Cara Rasulullah dan Aisyah Mengatasi Masalah Rumah Tangga

Saban rumah tangga pasti ada dinamika, begitu pun pernikahan antara Aisyah dan Rasulullah. Nah, berikut ini kita akan membahas cara Rasulullah dan Aisyah mengatasi masalah rumah tangga.

Dalam Islam pernikahan merupakan suatu hal yang mulia dalam ajaran Islam. Ikatan suci ini dinilai memiliki segudang manfaat, terutama untuk menjaga kehormatan diri, serta untuk membentengi kita dari hal-hal yang dilarang agama. 

Namun perlu kita garis bawahi pula, apabila kita siap menikah berarti kita juga harus siap berkomitmen untuk menjalani bahtera rumah tangga. Yakni mengharapkan rumah tangga yang sakinah, mawaddah, wa rahmah, sebagaimana yang telah dicontohkan oleh baginda Rasulullah saw.

Pemaknaan Sakinah, Mawaddah Wa Rahmah

Ketika seseorang telah berkomitmen untuk menikah maka, diperlukan pondasi pernikahan kuat, diantaranya yakni sakinah (suatu ketenangan). Untuk mencapai sakinah diperlukan adanya kerjasama yang apik antara suami dan istri, saling melengkapi dan memahami satu sama lain. 

Kemudian setelah pondasi tersebut kokoh maka di dalam cinta dua pasang manusia ini akan dihadirkan mawaddah sebagai hadiah oleh Allah dalam setiap hati masing-masing pasangan. Allah akan menyelipkan mawaddah itu pada kita dengan cara menjadikan akhlak penuh cinta sebagai kata kerja terhadap pasangan. Allah berfirman dalam surah Al-Furqan ayat 74 :

وَالَّذِيْنَ يَقُوْلُوْنَ رَبَّنَا هَبْ لَنَا مِنْ اَزْوَاجِنَا وَذُرِّيّٰتِنَا قُرَّةَ اَعْيُنٍ وَّاجْعَلْنَا لِلْمُتَّقِيْنَ اِمَامًا

Dan orang-orang yang berkata, “Ya Tuhan kami, anugerahkanlah kepada kami pasangan kami dan keturunan kami sebagai penyenang hati (kami), dan jadikanlah kami pemimpin bagi orang-orang yang bertakwa.”

Melihat dari pandangan dan penjelasan di atas maka dapat kita pahami bahwa sejatinya adanya sakinah, mawaddah, wa rahmah dalam suatu ikatan pernikahan haruslah diusahakan bersama-sama, dan juga dipanjatkan melalui doa pada Sang Kuasa. 

Sehingga terciptalah pernikahan yang sakinah (tenang), kemudian menghadirkan mawaddah (cinta hadiah dari Allah) dan membuat pasangan saling mengenal, bisa paham dan merasakan satu sama lain sehingga otomatis akan saling terikat baik lahir maupun batinnya (memiliki feeling yang kuat). 

Lalu setelah pernikahan mencapai sakinah dan mawaddah maka tibalah pada puncak tertingginya yakni wa (Rahmah) atau kasih sayang (titipan Allah) sehingga kita bisa saling memaklumi, menerima, mengangkat, dan menguatkan antara pasangan.

Cara Rasulullah dan Aisyah Mengatasi Masalah Rumah Tangga

Setelah mengetahui 3 point penting yang harus ada dalam rumah tangga, selanjutnya kita akan melihat praktik yang telah diajarkan Rasulullah ketika menjalankan bahtera rumah tangga khususnya ketika dihadapkan dalam suatu permasalahan. Nabi Muhammad juga merupakan seorang kepala rumah tangga.

Rasulullah menjalani kehidupan rumah tangga sebagaimana layaknya pasangan suami istri pada umumnya yang penuh warna. Dengan Aisyah, Rasulullah saw melewati sisi keceriaan rumah tangga. Tetapi ada kalanya pasangan ini mengalami perselisihan dan ketidaksesuaian pemahaman. 

Tatkala suatu hari mengalami percekcok rumah tangga, Rasulullah saw dan Siti Aisyah ra bersepakat menghadirkan ayahnya yakni Abu Bakar ra, sebagai hakim yang adil untuk memutuskan masalah keduanya. Kepada mertuanya Rasulullah saw ingin menuntut pembelaan dan kesaksian. Pasangan ini kemudian menghadirkan Abu Bakar ra. 

Di hadapan hakim tersebut, Rasulullah saw mempersilahkan istrinya untuk menerangkan lebih dulu kepada ayahnya. Ternyata siapa yang harus menerangkan duduk perkara saja menjadi masalah tersendiri bagi pasangan yang sedang cekcok.

“Kamu yang berbicara atau aku yang berbicara?” tanya Rasulullah kepada Aisyah ra. “Kamu dong yang berbicara. Jangan kamu bicara kecuali yang benar,” jawab Siti Aisyah ra yang sedang marah. 

Sahabat Abu Bakar ra yang mendengarkan jawaban putrinya langsung naik pitam. Ia segera saja menampar putrinya sehingga darah keluar dari mulutnya. Sahabat mulia itu memandang jawaban Siti Aisyah ra sebagai sebuah kelancangan ucapan atas diri seorang rasul.

“Keterlaluan kamu, apakah ia (utusan Allah saw) akan berkata selain yang hak?” bentak Abu Bakar ra. Siti Aisyah ra tidak menduga ayahnya yang menjadi hakim berbuat demikian. Ia kemudian berlindung kepada suaminya. Siti Aisyah ra duduk di belakang punggung suaminya. 

Rasulullah saw segera saja membela hak istrinya terlepas keduanya sedang mengalami perseteruan rumah tangga. “Kami tidak menghadirkanmu untuk ini dan kami tidak menghendaki ini darimu,” jawab Rasulullah saw membela hak istrinya atas kekerasan yang dilakukan oleh hakim tersebut. 

Demikian dikisahkan oleh Imam Al-Ghazali dalam Kitab Ihya Ulumuddin ([Beirut, Darul Fikr: 2015 M], juz II, halaman 50). Kisah ini dikutip oleh Imam Al-Ghazali dari riwayat Imam At-Thabrani pada Kitab Al-Awsath dan Al-Khatib dalam Kitab Tarikh dari Siti Aisyah ra dengan sanad yang daif. (Imam Az-Zabidi, Ithafus Sadatil Muttaqin bi Syarhi Ihya Ulumuddin, [Beirut, Muassastut Tarikh Al-Arabi: 1994 M/1414 H], juz V, halaman 353). 

Dari riwayat ini kita dapat melihat bahwa Rasulullah SAW merupakan pasangan rumah tangga yang tetap bersikap adil meski sedang cekcok dengan pasangannya, tidak berbuat kalap dan tindakan melewati batas lainnya.

Rasulullah saw merupakan gambaran atau citra laki-laki bertakwa seperti yang dimaksud oleh Imam Al-Hasan Al-Bashri, “(Nikahkanlah anakmu) dengan pemuda yang bertakwa kepada Allah yang kelak jika hatinya sedang senang ia akan menghormati anakmu dan jika sedang marah ia tidak akan menzaliminya,” (Imam Al-Ghazali, 2015 M: II/48). Wallahu a’lam. (Alhafiz Kurniawan).

Kesimpulan

Melihat dari kisah tersebut tentunya memberikan secerca ilmu yang mesti kita persiapkan dengan baik setelah berkomitmen menikah. Ketika terjadi suatu perselisihan kita justru tidak boleh mengedepankan sulutan emosi, terutama dari pihak laki-laki sebagai kepala rumah tangga hendaknya bersikap lembut, dan bijak.

 Dan apabila memang sudah cukup pelik permasalahan dalam ranah rumah tangga ini, hendaknya disiapkan anggota keluarga yang dinilai bijak dan mampu menengahi perselisihan antar suami dan istri agar tidak terjadi hal-hal yang tidak diinginkan. Semoga kita dipertemukan dengan jodoh yang baik, dan mampu membina rumah tangga yang sakinah, mawaddah wa rahmah amiin.

Demikian penjelasan terkait cara Rasulullah dan Aisyah mengatasi masalah rumah tangga. Semoga bermanfaat.

BINCANG SYARIAH

Luar Biasa Inilah, 10 Keutamaan Shalat Tahajud

SEBAGAI seorang Muslim, shalat tahajud adalah utama setelah shalat fardhu. Ada banyak keutamaan shalat tahajud.

Muslim mana yang tidak ingin mendapat predikat muslim sejati di mata Allah? Pastinya semua muslim ingin terlihat beramal salah dan bertakwa di hadapan pencipta-Nya kelak. Hal ini pula mungkin yang selalu dipikirkan oleh kaum muslimin dan muslimat di seluruh dunia.

Sehingga tak jarang mereka selalu melakukan kewajiban serta sunnah secara sempurna. Begitu banyak sunnah yang diajarkan oleh Nabi Muhammad guna menuntun kehidupan kaum muslim di muka dunia.

Salah satunya adalah sholat tahajud yang banyak dilakukan oleh kaum muslim di seluruh dunia. Sholat tahajud sendiri adalah shalat sunnah yang dikerjakan di malam hari setelah seseorang bangun dari tidur. Ibadah ini termasuk sunnah mu’akad, yaitu sunnah yang dikuatkan dengan syara’.

Tak jarang banyak orang yang mengerjakannya di kala terbangun di tengah malam. Anda pun bisa mengerjakannya paling sedikit 2 rakaat dan sebanyak-banyaknya, tak ada batasan.

Waktu paling mustajab untuk melaukan shalat tahajud sendiri adalah 1/3 malam. Dimana para malaikat turun ke bumi dan Allah mengabulkan setiap doa hamba-Nya. Anda tak hanya mendapat imbalan pahala dari Allah, namun juga serentetan manfaat bagi kesehatan tubuh dan jiwa.

Banyak orang mengatakan bahwa sholat tahajud diyakini memberi ketenangan dan kedamaian jiwa. Seseorang yang terbiasa bangun untuk sholat di tengah malam pastinya mampu mengontrol emosi.

Setidaknya, ada beberapa manfaat sholat tahajud yang disampaikan dalam penelitian, yaitu.

Keutamaan Shalat Tahajud: Penghapus dosa dan mencegah berbuat dosa

Seperti yang disampaikan di atas, sholat tahajud adalah ibadah yang selalu dilakukan oleh orang-orang shaleh. Ibadah ini mendekatkan diri seorang manusia kepada pencipta-Nya, Allah SWT. Bisa dibilang sholat tahajud mampu menjadi media penghapus dosa seseorang. Mereka pun pastinya memperkuat iman dan menjauhkan diri dari perbuatan dosa besar maupun kecil. Rasulullah SAW pernah bersabda bahwa sholat malam adalah ibadah yang sering dilakukan oleh orang-orang shaleh. Ibadah ini dapat mendekatkan seseorang kepada Sang Pencipta, jalan menghapuskan dosa serta mencegah muslimin untuk berbuat dosa.

Keutamaan Shalat Tahajud: Tanda takwanya terlihat di muka

Orang yang selalu melaksanakan sholat tahajud akan terlihat bersinar wajahnya. Inilah yang menjadi tanda bahwa seseorang tersebut bertakwa kepada Allah SWT. Tanda-tanda ketakwaan tersebut selalu terlihat oleh orang-orang di sekitar mereka. Hal tersebut bisa jadi pelecut semangat bagi kaum muslimin yang lain untuk selalu melaksanakan shalat tahajud. Shalat tahajud tetap menjaga keimanan seseorang teguh kepada sang Maha Penyayang.

Keutamaan Shalat Tahajud: Melancarkan aliran darah di tubuh

Sholat tahajud biasanya dilakukan pada pukul 03.00 pagi. Setiap muslim umumnya terbangun pada jam tersebut untuk mengerjakan sholat tahajud dan beribadah pada Allah. Ibadah ini nyatanya tak hanya sekedar berbagi keluh kesah, namun memberikan udara segara bagi seluruh organ tubuh.

Ketika itu, udara di atmosfer masih sangat segar dan dihirup oleh paru-paru. Tubuh kita pun menggerak-gerakkan seluruh otot yang membuat badan segar seketika dan seluruh aliran darah terasa lancar. Oksigen segar akan menghilang ketika matahari terbit dan kembali pada pagi berikutnya. Hanya orang-orang yang terbangun untuk melaksanakan sholat tahajudlah yang bisa merasakannya.

Keutamaan Shalat Tahajud: Membesarkan rongga paru-paru

Manfaat gerakan shalat nyatanya memberikan efek positif bagi kesehatan manusia. Gerakan takbiratul ihram yang diikuti dengan bersedekap sebenarnya membuka rongga paru-paru lebih lebar.

Hal tersebut diketahui mampu memperlancar aliran udara menuju paru-paru. Kerap kali kita merasakan paru-paru jauh lebih lapang daripada sebelumnya. Hal ini tidak bisa dipungkiri sebagai salah satu olah napas yang sangat baik selain berolahraga.

Keutamaan Shalat Tahajud: Jaminan masuk surga

Rasulullah pernah mengatakan bahwa siapapun yang melaksanakan shalat tahajud, maka jaminan surga baginya. Hal ini sempat pula diriwayatkan dalam salah satu hadits, sebagaimana Nabi Muhammad SAW bersabda:

“Wahai manusia, sebarkanlah salam, beri makanlah, sambung tali kasih, salat malamlah saat orang pada terlelap, maka masuklah surga dengan selamat, “ (HR. Al-Hakim, Ibnu Majah, At-Tirmizy).

Keutamaan Shalat Tahajud: Pikiran jauh lebih segar

Bangun tidur pastinya Anda memiliki pemikiran yang jauh lebih jernih. Bayangkan saja, dalam 1 hari jantung manusia bekerja 100.000 kali dan bernapas sebanyak 20.000 kali. Setiap organ tersebut memerlukan waktu istirahat yang cukup. Nyatanya tidur adalah istirahat yang sangat baik bagi tubuh.

Dengan begini, seluruh organ tubuh akan beristirahat dari setiap tugas beratnya. Tidur membantu tubuh memulihkan sel yang sempat terganggu, menambah kekuatan dan otak pun kembali bekerja dengan baik. Alasan tersebutlah yang menjadikan shalat tahajud dilaksanakan setelah bangun dari tidur. Pikiran yang jauh lebih fresh dan segar membuat gerakan shalat kita juga khusyu’ memaknai ayat-ayat Al-Qur’an.

Keutamaan Shalat Tahajud: Mendapat keringanan ketika dinasab di akhirat

Keutamaan lainnya dari shalat tahajud adalah keringanan di hari akhir nanti. Setiap orang pastinya mempunyai catatan dosa dan pahala yang akan diterima di akhirat.

Apabila catatan amalnya lebih banyak, niscaya surga tempatnya. Namun bila sebaliknya, sudah barang tentu neraka adalah tempat yang tepat. Bagi kaum muslim yang taat, shalat tahajud bisa menjadi media untuk mendapatkan keringanan ketika dinasab di akhirat.

Allah akan memberikan keutamaan ini kepada mereka yang memohon ampun dan berdoa di sepertiga malam.

Keutamaan Shalat Tahajud: Memperoleh cinta Allah

Nabi Muhammad SAW pernah bersabda, bahwa orang yang selalu melaksanakan shalat tahajud akan memperoleh cinta dari Allah SWT. Sebagaimana Beliau bersabda pada Abu Darda’ r.a. tentang keutamaan shalat tahajud ini.

Mereka yang memilih bangun di tengah malam dan meninggalkan kenyamanan tidur, niscaya akan mendapat cinta dari Allah SWT. Kaum mukmin tersebut memutuskan meninggalkan syahwat mereka dan bersujud di hadapan sajadah.

Segala pengampunan doa diberikan Allah kepada orang-orang tersebut. Tentu saja cinta Allah kepada orang-orang shaleh tak berputus hingga hari akhir dan perhitungan nanti.

Keutamaan Shalat Tahajud: Meningkatkan sistem kekebalan tubuh

Secara bio-teknologi, penemuan baru menyebutkan bahwa shalat tahajud mampu meningkatkan daya tahan tubuh seseorang. Di samping itu, bagi para penderita kanker akan merasakan manfaat lainnya, yaitu menghilangkan rasa nyeri yang kerap melanda.

BACA JUGA: Bacaan Doa Setelah Shalat Tahajud dan Artinya, Bacalah di Sepertiga Malam

Pada bidang ini pula dikatakan bahwa shalat tahajud meningkatkan respon positif yang sangat efektif dalam anastesi pra bedah. Alasan inilah yang menjadikan mengapa shalat tahajud sangat baik dilaksanakan oleh penderita penyakit berat sekalipun. Anda akan merasakan begitu banyak manfaat dalam gerakan shalat malam tersebut.

Keutamaan Shalat Tahajud: Shalat yang paling afdhal setelah 5 waktu

Kewajiban setiap muslim dan muslimin di seluruh dunia adalah mengerjakan shalat 5 waktu. Allah SWT menyukai umat-Nya yang selalu mengingat-Nya baik dalam keadaan senang maupun sedih. Tak ada tempat berbagi ataupun mengadu yang lebih baik selain kepada Allah SWT.

Shalat tahajud menjadi salah satu ibadah yang paling afdol setelah shalat 5 waktu. Shalat tengah malam memberi kesempatan kepada Anda untuk beribadah lebih khusyu’. Waktu tersebut juga sangat tepat untuk berkeluh kesah dan memohon ampunan dari Sang Pencipta. []

SUMBER: MANFAAT.CO

Tahajjud, Shalat Sunnah yang Paling Utama, Jangan Sampai Engkau Tinggalkan

BETAPA pentingnya shalat tahajjud bagi kehidupan seorang Muslim.

Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, ia berkata bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Puasa yang paling utama setelah Ramadhan adalah bulan Allah Muharram. Dan shalat yang paling utama setelah shalat wajib adalah shalat malam.” (HR. Muslim) [HR. Muslim, no. 1163].

Hadits ini menunjukkan keutamaan puasa sunnah pada bulan Allah Muharram, lebih khusus lagi puasa hari Tasua’ (9 Muharram) dan Asyura (10 Muharram). Keutamaan puasa pada bulan Muharram adalah utama setelah puasa wajib. Dan sebaik-baik shalat setelah shalat wajib adalah shalat malam atau tahajjud.

Shalat Tahajjud sendiri dapat dikerjakan di sepertiga malam hari. Salah satu firman Allah yang menjadi rujukan untuk menjalankan Shalat Tahajud yaitu pada surat Al Isra ayat 79 yang berbunyi,

“Dan pada sebahagian malam hari Shalat Tahajud lah kamu sebagai suatu ibadah tambahan bagimu; mudah-mudahan Tuhan-mu mengangkat kamu ke tempat yang terpuji.”

Sebaiknya Shalat Tahajjud dikerjakan di sepertiga malam hari. Namun, tak banyak yang tahu akan batasan dari sepertiga malam waktu Shalat Tahajud yang dituliskan dalam Al-Quran dan Sunnah.

Shalat tahajjud dapat dikerjakan pada waktu sepertiga malam pertama. Rentang waktu ini adalah setelah sholat Isya’ hingga pukul 22.00. Tetapi, Shalat Tahajud tetap harus diawali dengan tidur terlebih dahulu meski sejenak.

Sepertiga malam kedua menjadi salah satu waktu terbaik untuk menjalankan Shalat Tahajjud. Rentang waktu ini pada pukul 22.00 hingga 01.00.

Konon, waktu ini dipercaya memiliki fadhilah dan keistimewaan tersendiri sehingga waktu Shalat Tahajjud ini memang sulit diterapkan. Karena kebanyakan orang sangat susah bangun di salah satu waktu terbaik tersebut.

Sepertiga malam ketiga merupakan waktu yang paling utama bagi dilakukannya Shalat Tahajjud. Jika direntangkan, waktu sepertiga malam terakhir itu antara pukul 01.00 hingga sebelum memasuki waktu subuh.

Dalam hadits riwayat Imam Bukhari dan Imam Muslim Rasulullah Salallahualahi Wasallam bersabda,

“Setiap malam Allah SWT turun ke langit dunia sampai tersisa sepertiga malam yang terakhir. Ia (Allah) pun berkata,” Adakah hamba-Ku yang meminta sehingga pasti Aku berikan apa yang dia minta? Adakah hamba-Ku yang berdoa hingga pasti Aku kabulkan doanya? Adakah hamba-Ku yang ber-istighfar sehingga Aku ampuni dosanya?” []

SUMBER: RUMAYSHO

Hukum Jadi Mualaf demi Menikah

APA hukum jadi mualaf demi menikah?

Banyak kejadian seseorang berpindah agama demi menikah. Hal tersebut menjadi polemik yang diperbincangkan oleh masyarakat akhir-akhir ini serta diperselisihkan bagaimana hukum seseorang yang berpindah agama demi hal itu.

Dalam Alquran, Allah SWT berfirman, “Tidak ada paksaan untuk (memasuki) agama (Islam); sesungguhnya telah jelas jalan yang benar daripada jalan yang sesat. Karena itu barangsiapa yang ingkar kepada Thaghut dan beriman kepada Allah, maka sesungguhnya ia telah berpegang kepada buhul tali yang amat kuat yang tidak akan putus. Dan Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.” (QS al-Baqarah: 256)

Menurut penulis tafsir al-Misbah itu, beragama itu soal ketulusan. Agama apapun yang dianut. Setiap penganut seharusnya tulus memilih agama dengan penuh kesadaran tentang kebaikan agama itu.

 

Sebaiknya seseorang tidak pindah agama karena faktor di luar agama itu sendiri. Sebab situasi sebelum menikah berbeda dengan situasi setelah menikah, kecuali jika ia menjadi mualaf karena memang secara tulus tertarik masuk agama Islam,  karena percaya bukan faktor yang lain.

Pertanyaan Penting Sebelum Nikah,Hukum Jadi Mualaf demi Menikah
Foto: Freepik

Terlebih keyakinan yang sama merupakan faktor esensial dalam melakukan pernikahan, sebab dengan kesamaan semakin memperbanyak potensi kerukunan dalam rumah tangga.

Mungkin ada di antara kita yang mau mengobarkan agamanya karna cinta. Tapi cinta yang tidak terpupuk dengan benar akan layu. Cinta sebelum pernikahan berbeda dengan cinta sesudah pernikahan.

Sedangkan pernikahan adalah untuk jangka panjang, kalau bisa, hingga ajal menjemput. Jadi hendaknya pikirkan lagi, jangan sampai menggunakan pernikahan sebagai alasan untuk berpindah agama. Karena keberagamaan dan kepercayaan kepada tuhan butuh dari sekedar cinta atau keadaan, yang bisa jadi terus berubah.

Tidak diperbolehkan bagi seorang wanita muslimah menikah dengan seorang lelaki yang kafir sebelum masuk islam.

Akan tetapi jika si lelaki kafir itu masuk islam maka dibolehkan bagi wanita muslimah menikah dengannya setelah mendapatkan izin dari walinya. Namun demikian hendaklah si wanita muslimah betul-betul memastikan kesungguhan dan kejujuran lelaki tersebut untuk masuk islam.

https://youtube.com/watch?v=ifB6EwhYJHE%3Ffeature%3Doembed

Hal itu dikarenakan tidak jarang cara-cara seperti ini digunakan oleh orang-orang kafir untuk meracuni keturuanan-keturunan kaum muslimin dengan aqidah-aqidah sesat mereka dan pada akhirnya (tidak jarang) rumah tangga mereka pecah ditengah jalan dikarenakan si lelaki kembali kepada kekufuran sementara si wanita tetap dalam keislamannya.

Begitu juga dengan seorang lelaki muslim yang hendak menikah dengan seorang wanita yang menyatakan keislamannya karena ingin menikah dengannya maka diharuskan baginya untuk memastikan kejujuran dan kesungguhan wanita tersebut.

Kewajiban lainnya setelah terjadinya pernikahan diantara mereka adalah memberikan bimbingan keislaman kepadanya, mengenalkan kepadanya tentang kebersihan dan kebenaran aqidah islam, ibadah dan akhlak islam secara bertahap untuk memantapkan keislamannya dan menumbuhkan kecintaannya kepada islam.

Di dalam Fatwa al Lajnah ad Daimah No. 4214, disebutkan bahwa hubungan diantara manusia ada beberapa macam.

Menikah Saat Pandemi, Ummu Sulaim, Hukum Jadi Mualaf demi Menikah
Foto: Pixabay

Apabila hubungan berupa kasih sayang, kecintaan dan persaudaraan antara seorang muslim dengan kafir maka hal itu diharamkan bahkan bisa menyebabkan kekufuran, Firman Allah SWT, “Kamu tak akan mendapati kaum yang beriman pada Allah dan hari akhirat, saling berkasih-sayang dengan orang-orang yang menentang Allah dan Rasul-Nya, Sekalipun orang-orang itu bapak-bapak, atau anak-anak atau saudara-saudara ataupun keluarga mereka. meraka Itulah orang-orang yang telah menanamkan keimanan dalam hati mereka dan menguatkan mereka dengan pertolongan yang datang daripada-Nya. dan dimasukan-Nya mereka ke dalam surga yang mengalir di bawahnya sungai-sungai, mereka kekal di dalamnya. Allah ridha terhadap mereka, dan merekapun merasa puas terhadap (limpahan rahmat)-Nya. mereka Itulah golongan Allah. ketahuilah, bahwa Sesungguhnya hizbullah itu adalah golongan yang beruntung.” (QS. AL Mujadalah : 22). []

ISLAMPOS

Status Orang yang Meninggalkan Puasa Ramadhan 

Puasa Ramadhan adalah ibadah yang agung dan salah satu rukun Islam. Maka meninggalkan puasa tanpa udzur merupakan dosa besar dan berat konsekuensinya. Bahkan para ulama berbeda pendapat mengenai orang yang meninggalkan puasa dengan sengaja tanpa udzur syar’i, apakah ia masih Muslim ataukah keluar dari Islam?

Pendapat Sebagian Ulama

Sebagian ulama berpendapat bahwa orang yang meninggalkan puasa Ramadhan dengan sengaja tanpa udzur maka ia kafir keluar dari Islam. Disebutkan dalam kitab Shifatu Shalatin Nabi (hal. 18) karya Ath Tharifiy :

ذهب بعض العلماء – وهو مروي عن الحسن, و قال به نافع و الحاكم و ابن حبيب من المالكية, و قال به إسحاق بن راهويه, وهو رواية عن الإمام أحمد – إلى أن من ترك شيئا من أركان الإسلام, و إن كان زكاة أو صياما أو حجا, متعمدا كسلا أو تهاونا أو جحودا, فإنه كافر. والجمهور على عدم الكفر

“Sebagian ulama berpendapat, pendapat ini diriwayatkan dari Al Hasan (Al Bashri), juga merupakan pendapat Nafi’, Al Hakim, Ibnu Habib dari Malikiyyah, Ishaq bin Rahuwaih, dan salah satu pendapat Imam Ahmad, bahwa orang yang meninggalkan satu saja dari rukun Islam, baik itu zakat, puasa atau haji, dengan sengaja atau karena malas atau meremehkan atau karena mengingkari kewajibannya, maka ia kafir. Sedangkan jumhur ulama berpendapat tidak sampai kafir”.

Dalil ulama yang mengkafirkan, diantaranya hadits-hadits tentang rukun Islam. Bahwa Islam dibangun di atas 5 perkara, yaitu: syahadat, shalat, zakat, puasa, dan haji, maka konsekuensinya jika salah satu ditinggalkan, hancurlah Islam seseorang.

Mereka juga berdalil dengan riwayat dari Umar bin Khathab radhiallahu’anhu bahwa beliau berkata:

مَن أطاقَ الحجَّ، فلم يحُجَّ فسواءٌ عليه مات يهوديًّا أو نصرانيًّا

“Barangsiapa yang mampu berhaji namun tidak berangkat haji, maka sama saja ia mati apakah sebagai orang Yahudi atau sebagai orang Nashrani” (HR. Ibnu Katsir dalam Tafsir-nya, 1/387, dishahihkan Hafizh Al Hakami dalam Ma’arijul Qabul, 639/2).

Sedangkan haji adalah salah satu rukun Islam. Perkataan semisal ini juga diriwayatkan dari Ali bin Abi Thalib dan Abu Hurairah.

Pendapat yang Rajih

Pendapat yang rajih adalah pendapat jumhur ulama, yang tidak mengkafirkan orang yang meninggalkan puasa. Diantara dalilnya, hadits dari Auf bin Malik dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam ia bersabda,

خيار أئمتكم الذين تحبونهم ويحبونكم ويصلون عليكم وتصلون عليهم وشرار أئمتكم الذين تبغضونهم ويبغضونكم وتلعنونهم ويلعنونكم قيل يا رسول الله أفلا ننابذهم بالسيف فقال لا ما الصلاة وإذا رأيتم من ولاتكم شيئا تكرهونه فاكرهوا عمله ولا تنزعوا يدا من طاعة

“Sebaik-baik pemimpin kalian adalah pemimpin yang kalian cintai, dan mereka pun mencintai kalian. Kalian mendo’akan mereka, mereka pun mendoakan kalian. Seburuk-buruk pemimpin kalian adalah yang kalian benci, mereka pun benci kepada kalian. Kalian pun melaknat mereka, mereka pun melaknat kalian”. Para sahabat bertanya, “Ya Rasulullah apakah kita perangi saja mereka dengan senjata?”. Nabi menjawab, “Jangan, selama mereka masih shalat. Bila kalian melihat sesuatu yang kalian benci dari pemimpin kalian, maka cukup bencilah perbuatannya, namun jangan kalian melepaskan tangan kalian dari ketaatan kepadanya” (HR. Muslim no. 2155).

Dalam hadits ini yang menjadi patokan kufur-tidaknya seorang pemimpin adalah meninggalkan shalat, bukan puasa, zakat atau haji. Dan ini adalah ijma‘ para sahabat Nabi, Abdullah bin Syaqiq Al ‘Uqaili rahimahullah mengatakan:

لم يكن أصحاب النبي صلى الله عليه وسلم يرون شيئا من الأعمال تركه كفر غير الصلاة

“Dahulu para sahabat Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam tidak memandang ada amalan yang bisa menyebabkan kekufuran jika meninggalkannya, kecuali shalat” (HR. At Tirmidzi no. 2622, dishahihkan Al Albani dalam Shahih At Tirmidzi).

Berdasarkan riwayat ini, para sahabat Nabi tidak menganggap kufurnya orang yang meninggalkan puasa, zakat atau haji.

Maka orang yang meninggalkan puasa dengan sengaja tanpa udzur, dia tidak sampai kafir namun telah melakukan dosa besar. Terlebih lagi terdapat ancaman mengerikan bagi orang yang meninggalkan puasa. Sebagaimana hadits dari Abu Umamah al-Bahili radhiallahu’anhu, bahwa Rasulullah Shallallahu‘alaihi wa sallam bersabda, 

بَيْنَا أَنَا نَائِمٌ إِذْ أَتَانِى رَجُلاَنِ فَأَخَذَا بِضَبْعَىَّ فَأَتَيَا بِى جَبَلاً وَعْرًا فَقَالاَ لِىَ : اصْعَدْ فَقُلْتُ : إِنِّى لاَ أُطِيقُهُ فَقَالاَ : إِنَّا سَنُسَهِّلُهُ لَكَ فَصَعِدْتُ حَتَّى إِذَا كُنْتُ فِى سَوَاءِ الْجَبَلِ إِذَا أَنَا بَأَصْوَاتٍ شَدِيدَةٍ فَقُلْتُ : مَا هَذِهِ الأَصْوَاتُ قَالُوا : هَذَا عُوَاءُ أَهْلِ النَّارِ ، ثُمَّ انْطُلِقَ بِى فَإِذَا أَنَا بِقَوْمٍ مُعَلَّقِينَ بِعَرَاقِيبِهِمْ مُشَقَّقَةٌ أَشْدَاقُهُمْ تَسِيلُ أَشْدَاقُهُمْ دَمًا قَالَ قُلْتُ : مَنْ هَؤُلاَءِ قَالَ : هَؤُلاَءِ الَّذِينَ يُفْطِرُونَ قَبْلَ تَحِلَّةِ صَوْمِهِمْ

“Ketika aku sedang tidur, tiba-tiba ada dua laki-laki yang mendatangiku. Keduanya memegangi kedua lenganku, kemudian membawaku ke sebuah gunung terjal. Keduanya berkata kepadaku: “naiklah!”. Aku menjawab: “Aku tidak mampu”. Keduanya berkata, “Kami akan memudahkannya untukmu”. Maka aku naik. Ketika aku berada di tengah gunung itu, tiba-tiba aku mendengar suara-suara yang keras, sehingga aku bertanya: “suara apa itu?”. Mereka menjawab, “Itu teriakan penduduk neraka”. Kemudian aku dibawa ke tempat lain, tiba-tiba aku melihat sekelompok orang digantung terbalik dengan urat-urat kaki mereka sebagai ikatan. Ujung-ujung mulut mereka sobek dan mengalirkan darah. Aku bertanya, “Mereka itu siapa?” Keduanya menjawab, “Mereka adalah orang-orang yang berbuka puasa sebelum waktunya” (HR. Ibnu Hibban no.7491, dishahihkan Syu’aib Al Arnauth dalam Takhrij Shahih Ibnu Hibban).

Adanya hadits ini dan juga adanya sebagian ulama yang menganggap kafirnya orang yang meninggalkan puasa, ini membuat kita semakin takut dan waspada jangan sampai meninggalkan puasa tanpa udzur. Dan juga kita mesti peringatkan keluarga dan orang-orang terdekat kita jangan sampai meninggalkan puasa tanpa udzur.

Meninggalkan Puasa Bisa Murtad Jika Istihlal

Orang-orang yang meninggalkan puasa dengan sengaja jika mereka menganggap halal (istihlal) hal tersebut atau mengingkari wajibnya puasa Ramadhan, maka ia murtad keluar dari Islam. Para ulama menyebut hal ini sebagai kufur juhud, yaitu orang yang meyakini kebenaran ajaran Rasulullah namun lisannya mendustakan bahkan memerangi dengan anggota badannya, menentang karena kesombongan. Ini seperti kufurnya iblis terhadap Allah ketika diperintahkan sujud kepada Adam ‘alaihissalam, padahal iblis mengakui Allah sebagai Rabb,

وَإِذْ قُلْنَا لِلْمَلاَئِكَةِ اسْجُدُوا لِآدَمَ فَسَجَدُوا إِلاَّ إِبْلِيسَ أَبَى وَاسْتَكْبَرَ وَكَانَ مِنَ الْكَافِرِينَ

“Dan (ingatlah) ketika Kami berfirman kepada para malaikat: ‘Sujudlah kamu kepada Adam’, maka sujudlah mereka kecuali iblis. Ia termasuk golongan orang-orang yang kafir” (QS. Al Baqarah: 34)

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah menjelaskan: “Seorang hamba jika ia melakukan dosa dengan keyakinan bahwa sebenarnya Allah mengharamkan perbuatan dosa tersebut, dan ia juga berkeyakinan bahwa wajib taat kepada Allah atas segala larangan dan perintah-Nya, maka ia tidak kafir”. Lalu beliau melanjutkan, “..barangsiapa yang melakukan perbuatan haram dengan keyakinan bahwa itu halal baginya maka ia kafir dengan kesepatakan para ulama” (Ash Sharimul Maslul, 1/521).

Al Lajnah Ad Daimah menjelaskan:

من ترك الصوم جحداً لوجوبه فهو كافر إجماعاً ، ومن تركه كسلاً وتهاوناً : فلا يكفر ، لكنه على خطر كبير بتركه ركناً من أركان الإسلام ، مجمعاً على وجوبه ، ويستحق العقوبة والتأديب من ولي الأمر ، بما يردعه وأمثاله ، بل ذهب بعض أهل العلم إلى تكفيره .

وعليه قضاء ما تركه ، مع التوبة إلى الله سبحانه

“Siapa yang meninggalkan puasa karena juhud (menentang) wajibnya puasa maka ia kafir berdasarkan sepakat ulama. Namun yang meninggalkan puasa karena malas dan meremehkan, maka ia tidak kafir. Namun ia berada pada bahaya yang besar karena meninggalkan salah satu rukun Islam yang disepakati wajibnya. Dia wajib dihukum dan dibina oleh pemerintah, agar ia dan orang yang semisal dia jera. Namun sebagian ulama ada yang berpendapat ia kafir dan wajib meng-qadha puasa yang ditinggalkan setelah ia bertaubat kepada Allah Subhaanahu” (Fatawa Al Lajnah Ad Daimah, 10/143).

Jika Bertaubat, Apakah Wajib Meng-qadha Puasa yang Ditinggalkan?

Terdapat hadits:

من أفطر يوما من رمضان من غير رخصة لم يقضه وإن صام الدهر كله

“Orang yang sengaja tidak berpuasa pada suatu hari  di bulan Ramadhan, padahal ia bukan orang yang diberi keringanan, ia tidak akan dapat mengganti puasanya meski berpuasa terus menerus”.

Hadits ini diriwayatkan oleh Imam Al Bukhari di Al’Ilal Al Kabir (116), oleh Abu Daud di Sunan-nya (2396), oleh Tirmidzi di Sunan-nya (723), Imam Ahmad di Al Mughni (4/367), Ad Daruquthni di Sunan-nya (2/441, 2/413), dan Al Baihaqi di Sunan-nya (4/228).

Hadits ini didhaifkan oleh Al Bukhari, Imam Ahmad, Ibnu Hazm di Al Muhalla (6/183), Al Baihaqi, Ibnu Abdil Barr dalam At Tamhid (7/173), juga oleh Al Albani di Dhaif At Tirmidzi (723), Dhaif Abi Daud (2396), Dhaif Al Jami’ (5462) dan Silsilah Adh Dha’ifah (4557). 

Namun, memang sebagian ulama ada yang menshahihkan hadits ini seperti Abu Hatim Ar Razi di Al Ilal (2/17), juga ada yang menghasankan seperti Ibnu Hajar Al Asqalani di Hidayatur Ruwah (2/329) dan Al Haitsami di Majma’ Az Zawaid (3/171). Oleh karena itu, ulama berbeda pendapat mengenai ada-tidaknya qadha bagi orang yang sengaja tidak berpuasa.

Jumhur ulama berpendapat orang yang meninggalkan puasa dengan sengaja wajib meng-qadha setelah bertaubat. Bahkan Ibnu ‘Abdil Barr mengklaim ijma atas hal ini, beliau mengatakan:

وأجمعت الأمة ، ونقلت الكافة ، فيمن لم يصم رمضان عامداً وهو مؤمن بفرضه، وإنما تركه أشراً وبطراً، تعمَّد ذلك ثم تاب عنه : أن عليه قضاءه

“Ulama sepakat dan dinukil dari banyak ulama bahwa orang yang tidak puasa Ramadhan dengan sengaja dengan masih meyakini kewajibannya, namun ia tidak puasa karena bermaksiat dan sombong, dan sengaja melakukannya, maka ia wajib diminta bertaubat dan wajib meng-qadha puasanya” (Al Istidzkar, 1/77).

Dan ini juga pendapat yang dikuatkan Al Lajnah Ad Daimah dan Syaikh Abdul Aziz bin Baz rahimahullah. Namun klaim ijma ini kurang tepat, karena dinukil adanya pendapat lain dari sebagian ulama Syafi’iyyah dan juga zhahiriyyah, juga Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah yang menyatakan bahwa tidak diwajibkan qadha atas mereka. Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah rahimahullah berkata:

ولا يقضي متعمد بلا عذر : صوماً ولا صلاة ، ولا تصح منه

“Orang yang sengaja meninggalkan ibadah tanpa udzur maka tidak ada qadha baginya, baik itu puasa maupun shalat, dan (andai qadha dilakukan) ia tidak sah” (Al Ikhtiyarat Al Fiqhiyyah, 460).

Ini juga pendapat yang dikuatkan oleh Syaikh Muhammad bin Shalih Al Utsaimin rahimahullah. Beliau mengatakan:

فالراجح أنه لا يلزمه القضاء ؛ لأنه لا يستفيد به شيئاً ؛ إذ إنه لن يقبل منه ، فإن القاعدة أن كل عبادة مؤقتة بوقت معين ، فإنها إذا أخرت عن ذلك الوقت المعين بلا عذر ، لم تقبل من صاحبها

“Yang rajih, ia tidak wajib meng-qadha. Karena andaikan meng-qadha pun tidak bermanfaat karena tidak diterima. Karena kaidahnya adalah: setiap ibadah yang waktunya tertentu, jika diakhirkan sehingga keluar dari waktu tersebut tanpa udzur maka tidak akan diterima ibadahnya” (Majmu’ Al Fatawa Syaikh Ibnu Al Utsaimin, 19/89).

Wallahu a’lam, nampaknya pendapat yang pertama adalah pendapat yang lebih hati-hati, yaitu wajibnya meng-qadha bagi yang meninggalkan puasa dengan sengaja. Dan ini adalah pendapat jumhur ulama. Dan sesuai dengan kaidah fiqhiyyah:

عبادة ثبتت في ذمة العبد ، فلا تسقط عنه إلا بفعلها

“Ibadah yang sudah jatuh menjadi beban seseorang, tidak bisa gugur sampai ia mengerjakannya”.

Semoga Allah memberi taufik.

Penulis: Yulian Purnama

© 2023 muslim.or.id
Sumber: https://muslim.or.id/55959-status-orang-yang-meninggalkan-puasa-ramadhan.html

Anjuran Puasa Sya’ban

Bulan Sya’ban memiliki beberapa keutamaan di antaranya bulan tersebut adalah persiapan menjelang puasa Ramadhan. Di antara amalan yang utama di bulan ini adalah melakukan puasa sunnah Sya’ban. Yang dianjurkan adalah memperbanyak puasa pada bulan tersebut dan harinya pun bebas memilih sesuai kemampuan.

Keutamaan Bulan Sya’ban

Dari Usamah bin Zaid, beliau berkata, “Katakanlah wahai Rasulullah, aku tidak pernah melihatmu berpuasa selama sebulan dari bulan-bulannya selain di bulan Sya’ban”. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

ذَلِكَ شَهْرٌ يَغْفُلُ النَّاسُ عَنْهُ بَيْنَ رَجَبٍ وَرَمَضَانَ وَهُوَ شَهْرٌ تُرْفَعُ فِيهِ الْأَعْمَالُ إِلَى رَبِّ الْعَالَمِينَ فَأُحِبُّ أَنْ يُرْفَعَ عَمَلِي وَأَنَا صَائِمٌ

Bulan Sya’ban adalah bulan di mana manusia mulai lalai yaitu di antara bulan Rajab dan Ramadhan. Bulan tersebut adalah bulan dinaikkannya berbagai amalan kepada Allah, Rabb semesta alam. Oleh karena itu, aku amatlah suka untuk berpuasa ketika amalanku dinaikkan.” (HR. An Nasa’i. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini hasan).

Ibnu Rajab rahimahullah mengatakan, “Dalam hadits di atas terdapat dalil mengenai dianjurkannya melakukan amalan ketaatan di saat manusia lalai. Inilah amalan yang dicintai di sisi Allah.” (Lathoif Al Ma’arif, 235)

Banyak Berpuasa di Bulan Sya’ban

Terdapat suatu amalan yang dapat dilakukan di bulan ini yaitu amalan puasa. Bahkan Nabishallallahu ‘alaihi wa sallam sendiri banyak berpuasa ketika bulan Sya’ban dibanding bulan-bulan lainnya selain puasa wajib di bulan Ramadhan.

Dari ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha, beliau mengatakan,

كَانَ رَسُولُ اللَّهِ – صلى الله عليه وسلم – يَصُومُ حَتَّى نَقُولَ لاَ يُفْطِرُ ، وَيُفْطِرُ حَتَّى نَقُولَ لاَ يَصُومُ . فَمَا رَأَيْتُ رَسُولَ اللَّهِ – صلى الله عليه وسلم – اسْتَكْمَلَ صِيَامَ شَهْرٍ إِلاَّ رَمَضَانَ ، وَمَا رَأَيْتُهُ أَكْثَرَ صِيَامًا مِنْهُ فِى شَعْبَانَ

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam biasa berpuasa, sampai kami katakan bahwa beliau tidak berbuka. Beliau pun berbuka sampai kami katakan bahwa beliau tidak berpuasa. Aku tidak pernah sama sekali melihat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam berpuasa secara sempurna sebulan penuh selain pada bulan Ramadhan. Aku pun tidak pernah melihat beliau berpuasa yang lebih banyak daripada berpuasa di bulan Sya’ban.” (HR. Bukhari no. 1969 dan Muslim no. 1156)

‘Aisyah radhiyallahu ‘anha juga mengatakan,

لَمْ يَكُنِ النَّبِىُّ – صلى الله عليه وسلم – يَصُومُ شَهْرًا أَكْثَرَ مِنْ شَعْبَانَ ، فَإِنَّهُ كَانَ يَصُومُ شَعْبَانَ كُلَّهُ

Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak biasa berpuasa pada satu bulan yang lebih banyak dari bulan Sya’ban. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam biasa berpuasa pada bulan Sya’ban seluruhnya.” (HR. Bukhari no. 1970 dan Muslim no. 1156)

Dalam lafazh Muslim, ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha mengatakan,

كَانَ يَصُومُ شَعْبَانَ كُلَّهُ كَانَ يَصُومُ شَعْبَانَ إِلاَّ قَلِيلاً.

Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam (dahulu) berpuasa pada bulan Sya’ban seluruhnya. Beliau (dahulu juga) berpuasa pada bulan Sya’ban hanya sedikit hari saja.” (HR. Muslim no. 1156)

Dari Ummu Salamah, beliau mengatakan,

أَنَّهُ لَمْ يَكُنْ يَصُومُ مِنَ السَّنَةِ شَهْرًا تَامًّا إِلاَّ شَعْبَانَ يَصِلُهُ بِرَمَضَانَ.

Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam setahun tidak berpuasa sebulan penuh selain pada bulan Sya’ban, lalu dilanjutkan dengan berpuasa di bulan Ramadhan.” (HR. Abu Daud dan An Nasa’i. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini shahih)

Lalu apa yang dimaksud dengan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam biasa berpuasa pada bulan Sya’ban seluruhnya (Kaana yashumu sya’ban kullahu)?

Asy Syaukani mengatakan,  “Riwayat-riwayat ini bisa dikompromikan dengan kita katakan bahwa yang dimaksud dengan kata “kullu” (seluruhnya) di situ adalah kebanyakannya (mayoritasnya). Alasannya, sebagaimana dinukil oleh At Tirmidzi dari Ibnul Mubarrok. Beliau mengatakan bahwa boleh dalam bahasa Arab disebut berpuasa pada kebanyakan hari dalam satu bulan dengan dikatakan berpuasa pada seluruh bulan.” (Nailul Author, 7/148). Jadi, yang dimaksud Nabishallallahu ‘alaihi wa sallam berpuasa di seluruh hari bulan Sya’ban adalah berpuasa di mayoritas harinya.

Lalu Kenapa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak puasa penuh di bulan Sya’ban?

An Nawawi rahimahullah menuturkan bahwa para ulama mengatakan, “Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak menyempurnakan berpuasa sebulan penuh selain di bulan Ramadhan agar tidak disangka puasa selain Ramadhan adalah wajib. ”(Syarh Muslim, 4/161)

Di antara rahasia kenapa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam banyak berpuasa di bulan Sya’ban adalah karena puasa Sya’ban adalah ibarat ibadah rawatib (ibadah sunnah yang mengiringi ibadah wajib). Sebagaimana shalat rawatib adalah shalat yang memiliki keutamaan karena dia mengiringi shalat wajib, sebelum atau sesudahnya, demikianlah puasa Sya’ban. Karena puasa di bulan Sya’ban sangat dekat dengan puasa Ramadhan, maka puasa tersebut memiliki keutamaan. Dan puasa ini bisa menyempurnakan puasa wajib di bulan Ramadhan. (Lihat Lathoif Al Ma’arif, Ibnu Rajab, 233)

Hikmah di Balik Puasa Sya’ban

1. Bulan Sya’ban adalah bulan tempat manusia lalai. Karena mereka sudah terhanyut dengan istimewanya bulan Rajab (yang termasuk bulan Harom) dan juga menanti bulan sesudahnya yaitu bulan Ramadhan. Tatkalah manusia lalai, inilah keutamaan melakukan amalan puasa ketika itu. Sebagaimana seseorang yang berdzikir di tempat orang-orang yang begitu lalai dari mengingat Allah -seperti ketika di pasar-, maka dzikir ketika itu adalah amalan yang sangat istimewa. Abu Sholeh mengatakan, “Sesungguhnya Allah tertawa melihat orang yang masih sempat berdzikir di pasar. Kenapa demikian? Karena pasar adalah tempatnya orang-orang lalai dari mengingat Allah.

2. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam biasa berpuasa setiap bulannya sebanyak tiga hari. Terkadang beliau menunda puasa tersebut hingga beliau mengumpulkannya pada bulan Sya’ban.  Jadi beliaushallallahu ‘alaihi wa sallam apabila memasuki bulan Sya’ban sedangkan di bulan-bulan sebelumnya beliau tidak melakukan beberapa puasa sunnah, maka beliau mengqodho’nya ketika itu. Sehingga puasa sunnah beliau menjadi sempurna sebelum memasuki bulan Ramadhan berikutnya.

3.  Puasa di bulan Sya’ban adalah sebagai latihan atau pemanasan sebelum memasuki bulan Ramadhan. Jika seseorang sudah terbiasa berpuasa sebelum puasa Ramadhan, tentu dia akan lebih kuat dan lebih bersemangat untuk melakukan puasa wajib di bulan Ramadhan. (Lihat Lathoif Al Ma’arif,  hal. 234-243)
Semoga Allah subhanahu wa ta’ala memudahkan kita mengikuti suri tauladan kita untuk memperbanyak puasa di bulan Sya’ban. Semoga dengan melakukan hal ini kita termasuk orang yang mendapat keutamaan yang disebutkan dalam hadits qudsi berikut.

وَمَا يَزَالُ عَبْدِى يَتَقَرَّبُ إِلَىَّ بِالنَّوَافِلِ حَتَّى أُحِبَّهُ ، فَإِذَا أَحْبَبْتُهُ كُنْتُ سَمْعَهُ الَّذِى يَسْمَعُ بِهِ ، وَبَصَرَهُ الَّذِى يُبْصِرُ بِهِ ، وَيَدَهُ الَّتِى يَبْطُشُ بِهَا وَرِجْلَهُ الَّتِى يَمْشِى بِهَا ، وَإِنْ سَأَلَنِى لأُعْطِيَنَّهُ ، وَلَئِنِ اسْتَعَاذَنِى لأُعِيذَنَّهُ

Dan senantiasa hamba-Ku mendekatkan diri kepadaKu dengan amalan-amalan sunnah sehingga Aku mencintainya. Jika Aku telah mencintainya, maka Aku akan memberi petunjuk pada pendengaran yang ia gunakan untuk mendengar, memberi petunjuk pada penglihatannya yang ia gunakan untuk melihat, memberi petunjuk pada tangannya yang ia gunakan untuk memegang, memberi petunjuk pada kakinya yang ia gunakan untuk berjalan. Jika ia memohon sesuatu kepada-Ku, pasti Aku mengabulkannya dan jika ia memohon perlindungan, pasti Aku akan melindunginya.” (HR. Bukhari no. 2506). Orang yang senantiasa melakukan amalan sunnah (mustahab) akan mendapatkan kecintaan Allah, lalu Allah akan memberi petunjuk pada pendengaran, penglihatan, tangan dan kakinya. Allah juga akan memberikan orang seperti ini keutamaan dengan mustajabnya (terkabulnya) do’a. (Faedah dari Fathul Qowil Matin, Syaikh Abdul Muhsin bin Hamd Al Abad)

Bagi yang ingin menjalankan puasa Sya’ban tidak perlu mengkhususkan hari tertentu. Puasanya bebas kapan pun, sesuai hari yang kita mampu. Mengenai puasa setelah pertengahan Sya’ban telah dibahas di “Hukum Puasa Setelah Pertengahan Sya’ban”.

Hanya Allah yang memberi taufik pada kebaikan.

Penulis: Muhammad Abduh Tuasikal

© 2023 muslim.or.id
Sumber: https://muslim.or.id/15917-anjuran-puasa-syaban.html

Peristiwa Penting di Malam Nisfu Sya’ban

Berikut ini peristiwa penting di malam nisfu Sya’ban.  Sebagaimana yang telah jamak diketahui bahwa Sya’ban merupakan bulan yang mulia, meskipun bulan ini tidak termasuk dari Asyhur al-Hurum, yaitu Muharram, Rajab, Dzulqa’dah dan Dzulhijjah. 

Menurut KH. Mahfudz Al-Tarmasi dalam dalam Hasyiyah Al Tarmasi dengan tegas menyatakan kemuliaan bulan Sya’ban, beliau mengatakan;

قوله : (ثم بعد الحرم شعبان) أي فهو من الأشهر الفاضلة وإن لم يكن من الأشهر الحرم

Kemudian bulan utama setelah asyhurul hurum (Rajab, Dzulqa’dah, Dzulhijjah, Muharram) adalah bulan Sya’ban, bulan ini merupakan bulan yang utama Meskipun tidak termasuk pada kategori bulan yang dimuliakan atau asyhur al-hurum.” (Hasyiyah Al-Tarmasi, Juz 5 halaman 808).

Peristiwa Penting di Malam Nisfu Sya’ban

Keutamaannya ini tentunya tidak ujug-ujug, sebab memang tercatat bahwa pada bulan ini terjadi beberapa peristiwa penting. Sehingga mengangkat kemuliaannya bulan Sya’ban, di antaranya adalah Perpindahan kiblat dari Baitul Maqdis menjadi Ka’bah, Perintah Shalawat, ditentukannya umur, dan lain-lain. Lalu peristiwa penting apa yang terjadi di Malam Nisfu Sya’ban? 

Pertama, malam nisfu Sya’ban adalah malam hari raya bagi malaikat. Syekh Abdul Qadir Al Jailani menjelaskan;

وقيل: إن للملائكة ليلتي عيد في السماء، كما أن للمسلمين يومي عيد في الأرض، فعيد الملائكة ليلة البراءة وليلة القدر، وعيد المؤمنين يوم الفطر ويوم الأضحى، وعيد الملائكة بالليل لأنهم لا ينامون، وعيد المؤمنين بالنهار لأنهم ينامون.

“Malaikat itu memiliki dua hari raya di langit sebagaimana manusia yang beragama muslim, Ia memiliki dua hari raya di bumi. Hari rayanya malaikat adalah Lailatul Al-Baroah (nama lain dari malam nisfu sya’ban) malam Nisfu Sya’ban dan malam Lailatul Qadar, sedangkan hari rayanya kaum muslim itu adalah hari Idul Fitri dan hari Idul Adha. Uniknya, 

Hari raya Malaikat dilaksanakan pada malam hari, karena mereka tidak tidur. Sedang hari rayanya manusia dilaksanakan pada siang hari, karena mereka butuh istirahat.” (Syekh Abdul Qadir Al-Jailani, Al-Ghunyah, h Juz 1 halaman 348). 

Kedua, peristiwa malam nisfu Sya’ban pelaporan atas  rekapitulasi amal. Menurut Imam Ahlus Sunnah Abad 20, Prof. Dr. Sayyid Muhammad Alawy Al-Maliky menjelaskan bahwa amal catatan manusia ini disetorkan kepada Allah Swt secara berkala. Ada yang sifatnya rinci, yaitu pada hari Senin Kamis.

Dan ada pula yang sifatnya global, yaitu pada malam Nisfu Sya’ban. Oleh karenanya, Rasulullah SAW berpuasa banyak di bulan Sya’ban, karena beliau suka jika ketika laporan amalnya disetorkan itu beliau dalam keadaan berpuasa. (Madza Fi Sya’banH. 11 & 15) 

Maka tak heran, jika Al-Subki menyatakan;

 وقد ذكر التقي السبكي في تفسيره أن إحياء ليلة النصف من شعبان يكفر ذنوب السنة ، وليلة الجمعة تكفر ذنوب الأسبوع، وليلة القدر تكفر ذنوب العمر اهـ .

“Menghidupkan malam Nisfu Sya’ban dapat menghapus dosa setahun, dan menghidupkan malam Jum’at dapat menghapus dosa seminggu, sedangkan menghidupkan malam Lailatul Qadar dapat menghapus dosa seumur hidup.” (Syekh Murtadha Az-Zabidi, Ithaf As-Sadah Al-Muttaqin, Juz. 7, H. 708)

Ketiga, malam nisfu Sya’ban maka ibadah akan dilipatkan hingga 1000 kali lipat.  Anjuran untuk beribadah di malam Nisfu Sya’ban, sebab ini memang penting sekali. Untuk menegaskan ini, banyak riwayat yang menjelaskan bahwa Allah swt pada malam ini menurunkan rahmat-Nya bagi manusia. Antara lain;

 حَدَّثَنَا الْحَسَنُ بْنُ عَلِيٍّ الْخَلَّالُ، حَدَّثَنَا عَبْدُ الرَّزَّاقِ، أَخبَرنَا ابْنُ أَبِي سَبْرَةَ، عَنْ إِبْرَاهِيمَ بْنِ مُحَمَّدٍ، عَنْ مُعَاوِيَةَ بْنِ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ جَعْفَرٍ، عَنْ أَبِيهِ عَنْ عَلِيِّ بْنِ أَبِي طَالِبٍ، قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ – صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ -: “إِذَا كَانَتْ لَيْلَةُ النِّصْفِ مِنْ شَعْبَانَ، فَقُومُوا لَيْلَهَا، وَصُومُوا نَهَارَهَا، فَإِنَّ اللَّهَ يَنْزِلُ فِيهَا لِغُرُوبِ الشَّمْسِ إِلَى سَمَاءِ الدُّنْيَا، فَيَقُولُ: أَلَا مِنْ مُسْتَغْفِرٍ لِي فَأَغْفِرَ لَهُ، أَلَا مُسْتَرْزِقٌ فَأَرْزُقَهُ، أَلَا مُبْتَلًى فَأُعَافِيَهُ، أَلَا كَذَا أَلَا كَذَا، حَتَّى يَطْلُعَ الْفَجْرُ”.

Telah menceritakan kepada kami [Al Hasan bin Ali Al Khallal] berkata, telah menceritakan kepada kami [Abdurrazaq] berkata, telah memberitakan kepada kami [Ibnu Abu Sabrah] dari [Ibrahim bin Muhammad] dari [Mu’awiyah bin Abdullah bin Ja’far] dari [Bapaknya] dari [Ali bin Abu Thalib] ia berkata, “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Apabila malam nisfu Sya’ban (pertengahan bulan Sya’ban), maka shalatlah di malam harinya dan berpuasalah di siang harinya. 

Sesungguhnya Allah turun ke langit bumi pada saat itu ketika matahari terbenam, kemudian Dia berfirman: “Adakah orang yang meminta ampun kepada-Ku, maka Aku akan mengampuninya? Adakah orang yang meminta rizki maka Aku akan memberinya rizki? Adakah orang yang mendapat cobaan maka Aku akan menyembuhkannya? Adakah yang begini, dan adakah yang begini, hingga terbit fajar. ” (HR. Ibnu Majah, No. 1388)

Mungkin terlintas dalam benak, mengapa malam lailatul qadar disembunyikan, padahal  beribadah di malam tersebut lebih baik dari 1000 bulan. Sedangkan malam Nisfu Sya’ban diperlihatkan (diberi tahu kapan tepatnya terjadi)? Syekh Abdul Qadir Al-Jailani menjawab;

 إن الحكمة في أن الله تعالى أظهر ليلة البراءة وأخفى ليلة القدر، لأن ليلة القدر ليلة الرحمة والغفران والعتق من النيران، أخفاها الله عز وجل لئلا يتكلوا عليها، وأظهر ليلة البراءة لأنها ليلة الحكم والقضاء، وليلة السخط والرضا، ليلة القبول والرد والوصول والصد، ليلة السعادة والشقاء والكرامة والنقاء. فواحد فيها يسعد والآخر فيها يبعد، وواحد يجزى وواحد يخزى، وواحد يكرم وآخر يحرم، وواحد يؤجر وآخر يهجر. 

“Hikmah mengapa Allah memberitahukan malam Lailat al-bara’ah (Malam Nisfu Sya’ban), dan Allah menyembunyikan malam Lailat Al-qadar adalah karena pada malam lailat al-qadar itu adalah malam rahmat, ampunan, dibebaskannya dari neraka.

Maka Allah menyembunyikan malam lailat al-qadar, agar mereka tidak semena-mena (yakni, hanya karena tahu malam lailat al-qadar, yang mana faidahnya adalah akan diampuni dan dikasihi, lantas ia semena-mena melakukan dosa, dengan berdasar akan taubat di malam lailat al-qadar, maka dari itu malam ini disamarkan oleh Allah).

 Sedangkan mengapa malam lailat al-bara’ah Allah tampakkan adalah karena pada malam ini diputuskannya hukum (Qada’ Qadar) dan keputusan, malam kerelaan atau malam kemarahan, malam penerimaan atau penolakan, malam sampai atau tidak (sampai pada malam tertentu), malam bahagia atau celaka. 

Sehingga Allah hendak memberi tahukan terkait yang membahagiakan dan menjauhkan, sebab ada kalanya satu dibalas kebaikannya dan satu tidak. Ada pula yang satu dimuliakan, namun lainnya dihinakan. Dan ada lagi yang diberi (kesempatan mencari) pahala, dan lainnya tidak”.  (Syekh Abdul Qadir Al-Jailani, Al-Ghunyah li Thalibi Tariq al-Haq, Juz 1 halaman 348).

Demikian penjelasan  terkait peristiwa penting di malam nisfu Sya’ban. Selamat menyambut malam Nisfu Sya’ban, usahakan nanti malam kegiatannya diisi dengan ibadah dan aktivitas positif lainnya. Semoga bermanfaat. 

Editor: Zainuddin Lubis

BINCANG SYARIAH

Rasulullah ﷺ Dijamin Masuk Surga, Ini Penjelasannya

SYUBHAT Rasulullah ﷺ tidak dapat dipastikan masuk Surga bukanlah hal baru. Keraguan seperti ini banyak disebarkan oleh orang-orang luar dan sekuler dari kalangan Muslim. Soal Rasulullah ﷺ dijamin masuk Surga, berikut ini penjelasannya.

Untuk menjawabnya cukup sederhana; “Bukankah telah disediakan telaga Al-Kautsar atau telaga Muhammad ﷺ yang disediakan bagi calon penghuni Surga?”

Hadits yang sering mereka jadikan sebagai pintu masuk untuk merasukkan doktrin keraguan (tasykik) di antaranya adalah hadits riwayat Imam al-Bukhari di dalam kitab shahihnya dari hadits yang diriwayatkan oleh Abu Hurairah, dari Nabi ﷺ:

»لَنْ يُنَجِّيَ أَحَدًا مِنْكُمْ عَمَلُهُ قَالُوا وَلَا أَنْتَ يَا رَسُولَ اللَّهِ قَالَ وَلَا أَنَا إِلَّا أَنْ يَتَغَمَّدَنِي اللَّهُ بِرَحْمَةٍ سَدِّدُوا وَقَارِبُوا وَاغْدُوا وَرُوحُوا وَشَيْءٌ مِنْ الدُّلْجَةِ وَالْقَصْدَ الْقَصْدَ تَبْلُغُوا«

 

“Salah seorang dari kalian tidak akan dapat diselamatkan oleh amalnya.” Maka para sahabat bertanya, “Tidak juga dengan engkau wahai Rasulullah?” Beliau menjawab, “Tidak juga saya, hanya saja Allah telah melimpahkan rahmat-Nya kepadaku. Maka beramallah kalian sesuai sunnah dan berlakulah dengan imbang, berangkatlah di pagi hari dan berangkatlah di sore hari, dan (lakukanlah) sedikit waktu (untuk shalat) di malam hari, niat dan niat maka kalian akan sampai.”

Rasulullah ﷺ Dijamin Masuk Surga: Allah Limpahkan Rahmat dan Ampunan-Nya untuk Rasul

Juga hadits dalam riwayat Aisyah ra., dari Nabi ﷺ, Beliau bersabda :

»سَدِّدُوا وَقَارِبُوا وَأَبْشِرُوا فَإِنَّهُ لَا يُدْخِلُ أَحَدًا الْجَنَّةَ عَمَلُهُ قَالُوا وَلَا أَنْتَ يَا رَسُولَ اللَّهِ قَالَ وَلَا أَنَا إِلَّا أَنْ يَتَغَمَّدَنِي اللَّهُ بِمَغْفِرَةٍ وَرَحْمَةٍ«

“Beramallah sesuai sunnah (istiqamah) dan berlaku imbanglah, dan berilah kabar gembira, sesungguhnya seseorang tidak akan masuk surga karena amalannya.” Para sahabat bertanya, “Begitu juga dengan engkau wahai Rasulullah?” Beliau bersabda, “Begitu juga denganku, kecuali bila Allah melimpahkan rahmat dan ampunan-Nya kepadaku,” (HR Al-Bukhari).

shalawat Tanda Cinta pada Nabi Muhammad Keajaiban Bersholawat, Rindu Rasulullah, Manfaat Membaca Sholawat, Sholawat, Ciri Fisik Rasulullah, Keteladanan Nabi Muhammad, Keyakinan Nabi Muhammad Sebelum Diangkat Jadi Rasul, Nasihat Rasulullah, Cara Bershalawat yang Benar kepada Nabi, Rasulullah ﷺ Dijamin Masuk Surga
Foto: Page Facebook Anies Baswedan

Dari hadits di atas, ada sebagian para penafsir dengan hawa nafsunya berdalih bahwa Rasulullah SAW tidak memiliki jaminan masuk surga, baik untuk dirinya maupun umatnya.

Rasulullah ﷺ Dijamin Masuk Surga:

Untuk membantah pemahaman salah tersebut, maka diperlukan pemahaman terhadap hadits dengan benar.

Dua hadits di atas mengandung hal yang mendasar dan menjadi kaidah yang penting. Hal mendasar dan sifatnya asas adalah bahwa amal perbuatan manusia tidak dapat menjaminnya untuk selamat dari api Neraka.

Dan tidak pula dapat menjaminnya untuk masuk surga, karena masuk surga dan selamat dari api neraka disebabkan oleh ampunan dan rahmat Allah SWT. Ini karena seorang Muslim meyakini dan mengimani bahwa segala sesuatu berada di Tangan Allah, dan hanya Allah sajalah yang mengetahui tempat kembalinya manusia.

Tidak seperti orang nasrani yang tersesat dengan mengimani bahwa Yesus sang penebus, yang di antara ajarannya kepada pemeluknya: “akuilah dosa-dosa kalian kepada para pendeta niscaya kalian akan diampuni,” walaupun pendeta tersebut bukan orang yang lurus.

Rasulullah ﷺ Dijamin Masuk Surga: Berbeda dengan Muslim Biasa

Berbeda dengan seorang Muslim yang berkeyakinan bahwa seseorang tidak dapat menjamin dirinya masuk surga, bahkan dengan amal shalihnya sekalipun, karena seseorang masuk surga disebabkan rahmat dan ampunan dari Allah SWT.

Banyak ayat-ayat Al-Qur’an yang menerangkan hal di atas, di antaranya adalah:

)فَالَّذِينَ هَاجَرُوا وَأُخْرِجُوا مِنْ دِيَارِهِمْ وَأُوذُوا فِي سَبِيلِي وَقَاتَلُوا وَقُتِلُوا لَأُكَفِّرَنَّ عَنْهُمْ سَيِّئَاتِهِمْ وَلَأُدْخِلَنَّهُمْ جَنَّاتٍ تَجْرِي مِنْ تَحْتِهَا الْأَنْهَارُ( [آل عمران : 195]

“Maka orang-orang yang berhijrah, yang diusir dari kampung halamannya, yang disakiti pada jalan-Ku, yang berperang dan yang dibunuh, pastilah akan Ku-hapuskan kesalahan-kesalahan mereka dan pastilah Aku masukkan mereka ke dalam surga yang mengalir sungai-sungai di bawahnya.” (QS. Ali Imran: 195)

Ayat di atas menegaskan bahwa Allah menghapuskan kesalahan hamba-Nya baru kemudian memasukkannya ke dalam Surga.

)تُؤْمِنُونَ بِاللَّهِ وَرَسُولِهِ وَتُجَاهِدُونَ فِي سَبِيلِ اللَّهِ بِأَمْوَالِكُمْ وَأَنْفُسِكُمْ ذَلِكُمْ خَيْرٌ لَكُمْ إِنْ كُنْتُمْ تَعْلَمُونَ. يَغْفِرْ لَكُمْ ذُنُوبَكُمْ وَيُدْخِلْكُمْ جَنَّاتٍ تَجْرِي مِنْ تَحْتِهَا الْأَنْهَارُ وَمَسَاكِنَ طَيِّبَةً فِي جَنَّاتِ عَدْنٍ ذَلِكَ الْفَوْزُ الْعَظِيمُ( [الصف : 11-12]

“(yaitu) kamu beriman kepada Allah dan RasulNya dan berjihad di jalan Allah dengan harta dan jiwamu. Itulah yang lebih baik bagimu, jika kamu mengetahui. Niscaya Allah akan mengampuni dosa-dosamu dan memasukkanmu ke dalam jannah yang mengalir di bawahnya sungai-sungai; dan (memasukkan kamu) ke tempat tinggal yang baik di dalam jannah ‘Adn. Itulah keberuntungan yang besar.”

Rasulullah ﷺ Dijamin Masuk Surga: Karena Maghfirah-Nya

Allah hanya memasukkan hamba-Nya yang sudah mendapatkan ampunan dosa-dosa dari-Nya.

Sekali lagi, Allah SWT menghubungkan antara masuknya seseoang ke Surga dan selamatnya dari Neraka dengan maghfirah dan rahmat-Nya untuk menunjukkan bahwa hal tersebut tidak akan didapat tanpa adanya maghfirah dan rahmat-Nya.

Para salaf berkata, “Di akhirat kelak hanya ada dua kemungkinan; ampunan Allah atau Neraka, sedangkan di dunia juga cuma ada dua hal saja; penjagaan Allah atau kebinasaan.”

Nabi Muhammad Tanda Cinta pada Nabi Muhammad, Fakta Nabi Muhammad, Cara Rasulullah Berpakaian, Hal yang Disukai oleh Rasulullah, Fakta Nabi Muhammad, Fakta Nabi Muhammad, Syafaat Nabi, Rasulullah ﷺ Dijamin Masuk Surga
Foto: Wallpaper Islami

Muhammad bin Wasi’ ra. berkata kepada para sahabatnya ketika menjelang wafat, “Alaikumus salam,  bisa jadi neraka atau ampunan Allah.”

Rasulullah ﷺ Dijamin Masuk Surga: Penjelasan dalam Al-Quran

Adapun firman Allah : (وَتِلْكَ الْجَنَّةُ الَّتِي أُورِثْتُمُوهَا بِمَا كُنْتُمْ تَعْمَلُونَ( [الزخرف : 72]

“Dan itulah surga yang diwariskan kepada kamu disebabkan amal-amal yang dahulu kamu kerjakan.”

(كُلُوا وَاشْرَبُوا هَنِيئًا بِمَا أَسْلَفْتُمْ فِي الْأَيَّامِ الْخَالِيَةِ( [الحاقة : 24]

(kepada mereka dikatakan), “Makan dan minumlah dengan sedap disebabkan amal yang telah kamu kerjakan pada hari-hari yang telah lalu.”

Ayat-ayat tersebut menunjukkan bahwa masuknya seseorang ke Surga karena rahmat Allah, dan penentuan derajat di surga berdasarkan amal seseorang.

Ibnu ‘Uyainah berkata, “Mereka berpendapat bahwa selamatnya seseorang dari api neraka itu disebabkan karena adanya ampunan dari Allah, dan masuknya seseorang ke surga disebabkan karena anugerah dari Allah serta penentuan derajat di surga berdasarkan amal seseorang.” []

SUMBER: AQLISLAMICCENTER.COM

6 Ketentuan Pemeliharaan Kucing dalam Islam

SAHABAT mulia Islampos, kucing merupakan binatang yang banyak disukai dan dipeliharan oleh manusia. Namun, bagaimana hukum memelihara kucing menurut pandangan Islam? Bagaimana ketentuan pemeliharaan kucing dalam ajaran Islam?

Islam mengajarkan manusia untuk berprilaku baik terhadap sesama dan juga lingkungan, termasuk alam: tumbuhan dan hewan. Allah SWT mengajarkan bahwa sesama makhluk hidup harus saling mencintai saling menjaga.

Hukum yang ada di dunia ini seluruhnya telah Allah SWT ciptakan agar seimbang. Hal ini dijelaskan dalam Alquran pada Q.S Ar-Rahman ayat 7-9.

“Dan Allah telah meninggikan langit dan Dia meletakan neraca (keadilan). Supaya kamu jangan melampaui batas tentang neraca itu. Dan tegakkanlah timbangan itu dengan adil dan janganlah kamu mengurangi neraca itu.”

Kucing pun merupakan salah satu makhluk ciptaan Allah SWT. Bahkan, binatang ini diketahui sangat disayangi oleh Nabi Muhammad ﷺ. Umat Islam pun banyak yang tertarik untuk memelihara kucing.

Nah, berikut beberapa ketentuan tentang pemeliharaan kucing dalam ajaran Islam:

1Kucing tidak untuk disembah

Kucing bukan untuk disembah

Diketahui kucing memang hewan yang memiliki banyak manfaat jika dipelihara dengan baik, bahkan Nabi Muhammad ﷺ juga menyayangi hewan yang satu ini.

Sudah jelas bahwa di Islam tidak ada larangan untuk memelihara kucing, asalkan dalam pemeliharaannya ia tidak disembah karena itu merupakan perbuatan syirik.

Hal ini ditegaskan pada QS. Muhammad Ayat 19:

                      فَاعْلَمْ اَنَّهٗ لَآ اِلٰهَ اِلَّا اللّٰهُ وَاسْتَغْفِرْ لِذَنْۢبِكَ وَلِلْمُؤْمِنِيْنَ وَالْمُؤْمِنٰتِۚ وَاللّٰهُ يَعْلَمُ مُتَقَلَّبَكُمْ وَمَثْوٰىكُمْ ࣖ

“Maka ketahuilah, bahwa tidak ada tuhan (yang patut disembah) selain Allah dan mohonlah ampunan atas dosamu dan atas (dosa) orang-orang mukmin, laki-laki dan perempuan. Dan Allah mengetahui tempat usaha dan tempat tinggalmu.” (QS. Muhammad Ayat 19)

Ingatlah bahwa selain Allah SWT, termasuk hewan pun bukanlah sesuatu yang dapat kita sembah. Sama seperti manusia, makhluk tersebut dapat hidup di muka bumi ini atas restu dari Allah SWT.

2Hindari najis, kebersihan kucing harus diperhatikan

Di dalam ajaran agama Islam, kebersihan menjadi bagian terpenting dalam kehidupan. Ketika merawat kucing selayaknya hewan pada umumnya, kucing tentu memiliki kotoran atau yang disebut dengan najis.

Hal itulah yang harus kamu perhatikan ketika memelihara kucing. Kamu perlu menghindari najis dari kucing, walau hewan tersebut boleh dipelihara. Apabila kebersihan dari kucing tak dijaga, maka najis akan tersebar di mana-mana, tentu hal ini tidak selaras dalam aturan Islam.

Terkait hal ini telah ditegaskan dalam surah QS. Al Hajj Ayat 29:

                                                           ثُمَّ لْيَقْضُوا تَفَثَهُمْ وَلْيُوفُوا نُذُورَهُمْ وَلْيَطَّوَّفُوا بِالْبَيْتِ الْعَتِيقِ

“Kemudian, hendaklah mereka menghilangkan kotoran yang ada pada badan mereka dan hendaklah mereka menyempurnakan nazar-nazar mereka dan hendaklah mereka melakukan melakukan thawaf sekeliling rumah yang tua itu (Baitullah),” (QS. Al Hajj Ayat 29)

Kucing yang notabenenya hewan tidak memiliki naluri tersendiri untuk menjaga kotoran mereka. Maka diperlukan peran dari manusia sebagai pemelihara untuk menjaga kucing dari kotoran dan najis.

3Cintailah selayak hewan, jangan sampai berlebihan

Gemasnya kucing tak menutup kemungkinan untuk manusia bisa sangat mencintai hewan ini. Namun, segala hal yang berlebihan akan membawa dampak yang tidak baik.

Kucing memang diperbolehkan untuk dipelihara, apalagi bukan termasuk hewan buas dan bisa membahayakan makhluk lainnya. Bahkan kucing pun termasuk dalam hewan yang sangat nurut dengan majikannya.

Banyak sekali manusia yang memberikan cintanya penuh kepada kucing peliharaan. Tak jarang, saat kucing peliharaan meninggal dunia atau sakit, pemiliknya akan ikut sedih. Kesedihan yang dirasakan terkadang cukup berlebihan. Hal itulah yang dilarang dalam Islam.

Perlakukanlah kucing selayaknya hewan pada umumnya.

4Beri tempat yang layak

Dalam memelihara kucing, tentunya sudah menjadi kewajiban untuk memberikan tempat tinggal yang layak. Tak hanya makanan dan minuman, kucing juga membutuhkan tempat yang nyaman dan aman untuk beristirahat.

Untuk itu, berilah tempat yang layak pada kucing dan janganlah sekali-kali kamu coba memberikan tempat tinggal seperti sebuah kurungan. Dalam ajaran Islam, perlakuan tersebut termasuk dalam zalim pada makhluk Allah SWT.

Perlu kembali diingat, kucing merupakan makhluk yang memiliki nyawa dan perlu perlakuan yang layak.

5Tidak merugikan diri sendiri atau orang lain

Saat memutuskan memelihara kucing, janganlah sampai merugikan dan menganggu orang lain.

Tidak menutup kemungkinan ada orang yang tidak menyukai, merasa takut atau sering terganggu oleh hewan ini. Maka dari itu, sebelum kita memutuskan untuk memelihara kucing, coba perhatikanlah orang dan lingkungan sekitarmu.

Apakah cukup aman untuk memelihara hewan di sini atau tidak? Halitu juga harus dipikirkan.

Meskipun dalam agama tak ada larangan, tetapi jika kucing ini sudah menganggu hingga merugikan orang lain, maka kita menjadi zalim. Hal ini ditegaskan dalam QS. Huud Ayat 113:

                      وَلَا تَرْكَنُوا إِلَى الَّذِينَ ظَلَمُوا فَتَمَسَّكُمُ النَّارُ وَمَا لَكُمْ مِنْ دُونِ اللَّهِ مِنْ أَوْلِيَاءَ ثُمَّ لَا تُنْصَرُونَ

“Dan janganlah kamu cenderung kepada orang-orang yang zalim yang menyebabkan kamu disentuh api neraka, dan sekali-kali kamu tiada mempunyai seorang penolong pun selain daripada Allah, kemudian kamu tidak akan diberi pertolongan.” (QS. Huud Ayat 113)

6Jagalah keseimbangan hidup kucing  sebagai makhluk ciptaan Allah SWT

Allah SWT telah menciptakan segalanya yang ada di muka bumi ini dengan seimbang. Untuk itu sebagai manusia yang merupakan salah satu ciptaan-Nya, kita harus menjaga dan merawat kucing dengan baik saat ingin memeliharanya.

Jangan biarkan kucing tersebut hidup dengan tersiksa. Sederhananya bayangkan saja, jika kamu tidak diperlakukan baik oleh sesama manusia, maka tersiksalah rasanya, begitu juga dengan kucing.

Itulah beberapa hukum memelihara kucing dalam Islam. Sebagai sesama makhluk ciptaan Allah SWT, kita perlu memperhatikan hal-hal tersebut jika ingin memelihara kucing. []

SUMBER: POPMAMA

Hari Perempuan Internasional; Perempuan Istimewa dalam Islam

Setiap tanggal 8 Maret umumnya telah diperingati sebagai Perayaan Hari Perempuan Internasional atau International Women’s Day (IWD). Munculnya gagasan terkait perayaan hari perempuan ini menandakan bahwa memang ada suatu keistimewaan tersendiri dari sosok perempuan di mata dunia. Begitupun dalam ajaran islam perempuan memang tercipta sangat istimewa, maka sudah seyogianya sebagai umat muslim kita dituntut untuk menjaga harkat dan martabatnya sebagai Muslimah. 

Kilas Balik Peringatan Hari Perempuan Internasional

Awal mula pencetusan peringatan International Women’s Day (IWD) pada 1908 ketika 15.000 perempuan melakukan aksi demo di New York Amerika Serikat, menyuarakan hak mereka atas kebebasan segala bentuk kekerasan, serta seruan tentang kesetaraan gender khususnya dalam peningkatan standar upah dan pemangkasan jam kerja. 

Dari situlah Hari Perempuan Internasional disarankan untuk diperingati di setiap negara sebagai bentuk dukungan aksi tuntutan perempuan. Gagasan ini pun disetujui Konferensi perempuan dari 17 negara yang beranggotakan total 100 perempuan. Sejumlah pergerakan perempuan di Rusia menggelar aksi damai menentang Perang Dunia I pada 8 Maret 1913. 

Dan setahun kemudian, perempuan di seantero Eropa menggelar aksi yang sama di tanggal yang sama. Di era Perang Dunia II. Maka 8 maret digunakan seluruh dunia sebagai momentum advokasi kesetaraan gender dan diakui keberadaannya oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) pada 1975. 

Kasus Kekerasan Perempuan Masih Tinggi di Indonesia

Namun cukup disayangkan, meski seringkali sejumlah aktivis telah menyuarakan hak-hak perempuan terkait kebebasan atas segala bentuk kekerasan khususnya dalam peringatan-peringatan hari perempuan nasional maupun internasional, faktanya angka kekerasan pada perempuan masih sangat tinggi. 

Dalam penghimpunan CATAHU pada 2021 Komnas Perempuan menemukan peningkatan persentase angka kekerasan seksual yang cukup mencengangkan tepatnya dalam kurun 10 tahun terakhir. Dari data yang awalnya menginjak angka 105.103 kasus pada tahun 2010, terus bertambah hingga capai 299.911 kasus di tahun 2020. 

Kesimpulannya rata-rata kenaikan kisaran 19,6% per tahunnya. Seharusnya dengan adanya peringatan tersebut baik pemerintah maupun masyarakat bisa turut andil dalam menjaga dan merealisasikan keamanan bagi seluruh perempuan khususnya di Indonesia. 

Islam dalam Memuliakan Perempuan

Dalam islam kemuliaan sosok perempuan bahkan diabadikan dalam surah keempat, an-Nisa (perempuan), dan disebutkan sebanyak 59 kali dalam Alquran. Setidaknya, ada lima keistimewaan perempuan yang disebut dalam Alquran dan hadis, diantaranya yakni:

Pertama, perempuan salihah lebih baik dari bidadari surga. Para bidadari surga akan kalah dari keistimewaan perempuan salihah yang ada di dunia. Inilah yang membuat perempuan lebih mulia dibandingkan para bidadari surga. Rasulullah SAW bersabda: “Perempuan salihah berjenis manusia di dunia lebih utama daripada para bidadari surga 70 ribu kali lipat.”

Kedua, perempuan diberi pengecualian dalam beribadah. Sebagai perempuan tentu akan mengalami haid dan nifas, hal inilah yang menjadi pengecualian dari Allah SWT untuk tidak melaksanakan shalat atau puasa. 

Rasulullah SAW pun telah bersabda, “Siapa saja perempuan yg mengalami haid maka sakitnya haid yang mereka alami akan menjadi kafarah (tebusan) bagi dosa-dosanya yang terdahulu.”

Ketiga, wanita yang hamil dan melahirkan setara dengan jihad. Pengorbanan luar biasa hidup dan mati seorang wanita ketika hamil dan melahirkan disejajarkan dengan jihad. Sebuah hadits menyebutkan;

 “Mati syahid ada tujuh selain yang terbunuh di jalan Allah, orang yang mati karena thaun, syahid. Orang yang mati tenggelam, syahid. Orang yang mati karena ada luka parah di dalam perutnya, syahid. Orang yang mati sakit perut, syahid. Orang yang mati terbakar, syahid. Orang yang mati karena tertimpa benda keras, syahid. Dan wanita yang mati, sementara ada janin dalam kandungannya.” (HR Abu Daud 3111 dan disahihkan al-Albani).

Keempat, dapat masuk surga dari pintu manapun. Satu bukti kasih sayang Allah SWT kepada kaum perempaun yang dapat masuk surga dari pintu mana pun. Namun, Rasulullah SAW juga telah menjelaskan bahwa perempuan tersebut harus melaksanakan empat hal, yakni menunaikan shalat lima waktu, berpuasa pada bulan Ramadhan, menjauhi zina, dan berbakti kepada suami.

Kelima, Surga di bawah telapak kaki ibu. Semua tentu sudah mengetahuinya bahwa kedudukan seorang ibu sangat agung. Bahkan, surga pun berada di bawah telapak kakinya. 

Hal ini juga menjelaskan pentingnya berbakti dan menghormati seorang ibu. Karena itulah, mari kita muliakan para perempuan, seperti kita memuliakan ibu kita masing-masing. Semoga di setiap peringatan-peringatan tersebut kita sebagai umat muslim senantiasa ikut andil dalam menjaga harkat, martabat, serta hak-hak perempuan di seluruh dunia.

BINCANG SYARIAH