5 Penyakit Hati yang Harus Kita Hindari

Pada pembahasan sebelumnya, telah kita ketahui bersama hakikat hati manusia dan bagaimana pengaruhnya di dalam membentuk karakter seseorang. Seorang muslim yang sudah mengenal hatinya hendaknya ia lebih peduli dan perhatian akan kebersihan dan kesucian hatinya.

Layaknya anggota tubuh manusia lainnya yang bisa sakit dan bisa terserang penyakit, hati kita pun tak lepas dari penyakit-penyakit yang dapat merusak dan mengotorinya. Beberapa dari penyakit ini sangatlah berpengaruh ke dalam kehidupan seseorang secara langsung. Oleh karenanya, seorang muslim wajib mengetahui dan mewaspadai penyakit-penyakit ini. Berusaha keras menjaga hatinya agar tidak terjangkit penyakit-penyakit ini.

Pertama: Lalai dari mengingat Allah Ta’ala, meresapi Al-Qur’an, serta merenungi tanda-tanda kekuasaan Allah di muka bumi ini

Betapa banyak di antara kita yang masih belum bisa merutinkan zikir dan mengingat Allah Ta’ala. Betapa banyak di antara kita yang membaca Al-Qur’an hanya sebatas di kerongkongan saja, tanpa meresapi kandungan ayat dan maknanya. Sungguh, lalainya hati ini dari berzikir dan meresapi makna Al-Qur’an serta tersibukkannya ia dengan perkara dunia merupakan penyakit berbahaya yang harus segera dicegah dan diobati. Allah Ta’ala mengingatkan,

إِنَّ فِی ذَ ٰ⁠لِكَ لَذِكۡرَىٰ لِمَن كَانَ لَهُۥ قَلۡبٌ أَوۡ أَلۡقَى ٱلسَّمۡعَ وَهُوَ شَهِیدࣱ

“Sungguh, pada yang demikian itu pasti terdapat peringatan bagi orang-orang yang mempunyai hati atau yang menggunakan pendengarannya, sedang dia menyaksikannya.” (QS. Qaf: 37)

Ayat di atas menjelaskan bahwa Al-Quran bisa menjadi pelajaran bagi orang yang memiliki hati dan pendengaran. Hanya saja, hati dan pendengaran yang dimaksud di sini bukanlah hati dan pendengaran setiap orang pada umumnya, melainkan hati dan pendengaran yang khusus dan spesial. Hati yang mau meresapi makna dan kandungan ayat-ayat Allah Ta’ala ketika membacanya, hati yang hadir dan fokus saat sedang membaca Al-Qur’an. Karena betapa banyak orang yang memiliki hati dan pendengaran, namun hati tersebut tidak bermanfaat bagi pemiliknya.

Kedua: Menjauhi kebenaran setelah mempelajari dan mengetahuinya

Sungguh, hidayah mengetahui kebenaran merupakan rezeki yang amat besar. Sayangnya sebagian dari kaum muslimin yang sudah Allah berikan rezeki ini malah menyia-nyiakannya. Sudah tahu akan haramnya musik, gibah, pacaran, dan kemaksiatan lainnya, akan tetapi ia justru terjerumus ke dalam hal-hal tersebut. Seakan-akan lupa bahwa Allah Ta’ala akan menghisabnya berdasarkan apa yang telah ia ketahui dari kebenaran tersebut.

Allah Ta’ala menyebutkan,

وَمَنْ أَعْرَضَ عَنْ ذِكْرِي فَإِنَّ لَهُ مَعِيشَةً ضَنْكًا وَنَحْشُرُهُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ أَعْمَى

“Dan barangsiapa berpaling dari peringatan-Ku, maka sungguh, dia akan menjalani kehidupan yang sempit, dan Kami akan mengumpulkannya pada hari Kiamat dalam keadaan buta.” (QS. Taha: 124)

Di ayat yang lain, Allah Ta’ala menyebutkan,

فَلَمَّا زَاغُوا أَزَاغَ اللَّهُ قُلُوبَهُمْ

“Maka, ketika mereka berpaling (dari kebenaran), Allah memalingkan hati mereka.” (QS. As-Saff: 5)

Jika hati ini berpaling dari kebenaran sedangkan ia telah mengetahuinya, maka Allah hukum hati-hati tersebut dengan berpalingnya ia dari hidayah dan petunjuk Allah Ta’ala (semoga Allah Ta’ala menghindarkan kita dari hal ini). Sampai-sampai dikatakan bahwa siapa saja yang sudah mengenal hidayah kemudian ia berpaling darinya, maka ia akan dihukum dengan rusaknya hati, akal, dan pikirannya.

Ketiga: Banyak bermaksiat dan berbuat dosa

Siapa yang biasa bermaksiat dan berbuat dosa serta bermudah-mudahan di dalamnya, maka ia akan sampai pada keadaan sebagaimana yang disebutkan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam,

وَإِنَّ الفَاجِرَ يَرَى ذُنُوبَهُ كَذُبَابٍ مَرَّ عَلَى أَنْفِهِ، فَقَالَ بِهِ هَكَذَا

“Sedangkan orang fajir (selalu berbuat dosa) melihat dosa-dosanya seperti lalat yang menempel di batang hidungnya, kemudian ia mengusirnya seperti ini lalu terbang.” (HR. Bukhari no. 6308)

Berbeda dengan seorang mukmin yang melihat dosa-dosanya layaknya gunung besar yang akan menimpanya. Seseorang yang terbiasa melakukan dosa, maka ia akan meremehkan dosa-dosanya tersebut, menganggap dosa-dosanya hanyalah seperti lalat yang hinggap di hidungnya lalu dengan mudahnya bisa ia usir.

Keempat: Terlalu banyak bermimpi dan berangan-angan

Allah Ta’ala berfirman,

وَغَرَّتْكُمُ الْأَمَانِيُّ حَتَّى جَاءَ أَمْرُ اللَّهِ وَغَرَّكُمْ بِاللَّهِ الْغَرُورُ

“Dan kamu ditipu oleh angan-angan kosong sampai datang ketetapan Allah; dan penipu (setan) datang memperdaya kamu tentang Allah.” (QS. Al-Hadid: 14)

Dalam sebuah hadis bahkan disebutkan,

لاَ يَزَالُ قَلْبُ الكَبِيرِ شَابًّا فِي اثْنَتَيْنِ: فِي حُبِّ الدُّنْيَا وَطُولِ الأَمَلِ

“Hati orang yang sudah tua akan senantiasa seperti anak muda dalam dua hal: cinta dunia dan panjang angan-angan.” (HR. Bukhari no. 6420 dan Muslim no. 1046)

Di hadis ini, Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam mengingatkan bahwa kecintaan kepada dunia dan panjangnya angan-angan bisa terjadi kepada siapa saja, bahkan kepada orang yang sudah tua sekali pun. Di hadis ini, Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam juga mengisyaratkan akan tercelanya panjang angan-angan serta terlalu ambisius mengumpulkan harta duniawi. Apalagi jika orang tersebut sudah tua.

Saudara-saudaraku, mulailah untuk lebih perhatian terhadap perkara akhirat. Berikan dunia ini porsi waktu sebatas yang mencukupi kebutuhan kita saja. Jangan sampai diri kita menjadi budak dunia yang waktu dan tenaganya terkuras dan terkekang hanya untuk mengurusi pernak-pernik duniawi, kesibukan yang akan mengecohkan seseorang dari urusan akhirat.

Kelima: Menyibukkan diri dan menghabiskan waktu dengan perkara yang hukumnya mubah (diperbolehkan)

Makan, minum, tidur, bercanda, dan yang  lain sebagainya pada asalnya, hukumnya adalah mubah (sah-sah saja jika dilakukan oleh seseorang). Akan tetapi, jika dilakukan melebihi kebutuhan dirinya, maka akan berdampak buruk pada hati seseorang. Allah Ta’ala telah melarang kita berlebihan-lebihan dalam perkara mubah. Allah Ta’ala berfirman,

وَكُلُوا وَاشْرَبُوا وَلَا تُسْرِفُوا إِنَّهُ لَا يُحِبُّ الْمُسْرِفِينَ

“Makan dan minumlah kalian, tetapi jangan berlebihan. Sungguh, Allah tidak menyukai orang yang berlebih-lebihan.” (QS. Al-A’raf: 31)

Ibnul Qayyim rahimahullah mengatakan,

من مفسدات القلب كَثْرَةُ النَّوْمِ، فَإِنَّهُ يُمِيتُ الْقَلْبَ، وَيُثَقِّلُ الْبَدَنَ، وَيُضِيعُ الْوَقْتَ، وَيُورِثُ كَثْرَةَ الْغَفْلَةِ وَالْكَسَلِ، وَمِنْهُ الْمَكْرُوهُ جِدًّا، وَمِنْهُ الضَّارُّ غَيْرُ النَّافِعِ لِلْبَدَنِ، وَأَنْفَعُ النَّوْمِ مَا كَانَ عِنْدَ شِدَّةِ الْحَاجَّةِ

“Di antara yang dapat merusak hati adalah terlalu banyak tidur, karena ia dapat mematikan hati, membuat tubuh terasa berat, menghabiskan waktu, menimbulkan rasa kurang perhatian dan kemalasan. Di antara tidur semacam ini ada yang sangat dibenci hukumnya, ada pula yang membahayakan tubuh dan tidak mendatangkan manfaat sama sekali. Dan tidur yang paling bermanfaat adalah saat tubuh sangat membutuhkannya.” (Madariju As-Salikin, 1: 456)

Abu Sulaiman Ad-Darani rahimahullah mengatakan,

إِنَّ النَّفْسَ إِذَا جَاعَتْ وَعَطَشَتْ صَفَا الْقَلْبُ وَرَقَّ، وَإِذَا شَبِعَتْ وَرَوِيَتْ عَمِّي الْقَلْبُ وَبَادَ”. وَالشِّبَعُ الْمُفْرِطُ يُثْقِلُ عَنِ الطَّاعَاتِ، وَمَنْ أَكَلَ كَثِيرًا شَرِبَ كَثِيرًا، فَنَامَ كَثِيرًا، فَخَسِرَ كَثِيرًا

“Ketika jiwa ini lapar dan haus, maka hati menjadi bersih dan lembut. Dan jika ia kenyang dan sudah tidak dahaga lagi, maka hati menjadi keruh dan kusam. Kenyang yang berlebih-kelebihan akan memberatkan seseorang dari melakukan ketaatan. Dan siapa yang banyak makan, maka ia akan banyak minum, lalu ia akan banyak tidur juga. Sungguh ia telah banyak merugi.” (Al-Ju’ karya Ibnu Abi Ad-Dunya, hal. 188)

Wallahu a’lam bisshawab.

***

Penulis: Muhammad Idris, Lc.

Referensi:

Madariju As-Salikin karya Imam Ibnul Qayyim Al-Jauziyyah rahimahullah

Al-Ju’ karya Ibnu Abi Ad-Dunya

© 2023 muslim.or.id
Sumber: https://muslim.or.id/82985-5-penyakit-hati-yang-harus-kita-hindari.html

Yakini Isra Mi’raj dengan Iman

Banyak peristiwa aneh di muka bumi yang tidak dapat sekadar dilihat dari fenomena alam saja.

Pada zamannya, perjalanan suci Rasulullah dari Masjidil Haram ke Masjidil Aqsa kemudian naik ke Sidratul Muntaha sulit diterima oleh akal. Meski demikian, peristiwa tersebut harus diyakini dengan iman.

“Hal itu ditunjukkan oleh Allah SWT dengan memulai ayat (pertama surah al-Isra), ‘Subhanalladzi asro bi’abdihi’ (Mahasuci Allah yang telah memperjalankan hamba-Nya) bahwa kekaguman itu karena kejadian luar biasa yang dijalankan oleh Allah SWT, bukan jalan sendiri,” kata Ketua Majelis Ulama Indonesia Bidang Dakwah dan Ukhuwah KH Cholil Nafis kepada Republika, Kamis (16/2) malam.

Artinya, Kiai Cholil menjelaskan, banyak peristiwa aneh di muka bumi, termasuk gempa bumi yang terjadi baru-baru ini di Turki, tidak dapat sekadar dilihat dari fenomena alam saja. Peristiwa itu dapat didekati dengan semangat meminta pertolongan kepada Allah SWT. “Mungkin semua peristiwa alam ini mengingatkan kita bahwa kiamat sudah dekat karena bagian dari tanda-tanda akhir zaman adalah seringnya terjadi gempa,” ujar Kiai Cholil.

Sebagaimana diketahui, umat Islam sebentar lagi akan memperingati Isra Mi’raj yang jatuh pada 18 Februari 2023 atau 27 Rajab 1444 Hijriyah. Setiap Muslim pun harus mengimani peristiwa Isra Mi’raj dengan melaksanakan shalat serta menjauhi perbuatan keji dan mungkar.

Pelajaran yang bisa dipetik dari peristiwa Isra Mi’raj adalah bahwa bagi Allah SWT segalanya bisa terjadi.

PROF DADANG KAHMAD Ketua PP Muhammadiyah

Ketua Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah Prof Dadang Kahmad mengatakan, segenap kaum Muslimin harus memercayai kejadian Isra Mi’raj. Untuk itu, umat Islam harus mengamalkan perintah Allah SWT, khususnya shalat.

“Pelajaran yang bisa dipetik dari peristiwa Isra Mi’raj adalah bagi Allah SWT segalanya bisa terjadi dan Allah Sangat Berkuasa, siapa pun yang mempunyai kemampuan batin yang tinggi bisa mencapai pengalaman spiritual yang tinggi juga,” kata Prof Dadang kepada Republika.

Dadang mengatakan, terkait shalat, ikuti apa yang diperintahkan oleh Allah SWT dan dicontohkan Nabi Muhammad SAW. Umat Islam harus menjaga shalat yang wajib dan sunah. Ia menambahkan, pelaksanaan shalat wajib dan sunah mesti dilakukan dengan baik serta penuh keimanan.

Terlebih, shalat adalah kewajiban yang harus dilaksanakan oleh semua Muslim. “Bahkan, perintah shalat pun tidak melalui Malaikat Jibril, tapi Allah SWT langsung yang memerintahkan kepada Nabi Muhammad SAW,” ujarnya.

Menurut Dadang, mereka yang menunaikan shalat akan melahirkan kesadaran keberagamaan yang tinggi. Oleh karena itu, ketika orang melaksanakan shalat dengan memahami makna shalat akan melahirkan satu sifat religiositas yang bisa membedakan mana yang baik dan buruk.

Dengan shalat, seseorang bisa membedakan mana perintah Allah SWT dan mana yang dilarang Allah SWT. “Bahkan, dengan shalat bisa menjauhkan diri dari pekerjaan yang dianggap buruk oleh manusia dan masyarakat,” ujar Prof Dadang.

Teringat Masjidil Aqsha

Ketua Dewan Pimpinan Pusat (DPP) Aswaja Center KH Misbahul Munir mengatakan, peristiwa Isra dan Mi’raj mengingatkan kepada umat Islam agar selalu terus memperjuangkan keberadaan Masjidil Aqsha. Tujuannya agar tempat suci bagi umat Islam itu selalu ada di bawah penguasaan umat Islam.

“Setiap Isra dan Mi’raj harus diingatkan kepada umat Islam bahwa ada pekerjaan besar yang harus dilaksanakan bersama-sama, Masjidil Aqsha yang sekarang di bawah hegemoni Israel itu harus terus diupayakan dan diikhtiarkan bagaimana agar kembali ke umat Islam,” kata Kiai Misbahul kepada Republika, Jumat (17/2/2023).

Masjidil Aqsha yang sekarang di bawah hegemoni Israel itu harus terus diupayakan.

KH MISBAHUL MUNIR Ketua DPP Aswaja Center

Kiai Misbahul juga menyampaikan, betapa mulia dan istimewanya Nabi Muhammad SAW. Setelah beliau mendapatkan ujian dari Allah SWT dengan wafatnya istri beliau, yaitu Khadijah, dan pamannya, Abu Thalib, yang selalu melindungi beliau ketika berjuang.

Allah SWT memperlihatkan kepada Nabi Muhammad SAW dengan Isra dan Mi’raj. Itu untuk meneguhkan iman Nabi Muhammad SAW agar beliau semakin teguh dalam menyebarkan agama Islam.

“Ini pelajaran juga bagi kita umat Islam bahwa siapa pun yang berjuang di jalan Allah, Allah akan memberikan kemuliaan, kebahagiaan, dan keistimewaan,” ujar pengasuh Pondok Pesantren Ilmu Quran (PIQ) Al-Misbah, Jakarta, ini.

Ia menjelaskan, peristiwa Isra dan Mi’raj ini juga mengingatkan kepada umat Islam untuk memperhatikan shalat lima waktu. Ini penting untuk umat Islam agar selalu memperhatikan waktu shalat. Maka, Rasulullah SAW mengingatkan, menunggu waktu shalat ke shalat yang lain dapat melebur kesalahan serta dapat menambah kebaikan.

“Jadi, ayo ubah pola pikir kita dalam menjalani kehidupan, apa pun aktivitas kita, siapa pun kita, sebagai seorang Muslim hendaknya waktu demi waktu digunakan untuk menunggu waktunya shalat,” ujarnya.

Ia menerangkan, setelah melaksanakan sholat Zhuhur, beraktivitas lagi, dan niatkan bahwa aktivitas tersebut untuk menunggu kedatangan shalat Ashar. Setelah Ashar, aktivitas apa saja, baik sebagai presiden, pekerja, ulama, maupun rakyat, itu semua dalam rangka menunggu datangnya waktu shalat Maghrib.

“Hari-hari kita digunakan untuk menunggu shalat, dari shalat ke shalat yang lain, dapat pahala, sehingga perjalanan hidup kita dari mana pun berada, dalam waktu apa pun, ada nilai kebaikan karena kita menunggu waktu shalat ke shalat yang lain,” kata dia.

REPUBLIKA

Indikator Utama Baik atau Buruknya Seseorang

Hidup di zaman ini terkadang membuat diri kita melihat beragam hal-hal aneh dan mengherankan yang dengan mudahnya terjadi di sekitar kita. Fenomena rusaknya moral yang hampir merata di semua lapisan masyarakat. Kriminalitas dan kejahatan yang begitu beragam dan tidak mengenal waktu serta tempat. Begitu mudahnya menemukan pengkhianatan, penipuan, saling membunuh dan saling memusuhi hanya karena sesuatu yang sepele. Dan keburukan-keburukan lainnya.

Tahukah kalian apa faktor terbesar yang mendorong seseorang untuk melakukan semua hal itu?

Ketahuilah wahai saudaraku, sesungguhnya faktor terbesar rusaknya seseorang adalah rusaknya hati dan penuhnya ia dengan kotoran-kotoran. Hati merupakan indikator utama untuk mengetahui baik atau buruknya perangai dan moral seseorang. Mereka yang memiliki hati yang bersih, maka seluruh gerak-gerik dan tingkah lakunya pun akan ikut bersih dan membaik. Adapun mereka yang memiliki hati yang rusak dan kotor, maka akan nampak pula pada perangai dan gerak-geriknya sehari-hari. Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam sudah menyampaikan hal ini dalam salah satu hadisnya,

ألَا وإنَّ في الجَسَدِ مُضْغَةً: إذَا صَلَحَتْ صَلَحَ الجَسَدُ كُلُّهُ، وإذَا فَسَدَتْ فَسَدَ الجَسَدُ كُلُّهُ، ألَا وهي القَلْبُ

“Ingatlah, sesungguhnya di dalam jasad terdapat segumpal daging. Apabila segumpal daging itu baik, maka baik pula seluruh jasad. Namun, apabila segumpal daging itu rusak, maka rusak pula seluruh jasad. Perhatikanlah, bahwa segumpal daging itu adalah hati!” (HR. Bukhari no. 52 dan Muslim no. 1599)

Syekhul Islam Ibnu Taimiyyah rahimahullah dalam Majmu’ Fatawa-nya mengatakan,

الْقَلْبُ هُوَ الْأَصْلُ فَإِذَا كَانَ فِيهِ مَعْرِفَةٌ وَإِرَادَةٌ سَرَى ذَلِكَ إلَى الْبَدَنِ بِالضَّرُورَةِ لَا يُمْكِنُ أَنْ يَتَخَلَّفَ الْبَدَنُ عَمَّا يُرِيدُهُ الْقَلْبُ

“Hati adalah asalnya (segala sesuatu). Jadi, jika ada pengetahuan dan keinginan di dalamnya, maka akan berimbas ke tubuh secara otomatis. Tidak mungkin anggota tubuh dengan serta merta menyelisihi apa yang diinginkan oleh hati.” (Majmu’ Fatawa, 7: 187)

Ibnul Qayyim  rahimahullah juga mengatakan, “Hati adalah raja dari seluruh anggota badan, dan badan itu taat terhadap perintah hati, siap menerima petunjuk hati. Tidaklah lurus suatu amal sehingga amal tersebut berasal dari tujuan dan niat hati, dan hati itu bertanggung jawab atas seluruh (amalan badan).” (Ighasah Al-Lahfan, 1: 5)

Apa yang dimaksud dengan ‘hati’?

Saat menyebutkan kata ‘hati’ sebagian dari kita mungkin bingung, karena hati menurut kedokteran dan istilah bahasa yang sering kita gunakan bermakna “salah satu anggota tubuh berwarna kemerahan di bagian kanan atas rongga perut, yang berfungsi untuk mengambil sari-sari makanan di dalam darah kita.” Atau jika dalam literasi Arab, maka maknanya adalah “jantung”. Lalu, apa hubungan kedua organ tubuh tersebut dengan baik atau buruknya seseorang?

Perlu kita pahami terlebih dahulu, ‘hati’ yang kita maksudkan pada pembahasan kali ini bukanlah hati yang merupakan anggota tubuh kita. Akan tetapi, ‘hati’ di sini memiliki makna lain yang bersifat tak kasat mata, sesuatu yang bersifat maknawi.

Sebagian ulama memaknainya dengan, “Sesuatu yang ada di dalam tubuh manusia, tak kasat mata, karunia dari Allah kepada manusia dan bersifat spiritual, memiliki keterkaitan dengan ‘hati/ jantung’ manusia yang sesungguhnya. Akan tetapi, keterkaitannya tersebut hanya diketahui oleh Allah Ta’ala.”

Ibnul Qayyim rahimahullah memberikan rincian,

ويطلق القلب على معنيين: أحدهما: أمر حسي وهو العضو اللحمي الصنوبري الشكل المودع في الجانب الأيسر من الصدر وفي باطنه تجويف وفي التجويف دم أسود وهو منبع الروح. والثاني: أمر معنوي وهو لطيفة ربانية رحمانية روحانية لها بهذا العضو تعلق واختصاص، وتلك اللطيفة هي حقيقة الإنسانية

“Hati (القلب) disebut dalam dua arti: Yang pertama, bersifat indrawi (bisa dirasakan oleh panca indera), yaitu organ berdaging berbentuk cemara (lengkungan) yang berada di sisi kiri dada, di dalamnya ada rongga, dan di dalam rongga itu ada darah hitam, yang mana adalah sumber jiwa.  Yang kedua, bersifat maknawi (moral), yang mana merupakan kelembutan spiritual bersumber dari Allah, penuh belas kasihan, yang memiliki keterikatan dan kekhususan pada organ (hati) ini, dan kelembutan itu adalah realitas kemanusiaan.” (At-Tibyan fii Aqsami Al-Qur’an, 1: 263)

Peranan hati dalam membangun karakter manusia

Hati memiliki peranan yang sangat penting  di dalam membangun karakter seseorang melebihi anggota tubuh lainnya, karena pada hati itulah Allah Ta’ala uji ketakwaan seorang hamba. Allah Ta’ala berfirman,

 أُولَئِكَ الَّذِينَ امْتَحَنَ اللَّهُ قُلُوبَهُمْ لِلتَّقْوَى

“Mereka itulah orang-orang yang telah diuji hatinya oleh Allah untuk bertakwa.” (QS. Al-Hujurat: 3)

Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,

التَّقْوَى هاهُنا. ويُشِيرُ إلى صَدْرِهِ ثَلاثَ مَرَّاتٍ

“Takwa itu letaknya di sini.” sambil menunjuk ke dadanya sebanyak tiga kali. (HR. Muslim no. 2564)

Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam menunjuk dada beliau karena hati manusia terletak di dalamnya. Nabi menjelaskan bahwa ketakwaan (yang mana sumbernya adalah pengetahuan dan rasa takut) semuanya berasal dari hati seseorang. Seseorang tidak akan bisa mengerjakan sebuah amalan dengan benar dan menjauhkan diri dari dosa-dosa, kecuali hatinya telah bersih terlebih dahulu.

Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam juga menegaskan bahwa Allah Ta’ala akan menilai seseorang berdasarkan hati dan amalan mereka, bukan berdasarkan harta kekayaan maupun penampilan mereka. Beliau bersabda,

إِنَّ اللَّهَ لاَ يَنْظُرُ إِلَى صُوَرِكُمْ وَأَمْوَالِكُمْ، وَلَكِنْ يَنْظُرُ إِلَى قُلُوبِكُمْ وَأَعْمَالِكُمْ

“Sesungguhnya Allah tidak melihat pada rupa-rupa kalian dan harta-harta kalian, akan tetapi Allah melihat pada hati-hati kalian dan amalan-amalan kalian.” (HR. Muslim no. 2564)

Al-Munawi rahimahullah mengatakan, “Berapa banyak orang yang berlidah baik, rupawan, terpandang, akan binasa esok di hari kiamat karena perbuatan buruknya, keburukan perilakunya, dan keburukan ketidaktulusannya. Sungguh hati merupakan sisi yang diperhatikan saat melihat hakikat sesuatu, tidak berguna indahnya penampilan dan indahnya ucapan jika ia memiliki hati yang kotor.” (Faidhul Qadiir, 5: 50)

Ibnul Qayyim rahimahullah bahkan menyebutkan,

الْأَعْمَالَ لَا تَتَفَاضَلُ بِصُوَرِهَا وَعَدَدِهَا، وَإِنَّمَا تَتَفَاضَلُ بِتَفَاضُلِ مَا فِي الْقُلُوبِ، فَتَكُونُ صُورَةُ الْعَمَلَيْنِ وَاحِدَةً، وَبَيْنَهُمَا فِي التَّفَاضُلِ كَمَا بَيْنَ السَّمَاءِ وَالْأَرْضِ، وَالرَّجُلَانِ يَكُونُ مَقَامُهُمَا فِي الصَّفِّ وَاحِدًا، وَبَيْنَ صَلَاتَيْهِمَا كَمَا بَيْنَ السَّمَاءِ وَالْأَرْضِ

“Sejatinya amalan satu dengan yang lainnya, tidaklah saling unggul hanya karena bentuknya yang berbeda dan jumlahnya yang berbeda, akan tetapi ia saling unggul karena saling unggulnya apa yang ada di dalam hati. Dua amalan yang berbentuk sama (sangatlah mungkin) memiliki kualitas yang berbeda sebagaimana perbedaan antara langit dan bumi. Dua orang yang salat dalam satu saf yang sama (bisa jadi) kualitas salat mereka (berbeda) layaknya bumi dan langit.” (Madarijus Salikiin, 1: 340)

Dari pemaparan di atas, seorang mukmin dituntut untuk lebih memperhatikan kebersihan dan kesucian hatinya, menjauhkan diri dari apa-apa yang dapat mengotori kesucian hatinya serta senantiasa istikamah di dalam bertauhid dan kuat di atas kebenaran.

Mengapa? Karena hati merupakan indikator baik atau buruknya diri seseorang, di samping ia merupakan salah satu sisi manusia yang paling rapuh dan rentan, begitu mudahnya ia berbolak-balik, dari yang sebelumnya condong kepada kebenaran berubah condong kepada kejelekan, ataupun sebaliknya.

Pada pembahasan selanjutnya, insyaAllah akan kita bahas beberapa hal yang memiliki pengaruh buruk terhadap kebersihan dan kesucian hati serta bagaimana cara mengobatinya. Wallahu Ta’ala a’lam bis-shawab.

***

Penulis: Muhammad Idris, Lc.

© 2023 muslim.or.id
Sumber: https://muslim.or.id/82881-indikator-utama-baik-atau-buruknya-seseorang.html

Ilustrasi Neraka dalam Isra Mi’raj

Saat Isra Mi’raj diperlihatkan kepada Nabi tentang Neraka. Ilustrasi neraka dalam Isra Mi’raj terdapat dalam pelbagai kitab-kitab ulama klasik. Bagaimana sebenarnya ilustrasi atau gambaran Neraka yang dijumpai Nabi pada saat Mi’raj? 

Gambaran penyiksaan yang akan dialami oleh manusia bahwa di neraka kelak manusia akan mengalami siksaan yang amat dahsyat sehingga muka mereka menjadi hitam melebihi hitamnya api yang sangat panas.

Mereka menjadi buta, lisan mereka menjadi bisu, punggung mereka hancur, tulang belulang mereka pecah, kulit mereka terkoyak-koyak, dan tangan mereka dibelenggu sampai leher mereka. Sementara itu ular-ular dan kalajengking neraka menggelayuti tubuh mereka.

Para pembuat dosa akan ditempatkan di neraka yang panas, dan diberi minuman yang panas. Orang-orang yang berdosa akan merasakan penyesalan yang hebat, dan kesedihan yang tak terhingga.

Mereka akan disiksa dengan gambaran siksaan yang mengerikan. Mereka akan dibelenggu dengan keadaan tertelungkup, dan ditenggelamkan dalam api neraka. Makanan, minuman, pakaian dan tempat tidur mereka adalah api neraka.

Selain itu mereka akan disiksa dengan pukulan alat pemukul besi dan dirantai dengan rantai yang amat berat, yang apabila dipukulkan ke kepalanya, maka dahi mereka akan menjadi remuk redam, terpancarlah nanah dari mulut mereka dan terputus jantung mereka.

Biji mata mereka akan terlepas, dan seluruh anggota badan, daging, rambut dan kulit mereka akan menjadi lumat. Mereka juga akan disiram dengan air panas di kepala mereka, setiap kulit mereka masak, maka kulit tersebut akan diganti dengan yang baru. Karena siksaan yang demikian pedih, mereka mengharapkan kematian, namun mereka terus dihidupkan.

Mafhum, siksaan neraka yang demikian dahsyat dan mengerikan itu bisa ditelusuri dari ayat-ayat al-Qur’an. Misalnya dalam surah al-Ma’arij:15, “Neraka adalah api yang bergejolak,” dalam surah al-Humazah: 6-9;

“Dia adalah apa yang disiapkan Allah, berkobar dan (membakar) sampai ke hati (yang dibakarnya, dia ditutup rapat atas mereka (sehingga mereka tidak dapat mengelak, apabila) mereka diikat pada tiang-tiang yang panjang.” 

Di surah al-Mulk:8 disebutkan bahwa neraka sangat geram terhadap setiap makhluk yang dimasukkan ke dalamnya, “Hampir-hampir ia terpecah-pecah akibat kemarahannya”.

Memang begitulah dahsyatnya siksaan neraka. Ketika Mi’raj, perjalanan dari Masjidil Aqsa menuju Sidratul Muntaha untuk menghadap Allah Swt yang didampingi oleh Malaikat Jibril, Nabi pernah diberi kesempatan untuk melihat kondisi neraka.

Kisah ini diceritakan oleh Ibnu Ishaq yang didengarnya dari salah seorang terpercaya yaitu Abu Sa’id al Khudri. Abu Sa’id sendiri menyatakan mendengar kisah perjalanan Nabi ke neraka dari beliau langsung.

Saat itu, Malaikat Jibril membawa Nabi naik ke langit hingga tiba di pintu neraka yang dijaga oleh Malaikat Malik. Kita tahu, Malaikat Malik merupakan satu-satunya malaikat yang tidak menyambut Kanjeng Nabi dengan senyuman.

“Wahai Jibril, siapakah malaikat yang berkata-kata kepadaku seperti malaikat yang lain, tetapi tidak tertawa kepadaku, dan aku tidak menerima kabar gembira darinya seperti yang kuterima dari yang lain?

Malaikat Jibril pun menjawab, “Seandainya ia pernah tertawa kepada orang sebelum atau sesudah mu, niscaya ia akan tertawa kepadamu. Namun ia tidak tertawa. Ini adalah malaikat penjaga neraka.” Jawab Jibril dinukil dari Sirah Nabawiyah oleh Ibnu Hisyam.

Setelahnya, Nabi meminta Malaikat Jibril untuk memperlihatkan neraka kepadanya. Lalu, dibukakanlah pintu neraka oleh malaikat untuk dipertunjukkan kepada Nabi. Ketika pintu neraka dibuka, terlihatlah api neraka menyala-nyala seakan bisa membakar apapun yang terlihat. Iya menyala-nyala. Alquran surah Al-Isra: 97 sudah menjelaskannya: “Setiap kali nyala api Jahanam itu akan padam, Kami tambah lagi nyalanya bagi mereka.”

Tak hanya itu, pada kesempatan demikian, Nabi juga menjumpai beragam macam-macam siksaan. Termasuk diantaranya ada manusia yang tangannya menggenggam sebongkah api neraka seperti bongkahan batu, hingga akhirnya batu api itu di masukkan ke dalam mulutnya berkali-kali dan kemudian keluar melalui dubur.

Demikian dahsyatnya siksaan neraka. Hari-harinya akan disuguhkan dengan bara api hingga dosa-dosanya habis, dan barulah diangkat masuk kedalam surga Allah Swt. Wallahu a’lam bisshawab.

BINCANG SYARIAH

Bagaimana Reaksi Abu Bakar Setelah Mendengar Isra Mikraj?

Bagaimana reaksi Abu Bakar Ketika mendengar Isra Mikraj? Salah satu sahabat yang sangat dikenal oleh banyak orang adalah sahabat Abu Bakar. Ia merupakan sahabat Nabi yang paling setia dalam menemani dakwah Nabi. Tidak pernah mengeluh. Loyalitasnya pada Islam tidak diragukan lagi.

Keimanannya pada ajaran yang dibawa oleh nabi melebihi sahabat yang lainnya, bahkan sebelum nabi menjelaskan pun, ia adalah orang pertama yang percaya.

Salah satunya adalah dalam peristiwa Isra Mikraj yang Rasulullah tempuh dengan tempo waktu yang sangat sebentar. Orang-orang Quraisy mencemooh dan menganggap bahwa semua itu hanyalah dongeng belaka yang tidak bisa diterima oleh akal sehat.

Benar memang, bahwa peristiwa itu tidak bisa diterima akal sehat, namun iman yang kuat akan selalu percaya dan membenarkannya. Dari sinilah kisah sahabat Abu Bakar mendapatkan gelar as-Siddiq (orang yang paling benar).

Kisah ini berawal ketika orang-orang kafir Quraisy hendak mencemooh dan mengolok-olok Nabi Muhammad kepadanya. Mereka bertujuan agar Abu Bakar merasa malu telah percaya dan iman kepada ajaran yang dibawa olehnya. Sesampainya di rumah Abu Bakar, mereka sampaikan kisah perjalanan Rasulullah dari Makkah ke Baitul Maqdis dengan tempo waktu yang sangat singkat.

Mendengar berita itu, Abu Bakar tidak langsung membenarkan dan tidak pula mengingkari, ia justru bertanya, “Apakah Rasulullah benar berkata demikian?

“Iya,” Jawab mereka. Orang-orang kafir Quraisy terus mendebat dan mengatakan bahwa Abu Bakar tidak waras karena telah percaya pada sesuatu yang tidak masuk akal. Akan tetapi, dengan tegas dan penuh keyakinan, ia langsung mengatakan kepada mereka,

أَنَا صَدَقْتُهُ فِي خَبَرِ السَّمَاءِ فَكَيْفَ أُكَذِّبُهُ فِي ذَلِكَ، مَادَامَ قَالَ فَقَدْ صَدَقَ

Artinya, “Sungguh saya telah membenarkannya perihal khabar langit (Mikraj), maka bagaimana mungkin saya mengingkarinya dalam peristiwa itu (Isra). Selama (Rasulullah) berkata, maka sungguh dia benar.”

Jawaban sahabat Abu Bakar di atas dijadikan gambaran oleh para ulama tafsir, bahwa iman yang benar adalah iman yang tidak mempertanyakan apa yang dilakukan oleh pembawa risalah, semua percaya dan iman padanya, sekalipun tidak masuk akal. (Syekh Mutawalli, Tafsir wa Khawathirul Umam lisy Sya’rawi, [Darul Imam, 1997), juz I, halaman 2707).

Demikian gambaran keimanan Sayyidina Abu Bakar as-Shiddiq. Ia menjadi orang pertama yang iman akan adanya Isra, bahkan sebelum khabar tentang Mikraj diceritakan kepadanya, ia langsung percaya, sebagaimana jawabannya di atas.

Keimanan Sayyidina Abu Bakar

Sayyidina Abu Bakar memang menjadi satu-satunya sahabat Rasulullah yang selalu mendampingi perjuangan dakwah Rasulullah sejak ia diangkat menjadi nabi. Bahkan ketika orang kafir Quraisy hendak membunuhnya, Abu Bakar adalah satu-satunya sahabat yang pergi mendampinginya.

Tidak hanya itu, keimanan Sayyidina Abu Bakar melebihi keimanan para sahabat yang lain, bahkan melebih semua umat Nabi Muhammad. Hal ini sebagaimana disampaikan oleh Rasulullah dalam sebuah hadits, riwayat at-Tirmidzi dari sahabat Umar bin Khattab,

لَوْ وُزِنَ إِيْمَانُ أَبِي بَكْرٍ بِإِيْمَانِ أَهْلِ الْأَرْضِ لَرَجَحَ إِيْمَانُ أَبِي بَكْرٍ

Artinya, “Seandainya keimanan Abu Bakar ditimbang dengan keimanan penduduk bumi, maka keimanan Abu Bakar akan unggul.” (Imam Jalaluddin as-Suyuthi, ad-Durrul Mantsur fit Tafsir bil Ma’tsur, [Beirut, Darul Fikr: 1993], juz IV, halaman 12).

Imam Abu Abdillah Muhammad bin Umar at-Taimi yang lebih populer (popular) dengan sebutan Imam Fakhruddin ar-Razi (wafat 606 H), dalam kitab tafsirnya mengatakan bahwa keimanan yang ada dalam diri sahabat Abu Bakar merupakan representasi dari firman Allah swt dalam surat Al-Anfal, yaitu:

إِنَّمَا الْمُؤْمِنُونَ الَّذِينَ إِذا ذُكِرَ اللَّهُ وَجِلَتْ قُلُوبُهُمْ وَإِذا تُلِيَتْ عَلَيْهِمْ آياتُهُ زادَتْهُمْ إِيماناً وَعَلى رَبِّهِمْ يَتَوَكَّلُونَ

Artinya, “Sesungguhnya orang-orang yang beriman adalah mereka yang apabila disebut nama Allah gemetar hatinya, dan apabila dibacakan ayat-ayat-Nya kepada mereka, bertambah (kuat) imannya dan hanya kepada Tuhan mereka bertawakal.” (QS Al-Anfal [8]: 2).

Menurut Imam Fakhruddin ar-Razi, Isra dan Mikraj merupakan salah satu ayat-ayat Allah. Oleh karenanya, ketika Abu Bakar mendengar peristiwa itu, ia langsung membenarkan, keimanannya bertambah serta akan hilang keraguan dalam dirinya. (Imam ar-Razi, Tafsir Mafatihul Ghaib, [Beirut, Darul Ihya’ at-Turats: 1420], juz XV, halaman 451).

Demikian reaksi gambaran sahabat Abu Bakar ketika mendengar kabar tentang Isra Mikraj. Ini menunjukkan betapa kuatnya keimanan Sayyidina Abu Bakar. Dengan mengetahui kisah ini, semoga kita bisa meneladani keimanannya yang kuat, sebagaimana yang ditampakkan olehnya, Amin.

BINCANG SYARIAH

9 Ayat Alquran tentang Isra’ Mi’raj

PERISTIWA Isra’ Mi’raj disebutkan dalam Alquran. Isra’ Mi’raj merupakan salah satu mukjizat nabi Muhammad. Ada beberapa ayat Alquran tentang Isra’ Mi’raj tersebut.

Isra’ Mi’raj disebut sebagai perjalanan malam yang dilakukan nabi Muhammad dari Masjidil Haram di Makkah ke Masjid Al Aqsa di Palestina, kemudian menembus lapisan langit, dan bertemu langsung dengan Allah SWT di tempat yang disebut Sidratul Muntaha atau langit tertinggi.

Saat itu Nabi Muhammad SAW berbicara langsung dengan Allah SWT sekaligus menerima perintah shalat lima waktu.

Peristiwa ini merupakan peristiwa yang luar biasa sekaligus menjadi mukjizat bagi nabi Muhammad. Allah dengan tegas dan lugas menjelaskan tentang Isra’ Mi’raj dalam firman-Nya di beberaa ayat Alquran.

Berikut ayat alquran tentang Isra’ Mi’raj tersebut:

1. Ayat alquran tentang Isra’ Mi’raj: QS Al Isra Ayat 1

Secara umum, gambaran peristiwa Isra Miraj tertuang jelas dalam firman Allah SWT yang satu ini.

سُبْحَانَ الَّذِي أَسْرَى بِعَبْدِهِ لَيْلًا مِنَ الْمَسْجِدِ الْحَرَامِ إِلَى الْمَسْجِدِ الْأَقْصَى الَّذِي بَارَكْنَا حَوْلَهُ لِنُرِيَهُ مِنْ ءَايَاتِنَا إِنَّه هُوَ السَّمِيعُ الْبَصِير

“Maha Suci Allah, yang telah memperjalankan hamba-Nya (Muhammad Shallallahu alaihi wassallam) pada suatu malam dari Masjidil Haram ke Masjidil Aqsha yang telah Kami berkahi sekelilingnya agar Kami perlihatkan kepadanya sebagian dari tanda-tanda (kebesaran) Kami. Sesungguhnya Dia adalah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.”

2. Ayat alquran tentang Isra’ Mi’raj: QS An-Najm Ayat 12–18

Allah SWT kembali menjelaskan tentang peristiwa agung nan suci itu dalam 6 ayat di Surat An-Najm. Bahkan, pada ayat 12 sampai 18 lebih memberikan detail dari Isra Miraj itu sendiri sekaligus memberikan peringatan kepada mereka yang meragukan-Nya.

أَفَتُمَارُونَهُ عَلَى مَا يَرَى. وَلَقَدْ رَآهُ نَزْلَةً أُخْرَى. عِنْدَ سِدْرَةِ الْمُنْتَهَى. عِنْدَهَا جَنَّةُ الْمَأْوَى. إِذْ يَغْشَى السِّدْرَةَ مَا يَغْشَى. مَا زَاغَ الْبَصَرُ وَمَا طَغَى. لَقَدْ رَأَى مِنْ ءَايَاتِ رَبِّهِ الْكُبْرَى

“(12) Maka apakah kamu (musyrikin Mekah hendak membantahnya tentang apa yang telah dilihatnya?
(13) Dan sesungguhnya Muhammad telah melihat Jibril itu (dalam rupanya yang asli) pada waktu yang lain,
(14) (yaitu) di Sidratil Muntaha.
(15) Di dekatnya ada surga tempat tinggal,
(16) (Muhammad melihat Jibril) ketika Sidratil Muntaha diliputi oleh sesuatu yang meliputinya.
(17) Penglihatannya (Muhammad) tidak berpaling dari yang dilihatnya itu dan tidak (pula) melampauinya.
(18) Sesungguhnya dia telah melihat sebahagian tanda-tanda (kekuasaan) Tuhannya yang paling besar.”

Demikianlah kebenaran yang Allah sampaikan dalam firman-Nya tentang peristiwa Isra’ Mi’raj. []

SUMBER: OKEZONE / ISLAMPOS

Hukum Puasa Isra Mikraj

Merayakan hari Isra Mikraj dengan berpuasa mungkin belum terlalu familiar dalam pandangan masyarakat, pada umumnya mereka hanya berpuasa pada hari-hari tertentu yang sudah masyhur untuk berpuasa semisal hari Arafah (9 Dzulhijjah), Asyura, tasu’a (10 dan 9 Muharram) dan lain-lain. Lalu Bagaimana hukum puasa Isra Mikraj? 

Pandangan Ulama tentang Hukum Puasa Isra Mikraj

Jawabannya puasa pada hari Isra dan Mikraj adalah boleh, bahkan dihukumi sunnah. Sebagaimana yang disampaikan oleh Syekh Sulaiman Jamal Al-ujaili dalam hasyiyahnya, beliau menuliskan;

 وَأَفْضَلُ أَيَّامِ الْأُسْبُوعِ الْجُمُعَةُ ثُمَّ الِاثْنَيْنِ ثُمَّ الْخَمِيسُ ثُمَّ بَقِيَّةُ الْأَيَّامِ وَيُسَنُّ صَوْمُ يَوْمِ الْأَرْبِعَاءِ مُطْلَقًا شُكْرًا لِلَّهِ تَعَالَى عَلَى عَدَمِ هَلَاكِ هَذِهِ الْأُمَّةِ كَمَا أَهْلَكَ فِيهِ مَنْ قَبْلَهَا وَيُسَنُّ أَيْضًا صَوْمُ يَوْمِ الْمِعْرَاجِ وَيَوْمٍ لَا يَجِدُ فِيهِ مَا يَأْكُلُهُ اهـ. بِرْمَاوِيٌّ

“Dan yang paling utamanya hari dalam seminggu itu adalah jumat kemudian Senin kemudian Kamis kemudian hari lainnya. Disunnahkan untuk berpuasa pada hari Rabu, sebagai bentuk syukur kita kepada Allah Swt, karena umat ini tidak dimusnahkan oleh-Nya sebagaimana kaum-kaum sebelumnya. 

Dan disunahkan juga untuk puasa pada hari Mikraj dan hari di mana ia tidak memiliki sesuatu untuk dimakan, demikian pernyataan dari Syekh Al barmawi.” (Hasyiyah al-Jamal atau Futuhat al-wahhab bi Taudih Syarh Manhaj al-Thullab, Juz 2 Halaman 349) 

Kutipannya Syekh Sulaiman Jamal ini ternyata memang benar adanya, setelah diteliti perkataan ada diungkapkan oleh Syekh Al barmawi dalam hasyiah. Berikut adalah teks aslinya;

وَيُنْدَبُ صَوْمُ يَوْمِ الِاثْنَيْنِ وَيَوْمِ الْخَمِيسُ وَيَوْمِ الْمِعْرَاجِ وَيَوْمِ لَا يَجِدُ فِيهِ مَا يَأْكُلُهُ

“Disunnahkan untuk berpuasa pada hari Senin, Kamis, dan puasa hari  Isra Mikraj, serta pada hari di mana ia tidak memiliki sesuatu untuk dimakan.” (Hasyiyah al-Barmawi ala Fath al-Qarib,  Halaman 158) 

Memandang hari Mi’raj pada tahun ini jatuh pada hari Sabtu, Lalu Bolehkah kita berpuasa pada hari Sabtu saja. Mengingat berpuasa pada hari Sabtu saja atau Jumat saja itu katanya dimakruhkan?

Untuk itu ulama mengatakan boleh berpuasa pada hari Sabtu ataupun Minggu, terlebih jika ada penyebabnya, seperti puasa Tasua, Asyura, dan juga Puasa Isra Mikraj. Simak penjelasan berikut.

(وَإِفْرَادُ السَّبْتِ) أَوْ الْأَحَدِ بِالصَّوْمِ كَذَلِكَ بِجَامِعِ أَنَّ الْيَهُودَ تُعَظِّمُ الْأَوَّلَ وَالنَّصَارَى تُعَظِّمُ الثَّانِي فَقَصَدَ الشَّارِعُ بِذَلِكَ مُخَالَفَتَهُمْ، وَمَحَلُّ مَا تَقَرَّرَ إذَا لَمْ يُوَافِقْ إفْرَادُ كُلِّ يَوْمٍ مِنْ الْأَيَّامِ الثَّلَاثَةِ عَادَةً لَهُ وَإِلَّا كَأَنْ كَانَ يَصُومُ يَوْمًا وَيُفْطِرُ يَوْمًا أَوْ يَصُومُ عَاشُورَاءَ أَوْ عَرَفَةَ فَوَافَقَ يَوْمَ صَوْمِهِ فَلَا كَرَاهَةَ كَمَا فِي صَوْمِ يَوْمِ الشَّكِّ. ذَكَرَهُ فِي الْمَجْمُوعِ، وَهُوَ ظَاهِرٌ وَإِنْ أَفْتَى ابْنُ عَبْدِ السَّلَامِ بِخِلَافِهِ

“Dimakruhkan untuk berpuasa pada hari Sabtu saja atau hari Minggu saja, Karena pada hari Sabtu itu orang Yahudi sangat mengagungkannya dan pada hari Minggu itu orang Nasrani sangat mengagungkannya, sehingga penghukuman makruh ini ditujukan untuk agar supaya berbeda dengan mereka. 

Kemakruhan ini hanya pada konteks berpuasa pada hari Sabtu atau Minggu yang kebetulan tidak bertepatan dengan hari-hari yang disunahkan untuk berpuasa atau pada hari tersebut orang itu biasanya berpuasa. 

Sehingga tidak makruh untuk berpuasa pada Sabtu atau Ahad saja, ketika ternyata pada hari-hari tersebut bertepatan dengan hari yang dianjurkan oleh syarak untuk berpuasa seperti Hari Asyura atau Arafah, demikian pula tidak makruh bagi mereka yang mengerjakan puasa Nabi Daud.” (Nihayatul Muhtaj, Juz 3 Halaman 209).

Dengan demikian bisa diketahui bahwasanya pada hari Isra Mi’raj yang bertepatan dengan hari Sabtu itu masih tetap disunnahkan untuk berpuasa, tanpa harus menggabungkannya dengan hari sebelumnya atau setelahnya. Yakni boleh puasa pada hari Sabtu saja karena pada hari tersebut adalah hari Isra Mikraj. 

Demikian hukum puasa Isra Mikraj. Semoga bermanfaat.

BINCANG SYARIAH

Syarat dan Cara Daftar Haji 2023 beserta Info Biaya Terbarunya

Syarat daftar haji 2023 beserta cara pendaftaran dan informasi biaya haji terbaru perlu diketahui. Informasi syarat dan cara daftar haji ini termuat dalam Keputusan Dirjen Penyelenggaraan Haji dan Umrah Nomor D/28/2016 tentang Pedoman Pendaftaran Haji Reguler.

Untuk mengetahui lebih lanjut, simak informasi syarat dan cara beserta biaya haji 2023 terbaru berikut ini.

Syarat Daftar Haji 2023

Untuk mendaftar haji 2023, diperlukan beberapa persyaratan daftar haji yang perlu dilengkapi. Berikut ini syarat-syarat untuk mendaftar haji:

  1. Beragama Islam
  2. Usia minimal 12 tahun saat mendaftar
  3. KTP yang masih berlaku sesuai domisili atau bukti identitas lain yang sah
  4. Kartu Keluarga (KK)
  5. Akta kelahiran atau surat kenal lahir atau kutipan akta nikah atau ijazah
  6. Tabungan atas nama jemaah yang bersangkutan
  7. Pas foto berwarna 3×4 cm berjumlah 10 lembar dengan latar belakang warna putih dengan ketentuan:
    – warna baju/kerudung harus kontras dengan latar belakang
    – tidak memakai pakaian dinas
    – tidak menggunakan kaca mata
    – tampak wajah minimal 80 persen
  8. Gubernur dapat menambahkan persyaratan berupa surat keterangan domisili

    Cara Daftar Haji 2023

    Setelah syarat daftar haji 2023 sudah terpenuhi, maka dapat lanjut ke prosedur pendaftaran haji sesuai ketentuannya. Berikut ini tata cara untuk mendaftar haji:

  1. Jemaah haji membuka rekening tabungan haji pada Bank Penerima Setoran Biaya Penyelenggaraan Ibadah Haji (BPS BPIH) sesuai domisili
  2. Jemaah haji menandatangani surat pernyataan memenuhi syarat daftar haji yang diterbitkan oleh Kemenag RI
  3. Jemaah haji melakukan transfer ke rekening Menteri Agama sebesar setoran BPIH pada cabang BPS BPIH sesuai domisili
  4. BPS BPIH menerbitkan bukti aplikasi transfer BPIH
  5. BPS BPIH menerbitkan bukti setoran awal BPIH sebanyak 5 lembar yang ditempel pas foto calon jemaah haji ukuran 3×4 cm dengan ketentuan berikut:
    – lembar pertama bermeterai cukup untuk calon jemaah haji
    – lembar kedua untuk BPS BPIH
    – lembar ketiga untuk Kantor Kemenag Kabupaten/Kota
    – lembar keempat untuk Kantor Kemenag Provinsi
    – lembar kelima untuk Ditjen Penyelenggaraan Haji dan Umrah
  6. Bukti setoran awal BPIH mencantumkan nomor validasi, ditandatangani, dan dibubuhi stempel BPS BPIH
  7. Selanjutnya syarat daftar haji asli dan salinan dapat ditunjukkan beserta bukti aplikasi transfer asli BPIH dan bukti setoran awal BPIH lembar pertama kepada petugas Kantor Kemenag Kabupaten/Kota untuk diverifikasi paling lambat 5 hari kerja setelah pembayaran setoran awal
  8. Jemaah haji mengisi formulir pendaftaran haji berupa Surat Pendaftaran Pergi Haji (SPPH) dan menyerahkan kepada petugas Kantor Kemenag Kabupaten/Kota untuk didaftarkan ke SISKOHAT dan mendapatkan nomor porsi
  9. Jemaah haji menerima lembar bukti pendaftaran haji yang berisi nomor porsi pendaftaran, ditandatangani, dan dibubuhi stempel dinas oleh petugas Kantor Kemenag Kabupaten/Kota
  10. Kantor Kemenag Kabupaten/Kota menerbitkan bukti cetak SPPH sebanyak 5 lembar yang setiap lembarnya dicetak/ditempel pas foto calon jemaah haji ukuran 3×4 cm dengan rincian berikut:
    – lembar pertama untuk calon jemaah haji
    – lembar kedua untuk BPS BPIH
    – lembar ketiga untuk Kantor Kemenag Kabupaten/Kota
    – lembar keempat untuk Kantor Kemenag Provinsi
    – lembar kelima untuk Dirjen Penyelenggaraan Haji dan Umrah
  11. Bagi calon jemaah haji yang sudah menyetor dana setoran awal BPIH namun tidak menyerahkan syarat daftar haji, bukti aplikasi transfer asli BPIH, dan bukti setoran awal BPIH kepada petugas Kantor Kemenag Kabupaten/Kota melebihi 5 hari kerja, maka pendaftaran dianggap batal dan dana akan dikembalikan.


    Informasi Biaya Haji 2023

    Terbaru, Komisi VIII DPR dan Kemenag RI telah menyepakati penetapan biaya haji tahun 2023. Jemaah harus membayar biaya haji 2023 sebesar Rp 49.812.700,26.

    Kesepakatan itu diambil dalam rapat kerja Komisi VIII DPR RI bersama Menteri Agama (Menag) Yaqut Cholil Qoumas di gedung DPR/MPR, Jakarta, Rabu (15/2/2023). Menag Yaqut dan Komisi VIII DPR pun sepakat dengan penurunan biaya haji jadi Rp 49.812.700,26.

    “Kami menyetujui hasil pembahasan panitia kerja BPIH untuk disahkan menjadi BPIH tahun 1444H/2023M,” kata Yaqut, Rabu (15/2/).

    Angka biaya haji yang ditanggung jemaah ini merupakan 55,3% dari total biaya haji sebesar Rp 90.050.637,26. Sementara itu, nilai manfaatnya sebesar Rp 40.237.937 atau sebesar 44,7%.

    Dengan demikian, total nilai manfaat untuk penyelenggaraan ibadah haji tahun ini sebesar Rp 8.090.360.327.213,67. Berdasarkan kesimpulan rapat panja, biaya haji yang harus ditanggung oleh masyarakat sebesar Rp 49.812.700.

    Demikian informasi syarat daftar haji 2023 beserta cara pendaftaran dan biaya haji terbaru di tahun 2023. Semoga bermanfaat!

DETIK

Bukti Para Nabi Sebelum Nabi Muhammad dan Pengikutnya juga Muslim

Nabi Muhammad SAW merupakan nabi yang menutup rantai kenabian sebelumnya.

Keterkaitan Nabi Muhammad SAW dengan semua nabi sebelumnya tidak dapat terpisahkan. Nabi Muhammad membawa pesan yang sama dan memimpin jalan yang sama dari Nabi Adam hingga Nabi Isa.

Nabi SAW merupakan nabi yang menutup rantai kenabian sebelumnya. Keterhubungan ini sangat ditekankan dalam Alquran, bahwa risalah yang dibawa Nabi Muhammad bukanlah hal baru.

Allah SWT berfirman, “Katakanlah (Muhammad), “Aku bukanlah Rasul yang pertama di antara rasul-rasul dan aku tidak tahu apa yang akan diperbuat terhadapku dan terhadapmu. Aku hanyalah mengikuti apa yang diwahyukan kepadaku dan aku hanyalah pemberi peringatan yang menjelaskan.” (QS Al Ahqaf ayat 9)

Di situlah, menurut Imam Ar-Razi, Nabi SAW berkata, “Aku hanyalah seorang manusia seperti seluruh pembawa risalah Allah sebelumku.”

Maka dapat dikatakan, inti dari risalah yang dibawa Nabi Adam hingga Nabi Muhammad adalah tunuk pada Keesaan Allah. Pesan atau risalah ini kemudian diejawantahkan dengan kata ‘Islam’, yang secara harfiah dalam bahasa Arab adalah keselamatan.

“Sesungguhnya agama di sisi Allah ialah Islam. Tidaklah berselisih orang-orang yang telah diberi Kitab kecuali setelah mereka memperoleh ilmu, karena kedengkian di antara mereka. Barangsiapa ingkar terhadap ayat-ayat Allah, maka sungguh, Allah sangat cepat perhitungan-Nya.” (QS Ali Imran ayat 19)

Ayat itu dengan jelas menyatakan bahwa Islam adalah misi utama yang diterima dari Allah kepada umat-Nya. Dalam ayat-ayat lain, Alquran menegaskan bahwa Islam telah menjadi pesan atau risalah yang dibawa oleh setiap nabi.

Allah SWT berfirman, “Dan Kami tidak mengutus seorang rasul pun sebelum engkau (Muhammad), melainkan Kami wahyukan kepadanya, bahwa tidak ada tuhan (yang berhak disembah) selain Aku, maka sembahlah Aku.” (QS Al Anbiya ayat 25)

Dalam Surah Nuh ayat 59, Nabi Nuh berkata, “Wahai kaumku! Sembahlah Allah! Tidak ada tuhan (sembahan) bagimu selain Dia. Sesungguhnya aku takut kamu akan ditimpa azab pada hari yang dahsyat (kiamat).”

Bahkan Nabi Nuh dengan jelas menyatakan bahwa dia adalah Muslim. “Maka jika kamu berpaling (dari peringatanku), aku tidak meminta imbalan sedikit pun darimu. Imbalanku tidak lain hanyalah dari Allah, dan aku diperintah agar aku termasuk golongan orang-orang Muslim (berserah diri).” (QS Yunus ayat 72)

Nabi Ibrahim pun demikian. Alquran juga dengan jelasnya menyampaikan bahwa Nabi Ibrahim adalah seorang Muslim.

“Ibrahim bukanlah seorang Yahudi dan bukan (pula) seorang Nasrani, tetapi dia adalah seorang yang lurus, Muslim dan dia tidaklah termasuk orang-orang musyrik.” (QS Ali Imran ayat 67)

Begitu pun anak-anak Nabi Yakub yang menyatakan bahwa mereka akan menyembah Tuhan nenek moyangnya. Hal ini termaktub dalam Surah Al Baqarah ayat 133.

“Apakah kamu menjadi saksi saat maut akan menjemput Yakub, ketika dia berkata kepada anak-anaknya, “Apa yang kamu sembah sepeninggalku?” Mereka menjawab, “Kami akan menyembah Tuhanmu dan Tuhan nenek moyangmu yaitu Ibrahim, Ismail dan Ishak, (yaitu) Tuhan Yang Maha Esa dan kami (hanya) berserah diri kepada-Nya.” (QS Al Baqarah 133)

Nabi Musa saat mengajak kaumnya untuk menyembah Allah, juga menyebut Muslim. “Dan Musa berkata, “Wahai kaumku! Apabila kamu beriman kepada Allah, maka bertawakallah kepada-Nya, jika kamu benar-benar orang Muslim (berserah diri).” (QS Yunus ayat 84)

Demikian pula Nabi Isa, yang ketika bertanya kepada kaumnya soal keimanan kepada Allah, mereka menjawab bahwa mereka adalah Muslim dan beriman kepada Allah. Penjelasan ini tercantum dalam Surah Ali Imran ayat 52.

“Maka ketika Isa merasakan keingkaran mereka (Bani Israil), dia berkata, “Siapakah yang akan menjadi penolong untuk (menegakkan agama) Allah?” Para Hawariyyun (sahabat setianya) menjawab, “Kamilah penolong (agama) Allah. Kami beriman kepada Allah, dan saksikanlah, bahwa kami adalah orang-orang Muslim.” (QS Ali Imran ayat 52)

REPUBLIKA

Bolehkah Membakar Mushaf Alquran yang Rusak atau Sobek?

Tak sedikit mushaf-mushaf Alquran yang berserakan akibat rusak.

Tak sedikit mushaf-mushaf Alquran yang berserakan akibat rusak, baik di tempat ibadah (masjid ataupun mushala) maupun perkantoran dan rumah. Apakah tak berdosa jika membakar mushaf yang rusak tersebut?

KH Ali Mustafa Yaqub dalam buku Fatwa Imam Besar Masjid Istiqlal keluaran Penerbit Pustaka Firdaus menjelaskan, mushaf Alquran yang rusak, sobek, kotor, dan sebagainya yang menjadikannya tidak terbaca, maupun mushaf yang terdapat kesalahan tulis (cetak), semuanya boleh dibakar.

Namun demikian abunya, kata KH Ali, harus dipendam secara terhormat di tanah. Abunya tidak diperkenankan dipendam di tempat kotor, tempat maksiat, atau tempat yang sering diinjak manusia maupun binatang. Hal ini demi menjaga kemuliaan Alquran.

Dalam kitab Shahih Bukhari dijelaskan bahwa setelah mengkodifikasikan Alquran, Sayyidina Usman bin Affan memerintahkan kaum Muslimin untuk membakar semua catatan Alquran mereka dan menjadikan mushaf Usmani sebagai satu-satunya pedoman dan acuan baku mushaf Alquran.

Dalam kasus ini tidak ada sahabat yang memprotes atau membantahnya, sehingga keputusan Sayyidina Usman tersebut menjadi ijma (konsesus) sahabat. Dan ijma sahabat merupakan salah satu sumber hukum dalam Islam.

Ada juga keterangan Abdullah bin Mas’ud yang memprotes kebijakan Sayyidina Usman itu. Namun protesnya bukan pada kebijakan pembakaran mushaf, melainkan pada kebijakan menjadikan mushaf Usmani sebagai satu-satunya pedoman dan acuan baku mushaf.

IQRA REPUBLIKA