Hukum Suami Memakai Uang Istri

Dalam Islam, suami yang memiliki tanggung jawab dan kewajiban menafkahi dan memenuhi kebutuhan istri. Sementara istri hanya berkewajiban taat pada suami. Namun dalam realitasnya, banyak istri yang bekerja untuk membantu suami dan keluarga, sehingga tidak jarang suami memakai uang istri. Sebenarnya, bagaimana hukum suami memakai uang istri?

Menurut para ulama, uang atau harta istri adalah penuh milik pribadinya. Karena itu, suami tidak boleh memakai atau memanfaatkan uang atau harta istrinya kecuali dengan seizin dan keridaan istrinya. Jika istrinya mengizinkan, maka suami boleh memakainya. Namun jika tidak mengizinkan, maka suami tidak boleh memakainya.

Hal ini disebutkan oleh Imam Abu Zahrah dalam kitab Ushulul Fiqih berikut;

وأعطى الإسلام المرأة حقوقها كاملة وجعل ماليتها في الأسرة مفصولة عن مالية الزوج

Islam memberikan hak-hak perempuan secara sempurna. Islam menjadikan harta perempuan otonom secara kepemilikan dari harta suami dalam struktur keluarga.

Meski uang atau harta istri adalah penuh milik pribadinya dan suami tidak boleh memakai kecuali mendapat izin darinya, namun Islam sangat menganjurkan agar istri membantu suami dan keluarganya jika mereka sedang membutuhkan bantuan. Bahkan suami termasuk orang yang paling berhak mendapat bantuan pertama kali oleh istri. Bila sudah berkecupan, suami wajib mengganti uang istri yang dipinjamnya.

Ini sebagaimana disebutkan dalam hadis riwayat Imam Al-Bukhari, dari Abu Sa’id, dia berkata;

جَاءَتْ زَيْنَبُ امْرَأَةُ ابْنِ مَسْعُودٍ تَسْتَأْذِنُ عَلَيْهِ فَقِيلَ يَا رَسُولَ اللَّهِ هَذِهِ زَيْنَبُ فَقَالَ أَيُّ الزَّيَانِبِ فَقِيلَ امْرَأَةُ ابْنِ مَسْعُودٍ قَالَ نَعَمْ ائْذَنُوا لَهَا فَأُذِنَ لَهَا قَالَتْ يَا نَبِيَّ اللَّهِ إِنَّكَ أَمَرْتَ الْيَوْمَ بِالصَّدَقَةِ وَكَانَ عِنْدِي حُلِيٌّ لِي فَأَرَدْتُ أَنْ أَتَصَدَّقَ بِهِ فَزَعَمَ ابْنُ مَسْعُودٍ أَنَّهُ وَوَلَدَهُ أَحَقُّ مَنْ تَصَدَّقْتُ بِهِ عَلَيْهِمْ فَقَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ صَدَقَ ابْنُ مَسْعُودٍ زَوْجُكِ وَوَلَدُكِ أَحَقُّ مَنْ تَصَدَّقْتِ بِهِ عَلَيْهِمْ

Zainab, istri Ibnu Mas’ud, datang meminta izin untuk bertemu Rasulullah. Ada yang memberitahu; Wahai Rasulullah, ini adalah Zainab. Beliau bertanya; Zainab yang mana? Maka ada yang menjawab; istri Ibnu Mas’ud.

Beliau menjawab; Baiklah, izinkanlah dirinya. Maka kemudian Zainab berkata; Wahai, Nabiyullah, hari ini engkau memerintahkan untuk bersedekah. Sedangkan aku mempunyai perhiasan dan ingin bersedekah. Namun Ibnu Mas’ud mengatakan bahwa dirinya dan anaknya lebih berhak menerima sedekahku. Lalu Nabi Saw menjawab; Ibnu Mas’ud berkata benar. Suami dan anakmu lebih berhak menerima sedekahmu.

BINCANG SYARIAH

Apakah Allah Mengampuni Muslim karena Makan Daging Babi?

Ada situasi tertentu dimana Muslim dibolehkan memakan daging babi.

Mengonsumsi babi dalam Islam hukumnya haram. Namun, bagaimana jika situasi membuat kita untuk mengonsumsi babi, apakah Allah akan mengampuni?

Seorang anomin berusia 13 tahun bertanya di laman About Islam. “Umurku 13 tahun, jadi aku jelas masih tinggal dengan orang tuaku dan mereka beragama Kristen. Aku baru saja masuk Islam, tapi keluargaku mnegonsumsi daging babi. Aku harus makan atau aku akan kelaparan. Akankah Allah mengampuni aku karena makan babi?” ujarnya.

Salah seorang penulis About Islam, Leah Mallery menanggapi pertanyaan tersebut. Pertama, perlu diketahui, makan makanan haram diperbolehkan jika dalam keadaan mengerikan atau jika kesehatan terancam bahaya.

“Tidak ada dosa dalam tindakan ini. Islam adalah keyakinan yang logis dan kami tidak percaya Tuhan meminta seseorang membuang nyawanya demi sepotong daging,” kata Mallery.

Namun, jika situasinya seperti yang digambarkan anonim, Mallery menyarankannya untuk mulai belajar memasak. Sebab, kemampuan memasak penting dalam hidup, terlepas apakah keluarga mengonsumsi daging babi atau tidak.

Usia 13 tahun juga merupakan waktu yang tepat untuk mulai belajar masak. Tidak hanya memiliki kemampuan memasak yang didapat, tapi juga bisa mengontrol menu.

“Anda juga dapat meminta agar orang tua Anda membeli lebih banyak ayam dan daging sapi atau bahkan mencoba menjadi vegetarian sekali atau dua kali dalam sepekan,” ujar dia.

Mallery mengatakan karena sang anonim masih di bawah umur, perlu dipastikan bagaimana situasi keluarganya. Jika memang terjalin baik, bisa mengikuti saran di atas. Namun, jika keluarga belum mengetahui dia mualaf, perlu mengikuti saran lain. Banyak mualaf terutama yang masih muda merahasiakan identitasnya sebagai Muslim.

“Jika Anda merasa berada dalam situasi yang rentan, tidak apa-apa untuk menyembunyikan iman Anda! Beribadahlah sebaik mungkin secara rahasia. Saya berdoa semoga Anda tidak berada dalam situasi seperti ini,” ucap dia.

Mallery menyebut ada sejumlah kasus tentang mualaf yang dipaksa makan daging babi karena jika mereka menolak, keluarga akan curiga terhadap mereka. Terpenting, perlu diketahui, Allah adalah rahman dan rahim. Hampir setiap ayat dalam Alquran dimulai dengan bismillah ar-rahman ar-raheem atau atas nama Allah Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang.

Nama Allah lainnya adalah Al-Ghaffur atau Yang Maha Pengampun. Alquran berbicara secara ekstensif tentang rahmat Allah dan cinta pengampunan-Nya. Dalam sebuah hadits yang diklasifikasikan sebagai hasan, Abu Sa’id al-Khudri melaporkan, Rasulullah SAW berkata, “Setan berkata: Demi kehormatanmu, ya Tuhan, aku akan terus menyesatkan anak-anak Adam selama jiwa mereka ada di tubuh mereka. Tuhan berkata: Dengan kehormatan dan keagungan saya, saya akan terus mengampuni mereka selama mereka mencari pengampunan saya.”

“Jadi ketahuilah, selama ada keinginan di dalam hatimu untuk meminta ampun, maka Allah akan mengampunimu,” kata dia. 

https://aboutislam.net/counseling/ask-about-islam/will-allah-forgive-me-for-eating-swine/

KHAZANAH REPUBLIKA

Shamsi Ali: Salah Satu Musibah Bagi Umat, Meninggalnya Ulama

Jika satu ulama wafat, maka terjadi sebuah lubang dalam Islam.

Umat Islam akhir-akhir ini banyak dirundung duka, dengan ragam cobaan dan musibah. Satu diantara cobaan itu adalah wafatnya beberapa Ulama mu’tamad (ulama rujukan umat) yang setiap saat hadir sebagai lentera di tengah kegelapan yang menyelimuti kehidupan dunia saat ini.

Imam di Kota New York sekaligus Presiden Nusantara Foundation, Imam Shamsi Ali, menyatakan, salah satu di antara ulama yang telah mendahului umat adalah Syeikh Ali Saleh Jaber. Beliau, kata dia, seorang ulama yang ilmuan, saleh, mukhlis, dan insya Allah muhsin. Ulama yang selalu hadir dengan kesejukan dan penampilan moderasi sebagai jembatan pemersatu bagi seluruh elemen Umat dan bangsa.

Terdapat sebuah hadits yang tidak terlalu populer di kalangan sementara umat Muslim berbunyi: “Mautul-aalimi mushibatun laa tujbaru wa tsulmatun laa tusaddu, wa najmun thumisa mautu gabilatin aysaru min mauti aalimin,”. Yang artinya: “Kematian seorang alim itu adalah musibah yang tak tergantikan, lobang yang dapat ditambal. Wafatnya seorang alim bagaikan bintang yang padam. Bahkan meninggalnya satu suku (kampung) itu lebih ringan dari pada meninggalnya seorang ulama,”. Hadits ini diriwayatkan At-Thobarani.

Syeikh Ali Jaber, menurutnya, meninggalkan tidak saja ilmu. Tapi yang lebih penting lagi adalah ketauladanan dalam mempertahankan keimanan dan keilmuan dalam bingkai akhlakul karimah. Bahwa seberat dan sepelik apa pun tantangan yang dihadapi, seorang Mukmin tidak bokeh lepas kendali karakter moral seperti yang diajarkan secara prinsip oleh baginda Rasulullah SAW.

“Saya tidak akan berbicara banyak tentang Syeikh Ali. Beliau sedang tersenyum menghadap Rabbnya. Beliau sedang bersenandung dalam keindahan ridho Ilahi,” kata Imam Shami Ali dalam siaran pers yang diterima Republika.co.id, Jumat (15/1).

Hal itu sebagaimana firman Allah SWT dalam Alquran Surah Al-Fajr ayat 27-30: “Yaa ayyatuhannafsul-muthmainnah. Isrji’iy ila Rabbiki raadhiyan mardhiyyah. Fadkhulii fiy ibadi. Wadkhuli jannatiy,”. Yang artinya: “Wahai jiwa yang tenang kembalilah kepada Rabbmu dalam keadaan ridho dan diridhoi. Masuklah ke dalam golongan hambaKu dan masuklah Ke dalam syurgaKu”.

“Saya hanya ingin mengajak kita semua untuk menangis, merasakan kesedihan yang dalam atas meninggalnya para ulama kita. Cinta kita kepada para ulama bukan cinta biasa. Tapi cinta sebagai bukti kecintaan kita kepada ilmu. Dan cinta kepada ilmu adalah cinta kepada kebenaran (Al-Haq),” ungkapnya.

Dalam sebuah hadits Rasulullah menegaskan: “barangsiapa yang tidak merasa sedih dengan kematian ulama maka dia adalah munafik” (diriwayatkan oleh Imam Suyuuthi). Dalam hadits selanjutnya, Imam Al-Baihaqi menyebutkan: “kematian seorang Ulama itu lebih disukai oleh Iblis dari pada kematian 70 ahli ibadah”.

Jika Iblis la’natullah senang dengan kematian ulama, lalu bagaimana mereka yang mematikan ulama? Maksudnya, mungkin saja tidak mematikan secara fisik, tapi mematikan segala langkah dan juang para ulama dalam menebar ilmu dan kebaikan.

“Iblis dan konco-konconya sangat wajar untuk bersenang dengan meninggalnya Ulama. Karena memang ulama memiliki posisi yang sangat tinggi. Selain derajatnya ditinggikan, seperti yang disebutkan dalam Alquran,” ujarnya.

Allah berfirman dalam Alquran Surah Al-Mujadalah ayat 11: “Yarfai’llahulladzina aamanu minkum walladzina utul-ilma darajaatin,”. Yang artinya: “Allah mengangkat orang-orang yang beriman dan berilmu dengan beberapa derajat,”.

Kedudukan para ulama itulah yang menjadikan seluruh makhluk-makhluk Allah, bahkan semut-semut dalam lubangnya, bahkan ikan-ikan kecil dalam air (al-hiitaan fil maa) mendoakan mereka semuanya.

Sunggguh meninggalnya para ulama memang musibah besar bagi Umat ini. Karena meninggalnya mereka adalah pertanda tercabutnya keilmuan dari Umat ini. Rasulullah bersabda: “Ambillah ilmu itu sebelum menghilang. Para sahabat bertanya: Bagaimana Ilmu menghilang ya Rasulullah? Beliau menjawab: Sesungguhnya hilangnya ilmu ketika para pembawanya pergi/meninggal” (At-Thabarani).

Dengan meninggalnya Syeikh Ali Jaber dan ulama lainnya, kata dia, hal itu juga membangun keyakinan bahwa umat pastinya lebih tertantang lagi. Tapi umat dengan iman pastinya juga bakal optimistis jika di balik kesulitan itu ada kemudahan. Dan di balik tantangan itu pasti ada peluang.

Dan karenanya, sebagaimana yang pernah disampaikan oleh Imam Al-Ghazali dalam Ihya Ulumuddin: إذاماتالعالم ثلم في الإسلام ثلمة لايسدها الا خلف منه (jika satu ulama wafat, maka terjadi sebuah lubang dalam Islam yang tidak dapat ditambal kecuali oleh generasi penerusnya).

“Semoga kita semua dapat menjadi generasi penerus para ulama kita. Generasi yang punya komitmen untuk meneruskan keilmuan, keikhlasan dan karya/amal para waratsatul ambiya (pewaris para nabi) itu,” ujarnya.

KHAZANAH REPUBLIKA

Ayat Pembuka Surat Alquran yang Misterius Menurut Barat

Terdapat ayat-ayat pembuka surat yang disebut misterius menurut Barat.

Di kalangan peneliti Barat, keberadaan ayat-ayat fawatih al-suwar (pembuka-pembuka surat) atau awail al-suwar (permulaan surat) atau al-huruf al-muqatta’ (huruf-huruf terpotong atau terpisah) ini disebut dengan nama ‘huruf-huruf misterius’. 

Kemisteriusannya terlihat dari makna ayatnya yang tidak mudah untuk diterjemahkan atau ditafsirkan. Karena itu, keberadaan ayat-ayat pembuka surat itu merupakan pembeda dan keistimewaan Alquran dengan kitab suci lainnya. 

Imam al-Suyuti, pengarang kitab Al-Itqan fi ‘Ulum al-Qur’an, menyatakan, “Menurut Ibnu Abbas RA, huruf-huruf pembuka surat itu merupakan singkatan dari nama-nama Allah SWT (asma’ al-husna).” 

Misalnya, alif lam mim adalah singkatan dari Allah Lathif Majid. Kemudian, alif lam mim ra adalah singkatan dari Ana Allahu A’lam wa Ara. Lalu, alif lam mim shad adalah Allah, al-Rahman, al-Shamad. 

Sedangkan, ha mim singkatan dari Al-Rahman. Alif lam ra adalah Al-Rahman Al-Rahim, ha mim ain sin qaf adalah Al-Rahman Al-Alim, Al-Quddus Al-Qahir. Tha sin mim adalah Dzuu Al-Thawl dan kaf ha ya ain shad adalah Kafi, Hadi, Amin, Aziz, Shadiq. Adapun huruf nun adalah Nur, huruf qaf berarti Qadir atau Qahir, dan shad adalah shadaqallah. Sedangkan, yaa sin dimaknai dengan Ya Sayyid al-Mursalin.

Beberapa pendapat lain menyatakan, keberadaan huruf-huruf tersebut merujuk pada nama-nama nabi (misalnya, Thaha, Haa mim, dan Yaa sin), nama gunung (Kaf ha ya ain sin qaf). 

Selain itu, ada pula yang berpendapat, keberadaan huruf-huruf pembuka ini sebagai media untuk membangkitkan perhatian Nabi kepada wahyu Ilahi yang akan disampaikan Jibril untuk membuat orang-orang terpesona yang mendengarnya serta menjadi pemisah antara yang satu dan yang lain.

Namun, dari semua pendapat yang beredar, penafsiran yang paling dianggap mewakili dan sedikitnya bisa diterima kalangan umat Islam, dalam beberapa terjemahan Alquran, diartikan bahwa huruf-huruf tersebut masuk dalam kategori ayat-ayat mutasyabihat yang memiliki makna “hanya Allah yang tahu”. 

KHAZANAH REPUBLIKA

Apakah Sekedar Membaca Al-Qur’an Memiliki Pengaruh Kepada Pembacanya?

Pertanyaan yang mungkin sering muncul dalam benak kita adalah apakah membaca Al-Qur’an tanpa mengetahui arti dan maknanya memiliki pengaruh yang positif kepada pembacanya?

Sebelumnya kita harus pahami terlebih dahulu bahwa Al-Qur’an bukanlah ucapan manusia, yang tidak akan memberi manfaat apa-apa bila tidak diketahui maknanya. Al-Qur’an adalah cahaya Ilahi, yang membacanya memiliki nilai ibadah tersendiri walau si pembaca tidak mengetahui maknanya sama sekali. Karena itu dalam berbagai riwayat dan hadist disebutkan besarnya pahala orang-orang yang membaca Al-Qur’an.

Kemudian jika sudah jelas pengaruh dan pentingnya membaca Al-Qur’an, kita harus naik ke level yang lebih tinggi yaitu sebuah kesadaran bahwa Allah Swt hendak berbincang dengan hamba-Nya melalui Al-Qur’an. Karenanya dalam setiap hendak membaca Al-Qur’an kita harus mempersiapkan diri dengan kesucian dhohir dan batin sehingga kita akan semakin terikat dengan Al-Qur’an dan tidak mau jauh darinya. Tidak boleh ada sehari pun terlewatkan tanpa kita membaca Al-Qur’an, walau hanya 50 ayat.

Allah Swt menjadikan Rasulullah Saw berada dibawah “perlindungan-Nya” secara langsung. Allah Swt berfirman :

إِنَّ وَلِـِّۧيَ ٱللَّهُ ٱلَّذِي نَزَّلَ ٱلۡكِتَٰبَۖ وَهُوَ يَتَوَلَّى ٱلصَّٰلِحِينَ

“Sesungguhnya pelindungku adalah Allah yang telah menurunkan Kitab (Al-Qur’an). Dia melindungi orang-orang shalih.” (QS.Al-A’raf:196)

Ayat yang mulia ini mengandung beberapa makna yang perlu kita renungkan.

1. Bahwa Allah Swt adalah Pelindung Rasulullah Saw.
2. Pelindung Rasulullah Saw adalah Dia yang menurunkan Al-Qur’an kepada Rasul Saw.
3. Bahwa Allah Swt juga Pelindung bagi orang-orang sholeh.

Sehingga kesimpulan yang bisa kita dapatkan adalah apabila kita ingin mendapatkan perlindungan Allah maka jalan satu-satunya adalah menjadi orang yang sholeh. Bila kita jauh dari itu maka tentu kita akan jauh pula dari perlindungan Allah Swt.

Nah, cara terbaik untuk menuju keshalehan adalah kedekatan dengan Al-Qur’an. Itulah mengapa dalam ayat tersebur disebutkan bahwa pelindung Rasulullah Saw adalah “Dia Yang Menurunkan Al-Qur’an”. Maka hal ini memberikan isyarat bahwa siapa yang hidupnya dekat dengan Al-Qur’an dan selalu mengikuti Al-Qur’an maka ia akan menjadi orang yang sholeh.

Dan jika Allah ingin melindungi seorang hamba maka pasti ia perlindungan-Nya tidak akan jauh dari Al-Qur’an. Maka jangan pernah lepas dari Al-Qur’an walaupun engkau tidak mengerti maknanya.

فَٱقۡرَءُواْ مَا تَيَسَّرَ مِنَ ٱلۡقُرۡءَانِۚ

“Karena itu bacalah apa yang mudah (bagimu) dari Al-Qur’an.” (QS.Al-Muzzammil:20)

Semoga bermanfaat…

KHAZANAH ALQURAN

Wahai Suami, Segeralah Pulang ke Rumah

Apabila seseorang pergi safar ke luar, hendaknya dia segera pulang ke rumah apabila segala urusannya telah selesai. Agar istri dan keluarga di rumah tidak lama menunggu. Istri juga butuh dengan suami dan anak-anak juga butuh dengan bapaknya. Hendaknya hal ini menjadi perhatian para suami dan ayah, karena terkadang ada oknum yang sering safar dan keluar rumah mencari kebahagiaan sendiri tanpa memperhatikan anak dan istrinya.

Terdapat hadits yang menjelaskan hal ini, di mana Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

فَإذَا قَضَى أحَدُكُمْ نَهْمَتَهُ مِنْ سَفَرِهِ، فَلْيُعَجِّلْ إِلَى أهْلِهِ

“Jika salah seorang dari kalian telah selesai dari tujuan/kebutuhan berpergiannya (safar), maka hendaknya dia kembali kepada keluarganya” (HR. Bukhari dan Muslim).

An-Nawawi rahimahullah menjelaskan hadits ini bahwa (segera) kembali ke rumah dan keluarganya itu agar dia tidak melakukan hal-hal yang tidak bermanfaat ketika safar di luar. Beliau rahimahullah berkata,

المقصود فى هذا الحديث استحباب تعجيل الرجوع إلى الأهل بعد قضاء شغله ولا يتأخر بما ليس له بمهم

“Maksud dari hadits ini adalah sunahnya menyegerakan kembali pulang ke keluarganya setelah menunaikan semua tugas (hajat). Hendaknya jangan menunda dengan melakukan hal yang bukan menjadi tugas (tujuan safar)” (Syarh Muslim, 13: 70).

Sebenarnya kebahagiaan sejati itu di rumah bersama keluarga, istri, dan anak-anaknya. Seseorang yang tidak bahagia di rumahnya, maka dia akan sulit bahagia di luar rumah. Sekiranya dia merasa bahagia, itu adalah kebahagiaan semu dan sebentar saja. Seorang muslim harus bahagia di rumahnya. Hal ini dijelaskan oleh Ibnu hajar Al-Atsqalani rahimahullah ketika menjelaskan hadits ini. Beliau rahimahullah berkata,

قال ابن حجر: وفي الحديث كراهة التغرب عن الأهل لغير حاجة، واستحباب استعجال الرجوع ولا سيما من يُخشى عليهم الضَّيعة بالغيبة، ولما في الإقامة في الأهل من الرَّاحة المعينة على صلاح الدِّين والدنيا

“Hadits ini menjelaskan makruhnya menjauh dari keluarga tanpa hajat. Sunnahnya adalah segera kembali, terlebih jika dikhawatirkan akan menyia-nyiakan keluarga selama dia pergi.  Segera pulang dan tinggal bersama keluarga akan memberikan rasa tenang/lapang yang dapat menjaga kemaslahatan agama dan dunia” (Fathul Bari, 6: 10).

Syaikh Musa Syahin Lasyin menjelaskan juga bahwa dengan segera kembali ke keluarga dan rumah, dia akan terlepas dari kesusahan selama safar. Meskipun di zaman ini safar cukup mudah dengan berbagai kemudahan sarana dan prasarana transportasi. Akan tetapi tetap saja bahwa yang namanya safar itu sulit dan kurang nyaman. Syaikh Musa Syahin Lasyin berkata,

وإذا قضى أحكم حاجته التي سافر من أجلها فليعجل العودة إلى أهله، ليتخلص من عذاب السفر، وليريح أهله

“Apabila salah seorang dari kalian telah menunaikan hajatnya ketika safar, hendaknya segera kembali ke keluarganya agar segera terlepas dari kesusahan safar dan menyenangkan keluarganya” (Fathul Mun’im, 7: 200).

Safar adalah bagian dari azab sebagaimana sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam,

السَّفَرُ قِطْعَةٌ مِنَ الْعَذَابِ يَمْنَعُ أَحَدَكُمْ طَعَامَهُ وَشَرَابَهُ وَنَوْمَهُ

Safar itu bagian dari azab. Seseorang akan terhalang (terganggu) makan, minum, dan tidurnya” (HR. Bukhari dan Muslim).

Demikian juga secara umum dan menimbang adab dan tanggung jawab sebagai suami dan ayah. Ketika suami keluar rumah (tidak harus safar), hendaknya segera pulang ke rumah apabila hajatnya telah selesai. Misalnya, apabila sudah selesai pergi kajian dan tidak ada urusan penting, hendaknya segera pulang. Jangan sampai setelah kajian, malah dilanjutkan dengan majelis kopi (ngobrol) bersama teman-temannya, sedangkan istrinya menunggu di rumah. Bagaimanapun juga, istri dan anak kita adalah yang paling berhak mendapatkan kebaikan kita. Sebelum orang lain merasakan manfaat dari kita berupa akhlak dan bantuan, hendaknya kita pastikan bahwa anak dan istri kita adalah orang yang paling pertama merasakan manfaat tersebut. Oleh karena itu, orang yang terbaik adalah orang yang paling baik terhadap istri dan anak-anaknya.

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

أَكْمَلُ الْمُؤْمِنِيْنَ إِيْمَانًا أَحْسَنُهُمْ خُلُقًا وَخِيَارُكُمْ خِيَارُكُمْ لِنِسَائِهِمْ خُلُقًا

“Orang yang imannya paling sempurna di antara kaum mukminin adalah orang yang paling bagus akhlaknya di antara mereka. Dan sebaik-baik kalian adalah yang terbaik akhlaknya terhadap istri-istrinya” (HR At-Tirmidzi. Lihat As-Shahihah no 284).

Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam juga bersabda,

خَيْرُكُمْ خَيْرُكُمْ لِأَهْلِهِ وَأَنَا خَيْرُكُمْ لِأَهْلِي

“Sebaik-baik kalian adalah yang paling baik terhadap keluarganya. Dan aku adalah yang paling baik di antara kalian dalam bermuamalah dengan keluargaku” (HR At-Tirmidzi. Lihat As-Shahihah no 285).

Muhammad bin ‘Ali Asy-Syaukani rahimahullah berkata menjelaskan hadits tersebut,

في ذلك تنبيه على أعلى الناس رتبة في الخير وأحقهم بالاتصاف به هو من كان خير الناس لأهله، فإن الأهل هم الأحقاء بالبشر وحسن الخلق والإحسان وجلب النفع ودفع الضر، فإذا كان الرجل كذلك فهو خير الناس وإن كان على العكس من ذلك فهو في الجانب الآخر من الشر، وكثيرا ما يقع الناس في هذه الورطة، فترى الرجل إذا لقي أهله كان أسوأ الناس أخلاقا وأشجعهم نفسا وأقلهم خيرا، وإذا لقي غير الأهل من الأجانب لانت عريكته وانبسطت أخلاقه وجادت نفسه وكثر خيره، ولا شك أن من كان كذلك فهو محروم التوفيق زائغ عن سواء الطريق، نسأل الله السلامة

“Pada hadits ini terdapat peringatan bahwa orang yang paling tinggi kebaikannya dan yang paling berhak untuk disifati dengan kebaikan adalah orang yang terbaik bagi istrinya. Karena istri adalah orang yang berhak untuk mendapatkan perlakuan mulia, akhlak yang baik, perbuatan baik, pemberian manfaat, dan penolakan mudharat (bahaya). Jika seorang lelaki bersikap demikian, maka dia adalah orang yang terbaik. Namun jika keadaannya adalah sebaliknya, maka dia telah berada di sisi yang lain, yaitu sisi keburukan.

Banyak orang yang terjatuh dalam kesalahan ini. Engkau melihat jika seorang pria bertemu dengan istrinya, maka dia adalah orang yang terburuk akhlaknya, paling pelit, dan paling sedikit kebaikannya. Namun jika dia bertemu dengan orang lainmaka dia akan bersikap lemah lembut, berakhlak mulia, hilang sikap pelitnya, dan banyak kebaikan yang dilakukannya. Tidak diragukan lagi bahwa barangsiapa yang demikian kondisinya, maka dia telah terhalang dari taufik (petunjuk) Allah dan telah menyimpang dari jalan yang lurus. Kita memohon keselamatan kepada Allah” (Nailul Authar 6: 245-256).

Demikian, semoga bermanfaat.

Penyusun: Raehanul Bahraen

Artikel www.muslim.or.id

Tata Cara Sholat Tasbih Lengkap Disertai Latin

Tasbih berarti tindakan menyucikan Allah. Karena setiap bacaan sholat ini dominan dengan bacaan tasbih, maka disebutlah sholat Tasbih. Sholat ini dianjurkan dikerjakan minimal sekali dalam seumur hidup. Namun, jika memungkinkan lakukanlah setiap hari. Jika tidak memungkinkan, maka boleh melakukannya setiap sebulan sekali. Atau boleh juga setahun satu kali. (Baca: Bolehkah Melakukan Sholat Tasbih Dua Kali dalam Sehari?)

Hukum melakukan sholat Tasbih adalah sunah. Namun, jika kita tidak pernah melaksanakannya sama sekali dalam seumur hidup kita, dikhawatirkan kita digolongkan sebagai orang-orang yang meremehkan agama, kecuali memang kita tidak tahu sama sekali tentang tata cara sholat Tasbih.

Waktu sholat Tasbih tidak dibatasi, dan boleh dilakukan pada malam hari ataupun siang hari. Sholat Tasbih terdiri atas empat rakaat. Namun dilakukan dengan dua kali salam. Artinya, setiap dua rakaat dianjurkan melakukan salam pada rakaat kedua.

Cara Sholat Tasbih Lengkap Sesuai Urutan

Pertama, Niat Sholat Tasbih

أُصَلِّي سُنَّةَ التَّسْبِيْحِ رَكْعَتَيْنِ لِلّهِ تَعَالىَ

Usholli sunnatat tasbihi rak’ataini lillahi ta’ala

Saya niat sholat sunah Tasbih sejumlah dua rakaat karena Allah ta’ala.

Kedua, Takbiratul Ihram

Di sini dianjurkan mengangkat tangan sambil mengucapkan Allahu akbar.

Ketiga, Bersedekap dan Membaca Doa Iftitah

Setelah takbir, imam dan makmum menyedekapkan kedua tangannya di bagian perut dan atas pusar sambil membaca doa iftitah berikut.

اللهُ اَكْبَرُ كَبِيرًا وَالْحَمْدُ لِلهِ كَثيْرًا وَسُبْحَانَ اللهِ بُكْرَةً وَأَصِيْلًا. اِنِّى وَجَّهْتُ وَجْهِيَ لِلَّذِيْ فَطَرَ السَّمَاوَاتِ وَالْأرْضَ حَنِيْفًا مُسْلِمًا وَمَا أنَا مِنَ الْمُشْرِكِيْنَ. اِنَّ صَلَاتِيْ وَنُسُكِيْ وَمَحْيَايَ وَمَمَاتِيْ لِلّهِ رَبِّ الْعَالَمِيْنَ. لاَ شَرِيْكَ لَهُ وَبِذَ لِكَ اُمِرْتُ وَاَنَا مِنَ الْمُسْلِمِيْنَ .

Allohu akbar kabiro wal hamdu lillahi katsiro, wa subhanallohi bukrotaw wa ashila inni wajjahtu wajhiya lilladzi fatharos samawati wal ardho hanifam muslimaw wa ma ana minal musyrikin. Inna sholati wa nusuki wa mahyaya wa mamati lillahi robbil ‘alamin. La syarika lahu wa bidzalika umirtu wa ana minal muslimin.

Keempat, Membaca Surah Alfatihah

Setelah membaca doa iftitah, bacalah surah Alfatihah hingga selesai.

بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَٰنِ الرَّحِيمِ (1) الْحَمْدُ لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِينَ (2الرَّحْمَٰنِ الرَّحِيمِ (3مَالِكِ يَوْمِ الدِّينِ (4إِيَّاكَ نَعْبُدُ وَإِيَّاكَ نَسْتَعِينُ (5اهْدِنَا الصِّرَاطَ الْمُسْتَقِيمَ (6صِرَاطَ الَّذِينَ أَنْعَمْتَ عَلَيْهِمْ غَيْرِ الْمَغْضُوبِ عَلَيْهِمْ وَلَا الضَّالِّينَ (7)

Bismillahir rohmanir Rohim (1) alhamdu lillahi robbil ‘alamin (2) arrohmanir rohim (3) maliki yaumid din (4) iyyaka na’budu wa iyyaka nasta’in (5) ihdinas shirotol mustaqim (6) shirotol ladzina an’amta ‘alaihim ghoiril maghdubi ‘alaihim wa lad dhollin (7)

Kelima, Membaca Surah Al-Zalzalah

Pada rakaat pertama setelah membaca surah Alfatihah dianjurkan membaca surah Al-Zalzalah sebagaimana berikut.

إِذَا زُلْزِلَتِ الْأَرْضُ زِلْزَالَهَا (1) وَأَخْرَجَتِ الْأَرْضُ أَثْقَالَهَا (2وَقَالَ الْإِنسَانُ مَا لَهَا (3يَوْمَئِذٍ تُحَدِّثُ أَخْبَارَهَا (4بِأَنَّ رَبَّكَ أَوْحَىٰ لَهَا (5)يَوْمَئِذٍ يَصْدُرُ النَّاسُ أَشْتَاتًا لِّيُرَوْا أَعْمَالَهُمْ (6فَمَن يَعْمَلْ مِثْقَالَ ذَرَّةٍ خَيْرًا يَرَهُ (7وَمَن يَعْمَلْ مِثْقَالَ ذَرَّةٍ شَرًّا يَرَهُ (8)

Idza zulzilatil ardhu zilzalaha (1) wa akhrajatil ardhu atsqalaha (2) wa qalal insanu ma laha (3) yaumaidzin tuhadditsu akhbaraha (4) bi anna rabbaka auha laha (5) yaumaidziy yashdurun nasu asytatal li yurau a’malahum (6) fa may ya’mal mitsqala dzarratin khairay yarah (7) wa may ya’mal mitsqala dzarratin syarray yarah (8)

Keenam, Membaca Tasbih

Setelah membaca surah Al-Zalzalah dan sebelum ruku’ dianjurkan membaca tasbih sebanyak 15 kali. Adapun bacaan tasbih yang dibaca adalah sebagai berikut.

سُبحَانَ اللهِ وَالحَمدُ للهِ وَلَا إِلَهَ إِلَّا الله وَاللهُ اَكبَر وَلَا حَولَ وَلَا قُوَّةَ إِلَّا بِاللهِ العَلِيِّ العَظِيم.

Subhanalloh walhamdulillah walailaha illohhu wallohu akbar wa la haula wa la quwwata illa billahil ‘aliyyil adzhim.

Ketujuh, Ruku’ Sholat Tasbih

Selesai membaca tasbih, lalu kedua tangan diangkat setinggi telinga dan membaca allahu akbar. Kemudian badan dibungkukkan, kedua tangan memegang lutut sambil ditekan. Usahakan antara punggung dan kepala supaya sejajar dan rata. Setelah sempurna, kemudian membaca doa tasbih seperti di atas sebanyak 10 kali.

سُبحَانَ اللهِ وَالحَمدُ للهِ وَلَا إِلَهَ إِلَّا الله وَاللهُ اَكبَر وَلَا حَولَ وَلَا قُوَّةَ إِلَّا بِاللهِ العَلِيِّ العَظِيم.

Subhanalloh walhamdulillah walailaha illohhu wallohu akbar wa la haula wa la quwwata illa billahil ‘aliyyil adzhim.

Maha suci Allah, segala puji milik Alla, tiada Tuhan selain Allah, Allah Maha Agung. Tidak ada daya upaya dan kekuatan kecuali pertolongan Allah

Kedelapan, I’tidal Sholat Tasbih

Setelah selesai membaca tasbih saat ruku’, kemudian bangkit tegak dengan mengangkat kedua tangan setinggi telinga sambil membaca zikir i’tidal berikut:

سَمِعَ اللهُ لِمَنْ حَمِدَهْ

Sami‘allahu li man hamidah

Setelah membaca doa ini, bacalah doa tasbih sebanyak 10 kali.

سُبحَانَ اللهِ وَالحَمدُ للهِ وَلَا إِلَهَ إِلَّا الله وَاللهُ اَكبَر وَلَا حَولَ وَلَا قُوَّةَ إِلَّا بِاللهِ العَلِيِّ العَظِيم.

Subhanalloh walhamdulillah walailaha illohhu wallohu akbar wa la haula wa la quwwata illa billahil ‘aliyyil adzhim.

Maha suci Allah, segala puji milik Alla, tiada Tuhan selain Allah, Allah Maha Agung. Tidak ada daya upaya dan kekuatan kecuali pertolongan Allah

Kesembilan, Sujud Pertama Sholat Tasbih

Selesai i’tidal lalu sujud dengan cara meletakkan dahi pada sajadah. Ketika turun dari berdiri I’tidal ke sujud dianjurkan sambil membaca allahu akbar, dan saat sudah sujud bacalah doa tasbih sebanyak 10 kali.

سُبحَانَ اللهِ وَالحَمدُ للهِ وَلَا إِلَهَ إِلَّا الله وَاللهُ اَكبَر وَلَا حَولَ وَلَا قُوَّةَ إِلَّا بِاللهِ العَلِيِّ العَظِيم.

Subhanalloh walhamdulillah walailaha illohhu wallohu akbar wa la haula wa la quwwata illa billahil ‘aliyyil adzhim.

Maha suci Allah, segala puji milik Alla, tiada Tuhan selain Allah, Allah Maha Agung. Tidak ada daya upaya dan kekuatan kecuali pertolongan Allah

Kesepuluh, Duduk di Antara Dua Sujud Sholat Tasbih

Setelah sujud lalu bangunlah sambil membaca allahu akbar untuk duduk, dan saat duduk dianjurkan membaca doa tasbih seperti di atas sebanyak 10 kali.

سُبحَانَ اللهِ وَالحَمدُ للهِ وَلَا إِلَهَ إِلَّا الله وَاللهُ اَكبَر وَلَا حَولَ وَلَا قُوَّةَ إِلَّا بِاللهِ العَلِيِّ العَظِيم.

Subhanalloh walhamdulillah walailaha illohhu wallohu akbar wa la haula wa la quwwata illa billahil ‘aliyyil adzhim.

Maha suci Allah, segala puji milik Alla, tiada Tuhan selain Allah, Allah Maha Agung. Tidak ada daya upaya dan kekuatan kecuali pertolongan Allah

Kesebelas, Sujud Kedua Sholat Tasbih

Setelah selesai melakukan duduk di antara dua sujud, lakukanlah sujud kembali sambil membava allahu akbar, dan saat sudah sujud bacalah doa tasbih seperti di atas sebanyak 10 kali.

سُبحَانَ اللهِ وَالحَمدُ للهِ وَلَا إِلَهَ إِلَّا الله وَاللهُ اَكبَر وَلَا حَولَ وَلَا قُوَّةَ إِلَّا بِاللهِ العَلِيِّ العَظِيم.

Subhanalloh walhamdulillah walailaha illohhu wallohu akbar wa la haula wa la quwwata illa billahil ‘aliyyil adzhim.

Maha suci Allah, segala puji milik Alla, tiada Tuhan selain Allah, Allah Maha Agung. Tidak ada daya upaya dan kekuatan kecuali pertolongan Allah

Keduabelas, Duduk Istirohah Sholat Tasbih

Duduk ini dilakukan sejenak setelah selesai sujud kedua, dan menjelang bangun untuk berdiri melanjutkan rakaat kedua. Saat melakukan duduk ini dianjurkan membaca doa tasbih seperti di atas sebanyak 10 kali.

سُبحَانَ اللهِ وَالحَمدُ للهِ وَلَا إِلَهَ إِلَّا الله وَاللهُ اَكبَر وَلَا حَولَ وَلَا قُوَّةَ إِلَّا بِاللهِ العَلِيِّ العَظِيم.

Subhanalloh walhamdulillah walailaha illohhu wallohu akbar wa la haula wa la quwwata illa billahil ‘aliyyil adzhim.

Maha suci Allah, segala puji milik Alla, tiada Tuhan selain Allah, Allah Maha Agung. Tidak ada daya upaya dan kekuatan kecuali pertolongan Allah

Ketigabelas, Rakaat Kedua Sholat Tasbih

Berdiri untuk melakukan rakaat kedua sambil membaca Allahu akbar. Ulangi tahap membaca surah Alfatihah hingga sujud kedua. Namun, pada rakaat kedua disunahkan membaca surah Al-‘Adiyat setelah membaca Alfatihah.

وَالْعَادِيَاتِ ضَبْحًا (1فَالْمُورِيَاتِ قَدْحًا (2فَالْمُغِيرَاتِ صُبْحًا (3فَأَثَرْنَ بِهِ نَقْعًا (4فَوَسَطْنَ بِهِ جَمْعًا (5) إِنَّ الْإِنسَانَ لِرَبِّهِ لَكَنُودٌ (6) وَإِنَّهُ عَلَىٰ ذَٰلِكَ لَشَهِيدٌ (7وَإِنَّهُ لِحُبِّ الْخَيْرِ لَشَدِيدٌ (8۞ أَفَلَا يَعْلَمُ إِذَا بُعْثِرَ مَا فِي الْقُبُورِ (9وَحُصِّلَ مَا فِي الصُّدُورِ (10إِنَّ رَبَّهُم بِهِمْ يَوْمَئِذٍ لَّخَبِيرٌ (11)

Wal ‘adiyati dhabha (1) fal muriyati qadha (2) fal mughayyirati subha (3) fa atsarna bihi naf’a (4) fa wasatna bihi jam’a (5) innal insane li rabbihi la kanud (6) wa innahu ‘ala dzalika la syahid (7) wa innahu li hubbil khairi la syadid (8) afala ya’lamu idz bu’tsirama fil qubur (9) wa hushila ma fis shudur (10) inna rabbahum bihim yaumaidzil la khabir.

Keempatbelas, Tahiyat Akhir Sholat Tasbih

Setelah sujud kedua pada rakaat kedua, duduklah dengan kaki bersilang sambil membaca allahu akbar. Usahakan pantat menempel di alas sholat, dan kaki kiri dimasukkan ke bawa kaki kanan, jari-jari kaki kanan tetap menekan ke kiri alas sholat. Setelah selesai membaca tahiyat akhir, dianjurkan membaca doa tasbih sebanyak 10 kali. Adapaun doa yang dibaca saat Tahiyat Akhir adalah sebagai berikut:

التَّحِيَّاتُ الْمُبَارَكَاتُ الصَّلَوَاتُ الطَّيِّبَاتُ لِلَّهِ السَّلاَمُ عَلَيْكَ أَيُّهَا النَّبِىُّ وَرَحْمَةُ اللَّهِ وَبَرَكَاتُهُ السَّلاَمُ عَلَيْنَا وَعَلَى عِبَادِ اللَّهِ الصَّالِحِينَ  أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللَّهُ وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُولُهُ اللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ ، وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ ، كَمَا صَلَّيْتَ عَلَى إِبْرَاهِيمَ وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيمَ ، وبَارِكْ عَلَى مُحَمَّدٍ ، وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ ، كَمَا بَارَكْتَ عَلَى إِبْرَاهِيمَ ، وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيمَ ، إِنَّكَ حَمِيدٌ مَجِيدٌ  الَّلهُمَّ إِنِّي أَعُوذُ بِكَ مِنْ عَذَابِ جَهَنَّمَ، وَمِنْ عَذَابِ الْقَبْرِ، وَمِنْ فِتْنَةِ الْمَحْيَا وَالْمَمَاتِ، وَمِنْ شَرِّ فِتْنَةِ الْمَسِيحِ الدَّجَّالِ اللهُمَّ اغْفِرْ لِي مَا قَدَّمْتُ وَمَا أَخَّرْتُ، وَمَا أَسْرَرْتُ وَمَا أَعْلَنْتُ، وَمَا أَسْرَفْتُ، وَمَا أَنْتَ أَعْلَمُ بِهِ مِنِّي، أَنْتَ الْمُقَدِّمُ وَأَنْتَ الْمُؤَخِّرُ، لَا إِلَهَ إِلَّا أَنْتَ.

سُبحَانَ اللهِ وَالحَمدُ للهِ وَلَا إِلَهَ إِلَّا الله وَاللهُ اَكبَر وَلَا حَولَ وَلَا قُوَّةَ إِلَّا بِاللهِ العَلِيِّ العَظِيم

“Attahiyyatul mubarokatush sholawatut toyyibatu lillah. Assalaamu ‘alaika ayyuhan nabiyyu wa rahmatullahi wa barokatuh. Assalaamu ‘alaina wa ‘ala ‘ibadillahish sholihin.

Asyhadu alla ilaha illallah wa asyhadu anna Muhammadan ‘abduhu wa rosuluh. Allahumma sholli ‘ala muhammadin wa ‘ala ali muhammadin kama shollaita ‘ala ibrohima wa ‘ala ali Ibrohim, wa barik ‘ala muhammadin wa ‘ala ali muhammadin kama barokta ‘ala ibrohima wa ‘ala ali ibrohim innaka hamidum majid.

Allahumma inni a’udzu bika min ‘adzabi jahannama, wa min ‘adzabin nar, wa min  fitnatil mahya wal mamat, wa min syarri fitnatil masihid dajjal. Allahummagh firli ma qoddamtu wa ma akh-khortu, wa ma asrortu wa ma a’lantu, wa maa asyroftu wa ma anta a’lamu bihi minni, antal muqoddimu wa antal mu’akh-khiru, la ilaha illa anta.

Subhanalloh walhamdulillah walailaha illohhu wallohu akbar wa la haula wa la quwwata illa billahil ‘aliyyil adzhim.

Kelimabelas, Salam

Selesai membaca doa tahiyat akhir dan doa tasbih, kemudian salam dengan menengok ke kanan dan ke kiri sambil mebaca:

السَّلاَمُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللهِ

Assalamu’alaikum wa rohmatullah

Keenambelas, Melakukan Dua Rakaat Kembali

Setelah salam, lakukanlah praktik yang sama seperti halnya dua rakaat pertama. Bedanya, pada rakaat pertama di sini setelah Alfatihah dianjurkan membaca surah Al-Kafirun, dan pada rakaat kedua setelah membaca Alfatihah dianjurkan membaca surah Al-Ikhlas.

Surah Al-Kafirun

قُلْ يَا أَيُّهَا الْكَافِرُونَ (1) لَا أَعْبُدُ مَا تَعْبُدُونَ (2وَلَا أَنتُمْ عَابِدُونَ مَا أَعْبُدُ (3وَلَا أَنَا عَابِدٌ مَّا عَبَدتُّمْ (4وَلَا أَنتُمْ عَابِدُونَ مَا أَعْبُدُ (5)لَكُمْ دِينُكُمْ وَلِيَ دِينِ (6)

Qul ya ayyuhal kafirun (1) la a’budu ma ta’budun (2) wa la antum ‘abiduna ma a’bud (3) wa la ana ‘abidum ma ‘abattum (4) wa la antum ‘abiduna ma a’bud (5) lakum dinukum wa liya din (6)

Surah Al-Ikhlas

قُلْ هُوَ اللَّهُ أَحَدٌ (1) اللَّهُ الصَّمَدُ (2لَمْ يَلِدْ وَلَمْ يُولَدْ (3وَلَمْ يَكُن لَّهُ كُفُوًا أَحَدٌ (4)

Qul huwallahu ahad (1) Allahus shomad (2) lam yalid wa lam yulad (3) wa lam yakul lahu kufuwan ahad (4)

Ketujubelas, Doa Setelah Sholat Tasbih

اَلْحَمْدُ لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِيْنَ وَصَلَّى اللهُ عَلىَ سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلىَ أَلِهِ وَصَحْبِهِ وَسَلَّمَ. اَللَّهُمَّ اِنِّى اَسْئَلُكَ تَوْفِيْقَ اَهْلِ اْلهُدَى وَاَعْمَالَ اَهْلِ اْليَقِيْنِ وَمُنَاصَحَةَ اَهْلِ التَّوْبَةِ وَعَزمَ اَهْلِ الصَّبْرِ وَوَجَلَ اَهْلِ الْخَشْيَةِ وَطَلَبَ اَهْلِ الرَّغْبَةِ وَتَعَبُّدَ اَهْلِ الْوَرَعِ وَعِرْفَانَ اَهْلِ اْلعِلْمِ حَتىَّ اَخَافَكَ. اللّهُمَّ اِنِّى اَسْئَلُكَ مَخَافَةً تُحْجِزُنِى عَنْ مَعَاصِيْكَ حَتَّى اَعْمَلَ بِطَعَاتِكَ عَمَلاً اَسْتَحِقُّ بِهِ رِضَاكَ وَحَتَّى اُنَاصِحَكَ فِى التَّوْبَةِ خَوْفًا مِنْكَ وَحَتَّى اُخْلِصَ لَكَ النَّصِيْحَةَ وَحَتَّى اَتَوَكَّلَ عَلَيْكَ فى اْلأُمُوْرِ كُلِّهَا وَاُحْسِنَ الظَّنَّ بِكَ . سُبْحَانَ خَالِقِ النُّوْرِ وَصَلَّى اللهُ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى أَلِهِ وَصَحْبِهِ وَسَلَّمَ وَالْحَمْدُ لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِيْنَ.

Alhamdulillahi robbil alamin. Washollallahu ala sayyidina muhammadin waala alihi wasohbihi wasallam. Allahumma inni as’aluka taufiqa ahlil huda wa a’mala ahlil yaqin wamunashahata ahli ash-shabri wa ‘azma ahlishshobri wa wajala ahli al-khosyyati watholaba ahlirroghbati wata’abbuda ahlil waro’i wa ‘irfana ahlil ‘ilmi hatta akhofaka.

Allahumma inni as’aluka makhafatan tuhjizuni ‘an ma’ashika hatta a’mala bitho’atika ‘amalan astahiqqu bihi ridhoka wahatta unashihaka fittaubati khoufan minka wahatta akhlisho lakannashihata wahatta atawakkala ‘alaika fiil umuri kulliha wauhsinadzdzonna bika. Subhaanaka kholiqinnuri Washollallahu ‘ala sayyidina muhammadin waala alihi wasohbihi wasallam walhamdulillahi robbil alamin.

BINCANG SYARIAH

Pola Hidup dalam Satu Ayat Al-Qur’an

Di dalam Al-Qur’an terdapat satu ayat yang merangkum tentang pola kehidupan yang apabila kita jalankan akan membawa kita pada kehidupan yang lebih baik.

Allah Swt berfirman kepada Nabi Musa as dan Nabi Harun as :

ٱذۡهَبۡ أَنتَ وَأَخُوكَ بِـَٔايَٰتِي وَلَا تَنِيَا فِي ذِكۡرِي

“Pergilah engkau beserta saudaramu dengan membawa tanda-tanda (kekuasaan)-Ku, dan janganlah kamu berdua lalai mengingat-Ku.” (QS.Tha-Ha:42)

Satu ayat ini penuh dengan pelajaran hidup yang sangat berharga. Karena ayat ini ingin meletakkan seorang muslim di jalan yang tepat dan membantu mewujudkan masyarakat yang kuat.

Pelajaran-pelajaran penting per kalimat di dalamnya yaitu :

1. “Pergilah !”

Sebuah kata perintah yang mendorong seseorang untuk selalu optimis dan maju. Bergeraklah dan berjalanlah untuk menghadapi segala tantangan hidup !

2. Engkau dan saudaramu !”

Kalimat ingin mengajarkan kita untuk tidak bergerak sendiri. Bangun kebersamaan dan bergeraklah bersama-sama. Karena tujuan yang besar tidak akan di raih tanpa sebuah kebersamaan (tim) yang kuat.

Pesan di atas sejalan dengan firman Allah dalam ayat lainnya :

قَالَ سَنَشُدُّ عَضُدَكَ بِأَخِيكَ

Dia (Allah) berfirman, “Kami akan menguatkan engkau (membantumu) dengan saudaramu.” (QS.Al-Qashas:35)

3. Dengan membawa ayat-ayatKu.

Pesan ini ingin mengubur kebodohan dan membangun keilmuan. Masyarakat yang kuat harus dibangun atas dssar ilmu dan pola hidup yang baik.

4. Dan jangan pernah lalai untuk mengingat-Ku.

Pesan terakhir adalah sebuah pesan agar kita membuang rasa malas dan membangun semangat dan pengorbanan. Semua itu tentu dengan selalu mengingat Allah dalam meraih tujuan dan menghadirkan keikhlasan dalam hati.

Satu ayat yang merangkum sebuah metode kehidupan yang terbaik.

Teruslah bergerak maju. Bergeraklah bersama-sama. Jadikan ilmu sebagai pondasi pergerakanmu. Dan selalu hadirkan Allah dalam setiap langkahmu.

Semoga bermanfaat.

KHAZANAH ALQURAN

Menolak Was-Was dalam Shalat

Salat merupakan ibadah yang sangat agung. Seorang hamba yang sedang shalat berarti dia sedang bermunajat kepada Allah Ta’ala. Seorang hamba tidak tahu seberapa besar bagian dari shalatnya yang dituliskan pahala untuknya karena kualitas shalatnya yang belum tentu sempurna. Oleh karena itulah, seorang hamba seharusnya berusaha sebisa mungkin untuk menyempurnakan shalatnya.

عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عَنَمَةَ قَالَ: رَأَيْتُ عَمَّارَ بْنَ يَاسِرٍ دَخَلَ الْمَسْجِدَ فَصَلَّى، فَأَخَفَّ الصَّلَاةَ، قَالَ: فَلَمَّا خَرَجَ قُمْتُ إِلَيْهِ ، فَقُلْتُ: يَا أَبَا الْيَقْظَانِ لَقَدْ خَفَّفْتَ قَالَ: فَهَلْ رَأَيْتَنِي انْتَقَصْتُ مِنْ حُدُودِهَا شَيْئًا ؟ قُلْتُ: لَا، قَالَ: فَإِنِّي بَادَرْتُ بِهَا سَهْوَةَ الشَّيْطَانِ. سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ: إِنَّ الْعَبْدَ لَيُصَلِّي الصَّلَاةَ مَا يُكْتَبُ لَهُ مِنْهَا إِلَّا عُشْرُهَا، تُسْعُهَا، ثُمُنُهَا، سُبُعُهَا، سُدُسُهَا، خُمُسُهَا، رُبُعُهَا، ثُلُثُهَا نِصْفُهَا

Dari ‘Abdullah bin ‘Anamah, beliau berkata,

“Aku pernah melihat sahabat ‘Ammar bin Yaasir masuk ke dalam masjid kemudian salat. Namun, beliau salat dengan salat yang pendek. Ketika beliau keluar, aku berkata, ‘Wahai Abu Yaqdzon, Engkau telah salat dengan salat yang ringan.’

‘Ammar bin Yaasir mengatakan, ‘Apakah Engkau melihat saya mengurangi dari batasan-batasan shalat?’
Aku berkata, ‘Tidak.’

Sahabat ‘Ammar bin Yaasir berkata, ‘Sungguh aku cepat-cepat agar aku tidak diganggu oleh setan. Aku pernah mendengar Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, ‘Sesungguhnya seseorang hamba salat dan tidak ditulis pahala untuk salatnya kecuali sepersepuluhnya, sepersembilannya, seperdelapannya, sepertujuhnya, seperenamnya, seperlimanya, sepertiganya, atau setengahnya’’” (HR. Ahmad no. 18894, Abu Dawud no. 796, dinilai hasan oleh Syaikh Al-Albani).

Kesempurnaan salat seorang hamba berbanding lurus dengan sedikitnya was-was yang mengganggu salatnya. Oleh karena itu, menolak rasa was-was atau gangguan dalam hati saat salat merupakan kebutuhan penting bagi seorang hamba. Dua hal yang membantu seseorang untuk menolak was-was tersebut, yakni kuatnya tekad untuk melakukan salat dengan sebaik mungkin dan lemahnya rasa was-was tersebut.

Pertama, tekad untuk menyempurnakan salat

Seorang hamba hendaknya bersungguh-sungguh untuk memahami apa yang dibaca dan dikerjakan saat salat. Kemudian juga bersungguh-sungguh merenungkan bacaan, zikir, dan doa yang diucapkannya, serta benar-benar menghadirkan hati dalam salatnya. Seorang hamba hendaknya sadar bahwa saat sedang salat berati dia sedang bermunajat secara langsung kepada Allah Ta’ala. Sehingga seharusnya dia berusaha sebisa mungkin melaksanakan salatnya dengan ‘ihsan’.

Adapun maksud dari ‘ihsan’ adalah seorang hamba beribadah kepada Allah Ta’ala seolah-olah dia melihat-Nya. Meskipun dia tidak bisa melihat Allah Ta’ala, maka dia pun sadar sepenuhnya bahwa Allah Ta’ala senantiasa melihatnya. Kadar ihsan seorang hamba dalam salat ini sesuai dengan tingkat keimanannya. Semakin kuat imannya, maka semakin lezat dia menikmati kelezatan dalam salatnya.

Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

إِنَّمَا حُبِّبَ إِلَـيَّ مِنْ دُنْيَاكُمْ: اَلنِّسَاءُ وَالطِّيْبُ، وَجُعِلَتْ قُرَّةُ عَيْنِـيْ فِـي الصَّلَاةِ

“Sesungguhnya di antara kesenangan dunia kalian yang aku cintai adalah wanita dan wewangian. Dan dijadikan kesenangan hatiku terletak di dalam salat” (HR. Ahmad no. 12293, An-Nasa’i no. 3939, dinilai sahih oleh Syaikh Al-Albani).

Dalam hadis yang lain disebutkan,

يَا بِلَالُ ! أَرِحْنـــَا بِالصَّلَاة

“Wahai Bilal, istirahatkanlah kami dengan salat” (HR. Ahmad no. 23088, Abu Dawud no. 4985, disahihkan oleh Syaikh Al-Albani dalam Shahih Al-Jami’ no. 7892).

Tidak disebutkan dalam hadis tersebut,

أَرِحْنـــَا مِنَ الصَّلَاة

“Istirahatkanlah kami dari salat.”

Faktor yang menguatkan iman seseorang itu banyak. Setiap hamba mempunyai kadar yang berbeda dalam hal pengenalan, rasa cinta, takut, dan harapnya kepada Allah Ta’ala. Begitu pula dalam hal keikhlasan dan kejujuran dalam beribadah. Keadaan hamba tersebut berbanding lurus dengan kadar perenungan terhadap ayat-ayat Al Quran, pengenalan terhadap nama dan sifat Allah Ta’ala, dan kekhusyuan dalam salat. Semakin kuat iman seorang hamba, maka dia akan semakin mengenal nama dan sifat Allah Ta’ala serta keagungan-Nya. Hamba tersebut pun akan semakin merasakan betapa butuhnya dia terhadap Allah Ta’ala, melebihi butuhnya dia terhadap makan dan minum. Dia menyadari bahwa tidak ada kebaikan tanpa peribadahan yang baik kepada Allah Ta’ala. Peribadahan yang benar kepada Allah Ta’ala itulah yang menjadi sebab tenangnya hati, nikmatnya berzikir, dan rileksnya jiwa.

Apabila seorang hamba menjadikan selain Allah Ta’ala sebagai tuhan di dalam hatinya, maka dirinya menjadi rusak dan celaka. Tidak ada daya dan upaya kecuali dengan pertolongan dari Allah Ta’ala. Tidak ada jalan keluar dan tempat kembali kecuali dari dan kepada Allah Ta’ala.

Kedua, hilangnya gangguan was-was

Seorang hamba hendaknya berusaha sekuat mungkin menghilangkan dan melawan gangguan-gangguan yang menyibukkan hatinya dengan bersungguh-sungguh khusyu dalam salatnya. Adapun banyak sedikitnya gangguan berupa was-was dalam salat tersebut sesuai dengan banyak sedikitnya syubhat dan syahwat di dalam hatinya.

Gangguan tersebut juga dipengaruhi oleh hal-hal yang disukai dan tidak disukainya. Hal-hal yang disukainya akan membuatnya memikirkannya, sedangkan hal-hal yang tidak disukainya akan membuatnya berusaha melawannya.

Gangguan-gangguan yang dirasakan saat salat bisa berupa dua hal, yaitu sesuatu yang dicintai dan sesuatu yang diinginkan. Hal-hal yang dicintai akan membuat seseorang untuk memikirkan hal tersebut, begitu pula dengan hal-hal yang diinginkan akan membuatnya memikirkan hal tersebut. Adapula gangguan was-was yang bila diucapkan termasuk dari kekafiran dan kemunafikan. Sebagaimana yang dikisahkan dalam hadis, sahabat bertanya kepada Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam,

ا رَسُولَ اللهِ! إنَّ أحَدَنا ليَجد فِيْ نَفْسِهِ ما لأَنْ يخِرَّ من السماء أحبُّ إليه من أَنْ يَتَكَلَّمَ بِهِ. فقَالَ « أوَجَدْتُمُوهُ ».؟ قَالُوا :نَعَمْ. قَالَ « ذَالكَ صَرِيحُ الإِيمَانِ

“‘Wahai Rasulullah, sesungguhnya salah seorang di antara kami mendapati sesuatu di dalam hatinya sesuatu (was-was) dimana jatuh dari langit lebih disukai daripada mengucapkan sesuatu tersebut.’

Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bertanya, ‘Apakah kalian merasakannya?’

Para sahabat menjawab, ‘Iya.’

Beliau mengatakan, ‘Itulah keimanan yang nyata’” (HR. Muslim no. 209).

Dalam hadis tersebut disebutkan bahwa Rasulullah Shalallaahu ‘alaihi wa sallam mengatakan, “Itulah keimanan yang nyata”, maksudnya adalah rasa takut para sahabat untuk mengucapkan suatu was-was (yang termasuk kekafiran atau kemunafikan) yang masuk dalam hati dan pikirannya. Perasaan takut untuk mengucapkan sesuatu yang termasuk kekafiran dan kemunafikan hanya dimiliki oleh orang yang benar-benar beriman.

Was-was akan mendatangi setiap orang yang hendak menghadap Allah Ta’ala, sehingga seorang hamba harus senantiasa sabar dan tetap melaksanakan ibadah tersebut. Dengan sebab meminta kepada Allah Ta’ala, maka gangguan tersebut akan hilang. Allah Ta’ala berfirman,

اِنَّ كَيْدَ الشَّيْطٰنِ كَانَ ضَعِيْفًا

Sesungguhnya tipu daya setan itu lemah” (QS. An Nisa’: 76).

Kita memohon kepada Allah Ta’ala semoga diberikan kemudahan dalam menolak was-was dalam salat.

“Tidak ada kuasa bagi hamba untuk menolak kejelekan dan tidak ada kekuatan untuk meraih kebaikan selain dengan kuasa Allah.”

Catatan kaki:

Disarikan dari kitab Ta’zhiim Ash-Shalaat hal. 105-108, karya Syekh ‘Abdurrazzaq bin ‘Abdul Muhsin Al-Badr Hafidzahullahu Ta’ala, cetakan pertama tahun 1434, penerbit Daar Al-Fadhiilah.

* * *

Penulis: Apt. Pridiyanto

Artikel: Muslim.or.id

11 Sifat Yang Menjadikanmu Tak Memiliki Rasa Takut!

Kali ini kita akan mengkaji 11 sifat yang akan menjadikan seseorang termasuk golongan orang-orang yang tidak pernah takut dan tidak bersedih.

Al-Qur’an menyebutkan sifat-sifat tersebut dalam firman-Nya :

1). Mengikuti petunjuk (hidayah).

فَمَن تَبِعَ هُدَايَ فَلَا خَوۡفٌ عَلَيۡهِمۡ وَلَا هُمۡ يَحۡزَنُونَ

“Maka barangsiapa mengikuti petunjuk-Ku, tidak ada rasa takut pada mereka dan mereka tidak bersedih hati.” (QS.Al-Baqarah:38)

2). Iman dan amal sholeh.

مَنۡ ءَامَنَ بِٱللَّهِ وَٱلۡيَوۡمِ ٱلۡأٓخِرِ وَعَمِلَ صَٰلِحٗا فَلَهُمۡ أَجۡرُهُمۡ عِندَ رَبِّهِمۡ وَلَا خَوۡفٌ عَلَيۡهِمۡ وَلَا هُمۡ يَحۡزَنُونَ

“yang beriman kepada Allah dan hari akhir, dan melakukan kebajikan, mereka mendapat pahala dari Tuhannya, tidak ada rasa takut pada mereka, dan mereka tidak bersedih hati.” (QS.Al-Baqarah:62)

3). Berserah diri dan berbuat kebajikan.

مَنۡ أَسۡلَمَ وَجۡهَهُۥ لِلَّهِ وَهُوَ مُحۡسِنٞ فَلَهُۥٓ أَجۡرُهُۥ عِندَ رَبِّهِۦ وَلَا خَوۡفٌ عَلَيۡهِمۡ وَلَا هُمۡ يَحۡزَنُونَ

“Barangsiapa menyerahkan diri sepenuhnya kepada Allah, dan dia berbuat baik, dia mendapat pahala di sisi Tuhannya dan tidak ada rasa takut pada mereka dan mereka tidak bersedih hati.” (QS.Al-Baqarah:112)

4). Berinfak tanpa mengungkit dan menyakiti penerimanya.

ٱلَّذِينَ يُنفِقُونَ أَمۡوَٰلَهُمۡ فِي سَبِيلِ ٱللَّهِ ثُمَّ لَا يُتۡبِعُونَ مَآ أَنفَقُواْ مَنّٗا وَلَآ أَذٗى لَّهُمۡ أَجۡرُهُمۡ عِندَ رَبِّهِمۡ وَلَا خَوۡفٌ عَلَيۡهِمۡ وَلَا هُمۡ يَحۡزَنُونَ

“Orang yang menginfakkan hartanya di jalan Allah, kemudian tidak mengiringi apa yang dia infakkan itu dengan menyebut-nyebutnya dan menyakiti (perasaan penerima), mereka memperoleh pahala di sisi Tuhan mereka. Tidak ada rasa takut pada mereka dan mereka tidak bersedih hati.” (QS.Al-Baqarah:262)

5). Berinfak secara sembunyi maupun terang-terangan.

ٱلَّذِينَ يُنفِقُونَ أَمۡوَٰلَهُم بِٱلَّيۡلِ وَٱلنَّهَارِ سِرّٗا وَعَلَانِيَةٗ فَلَهُمۡ أَجۡرُهُمۡ عِندَ رَبِّهِمۡ وَلَا خَوۡفٌ عَلَيۡهِمۡ وَلَا هُمۡ يَحۡزَنُونَ

“Orang-orang yang menginfakkan hartanya malam dan siang hari (secara) sembunyi-sembunyi maupun terang-terangan, mereka mendapat pahala di sisi Tuhannya. Tidak ada rasa takut pada mereka dan mereka tidak bersedih hati.” (QS.Al-Baqarah:274)

6). Menegakkan solat dan menunaikan zakat.

إِنَّ ٱلَّذِينَ ءَامَنُواْ وَعَمِلُواْ ٱلصَّٰلِحَٰتِ وَأَقَامُواْ ٱلصَّلَوٰةَ وَءَاتَوُاْ ٱلزَّكَوٰةَ لَهُمۡ أَجۡرُهُمۡ عِندَ رَبِّهِمۡ وَلَا خَوۡفٌ عَلَيۡهِمۡ وَلَا هُمۡ يَحۡزَنُونَ

“Sungguh, orang-orang yang beriman, mengerjakan kebajikan, melaksanakan shalat dan menunaikan zakat, mereka mendapat pahala di sisi Tuhannya. Tidak ada rasa takut pada mereka dan mereka tidak bersedih hati.” (QS.Al-Baqarah:277)

7). Syahid di jalan Allah.

وَلَا تَحۡسَبَنَّ ٱلَّذِينَ قُتِلُواْ فِي سَبِيلِ ٱللَّهِ أَمۡوَٰتَۢاۚ بَلۡ أَحۡيَآءٌ عِندَ رَبِّهِمۡ يُرۡزَقُونَ – فَرِحِينَ بِمَآ ءَاتَىٰهُمُ ٱللَّهُ مِن فَضۡلِهِۦ وَيَسۡتَبۡشِرُونَ بِٱلَّذِينَ لَمۡ يَلۡحَقُواْ بِهِم مِّنۡ خَلۡفِهِمۡ أَلَّا خَوۡفٌ عَلَيۡهِمۡ وَلَا هُمۡ يَحۡزَنُونَ

“Dan jangan sekali-kali kamu mengira bahwa orang-orang yang gugur di jalan Allah itu mati; sebenarnya mereka itu hidup di sisi Tuhannya mendapat rezeki, Mereka bergembira dengan karunia yang diberikan Allah kepadanya, dan bergirang hati terhadap orang yang masih tinggal di belakang yang belum menyusul mereka, bahwa tidak ada rasa takut pada mereka dan mereka tidak bersedih hati.” (QS.Ali ‘Imran:169)

8). Memperbaiki keadaan.

فَمَنۡ ءَامَنَ وَأَصۡلَحَ فَلَا خَوۡفٌ عَلَيۡهِمۡ وَلَا هُمۡ يَحۡزَنُونَ

“Barangsiapa beriman dan mengadakan perbaikan, maka tidak ada rasa takut pada mereka dan mereka tidak bersedih hati.” (QS.Al-An’am:48)

9). Takwa

فَمَنِ ٱتَّقَىٰ وَأَصۡلَحَ فَلَا خَوۡفٌ عَلَيۡهِمۡ وَلَا هُمۡ يَحۡزَنُونَ

“Maka barangsiapa bertakwa dan mengadakan perbaikan, maka tidak ada rasa takut pada mereka, dan mereka tidak bersedih hati.” (QS.Al-A’raf:35)

10. Wali-wali Allah.

أَلَآ إِنَّ أَوۡلِيَآءَ ٱللَّهِ لَا خَوۡفٌ عَلَيۡهِمۡ وَلَا هُمۡ يَحۡزَنُونَ

“Ingatlah wali-wali Allah itu, tidak ada rasa takut pada mereka dan mereka tidak bersedih hati.” (QS Yunus:62)

11. Istiqomah

إِنَّ ٱلَّذِينَ قَالُواْ رَبُّنَا ٱللَّهُ ثُمَّ ٱسۡتَقَٰمُواْ فَلَا خَوۡفٌ عَلَيۡهِمۡ وَلَا هُمۡ يَحۡزَنُونَ

Sesungguhnya orang-orang yang berkata, “Tuhan kami adalah Allah,” kemudian mereka tetap istiqomah tidak ada rasa khawatir pada mereka, dan mereka tidak (pula) bersedih hati.” (QS.Al-Ahqaf:13)

Itulah 11 sifat yang bila dimiliki oleh seseorang akan menjadikannya tidak memiliki rasa takut kecuali kepada Allah dan tiada kesedihan dalam hatinya. Ia selalu tenang dalam menghadapi kondisi apapun karena hatinya selalu bersandar kepada Allah Swt.

Semoga Bermanfaat…

KHAZANAH ALQURAN