Hukum Menabur Bunga di Atas Kuburan

Banyak dijumpai di tengah masyarakat Ketika berziarah kubur umumnya akan menabur bunga di atas kuburan, hal ini sudah lazim di kalangan umat muslim Indonesia. Nah, lalu timbul pertanyaan bagaimana hukum menabur bunga di atas kuburan ?

Dalam literatur kitab fikih banyak dijumpai penjelasan mengenai hikmah dibalik menabur bunga diatas kuburan sebagaimana yang diungkapkan oleh Syekh Zainuddin Al- Malibariy dalam kitabnya Fathu Al-Mui’n beliau berpendapat :

مهمة : ‌يسن ‌وضع ‌جريدة خضراء على القبر للاتباع ولأنه يخفف عنه ببركة تسبيحها وقيس بها ما اعتيد من طرح نحو الريحان الرطب.

Artinya :  perkara penting, disunnahkan untuk meletakkan pelepah kurma di atas kuburan karena ikut Rasulullah, dan agar dapat meringankan mayyit sebab keberkahan bertasbihnya pelepah kurma tersebut, dan disamakan dengan pelepah kurma sesuatu yang biasa untuk ditabur seperti wewangian.

Apa yang diungkapkan oleh Syech Zainuddin Al- malibary berdasarkan terhadap hadis Riwayat Ibnu Abbas yang menceritakan bahwa Rasulullah Saw pernah meletakkan pelepah kurma di atas kuburan orang yang mendapat siksa kubur karena dosa kecil :

أَخْبَرَنَا مُحَمَّدُ بْنُ قُدَامَةَ قَالَ حَدَّثَنَا جَرِيرٌ عَنْ مَنْصُورٍ عَنْ مُجَاهِدٍ عَنْ ابْنِ عَبَّاسٍ قَالَ مَرَّ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِحَائِطٍ مِنْ حِيطَانِ مَكَّةَ أَوْ الْمَدِينَةِ سَمِعَ صَوْتَ إِنْسَانَيْنِ يُعَذَّبَانِ فِي قُبُورِهِمَا فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يُعَذَّبَانِ وَمَا يُعَذَّبَانِ فِي كَبِيرٍ ثُمَّ قَالَ بَلَى كَانَ أَحَدُهُمَا لَا يَسْتَبْرِئُ مِنْ بَوْلِهِ وَكَانَ الْآخَرُ يَمْشِي بِالنَّمِيمَةِ ثُمَّ دَعَا بِجَرِيدَةٍ فَكَسَرَهَا كِسْرَتَيْنِ فَوَضَعَ عَلَى كُلِّ قَبْرٍ مِنْهُمَا كِسْرَةً فَقِيلَ لَهُ يَا رَسُولَ اللَّهِ لِمَ فَعَلْتَ هَذَا قَالَ لَعَلَّهُ أَنْ يُخَفِّفَ عَنْهُمَا مَا لَمْ يَيْبَسَا أَوْ إِلَى أَنْ يَيْبَسَا.

Artinya : Telah mengabarkan kepada kami Muhammad bin Qudamah dia berkata; telah menceritakan kepada kami JarirdariManshur dari Mujahid dari Ibnu ‘Abbas dia berkata; Rasulullah Saw pernah melewati salah satu perkebunan di Mekkah atau Madinah, beliau mendengar dua orang sedang di siksa di dalam kubur mereka, maka Rasulullah Saw bersabda:

“Keduanya sedang disiksa dan keduanya tidak disiksa karena dosa besar.” Kemudian beliau bersabda: “Benar, salah seorang di antara keduanya tidak membersihkan dari kencingnya dan yang lainnya melakukan adu domba.”

Kemudian beliau meminta pelepah (kurma) lalu memecahnya menjadi dua dan meletakkan di atas kuburan masing-masing satu pecahan pelepah. Ditanyakan, “Wahai Rasulullah Saw, mengapa engkau melakukan hal ini?”

Beliau menjawab: “Barangkali itu bisa meringankan adzab dari mereka berdua selama dua pelepah ini belum kering. Atau sampai dua pelepah ini kering.” (H.R.Bukhari).

Dari penjelasan diatas dapat diketahui bahwa hikmah dari meletakkan bunga di atas kuburan adalah mayyit bisa mendapat keberkahan berkat bacaan tasbih dari bunga yang ditaburkan selama bunga tersebut belum kering.

Demikian penjelasan mengenai hukum menabur bunga di atas kuburan. Semoga bermanfaat, Wallahu a’lam.

BINCANG SYARIAH

Inilah 18 Jenis Sedekah, Mulai dari Doa sampai dengan Menanam Pohon

SEDEKAH merupakan salah satu amalan yang pahalanya akan mengalir terus hingga akhirat. Amalan yang satu ini tidak hanya dikaitkan dengan uang. Sebab, jenis sedekah bisa dilakukan dengan beragam cara.

Apa saja?

Berikut 18 ragam sedekah yang bisa dilakukan:

1 Jenis Sedekah: Doa

Jika Anda hanya berdoa untuk orang yang Anda sayangi atau orang yang meminta Anda berdoa.

2 Jenis Sedekah: Pengetahuan

Menyebarkan pengetahuan di antara orang-orang yang tidak mampu membelinya.

3 Jenis Sedekah: Nasihat

Memberikan nasihat bijak kepada adik-adik Anda atau orang-orang yang lebih muda dari Anda.

4 Jenis Sedekah: Senyum

Berbicara, bertemu, dan menyapa orang yang Anda temui. Menunjukan senyum, menunjukkan keramahan.

5 Jenis Sedekah: Bantuan

Bantu orang miskin dan bantulah orang yang tidak bisa menahan diri. Memecahkan masalah orang juga bisa menjadi hal yang bisa Anda lakukan.

6 Jenis Sedekah: Meluangkan waktu

Meluangkan waktu untuk orang tua dan istri/suami juga merupakan sedekah.

7 Jenis Sedekah: Tarbiyyah

Nurture (Tarbiyyah) atau pengajaran/mendidik, membesarkan anak-anak Anda dengan baik juga merupakan sedekah.

BACA JUGA: Fadhilah Sedekah yang Luar Biasa

8 Jenis Sedekah: Kesabaran selama masa-masa sulit

Bersabarlah, jangan berteriak tentang masalah Anda kepada siapa pun. Allah akan menyelesaikannya untuk Anda.

9 Jenis Sedekah: Memberi saran untuk kebaikan

Nasihat teman-teman Anda saat mereka kebingungan atau galau serta memberikan solusi atau pencerahan bagi mereka untuk berada di Jalan Allah.

10 Jenis Sedekah: Berhenti dari kejahatan

Jangan merencanakan hal buruk, jangan menyakiti atau membunuh makhluk hidup apa pun.

11 Jenis Sedekah: Berbicara dengan lembut

Jangan kasar dan kasar, Allah tidak suka orang sombong.

12 Jenis Sedekah: Memaafkan

Maafkan orang-orang yang meminta maaf kepada Anda.

13 Jenis Sedekah: Memberi hormat

Memberikan rasa hormat kepada orang tua dan anak muda serta memberikan penghargaan kepada orang-orang yang layak mendapatkannya.

14 Jenis Sedekah: Menjadi bagian dari kebahagiaan seseorang

Menjadi bahagia dalam kebahagiaan orang lain.

15 Jenis Sedekah: Mengunjungi orang sakit

Mengunjungi orang sakit juga merupakan sunnah Nabi kita tercinta.

16 Jenis Sedekah: Menyingkirikan hal-hal berbahaya dari jalan

Seperti menyingkirkan batu yang menghalangi jalan Anda.

17 Jenis Sedekah: Membimbing seseorang di jalan yang benar

Membimbing berarti, jika seseorang yang Anda lihat salah arah, maka membimbing orang itu ke jalan yang benar.

18 Jenis Sedekah: Menanam pohon

Dalam hadis disebutkan bahwa jika ada hasil tanaman yang dimakan burung atau lainnya, maka itu termasuk sedekah. []

SUMBER: THE ISLAMIC INFORMATION

ISLAMPOS

Mualaf Maxi Deeng, Eks Misionaris di Papua yang Bergelimang Harta dan Kini Memilih Islam

Mualaf Maxi Deeng merupakan mantan misionaris di Papua yang tergugah ajarah Islam

Perjalanan Maxi Christian Ludewig Deen Deeng menemukan hidayah tidaklah sebentar. 

Pria asal Manado ini memfokuskan untuk belajar ilmu agamanya di pendidikan tinggi memiliki banyak pertanyaan yang membuatnya ragu.

Pertanyaan ini adalah tentang Ketuhanan. Namun jawaban yang dia dapatkan tidak bisa menghilangkan keraguan dengan keyakinannya.

Hingga akhirnya Maxi menempuh pendidikan pascasarjana untuk memperdalam teologinya di Manila. Dia pun kembali mempertanyakan tentang Ketuhanan kepada profesornya di Filipina.

Maxi pun mendapat jawaban yang memuaskan karena selama ini ajaran yang didapatkan di Indonesia ada kekeliruan. Seperti Isa merupakan Nabi atau utusan Allah, dibenarkan oleh profesornya di Filipina.

“Profesor saya mengatakan bahwa ucapan itu benar. Jadi ucapan saya yang memberikan penjelasan bahwa Isa itu memang bukan sama dengan Allah, dia hanyalah sebagai yang diutus oleh Allah,” jelas pria yang memiliki nama mualaf Abu Bakar ini dalam youtube Mualaf Center Aya Sofya, dikutip Republika.co.id, Sabtu (22/20/2022).     

Sebagaimana sejarah mencatat bahwa bani Israil atau yang kita kenal saat ini adalah bangsa Israil memang sudah sangat jelas dikenal sebagai bangsa yang suka memberontak dan gampang melupakan suatu ajaran sehingga karena itulah mereka melupakan Tuhan yang mereka sembah dalam hal ini adalah Allah SWT. 

Saat mendapatkan studi lanjut di Manila ternyata Abu Bakar tersadar selama ini ada kekeliruan.

“Tapi pada waktu itu saya masih berfikir ya sudah saya jalani dulu. Saya bekerja dulu sebagai pendakwah, saya waktu itu tamat S1 mendapatkan cumlaude, dan nilai IPK saya adalah tiga koma sekian,” ujar pria kelahiran Ngawi, 19 Juni 1969 ini.  

Setelah menyelesaikan gelar S2 di Filipina Abu Bakar mulai direkrut oleh organisasi agamanya dan menyebarluaskan ajaran.

Bak artis, kedatangannya selalu disambut dengan riuh dan tangis. Pernah suatu ketika beliau berkhutbah di Jayapura yang penduduknya dikenal sebagai orang keras, dalam artian karena statusnya para pejabat yang biasa membawa banyak uang dan banyak ibu-ibunya saling memamerkan perhiasan atau segala macam.

Tetapi waktu beliau berkhutbah di tengah-tengah mereka, membuat mereka menangis dan menanggalkan semua kekayaannya.

“Saya bikin itu tidak ada artinya perhiasan itu yang ada di tangan kalian. Jadi saya menjadi salah satu misionaris yang memang bisa dikatakan laris, selalu dipanggil kemana-mana. Dan memang saya sendiri merasa bahwa ada kharisma. Jadi misonaris itu jika punya kharisma akan lebih mudah dicintai umatnya,” ujar dia.

Puncaknya setelah banyak pengalaman. Allah SWT kembali datang dengan hidayah memberikan banyak petunjuk dan jalan keluar, tetapi saat itu kondisinya dia masih lebih condong ke dunia.

“Dan saya berpikir, saya sudah cukup tahu ilmu itu tetapi untuk mengambil suatu keputusan masih harus menunggu dulu. Saat itu saya masih berfikir, nanti dulu, saya bekerja dulu, dan itu membuat saya semakin terlena dalam pekerjaan itu,” jelas dia.

Singkatnya waktu itu, organisasi memutuskan untuk ditugaskan di Papua. Selama di Papua beliau menjalankan tugas di Kabupaten Biak Numfor dan Jayapura.

“Waktu itu saya ditugaskan dengan misionari penerbangan aviation yang ada di Jayapura menjadi co-pilot. Membawa pesawat kecil untuk memasuki pedalaman dan mengantarkan berbagai macam obatan, makanan, pakaian, dan kebutuhan lainnya,” kata dia.

Kelebihan dari misi organisasinya adalah memiliki aviation yang sebenarnya juga harus diimbangin oleh umat Islam karena untuk dakwah di daerah-daerah terpencil sangat sulit jika hanya mengandalkan kendaraan darat. Terlebih lagi jika menjangkau lokasi yang berada diatas gunung.

Abu Bakar sudah cukup lama ditugaskan di Biak Numfor, Jayapura, Manokwari, dan bahkan sampai ke Timika. Dia merupakan misionaris yang sangat dikenal hingga seluruh Papua sudah pasti kenal dengan nama pendeta Maxi Deeng.

Hidayah semakin kuat

Allah SWT akan memilih hamba-Nya yang mendapat hidayah. Hidayah pun datang dari jalan yang berbeda, salah satunya melalui mimpi.

“Salah satu yang pasti Allah sayang kepada saya adalah ketika diberikan mimpi,” ujar dia.

Dalam mimpi itu, Maxi masuk dalam lubang yang sangat dalam dan gelap, mendengar suara-suara mengerikan dan menakutkan. Dia berusaha mencari jalan keluar dan melihat ada titik kecil seperti cahaya jadi saya mengikutinya.

Semakin dekat membuat cahaya itu semakin besar, dia mengejarnya dan terus mengajar. Dan semakin dia mengejar cahaya itu, suara yang diluar semakin dahsyat dan menakutkan. Cahaya itu semakin besar dan dia kejar terus, hingga akhirnya dia masuk kelubang cahaya dan melihat begitu terang, sejuk, dan indah pemandangan.  

“Saya hanya mendengar waktu itu nama saya disebutkan, Maxi, La ilaha illallah sebanyak tiga kali. Setelah saya mendengar suara itu, membuat saya terbangun dan seperti habis mandi karena badan saya begitu basah semuanya,” ujar dia.

Jadi setelah kejadian itu dia berkesimpulan bahwa tidak ada lagi alasan apapun yang membuatnya untuk tidak segera berhijrah dan memeluk agama Islam. Kemudian dia meminta bantuan sahabatnya yang merupakan seorang pejabat imigrasi untuk membantunya mengurus proses pensyahadatannya.

“Saya telepon dia, datang ke kantornya, dan saya mengatakan kalau ingin masuk Islam. Dia akhirnya menolong saya untuk mencarikan tempat yang netral agar tidak terjadi keributan. Jadi dia memberi petunjuk di Balikpapan tepatnya d Masjid Istiqomah,” ujar dia.

Pada 2014, Maxi belajar dan mengucapkan kalimat syahadat. Kemudian melalui departemen agama, sehingga mendapatkan sertifikat yang secara resmi masuk Islam.

Menurut dia sejatinya agama yang benar adalah yang berpedoman pada kitab-kitab Allah SWT yaitu Taurat, Zabur, Injil, dan yang terakhir ditutup Alquran. Kita ketahui bahwa kitab suci Alquran itu diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW dan hingga kini menjadi kitab suci umat Islam. Jadi itulah, orang yang tidak masuk Islam pasti tidak akan selamat.

Tidak ada lagi petunjuk yang diberikan karena semuanya sudah lewat. Sebagaimana Taurat, Zabur, dan Injil itu sudah lewat. Allah sudah mengutus nabi dan rasulnya sesuai dengan zaman-zamannya.

Saat ini kita berada di zaman penghujung yang tidak akan ada nabi lainnya dan tidak ada wahyu lain yang yang diberikan selain wahyu yang diberikan Allah SWT kepada Nabi Muhammad SAW.

“Jadi kalau dikatakan sekarang ini siapa yang benar? maka yang benar adalah yang membawa kitab suci Alquran dan saat ini umatnya disebut umat Islam,” kata dia. 

Sesuai dengan bahasa artinya Islam itu adalah orang yang patuh dan juga taat yang memegang kitab suci Alquran dan ajaran yang diberikan nabi dan rasul Allah SWT yang terakhir dan tidak ada lagi nabi dan rasul Allah SWT selain dia yaitu Nabi Muhammad SAW.

Karena keislamannya, dia kehilangan pekerjan dan tak mampu lagi memberikan nafkah kemudian dia berpisah dengan istri dan anak-anaknya.

Kini dia telah menikah dan memiliki satu anak dari pernikahannya dengan wanita muslim. Karena ijazah S1 dan S2 tidak dapat digunakan untuk mendapatkan pekerjaan, dia mencari pekerjaan sesuai keahliannya.

Kini dia bekerja sebagai sopir di sebuah kantor di Jakarta. Dan telah menempati rumah yang nyaman meski sederhana. Abu Bakar pun diberikan tanggung jawab untuk membangun mushalla bagi warga di lingkungan rumahnya dan berdakwah mengenai kristologi dan Islam.     

KHAZANAH REPUBLIKA

Mengambil Ibroh dari Ta’ziyah

Banyak hal yang sungguh teramat sangat berharga sekali saat kita berta’ziyah.

Banyak hal yang sungguh teramat sangat berharga sekali saat kita berta’ziyah. Disamping pahalanya yang besar, mendo’akan almarhum/ah, menghibur keluarga yang ditinggal dan yang tidak kalah bermanfaatnya adalah nasehat bagi kita yang tak lama lagi akan menyusul al-marhum/almarhumah

Saudaraku, … Perhatikanlah dengan penuh keimanan nasehat Rasulullah Saw berikut ini :

 جاء الموت بغتة       

‘”Kematian itu datangnya mendadak/tiba-tiba”.(Hadits)

Kematian itu datangnya mendadak, kapanpun, dimanapun dan dalam keadaan bagaimanapun. Bisa jadi saat bekerja, mengendarai kendaraan, saat ngobrol, saat cermah/khutbah bahkan saat bermaksiat, na’zubillah min dzaalik.

Dan kematianpun tidak ada rumusnya.Tidak harus nunggu tua dan tidak harus nunggu sakit terlebih dahulu.

Imam Ibnu Katsir dalam kitab tafsirnya Tafsir ibunu Katsir mengatakan :

مات الناس يعيشهم

“seseorang itu mati sesuai kebiasaannya”.Kalau semasa hidupnya istiqamah melakukan amal kebaikan insya Allah ia wafat Husnul khatimah.

Itulah mengapa Rasulullah Saw sangat mewanti kita agar tak putus mempersiapkan bekal untuk keselamatan kita di akhirat kelak.

Sahabat Umar bin Khattab RA menasehati kita : 

(كفى بالموت واعظًا)

” Cukuplah kematian sebagai nasehat berharga bagi kita”

Setiap kali mendengar berita kematian saudura kita, hendaknya menjadi peringatan dan nasehat berharha bagi kita bahwa kita akan mengalami hal serupa.Alangkah meruginya seseorang yang menyikapi nasehat ampuh ini bak angin liwat.Tidak membuat dirinya terpicu untuk segera bertaubat dan beramal soleh.Bahkan masih larut dalam kemaksiatan dan terus mengejar kenikmatan dunia yang cuma setetes ini.

Bahwa Allah SWT maha penerima taubat itu benar sekali. Akan tetapi cobalah kita merenung sejenak “andai saat bermaksiat sementara kita masih jauh dari beribadah, nyawa kita dicabut allah swt, bisa dibayangkan betapa menderitanya kita di akhirat kelak”

Yuk, jadikanlah kematian saudara kita pemicu agar kita segera berlomba-lomba meningkatan amal ibadah kita dan buang jauh-jauh keinginan bermaksiat.

Teruslah bekerja dan beraktifitas yang diniatkan dalam rangka meraih Ridha Allah agar bernilai ibadah di sisiNya

Semoga kita semua selalu dalam bimbingan Allah SWT dan pada akhirnya diwafatkan Husnul khatimah.

Aamiin

Oleh : Hasan Yazid Al-Palimbngy

KHAZANAH REPUBLIKA

Doa Setelah Azan

Azan memiliki kedudukan yang mulia dalam syariat Islam. Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam mengabarkan tentang hal ini dalam beberapa hadis. Di antaranya adalah sabda beliau shallallahu ‘alaihi wasallam,

لَا يَسْمَعُ مَدَى صَوْتِ الْمُؤَذِّنِ جِنٌّ، وَلَا إِنْسٌ، وَلَا شَيْءٌ، إِلَّا شَهِدَ لَهُ يَوْمَ الْقِيَامَـة

Tidaklah kumandang azan yang didengar oleh jin, manusia, ataupun yang lain, kecuali semua akan menjadi saksi di hari kiamat.” (HR. Bukhari no. 574, An Nasa’iy no. 640, dan Malik no. 138)

Dan sabda Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam,

لَوْ يَعْلَمُ النَّاسُ مَا فِى النِّدَاءِ وَالصَّفِّ الأَوَّلِ ثُمَّ لَمْ يَجِدُوا إِلاَّ أَنْ يَسْتَهِمُوا عَلَيْهِ لاَسْتَهَمُوا

Seandainya semua orang tahu tentang keutamaan azan dan saf pertama, kemudian mereka tidak mendapatkannya kecuali dengan mengundi, niscaya mereka akan mengundinya.” (HR Bukhari no. 615 dan Muslim no. 437)

Doa setelah azan

Selain anjuran untuk mengikuti lafaz azan muazin sebagaimana disabdakan oleh Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam,

إذا سَمِعتُم المؤذِّنَ فقُولوا مثلَ ما يقولُ

Jika kalian mendengar azan, maka ucapkanlah sebagaimana ucapan muazin.” (HR. Muslim no. 384)

Kita juga disunahkan untuk membaca doa setelah muazin selesai mengumandangkan azan. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,

مَنْ قَالَ حِينَ يَسْمَعُ النِّدَاءَ: اللَّهُمَّ رَبَّ هَذِهِ الدَّعْوَةِ التَّامَّةِ، وَالصَّلَاةِ الْقَائِمَةِ، آتِ مُحَمَّدًا الْوَسِيلَةَ وَالْفَضِيلَةَ، وَابْعَثْهُ مَقَامًا مَحْمُودًا الَّذِي وَعَدْتَهُ، حَلَّـتْ لَهُ شَفَاعَتِي يَوْمَ الْقِيَامَةِ

Barangsiapa yang setelah selesai mendengar azan kemudian berdoa dengan,

Allahumma rabba haadzihid da’watit taammah, wasshalaatil qaaaimah, aati muhammadanil wasiilata wal fadhiiilata, wab’atshu maqaaman mahmuuda alladzii wa’adtah

(Ya Allah, Pemilik seruan yang sempurna ini dan sholat yang ditegakkan, anugerahkanlah kepada Nabi Muhammad; wasilah (kedudukan yang tinggi di surga) dan keutamaan (melebihi seluruh makhluk), dan bangkitkanlah beliau dalam kedudukan terpuji (memberi syafa’at) yang telah Engkau janjikan)

Maka, ia berhak mendapatkan syafaatku kelak di hari kiamat.” (HR. Bukhari no. 579)

Demikianlah, doa yang selayaknya tidak ditingalkan seorang muslim ketika mendengar azan. Lebih-lebih menyibukkan diri untuk mengobrol hal yang tidak penting padahal ada sebaik-baik seruan yang tengah dikumandangkan.

Semoga Allah Ta’ala memberkahi kita semua.

***

Penulis: Muhammad Nur Faqih, S.Ag.

© 2022 muslim.or.id
Sumber: https://muslim.or.id/79609-doa-setelah-azan.html

Telinga Kadang Berdengung? Kata Rasulullah Lakukan Ini

Berikut penjelasan terkait telinga kadang berdengung? Kata Rasulullah lakukan ini. Dalam keseharian, seringkali saat beraktivitas atau sedang diam saja, telinga kita tiba-tiba telinga terkadang berdengung entah yang sebelah kanan atau kiri.

Padahal sebelumnya tidak ada hewan yang masuk atau angin yang berhembus kencang hingga menelusup ke telinga. Mengapa tiba-tiba terjadi demikian? Jika kita menilik penyebabnya dari segi medis telinga berdengung disebabkan oleh penyumbatan kotoran dalam telinga atau sebab infeksi.

Durasinya bisa hanya sebentar atau lama. Dengan volume yang beragam pula. Telinga berdengung juga dikenal dengan sebutan tinnitus, seperti yang dilansir dari laman alodokter.com. Bagaimana Islam memandang ini? Apakah ada penyebab lain dari keadaan tersebut?

Dalam kitab al-‘Ad’iyyat wa al-Adzkaar susunan Syekh Abdullah Sirajudiin al-Husayni seorang ahli tafsir dan hadis mengutip keterangan sebuah hadis yang diriwayatkan oleh Thabrani, Imam Hakim, dan Tirmizi bahwa telinga yang terkadang berdengung merupakan efek dari aktivitas ruh yang ada dalam badan. Bisa berupa bertemunya ruh orang tersebut dengan ruh lain atau ruh tersebut mencium (bau) ruh lain.

Adapun ketika dalam keadaan tersebut, maka kita dianjurkan untuk bersalawat kepada Nabi Muhammad Saw. Berdasarkan sebuah hadis yang diriwayatkan oleh Ibnu as-Sunni:

عن أبي رافع رضي الله عنه قال: قال رسول الله صلى الله عليه و سلم: (إذا طنّت أذن أحدكم فليذكرني وليصلّ عليّ وليقل : ذَكَرَ اللهُ بِخَيْر مَنْ ذَكَرَنِي)

Dari Abu Rafi’ Ra berkata, Rasulullah Saw bersabda: apabila telinga dari salah satu kalian berdengung maka ingatlah aku, bersalawatlah kepadaku dan ucapkanlah (Allah telah menyebutkan kebaikan seseorang yang menyebutku).”

Begitulah yang seharunsya dilbaca saat telinga tiba-tiba berdengung, sebagai muslim kita mungkin melakukan tindakan zahir seperti menjaga kebersihan telinga dan menghindari telinga dari suara volume tinggi atau terlalu lama menggunakan earphone dan sejenisnya. Akan tetapi kita juga perlu melakukan upaya batin dengan bersalawat saat dengungan itu terjadi. Jikalau diperlukan tindakan medis karena durasi dengungan terlalu lama, silakan pergi ke dokter sebagai bentu ikhtiar. wallaahu a’lam bisshawaab.

Artikel ini telah terbit di Bincangmuslimah.com.

Doa Agar Tidak Overthinking dari Ibnu Atha’illah as-Sakandari

Ketengang pikiran merupakan perkara yang penting dalam hidup. Jika pikiran manusia tenang, niscaya hidupnya akan terarah. Namun jika tidak? Maka akan menimbulkan mudharat. Nah berikut ini adalah doa agar tidak overthinking dari Ibnu Athaillah As-Sakandari, Mesir.

Ibnu Atah’illah yag populer dengan kitab tasawuf berujudul al-Hikam mewariskan karya tasawuf lainnya, salah satunya at-Tanwir fii Isqath at-Tadbir. Kitab ini berisi kumpulan nasihat tentang kehidupan, menjalani hidup dengan tidak overthinking, seimbang antara ikhtiar dan tawakkal.

Dalam karya tersebut, terdapat beberapa doa yang bisa diamalkan agar tidak overthinking. Doa ini bisa dibaca kapanpun dan alangkah baiknya dibaca setelah shalat.

Berikut beberapa doanya;

اللَهُمَّ ادْخِلْنَا رِيَاضَ التَفْوِيْضِ وَ جَنَّاتِ التَسْلِيْمِ وَ نَعِّمْنَا بِهَا وَ فِيْهَا وَ اجْعَلْ أَسْرَارَنَا مَعَكَ لَا مَعَ نَعِيْمِهَا وَ لَذَّتِهَا وَ لَذِّذْنَا بِكَ لَا بِزِيْنَتِهَا وَ بَهْجَتِهَا اللَّهُمَّ أَشْرِقْ عَلَيْنَا مِنْ أَنْوَارِ الإِسْتِسْلَامِ إِلَيْكَ وَ الإِقْبَالِ عَلَيْكَ مَا تَبْتَهِجُ بِهِ أَسْرَارُنَا وَ تَتَكَمَّلُ بِهِ أَنْوَارُنَا اللَّهُمَّ إِنَّكَ قَدْ دَبَّرْتَ كُلَّ شَيْءٍ قَبْلَ وُجُوْدِ كُلِّ شَيْءٍ وَ قَدْ عَلِمْنَا أَنَّهُ لَنْ يَكُوْنَ إِلَّا مَا تُرِيْدُ وَ لَيْسَ هَذَا العِلْمُ نَافِعًا لَنَا إِلَّا أَنْ تُرِيْدُ فَرُدَّنَا بِخَيْرِكَ وَ ارْفَعْ شَأْنَنَا بِفَضْلِكَ وَ اقْصُدْنَا بِعِنَايَتِكَ وَ حُفَّنَا بِرِعَايَتِكَ وَ اكْسِنَا مِنْ مَلَابِسِ أَهْلِ وِلَايَتِكَ وَ ادْخِلْنَا فِى وُجُوْدِ حِمَايَتِكَ إِنَّكَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيْرٌ

Artinya: ya Allah masukkanlah kami pada surga kepasrahan dan penyerahan diri kepada-Mu, dan berilah kami kenikmatan di dalamnya. Jadikanlah hati kami selalu bersama-Mu, bukan bersama kenikmatan dan kesenangannya. Jadikanlah hati kami bersama-Mu bukan bersama hiasan dan kemegahannya.

Ya Allah, pnacarkanlah kepada kami sinar penyerahan diri dan menghadap-Mu yang membuat hati kami senang dan cahaya kami lebih terang. Ya Allah, Engkau telah mengatur segala sesuatu sebelum sesuatu itu ada, dan kami tahu baha itu tidak akan terjadi kecuali atas kehendak-Mu.

Pengetahuan kami ini tidaklah berguna bagi kami kecuali Engkau menghendakinya. Maka, kehendakilah kami agar mendapatkan kebaikan dan karunia-Mu, jadikanlah kami tujuan perhatian-Mu, liputilah kami dengan pemeliharaan-Mu, berilah kami pakaian dari busana para kekasih-Mu, dan masukkanlah kami dalam penjagaan-Mu. Sungguh Engkau Mahakuasa atas segala sesuatu.

Ada juga doa lainnya yang diajarkan oleh Ibnu Atha’illah as-Sakandari;

اللّهُمَّ إِنَّا نَسْأَلُكَ أَنْ تُصَلِّيَ عَلَى مُحَمَّدٍ وَ عَلَى آلِ مُحَمَّدٍ كَمَا صَلَّيْتَ عَلَى إِبْرَاهِيْمَ وَ عَلَى آلِ إِبْرَاهِيْمَ فِى العَالَمِيْنَ إِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ
اللَّهُمَّ اجْعَلْنَا مِنَ المُسْتَسْلِمِيْنَ إِلَيْكَ وَ مِنَ القَائِمِيْنَ بَيْنَ يَدَيْكَ وَ اخْرِجْنَا مِنَ التَدْبِيْرِ مَعَكَ أَوْعَلَيْكَ وَ اجْعَلْنَا مِنَ المُفَوِّضِيْنَ إِلَيْكَ

Artinya: ya Allah, kami memohon kepada-Mu, semoga Engkau mencurahkan shalawat kepada Nabi Muhammad saw. beserta keluarganya sebagaimana Engkau mencurahkan shalwat kepada Nabi Ibrahim as. Beserta keluarganya di seluruh alam. Sungguh Engkau Maha Terpuji lagi Mahamulia.

Ya Allah, jadikanlah kami termasuk hamba-Mu yang berserah diri kepada-Mu, senantiasa berada dalam naungan-Mu. Keluarkanlah kami dari keinginan mencampuri pengaturan-Mu atau mengharap pengaturan dari selain-Mu, dan jadikanlah kami termasuk hamba yang memasrahkan diri kepada-Mu.

Demikian dua doa dari beberapa doa agar tidak overthingking yang diajarkan oleh Ibnu Athai’llah as-Sakandari dalam kitabnya, at-Tanwir fi Isqath at-Tadbir. Wallahu a’lam.

BINCANG SYARIAH

Menyingkap Maqasid Syariah dalam Kitab Muwafaqat

SALAH satu bagian dari khazanah yang dimiliki umat Islam adalah dengan terciptanya ratusan buku dari para ulama-ulama terdahulu. Kemudian dari ciptaan inilah kita bisa memahami pola pikir sekaligus ilmu yang ingin disampaikan oleh sang empunya.

Salah satu dari karya besar ulama pada abad ke 7 adalah kitab Muwafaqat  yang merupakan salah satu magnum opus dari Imam Syatibi ( w. 790 H) yang berdiam di daerah Granada, Andalusia. Imam Syatibi lahir pada abad yang didalamnya terdapat kemajuan dalam segi ilmu pengetahuan.

Kitab Muwafaqat  sendiri ditulis pada setengah abad sebelum runtuhnya Granada sebagai kota terakhir Muslimin di Andalusia. Tujuan dari ditulisnya kitab ini adalah untuk mengajak kembali umat Muslim dalam memahami kembali hakikat dari Maqasid Syariah, sehingga apa-apa yang diperintahkan Allah tidak hanya dijalankan sebagai suatu kewajiban yang tidak bisa dielakkan, tetapi dengan memahaminya maka pada saat pengaplikasianya bisa diterima dengan sepenuhnya.

Lahirnya kitab ini juga didasari atas kegelisahan Imam Syatibi dengan keadaan saat itu yang mana terjadi banyak penyimpangan dalam hal beribadah, melencengnya tasawuf yang ada, juga dengan ketegangan dalam bermadzhab.

Kitab yang kembali diangkat oleh Muhammad Abduh sepulangnya dari Tunisia pada tahun 1884 M ini mengkaji lebih dalam tentang Maqasid Syariah. Juga menjadi buku pegangan wajib dibebearpa Universitas di Belanda, Kanada dan Amerika bagi mahasiswa yang mengambil jusuran Islamic Studies.

Dari Usul Fiqh ke Maqasid Syariah

Pembahasan usul fiqh yang telah berkembang beberapa masa itu secara langsung membawa kemajuan khususnya dalam pemahaman sekaligus pengambilan hukum dari kandungan nash yang ada. Kemudian Imam Syatibi kembali menyempurnkanya dengan menggunakan metode observasi-induktif yang secara langsung mengkaji bebarapa dalil ¬juz`i-partikular untuk dapat sampai pada hukum kulli-universal, juga dengan mengkaji secara detail tentang Maqasid Syariah yang sangat urgen untuk dipahami oleh umat Muslim khususnya yang berkenaan dengan pemahaman maksud dibalik turunnya semua perintah Allah.

Tetapi, Imam Syatibi bukanlah orang pertama yang membahas tentang keberadaan Maqasid Syariah, karena pada awal abad ketiga Tirmidzi Hakim telah menyinggung tentang ta`lil dari hukum syariat dengan mencari maksud dan rahasia di baliknya.

Kemudian dilanjutkan dengan Abu Mansur al-Maturidi (w.333 H); Abu Bakar al-Qifal al-Syasi (w. 365 H); Abu Bakar al-Abhari (w. 375 H); al-Baqilani (w. 403 H); dilanjutkan dengan datangnya Imam Haramain (w. 478 H) dalam kitab Al-Burhan. Kitab ini menyinggung tentang penetapan prinsip-prinsip hukum, yang dibagi kedalam darûriyyat (kebutuhan sangat mendesak), hajiyyat (kebutuhan standar), dan tahsiniyyat (kebutuhan penyempurna), yang menjadi pondasi utama dalam pembahasan Al-Maqasid.

Juga disinggung di dalamnya tentang Kuliyyah al-Khams (menjaga agama, jiwa, akal, keturunan, dan harta), dilanjutkan dengan Abu Hamid al-Ghazali (w. 505 H) dalam kitab Mustasfa. Selanjutnya ada Fakhruddin al-Razi (w. 606 H) dalam kitab Mahsul; Saifuddin al-Amidi (w. 631 H); Ibn Hajib (w. 646 H); Baidhowi (w. 680 H); Asnawi (w. 772 H); Ibn al-Subki (w. 771 H) yang menambah satu darûriyyat tambahan yaitu Hifdu Al-`Ird (kemuliaan) tetapi gagasannya ditolak oleh Ahmad Raisuni, karena batasan dari hifdu al-`ird tidak terlalu jelas; Azzauddin ibn Abdu As-Salam (w.660 H) dengan bukunya Qawaidu Al Ahkam fi masalih Al-An`am; Ibn Taimiyah (w. 728 H); Abu Abdullah Al-Muqri (w. 758 H) dalam bukunya Al-Qawaid ikut mengembangkan metode Maqasid Syariah.

Karena ide-ide awal tentang Maqasid telah bergulir dari pemikiran para mutakalimmin, maka pada fase berikutnya munculah Imam Syatibi (w 790 H) datang untuk menyempurnakannya. Intensitas pergumulan Syathibi dalam bidang maqâshid menempatkan Imam Syatibi sebagai pioner Maqasid.

Pemaparan Maqasid Syariah dalam kitab Muwafaqat

Pada kitab Muwafaqat  jilid dua Imam Syatibi membuat satu bahasan yang diberi tema dengan Kitab al-Maqasid. Dijelaskan bahwa urgensi pengetahuan tentang Maqasid Syariah adalah untuk memahami maksud kandungan di balik perintah yang terdapat pada teks Al-Qur`an dan sunnah, sehingga dari sini akan didapatkan pengambilan hukum yang tepat.

Imam Syatibi mengemukakan bahwa maksud dari penerapan syariat adalah untuk mencapai kemaslahatan dan menjaganya serta menghindarkan dari kemudharatannnya. Dalam bukunya Syatibi membagi Maqasid Syariah menjadi dua bagian.

  1. Ketetapan-ketetapan Tuhan yang kembali pada maksud Tuhan (qashd al-syâri’), yakni ketetapan syariat yang dimaksudkan untuk mendapatkan kemaslahatan manusia di dunia dan akhirat.
  2. Ketetapan Tuhan yang kembali pada maksud manusia (qashd al-mukallaf).

Bagian pertama dari dua ini dibagi kembali menjadi empat bagian, yaitu : Maksud Tuhan di balik ketetapan-ketetapan-Nya; Maksud Tuhan menurunkan ketetapan-ketetapan-Nya untuk dapat dipahami; Maksud Tuhan menurunkan ketetapan-ketetapan-Nya untuk dijalankan menurut kemampuan manusia; Maksud Tuhan menurunkan ketetapan-ketetapan-Nya dan kaitan manusia dalam menjalankannya.

Kemudian dijelaskan bahwa maksud Tuhan dari dibalik ketetapan-ketetapannya adalah untuk mencapai kemaslahatan, jadi Syari’ah dibuat untuk mewujudkan kemaslahatan manusia di dunia dan di akhirat. Ini dibagi pada tiga point utama, yaitu :

Pertama, daruriyyat, atau kebutuhan elementer yang merupakan perkara-perkara yang sangat dibutuhkan demi berlangsungnya urusan agama dan keduniaan manusia secara baik. Pengabaian terhadap prinsip tersebut akan berakibat pada kekacauan dan kerusakan di dunia siksaan di akhirat.

Daruriyyat ini mencakup lima prinsip: menjaga agama, jiwa, keturunan, akal, dan harta. Ini semua diwujudkan dalam dua hal, yaitu dengan menjaga kelangsungannya, dan dilain pihak harus dijaga dari segala yang mengancam keberadaannya.

Sebagai contoh demi mempertahankan agama terdapat kewajiban-kewajiban untuk melangsungkan ibadah, seperti sholat, puasa, zakat, sedangkan untuk menjaganya maka disyariatkan untuk dakwah dan berjihad melawan musuh.

Kedua, hajiyyat, atau kebutuhan komplementer yang merupakan aspek-aspek hukum yang dibutuhkan guna meringankan beban, sehingga hukum dilaksanakan tanpa rasa tertekan. Karena dengan tidak adanya hajiyyat, akan terjadi kesulitan dan kesempitan dalam kehidupan manusia. Contoh dari kebutuhan ini ialah segala macam dispensasi (rukhsah) dalam Islam.

Ketiga, tahsiniyyat, atau kebutuhan suplementer yang merujuk pada aspek-aspek hukum seperti bersedekah, menutup aurat, memerdekakan budak dan sebagainya. Hal-hal tersebut bukan kebutuhan mendesak. Sehingga, jika tidak dilaksanakan tidaklah merugikan daruriyyat atau tabsiniyyat, namun bila dilakukan akan berarti memberikan nilai plus bagi karakter syari’ah secara umum.

Akhirnya, syari’ah dibuat untuk mewujudkan kemaslahatan manusia, (al-syarî’at wudi’at li-mashâlih al-‘ibâd), dan kitab Muwafaqat  merupakan salah satu dari sekian buku yang membahas tentang Maqasid Syariah disamping beberapa buku lainnya baik buku-buku klasik maupun kontemporer. Mengkaji apa yang tertulis dalam lembaran-lembaran kertas hasil karya ulama merupakan kegiatan menarik yang menambah suplemen keilmuan kita.*/ ppmimesir (2015)

HIDAYATULLAH

Serial Fikih Muamalah (Bag. 9): Mengenal Istilah “Akad” dan Perspektif Islam Terhadapnya

Baca pembahasan sebelumnya Serial Fikih Muamalah (Bag. 8): Cara-Cara Memperoleh Harta yang Dilarang Syariat

Akad memiliki peranan penting dalam berbagai persoalan muamalah, baik itu yang bersifat interaksi maupun transaksi. Bahkan, akad dapat menjadi salah satu penentu sah atau tidaknya suatu transaksi.

Dengan sahnya sebuah akad, kepemilikan berpindah dari satu pihak ke pihak yang lain. Dengan akad pula, wewenang, tanggung jawab, dan kegunaan dapat berubah. Atas dasar inilah kajian tentang akad menjadi sangat penting untuk dibahas dan dipelajari sebelum lebih jauh berbicara tentang berbagai persoalan muamalah dalam Islam.

Pengertian akad

Akad secara bahasa artinya menggabungkan, mengikat, dan mengencangkan ujung sesuatu. Lawan katanya adalah melepaskan. Akad juga sering dimaknai dengan mengencangkan dan menguatkan sesuatu.

Kata akad digunakan secara makna hakikinya dalam hal mengikat sesuatu yang nampak (konkrit dan bisa disentuh), contohnya (عقد الحبل) Aqdu Al-Habl, artinya ikatan tali. Sedangkan makna metaforanya, maka digunakan untuk mengikat sesuatu yang  bersifat tidak nampak (abstrak/maknawi), contohnya (عقد البيع) Aqdu Al-Bay’i, artinya kontrak/ikatan jual beli.

Dalam Fikih Islam, akad memiliki dua makna:

Yang pertama: sebuah ikatan yang timbul dari dua perkataan atau sesuatu yang menggantikan keduanya, seperti isyarat ataupun tulisan, berdasarkan ketentuan syariat yang berdampak pada objeknya.

Oleh karena itu, jika ada seseorang yang mengatakan,

‘Aku menjual pena ini dengan harga lima ribu rupiah.’,

lalu calon pembeli mengatakan, ‘Deal/setuju!’,

maka terbentuklah sebuah akad dan terbentuk juga konsekuensi hukum syariat atau pengaruh akad tersebut, baik itu perpindahan kepemilikan pena kepada pembelinya, perpindahan kepemilikan uang pada penjualnya, atau wajibnya kedua belah pihak untuk menyerahkan apa yang sudah ia akadkan kepada masing-masing pihak.

Melihat makna akad yang pertama ini, maka akad (ikatan) yang timbul hanya dari keinginan satu pihak saja tidak termasuk di dalamnya, seperti talak, pengakuan bebas hutang, ataupun pembebasan budak oleh tuannya.

Adapun makna ‘akad’ yang kedua: maka lebih umum dan lebih menyeluruh dari makna pertama, karena tidak menyaratkan adanya dua pihak pada semua keadaan. Akad bisa terjadi hanya dengan keinginan satu pihak saja (seperti akad talak) dan bisa juga terjadi karena adanya keinginan dari dua pihak (seperti akad jual beli, sewa menyewa, dan akad nikah).

Untuk lebih ringkasnya, makna kedua ini memiliki definisi, “Setiap ucapan lisan yang menimbulkan suatu hukum syariat, baik itu dari satu pihak ataupun dari dua pihak.”

Akad dengan makna kedua inilah yang digunakan oleh mayoritas mazhab, baik itu Malikiyyah, Syafi’iyyah, ataupun Hanabilah. Hal ini juga dikuatkan oleh beberapa ayat Al-Qur’an. Di antaranya firman Allah Ta’ala,

يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْٓا اَوْفُوْا بِالْعُقُوْدِۗ 

“Wahai orang-orang yang beriman! Penuhilah janji-janji.” (QS. Al-Ma’idah: 1)

Akad itu sifatnya umum, mencakup seluruh jenis komitmen dalam ucapan, baik itu berupa janji, pemberian sukarela, akad nikah, akad jual beli, dan akad-akad lain yang harus berjalan sesuai ketentuan syariat.

Allah Ta’ala juga berfirman,

 لَا يُؤَاخِذُكُمُ اللّٰهُ بِاللَّغْوِ فِيْٓ اَيْمَانِكُمْ وَلٰكِنْ يُّؤَاخِذُكُمْ بِمَا عَقَّدْتُّمُ الْاَيْمَانَۚ 

“Allah tidak menghukum kamu disebabkan sumpah-sumpahmu yang tidak disengaja (untuk bersumpah), tetapi Dia menghukum kamu disebabkan sumpah-sumpah yang kamu sengaja.” (QS. Al-Ma’idah: 89)

(عَقَّدْتُّمُ) pada ayat di atas maknanya adalah akad sumpah seperti akad janji.

Perspektif Islam terhadap akad

Islam memandang akad dengan perspektif subyektif dan independen. Hal ini menguatkan bahwa syariat Islam berlaku dan bisa beradaptasi sepanjang zaman dan dapat dipraktikkan di semua tempat serta memberikan ‘akad’ prioritas dalam hal pengaplikasian.

Islam membentuk dan mengesahkan akad-akad untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan darurat masyarakat, membangunnya di atas asas keridaan dan kerelaan hati, juga di atas asas kebebasan dalam bertransaksi dan beberapa hal lainnya yang akan kita jelaskan setelah ini.

Pertama: Islam menetapkan akad-akad guna memenuhi kebutuhan manusia

Saat agama Islam pertama kali datang, manusia sudah terlebih dahulu berinteraksi dan bertransaksi dengan berbagai macam bentuk akad yang sudah ada. Lalu, Islam datang dan menetapkan akad-akad mana saja yang diperbolehkan dan akad mana saja yang tidak diperbolehkan. Islam juga memperbaiki dan membenahi akad yang sudah ada jika memang butuh diperbaiki, sehingga ia tetap berlaku dan dapat diaplikasikan tanpa adanya pelanggaran terhadap kaidah-kaidah yang ada.

Oleh karenanya, Islam menghalalkan akad jual beli. Allah Ta’ala berfirman,

وَاَحَلَّ اللّٰهُ الْبَيْعَ وَحَرَّمَ الرِّبٰواۗ

“Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba.” (QS. Al-Baqarah: 275)

Kebutuhan manusia mendorong penghalalan akad jual beli.

Mengapa? Karena kebutuhan seseorang terkadang berkaitan dan bersinggungan dengan apa yang berada di tangan orang lain, di mana orang tersebut tidak akan mungkin memberikan apa yang ada di tangannya, kecuali dengan adanya imbalan. Dengan dihalalkannya akad jual beli, maka itu memungkinkan kedua pihak (penjual dan pembeli) untuk sama-sama meraih tujuan dan keinginannya.

Islam juga memperbolehkan syirkah (kongsi/mitra usaha) melihat kebutuhan manusia yang sangat besar terhadapnya. Entah itu untuk memperoleh penghasilan dasar karena belum memilikinya ataupun untuk mengembangkan dan menginvestasikan penghasilan yang telah ia peroleh tersebut. Allah Ta’ala berfirman,

وَاِنَّ كَثِيْرًا مِّنَ الْخُلَطَاۤءِ لَيَبْغِيْ بَعْضُهُمْ عَلٰى بَعْضٍ اِلَّا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا وَعَمِلُوا الصّٰلِحٰتِ

“Memang banyak di antara orang-orang yang bersekutu (berkongsi) itu berbuat zalim kepada yang lain, kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan kebajikan.” (QS. Shad: 24)

Sulaiman bin Abi Muslim berkata,

سَأَلْتُ أَبَا الْمِنْهَالِ عَنْ الصَّرْفِ يَدًا بِيَدٍ فَقَالَ اشْتَرَيْتُ أَنَا وَشَرِيكٌ لِي شَيْئًا يَدًا بِيَدٍ وَنَسِيئَةً فَجَاءَنَا الْبَرَاءُ بْنُ عَازِبٍ فَسَأَلْنَاهُ فَقَالَ فَعَلْتُ أَنَا وَشَرِيكِي زَيْدُ بْنُ أَرْقَمَ وَسَأَلْنَا النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَنْ ذَلِكَ فَقَالَ مَا كَانَ يَدًا بِيَدٍ فَخُذُوهُ وَمَا كَانَ نَسِيئَةً فَذَرُوهُ

Aku bertanya kepada Al-Minhal tentang tentang pertukaran uang secara langsung. Maka, dia berkata, “Dahulu aku dan mitra usahaku membeli sesuatu secara langsung dan dengan tempo, lalu datang kepada kami Al-Bara’ bin ‘Azib, lalu kami tanyakan kepadanya tentang masalah itu, maka dia berkata, ‘Dulu aku dan mitra usahaku Zaid bin Arqam pernah menanyakan hal itu kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam. Maka beliau bersabda, ‘Jika transaksi langsung di atas tangan (pembayaran secara cash, kontan) ambillah, namun bila tunda (tempo), maka tinggalkanlah.’” (HR. Bukhari no. 2497)

Kedua: Islam menjadikan keridaan dan kerelaan hati sebagai asas terbentuknya sebuah akad.

Sebagaimana firman Allah Ta’ala,

يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا لَا تَأْكُلُوْٓا اَمْوَالَكُمْ بَيْنَكُمْ بِالْبَاطِلِ اِلَّآ اَنْ تَكُوْنَ تِجَارَةً عَنْ تَرَاضٍ مِّنْكُمْ ۗ

“Wahai orang-orang yang beriman! Janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang batil (tidak benar), kecuali dalam perdagangan yang berlaku atas dasar suka sama suka di antara kamu.” (QS. An-Nisa’: 29).

Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,

إِنَّمَا الْبَيْعُ عَنْ تَرَاضٍ

“Sesungguhnya jual beli (harus) atas dasar saling rida (suka sama suka).” (HR. Ibnu Majah no. 1792)

Ketiga: Islam membangun akad atas asas kebebasan bertransaksi

Islam memberikan kebebasan kepada kedua belah pihak dalam merealisasikan keinginan mereka saat bertransaksi. Mereka juga diperbolehkan untuk saling memberikan syarat dalam bertransaksi. Hanya saja, semua hal tersebut harus sesuai dengan kaidah-kaidah umum yang berlaku dalam syariat Islam, serta tidak bertentangan dengan tujuan-tujuan akad.

Karenanya, seorang muslim tidak boleh dipaksa untuk meneken kontrak dan menyetujui sebuah akad, berdasarkan sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam,

إنَّ اللهَ تعالى وضع عن أُمَّتي الخطأَ ، و النسيانَ ، و ما اسْتُكرِهوا عليه

“Sesungguhnya Allah membiarkan (mengampuni) kesalahan dari umatku akibat kekeliruan dan lupa serta keterpaksaan.” (HR. Ibnu Majah no. 2045 dan Al-Baihaqi no. 11787 serta disahihkan oleh Syekh Albani dalam Shahih Al-Jaami’ no. 1836)

Beliau shallallahu ‘alaihi wasallam juga bersabda,

 المُسلِمونَ على شُروطِهِم

“Kaum muslim wajib berpegang pada syarat-syarat mereka.” (HR. Abu Dawud no. 3594 dan Ibnu Hibban no. 5091)

Keempat: Islam membangun akad berdasarkan maksud dan niat

Dalam menerapkan hukum-hukum akad, Islam membangunnya berdasarkan maksud kedua belah pihak dan niat mereka, bukan berdasarkan apa yang nampak dari ucapan mereka saat akad berlangsung. Imam Ibnul Qayyim rahimahullah mengatakan,

“Di antara kaidah syariat yang tidak boleh dihilangkan dan dihancurkan, bahwa maksud dan niat yang ada di hati merupakan hal yang dipertimbangkan dalam tindakan (transaksi) dan kebiasaan, sebagaimana hal tersebut juga dipertimbangkan dalam ibadah dan pendekatan diri kepada Allah Ta’ala.” (I’lam Muwaqqi’in, 3: 95-96)

Hanya saja, kita tidak boleh mengabaikan secara keseluruhan apa yang nampak dari ucapan ketika bermuamalah, karena lafaz (kata-kata dan ucapan) sejatinya mencerminkan apa yang ada di hati.

Oleh karenanya, lafaz harus terlebih dahulu diperhatikan saat bermuamalah, karena ia menunjukkan keinginan hati. Hanya saja, ketika didapati bahwa apa yang ada di hati berbeda dengan apa yang dilafazkan dan diucapkan oleh lisan serta tidak mungkin menggabungkan antara keduanya, maka maksud dan niat hati lebih didahulukan daripada ucapan lisan.

Kelima: Islam mengajak kita untuk menghargai akad dan menepatinya

Karena menepati akad (janji/ikatan) termasuk salah satu prinsip dasar dalam transaksi-transaksi keuangan (harta), baik itu jual beli, sewa menyewa, mitra usaha, akad wakaf, dan yang lainnya. Allah Ta’ala berfirman,

يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْٓا اَوْفُوْا بِالْعُقُوْدِۗ 

“Wahai orang-orang yang beriman! Penuhilah janji-janji.” (QS. Al-Ma’idah: 1)

Semoga Allah Ta’ala senantiasa menjaga kita dan menjadikan setiap transaksi yang kita lakukan selalu dalam koridor syariat. Pada pembahasan selanjutnya, insyaAllah akan kita bahas perihal macam-macam akad dan bagaimana akad tersebut terbentuk.

Wallahu A’lam Bisshowaab.

[Bersambung]

***

Penulis: Muhammad Idris, Lc.

© 2022 muslim.or.id
Sumber: https://muslim.or.id/79706-serial-fikih-muamalah-bag-9-mengenal-istilah-akad-dan-perspektif-islam-terhadapnya.html

Menteri Haji Saudi Jelaskan Sejumlah Kemudahan bagi Jamaah Umrah Indonesia

Menteri Haji dan Umrah Arab Saudi Tawfiq F Al Rabiah menjelaskan ada sejumlah kemudahan yang akan diberikan kepada jamaah umrah Indonesia. Hal itu ia sampaikan dalam pertemuan dengan Menteri Agama (Menag)  Yaqut Cholil Qoumas yang berlangsung di Auditorium HM Rasjidi Kementerian Agama, Jakarta, Senin (24/10/2022).

Pertama, Syekh Tawfiq mengungkap, pihaknya telah menghapus syarat mahram bagi jemaah perempuan. Kedua, masa berlaku visa umrah diperpanjang hingga 90 hari. Ketiga, visa umrah bisa digunakan untuk mengunjungi seluruh wilayah Saudi, tidak hanya untuk ke Makkah dan Madinah saja.

Disinggung soal syarat vaksin meningitis, Menteri Haji Tawfiq menegaskan bahwa tidak ada persyaratan kesehatan apa pun bagi jemaah umrah.

“Tidak ada syarat kesehatan dan tidak ada syarat umur,” tegas Tawfiq, dilansir laman resmi Kemenag, Senin (24/10/2022).

Pemerintah Saudi, lanjut Tawfiq, juga telah menyiapkan platform ‘Nusuk’. Dengan aplikasi ini, setiap orang bisa memilih paket yang ada.

“Visa akan keluar tidak lebih dari 24 jam. Kami terus berusaha memberikan kemudahan,” papar Menteri Tawfiq.

Sebelumnya, Menag Yaqut Cholil Qoumas menerima kunjungan Menteri Haji dan Umrah Arab Saudi Tawfiq F Al Rabiah pada Senin, (24/10/2022)

Keduanya membahas terkait peningkatan kualitas layanan dan kemudahan dalam penyelenggaraan ibadah haji dan umrah bagi jemaah Indonesia.

“Siang hari ini, kami kedatangan tamu istimewa, Menteri Haji dan Umrah Arab Saudi. Kami memperbincangkan beberapa hal terkait perhajian, mulai dari kuota haji, bagaimana peningkatan pelayanan terhadap jemaah haji perempuan karena jumlahnya lebih banyak, termasuk bagaimana Indonesia diberi kemudahan oleh Pemerintah Arab Saudi dalam mengurus haji dan umrah,” terang Menag Yaqut usai pertemuan di Jakarta, Senin (24/10/2022).

“Sekarang visa umrah bisa berlaku hingga 90 hari dan jemaah bisa berkunjung ke seluruh wilayah Saudi. Ini informasi yang sangat menggembirakan, khususnya buat umat Islam yang ingin datang ke Tanah Suci,” sambungnya.

Hadir dalam pertemuan ini, Dirjen Penyelenggaraan Haji dan Umrah Hilman Latief beserta jajarannya, para Staf Khusus Menteri Agama, dan Dubes Indonesia untuk Arab Saudi Abdul Aziz. Hadir juga Dubes Saudi di Indonesia Essam Al-Tsagafi dan jajaran Kementerian Haji dan Umrah.

Kepada Menag, Menteri Haji dan Umrah Arab Saudi Tawfiq F Al Rabiah mengaku senang bisa mengunjungi Indonesia, negara berpenduduk muslim terbesar di dunia. Ini merupakan kunjungan resmi pertama Menteri Haji Saudi ke Indonesia.

“Saya sangat gembira bisa bertemu saudara saya, Menteri Yaqut. Kami juga sangat antusias untuk memberikan pelayanan terbaik untuk jemaah haji Indonesia,” terang Menteri Haji Tawfiq.

Menurutnya, komunikasi dirinya dengan Menteri Agama terus berjalan secara intensif dalam rangka meningkatkan kualitas layanan jemaah haji. “Ini adalah bagian terpenting dari upaya peningkatan pelayanan terbaik yang harus kami berikan ke jemaah haji dan umrah,” tegasnya.

Kuota Haji 2023

Terkait haji, Menag Yaqut berharap Pemerintah Arab Saudi dapat menambah kuota haji Indonesia. Menag juga meminta syarat pembatasan usia 65 tahun dihapus karena jumlah jemaah haji lansia sangat banyak.

Akan hal ini, Menteri Saudi mengatakan bahwa saat ini fokusnya adalah meningkatkan pelayanan. Menteri Tawfiq mengaku belum bisa memastikan jumlah kuota haji 2023.

“Kami berharap setelah pandemi membaik, kuota akan kembali normal,” sebutnya.

Merespons harapan Menag Yaqut tentang penghapusan syarat usia 65 tahun, Menteri Haji Tawfiq menyampaikan bahwa pemberlakuan syarat itu dalam konteks kondisi pandemi Covid-19. Jika ada perbaikan keadaan, tentu akan ada perubahan kebijakan terkait pembatasan umur.

“Saya yakin kalau sudah normal kondisinya, maka akan ada kelonggaran. Kabar baiknya, pandemi Covid-19 sudah semakin mereda,” tandasnya.* 

HIDAYATULLAH