Iblis yang Mengalahkan Kiayi

KISAH ini bermula pada malam Jumat Kliwon. Tentang iblis dan kiayi.

Saat itu, masyarakat berbondong-bondong mendatangi pohon besar di tepi sungai. Mereka membawa sesajen yang berisikan nasi tumpeng, rokok, ayam hitam mulus, kembang setaman dan lain sebagainya.

Setan telah masuk ke dalam hati masyarakat tersebut sehingga mereka yakin bahwa pohon besar itu telah dihuni makhluk halus dan semua permintaan mereka bisa dikabulkan. Oleh karena itu, masyarakat yang datang menyampaikan semua keinginannya, seperti ingin kaya, mendapatkan jodoh, menang undian dan lain-lain.

Iblis pun semakin senang dengan bertambahnya pengikut. Berbeda dengan pak Kyai yang merupakan seorang tokoh agama di desa tersebut. Kyai itu pun merasa kasihan dengan masyarakat sekitar karena telah terperangkap dengan tipu daya setan. Ia pun berpikir bahwa satu-satunya cara untuk mengatasinya adalah dengan menebang pohon tersebut.

Setelah shalat Shubuh, kyai itu pergi ke pohon besar dengan membawa kapak besar untuk menebang pohon itu. Setan yang sengaja tinggal di situ pun terkejut dengan Kyai yang ingin menebang pohon tersebut. Kyai itu memiliki kemampuan untuk melihat dan berkomunikasi dengan makhluk halus, atas ijin Allah. Ia pun menyuruh iblis itu pergi dari pohon karena iblis telah menyesatkan banyak orang.

Iblis itu menghalangi Kyai menebang pohon. Tapi Kyai itu tetap bersikeras untuk menebangnya. Iblis pun mencekik leher Kyai dan Kyai juga tidak mau kalah. Sehingga perkelahian pun tidak dapat terhindari. Hingga akhirnya Iblis tersungkur dan Kyai itu menginjak dada iblis. Iblis pun mengaku kalah dan ia pun pergi. Namun, belum menebang pohon pun, Kyai itu sudah kehabisan energi jadi ia memutuskan untuk kembali ke rumah.

Kyai itu kembali lagi pada keesokan harinya untuk menebang pohon dan dihalangi lagi oleh Iblis. Mereka pun berkelahi lagi dan iblis kalah, tapi Kyai juga kehabisan energi. Keesokan harinya, terjadi halnya sama hingga iblis itu pun berpikir bahwa ia tidak akan bisa mengalahkan Kyai yang kuat aqidahnya itu.

Ia pun memutuskan untuk menggunakan tipu daya. Iblis menjanjikan uang pada Kyai yang bisa digunakan untuk bersedekah, membuat masjid, membeli mobil, rumah dan lain sebagainya. Benar saja, keesokan harinya, terdapat uang lima juta di bawah bantal dan Kyai itu pun memberikannya pada kaum duafa dan menggunakan uang itu untuk keperluan lainnya.

Pada malam harinya, ia pun bermimpi telah membangun masjid dan menyedekahkan hartanya sehingga membuatnya terkenal dan dielu-elukan oleh masyarakat. Beberapa hari kemudian, tidak ada uang di bawah bantalnya. Sehingga Kyai itu pun marah dan berniat kembali untuk menebang pohon iblis karena sudah tidak diberi uang.

Sebelum menebangnya, ia dihalangi oleh iblis dan perkelahian Kyai dan iblis terjadi lagi. Namun, kali ini iblis berhasil mengalahkan Kyai dan Kyai itu heran mengapa iblis itu begitu kuat. Iblis mengatakan bahwa bukan dia yang kuat tapi Kyai itu yang lemah. Dulu, ia ingin menebang pohon dikarenakan ingin memberantas kemusyrikan sehingga ia berada pada lindungan Allah. Tapi kali ini ia ingin menebang pohon karena kesombongan dan kepentingan dirinya sendiri, beginilah tipu daya iblis berkelahi mengalahkan seorang kyai. []

ISLAMPOS

Abbad bin Bisyr Tetap Shalat walau Anak Panah Menghujani Tubuhnya

Oleh: Huda Aulia
Mahasiswa STEI SEBI Depok
hudaaulia48@gmail.com

DI keremangan malam, sepasukan sahabat Muhajirin dan Anshar berkumpul sekembali dari suatu misi suci dakwah dan jihad di suatu daerah. Mereka sedang melepas lelah, tetapi tak mengurangi semangat mereka dalam menanti titah sang Nabi.

“Malam ini,”pelan dan penuh kasih sayang sayang nabi berujar, “Aku ingin ada di antara kita yang berjaga malam agar tidak memberi kesempatan kepada orang jahat melaksanakan niatnya.’’

Sorot maata indahnya menyapu para sahabat yang keletihan pascaperjalanan panjang menguras tenaga. Berat memang perintah itu, menjaga mata agar tetap terbuka di saat kantuk dan penat menyerang.

Namun terngiang sabda ang pembawa berita dari langit, “Ada dua mata yang akan diaharamkan dari api neraka, yaitu mata yang menangis karena takut kepada allah swt, dan mata yang menahan kantuk ketika berjaga malam di jalan allah.”

Seolah berebut ingin dipilih dalam tugas mulia ini, semua membususngkan dada, meninggikan leher-leher mereka. Tak ada lagi keletihan itu dirasakannya. Senyum tersungging di bibir sang Nabi melihat para kekasih di jalan Allah menyambut tugas mahaberat ini.

Akhirnya terpilh satu orang dari kalangan Muhajirin dan satu orang dari kalangan Ansar untuk berjaga malam. Mereka ditempatkan di satu bukit yang memungkinkan bagi musuh untuk mengintai dan menyerah pada saat pasukan sedang lengah.

“Saudaraku,’’ Abbad bin Bisyr, sang Ansar, membuka pembicaraan, “biarlah aku dahulu yang berjaga sembari engkau beristirahat. Nanti setelah setengah malam berlalu, aku akan membangunkanmu untuk mengganntikanku. Sebab, apabila kita berdua berjaga sekarang, aku takut nanti kita berdua sama-sama kelelahan sehingga lengah dan musuh akan menyerang Rasulullah dan para sahabat yang lain. Apabila ada musuh datang hendaknya yang berjaga membangunkan kawannya yang sedang tidur.’’

Ammar bin Yasir, sang Muhajirin pun menyetujui usulan tersebut. Tak lama Abbad bin Bisyr segera mengambil wudhu dan memanfaatkan waktu berjaganya dengan melaksanakan shalat sunah. Maka di bawah temaramnya sinar rembulan, lirih mengalun ayat demi ayat ayat surah al-Kahfi dan lisan sang penjaga malam. Adapun Ammar terlelap dalam istirahat dan ketenangan yang dalam.

Abbad menikmati pertemuannya dengan Sang Khaliq dalam shalat yang panjang, seolah hanya ia seorang yang berada di hamparan bumi yang luas ini. Sementara itu, tak jauh dari tempat mereka berdua, seorang musuh mengintai dan menanti saat yang tepat untuk menyelinap dan menyerang rombongan yang sedang terlelap tidur. Satu demi satu bilah-bilah anak panah dipersiapkan. Dengan perlahan nyaris satu suara bidikannya Abbad yang sedang berdiri menghadap Allah.

Maka tatkala anak panah pertama menembus badan, seolah tak dirasakannya lesakan senjata yang menancap. Percikan darah membasahi baju Abbad. Adapun Abbad masih khusyuk dengan kesyahduan ayat-ayat Qur’an. Dicabutnya anak panah tersebut dan seolah tak terjadi apapun shalat tetap diteruskan,

Anak panah kedua pun melesat dan menancap pada sesosok tubuh yang mulia limbung dengan darah yang keluar dari luka akibat anak panah pertama. Begitu anak panah ketiga juga melesak, maka ia memutuskan menyegerakan sholat. Setelah mencabut anak panah, Abbad segera membangunkan Ammar.

“Astaghfirullah!” seru Ammar saat melihat Abbad sudah bersimbah darah yang mengalir dari tiga lubang anak panah di tubuhnya. “Mengapa engkau tidak membangunkanku dari tadi?”

“Tidak apa-apa, saudaraku,” tersenyum Abbad menanggapi.” Sebenarnya tadi aku sedang membaca surah al-Kahfi dalam shalat. Ketika anak panah pertama dan kedua menancap di tubuhku. Aku berniat akan meneruskan bacaanku sampai selesai walaupun nyawaku terlepas karenanya. Namun, ketika anak panah ketiga menyusul, terlintas dalam pikiranku bagaimana dengan keselamatan Rasulullah dan saudara-saudaraku, oleh karena itu aku menyelesaikan shalatku sebelum menamatkan bacaan surah al-Kahfi ku.”

Karena melihat ada orang lain yang terjaga, maka musuh pun memutuskan untuk menginggalkan tempat tersebut.

Itulah salah satu gambaran kecintaan para sahabat Rasulullah pada shalat di samping kesetiaan mereka pada sang Pembawa Risalah. Seandainya bukan karena keselamatan Rasulullah dan para sahabatnya, Abbad tak ragu untuk meneruskan shalatnya sampai menyelesaikan bacaannya walaupun nyawa yang menjadi taruhannya, kecintaan para sahabat pada shalat ini tidak terlepas dari suri tauladan yang diberikan Rasulullah kepada mereka. []

ISLAMPOS

Haji 2023: Rerata Bipih Jemaah 49,8 Juta, Lunas Tunda 2020 Tidak Perlu Nambah

Jakarta (Kemenag) — Pemerintah dan DPR telah sepakat Biaya Penyelenggaraan Ibadah Haji (BPIH) 1444 H/2023 M rata-rata Rp90.050.637,26 per jemaah haji reguler. 

Angka ini terdiri atas dua komponen, yaitu Biaya Perjalanan Ibadah Haji (Bipih) yang ditanggung jemaah dengan rata-rata Rp49.812.700,26 (55,3%) dan penggunaan nilai manfaat per Jemaah sebesar Rp40.237.937 (44,7%). Dengan skema ini, penggunaan dana nilai manfaat keuangan haji secara keseluruhan sebesar Rp8.090.360.327.213,67

Adapun sejumlah 84.609 jemaah yang sudah melunasi biaya haji pada tahun 2020, tidak perlu membayar tambahan pelunasan. Sebab, itu akan dibebankan pada nilai manfaat dengan kebutuhan anggaran berkisar 845 miliar.

“Dari proses diskusi dan pembahasan itu, jemaah tahun ini akan membayar biaya haji rata-rata Rp49,8 juta. Untuk yang jemaah lunas tunda tahun 2020 tidak usah menambah biaya pelunasan,” terang Menag Yaqut Cholil Qoumas di Gedung DPR RI, Rabu (15/2/2023).

“Hasil kesepakatan ini selanjutnya akan diusulkan kepada Presiden untuk diterbitkan Keputusan Presiden tentang Biaya Penyelenggaraan Ibadah Haji,” sambung Menag.

Menag bersyukur, setelah melalui serangkaian pembahasan ada sejumlah efisiensi yang disepakati. Misalnya, nilai kurs Dollar dan Riyal disepakati ada penurunan. Usulan DPR untuk mengurangi layanan katering jemaah dari yang awalnya tiga kali hanya menjadi dua kali makan juga disepakati. Dalam rapat Panja juga disepakati besaran living cost di angka 750 riyal.

“Kami sampaikan apresiasi dan penghargaan kepada pimpinan dan anggota Komisi VIII DPR-RI yang terus memberikan perhatian dan dukungan terhadap upaya peningkatan kualitas penyelenggaraan ibadah haji dari tahun ke tahun,” tutupnya.

KEMENAG RI

Hikmah Isra Mi’raj Terjadi Malam Hari 

Berikut hikmah Isra Mi’raj terjadi malam hari.  Sebagaimana yang telah kita ketahui bersama bahwasanya Isra Mi’raj ini dijalani oleh Rasulullah SAW pada malam hari, fenomena ini diabadikan dalam Al-Quran surat  Al-Isra’ ayat 1. Allah SWT berfirman:

سُبْحَانَ الَّذِي أَسْرَى بِعَبْدِهِ لَيْلًا مِنَ الْمَسْجِدِ الْحَرَامِ إِلَى الْمَسْجِدِ الْأَقْصَى الَّذِي بَارَكْنَا حَوْلَهُ لِنُرِيَهُ مِنْ ءَايَاتِنَا إِنَّه هُوَ السَّمِيعُ الْبَصِير

“Maha Suci Allah, yang telah memperjalankan hamba-Nya pada suatu malam dari Al Masjidil Haram ke Al Masjidil Aqsha yang telah Kami berkahi sekelilingnya agar Kami perlihatkan kepadanya sebagian dari tanda-tanda (kebesaran) Kami. Sesungguhnya Dia adalah Maha Mendengar lagi Maha Melihat”. (QS. Al-Isra`: 1).

Hikmah Isra Mi’raj Terjadi Malam Hari

Kira-kira Mengapa fenomena penting ini dilakukan di malam hari, Apakah ada hikmah tersendiri di balik hal tersebut? 

Menurut Imam Jalaluddin Al-Suyuthi dalam karya khusus mengenai Isra Mi’raj, pada kitabnya yang berjudul Al-Isra Wa Al-Mi’raj beliau mengutip pandangannya Ibnu Munir dan Ibnu Dihyah terkait hikmah Isra Mi’raj terjadi malam hari.

 Dituliskan sebagaimana redaksi berikut; 

قال ابن المنير إنما كان الاسراء ليلا لأنه وقت الخلوة والاختصاص عرفا ولأنه وقت الصلاة التي كانت مفروضة عليه في قوله تعالى قم الليل وليكون أبلغ للمؤمن في الايمان بالغيب وفتنة للكافر ولأن الليل محل الاجتماع بالأحباب

Ibnul Munir berkata : Sesungguhnya terjadinya isra pada malam hari dikarenakan biasanya malam adalah waktu kholwat (menyendiri untuk beribadah) dan waktu pengkhususan, dan dikarenakan waktu malam adalah waktu sholat yang difardhukan kepada beliau dalam firman-Nya; 

“Bangunlah (untuk sholat) di malam hari . Dan agar orang mukmin lebih mempercayai atau mengimani perkara ghaib dan menjadi fitnah untuk orang kafir. Dan karena malam adalah waktu berkumpulnya para kekasih.

قال ابن دحية ولإبطال قول الفلاسفة إن الظلمة من شأنها الاهانة والشر وكيف يقولون ذلك مع أن الله تعالى أكرم أقواما في الليل بأنواع الكرامات كقوله في قصة إبراهيم فلما جنّ عليه الليل وفي لوط فأسر بأهلك بقطع من الليل وفي موسى وواعدنا موسى ثلاثين ليلة وناجاه ليلا وأمره بإخراج قومه ليلا في قوله فأسر بعبادي ليلا. واستجابة دعاء يعقوب فيه وهو المراد في قوله سوف أستغفر لكم ربي. 

Ibnu Dahyah berkata : dan untuk menolak pendapat filosof yang mengatakan bahwa malam termasuk keadaannya adalah kehinaan dan keburukan, bagaimana mereka bisa berkata seperti itu padahal sesungguhnya Allah ta’ala telah memuliakan beberapa kaum di malam hari dengan beberapa kemuliaan sebagaimana firman-Nya dalam kisah Nabi Ibrahim: 

” Ketika malam telah gelap “. (Al-an’am 76). Lebih lanjut dalam kisahnya Nabi luth: ” Maka pergilah kamu di akhir malam dengan membawa keluargamu “. (Al-hijr 65). 

Dalam kisahnya Nabi Musa : ” Dan telah Kami janjikan kepada Musa (memberikan Taurat) sesudah berlalu waktu tiga puluh malam “. (Al-a’raf 142). Allah menyelamatkan Nabi  Musa di malam hari dan  mengeluarkan kaumnya di malam hari dalam firman-Nya: 

“Maka berjalanlah kamu dengan membawa hamba-hamba-Ku pada malam hari”. (Al-dukhon 23).  Dan dikabulkannya doa Nabi Ya’qub, sebagaimana yg termaktub dalam Firman-Nya “Aku (Yusuf: 98) 

Demikianlah hikmah mengapa Isra Mi’raj ini dilakukan terjadi malam hari, keterangan ini disarikan dari kitab yang berjudul Al-Isra Wa Al-Mi’raj, halaman 59, karya Imam Al-Suyuthi. Wallahu a’lam bi al-shawab.

BINCANG SYARIAH

Kisah Isra’ Mi’raj

Peristiwa Isra Miraj adalah salah satu peristiwa yang agung dalam perjalanan hidup Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam. Sebagian orang meyakini kisah yang menakjubkan ini terjadi pada Bulan Rajab. Benarkah demikian? Bagaimanakah cerita kisah ini? Kapan sebenarnya  terjadinya kisah ini? Bagaimana pula hukum merayakan perayaan Isra Miraj? Simak pembahasannya dalam tulisan yang ringkas ini.

Pengertian Isra Miraj

Isra` secara bahasa berasal dari kata ‘saro’ bermakna perjalanan di malam hari. Adapun secara istilah, Isra` adalah perjalanan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersama Jibril dari Mekkah ke Baitul Maqdis (Palestina), berdasarkan firman Allah:

سُبْحَانَ الَّذِي أَسْرَى بِعَبْدِهِ لَيْلاً مِّنَ الْمَسْجِدِ الْحَرَامِ إِلَى الْمَسْجِدِ الأَقْصَى

Maha Suci Allah, yang telah memperjalankan hamba-Nya pada suatu malam dari Al Masjidil Haram ke Al Masjidil Aqsha “ (Al Isra’:1)

Mi’raj secara bahasa adalah suatu alat yang dipakai untuk naik. Adapun secara istilah, Mi’raj bermakna tangga khusus yang digunakan oleh  Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam untuk naik dari bumi menuju ke atas langit, berdasarkan firman Allah dalam surat An Najm ayat 1-18.[1]

Kisah Isra Miraj

Secara umum, kisah yang menakjubkan ini disebutkan oleh Allah ‘Azza wa Jalla dalam Al-Qur`an dalam firman-Nya:

سُبْحَانَ الَّذِي أَسْرَى بِعَبْدِهِ لَيْلًا مِنَ الْمَسْجِدِ الْحَرَامِ إِلَى الْمَسْجِدِ الْأَقْصَى الَّذِي بَارَكْنَا حَوْلَهُ لِنُرِيَهُ مِنْ ءَايَاتِنَا إِنَّه هُوَ السَّمِيعُ الْبَصِير

“Maha Suci Allah, yang telah memperjalankan hamba-Nya pada suatu malam dari Al Masjidil Haram ke Al Masjidil Aqsha yang telah Kami berkahi sekelilingnya agar Kami perlihatkan kepadanya sebagian dari tanda-tanda (kebesaran) Kami. Sesungguhnya Dia adalah Maha Mendengar lagi Maha Melihat”. (QS. Al-Isra` : 1)

Juga dalam firman-Nya:

وَالنَّجْمِ إِذَا هَوَى. مَا ضَلَّ صَاحِبُكُمْ وَمَا غَوَى. وَمَا يَنْطِقُ عَنِ الْهَوَى. إِنْ هُوَ إِلَّا وَحْيٌ يُوحَى. عَلَّمَهُ شَدِيدُ الْقُوَى. ذُو مِرَّةٍ فَاسْتَوَى. وَهُوَ بِالْأُفُقِ الْأَعْلَى. ثُمَّ دَنَا فَتَدَلَّى. فَكَانَ قَابَ قَوْسَيْنِ أَوْ أَدْنَى. فَأَوْحَى إِلَى عَبْدِهِ مَا أَوْحَى. مَا كَذَبَ الْفُؤَادُ مَا رَأَى. أَفَتُمَارُونَهُ عَلَى مَا يَرَى. وَلَقَدْ رَآهُ نَزْلَةً أُخْرَى. عِنْدَ سِدْرَةِ الْمُنْتَهَى. عِنْدَهَا جَنَّةُ الْمَأْوَى. إِذْ يَغْشَى السِّدْرَةَ مَا يَغْشَى. مَا زَاغَ الْبَصَرُ وَمَا طَغَى. لَقَدْ رَأَى مِنْ ءَايَاتِ رَبِّهِ الْكُبْرَى

“Demi bintang ketika terbenam, kawanmu (Muhammad) tidak sesat dan tidak pula keliru, dan tiadalah yang diucapkannya itu (Al Qur’an) menurut kemauan hawa nafsunya. Ucapannya itu tiada lain hanyalah wahyu yang diwahyukan (kepadanya), yang diajarkan kepadanya oleh (Jibril) yang sangat kuat, Yang mempunyai akal yang cerdas; dan (Jibril itu) menampakkan diri dengan rupa yang asli. sedang dia berada di ufuk yang tinggi. Kemudian dia mendekat, lalu bertambah dekat lagi, maka jadilah dia dekat (pada Muhammad sejarak) dua ujung busur panah atau lebih dekat (lagi). Lalu dia menyampaikan kepada hamba-Nya (Muhammad) apa yang telah Allah wahyukan. Hatinya tidak mendustakan apa yang telah dilihatnya. Maka apakah kamu (musyrikin Mekah) hendak membantahnya tentang apa yang telah dilihatnya? Dan sesungguhnya Muhammad telah melihat Jibril itu (dalam rupanya yang asli) pada waktu yang lain, (yaitu) di Sidratil Muntaha. Di dekatnya ada surga tempat tinggal, (Muhammad melihat Jibril) ketika Sidratil Muntaha diliputi oleh sesuatu yang meliputinya. Penglihatannya (Muhammad) tidak berpaling dari yang dilihatnya itu dan tidak (pula) melampauinya. Sesungguhnya dia telah melihat sebahagian tanda-tanda (kekuasaan) Tuhannya yang paling besar”. (QS. An-Najm : 1-18)

Adapun rincian dan urutan kejadiannya banyak terdapat dalam hadits yang shahih dengan berbagai riwayat. Syaikh Al Albani rahimahullah dalam kitab beliau yang berjudul Al Isra` wal Mi’raj menyebutkan 16 sahabat yang meriwayatkan kisah ini. Mereka adalah: Anas bin Malik, Abu Dzar, Malik bin Sha’sha’ah, Ibnu ‘Abbas, Jabir, Abu Hurairah, Ubay bin Ka’ab, Buraidah ibnul Hushaib Al-Aslamy, Hudzaifah ibnul Yaman, Syaddad bin Aus, Shuhaib, Abdurrahman bin Qurath, Ibnu ‘Umar, Ibnu Mas’ud, ‘Ali, dan ‘Umar radhiallahu ‘anhum ajma’in.

Di antara hadits shahih yang menyebutkan kisah ini adalah hadits yang diriwayatkan oleh Imam Muslim dalam shahihnya , dari sahabat Anas bin Malik: Dari Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

Didatangkan kepadaku Buraaq yaitu yaitu hewan putih yang panjang, lebih besar dari keledai dan lebih kecil dari baghal, dia meletakkan telapak kakinya di ujung pandangannya (maksudnya langkahnya sejauh pandangannya). Maka sayapun menungganginya sampai tiba di Baitul Maqdis, lalu saya mengikatnya di tempat yang digunakan untuk mengikat tunggangan para Nabi. Kemudian saya masuk ke masjid dan shalat 2 rakaat kemudian keluar. Kemudian datang kepadaku Jibril  ‘alaihis salaam dengan membawa bejana berisi khamar dan bejana berisi air susu. Aku memilih bejana yang berisi air susu. Jibril kemudian berkata: “ Engkau telah memilih (yang sesuai) fitrah”.

Kemudian Jibril naik bersamaku ke langit (pertama) dan Jibril meminta dibukakan pintu, maka dikatakan (kepadanya):“Siapa engkau?” Dia menjawab:“Jibril”. Dikatakan lagi: “Siapa yang bersamamu?” Dia menjawab:“Muhammad” Dikatakan:“Apakah dia telah diutus?” Dia menjawab:“Dia telah diutus”. Maka dibukakan bagi kami (pintu langit) dan saya bertemu dengan Adam. Beliau menyambutku dan mendoakan kebaikan untukku. Kemudian kami naik ke langit kedua, lalu Jibril ‘alaihis salaam meminta dibukakan pintu, maka dikatakan (kepadanya):“Siapa engkau?” Dia menjawab: “Jibril”. Dikatakan lagi:“Siapa yang bersamamu?” Dia menjawab:“Muhammad” Dikatakan:“Apakah dia telah diutus?” Dia menjawab:“Dia telah diutus”. Maka dibukakan bagi kami (pintu langit kedua) dan saya bertemu dengan Nabi ‘Isa bin Maryam dan Yahya bin Zakariya shallawatullahi ‘alaihimaa, Beliau berdua menyambutku dan mendoakan kebaikan untukku.

Kemudian Jibril naik bersamaku ke langit ketiga dan Jibril meminta dibukakan pintu, maka dikatakan (kepadanya):“Siapa engkau?” Dia menjawab:“Jibril”. Dikatakan lagi: “Siapa yang bersamamu?” Dia menjawab:“Muhammad” Dikatakan:“Apakah dia telah diutus?” Dia menjawab:“Dia telah diutus”. Maka dibukakan bagi kami (pintu langit ketiga) dan saya bertemu dengan Yusuf ‘alaihis salaam yang beliau telah diberi separuh dari kebagusan (wajah). Beliau menyambutku dan mendoakan kebaikan untukku. Kemudian Jibril naik bersamaku  ke langit keempat dan Jibril meminta dibukakan pintu, maka dikatakan (kepadanya):“Siapa engkau?” Dia menjawab:“Jibril”. Dikatakan lagi: “Siapa yang bersamamu?” Dia menjawab: “Muhammad” Dikatakan: “Apakah dia telah diutus?” Dia menjawab: “Dia telah diutus”. Maka dibukakan bagi kami (pintu langit keempat) dan saya bertemu dengan Idris alaihis salaam. Beliau menyambutku dan mendoakan kebaikan untukku. Allah berfirman yang artinya : “Dan Kami telah mengangkatnya ke martabat yang tinggi” (Maryam:57).

Kemudian Jibril naik bersamaku  ke langit kelima dan Jibril meminta dibukakan pintu, maka dikatakan (kepadanya):“Siapa engkau?” Dia menjawab:“Jibril”. Dikatakan lagi: “Siapa yang bersamamu?” Dia menjawab:“Muhammad” Dikatakan:“Apakah dia telah diutus?” Dia menjawab:“Dia telah diutus”. Maka dibukakan bagi kami (pintu langit kelima) dan saya bertemu dengan Harun alaihis salaam. Beliau menyambutku dan mendoakan kebaikan untukku.

Kemudian Jibril naik bersamaku ke langit keenam dan Jibril meminta dibukakan pintu, maka dikatakan (kepadanya): “Siapa engkau?” Dia menjawab:“Jibril”. Dikatakan lagi: “Siapa yang bersamamu?” Dia menjawab: “Muhammad” Dikatakan: “Apakah dia telah diutus?” Dia menjawab:“Dia telah diutus”. Maka dibukakan bagi kami (pintu langit) dan saya bertemu dengan Musa. Beliau menyambutku dan mendoakan kebaikan untukku. Kemudian Jibril naik bersamaku  ke langit ketujuh dan Jibril meminta dibukakan pintu, maka dikatakan (kepadanya): “Siapa engkau?” Dia menjawab: “Jibril”. Dikatakan lagi: “Siapa yang bersamamu?” Dia menjawab, “Muhammad” Dikatakan, “Apakah dia telah diutus?” Dia menjawab, “Dia telah diutus”. Maka dibukakan bagi kami (pintu langit ketujuh) dan saya bertemu dengan Ibrahim. Beliau sedang menyandarkan punggunya ke Baitul Ma’muur. Setiap hari masuk ke Baitul Mamuur tujuh puluh ribu malaikat yang tidak kembali lagi. Kemudian Ibrahim pergi bersamaku ke Sidratul Muntaha. Ternyata daun-daunnya seperti telinga-telinga gajah dan buahnya seperti tempayan besar. Tatkala dia diliputi oleh perintah Allah, diapun berubah sehingga tidak ada seorangpun dari makhluk Allah yang sanggup mengambarkan keindahannya

Lalu Allah mewahyukan kepadaku apa yang Dia wahyukan. Allah mewajibkan kepadaku 50 shalat sehari semalam. Kemudian saya turun menemui Musa ’alaihis salam.  Lalu dia bertanya: “Apa yang diwajibkan Tuhanmu atas ummatmu?”. Saya menjawab: “50 shalat”. Dia berkata: “Kembalilah kepada Tuhanmu dan mintalah keringanan, karena sesungguhnya ummatmu tidak akan mampu mengerjakannya. Sesungguhnya saya telah menguji dan mencoba Bani Isra`il”. Beliau bersabda :“Maka sayapun kembali kepada Tuhanku seraya berkata: “Wahai Tuhanku, ringankanlah untuk ummatku”. Maka dikurangi dariku 5 shalat. Kemudian saya kembali kepada Musa dan berkata:“Allah mengurangi untukku 5 shalat”. Dia berkata:“Sesungguhnya ummatmu tidak akan mampu mengerjakannya, maka kembalilah kepada Tuhanmu dan mintalah keringanan”. Maka terus menerus saya pulang balik antara Tuhanku Tabaraka wa Ta’ala dan Musa ‘alaihis salaam, sampai pada akhirnya Allah berfirman:“Wahai Muhammad, sesungguhnya ini adalah 5 shalat sehari semalam, setiap shalat (pahalanya) 10, maka semuanya 50 shalat. Barangsiapa yang meniatkan kejelekan lalu dia tidak mengerjakannya, maka tidak ditulis (dosa baginya) sedikitpun. Jika dia mengerjakannya, maka ditulis (baginya) satu kejelekan”. Kemudian saya turun sampai saya bertemu dengan Musa ’alaihis salaam seraya aku ceritakan hal ini kepadanya. Dia berkata: “Kembalilah kepada Tuhanmu dan mintalah keringanan”, maka sayapun berkata: “Sungguh saya telah kembali kepada Tuhanku sampai sayapun malu kepada-Nya”. (H.R Muslim 162)

Untuk lebih lengkapnya, silahkan merujuk ke kitab Shahih Bukhari hadits nomor 2968 dan 3598 dan Shahih Muslim nomor 162-168 dan juga kitab-kitab hadits lainnya yang menyebutkan kisah ini. Terdapat pula tambahan riwayat tentang kisah ini yang tidak disebutkan dalam hadits di atas.

Kapankah Isra dan Miraj?

Sebagian orang meyakini bahwa peristiwa ini terjadi pada tanggal 27 Rajab. Padahal, para ulama ahli sejarah berbeda pendapat tentang tanggal kejadian kisah ini. Ada beberapa perbedaan pendapat mengenai penetapan waktu terjadinya Isra Miraj , yaitu[2] :

  1. Peristiwa tersebut terjadi pada tahun tatkala Allah memuliakan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dengan nubuwah (kenabian). Ini adalah pendapat Imam Ath Thabari rahimahullah.
  2. Perisitiwa tersebut terjadi lima tahun setelah diutus sebagai rasul. Ini adalah pendapat yang dirajihkan oleh Imam An Nawawi dan Al Qurthubi rahimahumallah.
  3. Peristiwa tersebut terjadi pada malam tanggal dua puluh tujuh Bulan Rajab tahun kesepuluh kenabian. Ini adalah pendapat Al Allamah Al Manshurfuri rahimahullah.
  4. Ada yang berpendapat, peristiwa tersebut terjadi enam bulan sebelum hijrah, atau pada bulan Muharram tahun ketiga belas setelah kenabian.
  5. Ada yang berpendapat, peristiwa tersebut terjadi setahun dua bulan sebelum hijrah, tepatnya pada bulan Muharram tahun ketiga belas setelah kenabian.
  6. Ada yang berpendapat, peristiwa tersebut terjadi setahun sebelum hijrah, atau pada bulan Rabi’ul Awwal tahun ketiga belas setelah kenabian.

Syaikh Shafiyurrahman Al Mubarakfuri hafidzahullah menjelaskan: “Tiga pendapat pertama tertolak. Alasannya karena Khadijah radhiyallahu ‘anha meninggal dunia pada bulan Ramadhan tahun kesepuluh setelah kenabian, sementara ketika beliau meninggal belum ada kewajiban shalat lima waktu. Juga tidak ada perbedaan pendapat bahwa diwajibkannya shalat lima waktu adalah pada saat peristiwa Isra Miraj. Sedangkan tiga pendapat lainnya, aku tidak mengetahui mana yang lebih rajih. Namun jika dilihat dari kandungan surat Al Isra’ menunjukkan bahwa peristiwa Isra Miraj terjadi pada masa-masa akhir sebelum hijrah.”

Dapat kita simpulkan dari penjelasan di atas bahwa Isra` dan Mi’raj tidak diketahui secara pasti kapan waktu terjadinya. Ini menunjukkan bahwa mengetahui kapan waktu terjadinya Isra Miraj bukanlah suatu hal yang penting. Lagipula, tidak terdapat sedikitpun faedah keagamaan dengan mengetahuinya. Seandainya ada faedahnya maka pasti Allah akan menjelaskannya kepada kita. Maka memastikan kejadian Isra Miraj terjadi pada Bulan Rajab adalah suatu kekeliruan. Wallahu ‘alam..

Sikap Seorang Muslim Terhadap Kisah Isra’ Mi’raj

Berita-berita yang datang dalam kisah Isra Miraj seperti sampainya beliau ke Baitul Maqdis, kemudian berjumpa dengan para nabi dan shalat mengimami mereka, serta berita-berita lain yang terdapat dalam hadits- hadits yang shahih merupakan perkara ghaib. Sikap ahlussunnah wal jama’ah terhadap kisah-kisah seperti ini harus mencakup kaedah berikut :

  1. Menerima berita tersebut.
  2. Mengimani tentang kebenaran berita tersebut.
  3. Tidak menolak berita tersebut atau mengubah berita tersebut sesuai dengan kenyataannya.

Kewajiban kita adalah beriman sesuai dengan berita yang datang terhadap seluruh perkara-perkara ghaib yang Allah Ta’ala kabarkan kepada kita atau dikabarkan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam.[3]

Hendaknya kita meneladani sifat para sahabt radhiyallahu ‘anhum terhadap berita dari Allah dan rasul-Nya. Dikisahkan dalam sebuah riwayat bahwa setelah peristiwa Isra Miraj, orang-orang musyrikin datang menemui Abu Bakar As Shiddiq radhiyallahu ‘anhu. Mereka mengatakan : “Lihatlah apa yang telah diucapkan temanmu (yakni Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam)!” Abu Bakar berkata : “Apa yang beliau ucapkan?”. Orang-orang musyrik berkata : “Dia menyangka bahwasanya dia telah pergi ke Baitul Maqdis dan kemudian dinaikkan ke langit, dan peristiwa tersebut hanya berlangsung satu malam”. Abu Bakar berkata : “Jika memang beliau yang mengucapkan, maka sungguh berita tersebut benar sesuai yang beliau ucapkan karena sesungguhnya beliau adalah orang yang jujur”. Orang-orang musyrik kembali bertanya: “Mengapa demikian?”. Abu Bakar menjawab: “Aku membenarkan seandainya berita tersebut lebih dari yang kalian kabarkan. Aku membenarkan berita langit yang turun kepada beliau, bagaimana mungkin aku tidak membenarkan beliau tentang perjalanan ke Baitul Maqdis ini?” (Hadits diriwayakan oleh Imam Hakim dalam Al Mustadrak 4407 dari ‘Aisyah radhiyallahu’anha).[4]

Perhatikan bagaimana sikap Abu Bakar radhiyallahu ‘anhu terhadap berita yang datang dari Nabi shallallahu ‘alaihi  wa sallam. Beliau langsung membenarkan dan mempercayai berita tersebut. Beliau tidak banyak bertanya, meskipun peristiwa tersebut mustahil dilakukan dengan teknologi pada saat itu. Demikianlah seharusnya sikap seorang muslim terhadap setiap berita yang shahih dari Allah dan rasul-Nya.

Hikmah Terjadinya Isra’

Apakah hikmah terjadinya Isra’, kenapa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak Mi’raj langsung dari Mekkah padahal hal tersebut memungkinkan? Para ulama menyebutkan ada beberapa hikmah terjadinya peristiwa Isra’, yaitu:

  1. Perjalanan Isra’ di bumi dari Mekkah ke Baitul Maqdis lebih memperkuat hujjah bagi orang-orang musyrik. Jika beliau langsung Mi’raj ke langit,  seandainya ditanya oleh orang-orang musyrik maka beliau tidak mempunyai alasan yang memperkuat kisah perjalanan yang beliau alami. Oleh karena itu ketika orang-orang musyrik datang dan bertanya kepada beliau, beliau menceritakan tentang kafilah yang beliau temui selama perjalanan Isra’. Tatkala kafilah tersebut pulang dan orang-orang musyrik bertanya kepada mereka, orang-orang musyrik baru mengetahui benarlah apa yang disampaikan oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam.
  2. Untuk menampakkan hubungan antara Mekkah dan Baitul Maqdis yang keduanya merupakan kiblat kaum muslimin. Tidaklah pengikut para nabi menghadapkan wajah mereka untuk beribadah keculali ke Baitul Maqdis dan Makkah Al Mukarramah. Sekaligus ini menujukkan keutamaan beliau melihat kedua kiblat dalam satu malam.
  3. Untuk menampakkan keutamaan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dibandingkan para nabi yang lainnya. Beliau berjumpa dengan mereka di Baitul Maqdis lalu beliau shalat mengimami mereka.[5]

Faedah Kisah

Kisah yang agung ini sarat akan banyak faedah, di antaranya :

  1. Kisah Isra Miraj termasuk tanda-tanda kebesaran dan kekuasaan Allah ‘Azza wa Jalla.
  2. Peristiwa ini juga menunjukkan keutamaan Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam di atas seluruh nabi dan rasul’alaihimus shalatu wa salaam
  3. Peristiwa yang agung ini menunjukkan keimanan para sahabat radhiyallahu’anhum. Mereka meyakini kebenaran berita tentang kisah ini, tidak sebagaimana perbuatan orang-orang kafir Quraisy.
  4. Isra Miraj terjadi dengan jasad dan ruh beliau, dalam keadaan terjaga. Ini adalah pendapat jumhur (kebanyakan) ulama, muhadditsin, dan fuqaha, serta inilah pendapat yang paling kuat di kalangan para ulama Ahlus sunnah. Allah Ta’ala berfirman yang artinya : “Maha Suci Allah, yang telah memperjalankan hamba-Nya pada suatu malam dari Al Masjidil Haram ke Al Masjidil Aqsha yang telah Kami berkahi sekelilingnya agar Kami perlihatkan kepadanya sebagian dari tanda-tanda (kebesaran) Kami. Sesungguhnya Dia adalah Maha Mendengar lagi Maha Melihat”. (QS. Al-Isra` : 1)

Penyebutan kata ‘hamba’ digunakan untuk ruh dan jasad secara bersamaan. Inilah yang terdapat dalam hadits-hadits Bukhari dan Muslim dengan riwayat yang beraneka ragam bahwa beliau shallallahu ‘alaihi wa salaam melakukan Isra Miraj dengan jasad beliau dalam keadaan terjaga.

Imam Ibnu Qudamah rahimahullah berkata dalam Lum’atul I’tiqad “… Contohnya hadits Isra Miraj, beliau mengalaminya dalam keadaan terjaga, bukan dalam keadaan tidur, karena (kafir) Quraisy mengingkari dan sombong terhadapnya (peristiwa itu), padahal mereka tidak mengingkari mimpi”[6]

Imam Ath Thahawi rahimahullah berkata : “Mi’raj adalah benar. Nabi shallallahu ‘alaihi wa salaam telah melakukan Isra Miraj dengan tubuh beliau dalam keadaan terjaga ke atas langit…”[7]

  1. Penetapan akan ketinggian Allah Ta’ala dengan ketinggian zat-Nya dengan sebenar-benarnya sesuai dengan keagungan Allah, yakni Allah tinggi berada di atas langit ketujuh, di atas ‘arsy-Nya. Ini merupakan akidah kaum muslimin seluruhnya dari dahulu hingga sekarang.
  2. Mengimani perkara-perkara ghaib yang disebutkan dalam hadits di atas, seperti: Buraaq, Mi’raj, para malaikat penjaga langit, adanya pintu-pintu langit, Baitul Ma’mur, Sidratul Muntaha beserta sifat-sifatnya, surga, dan selainnya.
  3. Penetapan tentang hidupnya para Nabi ‘alaihimus salaam di kubur-kubur mereka, akan tetapi dengan kehidupan barzakhiah, bukan seperti kehidupan mereka di dunia. Oleh karena itulah, di sini tidak ada dalil yang membolehkan seseorang untuk berdoa, bertawasul, atau meminta syafa’at kepada para Nabi dengan alasan mereka masih hidup. Syaikh Shalih Alu Syaikh rahimahullah menjelaskan  bahwa Nabi Muhammad shalallahu ‘alaihi wa salaam dalam Mi’raj menemui ruh para Nabi kecuali Nabi Isa ‘alaihis salaam. Nabi menemui jasad Nabi Isa  karena jasad dan ruh beliau dibawa ke langit dan beliau belum wafat.[8]
  4. Banyaknya jumlah para malaikat dan tidak ada yang mengetahui jumlah mereka kecuali Allah.
  5. Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam juga adalah kalimur Rahman (orang yang diajak bicara langsung oleh Ar Rahman).
  6. Allah Ta’ala memiliki sifat kalam (berbicara) dengan pembicaraan yang sebenar-benarnya.
  7. Tingginya kedudukan shalat wajib dalam Islam, karena Allah langsung yang memerintahkan kewajiban ini.
  8. Kasih sayang dan perhatian Nabi Musa’alaihis salaam terhadap umat Islam, ketika beliau menyuruh Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam untuk diringankan kewajiban shalat.
  9. Penetapan adanya nasakh (penghapusan hukum) dalam syariat Islam, serta bolehnya me-nasakh suatu perintah walaupun belum sempat dikerjakan sebelumnya, yakni tentang kewajiban shalat yang awalnya lima puluh rakaat menjadi lima rakaat.
  10. Surga dan neraka sudah ada sekarang, karena Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam telah melihat keduanya ketika Mi’raj.
  11. Para ulama berbeda pendapat apakah Nabi melihat Allah pada saat Mi’raj. Ada tiga pendapat yang populer: Nabi melihat Allah dengan penglihatan, Nabi melihat Allah dengan hati, dan Nabi tidak melihat Allah namun hanya mendengar kalam Allah.
  12. Pendapat yang benar bahwa peristiwa Isra Miraj hanya berlangusng satu kali saja dan tidak berulang.
  13. Barangsiapa yang mengingkari Isra’, maka dia telah kafir, karena dia berarti menganggap Allah berdusta. Barangsiapa yang mengingkari Mi’raj maka tidak dikafirkan kecuali setelah ditegakkan padanya hujjah serta dijelaskan padanya kebenaran.

Hukum Mengadakan Perayaan Isra` Mi’raj

Bagaimana hukum mengadakan perayaan Isra Miraj? Berdasarkan dari penjelasan di atas, nampak jelas bagi kita bahwa perayaan Isra Miraj tidak boleh dikerjakan, bahkan merupakan perkara bid’ah, karena dua alasan :

  1. Malam Isra Mi’raj tidak diketahui secara pasti kapan terjadinya. Banyaknya perselisihan di kalangan para ulama, bahkan para sahabat dalam penentuan kapan terjadinya Isra’ dan Mi’raj, merupakan dalil yang sangat jelas menunjukkan bahwa mereka tidaklah menaruh perhatian yang besar tentang waktu terjadinya. Jika waktu terjadinya saja tidak disepakati, bagaimana mungkin bisa dilakukan perayaan Isra Miraj?
  2. Dari sisi syari’at, perayaan ini juga tidak memiliki landasan. Seandainya perayaan tersebut adalah bagian dari syariat Allah, maka pasti akan dikerjakan oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dan para sahabatnya, atau minimal beliau sampaikan kepada ummatnya. Seandainya beliau dan para sahabat  mengerjakannya atau menyampaikannya, maka ajaran tersebut akan sampai kepada kita.

Jadi, tatkala tidak ada sedikitpun dalil tentang hal tersebut,  maka perayaan Isra Miraj bukan bagian dari ajaran Islam. Jika dia bukan bagian dari agama Islam, maka tidak boleh bagi kita untuk beribadah dan bertaqarrub kepada Allah Ta’ala dengan perbuatan tersebut. Bahkan merayakannya termasuk perbuatan bid’ah yang tercela.

Berikut di antara fatwa ulama dalam masalah ini. Syaikh Muhammad bin Shalih Al ‘Utsaimin rahimahullah pernah ditanya : ”Pertanyaan ini tentang perayaan malam Isra Miraj yang terjadi di Sudan. Kami merayakan malam Isra Miraj rutin setiap tahun, Apakah perayaan tersebut memiliki sumber dari Al Qur’an dan As Sunnah atau pernah terjadi di masa Khulafaur Rasyidin atau pada zaman tabi’in? Berilah petunjuk kepadaku karena saya bingung dalam masalah ini. Terimakasih atas jawaban Anda.”

Jawaban Syaikh Ibnu ‘Utsaimin rahimahullah : “Perayaan seperti itu tidak memiliki dasar dari Al Qur’an dan As Sunnah dan tidak pula pada zaman Khulafaur Rasyidin . Petunjuk yang ada dalam Al Qur’an  dan sunnah rasul-Nya justru menolak perbuatn bid’ah tersebut karena Allah Ta’ala mengingkari orang-orang  yang menjadikan syariat bagi mereka selain syariat Allah termasuk perbuatan syirik, sebagaimana firman Allah :

أَمْ لَهُمْ شُرَكَاء شَرَعُوا لَهُم مِّنَ الدِّينِ مَا لَمْ يَأْذَن بِهِ اللَّه

Apakah mereka mempunyai sembahan-sembahan selain Allah yang mensyariatkan untuk mereka agama yang tidak diizinkan Allah?” (Asy Syuura:21)

Dan juga Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :

من عمل عملاً ليس عليه أمرنا فهو رد

Barangsiapa yang melakukan suatu amalan yang tidak ada perintahnya dari Allah dan rasul-Nya maka amalan tersebut tertolak “.

Perayaan malam Isra Miraj bukan merupakan perintah Allah dan rasul-Nya shallallahu ‘alaihi wa sallam. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam memperingatkan ummatnya dalam setiap khutbah Jumat melalui sabda beliau :

أما بعد فإن خير الحديث كتاب الله وخير الهدي هدي محمد وشر الأمور محدثاتها وكل بدعة ضلالة

“Amma ba’du. Sesungguhnya sebaik-baik perkataan adalah firman Allah  dan sebaik-baik petunjuk adalah petunjuk Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam. Sejelek-jelek perkara adalah perkara baru dalam agama, dan setiap bid’ah adalah sesat.”[9]

Semoga paparan ringkas ini dapat menambah ilmu dan wawsan kita, serta dapat menambah keimanan kita. Wa shallallahu ‘alaa Nabiyyina Muhammad

Catatan kaki:

[1] Lihat Syarh Lumatil I’tiqaad li Syaikh Ibnu ‘Utsaimin 58-59

[2] Lihat pembahasan ini dalam Ar Rahiqul Makhtum 108

[3] Syarh Al ‘Aqidah Ath Thahawiyah li Syaikh Shalih Alu Syaikh 444

[4] Lihat Syarh Al Ushuul Ats Tsalatsah li Syaikh Shalih Fauzan 201

[5] Lihat  Syarh Al ‘Aqidah Ath Thahawiyah li Syaikh Shalih Alu Syaikh 451-452

[6] Lihat dalam Syarh Lum’atil I’tiqad li Syaikh Ibnu ‘Utsaimin 58

[7] MatanAl Aqidah Ath Thahawiyah

[8] Lihat dalam Syarh Al ‘Aqidah Ath Thahawiyah li Syaikh Shalih Alu Syaikh 454

[9] Penggalan dari fatwa Syaikh Muhammad bin Shalih Al ‘Utsaimin rahimahullah dalam Fatawa Nuur ‘alaa Ad Darb. Diakses dari http://www.ibnothaimeen.com/all/noor/article_675.shtml)

Penyusun: Adika Mianoki

© 2023 muslim.or.id
Sumber: https://muslim.or.id/9377-kisah-isra-miraj.html

Pandangan Ibnu Arabi Mengenai Isra Mi‘raj Rasulullah

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), Isra Mi’raj adalah sebuah peristiwa perjalanan Nabi Muhammad saw. dari masjid al-Haram ke masjid al-Aqsha dan kemudian menuju Sidratulmuntaha pada malam hari untuk menerima perintah salat lima waktu.

Secara teologis peristiwa Isra Mi’raj ini diyakini benar adanya. Sebab, ia disebutkan secara jelas dalam al-Qur’an (al-Isra’ (17): 1), “Maha Suci Allah, yang Telah memperjalankan hamba-Nya pada suatu malam dari Al Masjidil Haram ke Masjidil Aqsha yang Telah kami berkahi sekelilingnya agar kami perlihatkan kepadanya sebagian dari tanda-tanda (kebesaran) kami. Sesungguhnya dia adalah Maha mendengar lagi Maha Mengetahui” dan beberapa hadis Nabi saw.

Wahbah az-Zuhaili menyebutkan bahwa hadis tentang Isra Mi’rajadalah mutawatir karena diriwayatkan oleh sekitar dua puluh sahabat. Dalam peristiwa ini, sebagian besar ulama sepakat bahwa perjalanan Rasulullah saw. tersebut dengan jasadnya.

Syaikh al-Akbar Ibnu Arabi, salah satu sufi besar, juga membenarkan bahwa Rasulullah saw. melakukan perjalanan Isra Mi’raj dengan jasad dan ruhnya dalam keadaan sadar (Yusuf bin Isma‘il an-Nabhani, Afdhal ash-Shalawat ‘ala Sayyid as-Sadat, t.t.: 25).

Menurut Wahbah az-Zuhaili, Rasulullah saw. menunggangi Buraq dalam keadaan sadar dengan ruh dan jasadnya, bukan dengan ruhnya saja dan bukan pula dalam keadaan tertidur (bermimpi). Hal ini karena kalimat bi ‘abdihi menunjukkan kepada ruh dan jasad.

Kenyataan ini menandakan bahwa Rasulullah saw. melakukan perjalanan Isra Mi’rajdengan ruh dan jasadnya dalam keadaan sadar. Sebab, kalau perjalanan Rasulullah saw. tersebut hanya dengan ruhnya saja, maka Allah akan menyebutnya dengan redaksi bi ruhi ‘abdihi. Pendapat bahwa Rasulullah saw. berjalan dengan ruh dan jasadnya dalam keadaan sadar juga diperkuat oleh an-Najm (53): 17 (at-Tafsir al-Munir, 2009, VIII: 14 & 16-17).

Di sisi lain, Ibn Katsir menyebutkan salah satu hadis yang menjelaskan bahwa Nabi Muhammad saw. melaksanakan salat berjemaah terlebih dahulu di Baitul Maqdis (masjid Al-Aqsa) sebelum menghadap Allah di Sidratul Muntaha. Dalam kesempatan itu, beliau menjadi imam dan makmumnya adalah seluruh nabi yang pernah diutus oleh Allah (Tafsir al-Qur’an al-‘Azhim, 2000: 1086).

Peristiwa ini diabadikan secara indah dalam salawat Tarhim, karya Syekh Mahmoud Khalil al-Hussary, seraya menyebutkan bahwa yang bermakmum kepada Nabi Muhammad saw. waktu itu adalah seluruh penghuni langit (wa taqaddamta li ash-shalah fa shalla kullu man fi as-sama’ wa anta al-imam).

Selain itu, para ulama masih berbeda pendapat terkait kapan waktu (tahun, bulan, tanggal, dan harinya) terjadinya peristiwa Isra Mi’rajtersebut. Menurut Muqatil, az-Zuhri, dan ‘Urwah, peristiwa Isra Mi’rajterjadi setahun sebelum hijrah pada bulan Rabiulawal. Al-Hafizh ‘Abd al-Gani menyebutkan terjadi pada malam tanggal 27 bulan Rajab dan al-Harbi menyebutkan terjadi pada malam 27 bulan Rabiulakhir setahun sebelum hijrah.

Sementara Ibn Sa‘ad menyebutkan terjadi sebelum hijrah kurang 18 bulan. Wahbah az-Zuhaili sendiri lebih setuju kepada pendapat setahun sebelum hijrah ke Madinah (at-Tafsir al-Munir, VIII: 13-14 & 18). Adapun kalender Hijriah di Indonesia menetapkan peristiwa Isra’-Mi‘raj pada tanggal 27 Rajab. Wa Allah A‘lam wa A‘la wa Ahkam…

BINCANG SYARIAH

Keringanan Hukuman dalam Pandangan Islam

Keringanan hukum dalam pandangan Islam. Beberapa waktu lalu dunia peradilan Indonesia membuat heboh. Pasalnya, Bharada Richard Eliezer Pudihang Lumiu atau Bharada E, menjalani sidang vonis di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan pada  Rabu (15/2) kemarin. Dirinya dituntut atas kasus pembunuhan berencana rekannya Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat alias Brigadir J. 

Dalam hasil putusan Majelis Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan menilai Bharada E terbukti melakukan tindak pidana pembunuhan berencana terhadap Brigadir J.

Hasil Putusan Bharada E Divonis 1 tahun 6 bulan

Bharada E dinyatakan terbukti bersalah turut serta melakukan pembunuhan berencana. Bharada E disebut melanggar Pasal 340 juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP. Isi dari pasal tersebut yakni :

“Barang siapa dengan sengaja dan dengan rencana terlebih dahulu merampas nyawa orang lain, diancam karena pembunuhan dengan rencana, dengan pidana mati atau pidana penjara seumur hidup atau selama waktu tertentu, paling lama dua puluh tahun.”

Namun ada yang lain dari hasil putusan Bharad E, vonis hukumannya jauh lebih ringan dibandingkan dengan terdakwa lainnya. Bharada E mendapatkan vonis hukuman hanya 1 tahun 6 bulan penjara. “Menjatuhkan pidana terhadap terdakwa pidana 1 tahun 6 bulan,” ujar Ketua Majelis Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Wahyu Iman Santoso, dalam persidangan, Rabu (15/2). 

Hasil vonis yang diterima Bharada E lebih rendah dari tuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU), yakni 12 tahun penjara. Lantas faktor apakah yang mampu meringankan hukuman tersebut?

Faktor yang Meringankan dan Memberatkan Hukuman Bharada E

Sejumlah media pun langsung menyoroti sanksi hukuman yang dijatuhkan pada Bharada E. Begitu pula dengan masyarakat yang menilai hukuman tersebut sudah tepat. 

Terlebih melihat dari sikap Bharada E yang sopan selama persidangan,  mengedepankan nilai-nilai kejujuran, serta telah meminta maaf langsung sehingga mendapatkan pengampunan dari pihak keluarga korban. Maka sudah selayaknya ia diberikan keringanan atas mahalnya kejujuran yang selama ini cukup membantu, dan jadi titik terang atas kasus tersebut. 

“Terdakwa bersikap baik selama persidangan dan telah menyesali perbuatan serta berjanji tidak ada mengulangi lagi,” ujar Alimin.

Sementara itu, hal-hal yang memberatkan berkenaan dengan hubungan pertemanan antara korban dan terdakwa. “Hubungan yang akrab dengan korban tidak dihargai terdakwa sehingga akhirnya korban joshua meninggal dunia,” ujar dia.

Keringanan Hukuman dalam Pandangan Islam

Penjatuhan sanksi pidana menurut hukum Islam, selalu berawal dari pertanyaan mengapa sanksi itu dijatuhkan, kapan dapat dijatuhkan, siapakah yang boleh menjatuhkan sanksi, apa yang menjadi syarat-syarat dijatuhkanya sanksi, siapakah yang dapat dijatuhi sanksi dan apakah ada pengecualiannya. 

Bahkan lebih dari itu, kata maaf dari korban dan atau keluarga korban terhadap pelaku, dapat meniadakan penjatuhan sanksi dan itu merupakan bagian ruang lingkup hukum pidana Islam. 

Sebagai contohnya di zaman sahabat Umar Bin Khattab tidak melaksanakan hukuman potong tangan bagi para pencuri. Beliau memilih memaafkan sang pencuri dengan alasan pada saat itu negara memang dalam kondisi krisis (kelaparan).

Bertalian dengan contoh tersebut pada kasus pembunuhan kasus pembunuhan Brigadir J, Bharada E mendapatkan keringanan hukuman salah satunya karena telah memperoleh pemaafan dari keluarga Brigadir J. Dalam hukum Islam pun faktanya juga mengenal asas permaafan sebagaimana disebutkan dalam QS. Al-Baqarah: 178.

يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا كُتِبَ عَلَيْكُمُ الْقِصَاصُ فِى الْقَتْلٰىۗ اَلْحُرُّ بِالْحُرِّ وَالْعَبْدُ بِالْعَبْدِ وَالْاُنْثٰى بِالْاُنْثٰىۗ فَمَنْ عُفِيَ لَهٗ مِنْ اَخِيْهِ شَيْءٌ فَاتِّبَاعٌ ۢبِالْمَعْرُوْفِ وَاَدَاۤءٌ اِلَيْهِ بِاِحْسَانٍ ۗ ذٰلِكَ تَخْفِيْفٌ مِّنْ رَّبِّكُمْ وَرَحْمَةٌ ۗفَمَنِ اعْتَدٰى بَعْدَ ذٰلِكَ فَلَهٗ عَذَابٌ اَلِيْمٌ

“Wahai orang-orang yang beriman! Diwajibkan atas kamu (melaksanakan) qisas berkenaan dengan orang yang dibunuh. Orang merdeka dengan orang merdeka, hamba sahaya dengan hamba sahaya, perempuan dengan perempuan. 

Tetapi barangsiapa memperoleh maaf dari saudaranya, hendaklah dia mengikutinya dengan baik, dan membayar diyat (tebusan) kepadanya dengan baik (pula). Yang demikian itu adalah keringanan dan rahmat dari Tuhanmu. Barangsiapa melampaui batas setelah itu, maka ia akan mendapat azab yang sangat pedih”.

Asas ini tidak diberlakukan begitu saja tanpa diimbangi dengan pembinaan keselarasan sosial, terutama pihak-pihak yang terkait dengan peristiwa pembunuhan, khususnya pihak-pihak keluarga yang terbunuh dan pembunuh sehingga tidak terjadi dendam kesumat serta terjaminya rasa keadilan dan ketenteraman masyarakat.

Dalam penjelasan lainnya Allah SWT juga berfirman:

وَجَزٰۤؤُا سَيِّئَةٍ سَيِّئَةٌ مِّثْلُهَا ۚفَمَنْ عَفَا وَاَصْلَحَ فَاَجْرُهٗ عَلَى اللّٰهِ ۗاِنَّهٗ لَا يُحِبُّ الظّٰلِمِيْنَ

’’Dan balasan suatu kejahatan adalah kejahatan yang serupa, maka barang siapa memaafkan dan berbuat baik maka pahalanya atas (tanggungan) Allah. Sesungguhnya Dia tidak menyukai orang-orang yang zalim’’ (Al-Qur’an, Asy Syu’araa: 40). 

Melihat dari penjelasan tersebut syariat Islam pun ikut mengamini terkait pemberlakuan “keringanan hukuman” sebagaimana dalam penjelasan ayat-ayat di atas alasan pemaaf dapat mengugurkan hukuman bahkan Allah lebih memuliakannya.

BINCANG SYARIAH

3 Barang yang Tak Boleh Ditolak Jika Diberi

ADA tiga barang yang tak boleh ditolak jika diberi oleh orang lain. Apa saja?

Susu itu baik, menyehatkan dan penuh keberkahan. Rasulullah ﷺ menganjurkan minum susu dan beliau juga suka dengan susu. Susu juga disebutkan keutamaannya oleh Allah dalam Al Qur’an.

Dari Abdullah bin Mas’ud radhiallahu’anhu, dari Nabi Shallallahu’alaihi wa sallam bahwa beliau bersabda,

“Sesungguhnya Allah ‘Azza Wajalla ketika menurunkan penyakit pasti juga menurunkan obatnya, kecuali penyakit tua. Lalu hendaklah kalian meminum susu sapi, karena ia terkumpul dari berbagai macam tumbuhan” (HR. Abu Daud Ath Thayalisi dalam Musnad-nya, hadits ini shahih secara musnad dan mursal. dishahihkan Al Albani dalam Silsilah Ahadits Shahihah, 2/45-47).

Barang yang Tak Boleh Ditolak Jika Diberi: Susu

Dalam hadits ini Rasulullah ﷺ menggunakan shighatul amr (perintah) yaitu فَعَلَيْكُمْ بِأَلْبَانِ الْبَقَرِ (minumlah susu sapi). Tidak hanya sekadar perbuatan Nabi. Maka ini menetapkan manfaatnya susu dan anjuran untuk minum susu.

Rasulullah ﷺ juga menyukai susu. Beliau bersabda,

“Tiga hal yang tidak boleh ditolak jika diberi: bantal, minyak wangi dan susu.” (HR. At Tirmidzi 2734, dihasankan Al Albani dalam Silsilah Ash Shahihah no. 619).

Barang yang Tak Boleh Ditolak Jika Diberi: Ada Pelajaran

Dalam sebuah hadits dari Abu Hurairah radhiallahu’anhu beliau berkata,

“Dihidangkan kepada Nabi pada malam ketika beliau di-isra’-kan, di Iliyya, dua gelas terdiri dari khamr dan susu. Beliau memandang keduanya lalu mengambil susu. Maka Jibril berkata kepada beliau, ‘Segala puji bagi Allah yang telah menunjukkanmu kepada fitrah. Seandainya engkau mengambil khamr, niscaya umatmu akan tersesat” (HR. Bukhari no. 5202, Muslim no. 3758).

Susu juga mengandung keberkahan. Diantara dalilnya, susu disebutkan oleh Allah dalam kitab-Nya sebagai sebuah karunia yang harus disyukuri. Allah Ta’ala berfirman,

“Dan sesungguhnya pada binatang ternak itu benar-benar terdapat pelajaran bagi kamu. Kami memberimu minum daripada apa yang berada dalam perutnya (berupa) susu yang bersih antara tahi dan darah, yang mudah ditelan bagi orang-orang yang meminumnya.” (QS. An Nahl: 66)

Barang yang Tak Boleh Ditolak Jika Diberi: Berdoalah

Rasulullah ﷺ juga bersabda,

“Barangsiapa yang memakan suatu makanan yang dikarunikan oleh Allah, hendaknya ia berdoa: ‘Allahumma baarik lana fiihi (ya Allah, limpahkan keberkahan pada kami dalam makanan ini). Dan barangsiapa yang minum susu yang dikaruniai oleh Allah, hendaknya ia berdoa: Allahumma baarik lana fiihi, wa zidna minhu (ya Allah berilah keberkahan kepada kami dalam susu ini dan karunikan kami lebih banyak dari susu ini) karena aku tidak tahu satupun yang bisa menggantikan makanan dan minuman melebihi susu” (HR. Abu Daud 3245, Ibnu Majah 3321, dishahihkan Al Albani dalam Shahih Ibni Majah).

Maka susu itu baik dan menyehatkan serta dianjurkan sering minum susu. Walaupun memang bagi orang-orang tertentu, susu mengakibatkan gangguan. Namun ini sedikit sekali.

Dan konon para ahli kesehatan berselisih, apakah susu baik diminum sering-sering atau tidak. Wallahu a’lam. []

SUMBER: MUSLIMAH

Doa Hari Jumat Terakhir Bulan Rajab

Berikut ini adalah doa di hari Jumat terakhir bulan Rajab. Saat ini umat Islam Indonesia tengah berada di akhir bulan Rajab. Tepatnya, pada hari Jumat tanggal 26 Rajab 1444 H. Artinya, sudah berada di Jumat terkahir bulan Rajab.

Untuk itu, para ulama, mengingatkan ada amalan yang bisa dibaca pada hari Jumat terakhir bulan Rajab. Amalan ini akan memberikan manfaat kepada yang membacanya. Amalan di Jumat terakhir Bulan Rajab ini sebagaimana dijelaskan oleh Habib Salim asy-Syathiri.

Adapun doa di hari Jumat terakhir bulan Rajab tersebut ialah ;

اَحْمَدُ رَسُولُ اللّٰهِ مُحَمَّدٌ رَّسُولُ اللّٰهِ

Artinya, “Ahmad adalah Rasulullah, Muhammad adalah Rasulullah.”

Amalan ini dibaca sebanyak 35 kali di hari Jumat terakhir bulan Rajab, ketika khatib sedang berkhutbah kedua. Berdasarkan keterangan Habib Salim Asy Syathiri, orang yang membaca ini akan senantiasa diberikan rezeki oleh Allah SWT.

(فائدة مهمة) قد جاء فى كنز النجاح والسرور ان من قرأ فى آخر جمعة من رجب والخطيب على المنبر أحمد رسول الله محمد رسول الله خمسا وثلاثين مرة لا تنقطع الدرهم من يده تلك السنة.السؤال كيف يقرأ والخطيب على المنبر وهو فى نفس الوقت مأمور بالانصات الجواب أنه ليس من شروط القراءة التلفظ بل استحضارها بالقلب يكفي او يقرأ حال الجلوس على المنبر قبل الخطبة او يقرأ حال الدعاء او الترضي من الصحابة لان المراد بالانصات حال الخطبة هو الانصات حال استماع اركان الخطبة لاغير.اه‍

Dalam kitab Kanzun Najah Was Surur disebutkan bahwa barangsiapa membaca “Ahmad Rasulullah, Muhammad Rasulullah” sebanyak 35 kali di Jumat terakhir bulan Rajab pada saat khatib di atas mimbar, maka dirham tidak akan terputus di tangannya pada tahun itu.

Bagaimana kita membacanya? Sedangkan khotib di atas mimbar, dan di waktu itu kita diperintahkan untuk diam mendengar khutbah?

Jawab: tidak disyaratkan untuk membacanya dengan mulut akan tetapi di dalam hati saja sudah cukup, atau dibaca ketika khotib duduk di mimbar sebelum khutbah, atau ketika do’a untuk para sahabat, karena yang dimaksud untuk diam di dalam khutbah (inshatu] adalah diam mendengarkan rukun khutbah, bukan yang lainnya.”

Pada sisi lain, di akhir bulan rajab ini seyogianya seorang muslim juga memperbanyak bacaan istighfar. Salah satu lafadz istighfar yang dibaca ialah istighfar yang dibaca oleh Ibnu Abbas selama bulan Rajab. Ini teks bacaan istigfar tersebut:

استغفر اللهَ الْعَظِيْمَ الَّذِيْ لَا إِلٰهَ إِلَّا هُوَ الْحَيُّ الْقَيُّوْمُ وَاتُوْبُ إِلَيْهِ، تَوْبَةَ عَبْدٍ ظَالِمٍ لَا يَمْلِكُ لِنَفْسِهِ نَفْعًا وَلَا ضَرًّا وَلَا قُوَّةً وَلَا حَيَاةً وَلَا نُشُوْرًا

Astaghfirullaahal ‘adziimal ladzii laa ilaaha illaa huwal hayyul qoyyumu wa atuubu ilaihi taubata ‘abdin dzoolimin laa yamliku linafsihii naf’an walaa dhorron walaa quwaatan walaa hayaatan walaa nusyuuron.

Saya memohon ampun kepada Allah, yang tiada Tuhan selain Dia, yang Maha Hidup, yang Maha Berdiri Sendiri, dan saya bertaubat kepada-Nya dengan taubat hamba yang dzalim yang tidak memiliki pada dirinya sendiri manfaat, mudarat, kekuatan, kehidupan dan kematian.

Dalam kitab Al-Adab fii Rajab, dijelaskan bahwa barang siapa yang membaca amalan istighfar tersebut maka Allah akan mengampuni dosanya. Segala catatan, amal buruknya, maka Allah akan membakarnya, sehingga dosanya diampuni Allah.

BINCANG SYARIAH

Jamaah, Ini Rincian Biaya Haji 2023 yang Ditetapkan Kemenag

SAHABAT mulia Islampos, biaya haji 2023 atau Biaya Penyelenggaraan Ibadah Haji (BPIH) tahun ini telah disepakati sebesar Rp90.263.104 per calon jamaah. Kementerian Agama dan Komisi VIII DPR RI resmi menyepakatinya dalam rapat kerja antara Komisi VIII DPR dengan Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas di Kompleks parlemen, Jakarta, Rabu (15/2/2023).

Dari angka tersebut, jemaah haji dibebankan langsung senilai Rp49.812.700 atau sekitar 55,3 persen dari BPIH yang dikenal dengan sebutan Biaya Perjalanan Ibadah Haji (Bipih). Sedangkan sisanya, Rp40.237.937 atau sekitar 44,7 persennya akan ditanggung oleh dana nilai manfaat.

“Kita sepakati besaran rata BPIH tahun 2023 jemaah haji Reguler per jemaah 90.050.637. Jumlah ini 2 komponen, yakni Bipih rata-rata per jemaah 49.812.700. dan penggunaan nilai Manfaat 40.237.937 atau 44,7 persen,” ujar Yaqut.

“Ketua Komisi VIII Ashabul Kahfi mengatakan seluruh laporan disepakati oleh fraksi DPR. Dari 90 juta itu, yang jadi beban jemaah yang harus dibayarkan atau Bipih Rp49,8 juta atau 55,3 persen,” lanjutnya.

Dari besaran biaya haji 2023 ini, tiap jemaah cukup menyiapkan uang pelunasan maksimal Rp23,5 juta lantaran mereka sudah menyetor awal sebesar Rp25 juta saat mendaftar haji.

Ongkos haji sebesar Rp49,8 juta yang dibebankan langsung kepada jemaah pada 2023 mengalami peningkatan dibandingkan 2022 lalu di angka Rp39,8 juta.

Jika dibandingkan dengan ongkos 2018 hingga 2020, angka ini juga mengalami peningkatan. Kala itu, biayanya sebesar Rp35 juta. Kendati begitu, total BPIH 2023 menurun dibanding BPIH 2022 yang sebesar Rp98.379.021,09. Penetapan BPIH ini juga lebih rendah dibanding usulan awal Kemenag di bulan Januari 2023 sebesar Rp98.893.909,11. []

SUMBER: CNN