Apakah Hati Kita Mau Mendengar Peringatan dari Allah?

Secara umum Al-Qur’an berisi tentang peringatan dan kabar gembira. Para Rasul pun di utus sebagai pemberi peringatan dan kabar gembira, seperti Firman Allah Swt.

وَمَا نُرۡسِلُ ٱلۡمُرۡسَلِينَ إِلَّا مُبَشِّرِينَ وَمُنذِرِينَۖ فَمَنۡ ءَامَنَ وَأَصۡلَحَ فَلَا خَوۡفٌ عَلَيۡهِمۡ وَلَا هُمۡ يَحۡزَنُونَ

“Para rasul yang Kami utus itu adalah untuk memberi kabar gembira dan memberi peringatan. Barangsiapa beriman dan mengadakan perbaikan, maka tidak ada rasa takut pada mereka dan mereka tidak bersedih hati.” (QS.Al-An’am:48)

Terkadamg dua tugas ini (memberi peringatan dan kabar gembira) terkumpul dalam satu ayat, seperti dalam Firman-Nya :

قَيِّمٗا لِّيُنذِرَ بَأۡسٗا شَدِيدٗا مِّن لَّدُنۡهُ وَيُبَشِّرَ ٱلۡمُؤۡمِنِينَ ٱلَّذِينَ يَعۡمَلُونَ ٱلصَّٰلِحَٰتِ أَنَّ لَهُمۡ أَجۡرًا حَسَنٗا

“sebagai bimbingan yang lurus, untuk memperingatkan akan siksa yang sangat pedih dari sisi-Nya dan memberikan kabar gembira kepada orang-orang mukmin yang mengerjakan kebajikan bahwa mereka akan mendapat balasan yang baik.” (QS.Al-Kahfi:2)

Dan ada pula ayat yang memerintahkan untuk memberi peringatan saja tanpa kabar gembira.

يَٰٓأَيُّهَا ٱلۡمُدَّثِّرُ – قُمۡ فَأَنذِرۡ

“Wahai orang yang berkemul (berselimut)! bangunlah, lalu berilah peringatan!” (QS.Al-Muddatstsir:1)

Namun pertanyaan yang akan kita bahas kali ini adalah :

“Siapa yang mau mendengar peringatan tersebut? Siapa yang mau mengambil manfaat dari peringatan tersebut?”

Al-Qur’an menjawab dalam Surat Yasin, Allah Swt berfirman :

إِنَّمَا تُنذِرُ مَنِ ٱتَّبَعَ ٱلذِّكۡرَ وَخَشِيَ ٱلرَّحۡمَٰنَ بِٱلۡغَيۡبِۖ فَبَشِّرۡهُ بِمَغۡفِرَةٖ وَأَجۡرٖ كَرِيمٍ

“Sesungguhnya engkau hanya memberi peringatan kepada orang-orang yang mau mengikuti peringatan dan yang takut kepada Tuhan Yang Maha Pengasih, walaupun mereka tidak melihat-Nya. Maka berilah mereka kabar gembira dengan ampunan dan pahala yang mulia.” (QS.Ya-Sin:11)

Ayat ini mengisyaratkan bahwa yang mau mendengar dan berhati-hati dengan peringatan dari Allah adalah mereka yang memiliki dua kriteria berikut ini :

1. Mengikuti adz-dzkir.

Adz-dzikir bisa di artikan sebagai Al-Qur’an atau Nabi Saw.

Artinya, orang yang mau mengikuti peringatan dari Allah adalah orang yang percaya kepada Al-Qur’an dan percaya kepada Risalah yang dibawa Nabi Muhammad saw. Ketika mereka tidak mengikuti, maka semua peringatan dari Allah Swt bagi mereka hanyalah omong kosong.

2. Memiliki rasa takut kepada Allah Swt, terutama ketika dalam kesendirian.

Ketika seseorang mau mengikuti Al-Qur’an dan Nabi Saw, maka akan muncul kesadaran yang membuatnya takut akan siksa Allah Swt. Ketika rasa takut ini telah tumbuh, maka ia akan mendengar dan mengikuti semua peringatan dari Allah Swt.

Bila tidak ada rasa takut, maka peringatan Allah hanya akan membuatnya semakin durhaka.

وَنُخَوِّفُهُمۡ فَمَا يَزِيدُهُمۡ إِلَّا طُغۡيَٰنٗا كَبِيرٗا

“Dan Kami menakut-nakuti mereka, tetapi yang demikian itu hanyalah menambah besar kedurhakaan mereka.” (QS.Al-Isra’:60)

Dan dimana posisi kita sekarang?

Apakah kita termasuk orang-orang yang memiliki rasa takut kepada Allah sehingga peringatan-peringatan Al-Qur’an membuat kita semakin berhati-hati?

Atau kita tergolong mereka yang ketika mendengar peringatan Allah menjadi semakin durhaka dan semena-mena?

Semoga bermanfaat…

Imam Asy Syafi’i dan Ilmu Filsafat

Imam Muhammad bin Idris Asy Syafi’i rahimahullah atau imam Asy Syafi’i adalah seorang imam dan ulama besar Ahlussunnah wal Jama’ah, yang mendakwahkan dan membela akidah Ahlussunnah. Bahkan beliau dijuluki sebagai nashirus sunnah (pembela sunnah). Maka sikap beliau tegas dalam berakidah. Bahkan beliau membantah akidah-akidah menyimpang, diantaranya ilmu kalam.

Namun sebagian orang mengatakan: “Imam Asy Syafi’i tidak mencela ilmu filsafat, yang dicela beliau adalah ilmu kalam”. Ini perkataan yang kurang tepat. 

Pertama, kita perlu pahami dulu apa itu ilmu filsafat dan apa itu ilmu kalam?

Disebutkan dalam kamus Mu’jam Al Wasith, definisi filsafat adalah:

دراسةُ المبادئ الأُولى وتفسير المعرفة تفسيرًا عقليًّا

“Ilmu yang mempelajari prinsip dasar dalam menggunakan akal dan menjelaskan pengetahuan dengan akal” 

Adapun ilmu kalam, dijelaskan dengan ringkas dan padat oleh Syaikh Muhammad bin Shalih Al Utsaimin : 

أن أهل الكلام هم الذين اعتمدوا في إثبات العقيدة على العقل

“Ahlul kalam (orang yang belajar ilmu kalam) adalah orang-orang yang bersandar pada akal dalam menetapkan perkara-perkara akidah” (Fatawa Nurun ‘alad Darbi, rekaman nomor 276).

Ahlul kalam memang menggunakan dalil, namun ketika dalil nampak bertentangan dengan akal menurut mereka, maka akal lebih dikedepankan daripada dalil.

Maka, memang secara definitif ada perbedaan, filsafat itu ilmu cara berpikir secara umum, sedangkan ilmu kalam itu dalam ranah akidah atau ranah agama.

Namun dalam hal ini berlaku umum dan khusus. Dan bisa dari dua sisi pandang:

* Ilmu filsafat sifatnya umum, jika secara khusus digunakan untuk membahas agama, maka jadilah ilmu kalam. 

* Ilmu kalam bersifat umum, jika metode yang digunakan dalam menetapkan masalah akidah adalah metode filsafat, maka ketika itu ilmu filsafat termasuk ilmu kalam.

Oleh karena itu, tidak keliru jika dikatakan ilmu filsafat itu termasuk ilmu kalam atau sebaliknya. 

Kedua, sikap imam Asy Syafi’i terhadap ilmu kalam sangat jelas dan tegas. Beliau berkata kepada ar Rabi’ bin Sulaiman rahimahullah:

لا تشتغل بالكلام فإني اطلعتُ من أهل الكلام على التعطيل

“Janganlah engkau menyibukkan diri dengan ilmu kalam, karena aku telah mengamati ahlul kalam, dan mereka cenderung melakukan ta’thil (menolak sifat-sifat Allah)” (Siyar A’lamin Nubala, 10/28).

Lebih tegas lagi, beliau berkata:

حكمي في أهل الكلام أن يُضربوا بالجريد ويحملوا على الإبل ويطاف بهم في العشائر والقبائل ويُنادى عليهم: هذا جزاء من ترك الكتاب والسنة وأقبل على الكلام

“Sikapku terhadap ahlul kalam adalah menurutku hendaknya mereka dipukul dengan pelepah kurma, kemudian ditaruh di atas unta, lalu diarak keliling kampung dan kabilah-kabilah. Kemudian diserukan kepada orang-orang: inilah akibat bagi orang yang meninggalkan Al Qur’an dan As Sunnah serta mengikuti ilmu kalam” (Siyar A’lamin Nubala, 10/28).

Dan sebagaimana telah kita bahas di poin pertama, maka perkataan beliau ini juga berlaku bagi ilmu filsafat. Sehingga tidak keliru jika dikatakan imam Asy Syafi’i mencela ilmu filsafat.

Ketiga, para ulama mengatakan bahwa adanya ilmu kalam dan adanya ahlul kalam itu karena pengaruh masuknya ilmu filsafat Yunani ke tengah masyarakat Islam dahulu. Sehingga ilmu filsafat ini punya peran besar terhadap munculnya ilmu kalam. Maka, tidak salah sama sekali jika ilmu kalam diidentikkan dengan ilmu filsafat. 

Oleh karena itulah imam Asy Syafi’i sampai berkata : 

مَا جَهِلَ النَّاسُ، وَلاَ اخْتَلَفُوا إلَّا لِتَرْكِهِم لِسَانَ العَرَبِ، وَمِيلِهِمْ إِلَى لِسَانِ أَرْسطَاطَالِيْسَ.

“Tidaklah manusia itu menjadi jahil (dalam masalah agama), kecuali karena mereka meninggalkan bahasa Arab dan lebih condong pada perkataan Aristoteles” (Siyar A’lamin Nubala, 8/268).

Karena ahlul kalam tidak mau meyakini ayat-ayat tentang sifat Allah dengan kaidah bahasa Arab, namun malah memaknainya dengan filsafat Aristoteles sehingga mereka terjerumus dalam ta’thiltahrif dan ta’wil.

Bahkan dalam perkataan ini, sangat jelas sekali imam Asy Syafi’i mencela ilmu filsafat karena kita tahu bersama Aristoteles adalah tokoh filsafat.

Ditambah lagi perkataan-perkataan ulama yang lain yang secara tegas maupun secara isyarat mencela ilmu filsafat yang perkataan-perkataan ini sudah tidak asing lagi bagi orang yang membaca kitab-kitab para ulama. 

Semoga Allah memberi taufik.

***

Penulis: Yulian Purnama

Artikel: Muslim.Or.Id

Kenapa Bunga Pinjaman Haram, Sedang Jual Beli Kredit Boleh?

Para pembaca Bimbinganislam.com yang memiliki akhlaq mulia berikut kami sajikan tanya jawab, serta pembahasan tentang kenapa bunga pinjaman haram, sedang jual beli kredit boleh?
selamat membaca.

الحمد لله والصلاة والسلام على رسول الله وعلى آله وصحبه ومن والاه

Apakah perbedaan antara bunga bank yang diperoleh dari pembiayaan ribawi yang merupakan urat nadi jasa bank konvensional dan laba yang diperoleh dari hasil jual beli kredit yang ia merupakan urat nadi bank syariah?
Kenapa yang satu diharamkan dan yang lain diperbolehkan?

Dari tampak luar kedua transaksi ini seakan tidak ada bedanya antara bank yang memberikan pinjaman 100 juta kemudian debitur membayarnya sebanyak 110 juta sampai akhir pelunasan dan orang yang membeli barang jika secara tunai dengan harga 100 juta, namun jika membelinya tidak tunai/kredit dengan total harga 110 juta.

Seakan dalam dua transaksi tersebut sama-sama ada tambahan nominal sebanyak 10 jt.
jawabannya, antara dua transaksi di atas tidak sama dan terdapat beberapa perbedaan, diantaranya :

Perbedaan Riba dan Jual Beli Kredit

1. Bunga/riba pinjaman berasal dari pembiayaan keuangan, yakni : uang ditukar dengan uang. Sedangkan laba penjualan kredit berasal dari pembiayaan barang, yakni: barang ditukar dengan uang.

2. Pinjaman berbunga dalam transaksi ribawi tidak terdapat di dalamnya perputaran harta, karena uang melahirkan uang.
Sedangkan dalam transaksi jual beli kredit terjadi perputaran harta, dari uang menjadi barang, kemudian kembali menjadi uang, hal ini membuat roda perekonomian berputar dan harta tidak dimonopoli oleh sekelompok kecil orang para pemilik modal.

3. Transaksi pinjam meminjam dengan sistem riba merupakan sebab utama terjadinya problem ekonomi yang meresahkan masyarakat dewasa ini dalam bentuk inflasi, karena pertambahan jumlah uang beredar tidak diikuti dengan pertambahan barang dan jasa.
Berbeda dengan penjualan kredit, dimana jumlah uang yang dikucurkan diiringi dengan pertambahan barang & jasa secara riil.

Beberapa Syarat Sah Jual Beli Kredit

Beberapa syarat sah jual beli kredit :

1. Obyek akad bukan emas, perak dan alat tukar lainnya, tidak boleh menjual emas dengan cara kredit, karena menukar uang dengan emas disyaratkan harus tunai.

2. Barang yang dijual adalah milik penjual saat berlangsungnya akad, maka tidak diperbolehkan melangsungkan akad jual beli kemudian setelah itu baru si penjual membeli barang dan menyerahkannya pada si pembeli.

3. Barang yang dijual pada pembeli telah diterima oleh penjual, tidak boleh bagi penjual menjual barang yang sudah ia beli namun belum diterima.

4. Penjual tidak boleh memberikan syarat pada pembeli bahwa jumlah angsurannya akan bertambah jika terlambat membayar pada waktu yang telah ditentukan, karena hal ini termasuk riba, seperti umpamanya penjual berkata :
“Setiap keterlambatan pembayaran angsuran anda akan dikenakan denda keterlambatan pelunasan angsuran sekian persen.”

5. Tidak diperbolehkan menyita obyek akad jual beli ketika pembeli macet dalam pembayaran angsuran kredit, kenapa?
Karena barang tersebut sejatinya sudah berpindah kepemilikan kepada pembeli, sudah bukan hak bagi penjual lagi, sehingga tidak boleh terjadi penyitaan.

NB: Jika salah satu dari syarat itu dilanggar, maka jual beli kredit menjadi terlarang menurut tinjauan syariat.

Penjual kredit boleh memberikan persyaratan pada pembeli beberapa syarat berikut, untuk melindungi dirinya dari kemungkinan dirugikan, diantaranya :

1. Memberikan syarat pada pembeli untuk menyertakan penjamin (guarantor) yang bersedia membayar angsuran jika yang dijamin tak mampu untuk membayar.

2. Memberikan persyaratan agar pembeli menyertakan barang agunan dan memberikan kuasa kepada penjual untuk menjualnya dan melunasi kewajibannya. Andai pembeli terlambat melunasi angsuran pada penjual, penjual berhak menjualnya serta menutupi angsuran dari hasil penjualan agunan dan sisanya dikembalikan pada pihak pembeli, jika ada sisa dari hasil penjualan barang agunan tersebut.

3. Memberikan persyaratan : andai pembeli mengulur pelunasan angsuran, maka angsuran selanjutnya menjadi tunai.

Disarikan dari sumber : مقدمة في المعاملات المصرفية ,للدكتور يوسف بن عبد الله الشبيلي, ص 49-48
Wallahu a’lam.

Disusun oleh:
Ustadz Setiawan Tugiyono, M.H.I حفظه الله

BIMBINGAN ISLAM

Empat Hal Yang Menawan Hati

Ibnul Qayyim mengatakan:

وَمِمَّا يُسْتَحْسَنُ فِي الْمَرْأَةِ  … قَصْرُ أَرْبَعَةٍ يَدُهَا وَرِجْلُهَا وَلِسَانُهَا وَعَيْنُهَا فَلَا تَبْذُلُ مَا فِي بَيْتِ زَوْجِهَا وَلَا تَخْرُجُ مِنْ بَيْتِهَا وَلَا تَسْتَطِيْلُ بِلِسَانِهَا وَلَا تَطْمَعُ بِعَيْنِهَا 

“Hal yang membuat isteri itu menawan adalah “pendek” dalam empat hal, tangan, kaki, lidah dan mata. Tangan yang “pendek” sehingga tidak menghambur hamburkan harta suami. Kaki yang “pendek” sehingga tidak keluar rumah kecuali ada keperluan. Lisan yang “pendek” sehingga tidak suka mencela. Mata yang “pendek” pandangannya sehingga tidak mudah ingin beli ini dan itu.” (Raudhatul Muhibbin hlm 340-341, Dar Alam al-Fawaid)

Diantara faktor utama pendukung hidup bahagia adalah pasangan hidup yang membahagiakan. 

Berikut ini adalah empat hal yang membuat seorang isteri itu menawan di hati suami sehingga suasana rumah makin kondusif untuk terwujudnya kebahagiaan :

Pertama:

Tangan yang ‘pendek’ sehingga tidak membelanjakan uang nafkah suami untuk hal-hal yang tidak urgen, tidak berinfak dalam nilai yang besar dari harta suami kecuali dengan izin suami dll. Hal ini karena cenderung ‘pelit’ bagi isteri adalah hal yang terpuji. 

Kedua:

Kaki yang ‘pendek’. Itulah isteri yang merasa nyaman betah di rumah dan tidak suka keluar-keluar kecuali jika ada keperluan. Oleh karena itu kondisi rumah lebih terurus dan terawat.

 Ketiga:

Lisan yang ‘pendek’ sehingga jarang mengeluh, menahan lisan dari mencela, komentar-komentar negatif dll terutama ketika sedang ‘kecewa’ dengan suami. Ternyata lisan itu bisa isbal (baca: panjang berlebihan) sebagaimana kain bisa isbal.

 Keempat:

Pandangan mata yang ‘pendek’ sehingga tidak mudah tergiur karena ada model pakaian baru, peralatan rumah baru, tupperware baru dll. Seorang lelaki yang semula sederhana itu sering kali berubah ketika ternyata isterinya adalah wanita yang mudah ingin memiliki ini dan itu, ingin beli ini dan itu

 Hidup akan nyaman jika kita hidup sesuai dengan level kita masing-masing tanpa memaksakan diri.

Semoga penulis dan semua pembaca tulisan ini Allah beri ‘hadiah’ istimewa berupa pasangan hidup yang menyejukkan hati dan mata, kumpul bareng penuh bahagia di dunia dan di surga-Nya. 

Penulis: Ustadz Aris Munandar, S.S., M.P.I.

YUFIDIA

Kiat Praktis Masuk Surga

Yahya bin Mu’adz ar-Razi memberi nasehat, 

مسكين ابن آدم لو خاف من النار كما يخاف من الفقر لدخل الجنة

“Kasihan manusia itu. Andai manusia memiliki rasa takut dengan neraka sebagaimana rasa takutnya dengan kemiskinan niscaya dia akan masuk surga.” (Ar-Risalah al-Qusyairiyyah hlm 65) 

Manusia demikian takut hidup miskin.

Berbagai upaya dilakukan untuk terhindar dari kemiskinan. 

Sebagian orang bahkan menghalalkan segala cara, tidak kenal halal haram yang penting selamat dari kesusahan hidup di dunia. 

Demikian gambaran rasa takut manusia dengan kefakiran. 

Andai kata semangat ’45 untuk terhindar dari kemiskinan itu juga dijumpai untuk terhindar dari neraka.

Dengan semangat berkobar kobar ibadah tanpa kenal lelah akan dilakukan.

Dengan modal semangat semisal ini surga abadi akan mudah didapatkan

Akan tetapi sayang seribu sayang… 

Pada diri banyak orang spirit untuk bebas dari neraka tidak semisal semangat berjuang untuk lepas dari kemiskinan.

Semoga Allah selalu membantu kita untuk sungguh-sungguh beribadah kepada-Nya.

Penulis: Ustadz Aris Munandar, S.S., M.P.I.

YUFIDIA

4 Golongan Manusia yang Tak Mencium Bau Surga

SURGA adalah tempat di akhirat yang dalam Alquran Allah SWT menggambarkan sebagai tempat yang luar biasa indah. Setiap makhluk yang beriman kepada Allah SWT pasti berharap untuk meninggalinya ketika mereka sampai pada kehidupan abadi di akhirat kelak.

Melalui Alquran, Allah SWT telah menjanjikan kenikmatan tiada tara dan tak bisa terjangkau oleh bayangan manusia. Namun untuk menggapai surga itu, ada harga yang harus kita bayar yaitu ibadah dan amal kebajikan. Dan bagi mereka yang tak pernah beribadah, tak akan sampai ia pada surga bahkan mencium bau surga pun ia tak bisa.

“Ada empat golongan manusia. Mereka tak akan dapat bau surga. Padahal bau surga itu dapat dirasa sejarak lima ratus tahun perjalanan lamanya. Merekalah orang-orang yang pelihara kekikiran, orang yang suka menyebut-nyebut pemberian, peminum minuman memabukkan, anak yang pada orangtua ia durhaka.”

Jika seseorang memakai parfum, kita akan mencium bau wanginya bila berada di dekatnya. Apabila agak jauh darinya, bau harum tidak akan tercium. Bila ingin kita menikmati bau harumnya maka kita harus dekat-dekat dengan dirinya. Itu sudah sesuatu yang wajar.

Surga adalah bagaikan seorang wanita yang memakai parfum dengan bau yang sangat harum. Keharuman surga tercium hingga jarak yang sangat jauh. Kita tidak dapat membayangkan berapa jauhnya jika disebutkan lima ratus perjalanan. Kalau manusia tidak mampu mencium bau harumnya surga, seberapa jauh dari surga sebenarnya dia berada.

Mengapa ada manusia yang demikian jauhnya dari surga? Surga seperti juga wanita cantik berbau harum tersebut, tidak mau dekat-dekat dengan mereka yang tidak disukainya. Misalnya, wanita tersebut tidak suka dengan perokok. Maka ia akan berada jauh dari si perokok tersebut. Surga akan menjauh dari orang yang dibencinya. Atau orang yang dibencinya akan dijauhkan Allah SWT dari surga. Siapa saja sebenarnya manusia yang dibenci surga sehingga mereka harus jauh-jauh dari surga yang untuk mencium baunya saja harus berjalan selama lima ratus tahun?

Merekalah orang yang selalu kikir. Tidak punya sifat kedermawanan sama sekali. Kekikirannya dipelihara malah dari waktu ke waktu ditingkatkan.

Juga orang yang tidak ikhlas dalam melakukan pemberian. Ketidakikhlasannya diwujudkan dengan selalu menyebut dan mengungkit-ngungkit pemberian yang telah dia lakukan baik kepada orang lain maupun orang yang diberinya.

Kemudian orang yang hobi minum. Sudah jelas mulut mereka bau, otak mereka kacau dan bicaranya ngelantur. Jangankan surga, wanita di dunia saja akan takut dan menjauh terhadap pemabuk seperti itu.

Terakhir adalah anak yang durhaka kepada orangtuanya. Anak seperti ini memang keterlaluan dan sudah selayaknya dijauhkan dari surga. Anak yang tak tahu balas budi, sudah susah payah dihidupi dan dibesarkan malah mendurhakai. Allah SWT akan marah karena keridhaan-Nya adalah keridhaan orangtua. Anak yang durhaka tidak akan mendapat keridaan Allah SWT. Artinya, tidak akan mendapatkan surganya. Semoga Allah SWT selalu meridai ibadah kita agar kita tidak termasuk dalam keempat golongan ini. []

Sumber: Hikmah dari Langit, Yusuf Mansur & Budi Handrianto, Penerbit: Pena Pundi Aksara/2007

INILAH MOZAIK

Manusia Benar-Benar Unik dan Aneh!

Sering kita sebutkan bahwa Al-Qur’an bukanlah kitab dongeng, tapi tidak bisa dipungkiri bahwa Al-Qur’an banyak sekali mengutip kisah-kisah para Nabi dan umat terdahulu. Tujuannya tak lain adalah agar menjadi pelajaran berharga bagi generasi selanjutnya.

لَقَدۡ كَانَ فِي قَصَصِهِمۡ عِبۡرَةٞ لِّأُوْلِي ٱلۡأَلۡبَٰبِۗ

“Sungguh, pada kisah-kisah mereka itu terdapat pengajaran bagi orang yang mempunyai akal.” (QS.Yusuf:111)

Dan dari berbagai kisah di dalamnya, kita akan menemukan dua tipe manusia yang sangat bertolak belakang.

1. Tipe pertama adalah manusia yang melihat kebenaran sebagai kebenaran dan mengikutinya walau apapun resikonya, bahkan walau nyawa taruhannya.

2. Tipe kedua adalah manusia yang buta, tak mampu melihat kebenaran di depan matanya. Hingga akhirnya ia lebih memilih kebatilan dan menganggapnya sebagai kebaikan.

Simak contoh-contoh di bawah ini :

1. Para penyihir Fir’aun awalnya datang untuk mengalahkan Nabi Musa as dan mengharapkan imbalan besar dari Fir’aun.

فَلَمَّا جَآءَ ٱلسَّحَرَةُ قَالُواْ لِفِرۡعَوۡنَ أَئِنَّ لَنَا لَأَجۡرًا إِن كُنَّا نَحۡنُ ٱلۡغَٰلِبِينَ

Maka ketika para pesihir datang, mereka berkata kepada Fir‘aun, “Apakah kami benar-benar akan mendapat imbalan yang besar jika kami yang menang?” (QS.Asy-Syu’ara:41)

Bahkan mereka berbangga diri dengan kekuasaan dan kebesaran Fir’aun :

فَأَلۡقَوۡاْ حِبَالَهُمۡ وَعِصِيَّهُمۡ وَقَالُواْ بِعِزَّةِ فِرۡعَوۡنَ إِنَّا لَنَحۡنُ ٱلۡغَٰلِبُونَ

Lalu mereka melemparkan tali temali dan tongkat-tongkat mereka seraya berkata, “Demi kekuasaan Fir‘aun, pasti kamilah yang akan menang.” (QS.Asy-Syu’ara:44)

Namun apa yang terjadi selanjutnya ?

Mereka melihat kebenaran di depan mata. Dan tongkat yang di lemparkan Nabi Musa as berubah menjadi ular asli yang memangsa semua ular jadi-jadian mereka.

Seketika mereka pun beriman kepada Nabi Musa as dan tidak menghiraukan semua ancaman Fir’aun yang akan membunuh mereka.

قَالُواْ لَن نُّؤۡثِرَكَ عَلَىٰ مَا جَآءَنَا مِنَ ٱلۡبَيِّنَٰتِ وَٱلَّذِي فَطَرَنَاۖ فَٱقۡضِ مَآ أَنتَ قَاضٍۖ إِنَّمَا تَقۡضِي هَٰذِهِ ٱلۡحَيَوٰةَ ٱلدُّنۡيَآ

Mereka (para pesihir) berkata, “Kami tidak akan memilih (tunduk) kepadamu atas bukti-bukti nyata (mukjizat), yang telah datang kepada kami dan atas (Allah) yang telah menciptakan kami. Maka putuskanlah yang hendak engkau putuskan. Sesungguhnya engkau hanya dapat memutuskan pada kehidupan di dunia ini.” (QS.Tha-Ha:72)

2. Sementara di sisi lain ada sekelompok Bani Israil yang telah melihat berbagai mukjizat Nabi Musa as dan telah beriman kepadanya. Bahkan mereka ikut menyeberangi lautan yang terbelah bersama Nabi Musa as.

Namun apa yang terjadi selanjutnya?

Setelah mereka melihat kebenaran begitu jelas di depan mata, mereka malah meminta Nabi Musa as untuk “mendatangkan” Tuhan selain Allah.

وَجَٰوَزۡنَا بِبَنِيٓ إِسۡرَٰٓءِيلَ ٱلۡبَحۡرَ فَأَتَوۡاْ عَلَىٰ قَوۡمٖ يَعۡكُفُونَ عَلَىٰٓ أَصۡنَامٖ لَّهُمۡۚ قَالُواْ يَٰمُوسَى ٱجۡعَل لَّنَآ إِلَٰهٗا كَمَا لَهُمۡ ءَالِهَةٞۚ قَالَ إِنَّكُمۡ قَوۡمٞ تَجۡهَلُونَ

Dan Kami selamatkan Bani Israil menyeberangi laut itu (bagian utara dari Laut Merah). Ketika mereka sampai kepada suatu kaum yang tetap menyembah berhala, mereka (Bani Israil) berkata, “Wahai Musa! Buatlah untuk kami sebuah tuhan (berhala) sebagaimana mereka mempunyai beberapa tuhan (berhala).” (Musa) menjawab, “Sungguh, kamu orang-orang yang bodoh.” (QS.Al-A’raf:138)

Dan pada akhirnya mereka malah menyembah patung anak sapi.

۞وَلَقَدۡ جَآءَكُم مُّوسَىٰ بِٱلۡبَيِّنَٰتِ ثُمَّ ٱتَّخَذۡتُمُ ٱلۡعِجۡلَ مِنۢ بَعۡدِهِۦ وَأَنتُمۡ ظَٰلِمُونَ

“Dan sungguh, Musa telah datang kepadamu dengan bukti-bukti kebenaran, kemudian kamu mengambil (patung) anak sapi (sebagai sesembahan) setelah (kepergian)nya, dan kamu (menjadi) orang-orang zhalim.” (QS.Al-Baqarah:92)

Subhanallah ! Manusia benar-benar unik. Satu sisi ada yang memilih kebenaran walau sebesar apapun resikonya dan satu sisi ada yang memilih kebodohan walau kebenaran telah jelas di depan mata.

Al-Qur’an pun telah menceritakan bagaimana seorang ayah mengajak anaknya menuju kehidupan tapi sang anak menolak, seperti kisah putra Nabi Nuh as.

Dan di sisi lain ada seorang ayah yang akan menyembelih anaknya dan sang anak malah menerimanya dengan gembira, seperti kisah Ismail as.

قَالَ يَٰٓأَبَتِ ٱفۡعَلۡ مَا تُؤۡمَرُۖ سَتَجِدُنِيٓ إِن شَآءَ ٱللَّهُ مِنَ ٱلصَّٰبِرِينَ

Dia (Ismail) menjawab, “Wahai ayahku! Lakukanlah apa yang diperintahkan (Allah) kepadamu; insya Allah engkau akan mendapatiku termasuk orang yang sabar.” (QS.Ash-Shaffat:102)

Semoga Bermanfaat…

KHAZANAH ALQURAN

Memaafkan Tak Mudah, Tapi Mengapa Sangat Dianjurkan?

Islam mengajarkan umatnya untuk saling memaafkan kesalahan

Memaafkan merupakan bagian dari akhlak mulia yang diajarkan Rasulullah SAW kepada umatnya.  

Abdullah al-Jadali berkata, ”Aku bertanya kepada Aisyah RA tentang akhlak Rasulullah SAW, lalu ia menjawab, ‘Beliau bukanlah orang yang keji (dalam perkataan ataupun perbuatan), suka kekejian, suka berteriak di pasar-pasar atau membalas kejahatan dengan kejahatan, melainkan orang yang suka memaafkan.” (HR Tirmidzi).

Umat Islam diperintahkan untuk memaafkan kesalahan orang lain kepadanya. Rasulullah SAW  bersabda: 

َنْ أَبِي إِسْحَقَ قَال سَمِعْتُ أَبَا عَبْدِ اللَّهِ الْجَدَلِيَّ يَقُولُ سَأَلْتُ عَائِشَةَ عَنْ خُلُقِ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَتْ لَمْ يَكُنْ فَاحِشًا وَلَا مُتَفَحِّشًا وَلَا صَخَّابًا فِي الْأَسْوَاقِ وَلَا يَجْزِي بِالسَّيِّئَةِ السَّيِّئَةَ وَلَكِنْ يَعْفُو وَيَصْفَحُ

”Orang yang hebat bukanlah orang yang menang dalam pergulatan. Sesungguhnya orang yang hebat adalah orang yang (mampu) mengendalikan nafsunya ketika marah.  Memaafkan  dan mengampuni juga merupakan perbuatan yang diperintahkan Sang Khalik kepada umatnya. Dalam surat al-A’raaf ayat 199, Allah SWT berfirman:  

خُذِ الْعَفْوَ وَأْمُرْ بِالْعُرْفِ وَأَعْرِضْ عَنِ الْجَاهِلِينَ

”Jadilah engkau pemaaf dan suruhlah orang mengerjakan yang makruf serta berpalinglah dari orang-orang yang bodoh.”  

Pada surat al-Hijr ayat 85, Allah SWT kembali berfirman: 

فَاصْفَحِ الصَّفْحَ الْجَمِيلَ  ”Maka maafkanlah (mereka) dengan cara yang baik.”

Allah SWT memerintahkan Nabi Muhammad SAW untuk memaafkan orang-orang musyrik atas tindakan mereka menyakiti dan mendustakan beliau.  Sebab, Allah SWT sangat menyukai hamba-Nya yang berbuat kebajikan dan memaafkan. 

وَلَمَنْ صَبَرَ وَغَفَرَ إِنَّ ذَٰلِكَ لَمِنْ عَزْمِ الْأُمُورِ

”Tetapi orang yang bersabar dan memaafkan sesungguhnya (perbuatan) yang demikian itu termasuk hal-hal yang diutamakan.” (QS: asy-Syuura; 43).

Menurut Syekh Mahmud al-Mishri dalam kitab Mausu’ah min Akhlaqir-Rasul, memaafkan adalah pintu terbesar menuju terciptanya rasa saling mencintai di antara sesama manusia. ”Jika orang lain mencerca kita, sebaiknya kita membalasnya dengan memberi maaf dan perkataan yang baik,” ungkap Syekh al-Mishri.

Begitu juga ketika seorang berbuat jahat kepada kita, papar Syekh al-Mishri, seharusnya kita membalas dengan berbuat baik kepadanya.  Menurut dia, Allah SWT akan selalu memberikan pertolongan kepada kita selama memiliki sifat memaafkan dan kebaikan. Memaafkan adalah ciri orang-orang yang baik.

Allah SWT berfirman dalam surat  asy-Syuraa ayat 40: 

وَجَزَاءُ سَيِّئَةٍ سَيِّئَةٌ مِثْلُهَا ۖ فَمَنْ عَفَا وَأَصْلَحَ فَأَجْرُهُ عَلَى اللَّهِ

”Dan balasan suatu kejahatan adalah kejahatan yang setimpal, tetapi barang siapa memaafkan dan berbuat baik (kepada orang yang berbuat jahat) maka pahalanya dari Allah…”   

KHAZANAH REPUBLIKA

Larangan Krisis Akhlak karena Ekonomi, Ini Penjelasan Agama

Akhlak merupakan ajaran vital dan inti dalam Islam.

Akhlak merupakan ajaran vital dan inti dalam Islam. Bahkan Allah menurunkan Rasulullah SAW ke bumi dengan misi untuk menyempurnakan akhlak; li utamimma makarimal-akhlak. Sehingga dalam kondisi seperti krisis ekonomi pun, umat Islam jangan sampai mengarah pada krisis akhlak.

Ibrahim Anis dalam Mu’jam Al-Wasith menjelaskan akhlak dengan redaksi: “Halun li-nafsi raasikhatun tashduru anhal-a’malu min khairin aw syarrin min ghairi haajatin ila fikrin wa ru’yatin,”. Yang artinya: “(akhlak) merupakan sifat yang tertanam di dalam jiwa, yang dengannya lahirlah macam-macam perbuatan. Baik atau buruk, tanpa membutuhkan pemikiran dan pertimbangan.”

Artinya, jika sudah tertanam dalam sanubari seseorang tentang akhlak, kondisi krisis apa pun yang menderanya niscaya akan dilalaui dengan tidak menanggalkan akhlaknya. Sebab, akhlak itu sendiri disebut ‘shifatul insanil-adabiyyah’, yakni sifat-sifat manusia yang terdidik.

Terdidik dan ditempa untuk tetap dapat berlaku baik dengan cobaan apa pun yang dihadapi. Rasulullah sendiri tidak diutus ke bumi hanya untuk menjadikan seorang hamba pintar atau terhormat saja, tapi untuk menyempurnakan akhlak.

Rasulullah bersabda: “Innama buitstu li-utamimma makarimal-akhlak,”. Yang artinya: “Bahwasannya aku (Muhammad) diutus Allah untuk menyempurnakan keluhuran budi pekerti (akhlak),”.

KHAZANAH REPUBLIKA

Bolehkah Wanita Memakai Parfum?

Terdapat hadits yang mencela wanita memakai parfum. Bagaimana memahami hadits ini? Dan bagaimana sebenarnya hukum menggunakan parfum bagi wanita?

Hadits larangan menggunakan parfum bagi wanita

Dari Abu Musa Al Asy’ari radhiallahu’anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

أيُّما امرأةٍ استعطرتْ ثُمَّ خَرَجَتْ ، فمرَّتْ علَى قومٍ ليجِدُوا ريَحها فهِيَ زانيةٌ ، وكُلُّ عينٍ زانيةٌ

“Wanita mana saja yang memakai wewangian lalu ia keluar dan melewati para lelaki sehingga tercium sebagian dari wanginya tersebut, maka ia adalah seorang pezina. Dan setiap mata yang melihatnya juga pezina” (HR. Abu Daud no. 4173, At Tirmidzi no.2786, dihasankan oleh Al Albani dalam Shahih Al Jami’ no. 2701).

Para ulama menjelaskan, perkataan فهِيَ زانيةٌ “maka ia adalah seorang pezina”, maksudnya ia menyebabkan terjadinya zina, baik zina mata maupun zina yang sebenarnya. Sedangkan perkataan وكُلُّ عينٍ زانيةٌ “setiap mata yang melihatnya juga pezina”, maksudnya zina mata (Syarah Hadits Mausu’ah Durarus Saniyyah, no.6155).

Hadits ini menunjukkan haramnya wanita memakai parfum sehingga tercium wanginya oleh lelaki non mahram. Digunakannya lafadz فهِيَ زانيةٌ “maka ia adalah seorang pezina”, menunjukkan perbuatan ini sangat tercela dan merupakan kerusakan yang besar.

Demikian juga yang dipahami oleh para sahabat Nabi. Dari Yahya bin Ju’dah, ia mengatakan:

أن عمر بن الخطاب خرجت امرأة في عهده متطيبة , فوجد ريحها فعلاها بالدرة , ثم قال : تخرجن متطيبات فيجد الرجال ريحكن , وإنما قلوب الرجال عند أنوفهم , اخرجن تفلات

“Ada seorang wanita keluar rumah dengan memakai wewangian di masa khalifah Umar bin Khathab. Lalu wanginya tersebut tercium oleh Umar bin Khathab. Maka Umar pun memukulnya dengan tongkat. Umar berkata: kalian keluar rumah menggunakan wewangian sehingga para lelaki bisa menciumnya? Sesungguhnya hati para lelaki terfitnah dengan wangi kalian. Keluarlah dalam keadaan tanpa berdandan dan tanpa wewangian” (HR. Abdurrazzaq dalam Al Mushannaf, 4/370).

Maka tidak boleh wanita keluar memakai wewangian dalam bentuk apapun sehingga membuat lelaki bisa tertarik dan tergoda. Baik dia sudah bersuami apalagi belum. Baik dia berjilbab apalagi tidak berjilbab. Baik dia sudah tua apalagi masih muda.

Parfum yang dibolehkan bagi wanita

Namun boleh wanita keluar menggunakan parfum sekedar untuk menghilangkan bau, selama tidak sampai menimbulkan wangi. Dari Anas bin Malik radhiallahu’anhu, Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda:

أتى النَّبيَّ – صلَّى اللَّه عليهِ وعلَى آلِهِ وسلَّمَ – قومٌ يبايعونَهُ وفيهم رجلٌ من يدِهِ أثرُ خَلوقٍ فلَم يزل يبايعُهُم ويؤخِّرُهُ ، ثمَّ قالَ : إنَّ طيبَ الرِّجالِ ما ظَهَرَ ريحُهُ وخفِيَ لونُهُ وطيبُ النِّساءِ ما ظَهَرَ لونُهُ وخفيَ ريحُهُ

“Sekelompok orang datang kepada Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam untuk berbai’at. Namun di antara mereka ada seorang lelaki yang di tangannya ada bercak warna minyak wangi. Maka Nabi pun tidak segera membai’atnya dan mengakhirkannya. Beliau bersabda: Parfum lelaki itu yang tercium wanginya namun tidak nampak warnanya. Sedangkan parfum wanita itu yang nampak warnanya namun tidak tercium wanginya” (HR. Al Bazzar no. 6486, dishahihkan Syaikh Muqbil dalam Ash Shahih Al Musnad no. 102).

Syaikh Abdullah bin Jibrin rahimahullah menjelaskan:

للمرأة أن تتطيب في غير بيتها بما ظهر لونه وخفي ريحه كالورد والياسمين

“Boleh bagi wanita untuk menggunakan parfum di luar rumahnya dengan parfum yang nampak warnanya namun samar wanginya, seperti warad dan yasmin” (Syarah Syifa’ul Alil, 6/48).

Dan seorang wanita juga boleh menggunakan parfum di rumahnya, di depan suami dan juga para mahramnya selama tidak menimbulkan fitnah. Bahkan menggunakan parfum di depan suami termasuk perkara yang dianjurkan dalam syariat. Karena itu adalah perkara yang membuat suami senang. Dan salah satu ciri wanita shalihah, disebutkan oleh Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam:

خيرُ نسائِكم من إذا نظر إليها زوجُها سرَّتْه

“Sebaik-baik istri kalian adalah jika jika suaminya memandangnya, si istri membuat suaminya senang” (HR. Ibnu Majah no.1857. Dishahihkan Al Iraqi dalam Takhrij Al Ihya’, 2/51).

Kesimpulan

Dari uraian di atas, kesimpulannya, wanita boleh memakai parfum jika :

  1. Hanya di dalam rumah, dan tidak ada lelaki non mahram
  2. Di luar rumah, namun hanya melewati pada wanita
  3. Di luar rumah, namun tidak wangi hanya menghilangkan bau badan

Dan tidak boleh memakai parfum jika :

  1. Di luar rumah, dan melewati para lelaki non mahram
  2. Di dalam rumah, namun ada lelaki non mahram 

Semoga bermanfaat, wabillahi at taufik was sadaad.

Penulis: Yulian Purnama

Artikel: Muslim.or.id