Tujuh Perumpamaan Orang Mukmin

Oleh: Ali Akbar Bin Agil

DALAM hadits, Rasulillah Muhammad banyak menyampaikan/memberikan perumpamaan. Semua Perumpamaan itu dimaksudkan sebagai pelajaran bagi orang-orang yang berakal.

1. Bagaikan Pohon :

مَثَلُ الْمُؤْمِنِ كَمَثَلِ الزَّرْعِ لَا تَزَالُ الرِّيحُ تُفِيئُهُ، وَلَا يَزَالُ الْمُؤْمِنُ يُصِيبُهُ الْبَلَاء

“Perumpamaan seorang mukmin seperti tanaman, angin menerpanya ke kiri dan ke kanan. Seorang mukmin senantiasa mengalami cobaan. Sedangka perumpamaan orang munafik seperti pohon yang kuat tidak pernah digoyangkan angina sampai ia ditebang.” (al-Hadits)

2. Bagaikan Bangunan

الْمُؤْمِنُ لِلْمُؤْمِنِ كَالْبُنْيَانِ يَشُدُّ بَعْضُهُ بَعْضًا

“Orang mukmin dengan orang mukmin yang lain seperti sebuah bangunan, sebagian menguatkan sebagian yang lain.” [Shahih Muslim No.4684]

3. Bagaikan Tubuh

مَثَلُ الْمُؤْمِنِينَ فِي تَوَادِّهِمْ، وَتَعَاطُفِهِمْ، وَتَرَاحُمِهِمْ، مَثَلُ الْجَسَدِ، إِذَا اشْتَكَى مِنْهُ عُضْوٌ تَدَاعَى سَائِرُ الْجَسَدِ بِالسَّهَرِ وَالْحُمَّى

“Perumpamaan kaum mukmin dalam sikap saling mencintai, mengasihi dan menyayangi, seumpama tubuh, jika satu anggota tubuh sakit, maka anggota tubuh yang lain akan susah tidur atau merasakan demam.” [HR. Muslim]

4. Bagaikan Cermin

الْمُؤْمِنُ مِرَآةُ أَخِيْهِ، إِذَا رَأَى فِيْهِ عَيْباً أَصْلَحَهُ

“Seorang mukmin adalah cermin bagi saudaranya. Jika dia melihat suatu aib pada diri saudaranya, maka dia memperbaikinya.” [sanadnya Hasan]

5. Bagaikan Lebah

مَثَلُ الْمُؤْمِنِينَ مَثَلُ النِّحْلَةِ ، إِنْ أَكَلَتْ أَكَلَتْ طَيِّبًا ، وَإِنْ وَضَعَتْ وَضَعَتْ طَيِّبًا ، وَإِنْ وَقَعَتْ عَلَى عُودِ شَجَرٍ لَمْ تَكْسِرْهُ

“Perumpamaan seorang Mukmin seperti lebah, apabila ia makan maka ia akan memakan suatu yang baik. Dan jika ia mengeluarkan sesuatu, ia pun akan mengeluarkan sesuatu yang baik. Dan jika ia hinggap pada sebuah dahan untuk menghisap madu ia tidak mematahkannya.” (HR. Al-Baihaqi]

6. Bagaikan Pohon Kurma

مَثَلُ الْمُؤْمِنِ مَثَلُ النَّخْلَةِ , مَا أَخَذْتَ مِنْهَا مِنْ شَيْءٍ نَفَعَكَ.
Artinya: ” Perumpamaan seorang mukmin itu seperti pohon kurma, apapun yang engkau ambil darinya pasti bermampaat bagimu.” (HR: Thobrani)

7. Bagaikan Emas

مَثَلَ الْمُؤْمِنِ مَثَلَ سَبِيْلَةِ الذَّهَبِ إِنَّ نَفَخَتْ عَلَيْهَا اَحَمَرَتْ وَإِنَّ وَزَنَتْ لَمْ تَنْقُصْ.

Artinya: “Perumpamaan seorang mukimin seperti lempengan emas, kalau engkau meniupkan (api) diatasnya ia menjadi merah, kalau engkau menimbangnya, tidaklah berkurang.” (HR. Baihaqi)

Pelajaran Moral:

1. Ujian dalam kehidupan adalah sebuah keniscayaan. Suka dan duka akan mengitari kehidupan. Namun ia tetap tegar, sabar dan tawakkal. Tidak ada ujian tanpa jalan keluar. Tidak ada kesusahan tanpa penawar kebahagiaan. Ke kanan atau ke kiri, berada di atas atau bawah, seorang mukmin akan tegar menghadapi ujian hidup.

2. Kerjasama adalah kunci merajut kebersamaan. Tidak egois dan merasa diri paling penting dan berjasa. Gotong royong dan tenggang rasa merupakan sikap mukmin yang harus dibangun dalam diri.

3. Suka-duka dilalui bersama. Ringan sama dijinjing, ringan sama dipikul. Sikap saling memiliki merupakan lambang persaudaraan sejati.
4. Cermin adalah tempat untuk mengetahui apa yang sudah baik dan apa yang masih belum sempurna. Kebaikan yang ada semoga menjadi teladan bagi orang lain. Sedangkan kekurangan atau keburukan menjadi sentilan bagi diri sendiri untuk memperbaiki dan bagi diri orang lain, untuk tidak menyontohnya.

5. Seorang mukmin mampu menempatkan diri pada posisinya. Orang zalim akan meletakkan sesuatu tidak pada tempatnya. Orang mukmin hanya melakukan yang baik-baik, makan yang baik-baik, berkata yang baik-baik. Apapun keadaannya, ia akan berusaha melakukan yang baik-baik.

6. Orang mukmin adalah orang yang punya konstribusi besar kepada sesama. Apapun akan ia lakukan asal itu untuk kebaikan bagi orang lain dan tidak melanggar perintah Allah Subhanahu Wata’ala. Keberadaan seorang mukmin bermanfaat bagi orang banyak.

7. Menjadi mukmin seumpama menjadi emas, kokoh, tidak luluh dan menyerah dengan keadaan. Ia kukuh berpijak di atas kebenaran, tidak melebur dan mengikuti arus begitu saja. Namun ia punya prinsip.

Masih banyak sekali perumpaman yang disampaikan Rasulullah Muhammad dalam hadits nya, juga termasuk dalam al-Qur’an. Berbagai perumpamaan ini hanya bisa dipahami oleh orang-orang yang berakal.*

HIDAYATULLAH

Persiapan Menyambut Ramadhan

Bulan suci Ramadhan adalah bulan yang paling dinantikan oleh umat muslim. Pasalnya pada bulan Ramadhan, amalan yang dilakukan akan dilipatgandakan. Nah, agar semakin membawa berkah, sebaiknya Anda melakukan persiapan menyambut Ramadhan seperti berikut!

10 Persiapan Menyambut Ramadhan

Bulan suci Ramadhan terkenal sebagai bulan yang penuh berkah dengan didalamnya banyak amalan yang dilakukan umat muslim. Tidak heran jika umat muslim berlomba-lomba memperbanyak amalan karena pahala yang diberikan berlipat ganda.

Selain ibadah puasa wajib, terdapat berbagai amalan yang dapat Anda tunaikan di bulan Ramadhan. Untuk itu, agar semakin maksimal, Anda juga perlu persiapan yang lebih matang dalam menyambut Ramadhan tahun ini.

1. Persiapan Fisik

Menjaga kesehatan apalagi masih dalam masa pandemi Covid-19 sudah menjadi kewajiban bagi kita, sehubungan juga dengan akan hadirnya bulan Ramadhan. Untuk menjalankan puasa satu bulan penuh, tentu Anda harus memiliki kesehatan fisik yang prima.

Memiliki kondisi fisik yang prima dapat mendorong Anda untuk beribadah secara maksimal. Bayangkan ketika Anda harus menjalani puasa dalam kondisi kurang sehat, tentu puasa kurang berjalan lancar.

Jaga kondisi fisik mulai dari sekarang. Caranya bisa dengan menjaga pola makan yang sehat, mengonsumsi vitamin, rajin berolahraga, mengurangi kebiasaan begadang, dan sebagainya.

2. Menguatkan Iman

Sebagai persiapan menyambut Ramadhan, sudah semestinya untuk memperkuat keimanan. Contoh nyatanya ialah dengan memperbaiki dan melatih kebiasaan baik sehari-hari.

Misalnya dengan memperbaiki sholat jika masih belum ditunaikan dengan sempurna. Anda juga dapat mulai menambah amalan seperti membaca Al-Qur’an dan berdzikir pada waktu pagi dan petang.

Saat sudah terbiasa dengan amalan tersebut, tentu Anda menjadi  lebih bersemangat menyambut Ramadhan. Amalan untuk memperkuat iman seperti itu dapat mendorong Anda untuk lebih giat beribadah, apalagi pahalanya dilipatgandakan.

3. Memperdalam Ilmu Agama

Selalu ada kesempatan untuk belajar. Salah satu persiapan menyambut Ramadhan yang penting adalah memperdalam ilmu agama. Jika saat ini Anda masih kurang mengerti ibadah apa saja yang bisa dikerjakan saat bulan Ramadhan, belajarlah mulai dari sekarang.

Perdalam pengetahuan mengenai hal-hal yang dianjurkan untuk dilakukan karena menambah pahala dan memahami hal-hal yang sebaiknya dihindari agar puasa dan ibadah lainnya berjalan sempurna.

Selain itu, sangat penting bagi Anda untuk mendalami tata cara beribadah yang benar. Hal ini berguna agar dapat menunaikan ibadah dengan pahala penuh. Cobalah mengikuti forum keagamaan untuk mendapatkan pengetahuan semacam ini.

4. Persiapan Materi

Saat Ramadhan adalah hal yang lumrah jika harga barang kebutuhan sehari-hari melonjak. Untuk itu, persiapan materi wajib Anda lakukan mulai dari sekarang.

Caranya dengan mengelola keuangan agar lebih sehat. Catatlah jumlah pemasukan dan pengeluaran Anda setiap bulan. Jangan lupa untuk menyisihkan sebagian kecil pendapatan untuk digunakan sebagai dana darurat. Jika masih lebih, Anda bisa menabung uang tersebut.

Menjelang Ramadhan, cobalah untuk hidup lebih hemat. Anda tentu ingin lebih banyak beramal ketika bulan Ramadhan bukan? Nah melalui hidup hemat saat ini, Anda dapat mewujudkan amalan tersebut nanti saat Ramadhan tiba.

5. Menyiapkan Kebutuhan Harian

Persiapan menyambut Ramadhan erat kaitannya dengan ketersediaan menu makanan untuk sahur dan berbuka. Cukup sering terjadi saat pertengahan bulan Ramadhan, kita kebingungan menyajikan menu apa untuk sahur dan berbuka.

Untuk mempersiapkannya, cobalah mendata daftar makanan dan minuman yang akan menjadi menu selama Ramadhan. Anda tidak perlu mendata penuh untuk 30 hari, tetapi bisa dilakukan tiap 10 hari.

Hal tersebut sangat berguna agar mendorong kelancaran ibadah, khususnya puasa. Selalu siapkan budget untuk menyajikan makanan bergizi agar performa tubuh tetap prima sepanjang bulan Ramadhan.

6. Menjaga Kebersihan

Tidak hanya di bulan Ramadhan saja, menjaga kebersihan merupakan keharusan sehari-hari. Selain untuk memastikan lingkungan sekitar bersih, menjaga kebersihan juga dapat dijadikan penjamin agar fisik tetap sehat.

Mulailah untuk membersihkan lingkungan sekitarmu, misalnya halaman rumah. Kemudian, Anda dapat mengemasi pakaian yang digunakan untuk beribadah termasuk alat sholat dan memastikannya agar dalam kondisi bersih.

Akan lebih baik lagi jika Anda turut berkontribusi dalam pembersihan mushola atau masjid yang nantinya digunakan untuk tarawih bersama. Lakukan dengan ikhlas dan mengharap ridho dari Allah ya!

7. Banyak Melakukan Perbuatan Baik

Memulai amalan baik dapat Anda lakukan sepanjang hari. Termasuk ketika persiapan menyambut Ramadhan, Anda sangat disarankan untuk banyak melakukan perbuatan baik. Hal ini bisa dilakukan dari manapun, kapan pun, dan kepada siapa saja.

Contoh sederhananya dengan membantu ibu memasak atau membersihkan rumah. Anda dapat melakukan lebih banyak kebaikan yang diarahkan untuk membantu orang lain.

Akan tetapi, jangan pernah lupa untuk baik pada diri sendiri. Misalnya dengan selalu menjaga kesehatan tubuh, mengurangi begadang, dan bersyukur setiap harinya.

8. Mengganti Hutang Puasa Tahun Lalu

Setiap hutang merupakan kewajiban yang harus ditunaikan. Membayar hutang puasa Ramadhan tahun lalu menjadi persiapan menyambut Ramadhan yang tidak boleh terlewatkan.

Hutang puasa Ramadhan sebaiknya segera diganti, jangan sampai bertemu Ramadhan lagi. Jika Anda belum mengganti hutang puasa, hutang puasa itu menjadi dua kali lipat dari jumlah awalnya.

Persiapan penting ini wajib Anda catat ya! Jika merasa lupa apakah sudah membayar hutang puasa atau belum, Anda dapat mengantisipasinya dengan berpuasa saja asalkan belum tiba pada bulan Ramadhan.

9. Menyambut Ramadhan dengan Gembira

Bulan suci Ramadhan harus disambut dengan gembira. Hal ini juga termasuk persiapan menyambut Ramadhan ya! Seperti pada hadits yang diriwayatkan sebagai berikut.

أَتَاكُمْ رَمَضَانُ شَهْرٌ مُبَارَكٌ فَرَضَ اللَّهُ عَزَّ وَجَلَّ عَلَيْكُمْ صِيَامَهُ تُفْتَحُ فِيهِ أَبْوَابُ السَّمَاءِ وَتُغْلَقُ فِيهِ أَبْوَابُ الْجَحِيمِ وَتُغَلُّ فِيهِ مَرَدَةُ الشَّيَاطِينِ، فِيهِ لَيْلَةٌ خَيْرٌ مِنْ أَلْفِ شَهْرٍ مَنْ حُرِمَ خَيْرَهَا فَقَدْ حُرِمَ

“Telah datang kepadamu bulan Ramadhan, bulan yang diberkahi, Allah telah mewajibkan padamu berpuasa di bulan itu. Dalam bulan itu dibukalah pintu-pintu langit, dan ditutuplah pintu-pintu neraka, dan syaitan-syaitan dibelenggu. Pada bulan itu terdapat satu malam yang nilainya lebih baik dari seribu bulan. Siapa yang tidak memperoleh kebajikan di malam itu, maka ia tidak memperoleh kebajikan apapun.” (Hadits Shahih, Riwayat al-Nasa`i: 2079 dan Ahmad: 8631. dengan redaksi hadits dari al-Nasa’i).

Ibadah puasa Ramadhan adalah amalan yang istimewa. Sudah semestinya kita menyambut Ramadhan dengan gembira, berharap agar bulan Ramadhan tahun ini dipenuhi berkah dan mendapat rahmat-Nya.

10. Mantapkan Niat

Apapun tindakan yang kita lakukan di dunia tergantung pada niatnya. Termasuk ketika menyambut bulan suci, sebaiknya murnikan niat terlebih dahulu. Renungkan tujuan Ramadhan Anda tahun ini.

Pada umumnya, sebagian besar umat muslim mengupayakan Ramadhan tahun berikutnya harus lebih baik daripada Ramadhan tahun lalu. Hal tersebut kemudian diwujudkan dengan menyempurnakan ibadah wajib, menambah amalan, dan memfokuskan diri untuk beribadah kepada Allah SWT.

Mari bersyukur dan bergembira serta berdoa agar dipertemukan dengan Ramadhan tahun ini. Sepuluh persiapan menyambut Ramadhan tersebut dapat Anda praktikkan untuk mendorong ibadah di bulan Ramadhan yang lebih maksimal.

HIDAYATULLAH

3 Tanda yang Membuat Mualaf Eva Yakin Bersyahadat

Mualaf Eva mendapatkan tiga tanda yang yakinkan masuk Islam

Agama berperan penting dalam kehidupan manusia. Dengan beragama, seorang insan mengetahui dan merasakan adanya pedoman yang paling utama di dalam hidupnya.

Dengan menyadari posisinya sebagai hamba Tuhan, ia akan meyakini dan berusaha mengamalkan perintah-Nya serta menjauhi segala larangan-Nya. 

Bagi Eva Indriyani, tidak ada sesuatu yang lebih patut disyukuri selain beriman kepada Allah, Tuhan Yang Maha Esa. Islam merupakan anugerah terbesar dalam hidupnya. 

Mualaf tersebut telah melalui pelbagai peristiwa sebelum akhirnya mengucapkan dua kalimat syahadat. Keputusannya untuk memeluk agama tauhid datang dari kesadaran hati yang terdalam, bukan bujukan, rayuan, apalagi paksaan orang lain. 

Ia menuturkan pengalamannya dalam sebuah acara bincang-bincang dengan pengurus organisasi Persatuan Islam Tionghoa Indonesia (PITI), Firdaus Sanusi. Perempuan yang kini berusia 39 tahun itu mengungkapkan, dirinya menjadi mualaf tidak berarti baru mengenal Islam. 

Bahkan, sebelum duduk di sekolah dasar (SD), wa nita yang akrab disapa Eva itu tercatat beragama Islam di kartu keluarganya. 

Hal itu memungkinkan karena identitas agama kedua orang tuanya berbeda. Ayahnya merupakan seorang non-Muslim. Adapun ibundanya beragama Islam walaupun pada akhirnya mengikuti keyakinan sang kepala keluarga. 

Keadaan berubah bagi Eva ketika dirinya memasuki usia murid SD. Kedua orang tua mendaftarkannya ke sebuah sekolah Katolik. Alhasil, sejak dini dirinya sudah dibina dan dididik untuk lekat dengan nilai-nilai agama non-Islam itu. 

Hingga memasuki usia remaja, Eva muda masih menjadi pemeluk Katolik. Bersama dengan ayah dan saudaranya, ia sering mengikuti ritual sesuai ajaran agama tersebut. Misalnya, beribadah di gereja pada akhir pekan atau merayakan Natal. 

Tepat di usia 16 tahun, Eva mulai merasakan kegelisahan. Saat itu, dirinya sudah mesti siap- siap membuat kartu identitas sendiri. Dan, di dalam KTP akan ada keterangan tentang agama yang dipeluknya. 

Eva ragu-ragu apabila mencantumkan Islam sebagai agamanya di kartu identitas. Sebab, nyaris tidak pernah dirinya mendapatkan pengajaran agama tauhid itu dari lingkungan keluarga, orang terdekat, dan juga sekolah.   

Sebaliknya, ia lebih akrab dengan agama yang dipeluk ayahnya. Berbicara dengan ibundanya pun tidak begitu banyak mengatasi persoalannya itu.

“Pada suatu hari, aku berbicara ke Mama, untuk (meminta pendapatnya bila) memeluk agama Papa. Mama terkejut, tetapi tidak bisa berbuat apa-apa,” kata Eva Indriyani menuturkan kisahnya melalui akun Youtube Firdaus Sanusi, yang dilansir Republika beberapa waktu lalu. 

Sebelum resmi memeluk agama ayahnya, ia mempelajari ajaran Katolik selama satu tahun. Tatkala usianya mencapai 17 tahun, tepat pada 2000 perempuan ini pun sudah bisa memiliki KTP. Pada kartu identitas itu, tercantum agama Katolik. 

Hal itu tidak berarti bahwa dirinya sekadar me menuhi persyaratan pembuatan KTP. Bagaimanapun, Eva muda merupakan seorang yang bertanggung jawab. Dengan memilih agama tersebut, ia berusaha menjadi penganut Katolik yang taat. 

Setiap akhir pekan ia rutin beribadah. Bahkan, setiap kegiatan keagamaannya itu ia ikuti dengan tekun. Meski sibuk kuliah, Eva tetap menyempatkan diri untuk hadir dalam setiap acara gereja di lingkungan tempatnya tinggal. 

Namun, Allah Ta’ala memiliki rencana lain untuknya. Eva memang rajin beribadah dan dekat dengan kawan-kawannya yang non-Muslim. Bagaimanapun, hatinya sering dilanda kegundahan. 

Ketenteraman seperti jauh dari batinnya sendiri. Ia pun mencoba untuk lebih intens beribadah tiap akhir pekan, tetapi tidak ada perubahan sama sekali.

Hingga 2005, tanda-tanda hidayah secara bertahap menyapanya.  Diakui Eva, saat itu dirinya agak sukar memahami, apakah sinyal-sinyal petunjuk Illahi dapat dirasakannya dengan baik. Karena itu, tidak satu malam pun terlewatkan olehnya kecuali dengan berdoa, memohon cahaya petunjuk. 

Pada suatu malam, Eva merasakan dirinya setengah tersadar dan lelap. Sayup-sayup, ia agak memicingkan matanya. Dalam kondisi demikian, ia merasa sedang menyaksikan siluet seorang wanita. 

Samar-samar, perempuan yang dilihatnya itu sedang menunaikan sholat, sedangkan Eva sendiri berbaring di sisi.

Namun, saat itu tidak jelas siapa wanita misterius itu. Wajahnya pun tidak terlihat. Karena itu, Eva berpikir, mungkin itu hanyalah bunga tidur atau sekelebat imajinasi belaka.   

Beberapa bulan kemudian, tanda kedua datang. Kali ini, ia dapat memastikan, itu tiba melalui mimpi. Dalam mimpinya itu, Eva seperti berada di dalam sebuah mal. Ia bersama kawannya yang beragama Katolik hendak beribadah di sana. 

Dengan menggunakan lift, mereka pun sampai di lantai tempat tujuannya berada. Anehnya, tempat ibadah yang dilihatnya hanyalah masjid. 

Lebih ganjil lagi, dalam mimpinya itu, Eva langsung saja berwudhu dan dengan tenangnya memasuki masjid tersebut. “Aku jelas mengajak temanku beribadah akhir pekan, tetapi yang terlihat adalah masjid di sana,” kata dia mengenang mimpinya itu.  

Setelah melalui dua pengalaman itu, Eva ternyata masih belum teryakinkan untuk berislam. Bagaimanapun, ia tetap berdoa kepada Tuhan untuk memohon petunjuk. 

Dalam munajatnya, ia meminta, apabila memang benar kedua fenomena itu adalah tanda petunjuk, maka tuntunlah dirinya untuk memeluk Islam. 

Beberapa waktu kemudian, ia mengalami kejadian yang dimaknainya sebagai cara Allah mengabulkan doa. Malam itu, Eva bermimpi melihat seorang perempuan sholat di dekatnya. Berbeda dengan sebelumnya, kali ini ia dapat memastikan bahwa wanita Muslimah tersebut adalah dirinya sendiri. 

“Aku melihat jelas, wajah perempuan itu yang sedang sholat adalah wajahku. Setelah tanda itu, aku memutuskan untuk bersyahadat,” ujarnya. 

Eva kemudian menceritakan pengalamannya itu ke pada seorang sahabat. Kawan dekatnya ini mendukung apa pun keputusannya. Hanya diingatkannya, setiap pilihan mengandaikan tanggung jawab. 

Pada pertengahan  2005, Eva sudah membulatkan tekadnya untuk berislam. Di Masjid Agung Sunda Kelapa, Jakarta, dirinya mengucapkan dua kalimat syahadat. Proses itu disaksikan seorang imam dan sejumlah jamaah serta beberapa temannya. 

Setelah bersyahadat, Eva tidak berani langsung berterus terang kepada kedua orang tuanya. Ia memilih untuk bercerita kepada adik ibundanya. 

Ia merasa, hanya bibinya itu yang sangat mendukung keputusannya. Meski terkejut, sang bibi bersyukur bahwa keponakannya telah memilih agama yang seiman dengannya. 

Beberapa bulan telah berlalu, Eva tetap menyembunyikan keislamannya. Ia masih khawatir apabila konflik terjadi di keluarganya. 

Sebagai seorang Muslimah, tentu saja mesti melak sanakan amalan-amalan yang wajib. Maka, Eva pun dengan intens belajar shalat. Begitu pula dengan berpuasa. Meski semua itu dilakukan secara sembunyi- sembunyi, ia dapat melakukannya dengan cukup baik. 

Saat sholat, ia memakai mukena yang dimilikinya sejak ma sih berusia anak-anak dahulu. Eva mengakui ukuran tu buhnya saat itu tidak berubah banyak sehingga mukena yang tersimpan rapi itu masih dapat digunakan. 

Lambat laun, kedua orang tuanya menaruh perasaan curiga. Sebab, tiap waktu azan berkumandang, putri mereka itu selalu pergi ke kamar mandi, masuk kamar, dan mengunci pintu. 

Begitu pula ketika orang- orang Islam melaksanakan ibadah Ramadhan. Eva selalu bangun pada waktu sahur. Ia pun baru makan ketika tiba waktu maghrib. 

Pada suatu hari, ibundanya menanyakan kejujuran nya. Putrinya itu pun menjawab dengan jujur, telah me meluk Islam. Ternyata, respons sang ibu tidak seantusias bibi. Barangkali penyebabnya, waktu itu ibu Eva telah memutuskan untuk mengikuti agama suaminya. 

Keyakinan adalah masalah hati setiap individu. Karena itu, Eva tidak bisa mencegah atau berkomentar tentang hal itu. “Aku hanya merasa sedih dalam hati. Di saat aku kembali ke agama Mama, justru beliau yang kini berbeda agama denganku,” tuturnya. 

Meskipun demikian, hubungan Eva dengan keluarga inti tetap baik-baik saja. Hingga dirinya bekerja dan memutuskan untuk menikah. Sejak itu, ia hidup mandiri dari kedua orang tua.

Setelah beberapa tahun menikah, Eva mendengar kabar bahwa seorang adiknya memutuskan untuk berislam. Beberapa waktu kemudian, istri adiknya itu pun memilih untuk menjadi mualaf, mengikuti jejak suaminya, tanpa paksaan siapa pun.  

Eva merasa, ini adalah hadiah yang Allah berikan kepadanya. Dengan begitu, di dalam keluarga ia tidak lagi merasa sendirian. Sebab, sang adik juga seiman dengannya.   

KHAZANAH REPUBLIKA

Beda Ulama, Beda Politisi dalam Mengkritik Pemimpin, Inilah Tuntunan Islam

Ada sebagian teman menanyakan koq ulama begitu? Tidak ada bedanya dengan pengamat dan pemerhati dalam menyampaikan kritik terhadap kebijakan pemerintah. Itu ulama atau aktivis atau pemerhati?

Saya sedikit memberikan pandangan jernih bagi teman tersebut. Tugas ulama bukan hanya persoalan keagamaan, tetapi juga sosial-kemasyarakatan. Karena itulah, menjadi penting ulama memberikan nasehat terhadap pemimpin jika dianggap bertentangan dengan kemashlahatan umat.

Tentu akan berbeda cara menyampaikan nasehat dari ulama dengan para oposisi dan pengamat. Ulama merupakan teladan umat yang menjadi panutan. Ulama tentu akan memberikan keteduhan dan pencerahan dan tidak akan menimbulkan kegaduhan. Pilihan kata yang baik dan santun, tetapi tidak mengurangi ketegasan nasehat.

Tentu seorang ulama akan memperhitungkan subtansi bukan sekedar egoisme diri dan popularitas diri. Bukan hanya sekedar terkenal dan ingin dianggap tegas. Ada subtansi nasehat agar pemimpin tetap sejalan dengan janji dan sumpahnya yang kelak akan dipertanggungjawab tidak hanya di dunia, tetapi di akhirat.

Menjaga Marwah Pemimpin

Nasehat para ulama juga perlu mempertimbangkan marwah, legitimasi, otoritas pemimpin. Ulama bukan tampil menasehati dengan ingin mempermalukan pemimpin. Ulama bukan dengan kata-kata yang membingungkan ingin mencari kesalahan pemimpin. Ulama tetap menjaga kewibawaan seorang pemimpin atau lembaga.

Karena itulah, Rasulullah telah memberikan tuntunan yang baik dan etika yang sangat tinggi dalam urusan menasehati pemimpin seperti sabda nabi berikut ini : Barang siapa ingin menasihati seorang penguasa maka jangan ia tampakkan terang-terangan, akan tetapi hendaknya ia mengambil tangan penguasa tersebut dan menyendiri dengannya. Jika dengan itu ia menerima nasihat darinya maka itulah yang diinginkan dan jika tidak menerima maka ia yang menasihati telah melaksanakan kewajibannya (Sahih HR Ahmad Ibnu Abu Ashim).

Poin penting bukan secara teknis harus mengambil tangan penguasa dan menyendiri dengannya. Makna subtantifnya adalah ulama yang memberikan kritik dan nasehat kepada pemimpin harus memperhitungkan marwah pemimpin. Ulama dalam memberikan nasehat bukan seperti aktifitas dan pemerhati yang ingin menampakkan kesalahan. Subtansinya adalah memberikan nasehat dan kritik tanpa menurunkan marwah umara’.

Artinya cara ulama memberikan nasehat dan kritik berdasarkan tuntunan Rasulullah bukan turun ke jalan atau menebar postingan dan mengirimkan rilis ke berbagai media agar semua khalayak mengetahui tentang dirinya dan nasehatnya. Saya masih yakin itu tentu saja bukan cara ulama. Tetapi, cara-cara politisi, aktivis dan pemerhati. Politisi, aktivis dan pemerhati pun juga tidak berarti mengkritik tanpa etika, apalagi seorang ulama.

ISLAM KAFFAH

Hidayah jalan keselamatan

Oleh Atik Setyawati, S.Pd., Gr. (Praktisi Pendidikan)

Teringat syair sebuah nasyid saat kuliah dulu bahwa

Iman tak dapat diwarisi dari seorang ayah yang bertakwa

Ia tak dapat dijual beli

… .

Betapa sebenarnya setiap orang yang selalu beramal saleh menginginkan anaknya saleh pula. Tidak ada yang berharap anak yang dilahirkan dan dibesarkan menjadi anak yang bermaksiyat pada Allah SWT. Ternyata semua itu terjadi karena hidayah dari Allah SWT. Tidak ada yang dapat menjadikan seseorang beriman ketika Allah SWT tidak menghendakinya.

Sebagaimana Allah SWT berfirman dalam Al-Quran Surat Al-Qashash ayat 56 yang artinya:

“Sesungguhnya kamu tidak akan memberi petunjuk kepada orang yang kamu kasihi, tetapi Allah memberi petunjuk kepada orang yang dikehendaki-Nya, dan Allah lebih mengetahui orang-orang yang mau menerima petunjuk.” (TQS. Al-Qashash:56)

Jangankan kita sebagai manusia biasa, Rasulullah SAW pun tak kuasa memberi hidayah kepada Abu Thalib, paman tercinta. Betapa Abu Thalib sangat menjaga, melindungi Rasulullah SAW, namun, ketika wafatnya tetap dalam kekufuran. Rasulullah SAW sangat berharap pamannya masuk ke dalam Islam dengan mengucapkan dua kalimat syahadat. Tetap saja Abu Thalib tidak berkenan dan memilih dalam kekufuran.

Sahabat, bukan berarti ketika suatu perintah melaksanakan kewajiban belum terlaksana kemudian bisa berdalih belum mendapat hidayah, ya! Misal, tidak menutup aurat ketika berada di tempat umum, berdalih belum mendapatkan hidayah. Bukan begini, ya? Mengapa? Karena hidayah adalah petunjuk, penjelas.

Al huda lawan dari adh-dhalal (kesesatan)

Secara syar’i, al hidayah adalah mendapat petunjuk, terbimbing dalam Islam dan beriman terhadapnya.

Hidayah ada tiga, yaitu:

1. Hidayah alkhalq (hidayah penciptaan), hidayah penciptaan berupa akal bagi manusia. Allah menciptakan manusia dengan potensi kehidupan berupa fitrah dan akal. Akal ini secara potensi cenderung pada kebaikan. Akal menjadikan kita dapat membedakan yang baik dari yang buruk. Bagi setiap orang yang baligh, pastinya sampai akalnya. Artinya, akal dapat digunakan untuk berpikir.

Yang tidak memiliki hidayah ini adalah orang yang tidak berakal, bisa ghoiruaql ataupun gila. Ghoiru aql adalah mereka yang diuji oleh Allah akalnya tidak sampai karena memang diciptakan lemah akalnya, misal: orang idiot. Sedangkan orang gila adalah orang yang hilang akalnya atau tidak waras, misal: terganggu jiwanya.

2. Hidayah irsyad walbayan (hidayah petunjuk/bimbingan dan penjelasan) ini adalah petunjuk dan bimbingan dari Allah kepada manusia melalui perantaraan Nabi Muhammad SAW. Hidayah ini berupa Al-Quran dan Al-Hadis sebagai pedoman hidup manusia. Hidayah ini menjelaskan tentang keimanan dan kekufuran, kebaikan dan keburukan, ketaatan dan kemaksiyatan, bagaimana menjalani kehidupan, serta penjelasan akibat melaksanakan maupun meninggalkannya. Wujud Maha Penyayang nya Allah SWT kepada hamba-hamba-Nya. Allah menciptakan manusia berikut memberikan tata cara hidup di dunia melalui Al-Quran. Allah mengutus Rasulullah untuk memberikan contoh dan penjelasan bagaimana cara mengamalkan Al-Quran dalam kehidupan. Masyaallah.

3. Hidayah tawfiq (hidayah taufik), adalah hidayah dari Allah. Manusia tidak bisa memberi hidayah taufik. Taufik ini bukanlah penciptaan ada menjadi ada, melainkan sebab-sebab sampainya hidayah atau sifat hidayah. Siapa yang menjemputnya maka akan sampai pada hidayah ini. Allah SWT tidak memaksakan hidayah taufik pada manusia. Manusia menerima hidayah penciptaan, ia gunakan akal hingga sampailah hidayah irsay walbayan melalui Rasulullah SAW padanya. Ia memahami risalah tersebut dengan akalnya maka Allah akan mudahkan jalannya memahami dan melaksanakannya. Sampailah ia pada hidayah taufik.

Ketika seseorang mencari dan menjemput hidayah, Allah beri padanya taufik sehingga ia mendapatkan hidayah.

Permasalahan sekarang berhubungan dengan hidayah ini adalah kemauan. Mau ataukah tidak seseorang itu untuk menjemput hidayah baginya. Jika seseorang tidak mau menjemput hidayah, dapat dipastikan ia akan berkubang dalam kesesatan. Ibarat sedang melakukan perjalanan maka hidayah adalah petunjuk jalan agar sampai tujuan. Jika tidak menggunakan atau mematuhinya tentu akan tersesat. Naudzubillah.

Secara fitri, manusia pastinya ingin selamat dalam kehidupan dunia hingga kampung akhirat. Tentunya, mengikuti map atau peta aturan perjalanan kehidupan agar selamat. Karena tujuan kehidupan akhir nanti adalah kebahagiaan yang hakiki di jannah-Nya.

Wallohu’alam bishshowwab.

KHAZANAH REPUBLIKA

4 Adab Ini Jelaskan Bagaimana Bersikap Terhadap Para Ulama Mazhab

Ulama mazhab telah wariskan khazanah keilmuan yang sangat luar biasa

Dalam Islam dikenal bahwa adab merupakan yang lebih utama dibanding ilmu. Penekanan ini adalah intisari dari ajaran Islam mengenai pentingnya akhlak bagi Muslim.  

Para ulama, terkhusus ulama mazhab, merupakan orang-orang yang mengabdikan diri untuk menggali ilmu-ilmu Islam dan menyebarluaskannya sebagaimana manfaat ilmunya bisa dinikmati oleh masyarakat Muslim hingga saat ini. 

Syekh Abu Bakar Jabir Al-Jazairi dalam kitab Minhaj al-Muslim menjelaskan, bahwa seorang Muslim juga dituntut untuk beradab terhadap ulama mazhab.  

Pertama, mencintai mereka. Memohonkan rahmat Allah SWT atas mereka dan memohonkan ampun bagi mereka serta mengakui keutamaan mereka. 

Sebab mereka disebut dalam firman Allah sebagai orang-orang yang mengikuti ajaran Nabi (para pendahulu). Hal ini sebagaimana sabda Nabi Muhammad SAW: 

خَيْرُكُمْ قَرْنِي ثُمَّ الَّذِينَ يَلُونَهُمْ ثُمَّ الَّذِينَ يَلُونَهُمْ “Khairukum qarni tsummalladzina yalunahum tsummalladzina yalunahum.” 

Yang artinya, “Sebaik-baik kamu adalah generasiku kemudian generasi berikutnya lalu generasi berikutnya lagi.”  

Kedua, tidak menyebut mereka kecuali dengan kebaikan atau mencemooh pendapat mereka. Karena para ulama mazhab adalah para ulama yang berijtihad dengan penuh keikhlasan. 

Ketiga, meyakini bahwa apa yang telah dibukukan oleh ulama mazhab adalah pendapat dan mazhab yang mereka anut tentang berbagai masalah agama dan fikih yang bersumber dari Alquran dan hadits. Bukan hasil dari penyimpulan pribadi mereka. 

Keempat, berprinsip bahwa mengambil pendapat yang telah dibukukan oleh salah satu dari ulama mazhab adalah tentang masalah-masalah fikih dan agama.

Umat Islam juga dianjurkan untuk mengamalkannya, sebab manusia tidak berhak mengabaikan firman Allah SWT. Hal ini sebagaimana firman Allah SWT dalam Alquran surat Al Hujurat ayat 1: 

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لَا تُقَدِّمُوا بَيْنَ يَدَيِ اللَّهِ وَرَسُولِهِ ۖ وَاتَّقُوا اللَّهَ ۚ إِنَّ اللَّهَ سَمِيعٌ عَلِيمٌ

“Ya ayyuhallladzina aamanu laa tuqaddimuu baina yadayillahi wa Rasulih wattaqullah. Innallaha sami’un ‘alim.” 

Yang artinya, “Wahai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mendahului Allah dan Rasul-Nya dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Mahamendengar lagi Mahamengetahui.”   

KHAZANAH REPUBLIKA

Keutamaan Kota Mekkah, Tanah Kelahiran Nabi Muhammad

Mekkah adalah salah satu kota paling penting untuk umat Muslim. Ada Masjidil Haram, berdiri pula Ka’bah yang menjadi kiblat umat Islam di seluruh dunia. Apa saja sebenarnya yang membuat Mekkah menjadi sangat istimewa selain keberadaan Ka’bahnya? Berikut beberapa keistimewaan kota Mekkah, tanah kelahiran Nabi Muhammad Saw.:

Pertama, Mekkah adalah tempat dan saksi dimulainya peristiwa Isra’ Mi’raj dan perintah salat lima waktu. Hal tersebut tercantum dalam Q.S. al-Isra’ ayat pertama:

“Maha Suci Allah, yang telah memperjalankan hamba-Nya pada suatu malam dari Masjidil haram ke Masjidil Aqsha yang telah Kami berkahi sekelilingnya agar Kami perlihatkan kepadanya sebagian dari tanda-tanda (kebesaran) Kami. Sesungguhnya Dia Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.” (QS. Al-Isra’ [17]: 1).

Kedua, Mekkah adalah kota yang tidak akan dimasuki oleh Dajjal.

“Tidak ada satu negeri pun yang akan dimasuki Dajjal, kecuali Mekkah dan Madinah. Dia tidak mendapati celah atau jalan masuk, kecuali padanya ada malaikat yang berbaris menjaganya.” (HR AL-Bukhari, No. 1881).

Ketiga, Mekkah adalah sebaik-baik bumi Allah Swt.

Nabi Muhammad Saw. bersabda: “Demi Allah Swt., sesungguhnya engkau adalah sebaik-baiknya bumi Allah Swt., dan bumi yang paling Allah Swt. sayangi. Kalaulah bukan karena dipaksa keluar, maka aku tidak akan meninggalkan engkau.” (HR at-Turmudzi, No. 3925).

Keempat, Mekkah adalah kota yang damai dan dilarang berperang di dalamnya.

“Dan bunuhlah mereka di mana saja kamu jumpai mereka, dan usirlah mereka dari tempat mereka telah mengusir kamu (Makkah); dan fitnah itu lebih besar bahayanya dari pembunuhan, dan janganlah kamu memerangi mereka di Masjidil Haram, kecuali jika mereka memerangi kamu di tempat itu. Jika mereka memerangi kamu (di tempat itu),maka bunuhlah mereka. Demikianlah balasan bagi orang-orang kafir.” (QS. Al-Baqarah [2]: 191).

“Tidak halal bagi kalian untuk mengangkat senjata di Mekkah.” (HR Muslim, No. 3373).

Kelima, Mekkah adalah kota yang dilindungi Allah Swt. dari kerusakan dan kepunahan populasinya.

“Sesungguhnya tanah ini telah diharamkan oleh Allah Swt., aka tidak boleh ditebang tumbuhannya, tidak boleh diburu hewan buruannya, dan tidak boleh dipungut satu pun barang yang hilang padanya, kecuali orang yang mencari pemiliknya.” (HR al-Bukhari, No. 1587).

“Sesungguhnya Allah Swt. telah melindungi kota Makkah dari pasukan gajah dan menguasakannya kepada Rasul-Nya dan orang-orang yang beriman. Dan sesungguhnya kota ini tidak halal bagi seorang pun sebelumku, ia hanya dihalalkan bagiku sebentar pada waktu siang, dan tidak dihalalkan bagi seorang pun setelahku. Oleh karena itu, binatang buruan yang ada di dalamnya tidak boleh dikejar, duri pohon yang tumbuh di dalamnya tidak boleh dipatahkan, benda-benda yang jatuh tidak boleh diambil, kecuali bagi orang yang mengumumkannya; dan barangsiapa terbunuh, maka keluarganya boleh memilih yang terbaik antara dua perkara (denda atau qishash).” Lalu Abbas berkata: kecuali tumbuhan idkhir, wahai Rasulullah Saw., sebab kamu menggunakannya di kuburan dan rumah kami. Beliau bersabda, “Kecuali tumbuhan idkhir.” (HR Al-Bukhari, 122).

Keenam, Mekkah adalah kota yang didoakan Nabi Ibrahim As.

“Dan (ingatlah), ketika Ibrahim AS berkata: “Ya Tuhanku, jadikanlah negeri ini (Makkah), negeri yang aman, dan jauhkanlah aku beserta anak cucuku daripada menyembah berhala-berhala. Ya Tuhanku, sesungguhnya berhala-berhala itu telah menyesatkan kebanyakan daripada manusia, maka barangsiapa yang mengikutiku, maka sesungguhnya orang itu termasuk golonganku, dan barangsiapa yang mendurhakai aku, maka sesungguhnya Engkau, Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. Ya Tuhan kamu, sesungguhnya aku telah menempatkan sebahagian keturunanku di lembah yang tidak mempunyai tanam-tanaman di dekat rumah Engkau (Baitullah) yang dihormati. Ya Tuhan kami (yang demikian itu) agar mereka mendirikan salat, maka jadikanlah hati sebagian manusia cenderung kepada mereka dan beri rezekilah mereka dari buah-buahan, mudah-mudahan mereka bersyukur.” (QS. Ibrahim [14]: 35-37).

“Sesungguhnya Ibrahim AS mengharamkan kota Makkah dan mendoakan untuk penghuninya. Dan aku mengharamkan kota Madinah sebagaimana Ibrahim AS mengharamkan kota Makkah, dan aku mendoakan untuk sha’ dan mud-nya seperti yang didoakan Ibrahim AS untuk penghuni Makkah.” (HR Muslim, No. 3379).

Demikian keistimewaan-keistimewaan kota suci Mekkah, kota kelahiran Nabi Muhammad Saw. Semoga bermanfaat. Wallahu A’alam.

BINCANG SYARIAH

Hukum Menimbun Minyak Goreng dalam Islam

Kini minyak goreng langka di masyarakat. Yang menimbulkan antrean dan kesulitan di tengah masyarakat. Lantas, bagaimana hukum menimbun minyak goreng dalam Islam?

Dalam fikih ada yang disebut dengan ihtikar. Yang terjemahannya dalam Bahasa Indonesia adalah menimbun barang atau monopoli. Pengertian Ihtikar adalah oknum yang membeli barang melebihi kebutuhannya. Yang tujuannya untuk menimbun barang, sekaligus menguasai pasar. Kemudian dijual dengan harga tinggi pada masyarakat.

Fenomena menimbun barang, belakangan marak di Indonesia. Pada awal Covid-19, ramai-ramai menimbun masker. Tak berselang lama, APD tenaga medis juga mengalami kelangkaan. Tentu itu sangat menyulitkan, terlebih masker, membuat harganya melambung tinggi.

Yang terbaru, kelangkaan minyak goreng. Yang mengakibatkan antrean panjang ibu-ibu. Menahan panas dan terik cuaca, demi untuk mendapatkan minyak goreng. Lebih jauh lagi, harga minyak goreng naik dua kali lipat. Nah dalam Islam, bagaimana hukum menimbun minyak goreng tersebut?

Imam Alauddin Abi Bakri bin Mas’ud al Kassani al Hanafi dalam kitab Badai’ al Shanai’ fi Tartib al Syarai’ jilid V, mengatakan bahwa menimbun barang hukumnya haram. Monopoli barang termasuk tindakan zalim. Yang menimbulkan kesusahan di tengah masyarakat.  Simak penjelasan berikut;

ولأن الاحتكار من باب الظلم لأن ما بيع في المصر فقد تعلق به حق العامة فإذا امتنع المشتري عن بيعه عند شدة حاجتهم إليه فقد منعهم حقهم ومنع الحق عن المستحق ظلم وأنه حرام وقليل مدة الحبس وكثيرها سواء في حق الحرمة لتحقق الظلم

Artinya: “Sesungguhnya praktik monopoli atau menimbun barang, termasuk bab kezaliman, pasalnya pelbagai barang  yang dijual di pasar berhubungan langsung dengan hajat hidup masyarakat luas. Maka jika seorang pembeli terhalang dari membelinya karena sangat membutuhkannya, maka sebab praktik menahannya penjual atas pembeli dari mendapatkan hak serta menahan hak dari yang berhak menerima adalah kezaliman, sehingga hukumnya haram, dijangka waktu yang singkat ataupun lama, penahanan tersebut hukumnya adalah sama-sama haram. Pasalnya, keharamannya merupakan sifat zalim.”

Pada sisi lain, praktik tersebut menyulitkan masyarakat umum, dan termasuk perbuatan zalim, membuat Syekh Zakaria Al Anshari dalam kitab Asnal Mathalib, mennghukumi perbuatan menimbun barang termasuk perbuatan yang haram. Lebih jauh lagi, monopoli barang tersebut, menyulitkan masyarakat dari segi barang dan harganya;

فَيَحْرُمُ الِاحْتِكَارُ  لِلتَّضْيِيقِ عَلَى النَّاسِ

“Maka ihtikar (menimbun barang atau monopoli) hukumnya adalah haram, pasalnya mengandung unsur menyulitkan masyarakat umum.”

Terkait keharaman menimbung barang, termasuk dalam hal ini minyak goreng, Nabi Muhammad dalam sebuah hadis riwayat Imam Ahmad dari Ma’qil bin Yasar, Rasulullah bersabda:

مَن دَخَلَ في شيء مِن أسعارِ المسلمين لِيُغْلِيَهُ علَيهِم، فَإِنَّ حَقًّا على الله أَن يُقْعِدَهُ بِعظم مِن النَّارِ يومَ القِيَامَةِ.

“Siapa yang masuk ke dalam (memonopoli) harga (barang-barang) kaum muslimin untuk menaikkan harganya, maka sudah menjadi ketetapan Allah Swt untuk mendudukkan pada tulang yang terbuat dari api kelak di hari kiamat.” (HR Ahmad).

Demikian hukum menimbun minyak goreng dalam Islam. Semoga bermanfaat. (Baca: Hukum Ikut Jual Beli Barang Lelang di Pegadaian.

BINCANG SYARIAH

Mengenal Prinsip-Prinsip Ubudiyyah

Beribadah kepada Allah Ta’ala merupakan hikmah penciptaan manusia. Allah Ta’ala berfirman,

وَمَا خَلَقْتُ الْجِنَّ وَالْإِنسَ إِلَّا لِيَعْبُدُونِ

Dan aku tidaklah menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka mengabdi (beribadah) kepada-Ku.” (QS. Adz-Dzariyat: 56)

Sehingga, seorang mukmin hendaklah mengetahui bagaimanakah prinsip-prinsip menegakkan ubudiyyah (penghambaan) kepada Allah Ta’ala dengan benarDalam tulisan singkat ini, akan dibahas prinsip-prinsip dasar penegakan ubudiyyah yang perlu diketahui oleh seorang muslim.

Jenis-jenis ubudiyyah

Pertama, ubudiyyah ‘ammah (ubudiyyah yang bersifat umum). Ubudiyyah ini bermakna “ketundukan”, dan meliputi semua makhluk yang ada di langit dan di bumi, baik berakal ataupun tidak, baik yang ada di daratan maupun di lautan, baik yang mukmin ataupun yang kafir. Semuanya adalah makhluk yang tunduk dengan takdir dan pengaturan Allah Ta’ala. Allah Ta’ala berfirman,

إِن كُلُّ مَن فِي السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ إِلَّا آتِي الرَّحْمَنِ عَبْداً

Tidak ada seorangpun di langit dan di bumi, kecuali akan datang kepada Tuhan Yang Maha Pemurah selaku seorang hamba.” (QS. Maryam: 93)

Kedua, ubudiyyah khashshah (ubudiyyah yang bersifat khusus). Yang dimaksud ubudiyyah khusus adalah aktivitas peribadatan yang dilakukan oleh hamba yang beriman (mukmin) saja dengan terpenuhi syarat dan rukunnya, sebagaimana yang akan dijelaskan. Hal ini sebagaimana firman Allah Ta’ala,

إِنَّ عِبَادِي لَيْسَ لَكَ عَلَيْهِمْ سُلْطَانٌ إِلاَّ مَنِ اتَّبَعَكَ مِنَ الْغَاوِينَ

Sesungguhnya hamba-hamba-Ku tidak ada kekuasaan bagimu terhadap mereka, kecuali orang-orang yang mengikut kamu, yaitu orang-orang yang sesat.” (QS. Al-Hijr: 42)

Allah Ta’ala berfirman,

أَلَيْسَ اللَّهُ بِكَافٍ عَبْدَهُ

Bukankah Allah cukup untuk melindungi hamba-hamba-Nya?” (QS. Az-Zumar: 36)

Pengertian ibadah

Secara bahasa, ibadah berarti “merendahkan diri” atau “tunduk”. Adapun definisi secara syar’i, yang paling bagus adalah definisi yang disampaikan oleh Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah Rahimahullah, yaitu “suatu istilah yang mencakup semua perkara yang dicintai dan diridai oleh Allah Ta’ala, baik berupa perkataan maupun perbuatan, baik yang lahir maupun yang batin.” (Majmu’ Al-Fataawa, 10: 149)

Contoh perkataan lahiriyah adalah berbagai macam ibadah lisan, seperti mengucapkan dua kalimat syahadat, mengucapkan tasbih, tahlil, atau membalas ucapan salam.

Contoh perkataan batin adalah berbagai ucapan hati, seperti yakin dan membenarkan (tashdiq).

Contoh perbuatan (amal) lahiriyah adalah salat, puasa, zakat, dan menunaikan nazar.

Contoh perbuatan (amal) batin adalah berbagai macam amalan hati, seperti rasa takut (al-khauf), rasa harap (ar-raja’), dan rasa cinta (al-mahabbah).

Rukun ibadah

Setiap ibadah yang kita lakukan kepada Allah Ta’ala, harus memenuhi tiga rukun ini, yaitu:

Pertama, adanya rasa cinta (al-mahabbah)

Maksudnya, kita beribadah karena didorong oleh rasa cinta kepada Allah Ta’ala. Rasa cinta ini adalah ruh ibadah. Setiap kali rasa cinta kepada Allah Ta’ala menggerakkan seorang hamba untuk beribadah kepada-Nya, maka akan semakin dekat dengan keikhlasan. Allah Ta’ala berfirman,

وَالَّذِينَ آمَنُواْ أَشَدُّ حُبّاً لِّلّهِ

Adapun orang-orang yang beriman, amat sangat cintanya kepada Allah.” (QS. Al-Baqarah: 165)

Kedua, adanya rasa harap (ar-raja’)

Maksudnya, kita beribadah kepada Allah Ta’ala dengan mengharap pahala dan balasan dari Allah Ta’ala, juga berharap rahmat dan ampunan dari Allah Ta’ala. Rasa harap ini juga menuntun seorang hamba untuk meraih keikhlasan dalam beribadah kepada Allah Ta’ala. Allah Ta’ala berfirman,

أُولَـئِكَ الَّذِينَ يَدْعُونَ يَبْتَغُونَ إِلَى رَبِّهِمُ الْوَسِيلَةَ أَيُّهُمْ أَقْرَبُ وَيَرْجُونَ رَحْمَتَهُ وَيَخَافُونَ عَذَابَهُ إِنَّ عَذَابَ رَبِّكَ كَانَ مَحْذُوراً

Orang-orang yang mereka seru itu, mereka sendiri mencari jalan kepada Tuhan mereka siapa di antara mereka yang lebih dekat (kepada Allah) dan mengharapkan rahmat-Nya dan takut akan azab-Nya. Sesungguhnya azab Tuhanmu adalah suatu yang (harus) ditakuti.” (QS. Al-Isra’: 57)

Ketiga, adanya rasa takut (al-khauf)

Maksudnya takut kepada Allah Ta’ala, sehingga seorang hamba bisa menghindarkan diri dari perbuatan maksiat. Hal ini sebagaimana firman Allah Ta’ala dalam surah Al-Isra’ ayat 57 yang telah disebutkan di atas.

Tiga rukun ibadah ini harus menyertai aktivitas ibadah yang dilakukan oleh seorang hamba. Seorang hamba tidak boleh beribadah kepada Allah Ta’ala hanya karena rasa cinta saja, atau karena rasa takut saja, atau hanya karena rasa harap saja. Akan tetapi, ketiga rukun ibadah ini harus hadir dalam diri seseorang ketika beribadah kepada-Nya.

Ulama salaf mengatakan, “Siapa saja yang beribadah kepada Allah hanya karena rasa cinta saja, itulah orang-orang zindiq. Siapa saja yang beribadah kepada Allah hanya karena rasa harap saja, itulah orang-orang murji’. Siapa saja yang beribadah kepada Allah hanya karena rasa takut saja, itulah orang-orang haruri. Dan siapa saja yang beribadah kepada Allah karena rasa cinta, takut, dan berharap, itulah seorang mukmin yang mentauhidkan Allah Ta’ala.” (Al-‘Ubudiyyah, hal. 112)

Dua syarat diterimanya ibadah

Setelah memahami rukun-rukun ibadah, maka perlu diketahui ada dua syarat agar ibadah itu diterima di sisi Allah Ta’ala.

Pertama, ikhlas.

Yaitu, menujukan ibadah tersebut hanya kepada Allah Ta’ala saja, tidak ditujukan kepada selain Allah Ta’ala. Allah Ta’ala tidak akan menerima suatu amal, kecuali amal yang ikhlas ditujukan hanya kepada-Nya. Allah Ta’ala berfirman,

وَمَا أُمِرُوا إِلَّا لِيَعْبُدُوا اللَّهَ مُخْلِصِينَ لَهُ الدِّينَ حُنَفَاء

Padahal mereka tidak disuruh kecuali supaya menyembah Allah dengan memurnikan ketaatan kepada-Nya dalam (menjalankan) agama yang lurus.” (QS. Al-Bayyinah: 5)

Allah Ta’ala berfirman,

أَلَا لِلَّهِ الدِّينُ الْخَالِصُ

Ingatlah, hanya kepunyaan Allah-lah agama yang bersih (dari syirik).” (QS. Az-Zumar: 3)

Allah Ta’ala juga berfirman,

قُلِ اللَّهَ أَعْبُدُ مُخْلِصاً لَّهُ دِينِي

Katakanlah, “Hanya Allah saja yang aku sembah dengan memurnikan ketaatan kepada-Nya dalam (menjalankan) agamaku.” (QS. Az-Zumar: 14)

Kedua, mutaba’ah.

Yaitu, mengikuti petunjuk Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam dalam menjalankan tata cara ibadah kepada Allah Ta’ala. Allah Ta’ala berfirman,

فَلاَ وَرَبِّكَ لاَ يُؤْمِنُونَ حَتَّىَ يُحَكِّمُوكَ فِيمَا شَجَرَ بَيْنَهُمْ ثُمَّ لاَ يَجِدُواْ فِي أَنفُسِهِمْ حَرَجاً مِّمَّا قَضَيْتَ وَيُسَلِّمُواْ تَسْلِيماً

Maka demi Tuhanmu, mereka (pada hakikatnya) tidak beriman hingga mereka menjadikan kamu hakim terhadap perkara yang mereka perselisihkan, kemudian mereka tidak merasa dalam hati mereka sesuatu keberatan terhadap putusan yang kamu berikan, dan mereka menerima dengan sepenuhnya.” (QS. An-Nisa’: 65)

Diriwayatkan dari ibunda ‘Aisyah Radhiyallahu ‘anha, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,

مَنْ عَمِلَ عَمَلاً لَيْسَ عَلَيْهِ أَمْرُنَا فَهُوَ رَدٌّ

“Barang siapa yang mengerjakan suatu amal yang tidak ada tuntunannya dari kami, maka amal tersebut tertolak.” (HR. Bukhari no. 2697 dan Muslim no. 1718)

Dalam riwayat yang lain, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,

مَنْ أَحْدَثَ فِى أَمْرِنَا هَذَا مَا لَيْسَ مِنْهُ فَهُوَ رَدٌّ

“Barang siapa yang mengada-adakan sesuatu dalam urusan (agama) ini yang bukan dari kami, maka amal tersebut tertolak.” (HR. Muslim no. 1718)

Oleh karena itu, suatu amal tidak akan teranggap kecuali jika dilaksanakan dengan ikhlas dan mengikuti sunah (tuntunan) Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam.

Amal yang dilakukan dengan ikhlas dan benar (sesuai tuntunan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam) inilah yang merupakan amal terbaik sebagaimana yang difirmankan oleh Allah Ta’ala,

الَّذِي خَلَقَ الْمَوْتَ وَالْحَيَاةَ لِيَبْلُوَكُمْ أَيُّكُمْ أَحْسَنُ عَمَلاً وَهُوَ الْعَزِيزُ الْغَفُورُ

Yang menjadikan mati dan hidup, supaya Dia menguji kamu, siapa di antara kamu yang lebih baik amalnya. Dan dia Maha Perkasa lagi Maha Pengampun.” (QS. Al-Mulk: 2)

Tentang ayat di atas, Fudhail bin ‘Iyadh Rahimahullah berkata,

أخلصُه وأصوبُه . وقال : إنَّ العملَ إذا كان خالصاً ، ولم يكن صواباً ، لم يقبل ، وإذا كان صواباً ، ولم يكن خالصاً ، لم يقبل حتّى يكونَ خالصاً صواباً ، قال : والخالصُ إذا كان لله – عز وجل – ، والصَّوابُ إذا كان على السُّنَّة

”(Yaitu amal) yang paling ikhlas dan paling benar”. Beliau rahimahullah menjelaskan, “Sesungguhnya apabila suatu amalan sudah dilakukan dengan ikhlas, namun tidak benar, maka amalan tersebut tidak diterima. Dan apabila amalan tersebut sudah benar, namun tidak ikhlas, maka amalan tersebut juga tidak diterima, sampai amalan tersebut ikhlas dan benar. Ikhlas jika ditujukan kepada Allah Ta’ala, dan benar jika sesuai dengan sunnah (tuntunan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam).” (Jami’ul Ulum wal Hikam, 1: 72)

Dua syarat diterimanya ibadah ini terkumpul dalam firman Allah Ta’ala,

قُلْ إِنَّمَا أَنَا بَشَرٌ مِّثْلُكُمْ يُوحَى إِلَيَّ أَنَّمَا إِلَهُكُمْ إِلَهٌ وَاحِدٌ فَمَن كَانَ يَرْجُو لِقَاء رَبِّهِ فَلْيَعْمَلْ عَمَلاً صَالِحاً وَلَا يُشْرِكْ بِعِبَادَةِ رَبِّهِ أَحَداً

Katakanlah, “Sesungguhnya aku ini manusia biasa seperti kamu, yang diwahyukan kepadaku, “Bahwa sesungguhnya Tuhan kamu itu adalah Tuhan yang Esa.” Barangsiapa mengharap perjumpaan dengan Tuhannya, maka hendaklah ia mengerjakan amal yang saleh dan janganlah ia mempersekutukan seorangpun dalam beribadat kepada Tuhannya.” (QS. Al-Kahfi: 110)

“Amal saleh” dalam ayat di atas adalah dengan mengikuti tuntunan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam. Sedangkan “janganlah ia mempersekutukan seorangpun dalam beribadat kepada Tuhannya” adalah ikhlas. Wallahu Ta’ala a’alam.

***

@Rumah Kasongan, 30 Rajab 1443/ 3 Maret 2022

Penulis: M. Saifudin Hakim

Sumber: https://muslim.or.id/72922-mengenal-prinsip-prinsip-ubudiyyah.html

Ada Apa dengan Sya’ban (3): Dalil Keutamaan Puasa Sunnah Sya’ban

Ada sebagian kalangan muslim yang meragukan keabsahan dalil puasa sunnah Sya’ban. Untuk memupus keraguan tersebut, Sayyid Muhammad Alawi al Maliki menulis beberapa hadis shahih sebagai hujjah amaliah puasa di bulan Sya’ban dalam kitabnya Madza fi Sya’ban.

Nabi pernah ditanya: “Puasa apa yang paling utama setelah puasa Ramadhan”? Beliau menjawab: “Puasa sunnah di bulan Sya’ban untuk mengagungkan bulan Ramadhan”. Satu riwayat menceritakan, seseorang bertanya kepada Nabi tentang shodaqoh yang paling utama. Kata Nabi, “Shodaqoh di bulan Ramadhan”. (HR. Turmudzi, status hadis gharib).

Sayyidah Aisyah berkata: “Rasulullah sering berpuasa sehingga kami katakan: Beliau tidak berbuka. Beliau juga sering tidak berpuasa sehingga kami katakan: Beliau tidak berpuasa. Aku tidak pernah melihat beliau menyempurnakan puasa sebulan penuh kecuali Ramadhan, dan aku tidak pernah melihat beliau berpuasa dalam sebulan (selain Ramadhan) lebih banyak dari puasa beliau di bulan Sya’ban”. (Muttafaq ‘alaih. Redaksi hadis dari Imam Muslim). Selain Imam Bukhari dan Muslim, hadis ini juga diriwayatkan oleh Imam Abu Daud.

Dalam riwayat yang lain, Sayyidah Aisyah juga berkata, “Aku tidak melihat Rasulullah (berpuasa) pada setiap bulan lebih banyak dari puasa beliau di bulan Sya’ban. Beliau berpuasa Sya’ban kecuali sedikit saja, bahkan beliau puasa Sya’ban seluruhnya”. (HR. Nasa’i, Turmudzi, dan lain-lain).

Sayyidah Aisyah juga berkata, “Dari beberapa bulan Rasulullah sangat senang berpuasa di bulan Sya’ban, kemudian beliau sambung dengan Ramadhan”. (HR. Imam Abu Daud).

Dalam riwayat Imam Nasa’i, Sayyidah Aisyah berkata: “Pada setiap bulan Rasulullah tidak berpuasa lebih banyak dari puasa beliau di bulan Sya’ban, beliau berpuasa sebulan penuh atau sebagian besarnya”.

Diriwayatkan oleh Imam Bukhari dan Imam Muslim, Sayyidah Aisyah berkata, “Belum pernah Rasulullah berpuasa satu bulan lebih banyak dari puasa beliau di bulan Sya’ban. Terkadang beliau berpuasa di bulan Sya’ban sebulan penuh”.

Hadits-hadits tersebut sebagai dalil dianjurkannya puasa sunnah di bulan Sya’ban. Dengan demikian, tidak elok selalu memperdebatkan soal legalitas dan kualitas dalilnya. Karena yang lebih penting adalah pengamalannya. Bagi mereka yang meragukan dalil-dalil dianjurkannya puasa di bulan Sya’ban, sebaiknya membaca ulang secara keseluruhan. Kalau masih ragu, cukup keraguan itu disimpan dalam benaknya, tanpa harus menyalahkan umat Islam yang meyakini keabsahan dalil puasa sunnah di bulan Sya’ban.

ISLAM KAFFAH