Beberapa Jenis Kawan yang Disebut Al-Qur’an [1]

SALAH satu keunggulan bahasa Arab, selain sebagai bahasa al-Qur’an, adalah kefasihan bahasa dan keindahan sastra yang dikandungnya. Tak sedikit kata dalam bahasa Arab yang harus diwakili oleh beberapa kosakata yang berbeda, sekedar untuk mengungkapkan satu buah makna.

Contoh misalnya, kata “kawan”. Setidaknya ada sepuluh varian kata dalam Al-Qur’an yang mengandung makna ragam jenis kawan dalam kehidupan manusia. Sedang dalam bahasa Indonesia, biasanya yang kita hanya kata “teman”, “sahabat”, “karib”, dan “kawan” itu sendiri.

Diantara hikmah yang bisa digali bahwa persahabatan adalah hal yang penting dalam syariat Islam. Seorang Muslim mesti berhati-hati dalam memilih dengan siapa ia berkawan. Sebab ia bisa memberi pengaruh kepada agama seseorang yang berujung kepada kebahagiaan atau kecelakaan ia di dunia dan di akhirat kelak. Berikut ke-10 kata tersebut;

1. Wali

Wali adalah teman yang melindungi, penasehat, dan siap membantu kawannya. Seorang kawan yang selalu ada untuk menolong dan memberi petunjuk kapanpun ia dibutuhkan.

Firman Allah:

اللّهُ وَلِيُّ الَّذِينَ آمَنُواْ يُخْرِجُهُم مِّنَ الظُّلُمَاتِ إِلَى النُّوُرِ وَالَّذِينَ كَفَرُواْ أَوْلِيَآؤُهُمُ الطَّاغُوتُ يُخْرِجُونَهُم مِّنَ النُّورِ إِلَى الظُّلُمَاتِ أُوْلَـئِكَ أَصْحَابُ النَّارِ هُمْ فِيهَا خَالِدُونَ

“Allah pelindung orang-orang yang beriman. Dia mengeluarkan mereka dari kegelapan (kekafiran) kepada cahaya (iman).” (Surah al-Baqarah [2]: 257).

Allah juga berfirman:

لاَّ يَتَّخِذِ الْمُؤْمِنُونَ الْكَافِرِينَ أَوْلِيَاء مِن دُوْنِ الْمُؤْمِنِينَ وَمَن يَفْعَلْ ذَلِكَ فَلَيْسَ مِنَ اللّهِ فِي شَيْءٍ إِلاَّ أَن تَتَّقُواْ مِنْهُمْ تُقَاةً وَيُحَذِّرُكُمُ اللّهُ نَفْسَهُ وَإِلَى اللّهِ الْمَصِيرُ

“Janganlah orang-orang mukmin mengambil orang-orang kafir menjadi wali dengan meninggalkan orang-orang mukmin. Barangsiapa berbuat demikian, niscaya lepaslah ia dari pertolongan Allah, kecuali karena (siasat) memelihara diri dari sesuatu yang ditakuti dari mereka. dan Allah memperingatkan kamu terhadap diri (siksa)-Nya. dan hanya kepada Allah kembali.” (Surah Ali Imran [3]: 28).

2. Hamim

Berasal dari kata kerja ‘ahamma’ yang berarti ‘memanaskan’ atau ‘menghangatkan’.

Allah berfirman;

وَلَا تَسْتَوِي الْحَسَنَةُ وَلَا السَّيِّئَةُ ادْفَعْ بِالَّتِي هِيَ أَحْسَنُ فَإِذَا الَّذِي بَيْنَكَ وَبَيْنَهُ عَدَاوَةٌ كَأَنَّهُ وَلِيٌّ حَمِيمٌ

“…Dan tidaklah sama kebaikan dan kejahatan. Tolaklah (kejahatan itu) dengan cara yang lebih baik. Maka tiba-tiba orang yang antaramu dan antara Dia ada permusuhan seolah-olah dia adalah teman yang sangat setia.” (Surah Fushshilat [41]: 34).

Hamim adalah seorang teman yang hangat. Ia mencintai bahkan punya ikatan secara emosional terhadap kawannya. Sifat teman demikian hendaknya kita punyai. Termasuk jika berhadapan dengan seseorang yang bersikap kasar dan menyakiti hati.* (BERSAMBUNG)

HIDAYATULLAH

Pahala Siwak Sebelum Sholat yang Mulai Dilupakan Umat

Siwak merupakan salah satu sunnah yang dianjurkan Rasulullah SAW

Sunnah Rasulullah SAW mengajarkan untuk senantiasa berwudhu setelah beristinja atau buang hajat. 

Dalam kitab Ihya Ulumiddin karya Imam Abu Hamid Al Ghazali, dijelaskan bahwa Nabi Muhammad SAW tidak pernah keluar dari tempat membuang hajat kecuali setelah berwudhu. 

Adapun sebelum berwudhu, setiap Muslim sebaiknya bersiwak atau menggosok gigi terlebih dulu. Rasulullah SAW bersabda: 

طيِّبُوا أفواهَكُم بالسواكِ ، فإِنَّها طُرُقُ القرآنِ “Mulutmu adalah jalan Alquran maka bersihkanlah dengan bersiwak.” (HR Abu Nu’aim dalam Al-Hilyah dari jalur Ali bin Abi Thalib. Hadits ini juga diriwayatkan Ibnu Majah) Dalam riwayat lain, Rasulullah SAW juga bersabda tentang pentingnya bersiwak sebelum melaksanakan sholat. Beliau bersabda: 

صلاة بسواك خير من سبعين صلاة بغير سواك “Sholat yang didirikan setelah bersiwak lebih baik nilainya 75 kali lipat daripada sholat yang dilakukan tanpa diawali dengan bersiwak.” (HR Abu Dawud dan Al Hakim, keduanya mensahihkan hadits ini) 

Karena betapa pentingnya bersiwak, Rasulullah SAW sempat menyampaikan keinginannya untuk memerintahkan umatnya bersiwak. Namun, Nabi SAW tidak mengeluarkan perintah untuk itu karena khawatir akan memberatkan umatnya.

Hal ini bisa dilihat dari hadits riwayat Bukhari dan Muslim.  Rasulullah SAW bersabda: 

  لَوْلَا أَنْ أَشُقَّ عَلَى أُمَّتِي لَأَمَرْتُهُمْ بِالْوُضُوءِ عِنْدَ كُلِّ صَلَاةٍ “Seandainya aku tidak takut akan memberatkan umatku, niscaya aku perintahkan mereka bersiwak setiap hendak mendirikan sholat (pada saat berwudhu).” (HR Bukhari dan Muslim dari jalur Abu Hurairah)

Dalam riwayat Al Abbas bin Abdul Muthalib dan Tammam bin Al Abbas, apa yang dikatakan Rasulullah SAW menunjukkan bahwa bersiwak bisa mencegah gigi menguning. Nabi SAW bersabda, “Aku tidak ingin melihat kalian masuk ke tempatku dengan gigi yang menguning. Karena itu, bersiwaklah.” 

Ibnu Abbas RA, pernah menyampaikan, Rasulullah SAW selalu menyuruh para sahabat untuk bersiwak sehingga sampai membuat mereka menyangka bahwa telah turun wahyu yang memerintahkan bersiwak kepada Nabi SAW. 

Selain bersiwak saat hendak mendirikan sholat, hadits riwayat Muslim dari jalur Ibnu Abbas juga menyebutkan bahwa Rasulullah senantiasa bersiwak pada malam hari beberapa kali.  

KHAZANAH REPUBLIKA

Jika Ingin Rawat Indonesia, Mari Rawat Umat Islam dan Moderasi Islam

Di era kemaduan teknologi yang serba digital dan online membuat dunia komunikasi semakin canggih dan memudahkan informasi tersebar luas ke seluruh dunia dengan cepat. Ironisnya, selain manfaat besar, era digitilasasi dan online, juga dimanfaatkan kelompok atau orang untuk melakukan hal-hal yang negatif. Salah satunya dengan melakukan penistaan agama di media online dan media sosial.

Hal itu diakui oleh  Imam Besar Masjid Istiqlal, Prof KH Nasaruddin Umar. Menurutnya, penistaan agama di dunia maya kalau ditelusuri sangat banyak. Bahkan banyak konten yang menyudutkan dan menghujat umat Islam di dunia maya.

“Saya sering mengatakan jika ingin melihat Indonesia bertahan lama, solid dan kuat, mari kita merawat umat Islam, mari kita merawat moderasi Islam, tidak ada cara lain untuk mempertahankan Indonesia di masa depan tanpa mengurangi agama-agama yang lain kecuali memperkuat umat Islam,” ujar Nasaruddin pada Webinar bertema “Penistaan Agama Dalam Pandangan Islam yang digelar Yayasan Indonesia Damai Mengaji”, Kamis (2/9/2021).

Nasaruddin menegaskan, memperkuat umat Islam sama dengan memperkuat Indonesia. Sebaliknya, lemahnya umat Islam sama dengan lemahnya Indonesia. Tanpa mengurangi peran agama lain, kalau umat Islam itu kuat maka dengan sendirinya akan mengayomi agama lain yang minoritas.

“Tapi kalau umat Islam diadu domba, di situ muncul penistaan agama berdasarkan agama aliran dan seterusnya, jadi kita harus waspada umat Islam tidak boleh terpancing dengan adanya pernyataan-pernyataan yang ada, cara yang paling baik untuk menyelesaikan penistaan agama ini serahkan ke aparat yang berwajib, jangan kita main hakim sendiri itu tambah memperkeruh situasi,” jelasnya.

Untuk itu ia mengingatkan, umat Islam tidak boleh dikontrol nafsu dan semangat berlebihan, tapi juga tidak boleh sangat lembut. Ia tidak sependapat kalau umat Islam diam dan tidak ada reaksi apapun saat dimaki-maki. Seolah-olah umat Islam kehilangan percaya diri.

“Kita tidak ingin menjadi umat yang gampangan, gampang dibayar, gampang diancam dan segala macam, umat yang gampangan itu tidak sesuai dengan ajaran Islam, kita harus tegas pada hal-hal tertentu yang perlu kita tegas, tapi kita perlu juga kasih sayang,” jelasnya.

Nasaruddin menegaskan, kalau sudah sabar sebagaimana ajaran Islam. tapi masih dinistakan kelompok tertentu. Maka tidak boleh diam saja, tapi tidak boleh main hakim sendiri.  Sebab kekerasan tidak pernah bisa menyelesaikan persoalan. Kekerasan untuk apapun, kepada siapapun dan atas nama apapun tidak ada tempatnya dalam Islam.

“Islam itu punya cara untuk menyelesaikan seluruh persoalan kecuali dengan cara kekerasan, dan itu yang dilakukan Rasulullah, itu yang dilakukan Walisongo sampai berhasil sangat menakjubkan,” jelasnya dikutip dari laman republika.co.id, Jumat (3/9/2021).

ISLAM KAFFAH

Jangan Narasikan Perbedaan Agama di Ruang Publik

Beragama ada kesamaan dan perbedaan. Perbedaan itu menjadi wilayah keunikan masing-masing, jangan sampai itu dinarasikan di ruang publik.

“Kalau (perbedaan itu) dinarasikan di ruang publik dalam arti menghujat, itu amat mengancam kebangsaan kita,” ujar Ahli Filologi Universitas Airlangga, Prof Menachem Ali, dalam webinar “Penistaan Agama Dalam Pandangan Islam yang digelar Yayasan Indonesia Damai Mengaji”, Kamis (2/9/2021)

Menachem menegaskan, kalau perbedaan yang kecil itu disuarakan dan ditampilkan di ruang publik tanpa pertanggungjawaban keilmuan yang tepat. Kemudian menimbulkan keresahan dan kegaduhan, itu akan mengancam eksistensi

Sementara itu, Ketua Yayasan Indonesia Damai Mengaji Komjen Pol (Purn) Dr (HC) Syafruddin Msi saat membuka webinar itu mengatakan, semua agama yang ada di muka bumi dapat menyelesaikan masalah yang dihadapi umat manusia. Sebab agama bukanlah sebagai sumber masalah, namun merupakan solusi dalam menyelesaikan masalah yang ada.

Menurut Syafruddin, kini datang masalah baru yang dihadapi umat beragama, yaitu pandemi covid-19 yang meletakkan kita di dalam suatu tatanan baru. Selain itu, tekhnologi yang kian maju pun menjadi tantangan tersendiri bagi bangsa ini.

“Hal ini menjadi tantangan umat beragama untuk dapat fokus di dalamnya dan menemukan solusi. Ilmu dan teknologi jika tidak kita hadapi dengan pikiran jernih maka akan menimbulkan hal-hal yang negatif, seperti masalah konflik fisik,” ujar Syafruddin.

Ulama dan tokoh-tokoh agama agar menjadi panutan dan menyampaikan pencerahan kepada umatnya masing-masing. Bagaimana menjadikan agama sebagai solusi masalah apa pun di muka bumi ini.

ISLAM KAFFAH

Bentuk Ujian Manusia Banyak dan Beragam

Berdasarkan firman Allah SWT dalam surah Al-Baqarah ayat 155 hingga 157, manusia akan dihadapkan dengan beberapa cobaan dan tantangan untuk menguji kesabaran dan ketabahan mereka. Bentuk-bentuk ujian ini banyak dan beragam, ada yang diuji dengan kemiskinan, ada pula yang diuji dengan penyakit, ada pula yang diuji dengan kehilangan orang-orang yang mereka cintai, atau lain sebagainya. 

“Dan Kami pasti akan menguji kamu dengan sedikit ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa, dan buah-buahan. Dan sampaikanlah kabar gembira kepada orang-orang yang sabar, (yaitu) orang-orang yang apabila ditimpa musibah, mereka berkata “Innā lillāhi wa innā ilaihi rāji’ūn” 1 (sesungguhnya kami milik Allah dan kepada-Nyalah kami kembali). Mereka itulah yang memperoleh ampunan dan rahmat dari Tuhannya, dan mereka itulah orang-orang yang mendapat petunjuk.” (Al-Baqarah 2:155-157) 

Dalam ayat lain, Allah SWT berfirman, “Yang menciptakan mati dan hidup, untuk menguji kamu, siapa di antara kamu yang lebih baik amalnya. Dan Dia Mahaperkasa, Maha Pengampun.” (Al-Mulk 67:2)

Sejatinya ujian atau cobaan yang diberikan kepada manusia dengan beragam bentuk itu tidak dapat dihindari, bukan hanya untuk menguji kesabaran tapi juga menentukan tingkatan keimanan. Rasulullah memberikan sejumlah solusi yang dapat diterapkan saat diterpa cobaan.

Pertama, mencoba melihat sisi positif dari masalah tersebut. Untuk menyeimbangkan efek negatif yang ditimbulkan oleh penderitaan, Islam menjelaskan bahwa masalah dan kesulitan berfungsi sebagai sarana untuk menghapus dosa dan mengangkat derajat orang beriman di akhirat. Pendekatan optimis dan positif ini melindungi seseorang dari jatuh ke dalam keputusasaan dan kesedihan. 

Abu Yahya Suhaib bin Sinan r.a. berkata: Rasulullah SAW bersabda, “Betapa indahnya kasus seorang mukmin; ada kebaikan baginya dalam segala hal dan ini hanya berlaku bagi seorang mukmin. Jika kemakmuran menyertainya, dia mengucapkan terima kasih kepada Allah dan itu baik untuknya; dan jika musibah menimpanya, ia bersabar dan itu baik baginya” (HR Muslim).

Abu Hurairah RA berkata, Rasulullah SAW bersabda, “Barang siapa yang Allah kehendaki baik, Dia membuat dia menderita beberapa penderitaan” (Al-Bukhari).

Dalam riwayatnya, Abu Hurairah RA mengatakan, Rasulullah SAW bersabda, “Seorang Muslim, laki-laki atau perempuan, terus berada dalam cobaan dalam hal kehidupan, harta benda, dan keturunannya sampai dia menghadap Allah Ta’ala, tanpa catatan dosa” (At-Tirmidzi).

Hadits-hadits di atas tidak boleh disalahartikan sebagai seruan kepada fatalisme dan kekalahan. Pesan yang disampaikan hadis adalah bahwa setiap Muslim harus menghadapi kesulitan dan bersiap untuk menghadapinya, kata Muhammad Fathi, mantan Imam dan guru di Quran Institute of America.

“Oleh karena itu, orang sebisa mungkin dapat menghadapi kesulitan dengan hati yang berani, mempercayai kebijaksanaan Allah dan percaya pada rahmat-Nya, dan menyadari bahwa tes ini bermanfaat. Bukan dengan berkubang dalam kesulitan atau kesedihan seorang diri,” sambungnya. 

Abu Hurairah RA berkata, Rasulullah SAW bersabda, “Orang mukmin yang kuat lebih baik dan lebih dicintai Allah daripada orang yang lemah, dan keduanya adalah baik.

Ikuti apa yang bermanfaat bagi Anda. Teruslah meminta pertolongan kepada Allah dan jangan menahan diri darinya. (Jika kamu ditimpa musibah), janganlah kamu mengatakan: ‘Seandainya aku mengambil langkah ini atau itu, maka akibatnya akan begini dan begitu,’ tetapi katakan saja: ‘Allah telah menentukan dan melakukan apa yang Dia kehendaki.’ kata ‘jika’ membuka gerbang setan (pikiran)” (Muslim).

Hadits ini sejalan dengan peringatan Nabi kepada sepupunya Ibn `Abbas RA bahwa di balik kesabaran akan ada kemenangan, dan di balik kesulitan ada kemudahan. Allah SWT berfirman, “Dan musibah apapun yang menimpa kamu adalah karena perbuatan tanganmu sendiri, dan Allah memaafkan banyak (dari kesalahan-kesalahanmu).” (Asy-Syura 42:30) 

Dalam komentarnya tentang ayat di atas, Imam Al-Qurtubi melaporkan bahwa `Ali bin Abi Thalib RA berkata, “Ayat ini adalah yang paling menginspirasi harapan dalam Quran; jika dosa-dosaku akan diampuni melalui penderitaan dan bencana, dan di atas itu, Allah akan mengampuni banyak dosa lainnya, lalu apa yang tersisa setelah pengampunan dan pengampunan itu?”

“Saya menyimpulkan dengan hadits otentik yang indah di mana Nabi (damai dan berkah besertanya) memberi tahu kita bahwa orang-orang yang menghadapi cobaan terberat (bla’) adalah para nabi, kemudian yang di sebelah mereka (dalam iman dan pengabdian), dan kemudian berikutnya. Setiap orang akan dicobai menurut tingkat keimanannya; yang kuat imannya akan mendapat cobaan yang berat dan yang lemah imannya akan mendapat cobaan yang lemah. Dan kesengsaraan itu akan meliputi seseorang sampai ia terbebas dari dosa sama sekali,” pungkas Fathi, yang dikutip di About Islam, Jumat (3/9).

IHRAM

Doa Ketika Membaca Ayat Sajdah di Surah Al Nahl Ayat 49

Dalam kitab Ithaf Al-Sadah Al-Muttaqin bi Syarh Ihya’ Ulumuddin, Sayid Muhammad bin Muhammad Al-Zabidi menyebutkan doa setelah membaca ayat sajdah dalam surah Al Nahl ayat 49. Doa yang dimaksud adalah sebagai berikut; (Baca: Tafsir Surah al-Nahl Ayat 14: Mensyukuri Eksistensi Laut)

لَكَ سَجَدَتِ اْلمَلاَئِكَةُ وَخَافُوْكَ مِنْ فَوْقِهِمْ وَفَعَلُوْا مَا اَمَرْتَهُمْ ذَلِكَ بِأَنَّكَ عَرَيْتَهُمْ مِنَ الشَّهَوَاتِ وَطَهَّرْتَهُمْ مِنَ اْلاَفَاتِ وَمَكَّنْتَ لَهُمُ الزُّلَفَاتِ فَخَافُوْكَ مِنْ فَوْقِهِمْ وَفَعَلُوْا مَا اَمَرْتَهُمْ وَلَمْ يَسْبِقُوْا بِقَوْلٍ وَهُمْ مِنْ خَشْيَتِكَ مُشْفِقُوْنَ فَهُمْ عِبَادُكَ اْلمُكْرَمُوْنَ وَنَحْنُ عَبِيْدُكَ اْلمَرْحُوْمُوْنَ اْلمَحْبُوْبُوْنَ، بِالرَّأْفَةِ اِبْتَدَأْتَنَا وَمِنْ بَابِ الرَّحْمَةِ اَخْرَجْتَنَا وَمِنْ ضَعْفٍ خَلَقْتَنَا وَبِالشَّهَوَاتِ اِبْتَلَيْتَنَا وَلِلْحَاجَةِ عَرَضْتَنَا وَبِاْلوَعْدِ وَاْلوَعِيْدِ مِنَ اْلوَحْيِ اَدَّبْتَنَاوَبِجُوْدِكَ وَنِعْمَتِكَ هَدَيْتَنَا وَبِعَظِيْمِ حَظِّنَا مِنْكَ وَسِعْتَ عَلَيْنَا وَاَشْرَعْتَ اِليْكَ السَّبِيْلَ لَنَا وَجَعَلْتَ مِنَّا اَوْلِيَاءَ وَاَحْبَابًا فَمَنَازِلُ اْلقُرْبَةِ لَدَيْكَ فَخَوْفُنَا لَكَ مِنَ الشَّهَوَاتِ وَاَفْعَالُنَا مَعَ اْلوَسَاوِسِ وَاْلخَطَرَاتِ وَاْلاَفَاتِ فَارْحَمْنَا فَاِنَّكَ اَعْلَمْتَنَا اِنَّكَ مَعَنَا فِيْ العَوْنِ واَلنَّصْرِ وَالتَّأْيِيْدِ يَا خَيْرَ مَنْ اَشْفَقَ عَلَيْنَا وَرَحِمَنَا

Hanya kepada-Mu para malaikat bersujud, mereka takut kepada-Mu, yang berkuasa di atas mereka, mereka melakukan apa yang Engkau perintahkan. Itu karena Engkau menelanjangi mereka dari syahwat, mensucikan mereka dari dosa, memungkinkan mereka untuk mendekat, maka mereka takut kepada-Mu, yang berkuasa di atas mereka, mereka melakukan apa yang Engkau perintahkan dan mereka tidak mendahului dengan suatu perkataan. Mereka, karena taku kepada-Mu, berhati-hati. Maka mereka adalah hamba-Mu yang dimuliakan, dan kami adalah hamba-Mu yang dikasihani dan dicintai.

Dengan lembut, Engkau mulai menciptakan kami. Dari pintu rahmat, Engkau mengeluarkan kami. Dari kelemahan, Engkau menciptkan kami. Dengan syahwat, Engkau menguji kami. Untuk kebutuhan, Engkau memperlihatkan kami. Dengan janji dan ancaman dari wahyu, Engkau mendidik kami. Dengan kemurahan dan rahmat-Mu, Engkau memberi petunjuk pada kami.

Dengan besarnya bagian kami dari-Mu, Engkau melapangkan kami. Engkau membuka jalan pada kami menuju kepada-Mu. Engkau menjadikan para wali dan kekasih di antara kami, maka kedudukan kedekatan berada di sisi-Mu. Ketakutan kami pada-Mu muncul dari syahwat, dan perbuatan kami disertai keraguan dan dosa, maka kasihanilah kami. Engkau telah memberitahu kami bahwa Engkau bersama kami untuk memberi pertolongan, bantuan dan kekuatan, wahai Dzat sebaik-baik yang telah mengasihani kami.

BINCANG SYARIAH

Mengapa Terjadi Kesalahpahaman?

SEGALA puji hanya bagi Allah Subhanahu Wata’ala, shalawat dan salam semoga selalu tercurah kepada Rasulullah, keluarga, para sahabat dan pengikutnya yang setia.

Aku bersaksi bahwa tidak ada tuhan yang hak kecuali Allah yang Maha Esa tiada sekutu bagiNya dan aku bersaksi bahwasanya Muhammad adalah hamba dan RasulNya –Shallallaahu ‘Alaihi Wa ‘Ala Alihi Wa Sallam. Amma ba’du;

Rasulullah –Shallallaahu ‘Alaihi Wa ‘Ala Alihi Wa Sallam telah memberitahukan kepada kita bahwa sepeninggal Beliau akan terjadi perbedaan dan bahkan perpecahan yang sangat banyak.

Apalagi zaman sekarang, lebih banyak lagi fitnah yang timbul, bahkan sesama teman, sesama sahabat, sesama penuntut ilmu syar’i, sesama da’i, sesama ulama bahkan sesama Ahlus Sunnah Wal Jama’ah.

Latar belakang perbedaan dan perpecahan serta fitnah itu macam-macam. Bisa jadi karena pemahaman tentang Islam yang sepotong-sepotong dan tidak seutuhnya. Karena kejahilan, karena kurang ilmu, karena hawa nafsu, karena faktor duniawi, karena beda pendapatan (beda pendapatan, lain dengan beda pendapat), karena hasad, iri dan dengki, karena niat jelek, karena hati telah rusak, karena fanatik kepada seseorang, karena merasa benar sendiri, karena dada yang sempit,karena jiwa yang kerdil, karena faktor kejiwaan, karena pengalaman masa lalu, karena masa kecil kurang bahagia,karena rumah tangga tidak harmonis,  karena pengaruh lingkungan, karena pengaruh literatur yang dibaca, karena kekanak-kanakan dan tidak dewasa, karena emosional,karena kurang komunikasi, karena enggan berdiskusi, karena akhlak dan moral yang buruk, karena beda daya paham,karena tekanan, karena faktor politis, karena kepentingan, karena kurang pergaulan, karena kurang pengalaman, karena kurang informasi, karena telat mikir,karena pandangan pendek, karena tidak tahu dan tidak mau tahu realita, karena saingan, karena tidak mengenal Allah Subhanahu Wata’ala dengan sebenarnya, karena tidak tahu sejarah, karena untuk menutupi kekurangan diri sendiri, karena lupa kejelekan diri sendiri sehingga sibuk dengan orang lain, karena kurang kerjaan, karena kesulitan hidup, karena hidup dari konflik dan tidak bisa hidup tanpa ada konflik, karena diuntungkan oleh konflik, karena bisnis konflik, karena pesanan, karena pengaruh kekuasaan dan penguasa, karena pengaruh ulama suu’ (ulama jahat), karena merasa memiliki kunci surga, karena…karena…karena….dan lain-lain.

Masih banyak faktor-faktor lainnya. Intinya, orang yang suka perpecahan dan memecah-belah adalah orang yang sakit jiwa, hati dan pikirannya.

Hendaklah kita berhati-hati dengan kata-kata yang haq tapi bertujuan batil dan tidak mempermainkan agama serta wahyu Allah. Mari kita kenali Allah Subhanahu Wata’ala dengan sebenarnya dan Islam dengan seutuhnya serta Nabi MUHAMMAD –Shallallaahu ‘Alaihi Wa ‘Ala Alihi Wa Sallam dengan sempurna.

Berapa banyak orang yang selalu membawa-bawa Al-Qur’an dan As-Sunnah, selalu berlabel agama akan tetapi kehidupan mereka, akhlak mereka dan muamalah mereka jauh dari Al-Qur’an dan As-Sunnah, jauh dari ajaran agama itu sendiri.

Imam Malik –Rahimahullah mengatakan: “Semua manusia bisa diambil pendapatnya dan bisa pula ditolak kecuali Rasulullah –Shallallahu ‘Alaihi Wa ‘Ala Alihi Wa Sallam”.

Nasehat Ibnul Jauzi rahimahullah dalam kitabnya “Shaidul Khathir”: “Aku perhatikan saling hasad (iri dengki) di kalangan ulama, maka aku lihat sumbernya adalah karena cinta dunia. Sesungguhnya ulama akhirat itu saling mencintai dan tidak saling hasad (iri dengki).”

Saudara-saudaraku yang saya cintai karena Allah, mari kita sibukkan diri kita dengan hal-hal yang bermanfaat, membaca Al-Qur’an, Al-Hadits, mempelajari, menghafalkan dan mengamalkan. Kita tiru kehidupan beragama para Sahabat Nabi –Radhiallahu ‘Anhum. Bangun pada malam hari, shalat, berdoa dan bermunajat kepadaNya. Memohon petunjukNya. Menjadi manusia yang bermanfaat untuk orang lain. Jangan kita sibukkan diri kita dengan hal-hal yang tidak bermanfaat yang akan menjadikan penyesalan kita dalam kehidupan dunia dan akhirat. Semoga Allah jadikan kita semua sebagai ulama akhirat, aamiin..!

Semoga bermanfaat dan mencerahkan.*

@AbdullahHadrami

HIDAYATULLAH

Ketika Nabi Muhammad Mendoakan Kebaikan untuk Seorang Yahudi

 Warisan terbesar yang ditinggalkan Nabi bagi umat Islam adalah toleransi dengan non muslim. Nilai luhur itu senantiasa dijaga oleh generasi sahabat, tabi’in, dan tabi tabi’in. Budi luhur itu terpelihara sebab masyarakat Islam yang dipimpin Nabi, hidup dalam hegemoni pluralitas agama. Ada agama Yahudi, Kristen, Zoroaster, pagan, ateis dan agnostik.

Nabi juga menjalin persahabatan dengan non Muslim. Juga bertetangga dengan mereka yang berbeda agama. Dan itu tak dipermasalahka Nabi. Mereka hidup harmonis. Saling menjaga satu sama lain. Bahkan dalam salah satu riwayat Nabi tak sungkan untuk mendoakan non muslim untuk kebaikan mereka. Sekalipun ia kafir.

Dalam kitab al Adzkār, karya Imam Nawawi termaktub sebuah hadis Nabi Muhammad yang mendoakan ketampanan untuk seorang Yahudi. Pasalnya, ketika itu sedang kehausan, dan meminta minuman pada seorang yang beragama Yahudi. Setelah meneguk air pemberian Yahudi tersebut, Nabi lantas mendoakannya agar selalu tampan sepanjang hayat. Berkat doa itu, ia tidak beruban hingga mati. Hadis tersebut bersumber dari Ibnu Sunni. Berikut teksnya;

استسقى النبيُّ صلى الله عليه وسلم فسقاه يهوديٌّ، فقال له النبيّ صلى الله عليه وسلم ;جَمَّلَكَ اللَّهُ فما رأى الشيب حتى ماتَ.

Artinya: Nabi Muhammad Saw meminta air minum, lalu ada seorang yang beragama Yahudi memberinya minum. Kemudian Nabi berkata kepadanya, ‘Semoga Allah menjaga ketampananmu.’ Maka berkat doa ini, orang Yahudi tersebut tidak terlihat ubannya hingga mati.

Menurut Imam Nawawi, seorang muslim boleh mengucapkan doa yang berisi kebaikan dan kebahagiaan untuk non Muslim, seperti agar mendapat hidayah, diberi kesehatan badan, dan senantiasa bahagia. Akan tetapi  doa berupa ampunan Allah dilarang Imam Nawawi diucapkan bagi non muslim.  Dalam al Adzkār, hal 282 ia berkata;

لا يجوز أن يُدعى له بالمغفرة وما أشبهها مما لا يُقال للكفار، لكن يجوزُ أن يُدعى بالهداية وصحةِ البدن والعافية وشبهِ ذلك.

Artinya: Tidak boleh mendoakan ampunan dan doa semisalnya yang tidak boleh diucapkan untuk orang-orang non-Muslim, tetapi boleh mendoakannya agar mendapat hidayah, kesehatan dan semisalnya.

Ibnu Abi Syaibah Al Kufi dalam kitab al-Mushannaf memuat kisah seorang Yahudi datang menemui Nabi Muhammad untuk meminta didoakan Nabi. Ia memohon Nabi mendoakan agar diberi kekayaan, harta melimpah, dianugerahi anak, dan juga panjang umur. Berikut kisah tersebut sebagaimana diriwayatkan oleh Ibrahim;

جاء رجل يهودي الى النبي صلى الله عليه وسلم فقال : ادع لي : فقال : اكثر الله مالك وولدك واصح جسمك واطال عمرك

Artinya: Ada seorang laki-laki Yahudi datang menemui Nabi Saw, kemudian dia berkata kepada beliau; ‘Doakanlah aku’. Kemudian beliau berdoa; ‘Semoga Allah memperbanyak hartamu, anakmu, menyehatkan tubuhmu, dan memperjang umurmu.

Demikianlah penjelasan terkait kisah ketika Nabi Muhammad mendoakan kebaikan untuk seorang Yahudi.Semoga bermanfaat.

BINCANG SYARIAH

Belajarlah dari Semut

وَتِلۡكَ الۡاَمۡثَالُ نَضۡرِبُهَا لِلنَّاسِ‌ۚ وَمَا يَعۡقِلُهَاۤ اِلَّا الۡعٰلِمُوۡنَ

“Dan perumpamaan-perumpamaan ini Kami buatkan untuk manusia, dan tiada yang memahaminya kecuali orang-orang yang berilmu.” (QS: Al-Ankabut [29]: 43).

Al-Qur’an telah banyak membuat perumpamaan atau tamsil, ada yang baik dan ada yang buruk. Ketika Allah Ta’ala menyindir perilaku orang Yahudi yang selalu membawa Kitab tanpa pernah mau mengamalkannya, maka orang tersebut diibaratkan seperti keledai.

Demikian juga ketika menyebut orang kafir yang tidak mau menerima kebenaran, Allah mengibaratkan mereka seperti anjing yang jika dihalau atau dibiarkan saja sikapnya sama, tidak berubah. Selain tamsil negatif tersebut, Allah juga membuat tamsiltamsil yang positif, seperti lebah dan semut.

Bahkan kedua nama binatang itu telah dijadikan nama surat al-Qur’an, yaitu an-Nahl dan an-Naml. Penyebutan dua binatang tersebut karena pada keduanya terdapat sisi-sisi kebaikan yang bisa dijadikan pelajaran bagi manusia. Lalu apa sisi kebaikan dari binatang itu?

Pertama, semut merupakan binatang yang paling suka bersilaturahim. Mereka tidak lupa bertegur sapa dan saling memberi salam bila bertemu. Kemampuan berkomunikasi dengan menguasai segala teknisnya secara baik dan benar merupakan sikap penting dan gaya hidupnya. Saling bertukar informasi menjadi tabiat koloni ini.

Kedua, semut selalu berusaha mandiri dan bekerjasama. Kemandiriannya tidak menghambatnya untuk saling berta’awun, sebaliknya kerjasamanya tidak mengurangi kemandiriannya. Koloni semut ini tidak egois dan individualis.

Mereka hidup saling menopang dan membantu dengan daya juang tinggi yang dilandasi rasa peduli dan peka terhadap lingkungan sekitarnya. Kesetiakawanan dan kepekaan terhadap lingkungan ini telah terekam dengan baik dalam al-Qur’an ketika menceritakan kawanan semut dan pasukan Nabi Sulaiman. Allah menceritakan:

حَتّٰٓى اِذَاۤ اَتَوۡا عَلٰى وَادِ النَّمۡلِۙ قَالَتۡ نَمۡلَةٌ يّٰۤاَيُّهَا النَّمۡلُ ادۡخُلُوۡا مَسٰكِنَكُمۡ‌ۚ لَا يَحۡطِمَنَّكُمۡ سُلَيۡمٰنُ وَجُنُوۡدُهٗۙ وَهُمۡ لَا يَشۡعُرُوۡنَ‏
فَتَبَسَّمَ ضَاحِكًا مِّنۡ قَوۡلِهَا وَقَالَ رَبِّ اَوۡزِعۡنِىۡۤ اَنۡ اَشۡكُرَ نِعۡمَتَكَ الَّتِىۡۤ اَنۡعَمۡتَ عَلَىَّ وَعَلٰى وَالِدَىَّ وَاَنۡ اَعۡمَلَ صَالِحًـا تَرۡضٰٮهُ وَاَدۡخِلۡنِىۡ بِرَحۡمَتِكَ فِىۡ عِبَادِكَ الصّٰلِحِيۡنَ

“Hingga apabila mereka sampai di lembah semut berkatalah seekor semut:“Hai semut-semut, masuklah ke sarang-sarangmu, agar kamu tidak diinjak oleh Sulaiman dan tentaranya, sedangkan mereka tidak menyadari”. Maka dia (Sulaiman) tersenyum dengan tertawa karena (mendengar) perkataan semut itu berdoa, “Ya Tuhanku, anugerahkanlah aku ilham untuk tetap mensyukuri nikmat-Mu yang telah Engkau anugerahkan kepadaku dan kepada kedua orang tuaku dan agar aku mengerjakan kebajikan yang Engkau ridhai; dan masukkanlah aku dengan rahmat-Mu ke dalam golongan hamba-hamba-Mu yang shalih.”…” (QS: An-Naml [27]: 18 – 19).

Ketiga, semut merupakan binatang memiliki etos kerja keras, tak kenal menyerah. Hewan bernama ilmiah Formicidae itu memiliki kesungguhan dalam menghadapi hidup dan usaha yang penuh risiko, tantangan, cobaan, dan ujian. Segala rintangan dihadapi dengan disiplin dan tanggung jawab dengan sepenuh jiwa. Kalau tidak percaya, coba halangi jalannya semut, mereka akan mencari jalan lain sampai ketemu. Daya juangnya sungguh luar biasa.

Keempat, semut merupakan binatang yang selalu aktif dan kreatif. Inisiatifnya patut diacungi jempol. Mereka inovatif dalam mengejar impian hidupnya.

Pernah dijumpai koloni semut bekerja bahu membahu menyemberangi sungai yang luas dengan menggunakan sisa-sisa patahan ranting. Subhanallah, bagaimana mereka saling berkoordinasi, berbagi tugas, dan berimprovisasi?

Kelima, semut merupakan binatang pemberani. Medan perjuangan mereka adalah belantara luas yang tak berujung.

Mereka mengembara dengan hanya mengandalkan fisiknya yang ringkih. Meskipun demikian mereka dengan gagah beraninya berjuang dengan menghadapi risiko yang tidak sederhana.

Mari belajar dari semut dalam menghadapi tantangan hidup untuk kesejahteraan, kemuliaan dan kebahagiaan di dunia dan akhirat. Wallahu’alam.*

HIDAYATULLAH

Tiga Alasan Pentingnya Bersuci

Kunci sholat itu adalah bersuci.

Bersuci sangat penting bagi seorang Muslim agar amal ibadahnya sah. Seseorang yang hendak melaksanakan sholat terlebih dulu harus bersuci.

Bila seseorang mempunyai hadas besar, maka ia harus bersuci dengan mandi junub. Sedang bila mempunyai hadas kecil maka ia harus berwudhu atau bertayamum.

Berikut tiga alasan dalam kitab at Targib wat Tarhib tentang pentingnya bersuci dalam Islam.

1. Tanda seseorang mempunyai iman

Sebagaimana dalam kitab at Targib wat Tarhib menuliskan sebuah hadits Nabi Muhammad SAW yang diriwayatkan Imam Tirmidzi.

وَقَالَ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ  : اَلطُّهُوْرُنِصْفُ الْاِيْمَانِ.

Nabi Muhammad SAW, “Bersuci itu sebagian dari iman,”

Orang yang beriman pasti akan bersuci. Sebab Allah SWT memerintahkan bersuci kepada hambanya sebelum rukuk dan sujud menyembahnya. Sebagaimana dapat ditemukan keterangannya dalam surat Al Maidah ayat 6. 

2. Agama didirikan dengan prinsip bersuci

Sebagaimana dalam kitab at Targib wat Tarhib menuliskan sebuah hadits Nabi Muhammad SAW,

وَقَالَ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : بُنِىَ الدِّيْنُ عَلَى النَّظَافَةِ.

Nabi Muhammad SAW bersabda, “Didirikan agama itu di atas dasar prinsip kesucian,”

Islam mengajarkan pemeluknya untuk menyucikan diri lahir dan batin. Menyucikan batin maksudnya agar suci dari setiap penyakit-penyakit hati. Menyucikan lahir maksudnya agar suci dari hadas kecil dan besar. 

3. Kunci sah sholat

Sebagaimana dalam kitab at Targib wat Tarhib menuliskan sebuah hadits Nabi Muhammad SAW yang diriwayatkan Abu Dawud dan Tirmidzi

وَقَالَ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : مِفْتَاحُ الصَّلَا ةِ الطُّهُوْرُ.

Nabi Muhammad SAW bersabda, “Kunci sholat itu adalah bersuci.” 

KHAZANAH REPUBLIKA