Antara Nadzar Tauhid, Syirik, Maksiat dan Makruh

Bismillah walhamdulillah wash shalatu was salamu ‘ala Rasulillah, amma ba’du.

Syekh Muhammad At-Tamimi Rahimahullah membuat bab tentang nadzar dalam Kitab Tauhid dengan judul:

من الشرك النذر لغير الله

“Termasuk kesyirikan adalah bernadzar untuk selain Allah”

Maksud syirik di sini adalah syirik besar. Mempersembahkan nadzar kepada selain Allah adalah syirik besar karena nadzar termasuk ke dalam ibadah.

Definisi nadzar

Definisi nadzar yaitu seseorang mengharuskan kepada dirinya sendiri sesuatu yang hukum asalnya tidak wajib baginya, baik secara mutlaq (tanpa syarat) maupun muqoyyad (bersyarat).

– Contoh nadzar mutlaq (tanpa syarat) misalnya, “Saya bernadzar menunaikan salat malam untuk Allah semata.”

– Contoh nadzar muqoyyad (bersyarat) misalnya, “Saya bernadzar menunaikan salat malam untuk Allah semata jika saya sembuh dari sakit.”

Perbedaan antara ibadah nadzar dan ibadah penunaian nadzar

Ibadah nadzar adalah ucapan seseorang ketika bernadzar. Misalnya, saya bernadzar menghatamkan Alquran untuk Allah semata jika saya sembuh dari sakit.

Ibadah penunaian nadzar dalam kasus di atas adalah menghatamkan Alquran ketika ia sembuh, dengan niat menunaikan nadzar tersebut.

Ibadah nadzar, baik jenis mutlaq maupun muqoyyadwajib dipersembahkan kepada Allah semata.

Demikian pula ibadah penunaian nadzar, baik jenis penunaian nadzar mutlaq maupun muqoyyadwajib dipersembahkan kepada Allah semata.

Ibadah nadzar dan ibadah penunaian nadzar yang dipersembahkan kepada Allah semata merupakan ibadah tauhid. Sedangkan jika keduanya dipersembahkan kepada selain-Nya, merupakan ibadah syirik.

Kapan nadzar dikatakan ibadah, makruh, ataupun syirik?

Pertama, nadzar mutlaq yang bernilai ibadah tauhid adalah jika bernadzar untuk Allah semata.

Contoh: “Saya bernadzar menunaikan salat malam untuk Allah semata.”

Sedangkan nadzar mutlaq yang termasuk syirik apabila bernadzar untuk mayyit, jin penunggu/penguasa pantai selatan, wali/kyai fulan yang sudah meninggal dunia, dan bentuk yang ditujukan kepada selain Allah, dalam rangka taqarrub (mendekatkan diri) kepada hal tersebut.

Contoh: “Saya bernadzar menyembelih sapi untuk jin desa ini.”

Kedua, penunaian nadzar mutlaq (tanpa syarat) untuk Allah semata itu bernilai ibadah tauhid.

Adapun bentuk penunaian nadzar mutlaq untuk jin, malaikat, nabi, dan bentuk selain Allah lainnya adalah syirik.

Ketiga, penunaian nadzar muqoyyad (bersyarat) untuk Allah semata itu bernilai ibadah tauhid.

Adapun bentuk penunaian nadzar muqoyyad untuk sunan fulan (mayyit), Ali bin Abi Tholib, nabi, dan bentuk selain Allah lainnya, merupakan syirik.

Keempat, adapun untuk nadzar muqoyyad, maka hukumnya makruh, ditinjau dari sisi keyakinan dan pensyaratan, bukan ditinjau dari sisi asal ibadah nadzar.

Namun jika ditinjau dari sisi asal ibadah, maka nadzar muqoyyad itu ibadah yang harus dipersembahkan untuk Allah semata. Adapun nadzar muqoyyad bentuk yang syirik adalah dipersembahkan untuk selain Allah.

Perbedaan nadzar syirik dengan nadzar maksiat

Jika dilihat dari beberapa sudut pandang, perbedaan nadzar syirik dengan nadzar maksiat dapat ditinjau sebagai berikut:

Berdasarkan tujuan

– Nadzar syirik adalah nadzar yang dipersembahkan untuk selain Allah. Tujuannya ber-taqarrub dan beribadah kepada selain Allah. Maka ini syirik besar.

– Nadzar maksiat adalah nadzar untuk Allah, namun isi nadzarnya maksiat.

Berdasarkan lafaz

– Contoh lafaz nadzar syirik misalnya, “Saya bernadzar puasa untuk penghuni kubur ini.

– Contoh lafaz nadzar maksiat misalnya, “Saya bernadzar kepada Allah akan pesta miras jika lulus ujian.

Berdasarkan keabsahan

– Nadzar maksiat itu sah, tapi tidak boleh dilaksanakan. Pelakunya wajib bertaubat dan menebus kaffarah.

– Nadzar syirik besar itu tidak sah dan tidak ada kewajiban kaffarah. Hanya saja pelakunya murtad dan wajib taubat darinya.

Berdasarkan jenis dosanya

– Nadzar syirik adalah jenis dosa yang mengeluarkan pelakunya dari Islam karena itu termasuk syirik besar.

– Nadzar maksiat adalah jenis dosa yang tidak mengeluarkan pelakunya dari Islam karena itu bukan termasuk syirik besar.

Dalil-dalil tentang nadzar dan memenuhi nadzar

Syekh Muhammad At-Tamimi Rahimahullah membuat bab tentang nadzar dalam kitabnya Kitab Tauhid. Dalam bab tersebut menunjukkan bahwa nadzar dan memenuhi nadzar merupakan bentuk ibadah. Beliau menyebutkan 3 dalil dalam bab tersebut, yakni:

Dalil pertama, QS. Al-Insan ayat 7

Untuk memahami ayat ke-7 ini, perlu mengetahui sebagian ayat sebelumnya. Allah Ta’ala berfirman,

إِنَّ الْأَبْرَارَ يَشْرَبُونَ مِنْ كَأْسٍ كَانَ مِزَاجُهَا كَافُورًا

“Sesungguhnya orang-orang yang berbuat kebajikan minum dari gelas (berisi minuman) yang campurannya adalah air kafur” (QS. Al-Insan: 5).

عَيْنًا يَشْرَبُ بِهَا عِبَادُ اللَّهِ يُفَجِّرُونَهَا تَفْجِيرًا

“(yaitu) mata air (dalam surga) yang daripadanya hamba-hamba Allah minum, yang mereka dapat mengalirkannya dengan sebaik-baiknya” (QS. Al-Insan: 6).

يُوفُونَ بِالنَّذْرِ وَيَخَافُونَ يَوْمًا كَانَ شَرُّهُ مُسْتَطِيرًا

“Mereka menunaikan nazar dan takut akan suatu hari yang azabnya merata di mana-mana” (QS. Al-Insan: 7).

Pada Al-Insan ayat 5 sampai dengan 7 menyebutkan pujian terhadap orang-orang yang berbuat kebajikan.

Pujian Allah kepada mereka salah satunya disebabkan karena mereka memenuhi nadzar. Hal ini menunjukkan memenuhi nadzar adalah ibadah. Wasilah (sarana) kepada suatu ibadah merupakan ibadah. Sehingga wasilah memenuhi nadzar juga termasuk ibadah. Sehingga seseorang telah melakukan kesyirikan apabila dia mempersembahkan nadzar kepada selain Allah. Sedangkan seseorang dikatakan ibadah dan mentauhidkan Allah apabila dia bernadzar dan dipersembahkan untuk Allah semata.

Kesimpulan: baik nadzar maupun memenuhi nadzar, maka keduanya adalah ibadah.

Dalil kedua, QS. Al Baqarah ayat 270

وَمَا أَنْفَقْتُمْ مِنْ نَفَقَةٍ أَوْ نَذَرْتُمْ مِنْ نَذْرٍ فَإِنَّ اللَّهَ يَعْلَمُهُ ۗ وَمَا لِلظَّالِمِينَ مِنْ أَنْصَارٍ

“Apa saja yang kalian nafkahkan atau apa saja yang kalian nadzarkan, maka sesungguhnya Allah mengetahuinya. Tidak ada seorang penolong pun bagi orang-orang yang berbuat zalim” (QS. Al-Baqarah: 270).

Pada ayat ini Allah Ta’ala mengorelasikan antara nadzar dengan ilmu-Nya. Maksud dari ayat ini adalah Allah akan memberikan jazaa’ (pahala) yang telah Allah janjikan kepada hamba-Nya yang bernadzar karena Allah mengetahui nadzar hamba-Nya. Tidaklah sesuatu dijanjikan pahala bagi pelakunya, kecuali sesuatu itu termasuk ibadah. Dimana jika ibadah tersebut dipersembahkan kepada selain Allah, maka termasuk syirik.

Kesimpulan: nadzar itu ibadah. Dikatakan tauhid jika seseorang bernadzar untuk Allah. Sedangkan dikatakan syirik apabila bernadzar untuk selain Allah.

Dalil ketiga, hadis Aisyah Radhiyallahu ‘anha

Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,

«من نذر أن يطيع الله، فليطعه، ومن نذر أن يعصي الله، فلا يعصه»

“Barangsiapa yang bernadzar untuk mentaati Allah, maka hendaklah ia mentaatinya. Dan barangsiapa yang bernadzar untuk bermaksiat kepada Allah, maka janganlah ia bermaksiat kepadanya” (HR. Bukhari).

Alasan pendalilannya ada dua, yaitu:

1. Jika nadzar tersebut berisikan ketaatan, maka statusnya disebutkan pelakunya mentaati Allah. Hal ini artinya nadzar adalah ibadah yang tidak boleh dipersembahkan kepada selain Allah.

2. Nadzar yang berisikan kemaksiatan tidak boleh dipenuhi (dan dalam fikih diwajibkan bagi orang yang bernadzar maksiat untuk menebus kaffarah yamiin/ sumpah). Hal ini menunjukkan asal perbuatan nadzar itu sah dengan bukti pelaku tersebut disuruh menebus sumpahnya.

Tidak boleh sebuah amal dalam syariat dikatakan sah kecuali dia merupakan ibadah. Sehingga dari sisi ini nadzar itu ibadah. Jika ia mempersembahkan nadzar kepada selain Allah, maka ia telah berbuat syirik.

Wallahu a’lam.

Penulis: Sa’id Abu Ukkasyah

Sumber: https://muslim.or.id/68807-antara-nadzar-tauhid-syirik-maksiat-dan-makruh.html

Membicarakan Fatwa “Musik Haram” di Indonesia

Dulu pada tahun 1992, Kelompok Tarbiyah–embrio PKS–juga pernah punya fatwa musik haram. Tercatat seorang simpatisannya, AA yang dikenal sebagai mantan gitaris band cadas mengkampanyekan gerakan anti musik. Melalui Majalah Sabili selama 3 bulan berturut-turut, kampanye anti musik disampaikan dalam berbagai bentuk, yang popular adalah opini dan stiker.

Di dalam kegiatan-kegiatan tabligh akbar, para da’i tarbiyah menyampaikan pesan bahwa ada alternatif hiburan selain musik, yaitu nasyid. Maka, mulailah judul-judul nasyid seperti muwahidun ana (Tuhan Saya Satu), ghuraba (Orang-Orang Terasing) dan Addinu lana (Agama Milik Kami) popular di kalangan pengikut Tarbiyah. Grup-grup nasyid pun bermunculan menjadi idola baru menggantikan band dan penyanyi ternama.

Memasuki tahun 1993, kejenuhan terhadap nasyid mulai muncul. Suara-suara koor yang menjadi mainstream hiburan rupanya dianggap kurang membangkitkan selera. Fatwa tentang alat musik yang halal pun digali, setelah sebelumnya para asatidz tarbiyah mengharamkan semua jenis alat musik.

Namun sikap itu berubah, begitu grup nasyid Hamas Palestina mengintroduksi penggunaan kendang. Ritme nasyid al-Qudsu lanā (al-Quds Milik Kami), terdengar enerjik, dengan hentakan ritmis pukulan rebana. Kepala anak-anak muda tarbiyah pun mengangguk-angguk mengikuti lantunan nasyid al-Qudsu lana. Gairah jihad dan melawan Israel pun bangkit membakar “al-Qudsu lanā”, begitu teriak seorang pengurus Rohis sebuah SMA Negeri merespon ajakan vokalis utama sebuah grup nasyid.

Namun, hiburan nasyid yang lebih bernuansa kearaban itu ternyata tidak bisa menghibur hati para aktivis tarbiyah yang masih belum bisa move on dari Lionel Richie, New Kids on The Block, Taylor Dane, dan bahkan Madonna. Beberapa aktivis tarbiyah, kedapatan mencuri-curi kesempatan mendengarkan Electric Youth-nya Debbie Gibson meskipun baru saja mendengarkan fatwa haramnya musik dari sang murabbi.

Melihat situasi itu, sekelompok mahasiswa UI yang berasal dari Fakultas Sastra dan Fakultas ISIP menawarkan solusi kejenuhan itu. Mereka menamakan diri sebagai Senandung Nasyid dan Dakwah (SNADA). Solusi hiburan yang mereka tawarkan adalah hiburan pop tanpa alat musik, tapi serasa mendengar musik atau dinamakan acapella. Para murabbi pun agak kesulitan menyikapi tawaran hiburan dari Snada ini. Mau memberi fatwa haram, tidak ada alat musik yang dipakai. Membiarkan nasyid-nasyid SNADA dinikmati para mad’u (peserta tarbiyah), tapi seperti menikmati musik. Sebuah pilihan yang memang sulit disikapi waktu itu.

Waktu membuktikan bahwa sajian nasyid SNADA ternyata mendapat sambutan hangat dari aktivis tarbiyah. Seperti ada kerinduan yang terbayar akibat fatwa haram musik. Nasyid-nasyid SNADA banyak yang meniru total irama slow pop boyband Amerika, seperti All for One atau Peabo Bryson.

Judul-judul nasyid dan lirik nasyid pun dibuat semenarik mungkin. SNADA mencoba meramu materi-materi tarbiyah ke dalam sajian yang cozy menurut masanya. Sebagai contoh, tema ikhlas disajikan ke dalam syair, just giving once but you’re telling everyone you meet. Just giving once, every body has known what you did, dan seterusnya.

Dengan pendekatan yang kekinian itu, Snada mampu menjangkau penggemar dari kalangan muda di luar kelompok tarbiyah. Dan hasilnya, tidak sedikit para penggemar Majalah ANEKA, ANITA dan GADIS yang merapat mengaji ke kelompok tarbiyah.

Memasuki tahun 1994, kelompok Darul Arqam merilis genre baru nasyid. Memanfaatkan fatwa bolehnya penggunaan kendang dan rebab, nasyid-nasyid Darul Arqam mulai meramaikan penjualan kaset-kaset nasyid di Jakarta. Alunan irama orang Melayu dan diiringi pukulan rampak kendang, membuat nasyid Darul Arqam ini laksana dangdut Islami. Tentu, para mantan penggemar Rhoma Irama, Asep Irama, Meggy Z, Hamdan ATT, Mara Karma dan Mansyur S, yang telah berhijrah menjadi akhi dan ukhti serasa diajak kembali bernostalgia mendengarkan rampak nasyid grup Arqam ini.

Di perjalanan tahun 1994, sekelompok mahasiswa UI membentuk grup nasyid yang diambil dari nama Musholla di FMIPA, Izzatul Islam. Grup nasyid menawarkan genre sendiri yang merupakan campuran dari genre Arab dan Mars ala Masyumi.

Cukup lama fatwa haramnya musik tidak lagi diperdengarkan di kalangan tarbiyah. Kesibukan menghadapi transisi politik pada tahun 1998 telah menyita banyak energi. Sehingga perhatian terhadap haramnya musik perlahan dilupakan.

Pada akhir 1998, kelompok tarbiyah bertransformasi menjadi partai politik. Nama Partai Keadilan pun diambil untuk menegaskan misi politik yang diusung. Sebagian kalangan menilai penamaan itu mengikuti partai yang didirikan Nechmetin Erbakan, AKP, yang menjadi bench-mark gerakan politik.

Kehidupan politik, memaksa kelompok tarbiyah untuk mengikuti preferensi pasar politik, yaitu meraih dukungan sebanyak-banyaknya dari konstituen. Tuntutan ini dalam perkembangannya berimbas pada sikap fikih kelompok yang dulu dikenal kaku. Termasuk dalam persoalan musik.

Seperti dugaan sementara kalangan, bahwa pasa satu waktu kelompok tarbiyah akan mengubah fatwanya ke arah menghalalkan musik. Dugaan itu terbukti ketika pada tahun 2007, ketika perhelatan PILKADA, PKS yang merupakan kelanjutan dari PK, mengundang grup band untuk meramaikan kampanye Adang-Dani, Pasangan Cagub-Wagub yang diusung PKS.

Fatwa musik haram itu makin tenggelam. Cukup lama, fatwa haram itu hilang, kini muncul fatwa repro. Dengan dalil yang sama tapi tanpa alternatif. Kali ini fatwa haram itu dibangkitkan kelompok Salafi, yang sebagian motornya adalah para mantan aktivis tarbiyah yang kecewa terhadap PKS. Apakah fatwa musik haram akan bertahan lama ataukah bak cendawan di musim hujan? Kita lihat saja.

BINCANG SYARIAH

Habib Husein Ja’far; Musik Haram Itu, Suara Sendok dan Garpumu Ketika Makan, Sedangkan Tetanggamu Kelaparan

Musik sedang ramai dibicarakan nitizen Indonesia. Pembahasan itu sempat viral di Twitter Indonesia. Bertengger dipuncak.  Topik itu dipergunjingkan nitizen, tak terlepas dari video yang mempertontonkan belasan santri yang menutup telinga ketika mendengar musik. Konon, para santri ini sedang mengikuti acara vaksinasi. Dan tak ingin mendengar alunan musik tersebut.

Sebagai orang yang pernah nyantri, toh tindakan itu hal yang lumrah terjadi. Terutama di kalangan pesantren tradisional, terlebih di bawah asuhan pesantren Salafy. Juga belakangan muncul fakta, bahwa para santri yang tak mau mendengar musik itu adalah para penghafal Al-Qur’an. Yang merasa terganggu dan akan berpengaruh pada hafalannya.

Dalih ini tentu bisa diterima. Dan sekali lagi, hal itu biasa di kalangan pesantren. Lebih dari itu, banyak pondok pesantren yang tak membolehkan menggunakan handphone. Tak boleh memakai hetset. Tak diizinkan main Game. Tak diperkenankan mendengar musik. Dilarang keras menonton sinetron dan film. Televisi adalah benda haram.

Terkait musik, banyak pondok pesantren yang menerapkan aturan untuk tak mendengar musik. Terutama yang beraliran keras. Dan juga yang mengandung lirik yang tak mendidik. Dan jauh dari nilai islami. Fakta itu tak terbantahkan. Itu  berseliweran di pelbagai pondok pesantren diIndonesia.

Lantas kemudian persoalan kian menjauh, timbul persoalan yang menyebutkan itu pertanda radikal. Tak mau mendengar musik itu radikal. Yang menutup telinga itu radikal. Padahal musik itu bagus untuk ketentraman jiwa. Ini disuarakan oleh pelbagai pesohor. Mulai dari politisi, buzzer, musisi, dan tentu para nitizen.

Meskipun ada juga yang membela, bahwa tidak mendengar musik bukan berarti radikal. Pembelaan ini,  terbilang sangat wajar. Pasalnya, seperti tertulis di atas itu hal yang biasa dialami pelbagai orang—terutama yang pernah berkecimpung dalam dunia pesantren, tradisional. Nah menuduh mereka radikal, terbilang perbuatan yang tak berdasar.

Musik Menurut Habib Husein Ja’far Al Hadar

Terlepas dari perdebatan hangat itu—musik halal atau musik haram, atau tak mendengar musik berati radikal—, ada satu stetmen menarik yang diungkapkan oleh Habib Husein Ja’far Al Hadar.terkait musik haram. Habib Husein menuturkan bahwa musik yang haram itu adalah adalah suara sendok dan garpu dari orang yang sedang enak makan,  sedangkan tetangganya dalam kelaparan.

“Musik haram, kalau suara sendok dan garpu mu ketika makan, sedangkan tetangga mu kelaparan,” begitu katanya. Tentu Habib dalam hal ini mengomentari pendapat mereka yang menganggap musik itu haram. Toh, banyak juga yang menganggap musik itu haram. Mendskreditkan posisi musisi. Menganggap itu hina, sebab membawakan pada dosa.

Padahal pada dasarnya, menurut Habib Islam itu dekat dengan nilai-nilai kesenian. DalamAl-Qur’an dikatakan Allah itu indah, dan menyukai keindahan. Azan misalnya, kata Rasul harus disampaikan dengan cara yang indah. Hal itu menunjukkan, sahabat Nabi yang ditunjuk jadi muazzin adalah Bilal bin Rabbah.  Sebab Nabi memperhatikan nilai estetika dan keindahan suara Bilal.

Meski demikian, Habib Husein mengigatkan dalam bermusik ada valeu,  yang harus dijaga. Jangan sampai nilai yang ditonjolkan dalam musik itu mengandung hal yang buruk. Sejatinya, musik itu mengandung kebenaran,kebaikan dan keindahan. “Bila mengabaikan itu, bisa jadi jatuh pada yang haram,” jelas Habib dalam kanal Youtube Jeda Nulis.

Titik persoalannya di value musik, bukan sebab bermain musik dan alat musik. Inilah yang harus diperhatikan oleh para musisi dan orang yang bermain musik. Nilai yang ada dalam musik harus diperhatikan.

BINCANG SYARIAH

Ibnu Hajar al Asqalani, dan Karya Fathul Baari Syarhu Shahiihil Bukhari

Tidak diragukan lagi bahwa kitab Shahiihul Bukhari merupakan kitab hadits paling otentik di muka bumi ini. Penulisnya, Imam al Bukhari, hanya mencantumkan hadits shahih di dalamnya dengan syarat periwayatan (transmisi) yang begitu ketat. Bahkan, untuk memantapkan pilihannya beliau tidak segan-segan untuk shalat Istikharah dua rakaat setiap akan mencantumkan haditsnya di kitabnya itu sebagai bukti keseriusan dan pertanggungjawaban beliau di hadapan Allah Ta’ala. Maka sangatlah wajar apabila kitab Fathul Bari ini dinobatkan sebagai kitab yang kandungannya paling otentik setelah kitab suci Al Quran. Dan, pantaslah kiranya setiap usaha untuk melemahkan kitab ini selalu terbantahkan.

Ribuan hadits terkandung di dalamnya. Beberapa di antaranya sangat sulit bagi orang awam untuk memahami maknanya, lebih-lebih menyelaminya. Padahal, dari awal sampai akhir, kitab ini menyuguhkan banyak sekali pelajaran dan faedah yang sangat berguna bagi kehidupan seorang Muslim dan umat manusia secara Keseluruhan. Tidak hanya dalam masalah aqidah dan ibadah, spektrumnya merambah juga ke masalah etika, sosial, politik, budaya, dan lain sebagainya. Tentunya dalam koridor Sunnah Nabawiyyah.

Nah, bagaimana kiranya jika buku sekaliber Shahiihul Bukhari ini dijabarkan lafazhnya, kalimatnya, dan maknanya? Tentunya akan lebih deskriptif, lebih analitik, lebih mudah dipahami, dan manfaatnya pun lebih meluas ke banyak orang.

Ibnu Hajar al Asqalani, seorang ulama hadits bergelar al Hafizh (773 – 852 H) yang terkenal ahli dalam bidang periwayatan, telah mengukuhkan semua itu dalam sebuah kitab yang ditulisnya dengan judul Fathul Baari Syarhu Shahiihil Bukhari. Kitab ini merupakan magnum opus beliau dalam bidang hadits yang paling tersohor. Kredibilitas dan kapabilitas beliau dalam mengulas dan menganalisis satu persatu hadits dari kitab Shahiihul Bukhari sangat tuntas, lengkap, dan memukau sehingga tidak menyisakan ruang bagi orang lain untuk memberikan komentarnya. Pantaslah jika buku ini digelari dengan Laa Hijrata Ba’dal Fath yang artinya tidak perlu menengok ke kitab lain jika telah ada Fathul Baari.

Sekarang, Alhamdulillah, kitab yang disebutkan itu telah diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia. Dan, buku yang berada di tangan pembaca ini adalah hasilnya.

HIDAYATULLAH

Doa Ketika Turun Hujan, Hujan Lebat, dan Setelah Hujan Reda

Allah mengabulkan doa hamba saat hujan turun.

Sejak dini hari sebagian wilayah di Indonesia diguyur hujan, Selasa (14/9). Hujan adalah anugerah dan berkah dari Allah kepada umat manusia.

Dengan turunnya hujan, tumbuhan menjadi subur. Tumbuhan yang subur dan tumbuh dengan baik mampu memberi manfaat bagi manusia lewat buahnya, pohon yang rindang, dan manfaat lain.

Islam juga menganjurkan umatnya untuk memanjatkan doa ketika hujan turun, saat hujan lebat, dan setelah hujan reda. Hal ini sebagai wujud rasa syukur dan memohon perlindungan agar saat hujan turun tidak mendatangkan bahaya.

Imam Syafi’i telah meriwayatkan dalam kitab al-Umm dengan sanad yang mursal, dari Nabi SAW, beliau bersabda, “Carilah doa yang dikabulkan, yaitu ketika bertemunya dua pasukan, waktu ikamah, serta ketika turunnya hujan. 

Imam an-Nawawi juga mengatakan doa pada saat hujan tidak ditolak atau jarang ditolak karena pada saat itu tengah turun rahmat, khususnya curahan hujan pertama di awal musim.  

Berikut doa-doanya.

Doa ketika turun hujan 

اللَّهُمَّ صَيِّبًا نَافِعًا

“Allahumma shayyiban nafi’an.”

Ya Allah, curahkanlah air hujan yang bermanfaat. (HR Bukhar dari Aisyah RA).   

Doa ketika takut bahaya hujan lebat

اللَّهُمَّ حَوَالَيْنَا وَلاَ عَلَيْنَا ، اللَّهُمَّ عَلَى الآكَامِ وَالظِّرَابِ ، وَبُطُونِ الأَوْدِيَةِ ، وَمَنَابِتِ الشَّجَرِ

“Allahumma hawalaina wala ‘alaina. Allahumma ‘alal akami wa adhirabi, wa buthunil auwdiyati, wamanabitisyajari.”

Ya Allah turunkan hujan ini di sekitar kami jangan di atas kami. Ya Allah curahkanlah hujan ini di atas bukit-bukit, di hutan-hutan lebat, di gunung-gunung kecil, di lembah-lembah, dan tempat-tempat tumbuhnya pepohonan. (HR Bukhari Muslim) 

Doa setelah turun hujan

مُطِرْنَا بِفَضْلِ اللـهِ ورَحْمَتِهِ

“Muthirnaa bifadhlillahi wa rahmatihi.”

Diturunkan kepada kami hujan berkat anugerah Allah dan rahmat-Nya. (HR Bukhari)

KHAZANAH REPUBLIKA

Kaiji Kadir Wada, Menemukan Tujuan Hidup Dalam Islam

Mualaf asal Jepang ini terkesan oleh pola kehidupan masyarakat Muslim di Brunei dan Indonesia.

Allah SWT memberikan hidayah kepada siapapun yang dikehendaki-Nya. Dengan cahaya petunjuk itu, hati dan pikiran manusia akan terbuka untuk menerima kebenaran. Sering kali, bimbingan dari Allah Ta’ala itu akan mengubah jalan hidup seorang insan sehingga dirinya memeluk Islam.

Hal itulah yang dialami Kaiji Kadir Wada. Aktivis komunitas Muslim di Jepang itu sebelumnya tidak pernah menyangka akan memeluk Islam. Sebab, lelaki yang kini berusia 27 tahun itu sejak kecil tinggal di lingkungan yang tidak terlalu memedulikan iman atau sekuler.

Bahkan, kedua orang tuanya cenderung bersikap skeptis terhadap agama-agama, termasuk tentang Islam. Menurutnya, mereka sering terpengaruh berbagai pemberitaan yang mendiskreditkan agama itu, khususnya pasca-Peristiwa 9/11 yang menggemparkan dunia. Satu kejadian yang turut meningkatkan atensi masyarakat Negeri Matahari Terbit pada ekstremisme ialah ketika beberapa warga negara Jepang disandera ISIS.

“Media Jepang sangat intens ketika memberitakan tentang ISIS dan mengafiliasikan itu dengan Islam. Padahal, itu hanya karena anggotanya kebetulan mengaku Muslim. Nyatanya, antara apa yang saya lihat di media dan yang saya temui secara langsung jauh berbeda,” ujar dia saat diwawancarai Republika beberapa waktu lalu.

Kaiji menjalani masa anak-anak dan remaja di kota tempat kelahirannya. Ia berhasil menyelesaikan studi SMA dengan baik. Sesudah itu, ia meneruskan belajar ke perguruan tinggi.

Selama di kampus, Kaiji tidak hanya aktif di kelas, tetapi juga pelbagai aktivitas kemahasiswaan. Ia kemudian mengikuti seleksi pertukaran mahasiswa ke luar Jepang. Pada saat pengumuman, namanya tercantum sebagai salah satu peserta yang terpilih.

Ia akan dikirim ke Brunei Darussalam. Sebelum berangkat, Kaiji berusaha menambah pengetahuannya tentang negara Asia Tenggara itu. Kerajaan di Kalimantan utara tersebut memiliki populasi Muslimin yang dominan. Tidak seperti Jepang, yang di dalamnya umat Islam tinggal sebagai minoritas.

Pada 2015, Kaiji pun diberangkatkan ke Bandar Seri Begawan. Setibanya di bandar udara setempat, beberapa orang menyambutnya. Mereka adalah pasangan suami-istri yang akan menjadi orang tua angkatnya selama di negara tersebut.

Menurutnya, masyarakat Brunei sangatlah ramah dan baik. Di universitas tempatnya belajar, Kaiji tidak pernah merasa kesepian atau terisolasi. Ia pun berteman dengan banyak mahasiswa setempat. Kaiji saat itu baru menyadari, agama Islam memiliki ritual doa minimal lima kali dalam sehari.

Satu hal yang membuatnya sangat terkesan ialah pola hidup mereka. Islam menjadi bagian yang tak terpisahkan dalam kesehariannya. Kaiji saat itu baru menyadari, agama tersebut memiliki ritual doa minimal lima kali dalam sehari. Tanda masuknya waktu ibadah itu ditandai dengan kumandang suara yang dinamakan azan. Fenomena shalat ini kemudian ditanyakannya kepada beberapa kawan.

“Di Brunei, saya baru paham dan mengenal tentang ajaran Islam. Teman-teman saya di sana selalu antusias dalam menjawab pertanyaan-pertanyaan saya (tentang Islam). Kami mengobrol biasa saja. Saat itu, belum ada ketertarikan dari saya pribadi untuk memeluk Islam,” tuturnya.

Pertanyaan eksistensial

Walaupun tinggal di tengah masyarakat Muslim, ajaran Islam belum begitu mempengaruhi Kaiji pada waktu itu. Ia masih suka menghabiskan waktu dengan pergi ke bar untuk menenggak minuman keras dan sebagainya. Walaupun untuk itu, dirinya harus jalan-jalan hingga ke Singapura. Kebiasaan itu memang sudah sering dilakukannya sejak masih di Jepang.

Begitu lulus dari kampusnya di Brunei, Kaiji merencanakan liburan. Di Negeri Singa, ia bersenang-senang dengan beberapa temannya untuk merayakan kesuksesan. Sesudah itu, dirinya kembali ke negara asalnya untuk mencari pekerjaan.

Kaiji melalui hari-harinya dengan biasa. Pagi hari, bersiap ke kantor. Setelah berjam-jam di sana, pulang ke rumah untuk beristirahat. Namun, pada akhirnya dirinya merasa hampa. Terasa ada kekosongan dalam hatinya yang perlu diisi.

Ketika ada waktu luang, Kaiji mulai merenungi kehidupnya sejauh ini. Satu pertanyaan eksistensial tak lepas dari pikirannya. Sebenarnya, apa tujuan dirinya hidup? Manusia hidup untuk apa?

“Saya mulai khawatir. Muncul pertanyaan-pertanyaan dalam hati, apa sebenarnya tujuan saya hidup,” katanya.

Kaiji merasa, kewajibannya sebagai manusia dewasa telah ditunaikan. Ia telah melalui tahapan-tahapan kehidupan. Jenjang-jenjang pendidikan telah dilaluinya sejak sekolah dasar hingga lulus kuliah. Bahkan, ia kini telah bisa hidup mandiri. Penghasilannya dari bekerja sangat mencukupi untuk kebutuhan sehari-hari.

Namun, tetap saja muncul kegelisahan tentang makna esensial kehidupan. Kaiji lalu teringat perkataan yang disampaikan seorang kawannya di Brunei. Temannya yang Muslim itu pernah berkata, Alquran memiliki jawaban atas apa pun pertanyaan dalam hidup.

Kaiji pun berusaha mendapatkan mushaf kitab suci agama Islam itu. Karena belum bisa berbahasa Arab, dirinya mencari terjemahan Alquran dalam bahasa Jepang. Mushaf yang diperolehnya juga dilengkapi dengan panduan tentang dasar-dasar ajaran Islam.

Saat melihat indeks, ia terkejut karena membaca keterangan tentang “tujuan hidup manusia” berkaitan dengan Alquran surah az-Zariyat ayat 56. Ia pun segera mencari terjemahan ayat tersebut, yakni “Aku (Allah) tidak menciptakan jin dan manusia kecuali agar mereka beribadah kepada-Ku.” Menurut Kaiji, hati dan pikirannya terasa tenteram sesudah membaca teks tersebut.

“Semua jawaban yang saya inginkan ada dalam Alquran, kemudian saya mulai mempraktikan apa yang saya pelajari dalam Alquran meski belum bersyahadat,” ujar dia.

Mulai saat itu, Kaiji terpanggil untuk mempelajari Islam. Dimulai dari mengkhatamkan terjemahan Alquran. Meskipun tidak selalu dari awal hingga akhir, ia membacanya dengan penuh antusias. Sering kali, ia mulai dengan membuka indeks dan menemukan tema-tema yang menarik perhatiannya, seperti kisah tentang Nabi Adam AS sebagai manusia pertama atau para rasul.

Tidak cukup dengan itu, Kaiji pun merasa perlu untuk berinteraksi langsung dengan orang-orang Islam. Memang, Jepang bukanlah Brunei, yang di dalamnya sangat mudah menemukan kaum Muslimin. Namun, ia pantang menyerah.

Berdasarkan pengalamannya selama merantau di Brunei, Kaiji mengetahui bahwa para lelaki Muslim akan berdatangan ke masjid setiap Jumat siang. Mereka hendak melakukan shalat yang diselingi ceramah selama beberapa menit.

Maka, setiap hari Jumat dirinya rutin mendatangi Masjid Tokyo Camii di Ibu Kota. Tujuannya untuk menyaksikan langsung suasana shalat Jumat setempat. Syukur-syukur bila ada diskusi pada sore harinya untuk umum, termasuk warga non-Muslim yang ingin mengenal Islam lebih dekat.photoKaiji Kadir Wada bersama istri. Mualaf asal Jepang itu merasa, Islam memberikannya arah dan tujuan hidup. – (DOK IST)

Menjadi Muslim

Satu tahun lamanya, Kaiji mempelajari dasar-dasar Islam. Dari yang awalnya tertarik untuk sekadar mengenal agama ini, akhirnya pria Jepang itu ingin menjadi Muslim. Keinginan itu tak seketika terwujud. Sebab, ia belum menemukan saat-saat yang tepat.

Allah memberikan kemudahan untuknya. Siapa sangka, ternyata atasan di kantor tempatnya bekerja adalah orang Islam. Bosnya itu kemudian mengajaknya untuk bertemu dengan seorang imam Masjid Tokyo Camii.

Hari itu, Jumat, 6 Oktober 2017. Sang imam menanyakan kepadanya, apakah sudah siap berislam. Kaiji untuk sesaat tak bisa berkata-kata. Ulama tersebut kemudian memintanya berpikir masak-masak.

Kaiji pun terdiam. Ia pun berandai-andai, jika bukan pada hari itu, kesempatan untuk bersyahadat mungkin saja akan hilang. Bahkan, siapa tahu usia hidupnya di dunia akan terhenti esok atau lusa?

Ia kembali memasuki masjid. Kali ini, raut wajahnya menyiratkan rasa percaya diri. Tekadnya sudah bulat untuk memeluk Islam.

Maka imam Masjid Tokyo Camii membimbingnya untuk bersyahadat dengan disaksikan sejumlah jamaah. Sesudah prosesi itu, Kaiji memilih nama barunya: Kadir. Sang imam memberi tahu bahwa qadir berasal dari salah satu asmaul husna, Al-Qadir.

Artinya, Allah Maha Berkehendak. Dengan nama Kadir itu, Kaiji ingin selalu ingat bahwa dengan kehendak Allah-lah dirinya dimudahkan untuk mendapatkan hidayah.

Setelah memeluk Islam, perubahan dalam dirinya kian terasa. Kaiji mulai menjadi pribadi yang lebih sabar, tenang dan tawaduk. Sikap itu tetap ditunjukkannya, termasuk ketika dilanda ujian hidup.

Mula-mula, kedua orang tuanya menunjukkan kegusaran begitu mengetahui bahwa putranya kini telah menjadi Muslim. Mereka masih saja menyangka, Islam adalah agama yang mendukung kekerasan.

“Saya membutuhkan waktu untuk menunjukkan kepada mereka, seperti apa Islam yang sebenarnya. Ini adalah tugas atau misi saya untuk membuat mereka tahu dan paham tentang Islam,” ujar Kaiji.

Ia pun selalu berdoa kepada Allah SWT agar hati kedua orang tuanya terbuka. Lambat laun, sikap ibunya mulai melunak. Sang ibu tidak hanya menghormati keputusannya berislam. Bahkan, perempuan yang amat dikasihinya itu sering menunjukkan perhatian yang besar, semisal mengirimkan makanan halal untuknya.

Saat ini, Kaiji adalah seorang suami yang bahagia. Ia merasa bersyukur karena Allah telah mempertemukannya dengan seorang perempuan asal Bandung, Jawa Barat, yang kini menjadi istrinya. Ia mengaku selalu senang tatkala berkunjung dan menjalani rutinitas di Indonesia.

Bahkan, beberapa Ramadhan dijalaninya di negara ini. Betapa suka cita merasakan hari-hari dalam bulan suci di tengah masyarakat Muslim.

“Tidak seperti di Jepang, di Indonesia waktu kerja selesai lebih cepat pada bulan Ramadhan. Saya pun bisa bersiap buka puasa dan shalat Maghrib berjamaah. Tentunya, nuansa tarawih, sahur, dan ibadah-ibadah khas bulan puasa di Indonesia sangat terasa,” ujarnya.

OLEH RATNA AJENG TEJOMUKTI

KHAZANAH REPUBLIKA

Kemenag Wacanakan Pelayanan Ibadah Umroh Satu Pintu

Pemerintah melalui Kementerian Agama mewacanakan pelayanan ibadah umroh satu pintu. Hal inj disampaikan Plt. Direktur Jenderal Penyelenggaraan Haji dan Umrah, Khoirizi dalam Focus Group Discussion (FGD) dengan melibatkan seluruh Asosiasi Penyelenggara Perjalanan Ibadah Umroh (PPIU) beberapa waktu lalu.

Plt. Direktur Jenderal Penyelenggaraan Haji dan Umrah, Khoirizi, menekankan perlunya mitigasi. Khoirizi juga meminta agar seluruh pihak mengantisipasi dampak kenaikan biaya dan pembatasan ibadah seperti umroh sekali dalam 14 hari, pembatasan izin masuk Masjidil Haram, dan aspek lain.

“Pengalaman umroh masa pandemi pada November 2020 sampai dengan Februari 2021 terdapat sekitar 2.500 jemaah umrah yang berangkat dan ditemukan 125 jemaah umroh (5%) yang terkonfirmasi positif setelah tiba di Arab Saudi. Belajar dari pengalaman tersebut perlu diwacanakan umrah satu pintu melalui Asrama Haji Bekasi atau Asrama Haji Jakarta,” kata Khoirizi, Rabu (15/9).

Pada rapat sebelumnya bersama K/L sebagaimana disampaikan oleh Khoirizi telah dibahas wacana umroh satu pintu melalui Asrama Haji dengan menggunakan Bandara Soekarno Hatta. Pada FGD tersebut terdapat banyak masukan yang konstruktif. Ada usulan umroh dengan menggunakan pesawat khusus agar jemaah tidak bercampur dengan penumpang biasa, seperti penyelenggaraan ibadah haji.

Khoirizi menyatakan bahwa skema umrah yang disusun untuk meminimalisir dampak yang akan timbul. “KMA yang disusun sebagai bentuk kehadiran negara dalam penyelenggaraan ibadah umrah masa pandemi,” pungkasnya.  

Sementara itu, Direktur Bina Umroh dan Haji Khusus, Nur Arifin menyatakan bahwa pembukaan umroh oleh Arab Saudi memberikan harapan besar bagi umat Islam untuk dapat beribadah umroh meskipun dalam keterbatasan selama masa pandemi. Oleh karena itu Kementerian Agama terus menyusun regulasi menghadapi pembukaan umroh.

“Perubahan KMA kami lakukan sebagai upaya mitigasi penyelenggaraan ibadah umroh selama Covid-19 apabila Indonesia mendapatkan izin mengirimkan Jemaah umrah ke Arab Saudi,” kata Nur Arifin.

Nur Arifin yakin bahwa Indonesia mampu menyusun skema penyelenggaraan umroh masa pandemi dengan baik.  Menurutnya skema tersebut sangat dibutuhkan agar Arab Saudi yakin dengan keseriusan Indonesia.

“Kata kuncinya trust Arab Saudi, maka kita harus serius menyusun skemanya. Umrah masa pandemi pada tahap awal harus zero case. Kami sangat berharap masukan dari asosiasi untuk menyempurnakan draft KMA,” ajaknya kepada peserta FGD.

Menanggapi skema yang direncanakan oleh Kementerian Agama, asosiasi yang hadir diberikan kesempatan untuk memberikan tanggapan. Seluruh asosiasi siap melakukan kajian lebih jauh wacana umrah satu pintu. Namun sebagian besar memberikan masukan agar masa karantina sebelum keberangkatan ditinjau kembali. 

IHRAM

Kumis Dicukur Habis atau Dipendekkan?

Terdapat beberapa dalil yang menjelaskan bahwa seorang laki-laki muslim hendaknya membiarkan jenggot tumbuh (memelihara) dan mencukur kumisnya. Membiarkan jenggot tumbuh telah dipahami oleh banyak kaum muslimin. Akan tetapi, memotong kumis ini perlu penjelasan dan rincian, apakah dipotong pendek saja, atau dicukur habis sampai “licin”, atau apakah ada patokan mencukur sampai mana?

Terdapat perbedaan pendapat ulama sejak dahulu kala, apakah kumis dipotong pendek atau dicukur habis. Ada ulama yang  berpendapat kumis itu dicukur pendek dengan patokan tidak melebihi turun sampai bibir atas. Ada ulama yang cukup keras dengan memberikan hukuman bagi yang mencukur habis dan mengatakan mencukur habis adalah bid’ah. Ada juga ulama yang membolehkan mencukur habis sampai licin. Dan ada ulama yang membolehkan keduanya, boleh cukur pendek dan boleh cukur habis.

Dalam hal ini kami memegang pendapat ulama yang membolehkan keduanya karena tidak ada larangan mencukur habis serta nash umum perintah memotong kumis. Beberapa ulama masing-masing memiliki pendapat sendiri terkait tafsir kata-kata perintah dalam hadis tentang memotong kumis seperti kata-kata (انْهَكُوا) dan ( وَأَحْفُوا). Perbedaan tafsir dan penjelasan kata-kata ini yang menyebabkan perbedaan pendapat para ulama.

Berikut sedikit pembahasannya:

Beberapa Hadis Perintah Memotong Kumis

Pertama, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,

انْهَكُوا الشَّوَارِبَ وَأَعْفُوا اللِّحَى

Potonglah kumis dan peliharalah jenggot!” [HR. Bukhari dan Muslim]

Kedua, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,

خَالِفُوا الْمُشْرِكِينَ وَفِّرُوا اللِّحَى وَأَحْفُوا الشَّوَارِبَ

Selisihilah orang-orang musyrik! Peliharalah jenggot, dan potonglah kumis!” [HR. Bukhari dan Muslim]

Ketiga, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,

جُزُّوا الشَّوَارِبَ وَأَرْخُوا اللِّحَى خَالِفُوا الْمَجُوسَ

Potonglah kumis dan biarkanlah jenggot! Selisihilah orang-orang Majusi (penyembah matahari)!” [HR. Muslim]

Pendapat Ulama Yang Menyatakan Memotong Pendek Kumis dan Larangan Mencukur Gundul

Imam An-Nawawi  rahimahullah menjelaskan,

وَالْمُخْتَار فِي الشَّارِب تَرْكُ الِاسْتِئْصَال وَالِاقْتِصَار عَلَى مَا يَبْدُو بِهِ طَرَف الشَّفَة . وَاللَّهُ أَعْلَم

Pendapat terpilih terkait kumis adalah tidak mencukur habis dan (cukup) memotong pendek apa yang melebihi ujung bibir. Allahu a’lam.” [Syarh Shahih Muslim 1/418]

Ibnu Hajar al-Asqalani rahimahullah menukil pendapat Imam Malik yang menyatakan bahwa orang yang mencukur habis kumisnya perlu diberi hukuman,

ولهذا لما سئل مالك عمن يحفي شاربه؟ قال: أرى أن يوجع ضربا وقال لمن يحلق شاربه: هذه بدعة ظهرت في الناس رواه البيهقي وانظر ” فتح الباري ” (10/ 285 – 286)

Oleh karena itu, tatkala Imam Malik ditanya tentang orang yang mencukur habis kumisnya, maka beliau berkata, ‘Aku berpendapat ia dihukum dengan diberi pukulan.’ Beliau juga mengatakan kepada orang yang mencukur habis kumisnya, ‘Ini adalah bid’ah yang muncul di antara manusia.” Diriwayatkan Al-Baihaqi. [Lihat Fathul Bari 10/285-286]

Syekh Al-Albani rahimahullah menjelaskan hal yang sama beliau berkata,

والمراد المبالغة في قص ما طال على الشفة لا حلق الشارب كله فإنه خلاف السنة العملية الثابتة عنه صلى الله عليه وسلم

Yang dimaksud dengan ‘berlebihan’ dalam memotong yaitu apa yang memanjang melebihi bibir, bukan mencukur habis kumis semuanya. Maka sesungguhnya ini menyelisihi sunnah amaliyah yang berasal dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam.” [Adabus Zifaf, Syekh Al-Albani]

Syekh Muhammad Bin Shalih Al-‘Utsaimin menjelaskan,

الأفضل : قص الشارب كما جاءت به السنة… وأما حلقه فليس من السنة .

Yang afdhal (lebih utama) itu memotong pendek kumis, sebagaimana dalam sunnah. Adapun mencukur habis itu bukan sunnah.” [Majmu’ Al-Fatawa  Bab 11 Soal no. 54]

Pendapat Ulama Yang Menyatakan Memotong Habis sampai “Licin” Itu Lebih Baik

At-Thahawiy rahimahullah menjelaskan,

فَالنَّظَرُ عَلَى ذَلِكَ أَنْ يَكُونَ كَذَلِكَ حُكْمُ الشَّارِبِ قَصُّهُ حَسَنٌ ، وَإِحْفَاؤُهُ أَحْسَنُ وَأَفْضَلُ. وَهَذَا مَذْهَبُ أَبِي حَنِيفَةَ ، وَأَبِي يُوسُفَ ، وَمُحَمَّدٍ .

Dengan memperhatikan dalil-dalil tersebut terkait hukum memotong kumis, maka memotong pendek itu baik, dan mencukur habis itu lebih baik dan lebih utama. Ini adalah mazhab Abu Hanifah, Abu Yusuf, dan Muhammad.” [Syarh Ma’aanil Aatsar 3/320-322]

Pendapat Ulama Yang Membolehkan Keduanya

Kami nukilkan pendapat para ulama yang membolehkan keduanya, karena patokannya adalah sampai nampak bibir atas dan tidak tertutupi oleh kumis.

Dalam fatwa Al-Lajnah Ad-Daimah dijelaskan,

فمن جز الشارب حتى تظهر الشفة العليا ، أو أحفاه : فلا حرج عليه ؛ لأن الأحاديث جاءت بالأمرين ، ولا يجوز ترك طرفي الشارب ، بل يقص الشارب كله ، أو يحفيه كله ؛ عملاً بالسنة

Barangsiapa yang memotong kumis sampai tampak bibir atas, atau mencukur sampai habis, maka keduanya tidak apa-apa. Karena hadis- hadis tersebut menyatakan dengan kedua perintah tersebut. Tidak boleh membiarkan kedua ujung bibir tertutup, tetapi hendaknya dipotong pendek kumis semuanya, atau dicukur gundul semuanya, dalam rangka mengamalkan sunnah.” [Fatawa Al-Lajnah Ad-Daimah 5/149]

Demikian juga, pendapat At-Thabari dan Al-Qadhi ‘Iyadh. Mereka membolehkan keduanya, yaitu memotong pendek atau mencukur habis sampai gundul, sebagaimana dalam Fathul Bari (10/347-348) dan Zadul Ma’ad (1/171-175

Demikian pembahasan ini semoga bermanfaat

Penyusun: Raehanul Bahraen

Sumber: https://muslim.or.id/68805-kumis-dicukur-habis-atau-dipendekkan.html

Empat Macam Manusia dapat Anugerah Besar dari Allah

Berdasarkan Surah An-Nisa’ Ayat 69, para ahli tafsir secara garis besar membagi manusia yang memperoleh anugerah paling besar dari Allah di dalam surga.

وَمَنْ يُّطِعِ اللّٰهَ وَالرَّسُوْلَ فَاُولٰۤىِٕكَ مَعَ الَّذِيْنَ اَنْعَمَ اللّٰهُ عَلَيْهِمْ مِّنَ النَّبِيّٖنَ وَالصِّدِّيْقِيْنَ وَالشُّهَدَاۤءِ وَالصّٰلِحِيْنَ ۚ وَحَسُنَ اُولٰۤىِٕكَ رَفِيْقًا

Dan barangsiapa menaati Allah dan Rasul (Muhammad), maka mereka itu akan bersama-sama dengan orang yang diberikan nikmat oleh Allah, (yaitu) para Nabi, para pencinta kebenaran, orang-orang yang mati syahid dan orang-orang sholeh. Mereka itulah teman yang sebaik-baiknya. (QS An-Nisa’: 69)

Dalam penjelasan Tafsir Kementerian Agama, ayat ini mengajak dan mendorong setiap orang agar taat kepada Allah dan kepada Rasul-Nya. Allah berjanji akan membalas ketaatan dengan pahala yang sangat besar, yaitu bukan saja sekedar masuk surga, tetapi akan ditempatkan bersama-sama dengan orang-orang yang paling tinggi derajatnya di sisi Allah. Yaitu para Nabi, para shiddiqin, para syuhada (orang-orang yang mati syahid) dan orang-orang yang sholeh.

Berdasarkan ayat ini para ahli tafsir secara garis besar membagi empat macam manusia yang memperoleh anugerah Allah yang paling besar di dalam surga. Pertama, para Rasul dan Nabi, yaitu mereka yang menerima wahyu dari Allah.

Kedua, para shiddiqin, yaitu orang-orang yang teguh keimanannya kepada kebenaran Nabi dan Rasul. Ketiga, para syuhada mempunyai kriteria sebagai berikut, (a) orang beriman yang berjuang di jalan Allah dan mati syahid dalam peperangan melawan orang kafir. Kemudian, (b) orang yang menghabiskan usianya berjuang di jalan Allah dengan harta dan dengan segala macam jalan yang dapat dilaksanakannya. (c) Orang beriman yang mati ditimpa musibah mendadak atau teraniaya, seperti mati bersalin, tenggelam, terbunuh dengan aniaya. Bagian (a) disebut syahid dunia dan akhirat yang lebih tinggi pahalanya dari bagian (b) dan (c) yang keduanya hanya dinamakan syahid akhirat.

Ada satu bagian lagi yang disebut namanya syahid dunia, yaitu orang-orang yang mati berperang melawan kafir, hanya untuk mencari keuntungan duniawi, seperti untuk mendapatkan harta rampasan, untuk mencari nama dan sebagainya. Syahid yang serupa ini tidak dimasukkan pembagian syahid di atas, karena syahid dunia tersebut tidak termaksud sama sekali dalam kedua ayat ini.

Keempat, orang-orang sholeh, yaitu orang-orang yang selalu berbuat amal baik yang bermanfaat untuk umum, termasuk dirinya dan keluarganya baik untuk kebahagiaan hidup duniawi maupun untuk kebahagiaan hidup ukhrawi yang sesuai dengan ajaran Allah. Orang yang benar-benar taat kepada Allah dan Rasul-Nya sebagaimana yang tersebut dalam ayat ini akan masuk surga dan ditempatkan bersama-sama dengan semua golongan yang empat itu.

IHRAM

Belajar Tawazun dalam Menilai Keadaan

Melanjutkan obrolan terkait kondisi yang sama-sama kita alami, terlepas dari berbagai perhelatan dan beragam pandangan di dalamnya. Mulai dari yang sangat mengedepankan dalil-dalil agama semata (bayani), hingga yang mengedepankan pendekatan-pendekatan rasional semata (burhani). Bahkan, ada pula yang lebih melarutkan diri dalam kesenyawaan alam rasa semata (‘irfaani).

Islam sebagai agama yang paripurna, sangat menjunjung tinggi semua itu tanpa mengunggulkan dan merendahkan salah satunya. Semuanya sinergi berjalin berkelindan tanpa saling menegasikan. Dengan bimbingan dalil-dalil wahyu, beragama menjadi lebih tsiqah dan istiqamah.

Dengan dikawal akal, beragama menjadi lebih cerdas dan berwibawa. Dan dengan berhiaskan rasa, beragama menjadi lebih indah dan selaras. Dengan demikian, memahami suasana yang ada dengan pendekatan ketiganya akan lebih terasa bahwa agama ini benar-benar hadir menjadi solusi, dapat memecahkan segala masalah yang dihadapi ummat manusia.

Hubungannya dengan wabah yang semakin menggejala, maka di samping terapi teologis berupa bimbingan Al-Qur’an dan Sunnah Nabi, juga wajib memperhatikan ikhtiar dan temuan ilmu pengetahuan yang kian berkembang. Selain itu, memahami kejiwaan dengan segala karakteristik keperibadian manusianya pun harus benar-benar didalami.

Kemunculan wabah dengan segala nama dan variannya, bukanlah sekedar cerita, melainkan kenyataan, terlebih bagi mereka yang merasakan dampak keterpaparan. Berbagai upaya penangkalan pun diusahakan dengan mengerahkan berbagai cara ilmiah dan protokol terapan yang bisa dilakukan.

Karenanya, berpedoman pada prinsip keadilan semesta harusnya menjadi pegangan. Apa itu keadilan semesta? Keadilan semesta adalah menunjukkan sikap berkeadilan dalam menjalankan segala titah perintah Ilahi (hukum taklifi), juga mematuhi segala aturan yang dibuat dan disepakati oleh manusia berakal (atas dasar ilmu) demi kebaikan menyeluruh.

Apa yang telah diperbuat para ulama dari zaman ke zaman sudah benar adanya, bahwa segala sesuatu ditimbang berdasarkan kebaikan (mashlahat) dan keburukannya (mafsadat).

Lahirnya istilah “fiqih keseimbangan” (fiqhul muwaazanat), yakni berupaya adil dalam memahami dalil-dalil wahyu (fiqhud daliil) dengan realita yang terjadi (fiqhul waaqi’) itu merupakan keniscayaan yang patut ditempuh, di mana pertimbangan-pertimbangan keselamatan agama, jiwa, akal, keturunan, dan harta menjadi sendi-sendi dimaksudkannya mengapa syari’at harus ditegakkan (maqaashidus syarii’at).

Namun semua itu akan menjadi berantakan dan tak dapat dijalankan sesuai harapan, apabila keadilan para pemimpinnya tidak bisa dijadikan keteladanan, pandangan cerdik pandainya diragukan, dan pemahaman para tokoh masyarakatnya tidak dapat menentramkan dan meyakinkan. Akankah populis awami bisa terkendali bila kebutuhan hidup dan kebutuhan pengetahuannya tak tercukupi dan terabaikan?

Itulah yang terkadang membuat bergesernya pandangan akal sehat dan guncangnya keimanan seseorang. Munculnya perilaku-perilaku teologis baru seperti “terkesan” berpandangan neo jabariyyah, yang seolah-olah menggantungkan segala urusan bagaimana Tuhan saja. Atau sebaliknya neo qadariyyah, melepaskan sepenuhnya ketergantungan pada Tuhan, dan yang berhak menghitam putihkan hidup adalah kita. Keduanya merupakan sikap yang keliru, bahkan sesat dan menyesatkan. Demikian pula sikap membentur-benturkan keshalehan teologis (ibadah mahdhah) dengan ikhtiar menghindari bahaya (daf’ud dharar) yang membinasakan.

Menarik untuk dicermati, dua kiriman berharga dari Media Center PP. Pemuda Persatuan Islam (diterima Al-faqir; Rabu 07 Juli 2021) penuturan Allaahu yarhamhu Dr. Mohammad Natsir terkait bagaimana mensenyawakan antara yang ada pada pikiran, dengan apa yang seharusnya dijalankan dalam kehidupan nyata. Antara keimanan dan keteladanan dengan amal jihad yang harus diejawantahkan.

Beliau bertutur: “Dua puluh tiga tahun lamanya Muhammad shallallaahu ‘alaihi wa sallam menyampaikan risalahNya, mewujudkan kaidah-kaidah di tengah-tengah kekuatan jiwanya, dengan contoh dan teladan, dengan amal dan jihadnya, dalam suka dan duka, sampai risalahNya tumbuh terwujud pada peribadi-peribadi mereka yang menerimanya.”

Kiriman berharga berikutnya adalah: “Risalah Muhammad ﷺ tidaklah berakhir pada perumusan-perumusan kaidah-kaidah falsafah yang universil dan abstrak, yang dilepaskan mengapung di awang-awang untuk dilihat dan dikagum-kagumi atau dalil teologi untuk dikunyah-kunyah sambil duduk. Tujuan Risalah ialah untuk “menghidup-sempurnakan” manusia sehingga benar-benar hidup!”

Dengan semakin banyaknya jumlah yang terpapar; “dipanggilnya” sanak saudara dan handai tolan, bergugurannya para pengkhidmat kemanusiaan dan ponggawa dakwah, di dalamnya semakin menunjukkan banyak pelajaran untuk ditimba; jangan pernah abaikan tuntunan agama sebagai terapi teologis, hargai akal sehat untuk mematuhi aturan kesehatan sebagai terapi medis, bersikap adillah dalam memahami keadaan, janganlah ketidak setujuan kita terhadap perilaku zhalim dan ketidak adilan menjadi dorongan untuk melahirkan kemadharatan baru yang lebih madharat, dengarlah dan ikuti arahan ulama rabbani yang bijak dan ilmuwan yang cakap, serta jadikanlah kondisi masa-masa sulit seperti ini untuk mendulang kemanfaatan dan membuka pintu-pintu kebaikan bagi sesamanya.

Sungguh terasa sampai pada kedalaman jiwa, apa yang disampaikan manusia terbaik sepanjang zaman kepada ummatnya

إِنَّ مِنَ النَّاسِ مَفَاتِيحَ لِلْخَيْرِ، مَغَالِيقَ لِلشَّرِّ، وَإِنَّ مِنَ النَّاسِ مَفَاتِيحَ لِلشَّرِّ مَغَالِيقَ لِلْخَيْرِ، فَطُوبَى لِمَنْ جَعَلَ اللَّهُ مَفَاتِيحَ الْخَيْرِ عَلَى يَدَيْهِ، وَوَيْلٌ لِمَنْ جَعَلَ اللَّهُ مَفَاتِيحَ الشَّرِّ عَلَى يَدَيْهِ

“Sesungguhnya ada di antara manusia yang menjadi pembuka pintu-pintu kebaikan, dan menjadi penutup pintu-pintu keburukan. Ada pula di antara manusia yang menjadi pembuka pintu-pintu keburukan, dan penutup pintu-pintu kebaikan. Alangkah bahagianya mereka yang telah Allah ‘azza wa jalla jadikan sebagai pembuka pintu-pintu kebaikan melalui tangannya, dan alangkah celakanya mereka yang Allah ‘azza wa jalla jadikan sebagai pembuka pintu-pintu keburukan melalui tangannya.” (HR. Ibnu Majah)

Teruslah berdo’a pada Allah, lanjutkan ikhtiar sesama manusia dengan ilmu dan amal, dan jangan lupa senyum bahagia!!! … Lillaahi hammii wa linnaasi ibtisaamaatii; Segala beban pikiran, aku serahkan permohonan jalan keluarnya kepada Allah. Dan semua senyuman bahagia, aku berikan untuk semua …”.*/ Teten Romly Qomaruddien

HIDAYATULLAH