Hukum puasa bagi orang tua yang sudah renta dan tidak mampu berpuasa karena alasan kesehatan atau kelemahan fisik adalah diizinkan untuk tidak berpuasa. Hal ini didasarkan pada prinsip kesehatan dan kepentingan kemanusiaan dalam agama Islam.
Dalam Islam, kesehatan dan kesejahteraan fisik dipandang sebagai suatu prioritas yang sangat penting. Oleh karena itu, jika seseorang tidak mampu berpuasa karena alasan kesehatan atau kelemahan fisik, dia diperbolehkan untuk tidak berpuasa dan menggantinya di kemudian hari jika mampu.
Pada kasus ini, seseorang yang tidak mampu berpuasa karena alasan kesehatan atau kelemahan fisik harus membayar fidyah sebagai gantinya. Fidyah adalah membayar sejumlah uang atau memberi makan kepada orang miskin untuk menggantikan puasa yang tidak dapat dilakukan.
Namun demikian, keputusan untuk tidak berpuasa harus didiskusikan dengan dokter atau ahli kesehatan terlebih dahulu untuk memastikan bahwa kondisi kesehatan memang tidak memungkinkan untuk berpuasa.
Sementara itu, di dalam kitab Bulughul Maram, imam Ibnu Hajar al Asqalani mengutip hadis mauquf (tetapi marfu secara hukum) dari Ibnu Abbas yang lebih gamblang menjelaskan tentang dispensasi bagi orang yang sudah tua renta untuk tidak berpuasa sekaligus solusi penggantinya.
“Dari Ibnu Abbas ra, ia berkata: “diberikan rukhsoh/dispensasi bagi orang tua renta untuk tidak berpuasa dan ia harus memberi makan satu orang miskin setiap hari, dan tidak ada qadla’ puasa baginya.”( HR. Imam al Daru Quthni dan Imam al Hakim)
Membayar Fidyah Puasa
Secara hukum puasa, seseorang yang telah tua renta diperbolehkan untuk tidak puasa, akan tetapi dianjurkan membayar fidyah. Menurut Imam Malik, Imam As-Syafi’I, fidyah yang harus dibayarkan sebesar 1 mud gandum (kira-kira 6 ons = 675 gram = 0,75 kg atau seukuran telapak tangan yang ditengadahkan saat berdoa).
Sedangkan menurut Ulama Hanafiyah, fidyah yang harus dikeluarkan sebesar 2 mud atau setara 1/2 sha’ gandum. (Jika 1 sha’ setara 4 mud = sekitar 3 kg, maka 1/2 sha’ berarti sekitar 1,5 kg). Aturan kedua ini biasanya digunakan untuk orang yang membayar fidyah berupa beras.
Pada sisi lain, kalangan Hanafiyah, fidyah boleh dibayarkan dalam bentuk uang sesuai dengan takaran yang berlaku seperti 1,5 kilogram makanan pokok per hari dikonversi menjadi rupiah.
Dikutip dari websiteBaznas, cara membayar fidyah puasa dengan uang versi Hanafiyah adalah memberikan nominal uang yang sebanding dengan harga kurma atau anggur seberat 3,25 kilogram untuk per hari puasa yang ditinggalkan, selebihnya mengikuti kelipatan puasanya.
Berdasarkan SK Ketua BAZNAS No. 07 Tahun 2023 tentang Zakat Fitrah dan Fidyah untuk wilayah Ibukota DKI Jakarta Raya dan Sekitarnya, ditetapkan bahwa nilai fidyah dalam bentuk uang sebesar Rp60.000,-/hari/jiwa.
Demikian penjelasan hukum puasa tua renta. Semoga bermanfaat.
Tidak lama setelah Pialada Dunia Qatar 2022, pasukan penjajah ‘Israel’ menembak mati pesepak bola Palestina berusia 23 tahun, Ahmad Atef Daraghama
Oleh: Pizaro Gozali Idrus
BAGI kebanyakan orang, sepak bola merupakan olahraga hiburan yang bebas dinikmati siapa pun. Tapi di Palestina, sepak bola tidak sekedar menjadi pertandingan tapi juga sasaran kekerasan dan teror dari penjajahan ‘Israel’.
Ironisnya, Tanah Air Palestina bukanlah tempat yang tepat untuk mendapatkan keadilan FIFA.
Masih belum hilang dari ingatan menjelang akhir Desember 2022. Di saat dunia baru menikmati lambaian bendera Palestina oleh pemain Maroko di Qatar, pasukan ‘Israel’ menembak mati pesepak bola Palestina berusia 23 tahun, Ahmad Atef Daraghama.
Peristiwa itu terjadi saat pasukan penjajahan itu menyerang Kota Nablus, di wilayah pendudukan Tepi Barat. Daraghama tewas oleh pasukan ‘Israel’ ketika warga Palestina turun ke jalan untuk menghadapi serangan pemukim Yahudi yang dilindungi tentara ke situs religi Makam Nabi Yusuf.
“Sementara seluruh dunia masih menikmati kemeriahan Piala Dunia 2022 yang luar biasa dan bersiap untuk merayakan musim dan menyambut tahun baru, sepak bola Palestina telah berduka oleh pembunuhan terhadap salah satu pesepakbola topnya,” ujar pernyataan Asosiasi Sepak Bola Palestina (PFA).
Daraghama adalah seorang pemain sepak bola profesional yang bermain sebagai gelandang serang di klub Thaqafi Tulkarm. Di klubnya, Daraghama adalah pemain bintang. Ia menjadi pencetak gol terbanyak bagi Thaqafi Tulkarm di West Bank Premier League 2022/2023 dengan enam gol.
Ahmed Rajoub, yang merupakan rekan Daraghama, menatap kematiannya sebagai hari yang menyedihkan bagi olah raga Palestina. Menurut Rajoub, impian dan harapan bintang sepak bola Palestina itu telah direnggut oleh pendudukan yang rasis dan fasis.
Thaqafi Tulkarm memberikan penghormatan kepada pesepakbola tersebut dalam sebuah unggahan Facebook. Sabah, manajer tim, mengatakan pemain sepak bola dihormati dan dirayakan di seluruh dunia. Namun di Palestina, mereka dibunuh oleh pasukan pendudukan ‘Israel’.
Merespons kejadian ini, Perdana Menteri Palestina Mohammad Shtayyeh meminta FIFA untuk mengutuk ‘Israel’ atas tewasnya Daraghma. Alih-alih ada tindakan tegas dari FIFA, badan sepakbola dunia itu tidak melakukan sanksi apapun terhadap ‘Israel’.
Jauh sebelum Daraghama, legenda sepak bola Palestina Ahed Zaqout juga tewas pada 2014 setempat setelah rudal ‘Israel’ menghantam rumahnya di Gaza ketika dia tengah tertidur. Mantan gelandang berusia 49 tahun itu bekerja sebagai pelatih dan menjalankan program olahraga Palestina di Gaza dan diyakini tidak terlibat politik dengan Hamas.
Atas kematian Zaqout, jurnalis olahraga di Gaza, Khaler Zaher, mengatakan Palestina telah kehilangan salah satu pemain terbaiknya, dia mungkin adalah gelandang terbaik yang pernah Palestina miliki.
Jalan Terjal Pesepakbola Palestina
Pada 2017, ‘Israel’ juga melarang 10 pesepakbola asal Palestina yang akan menuju ke Tepi Barat dari Gaza untuk melakoni laga final leg kedua Palestine Cup.
Laga tersebut sedianya mempertemukan antara Shabaab Rafah yang telah unggul 0-2 melawan Ahly al Khalil asal Hebron pada leg pertama di kota Gaza.
Namun, hanya 15 pemain yang diizinkan melakukan perjalan untuk melakoni laga kedua. Mereka yang dilarang termasuk seorang striker dan dua penjaga gawang.
“Melarang kiper akan berdampak negatif terhadap penampilan tim bila penjaga gawang yang tersisa mengalami cedera,” kata Presiden klub Khaled Kwaik.
Mantan pelatih tim nasional Palestina Noureddine Ould Ali menuturkan nasib orang-orang di Palestina yang tidak dapat bebas bergerak. Mereka harus melalui pemeriksaan berlapis oleh pasukan ‘Israel’.
Hal ini sebagaimana dialami anak-anak Palestina yang dicegat ‘Israel’ saat hendak memainkan si kulit bundar di kawasan Maale Adumim, Jerusalem, yang merupakan kawasan rampasan ‘Israel’.
Untuk menekankan adanya ketimpangan dan diskriminasi, anak-anak Palestina yang berdemonstrasi tadi meninggalkan tempat sambil bernyanyi-nyanyi, “Infantino, biarkan kami bermain.”
Bermain di Tanah Curian
Meski pesepakbola Palestina mendapatkan hambatan dan teror, kondisi itu sangat kontras dengan keseharian para pesepakbola ‘Israel’ yang bebas memasuki tanah Palestina secara ilegal.
PFA berulang kali meminta FIFA menindak enam klub ‘Israel’ yang berbasis di wilayah pendudukan Tepi Barat. Mereka antara lain Kiryat Arba, Givat Zeev, Maale Adumim, Ariel, Oranit and Tomer.
PFA mengatakan tindakan tersebut bertentangan dengan undang-undang FIFA yang menyatakan bahwa tim negara anggota tidak dapat memainkan pertandingan di wilayah asosiasi lain tanpa izin.
Mereka menunjuk pada larangan yang dikeluarkan Asosiasi Sepak Bola Eropa (UEFA) yang melarang tim dari Krimea bermain di Liga Rusia sesudah negara itu menduduki semenanjung Krimea pada tahun 2014.
PFA juga mengeluhkan bahwa ‘Israel’ menghambat aktivitasnya, termasuk membatasi pergerakan pemain antara Tepi Barat dan Gaza, dan melarang beberapa perjalanan internasional.
Alih-alih mengecam ‘Israel’, Presiden FIFA Gianni Infantino mengaku tidak akan campur tangan dalam masalah ini dan menganggap persoalan itu sudah selesai.
“FIFA telah memutuskan untuk menahan diri dari menjatuhkan sanksi atau tindakan lain baik pada Asosiasi Sepak Bola ‘Israel’ (IFA) maupun PFA. Wilayah ini menjadi perhatian otoritas hukum publik internasional dan FIFA harus tetap netral,” ujar Infantino dalam konfrensi pers tahun 2022.
Sari Bashri, Direktur Human Rights Watch (HRW) untuk ‘Israel’ dan Palestina, mengatakan dengan menyelenggarakan pertandingan di tanah curian, FIFA ikut mengotori keindahan permainan sepakbola.
Dalam laporan yang berjudul Israel/Palestine: FIFA Sponsoring Games on Seized Land, HRW menegaskan dengan mengizinkan IFA mengadakan pertandingan di dalam tanah Palestina, FIFA terlibat dalam aktivitas bisnis yang mendukung pemukiman ‘Israel’ dan bertentangan dengan komitmen hak asasi manusia yang diutarakan Ifantino.
Kita tentu sepakat sepak bola harus dipisahkan dengan politik. Tapi sepak bola juga tidak boleh berdiri di atas penjajahan. Ia harus ikut bersuara memperjuangkan nilai-nilai keadilan dan kemanusiaan.
Untuk menutup tulisan ini, izinkan penulis mengutip kata-kata Presiden Soekarno dalam pidato anti kolonialismenya di Kairo pada tahun 1964.
“Kita tidak boleh lupa bahwa kita berjuang untuk seluruh umat manusia. Kita sekalipun tidak boleh lupa tentang penderitaan-penderitaan yang telah lampau yang dialami rakyat kita, sehingga kita kehilangan pandangan tentang tujuan kita semula.”
RAMADHAN adalah bulan suci yang mulia. Diharapkan, dengan datangnya bulan ini, manusia mencapai derajat takwa. Namun, tetap saja ada beberapa kelompok manusia yang tidak sesuai dengan tujuan puasa. Setidaknya ada tiga jenis orang Muslim di bulan Ramadhan.
Pakar tafsir Qatada, seperti yang dinukil oleh At-Thabari, menjelaskan bahwa manusia itu terbagi ke dalam tiga golongan, baik di dunia, ketika meninggal dunia, dan nanti diakhirat.
Di dunia manusia terbagi ke dalam kelompok mukmin, munafik dan musyrik.
Sedangkan ketika meninggal dunia maka sesuai dengan firman Allah SWT:
“Adapun jika Dia (orang yang mati) Termasuk orang-orang yang didekatkan (kepada Allah), maka dia memperoleh ketenteraman dan rezki serta jannah kenikmatan, dan Adapun jika dia termasuk golongan kanan, maka keselamatanlah bagimu karena kamu dari golongan kanan, dan adapun jika dia termasuk golongan yang mendustakan lagi sesat, maka dia mendapat hidangan air yang mendidih, dan dibakar di dalam Jahannam”. (QS. Al-Waqiah: 88-94).
Adapun diakhirat, maka manusia juga terbagi kedalam tiga kelompok sesuai dengan firman Allah SWT:
“Yaitu golongan kanan, alangkah mulianya golongan kanan itu, dan golongan kiri, alangkah sengsaranya golongan kiri itu, dan orang-orang yang beriman paling dahulu.” (QS. Al-Waqiah:8-10)
Menurut At-Thabari, penjelasan Qatadah ini lebih mengarah kepada sebuah kesimpulan bahwa orang-orang yang termasuk dalam katagori zholim pada ayat QS. Fathir: 32 itu tempatnya di neraka.
Namun kita juga tidak menutup mata bahwa ada juga yang berpendapat bahwa orang-orang zholim tetap berada di syurga selagi mereka tidak mensyirikkan Allah SWT, ini adalah pendapat Ibnu Abbas, Ibnu Mas’ud, dan lainnya, walau keberadaannya di syurga bisa jadi setelah sebelumnya diadzab dulu di neraka, demikian kesimpulan dari At-Tahabari pada akhirnya.
Maka dalam kaitannya dengan ibadah Ramadhan, jika kita analogikan dengan ayat diatas, setidaknya manusia juga terbagi kedalam tiga kelompok:
1 Jenis Orang Muslim di Bulan Ramadhan: Kelompok Zholim
Mereka ini adalah orang-orang yang sangat kurang sekali perhatiannya terhadap ramadhan, bagi mereka kedatangan bulan ramadhan tidak ada yang terlalu spesial, biasa-biasa saja, atau bahkan bagi mereka kedatangan bulan ramadhan itu malah mebawa beban baru, selain susahnya berpuasa juga beban kebutuhan ekonomi yang biasanya membengkak, utamanya beban idul fitri untuk seabrek kue-kue dan baju baru dengan model terbaru yang sangat menggoda kantong duit.
Sehingga tidak jarang karena biasa-biasa saja akhirnya mereka juga menyamakan bulan ramadhan ini dengan bulan-bulan yang lainnya, makan dan minum disiang hari tetap berlanjut, di rumah istri-istri mereka tetap menanak nasi dan lauk dengan jadwal harian bisanya, walau terkadang ada juga yang makan dan minumnya di warteg yang ditutupi hordeng, mungkin karena masih punya rasa malu untuk makan di rumah karena dilihat anak-anak, mereka berbuka karena memang mereka malas untuk berpuasa, bukan karena alasan lainnya.
Atau mereka juga berpuasa, tapi hanya sebagian saja, lalu sebagian yang lainnya mereka tinggalkan juga bukan karena alasan yang diperbolehkan, sehingga kewajiban berpuasa tidak dijalankan dengan sempurna.
Bisa jadi mereka bahkan berpuasa ful selama satu bulan, namun dihari-hari mereka berpuasa itu mereka meninggalkan shalat, karena terlalu banyak tidur, sehingga dengan alasan badan lemes karena berpuasa akhirnya shalat pun mereka tinggalkan.
Ini adalah kezholiman untuk diri masing-masing, tidak ada ruginya bagi Allah SWT jika ada hambaNya yang tidak berpuasa atau meninggalkan shalat, justru kerugian itu akan dirasakan oleh mereka yang zholim terhadap dirinya sendiri, di dunia hidupnya tidak akan tenang, dan diakhirat nasibnya akan menyedihkan, walaupun kita semua tetap berharap ampunan dan kasih sayang Allah SWT agar Allah SWT tetap memasukkan mereka ke syurga-Nya.
Orang-orang seperti ini harus diingatkan dan diajak dengan baik agar menyadari bahwa yang demikian bukanlah hal yang harus dibanggakan sehingga tidak ada niat sama sekali untuk dirubah.
Pendidikan agama sejak dini menjadi solusi terbaik untuk mengobati periaku zholim terhadap diri sendiri ini, jika dari kecil anak-anak muslim sudah dibiasakan untuk melaksanakan perintah agama, dan dididik dengan karakter agama yang sangat paripurna, maka insya Allah kelak ketika dewasa mereka akan menjadi orang yang baik.
2 Jenis Orang Muslim di Bulan Ramadhan: Kelompok Muqtashid (Pertengahan/sedang)
Mereka adalah orang-orang yang bergembira menyambut hadirnya bulan ramadhan, rasa gembira itu semakin menajadi-jadi karena setelah itu bakal ada libur panjang dan bisa mudik ke kampung halaman bertemu keluarga dan sanak kerabat, selain dari kegembiraan karena kesadaran bergama bahwa di bulan ramadhan ini waktunya untuk menghapus dosa dan mengambil banyak pahala untuk bekal diakhirat kelak, terlebih didalam bulan ramadhan ada satu malam yang nilai kebaikannya melebihi seribu bulan.
Namun padatnya aktivitas bekerja di bulan ramadhan ini terkadang membuat sebagian mereka lalai untuk memperbanyak ibadah lewat perkara-perkara sunnah, terkadang beberapakali baik disengaja atau tidak meninggalkan ibadah shalat tarawih dan witir, atau hanya melaksanakan shalat-shalat fardu saja selama berpuasa tanpa diikuti dengan shalat rawatib; qabliyah dan ba’diyah, mungkin juga dalam satu hari itu ada rasa malas untuk membaca Al-Quran, sehingga target bacaan Al-Quran kadang tidak tercapai.
Mereka full berpuasa, namun ada diantara mereka yang aktivitas puasnaya full tidur, waktu tidurnya mengikuti waktu shalat lima waktu, tidur setelah subuh, setealah zuhur, setelah ashar, serta setelah maghrib dan isyak.
Dan mungkin juga ada yang tidak sempat atau malas untuk beri’tikaf di masjid pada sepuluh hari terakhir, padahal selain memang aslinya ini adalah sebuah kesunnahan di bulan ramadhan, aktivitas i’tikaf juga bisa menjadi sarana untuk menggandakan ibadah dan mendapat nilai ibadah yang maksmimal pada malam-malam lailatul qadar.
Inilah model berpuasanya kelompok muqtashid (sedang) yang mungkin sebagaian besar diantara kita masuk dalam katagori ini, insya Allah, mampu untuk berpuasa full dan berusaha sekuat tenaga untuk tidak melalukan perkara yang haram. Namun terkadang lalai untuk beberapa perkara sunnah padahal sama-sama dijanjikan pahala yang berlipat ganda, terlebih di dalam bulan ramadhan.
Sambil berharap bahwa kelompok ini juga mereka yang disebut oleh Rasulullah SAW: ”Siapa yang puasa Ramadhan dengan iman dan ihtisab, telah diampuni dosanya yang telah lalu. Dan siapa yang bangun malam Qadar dengan iman dan ihtisab, telah diampuni dosanya yang telah lalu”. (HR. Bukhari Muslim)
3 Jenis Orang Muslim di Bulan Ramadhan: Kelompok Sabiqun bil Khairat (Berprestasi)
Sengaja menyebutnya dengan istilah orang-orang yang berprestasi, karena memang mereka adalah orang-orang yang berusaha meninggalkan perkara yang haram dan makruh, dan mereka juga terkadang meninggalkan sebagian perkara mubah demi kesempurnaan ibadah puasa yang mereka jalankan.
Mereka ini sebenarnya bukan hanya berprestasi di bulan ramadhan saja namun diluar bulan ramadhan mereka juga orang-orang yang berprestasi. Hasil didikan ramadhannya sangat berbekas dan terlihat pada sebelas bulan lainnya.
Mereka ini adalah golongan yang sangat memburu pahala, bahkan mereka berharap bahwa seluruh bulan yang ada ini adalah bulan ramadhan, kerinduan mereka kepada ramadhan membuat mereka selalu berdoa sepanjang bulan kepada Allah SWT agar mereka dipertemukan dengan bulan ramadhan, dan mereka adalah orang-orang yang menangis ketika berpisah dengan ramadhan, menangis bukan karena pada saat berlebaran orang tua merek sudah tidak ada, namun mengangis sedih karena bulan yang mulia yang Allah SWT janjikan jutaan pahala kebaikan berlalu sedang mereka merasa belum banyak meraih kebaikan didalamnya.
Mereka adalah orang yang oleh Al-Quran disifati dengan:
“Di dunia mereka sedikit sekali tidur di waktu malamو dan selalu memohonkan ampunan diwaktu pagi sebelum fajar.” (QS. Adz-Dzariyat: 17-18)
Kebersamaan mereka dengan Al-Quran sangat luar biasa sekali di bulan ini. Salafus saleh kita terdahulu ada yang menghatamkan Al-Quran per dua hari, ada yang menyelesaikanya per tiga hari, ada yang mengkhatamkannya dengan dijadikan bacaan pada shalat malam, bahkan dalam sebagian riwayat ada yang mengkhatamkan Al-Quran bahkan hingga 60 kali selama ramadhan.
Kualitas ibadah shalat malam mereka juga jangan ditanya, bahkan ada sebagian salafus saleh kita yang shalat subuhnya masih memakai wudu shalat isyaknya, bukan seperti kita di sini yang sengaja mencari-cari masjid yang shalatnya “cepet”, sehingga sekali waktu ada masjid yang shalatnya lama, maka malam besoknya akan pindah ke masjid yang lainnya.
Kebaikan sosial mereka juga sangat kuat, Rasulullah SAW adalah tauladan dalam hal ini, yang aslinya memang dermawan, namun kedermawanan beliau lebih lagi di bulan ramadhan, maka ada diantara sabahat beliau yang bahkan tidak pernah berbuka puasa kecuali bersama orang-orang miskin.
Ada yang setiap harinya memberikan buka puasa untuk 500 orang, dan disaat yang sama mereka sangat sedikit sekali makan sahur dan berbukanya, ada yang hanya berbukan dengan dua suap makanan, padahal aslinya mereka ada makanan yang lebih, namun itu tidak untuk dimakan sendiri saja.
Seluruh anggota badan mereka juga berpuasa, mata berpuasa dari melihat hal-hal yang dilarang oleh Allah SWT, pun begitu dengan telinga, lidah, bibir, tangan,kaki dan seluruh anggota tubuh lainnya dari maksiat kepada Allah SWT.
Mereka inilah yang oleh Rasulullah SAW disifati: ”Siapa yang puasa Ramadhan dengan iman dan ihtisab, telah diampuni dosanya yang telah lalu. Dan siapa yang bangun malam Qadar dengan iman dan ihtisab, telah diampuni dosanya yang telah lalu.” (HR. Bukhari Muslim).
Bersihnya dosa mereka bahkan seperti bayi baru baru terlahir dari rahim ibunya. Akhirnya semoga Allah SWT mempertemukan dengan bulan ramadhan kali ini, dan semoga Allah SWT mengampui segala dosa-dosa kita yang telah lalu. Aamiin. []
Sumber: Dikutip dari penjelasan Muhammad Saiyid Mahadhir, Lc, pengasuh rubrik Fikrah dalam Rumah Fiqih Indonesia.
RAMADHAN adalah bulan Quran. Sehingga tidak heran, jika ada beberapa cara memuliakan Al-Quran di bulan Ramadhan ini.
Allah SWT memuliakan umat ini dengan kitab Al‐Qur’an sebagai kalam TERAGUNG. Allah swt mengumpulkan di dalamnya segala yang diperlukan MANUSIA : berupa kabar orang‐orang yang terdahulu dan yang kemudian agar kita bisa berkaca, nasihat‐nasihat untuk dipedomani, berbagai perumpaan, adab dan kepastian hukum, serta hujah‐hujah yang kuat dan jelas sebagai bukti keesaan‐Nya dan perkara‐perkara lainnya yang berkenaan dengan apa yang dibawa oleh rasul‐rasul‐Nya.
Betapa pentingnya Al‐Qur’an dlm kehidupan setiap muslim, maka Allah mewajibkan kita memuliakan Kitab‐Nya itu.
Ada empat hal yg menjadi kewajiban setiap muslim terhadap Al‐Qur’an :
Cara Memuliakan Al-Quran di Bulan Ramadhan: Membaca dan menghafalkan Al‐Qur‘ân.
Membaca Al‐Qur‘ân merupakan langkah awal seseorang bermuamalah dg Al‐Qur‘ân. Allah memerintahkan kita rajin membacanya. Disediakan pahala bagi yg membacanya.
“Barangsiapa yang membaca satu huruf dari kitab Allah, maka baginya satu kebaikan, dan satu kebaikan itu dibalas sepuluh kali lipat. Saya tidak mengatakan ‘Alif Lam Mim’ satu huruf, tetapi
‘Alif’ satu huruf, ‘Lam’ satu huruf, ‘Mim’ satu huruf.” (HR. At‐Tirmidzi).
Cara Memuliakan Al-Quran di Bulan Ramadhan: Mentadabburi dan mempelajarinyaAl‐Qur‘ân.
Meski Allah memberi pahala pada setiap bacaan al‐Qur’an, tetapi Al‐Qur’an bukanlah sekedar kitab untuk dibaca, dilantunkan dengan indah untuk memuaskan dahaga batin.
Tetapi Al Qur’an dibaca untuk difahami, untuk diambil pelajaranya. Agar kita tahu apa saja yang dinasehatkan Allah pada kita. Allah berfirman :
“Ini adalah sebuah kitab yang Kami turunkan kepadamu penuh dg berkah supaya mereka memperha‐tikan ayat‐ayatnya dan supaya mendapat pelajaran orang‐orang yang mempunyai fikiran”.
Cara Memuliakan Al-Quran di Bulan Ramadhan: Mengamalkannya.
Demikianlah, kewajiban seseorang yg telah mengetahui sebuah ilmu hendaklah ia mengamalkannya. Sekali lagi Al‐Qur’an itu bukan hanya kitab bacaan. Tetapi al‐qur’an adalah pedoman hidup bagi seluruh mukmin‐muslin.
“dzaalika al‐kitaabu laa raiba fiihi, hudan lil muttaqiiin”
Cara Memuliakan Al-Quran di Bulan Ramadhan: Mengajarkan Al‐Qur‘ân.
Islam adalah agama dakwah. Islam mewajibkan setiap muslim tanpa kecuali punya menyampaikan risalah agama kepada semua manusia. Maka berbareng dengan menegakkan al‐Qur’an pada diri sendiri, mukmin‐muslim wajib mengajarkannya kepada orang lain, sejauh dia mampu.
Termasuk golongan orang‐orang mulia dihadaan Allah adalah mereka‐mereka yang belajar al‐Qur’an dan mengajarkannya kepada orang lain. Nabi SAW juga bersabda:
Penjaga Dua Masjid Suci Raja Salman bin Abdulaziz menegaskan kembali bahwa Arab Saudi berupaya keras dalam memastikan kenyamanan dan keamanan para jamaah haji dan umroh. Raja Salman juga mengucapkan selamat kepada warga Saudi, ekspatriat, dan Muslim di seluruh dunia atas datangnya kesempatan bulan suci Ramadhan ini.
Dalam pidatonya, yang disampaikan atas namanya oleh Menteri Media Salman Al-Dossary, Raja berkata: “Kami berterima kasih kepada Allah atas berkah yang melimpah yang telah Dia berikan kepada kami, baik yang terlihat maupun yang tidak terlihat.”
“Dan di antara nikmat yang paling tinggi adalah Dia memilih kita dengan negeri yang diberkahi ini sebagai Tempat Turunnya (Alqur’an) dan Kiblat umat Islam.” kata Raja Salman dilansir dari Saudi Gazette, Kamis (23/3/2023).
Raja menekankan bahwa Arab Saudi berusaha keras dalam memastikan keamanan dan kenyamanan para peziarah. Termasuk dalam upaya menyediakan semua fasilitas dan layanan untuk melakukan ritual mereka, sejak kedatangan ke tanah Arab hingga kepulangan mereka ke tanah air.
“Bulan Ramadhan adalah musim yang diberkahi untuk memperbanyak amal kebaikan, mempererat tali silaturahmi, dan membersihkan dari segala keburukan. Jadi saya berdoa kepada Tuhan Yang Maha Kuasa untuk memungkinkan umat Islam memanfaatkan siang dan malam Ramadhan yang diberkati dalam menaati-Nya, serta mengabadikan kesuksesan bagi mereka dalam hidup, dan melindungi Arab Saudi dan seluruh dunia dari semua kejahatan,” katanya.
Raja Salman juga berterima kasih kepada Allah karena telah memberinya kesempatan bertemu kembali dengan bulan suci yang penuh rahmat ini. Bulan turunnya Alquran, bulan pengampunan, dan pembebasan dari Api Neraka.
“Kami memohon kepada-Nya, dengan rahmat dan kemurahan-Nya, untuk membantu kami menjalankan puasa dan sholat, serta membimbing kami untuk melakukan kebajikan selama bulan itu,” kata Raja Salman.
Fadhilatusy syaikh, bagaimanakah hukum orang yang sengaja safar (melakukan perjalanan jauh) di bulan Ramadan agar bisa tidak berpuasa? Bagaimanakah hukumnya?
Jawaban:
Pada asalnya, hukum puasa Ramadan itu wajib atas setiap muslim, bahkan merupakan salah satu rukun Islam sebagaimana yang telah kita ketahui. Tidak boleh bagi seseorang untuk melakukan hilah (tipu daya atau akal-akalan) atas perkara yang wajib dalam syariat dengan maksud untuk menggugurkan kewajiban tersebut atas dirinya. Siapa saja yang sengaja safar agar bisa tidak puasa (bukan karena memang ada keperluan yang urgen untuk safar, pent.), maka hukum safar tersebut adalah haram. Begitu pula, tidak berpuasa di hari itu hukumnya juga haram (karena dia tidak memiliki alasan yang bisa dibenarkan oleh syariat, pent.). Dia wajib untuk bertobat kepada Allah Ta’ala dan wajib untuk membatalkan safarnya dan berpuasa. Jika dia tidak mau membatalkan safarnya, maka dia tetap wajib berpuasa, meskipun dalam kondisi safar.
Ringkasnya, tidak boleh bagi seseorang untuk untuk melakukan hilah (akal-akalan) agar boleh tidak berpuasa dengan sengaja melakukan safar. Perbuatan akal-akalan untuk perkara yang wajib tidaklah bisa menggugurkan kewajiban tersebut. Sebagaimana perbuatan akal-akalan untuk perkara yang haram tidaklah bisa mengubahnya menjadi mubah.
Dalam Madzhab Maliki, niat puasa Ramadhan dilakukan di malam hari yakni setelah matahari terbenam hingga bersamaan dengan fajar
PARA ulama berbeda pendapat mengenai kapan niat puasa harus dilakukan dalam melaksanakan puasa Ramadhan. Di bawah ini kami jabarkan niat puasa Ramadhan menurut empat madzhab.
Madzhab Hanafi
Madzhab Hanafi berpendapat bahwasannya niat untuk melaksanakan puasa Ramadhan dibagi dalam beberApa waktu. Waktu pertama adalah waktu setelah terbenamnya matahari. Pada asalnya waktu niat adalah waktu awal melakukan suatu amalan, namun untuk mengetahui waktu awal terbitnya fajar adalah hal yang sulit dan itu terjadi di waktu-waktu kebanyakan manusia lalai, maka untuk memberi kemudahan bisa dilakukan setelah matahari terbenam.
Namun para ulama Madzhab Hanafi juga membolehkan melakukan niat puasa Ramadhan setelah fajar hingga pertengahan hari (dari terbit matahari hingga waktu dhuha) ada pula yang berpendapat sebelum Dzuhur. (Al Mabsuth, 3/62).
Madzhab Maliki
Sedangkan dalam Madzhab Maliki, niat puasa Ramadhan dilakukan di malam hari yakni setelah matahari terbenam hingga bersamaan dengan fajar. Dan itu cukup dilakukan di awal malam Ramadhan dengan niat puasa Ramadhan selama satu bulan penuh. (Lihat, At Taudhih fi Syarh Mukhtashar Ibni Hajib, 2/397).
Madzhab Syafi’i
Adapun dalam madzhab Syafi’i, niat puasa dilaksanakan di malam hari bulan Ramadhan dan tidak cukup dengan hanya berniat di malam pertama bulan Ramadhan saja untuk seluruh puasa Ramadhan dalam sebulan. (Al Majmu Syarh Al Muhadzab, 6/289).
Madzhab Hanbali
Pendapat madzhab Hanbali dalam masalah waktu niat puasa Ramadhan sama dengan madzhab Syafi`i, yakni harus dilakukan di malam hari satiap hari bulan Ramadhan. (Al Mughni, 3/109).
Artinya: Dari Salamah bin Al Akwaradhiyallahuanhu bahwa Nabi Shallallahu Alaihi Wasallam mengutus seseorang untuk menyeru manusia mengenai puasa Asyura`, ”Barangsiapa telah makan maka hendaklah ia berpuasa dan barangsiapa belum makan maka janganlah ia makan.” (Riwayat Al Bukhari).
Para ulama madzhab Hanafi berpendapat bahwa puasa Asyura di waktu itu adalah puasa wajib sebelum dimansukh dengan kewajiban puasa Ramadhan, sedangkan Rasulullah SAW memerintahkan para sahabat untuk berpuasa meski di siang hari, sehingga mereka pun berniat pada siang hari. (Lihat, Umdah Al Qari, 10/303).
Dalil Mayoritas Ulama
Adapun mayoritas ulama yang berpedoman pada Hadits:
Artinya: Dari Hafshah dari Nabi Shallallahu Alaihi Wasallam, beliau bersabda, ”Barangsiapa tidak meniatkan puasa sebelum fajar maka tidak puasa baginya.” (Riwayat An Nasa`i dan lainnya)
Al Hafidz Ibnu Hajar menyatakan mengenai Hadits itu, “Tirmidzi dan Nasai cenderung menghukuminya mauquf sedangan Ibnu Hibban dan Ibnu Huzaimah menshahihkan marfunya.” (Bulughul Maram, hal. 261).
Menggabungkan Pendapat Para Mujtahid
Ibnu Hajar Al Haitami seorang ulama rujukan dalam fatwa dan fiqih bagi pengikut Madzab Syafi`i menyatakan bahwa hendaknya bertaklid kepada Imam Malik dalam berniat puasa di malam pertama Ramadhan untuk seluruh puasa Ramadhan, sehingga ketika lupa berniat pada malam hari, maka puasa tetap sah menurut Madzhab Maliki.
Demikian juga hendaknya meniatkan diri untuk puasa di pagi hari ketika lupa berniat puasa di malam hari mengikuti pendapat Imam Abu Hanifah, hingga puasanya tetap sah menurut madzhab Hanafi. (Fath Al Jawwad, hal. 431). Wallahu alam bish shawab.*
Berikut ini artikel tentang amalan sunnah Ramadhan. Saat ini kita tengah berada di bulan suci Ramadhan. Seyogianya diisi dengan pelbagai kebaikan dan amalan yang mendekatkan diri pada Allah.
Dalam sebuah hadis yang diriwayatkan oleh Imam Muslim, disebutkan bahwa rukun Islam terdapat 5 perkara. Yang salah satunya adalah puasa Ramadhan. Kewajiban berpuasa ini, dikhitabkan kepada orang-orang yang beriman. Nabi Muhammad bersabda;
Artinya: “Dari Abdullah bin Umar -semoga Allah meridhainya- ia berkata: Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda: Islam dibangun di atas 5 syahadat Tiada tuhan Selain Allah dan Muhammad Utusan Allah, mendirikan shalat, membayar zakat, haji, puasa ramadhan.” (HR Bukhari Muslim)
Amalan Sunnah Bulan Ramadhan
Menurut Syekh Nawawi al-Bantani dalam kitab Nihâyah al-Zain fî Irsyâd al-Mubtadi’in halaman 194 dijelaskan terdapat 10 amalan sunnah yang bisa dilakukan oleh orang yang berpuasa di bulan Ramadhan. Seyogianya, amalan ini dapat dilaksanakan muslim yang tengah berpuasa.
Pertama, makan sahur. Sebagaimana dijelaskan oleh Imam Bukhari, Nabi bersabda;
تَسَحَّرُوا فَإِنَّ فِي السَّحُورِ بَرَكَةً
“Bersantap sahurlah kalian, karena dalam sahur itu ada keberkahan,” (HR al-Bukhari).
Kedua, menyegerakan berbuka puasa apabila telah jelas masuk waktu maghrib. Seyogianya, saat berbuka, sunnahnya dilakukan dengan kurma. Jika kurma tidak ada, baiknya berbuka dengan air. Sebagaimana Rasulullah bersabda:
“Ya Allah, hanya untuk-Mu aku berpuasa, kepada-Mu aku beriman, atas rezeki-Mu aku berbuka, hanya kepada-Mu aku bertawakal. Sungguh, rasa haus sudah sirna, urat-urat sudah basah, dan balasan sudah tetap, insya Allah.
Wahai Dzat yang maha luas karunia-Nya, ampunilah aku. Segala puji hanya milik Allah Dzat yang telah memberiku petunjuk, hingga aku kuat berpuasa. Lalu Dia memberiku rezeki, hingga aku bisa berbuka.”
“Ya Allah, hanya untuk-Mu aku berpuasa, kepada-Mu aku beriman, atas rezeki-Mu aku berbuka, berkat rahmat-Mu, wahai Dzat yang maha penyayang di antara para penyayang.”
Keempat, seseorang dalam keadaan berhadas besar disunnahkan untuk mandi sebelum terbit fajar.
Kelima, menjauhi lisan dari perkara yang menggugurkan pahala puasa. Sebab, banyak orang yang berpuasa tetapi tidak ada pahalanya, hanya menahan rasa haus dan lapar saja;
“Siapa saja yang memberi makanan berbuka kepada seorang yang berpuasa, maka dicatat baginya pahala seperti orang puasa itu, tanpa mengurangi sedikit pun pahala orang yang berpuasa tersebut,” (HR Ahmad).
Kedelapan, i’tikaf di masjid. Jika tak mampu selama sebulan penuh, maka bisa dilaksanakan pada 10 malam terkahir. Hal ini sebagaimana dijelaskan dalam hadis Nabi Muhammad di 10 hari terakhir bulan Ramadhan, dalam kitab Shahih Bukhari:
Sesungguhnya Nabi Saw melakukan i’tikaf pada 10 hari terakhir di bulan Ramadhan sampai Allah mewafatkannya, kemudian istri-istrinya pun melakukannya setelah Nabi Muhammad wafat. (HR. Bukhari)
Kesembilan, mengkhatamka Al-Qur’an selama bulan Ramadhan. Pasalnya, bulan Ramadhan adalah bulan yang diturunkan Al-Qur’an, QS al Baqarah ayat 185;
Bulan Ramadan adalah (bulan) yang di dalamnya diturunkan Al-Qur’an sebagai petunjuk bagi manusia dan penjelasan-penjelasan mengenai petunjuk itu serta pembeda (antara yang hak dan yang batil)
Kesepuluh, istiqamah melaksanakan amaliah Ramadhan, kendatipun di luar bulan Ramadhan. Hal ini bertujuan agar kealiman dan istiqamah tersebut, tidak hanya di bulan Ramadhan, tetapi juga berimbas pada bulan-bulan selanjutnya.
Demikian penjelasan terkait amalan sunnah bulan Ramadhan. Semoga bermanfaat.
SOSOK wanita tentu saja sosok istimewa yang menjadi buah bibir penghuni langit. Ada banyak ciri wanita penghuni surga yang bisa kita temukan dalam diri sosok wanita yang diceritakan dalam Al Qur’an dan hadits Rasulullah. Apa saja ciri-ciri wanita ahli surga?
Setiap insan tentunya mendambakan kenikmatan yang paling tinggi dan abadi. Kenikmatan itu adalah Surga. Di dalamnya terdapat bejana-bejana dari emas dan perak, istana yang megah dengan dihiasi beragam permata, dan berbagai macam kenikmatan lainnya yang tidak pernah terlihat oleh mata, terdengar oleh telinga, dan terbetik di hati.
Dalam Al Qur’an banyak sekali ayat-ayat yang menggambarkan kenikmatan-kenikmatan Surga. Di antaranya Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:
“Dan (di dalam Surga itu) ada bidadari-bidadari yang bermata jeli laksana mutiara yang tersimpan baik.” (QS. Al Waqiah: 22-23)
“Dan di dalam Surga-Surga itu ada bidadari-bidadari yang sopan, menundukkan pandangannya, tidak pernah disentuh oleh manusia sebelum mereka (penghuni-penghuni Surga yang menjadi suami mereka) dan tidak pula oleh jin.” (QS. Ar Rahman: 56)
“Seakan-akan bidadari itu permata yakut dan marjan.” (QS. Ar Rahman: 58)
“Sesungguhnya Kami menciptakan mereka (bidadari-bidadari) dengan langsung dan Kami jadikan mereka gadis-gadis perawan penuh cinta lagi sebaya umurnya.” (QS. Al Waqiah: 35-37)
Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam menggambarkan keutamaan-keutamaan wanita penduduk Surga dalam sabda beliau:
“ … seandainya salah seorang wanita penduduk Surga menengok penduduk bumi niscaya dia akan menyinari antara keduanya (penduduk Surga dan penduduk bumi) dan akan memenuhinya bau wangi-wangian. Dan setengah dari kerudung wanita Surga yang ada di kepalanya itu lebih baik daripada dunia dan isinya.” (HR. Bukhari dari Anas bin Malik radliyallahu ‘anhu)
BAGAIMANA perjalanan ruh seorang hamba yang shalih setelah kematiannya?
Tidak seorang pun yang boleh menyandarkan kabar mengenai hal gaib kecuali berdasarkan Al-Qur’an dan hadis yang sahih.
Pernyataan mengenai ruh sebenarnya sudah ada sejak zaman Rasulullah dan para sahabat. Para nabi diperintah oleh Allah SWT untuk menjawab,, “Ruh itu adalah urusan Rabb-ku” (Q.S. Al-Israa: 85).
Dulu menjelang wafatnya Nabi, Allah SWT memperlihatkan pahala yang berlimpah dan ganjaran besar yang akan mereka dapatkan di sisi-Nya di akhirat. Allah SWT juga memberikan pilihan kepada mereka apakah ingin tetap di dunia atau pindah ke tempat yang sangat mulia. Tidak diragukan lagi bahwa nabi memilih ke tempat yang abadi yakni akhirat.
Berdasarkan HR. Bukhari, Aisyah berkata ketika malaikat pencabut nyawa datang kepada Rasulullah, sementara kepala beliau di pangkuan saya, maka Rasulullah pingsan beberapa saat. Dan tak lama kemudian ia sadar kembali, lalu beliau menatap ke atas langit-langit rumah sambil mengucapkan ya Allah pertemukanlah aku dengan teman-teman yang paling mulia.
Aisyah berkata, “Dengan demikian Rasulullah tidak memilih untuk hidup lebih lama lagi bersama kami. Saya ingat yang pernah beliau sampaikan kepada kami ketika masih sehat, itulah kata-kata terakhir yang beliau ucapkan.”
Sahabat Mulia Islampos, setiap orang yang dicabut ruhnya oleh malaikat pencabut nyawa (malaikat Izrail), maka tidak ada sekejap matapun ruh tersebut digenggamannya. Melainkan ruh tersebut langsung dipegang oleh dua malaikat yang akan mengantarkannya ke langit.
Bagi seorang muslim yang sholeh dan taat kepad Allah SWT, maka sebelum diantar di langit ia dibalut dengan kain kafan dari surga dan diberi wangi-wangian dari surga yang wanginya melebihi minyak Kasturi. Sehingga apabila datang kematian kepada salah seorang di antara kamu, ia diwafatkan oleh malaikat-malaikat Kami, dan malaikat-malaikat Kami itu tidak melalaikan kewajibannya (Q.S. Al-An’an).