhlas untuk membantu atau membahagiakan saudara seiman  di Palestina saat Hari Raya Kurban. “Jadi, mari kita jadikan momentum Idul Kurban untuk meningkatkan kesalehan keluarga,” paparnya. 

KHAZANAH REPUBLIKA


Fiqih Qurban

Qurban merupakan bagian dari Syariat Islam yang sudah ada semenjak manusia ada. Ketika putra-putra Nabi Adam Alaihissalam diperintahkan berqurban. Maka Allah Ta’ala menerima qurban yang baik dan diiringi ketakwaan dan menolak qurban yang buruk. Allah Ta’ala berfirman:

“Ceritakanlah kepada mereka kisah kedua putra Adam (Habil dan Qabil) menurut yang sebenarnya, ketika keduanya mempersembahkan qurban, maka diterima dari salah seorang dari mereka berdua (Habil) dan tidak diterima dari yang lain (Qabil). Ia berkata (Qabil): “Aku pasti membunuhmu!” Berkata Habil: “Sesungguhnya Allah hanya menerima (korban) dari orang-orang yang bertaqwa” (QS Al-Maaidah 27).

Qurban lain yang diceritakan dalam Al-Qur’an adalah qurban keluarga Ibrahim ‘Alaihissalam, saat beliau diperintahkan Allah Ta’ala untuk mengurbankan anaknya, Ismail ‘Alaihissalam. Disebutkan dalam surat As-Shaaffaat 102:

“Maka tatkala anak itu sampai (pada umur sanggup) berusaha bersama-sama Ibrahim, Ibrahim berkata: “Hai anakku sesungguhnya aku melihat dalam mimpi bahwa aku menyembelihmu. Maka pikirkanlah apa pendapatmu!” Ia menjawab: “Hai bapakku, kerjakanlah apa yang diperintahkan kepadamu; insya Allah kamu akan mendapatiku termasuk orang-orang yang sabar”. Kemudian qurban ditetapkan oleh Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam sebagai bagian dari Syariah Islam, syiar dan ibadah kepada Allah Ta’ala sebagai rasa syukur atas nikmat kehidupan.

Disyariatkannya Qurban

Disyariatkannya qurban sebagai simbol pengorbanan hamba kepada Allah Ta’ala, bentuk ketaatan kepada-Nya dan rasa syukur atas nikmat kehidupan yang diberikan Allah Ta’ala kepada hamba-Nya. Hubungan rasa syukur atas nikmat kehidupan dengan berqurban yang berarti menyembelih binatang dapat dilihat dari dua sisi.

Pertama, bahwa penyembelihan binatang tersebut merupakan sarana memperluas hubungan baik terhadap kerabat, tetangga, tamu dan saudara sesama muslim. Semua itu merupakan fenomena kegembiraan dan rasa syukur atas nikmat Allah Ta’ala kepada manusia, dan inilah bentuk pengungkapan nikmat yang dianjurkan dalam Islam:

“Dan terhadap nikmat Tuhanmu maka hendaklah kamu menyebut-nyebutnya (dengan bersyukur).” (QS Ad-Dhuhaa 11).

Kedua, sebagai bentuk pembenaran terhadap apa yang datang dari Allah Ta’ala. Allah menciptakan binatang ternak itu adalah nikmat yang diperuntukkan bagi manusia, dan Allah mengizinkan manusia untuk menyembelih binatang ternak tersebut sebagai makanan bagi mereka. Bahkan penyembelihan ini merupakan salah satu bentuk pendekatan diri kepada Allah Ta’ala.

Berqurban merupakan ibadah yang paling dicintai Allah Ta’ala di hari Nahr, sebagaimana disebutkan dalam hadits riwayat At-Tirmidzi dari ‘Aisyah Radhiyallahu ‘anhu. bahwa Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

“Tidaklah anak Adam beramal di hari Nahr yang paling dicintai Allah melebihi menumpahkan darah (berqurban). Qurban itu akan datang di hari Kiamat dengan tanduk, bulu dan kukunya. Dan sesungguhnya darah akan cepat sampai di suatu tempat sebelum darah tersebut menetes ke bumi. Maka perbaikilah jiwa dengan berqurban”.

Definisi Qurban

Kata qurban yang kita pahami, berasal dari bahasa Arab, artinya pendekatan diri, sedangkan maksudnya adalah menyembelih binatang ternak sebagai sarana pendekatan diri kepada Allah. Arti ini dikenal dalam istilah Islam sebagai udhiyah. Udhiyah secara bahasa mengandung dua pengertian, yaitu kambing yang disembelih waktu Dhuha dan seterusnya, dan kambing yang disembelih di hari ‘Idul Adha. Adapun makna secara istilah, yaitu binatang ternak yang disembelih di hari-hari Nahr dengan niat mendekatkan diri (taqarruban) kepada Allah dengan syarat-syarat tertentu (Syarh Minhaj).

Hukum Qurban

Hukum qurban menurut jumhur ulama adalah sunnah muaqqadah sedang menurut mazhab Abu Hanifah adalah wajib. Allah Ta’ala berfirman:

“Maka dirikanlah shalat karena Tuhanmu dan berkorbanlah” (QS Al-Kautsaar: 2).

Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

“Siapa yang memiliki kelapangan dan tidak berqurban, maka jangan dekati tempat shalat kami” (HR Ahmad, Ibnu Majah dan Al-Hakim).

Dalam hadits lain: “Jika kalian melihat awal bulan Zulhijah, dan seseorang di antara kalian hendak berqurban, maka tahanlah rambut dan kukunya (jangan digunting)” (HR Muslim).

Bagi seorang muslim atau keluarga muslim yang mampu dan memiliki kemudahan, dia sangat dianjurkan untuk berqurban. Jika tidak melakukannya, menurut pendapat Abu Hanifah, ia berdosa. Dan menurut pendapat jumhur ulama dia tidak mendapatkan keutamaan pahala sunnah.

Binatang yang Boleh Diqurbankan

Adapun binatang yang boleh digunakan untuk berqurban adalah binatang ternak (Al-An’aam), unta, sapi dan kambing, jantan atau betina. Sedangkan binatang selain itu seperti burung, ayam dll tidak boleh dijadikan binatang qurban. Allah Ta’ala berfirman:

“Dan bagi tiap-tiap umat telah Kami syariatkan penyembelihan (qurban), supaya mereka menyebut nama Allah terhadap binatang ternak yang telah direzkikan Allah kepada mereka” (QS Al-Hajj 34).

Kambing untuk satu orang, boleh juga untuk satu keluarga. Karena Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam menyembelih dua kambing, satu untuk beliau dan keluarganya dan satu lagi untuk beliau dan umatnya. Sedangkan unta dan sapi dapat digunakan untuk tujuh orang, baik dalam satu keluarga atau tidak, sesuai dengan hadits Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam:

Dari Jabir bin Abdullah, berkata “Kami berqurban bersama Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam di tahun Hudaibiyah, unta untuk tujuh orang dan sapi untuk tujuh orang” (HR Muslim).

Binatang yang akan diqurbankan hendaknya yang paling baik, cukup umur dan tidak boleh cacat. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

“Empat macam binatang yang tidak sah dijadikan qurban: 1. Cacat matanya, 2. sakit, 3. pincang dan 4. kurus yang tidak berlemak lagi.“ (HR Bukhari dan Muslim).

Hadits lain:

“Janganlah kamu menyembelih binatang ternak untuk qurban kecuali musinnah (telah ganti gigi, kupak). Jika sukar didapati, maka boleh jadz’ah (berumur 1 tahun lebih) dari domba.” (HR Muslim).

Musinnah adalah jika pada unta sudah berumur 5 tahun, sapi umur dua tahun dan kambing umur 1 tahun, domba dari 6 bulan sampai 1 tahun. Dibolehkan berqurban dengan hewan kurban yang mandul, bahkan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam berqurban dengan dua domba yang mandul. Dan biasanya dagingnya lebih enak dan lebih gemuk.

Waktu Penyembelihan Qurban

Waktu penyembelihan hewan qurban yang paling utama adalah hari Nahr, yaitu Raya ‘Idul Adha pada tanggal 10 Zulhijah setelah melaksanakan shalat ‘Idul Adha bagi yang melaksanakannya. Adapun bagi yang tidak melaksanakan shalat ‘Idul Adha seperti jamaah haji dapat dilakukan setelah terbit matahari di hari Nahr. Hari penyembelihan menurut Jumhur ulama, yaitu madzhab Hanafi, Maliki dan Hambali berpendapat bahwa hari penyembelihan adalah tiga hari, yaitu hari raya Nahr dan dua hari Tasyrik, yang diakhiri dengan tenggelamnya matahari.

Pendapat ini mengambil alasan bahwa Umar RA, Ali RA, Abu Hurairah RA, Anas RA, Ibnu Abbas dan Ibnu Umar RA mengabarkan bahwa hari-hari penyembelihan adalah tiga hari. Dan penetapan waktu yang mereka lakukan tidak mungkin hasil ijtihad mereka sendiri tetapi mereka mendengar dari Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam (Mughni Ibnu Qudamah 11/114).

Sedangkan mazhab Syafi’i dan sebagian mazhab Hambali juga diikuti oleh Ibnu Taimiyah berpendapat bahwa hari penyembelihan adalah 4 hari, Hari Raya ‘Idul Adha dan 3 Hari Tasyrik. Berakhirnya hari Tasyrik dengan ditandai tenggelamnya matahari. Pendapat ini mengikuti alasan hadits, sebagaimana disebutkan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam:

“Semua hari Tasyrik adalah hari penyembelihan” (HR Ahmad dan Ibnu Hibban).
Berkata Al-Haitsami: ”Hadits ini para perawinya kuat”. Dengan adanya hadits shahih ini, maka pendapat yang kuat adalah pendapat mazhab Syafi’i.

Tata Cara Penyembelihan Qurban

Berqurban sebagaimana definisi di atas yaitu menyembelih hewan qurban, sehingga menurut jumhur ulama tidak boleh atau tidak sah berqurban hanya dengan memberikan uangnya saja kepada fakir miskin seharga hewan qurban tersebut, tanpa ada penyembelihan hewan qurban. Karena maksud berqurban adalah adanya penyembelihan hewan qurban kemudian dagingnya dibagikan kepada fakir miskin. Menurut jumhur ulama yaitu mazhab Imam Malik, Ahmad dan lainnya, bahwa berqurban dengan menyembelih kambing jauh lebih utama dari sedekah dengan nilainya. Dan jika berqurban dibolehkan dengan membayar harganya akan berdampak pada hilangnya ibadah qurban yang disyariatkan Islam tersebut.

Adapun jika seseorang berqurban, sedangkan hewan qurban dan penyembelihannya dilakukan ditempat lain, maka itu adalah masalah teknis yang dibolehkan. Dan bagi yang berqurban, jika tidak bisa menyembelih sendiri diutamakan untuk menyaksikan penyembelihan tersebut, sebagaimana hadits riwayat Ibnu Abbas RA:

“Hadirlah ketika kalian menyembelih qurban, karena Allah akan mengampuni kalian dari mulai awal darah keluar”.

Ketika seorang muslim hendak menyembelih hewan qurban, maka bacalah: “Bismillahi Wallahu Akbar, ya Allah ini qurban si Fulan (sebut namanya), sebagaimana yang dilakukan oleh Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam:

“Bismillahi Wallahu Akbar, ya Allah ini qurban dariku dan orang yang belum berqurban dari umatku” (HR Abu Dawud dan At-Tirmidzi).

Bacaan boleh ditambah sebagaimana Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam memerintahkan pada Fatimah ‘Alaihissalam:

“Wahai Fatimah, bangkit dan saksikanlah penyembelihan qurbanmu, karena sesungguhnya Allah mengampunimu setiap dosa yang dilakukan dari awal tetesan darah qurban, dan katakanlah:” Sesungguhnya shalatku, ibadah (qurban) ku, hidupku dan matiku lillahi rabbil ‘alamiin, tidak ada sekutu bagi-Nya. Dan oleh karena itu aku diperintahkan, dan aku termasuk orang yang paling awal berserah diri” (HR Al-Hakim dan Al-Baihaqi)

Berqurban dengan Cara Patungan

Qurban dengan cara patungan, disebutkan dalam hadits dari Abu Ayyub Al-Anshari:

“Seseorang di masa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam berqurban dengan satu kambing untuk dirinya dan keluarganya. Mereka semua makan, sehingga manusia membanggakannya dan melakukan apa yang ia lakukan” (HR Ibnu Majah dan At-Tirmidzi).

Disebutkan dalam hadits Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Dari Abul Aswad As-Sulami dari ayahnya, dari kakeknya, berkata:

“Saat itu kami bertujuh bersama Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam, dalam suatu safar, dan kami mendapati hari Raya ‘Idul Adha. Maka Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam memerintahkan kami untuk mengumpulkan uang setiap orang satu dirham. Kemudian kami membeli kambing seharga 7 dirham. Kami berkata:” Wahai Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam harganya mahal bagi kami”. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:” Sesungguhnya yang paling utama dari qurban adalah yang paling mahal dan paling gemuk”. Kemudian Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam memerintahkan pada kami. Masing-masing orang memegang 4 kaki dan dua tanduk sedang yang ketujuh menyembelihnya, kemudian kami semuanya bertakbir” (HR Ahmad dan Al-Hakim).

Dan berkata Ibnul Qoyyim dalam kitabnya ‘Ilamul Muaqi’in setelah mengemukakan hadits tersebut: “Mereka diposisikan sebagai satu keluarga dalam bolehnya menyembelih satu kambing bagi mereka. Karena mereka adalah sahabat akrab. Oleh karena itu sebagai sebuah pembelajaran dapat saja beberapa orang membeli seekor kambing kemudian disembelih. Sebagaimana anak-anak sekolah dengan dikoordinir oleh sekolahnya membeli hewan qurban kambing atau sapi kemudian diqurbankan.”

Dalam hadits lain diriwayatkan oleh Ahmad dari Ibnu Abbas, datang pada Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam seorang lelaki dan berkata:

“Saya berkewajiban qurban unta, sedang saya dalam keadaan sulit dan tidak mampu membelinya”. Maka Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam memerintahkan untuk membeli tujuh ekor kambing kemudian disembelih”.

Hukum Menjual Bagian Qurban

Orang yang berqurban tidak boleh menjual sedikitpun hal-hal yang terkait dengan hewan qurban seperti, kulit, daging, susu dll dengan uang yang menyebabkan hilangnya manfaat barang tersebut. Jumhur ulama menyatakan hukumnya makruh mendekati haram, sesuai dengan hadits:

“Siapa yang menjual kulit hewan qurban, maka dia tidak berqurban” (HR Hakim dan Baihaqi).

Kecuali dihadiahkan kepada fakir-miskin, atau dimanfaatkan maka dibolehkan. Menurut mazhab Hanafi kulit hewan qurban boleh dijual dan uangnya disedekahkan. Kemudian uang tersebut dibelikan pada sesuatu yang bermanfaat bagi kebutuhan rumah tangga.

Hukum Memberi Upah Tukang Jagal Qurban

Sesuatu yang dianggap makruh mendekati haram juga memberi upah tukang jagal dari hewan qurban. Sesuai dengan hadits dari Ali RA:

“Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam memerintahkanku untuk menjadi panitia qurban (unta) dan membagikan kulit dan dagingnya. Dan memerintahkan kepadaku untuk tidak memberi tukang jagal sedikitpun”. Ali berkata:” Kami memberi dari uang kami” (HR Bukhari).

Hukum Berqurban Atas Nama Orang yang Meninggal

Berqurban atas nama orang yang meninggal jika orang yang meninggal tersebut berwasiat atau wakaf, maka para ulama sepakat membolehkan. Jika dalam bentuk nadzar, maka ahli waris berkewajiban melaksanakannya. Tetapi jika tanpa wasiat dan keluarganya ingin melakukan dengan hartanya sendiri, maka menurut jumhur ulama seperti mazhab Hanafi, Maliki dan Hambali membolehkannya.
Sesuai dengan apa yang dilakukan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam, beliau menyembelih dua kambing yang pertama untuk dirinya dan yang kedua untuk orang yang belum berqurban dari umatnya. Orang yang belum berqurban berarti yang masih hidup dan yang sudah mati. Sedangkan mazhab Syafi’i tidak membolehkannya.

Kategori Penyembelihan

Amal yang terkait dengan penyembelihan dapat dikategorikan menjadi empat bagian. Pertama, hadyu; kedua, udhiyah sebagaimana diterangkan di atas; ketiga, aqiqah; keempat, penyembelihan biasa. Hadyu adalah binatang ternak yang disembelih di Tanah Haram di hari-hari Nahr karena melaksanakan haji Tamattu dan Qiran, atau meninggalkan di antara kewajiban atau melakukan hal-hal yang diharamkan, baik dalam haji atau umrah, atau hanya sekedar pendekatan diri kepada Allah Ta’ala sebagai ibadah sunnah.

Aqiqah adalah kambing yang disembelih terkait dengan kelahiran anak pada hari ketujuh sebagai ungkapan rasa syukur kepada Allah. Jika yang lahir lelaki disunnahkan 2 ekor dan jika perempuan satu ekor.

Sedangkan selain bentuk ibadah di atas, masuk ke dalam penyembelihan biasa untuk dimakan, disedekahkan atau untuk dijual, seperti seorang yang melakukan akad nikah. Kemudian dirayakan dengan walimah menyembelih kambing. Seorang yang sukses dalam pendidikan atau karirnya kemudian menyembelih binatang sebagai rasa syukur kepada Allah Ta’ala.

Jika terjadi penyembelihan binatang ternak dikaitkan dengan waktu tertentu, upacara tertentu dan keyakinan tertentu maka dapat digolongkan pada hal yang bid’ah, sebagaimana yang terjadi di beberapa daerah. Apalagi jika penyembelihan itu tujuannya untuk syetan atau Tuhan selain Allah maka ini adalah jelas-jelas sebuah bentuk kemusyrikan.

Penutup

Sesuatu yang perlu diperhatikan bagi umat Islam adalah bahwa berqurban (udhiyah), qurban (taqarrub) dan berkorban (tadhiyah), ketiganya memiliki titik persamaan dan perbedaan. Qurban (taqarrub), yaitu upaya seorang muslim melakukan pendekatan diri kepada Allah dengan amal ibadah baik yang diwajibkan maupun yang disunnahkan. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

“Sesungguhnya Allah berfirman (dalam hadits Qudsi): ‘Siapa yang memerangi kekasih-Ku, niscaya aku telah umumkan perang padanya. Tidaklah seorang hamba mendekatkan diri pada-Ku (taqarrub) dengan sesuatu yang paling Aku cintai, dengan sesuatu yang aku wajibkan. Dan jika hamba-Ku senantiasa mendekatkan diri kepada-Ku dengan yang sunnah, maka Aku mencintainya. Jika Aku telah mencintainya, maka Aku menjadi pendengarannya dimana ia mendengar, menjadi penglihatannya dimana ia melihat, tangannya dimana ia memukul dan kakinya, dimana ia berjalan. Jika ia meminta, niscaya Aku beri dan jika ia minta perlindungan, maka Aku lindungi’.” (HR Bukhari).

Berqurban (udhiyah) adalah salah satu bentuk pendekatan diri kepada Allah dengan mengorbankan sebagian kecil hartanya, untuk dibelikan binatang ternak. Menyembelih binatang tersebut dengan persyaratan yang sudah ditentukan. Sedangkan berkorban (tadhiyah) mempunyai arti yang lebih luas yaitu berkorban dengan harta, jiwa, pikiran dan apa saja untuk tegaknya Islam.

Dalam suasana di mana umat Islam di Indonesia sedang terkena musibah banjir, dan mereka banyak yang menjadi korban. Maka musibah ini harus menjadi pelajaran berarti bagi umat Islam. Apakah musibah ini disebabkan karena mereka menjauhi Allah Ta’ala dan menjauhi ajaran-Nya? Yang pasti, musibah ini harus lebih mendekatkan umat Islam kepada Allah (taqqarub ilallah). Melaksanakan perintah-Nya dan menjauhi larangan-Nya.

Dan yang tidak tertimpa musibah banjir ini dituntut untuk memberikan kepeduliannya dengan cara berkorban dan memberikan bantuan kepada mereka yang terkena musibah. Dan di antara bentuk pendekatan diri kepada Allah dan bentuk pengorbanan kita dengan melakukan qurban penyembelihan sapi dan kambing pada hari Raya ‘Idul Adha dan Hari Tasyrik. Semoga Allah menerima qurban kita dan meringankan musibah ini, dan yang lebih penting lagi menyelamatkan kita dari api neraka. Aamiin ya Rabbal Alamin.

GLOBAL QURBAN

Hewan Kurban Cacat Karena Kecelakaan

Pertanyaan:
Assalamu ‘alaikum. Ustadz, ana mau bertanya.
ketika hari kurban, ada orang mau kurban kambing. Pada saat akan diturunkan dari mobil untuk disembelih, kambing itu terjepit kemudian jatuh sehingga jadi pincang. Apakah masih boleh dikurbankan?
Syukron..

Abu Ahmad Jogja 

Jawaban:

Wa ‘alaikumussalam

Jika kecelakaan yang terjadi pada hewan ini di luar kesengajaan pemilik dan bukan karena keteledoran pemilik, maka boleh untuk disembelih dengan niat kurban dan dihukumi sebagai kurban yang sah.

Ibnu Qudamah mengatakan, “Jika seseorang telah menentukan hewan yang sehat dan bebas dari cacat untuk kurban, kemudian mengalami cacat yang seharusnya tidak boleh untuk dikurbankan, maka dia boleh menyembelihnya dan hukumnya sah sebagai kurban. Keterangan ini merupakan pendapat Atha’, Hasan Al-Bashri, An-Nakha’i, Az-Zuhri, At-Tsauri, Imam Malik, Imam Syafi’i, dan Ishaq bin Rahuyah.” (Al-Mughni, 13:373).

Dalil yang menunjukkan bolehnya hal ini adalah sebuah riwayat yang disebutkan Al-Baihaqi, dari Ibnu Zubair radliallahu ‘anhu, bahwa hewan kurban berupa unta yang buta sebelah didatangkan kepadanya. Kemudian ia mengatakan, “Jika hewan ini mengalami cacat matanya setelah kalian membelinya maka lanjutkan berkurban dengan hewan ini. Namun jika cacat ini sudah ada sebelum kalian membelinya maka gantilah dengan hewan lain.” Imam An-Nawawi dalam Al-Majmu’ mengatakan, “Sanad riwayat ini sahih.” (Al-Majmu’, 8:328).

Syekh Ibnu Utsaimin menjelaskan dalam Ahkam al-Udhiyah wa Dzakah, Hal. 10. Jika hewan yang hendak dijadikan kurban mengalami cacat, maka ada dua keadaan:
a. Cacat tersebut disebabkan perbuatan atau keteledoran pemiliknya maka wajib diganti dengan yang sama sifat dan ciri-cirinya atau yang lebih baik dari hewan tersebut. Selanjutnya, hewan yang cacat tadi menjadi miliknya dan dapat dia manfaatkan sesuai keinginannya.
b. Cacat tersebut bukan karena perbuatannya dan bukan karena keteledorannya, maka dia dibolehkan untuk menyembelihnya dan hukumnya sah sebagai kurban. Karena hewan ini adalah amanah yang dia pegang, sehingga ketika mengalami sesuatu yang di luar perbuatan dan keteledorannya maka tidak ada masalah dan tidak ada tanggungan untuk mengganti.

Disadur dari: http://www.islamqa.com/ar/ref/39191

Dijawab oleh Ustadz Ammi Nur Baits (Dewan Pembina Konsultasi Syariah)

Read more https://konsultasisyariah.com/8175-hewan-kurban-cacat-karena-kecelakaan.html

Macam-Macam Syirik dalam Ibadah (Bag.14): Lanjutan Syirik dalam Menyembelih Binatang

Baca pembahasan sebelumnya Macam-Macam Syirik dalam Ibadah (Bag.13): Syirik dalam Menyembelih Binatang

2. Tasmiyyah (penyebutan nama ketika akan menyembelih) terdapat tiga kemungkinan:

a) Menyebut nama Allah saja, maka ini adalah ibadah yang bernilai Tauhid.

Allah Ta’ala berfirman:

فَكُلُوا مِمَّا ذُكِرَ اسْمُ اللَّهِ عَلَيْهِ إِنْ كُنْتُمْ بِآيَاتِهِ مُؤْمِنِينَ

(118) Maka makanlah binatang-binatang (yang halal) yang disebut nama Allah ketika menyembelihnya, jika kamu beriman kepada ayat-ayat-Nya. [QS. Al-An’aam: 118].

وَلَا تَأْكُلُوا مِمَّا لَمْ يُذْكَرِ اسْمُ اللَّهِ عَلَيْهِ وَإِنَّهُ لَفِسْقٌ

(121) Dan janganlah kamu memakan binatang-binatang yang tidak disebut nama Allah ketika menyembelihnya. Sesungguhnya perbuatan yang semacam itu adalah suatu kefasikan. [QS. Al-An’aam: 121].

Dari kedua ayat tersebut di atas menunjukkan diperintahkannya menyebut nama Allah saja ketika akan menyembelih, dan tidak boleh menyebut nama selain-Nya.

Barangsiapa yang menyebut nama Allah saja ketika akan menyembelih, maka hal itu termasuk ibadah yang bernilai Tauhid.

b) Menyebut nama selain Allah, maka ini adalah ibadah syirik dalam memohon pertolongan (isti’anah).

Allah Ta’ala berfirman:

وَلَا تَأْكُلُوا مِمَّا لَمْ يُذْكَرِ اسْمُ اللَّهِ عَلَيْهِ وَإِنَّهُ لَفِسْقٌ ۗ وَإِنَّ الشَّيَاطِينَ لَيُوحُونَ إِلَىٰ أَوْلِيَائِهِمْ لِيُجَادِلُوكُمْ ۖ وَإِنْ أَطَعْتُمُوهُمْ إِنَّكُمْ لَمُشْرِكُونَ

(121) Dan janganlah kamu memakan binatang-binatang yang tidak disebut nama Allah ketika menyembelihnya. Sesungguhnya perbuatan yang semacam itu adalah suatu kefasikan. Sesungguhnya syaitan itu membisikkan kepada kawan-kawannya agar mereka membantah kamu; dan jika kamu menuruti mereka, sesungguhnya kamu tentulah menjadi orang-orang yang musyrik. [QS. Al-An’aam: 121].

Yang dimaksud “kefasikan” dalam ayat ini adalah sebagaimana yang ditunjukkan dalam ayat ke-145, yaitu: menyembelih binatang dengan menyebut nama selain Allah, maka perbuatan tersebut adalah kefasikan yang sekaligus merupakan kesyirikan.

Karena definisi “kefasikan” adalah keluar dari ketaatan kepada Allah Ta’ala, sehingga cakupan istilah “kefasikan” itu umum, mencakup kekafiran atau dosa di bawahnya.

Sehingga kesyirikan dalam tasmiyyah yang dimaksud dalam ayat ini adalah menyebut nama selain Allah ketika akan menyembelih.

Sedangkan Allah Ta’ala berfirman di akhir ayat :

وَإِنْ أَطَعْتُمُوهُمْ إِنَّكُمْ لَمُشْرِكُونَ

Dan jika kamu menuruti mereka, sesungguhnya kamu tentulah menjadi orang-orang yang musyrik. Maksudnya: apabila kamu menuruti mereka dalam kesyirikan, sesungguhnya kamu tentulah menjadi orang-orang yang musyrik sebagaimana mereka musyrik.

Allah Ta’ala berfirman:

قُلْ لَا أَجِدُ فِي مَا أُوحِيَ إِلَيَّ مُحَرَّمًا عَلَىٰ طَاعِمٍ يَطْعَمُهُ إِلَّا أَنْ يَكُونَ مَيْتَةً أَوْ دَمًا مَسْفُوحًا أَوْ لَحْمَ خِنْزِيرٍ فَإِنَّهُ رِجْسٌ أَوْ فِسْقًا أُهِلَّ لِغَيْرِ اللَّهِ بِهِ

(145) Katakanlah: “Tiadalah aku peroleh dalam wahyu yang diwahyukan kepadaku, sesuatu yang diharamkan bagi orang yang hendak memakannya, kecuali kalau makanan itu bangkai, atau darah yang mengalir atau daging babi, karena sesungguhnya semua itu kotor, atau kefasikan berupa binatang yang disembelih atas nama selain Allah. [QS. Al-An’aam: 145].

Berkata Al-Bahawi rahimahullah menafsirkan “kefasikan berupa binatang yang disembelih atas nama selain Allah”

وهو ما ذبح على غير اسم الله تعالى

“Yaitu : binatang yang disembelih dengan menyebut nama selain Allah Ta’ala”.

Allah Ta’ala berfirman:

إِيَّاكَ نَعْبُدُ وَإِيَّاكَ نَسْتَعِينُ

Hanya Engkaulah yang kami sembah, dan hanya kepada Engkaulah kami meminta pertolongan.[QS. Al-Faatihah].

Menyebut nama selain Allah, seperti menyebut nama nyai roro kidul, ini hakekatnya mengandung permohonan pertolongan (isti’anah) kepada nyai roro kidul dan permohonan keberkahan (tabarruk) kepadanya, padahal keduanya adalah ibadah, dan dalam hal ini ditujukan kepada selain Allah, maka perbuatan ini berarti kesyirikan dalam isti’anah dan dalam Rububiyyah.

c) Tidak menyebut nama siapapun, maka ini hukumnya haram.

Allah Ta’ala berfirman:

وَلَا تَأْكُلُوا مِمَّا لَمْ يُذْكَرِ اسْمُ اللَّهِ عَلَيْهِ وَإِنَّهُ لَفِسْقٌ

(121) Dan janganlah kamu memakan binatang-binatang yang tidak disebut nama Allah ketika menyembelihnya. Sesungguhnya perbuatan yang semacam itu adalah suatu kefasikan. [QS. Al-An’aam: 121]. Larangan dalam ayat ini menunjukkan haramnya tidak menyebut nama Allah ketika akan menyembelih, termasuk di dalamnya adalah tidak menyebut nama siapapun.

(Bersambung, in sya Allah)

Penulis: Said Abu Ukasyah

Simak selengkapnya disini. Klik https://muslim.or.id/50476-macam-macam-syirik-dalam-ibadah-bag-14-lanjutan-syirik-dalam-menyembelih-binatang.html

Menyembelih di Hari Tasyrik Terakhir (13 Dzulhijjah), Tidak Sah?

Bolehkah menyembelih di hari tasyrik terakhir, yaitu tanggal 13 Dzulhijjah? Saya pernah dengar itu tidak sah. Apa benar?

Jawab:

Bismillah was shalatu was salamu ‘ala Rasulillah, amma ba’du

Ulama berbeda pendapat tentang batas akhir waktu penyembelihan qurban. Ada dua pendapat dalam hal ini,

Pertama, waktu penyembeihan qurban hanya 3 hari, hari idul adha (10 Dzulhijjah) dan dua hari tasyrik setelahnya (11 & 12 Dzulhijjah). Ini adalah pendapat mayoritas ulama, diantaranya Hanafiyah, Malikiyah, dan hambali. (al-Mausu’ah al-Fiqhiyah, ad-Durar as-Saniyah, 2/351).

as-Sarkhasi – ulama Hanafiyah – (w. 483 H) mengatakan,

ثُمَّ يَخْتَصُّ جَوَازُ الْأَدَاءِ بِأَيَّامِ النَّحْرِ وَهِيَ ثَلَاثَةُ أَيَّامٍ عِنْدَنَا قَالَ عَلَيْهِ الصَّلَاةُ وَالسَّلَامُ أَيَّامُ النَّحْرِ ثَلَاثَةٌ أَفْضَلُهَا أَوَّلُهَا. فَإِذَا غَرَبَتْ الشَّمْسُ مِنْ الْيَوْمِ الثَّالِثِ لَمْ تَجُزْ التَّضْحِيَةُ بَعْدَ ذَلِكَ

Menyembelih qurban hanya dibolehkan khusus pada rentang batas hari penyembelihan, yaitu 3 hari, menurut pendapat kami (Hanafiyah). Dalam hadis dinyatakan, ‘Hari penyembelihan ada 3 hari. Yang paling ulama adalah pada hari qurban.’ Apabila matahari telah tenggelam di hari ketika (12 Dzulhijjah) maka tidak boleh lagi menyembelih. (al-Mabsuth, 14/169).

Keterangan lain disampaikan Ibnu Qudamah,

وقت نحر الأضحية والهدي ثلاثة أيام يوم النحر ويومان بعده نص عليه أحمد

“Waktu penyembelihan qurban dan hadyu (penyembelihan di Mekah) adalah 3 hari. Hari qurban (10 Dzulhijjah) dan dua hari setelahnya (11 & 12 Dzulhijjah). Ini ditegaskan oleh Imam Ahmad.” (al-Mughni, 3/462).

Diantara dalil pedapat pertama,

Dalil pertama, larangan Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam untuk menyisakan daging qurban lebih dari 3 hari. Larangan ini pernah beliau sampaikan, ketika daerah di sekitar Madinah mengalami kekurangan bahan makanan. Dari Ibnu Umar Radhiyallahu ‘anhuma,

أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- نَهَى أَنْ تُؤْكَلَ لُحُومُ الأَضَاحِى بَعْدَ ثَلاَثٍ. قَالَ سَالِمٌ فَكَانَ ابْنُ عُمَرَ لاَ يَأْكُلُ لُحُومَ الأَضَاحِىِّ فَوْقَ ثَلاَثٍ

Bahwa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam melarang memakan daging qurban lebih dari 3 hari. Kata Salim (putra Ibnu Umar), ‘Ibnu Umar tidak pernah makan daging qurban lebih dari 3 hari.’ (HR. Ahmad 5013, Muslim 5214, Nasai 4423 dan yang lainnya).

Dalam riwayat lain, dari Salamah bin al-Akwa’ radhiyallahu, Nabi  shallallahu ‘alaihi wa sallam menjelaskan sebab larangan ini,

« مَنْ ضَحَّى مِنْكُمْ فَلاَ يُصْبِحَنَّ بَعْدَ ثَالِثَةٍ وَفِى بَيْتِهِ مِنْهُ شَىْءٌ » . فَلَمَّا كَانَ الْعَامُ الْمُقْبِلُ قَالُوا يَا رَسُولَ اللَّهِ نَفْعَلُ كَمَا فَعَلْنَا عَامَ الْمَاضِى قَالَ « كُلُوا وَأَطْعِمُوا وَادَّخِرُوا فَإِنَّ ذَلِكَ الْعَامَ كَانَ بِالنَّاسِ جَهْدٌ فَأَرَدْتُ أَنْ تُعِينُوا فِيهَا »

”Barangsiapa di antara kalian berqurban, maka janganlah ada daging qurban yang masih tersisa dalam rumahnya setelah hari ketiga.” Ketika datang tahun berikutnya, para sahabat mengatakan, ”Wahai Rasulullah, apakah kami harus melakukan sebagaimana tahun lalu?” Maka beliau menjawab, ”(Adapun sekarang), makanlah sebagian, sebagian lagi berikan kepada orang lain dan sebagian lagi simpanlah. Pada tahun lalu masyarakat sedang mengalami paceklik sehingga aku berkeinginan supaya kalian membantu mereka dalam hal itu.” (HR. Bukhari 5569 dan Muslim 1974).

Yang dipahami para ulama dari hadis ini, bahwa ketika Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam hanya mengizinkan makan daging qurban selama 3 hari (10, 11, dan 12 Dzulhijjah) menunjukkan bahwa hari keempat (13 Dzulhijjah) bukan hari penyembelihan. Andai tanggal 13 Dzulhijjah adalah hari penyembelihan qurban, tentu beliau tidak akan memberikan batas sampai tanggal 12 Dzulhijjah.

Kemudian larangan ini dihapus oleh Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam dengan alasan bahwa tahun itu terjadi musim kurang makanan. Kemudian beliau izinkan untuk menyimpan daging qurban.

Ibnu Qudamah menjelaskan alasan pendapatnya,

ولنا أن النبي صلى الله عليه و سلم نهى عن الأكل من النسك فوق ثلاث وغير جائز أن يكون الذبح مشروعا في وقت يحرم فيه الأكل ثم نسخ تحريم الأكل وبقي وقت الذبح بحاله ولأن اليوم الرابع لا يجب فيه الرمي فلم يجز فيه الذبح كالذي بعد

Kami (hambali) memiliki dalil bahwa Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam melarang makan qurban lebih dari 3 hari. Dan tidak mungkin dibolehkan menyembelih qurban di hari larangan makan daging qurban (13 Dzulhijjah). Kemudian larangan makan ini dihapus, sementara waktu penyembelihan masih tetap seperti semula. Disamping itu, padda hari keempat (13 Dzulhijjah) bukan waktu wajib melempar jumrah, sehingga ketika itu tidak boleh menyembelih sebagaimana hari sebelumnya. (al-Mughni, 3/462, Simak juga Majalah al-Buhuts al-Islamiyah, volume 4, hlm. 201).

Dalil kedua, terdapat beberapa riwayat dari para sahabat bahwa mereka membatasi hari penyembelihan hanya sampai hari tasyrik kedua (12 Dzulhijjah). Diantaranya Umar, Ali bin Abi Thalib, Ibnu Umar, Ibnu Abbas, Abu Hurairah, dan Anas bin Malik Radhiyallahu ‘anhum. Dan semacam ini tidak mungkin mereka sampaikan tanpa bimbingan dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam. (al-Mausu’ah al-Fiqhiyah, ad-Durar as-Saniyah, 2/351).

Ibnu Qudamah menukil keterangan Imam Ahmad,

وقال : هو عن غير واحد من أصحاب الرسول الله صلى الله عليه و سلم ورواه الأثرم عن ابن عمر وابن عباس وبه قال مالك و الثوري و الأوزاعي و الشافعي و ابن المنذر

Imam Ahmad mengatakan, pendapat ini diriwayatkan lebih dari satu sahabat Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Al-Atsram meriwayatkan dari Ibnu Umar, Ibnu Abbas. Dan ini merupakan pendapat Imam Malik, at-Tsauri, al-Auza’i, as-Syafi’i, dan Ibnul Mundzir. (al-Mughni, 3/462).

Kedua, waktu penyembelihan qurban ada 4 hari

Dimulai sejak hari qurban (10 Dzulhijjah), hingga akhir hari tasyriq ketiga (13 Dzulhijjah). Ini merupakan pendapat Syafiiyah dan salah satu pendapat dalam madzhab Hambali dan  yang dinilai kuat oleh Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah, Ibnul Qoyim, as-Syaukani, Ibnu Baz, dan Ibnu Utsaimin rahimahumullah. (al-Mausu’ah al-Fiqhiyah, ad-Durar as-Saniyah, 2/351).

Imam an-Nawawi mengatakan,

وأما آخر وقتها فاتفقت نصوص الشافعي والاصحاب على أنه يخرج وقتها بغروب شمس اليوم الثالث من أيام التشريق واتفقوا على أنه يجوز ذبحها في هذا الزمان ليلا ونهارا

Akhir waktu penyembelihan, keterangan Imam as-Syafii sama dengan keterangan para ulama syafiiyah bahwa batas waktu penyembelihan sampai terbenam matahari di hari tasyriq ketiga (13 Dzulhijjah). Mereka sepakat, boleh menyembelih qurban di selama rentang waktu ini, siang maupun malam. (al-Majmu’ Syarh Muhadzab, 8/388).

Dalam al-Fatawa al-Kubro, Syaikhul Islam mengatakan,

وَآخِرُ وَقْتِ ذَبْحِ الْأُضْحِيَّةِ آخِرُ أَيَّامِ التَّشْرِيقِ، وَهُوَ مَذْهَبُ الشَّافِعِيِّ وَأَحَدُ الْقَوْلَيْنِ فِي مَذْهَبِ أَحْمَدَ

Akhir waktu penyembelihan qurban adalah sampai hari tasyriq terakhir. Ini adalah pendapat ‘alaihis salam-Syafii dan salah satu pendapat dalam madzhab hambali. (al-Fatawa al-Kubro, 5/385).

Pendapat ini juga diriwayatkan dari sebagian sahabat, diantaranya Ali bin Abi Thalib Radhiyallahu ‘anhu. Ibnu Qudamah mengatakan,

وروي عن علي : آخر أيام التشريق وهو مذهب الشافعي وقول عطاء و الحسن

Dan diriwayatkan dari Ali, bahwa batas waktu penyembelihan adalah akhir hari tasyriq. Ini merupakan pendapat as-Syafii, dan pendapat Atha serta Hasan al-Bashri. (al-Mughni, 11/113).

Diantara dalil pendapat ini adalah hadis dari Jubair bin Muth’im Radhiyallahu ‘anhu, bahwa RasulullahShallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

كُلُّ أَيَّامِ التَّشْرِيقِ ذَبْحٌ

Di setiap hari tasyriq adalah penyembelihan. (HR. Ahmad 17207, Ibnu Hibban 3854, ad-Daruquthni dalam Sunannya 4821 dan dishahihkan al-Albani dalam Shahih al-Jami’).

Dalil lainnya, bahwa semua hari tasyriq adalah hari di mina, hari melempar jumrah, hari untuk memperbanyak takbiran, dan hari makan minum dan haram berpuasa. Sehingga hukum yang berlaku bagi ketiga hari tasyriq adalah sama. Lalu bagaimana mungkin dibedakan dengan hari tasyrik lainnya. (Zadul Ma’ad, 2/319).

Sementara larangan Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam untuk menyisakan daging qurban lebih dari 3 hari, telah beliau jelaskan sebabnya. Karena ketika itu, masyarakat mengalami kekurangan makanan. Sehinggi semua hewan qurban, harus habis sebelum tanggal 13 Dzulhijjah. Dan ini tidaklah menunjukkan larangan menyembelih di hari tasyriq ketiga.

Dengan memperhatikan semua pendapat, insyaaAllah pendapat yang lebih mendekati kebenaran adalah pendapat kedua, bahwa batas akhir penyembelihan sampai hari tasyriq terakhir, tanggal 13 Dzulhijjah. Hanya saja, kita sarankan agar sohibul qurban tidak menunda penyembelihan tanpa sebab. Dalam rangka menghindari perbedaan pendapat ulama. Artinya, ketika hewan qurban itu disembelih sebelum tanggal 13 Dzulhijjah, akan lebih tenang, karena semua ulama sepakat, statusnya sah sebagai qurban.

Allahu a’lam.

Dijawab oleh: Ustadz Ammi Nur Baits (Dewan Pembina Konsultasisyariah.com)