Hukum Membatalkan Puasa Qadha

Ketika seseorang membatalkan puasanya di bulan Ramadhan (baik dengan cara apapun), atau ia lupa niat di malam harinya, maka ia wajib untuk mengqadha’ atau mengganti puasanya di lain hari, selain hari yang diharamkan (2 Hari raya dan hari tasyrik).  Bagaimana hukum membatalkan puasa qadha?

Sebagaimana pada umumnya, pasti ketika berpuasa di selain bulan puasa, terkadang seseorang dituntut atau terdesak untuk membatalkan puasanya. Lalu bagaimanakah pandangan fikih atas seseorang yang membatalkan puasanya? Jawabannya adalah diperinci, jika ia sengaja membatalkan puasanya di bulan Ramadhan, maka ia tidak boleh membatalkan puasa qadha. 

Dan sebaliknya, dijelaskan oleh Imam Al-Nawawi dalam redaksi berikut;

  لَوْ شَرَعَ فِي صَوْمِ قَضَاءِ رَمَضَانَ فَإِنْ كَانَ الْقَضَاءُ عَلَى الْفَوْرِ لَمْ يَجُزْ الْخُرُوجُ مِنْهُ وَإِنْ كَانَ عَلَى التَّرَاخِي فَوَجْهَانِ أَحَدُهُمَا يَجُوزُ قَالَهُ الْقَفَّالُ وَقَطَعَ بِهِ الْغَزَالِيُّ وَالْبَغَوِيُّ وَطَائِفَةٌ وَأَصَحُّهُمَا لَا يَجُوزُ وَهُوَ الْمَنْصُوصُ فِي الْأُمِّ وَبِهِ قَطَعَ الرُّويَانِيُّ فِي الْحِلْيَةِ وَهُوَ مُقْتَضَى كَلَامِ الْأَكْثَرِينَ لِأَنَّهُ تلبس بالفرض ولا عذر في قَطَعَهُ فَلَزِمَهُ إتْمَامُهُ كَمَا لَوْ شَرَعَ فِي الصَّلَاةِ فِي أَوَّلِ الْوَقْتِ

“Ketika ada seseorang yang memulai qadha’ puasa bulan Ramadhan, maka jika puasanya ini model yang harus segera diganti, diharamkan untuk memutusnya. Adapun dalam konteks puasa yang model penggantiannya tidak harus segera, maka ada 2 pendapat. 

Menurut Imam Al-Qaffal diperbolehkan membatalkan puasanya, demikian juga pendapatnya Al-Ghazali, Al-Baghawi dan lain-lain. Namun menurut qaul ashah, tetap tidak diperbolehkan untuk membatalkan puasa qada. Ini merupakan pendapat yang diutarakan oleh Imam Syafi’i, dipedomani oleh Al-Ruyani dan mayoritas ulama. 

Yang demikian ditengarai dengan faktor bahwasanya ia sudah terlanjur melaksanakan ibadah wajib (sedang memutus ibadah wajib ini diharamkan) dan tidak ada udzur baginya untuk memutusnya, sehingga diharuskan untuk meneruskan puasanya. Sebagaimana seseorang yang telah terlanjur melaksanakan sholat fardhu di awal waktu. (Al-Majmu’ Syarh al-Muhadzzab, Juz 2 Halaman 318)

Berbeda dengan di atas, Syekh Khatib Syirbini menyatakan bahwa baik sengaja atau tidak saat membatalkan puasanya di bulan Ramadhan, ia tidak diperbolehkan membatalkan puasa qadha. Beliau menjelaskan;

وَمَنْ تَلَبَّسَ بِصَوْمٍ وَاجِبٍ أَوْ صَلَاةٍ وَاجِبَةٍ حَرُمَ عَلَيْهِ قَطْعُهُ سَوَاءٌ كَانَ قَضَاؤُهُ عَلَى الْفَوْرِ كَصَوْمِ مَنْ تَعَدَّى بِالْفِطْرِ، أَوْ أَخَّرَ الصَّلَاةَ بِلَا عُذْرٍ أَمْ لَا بِأَنْ لَمْ يَكُنْ تَعَدَّى بِذَلِكَ.

“Sesiapa yang telah terlanjur melaksanakan puasa wajib (puasa di bulan Ramadhan, qada’ atau nadzar) atau shalat wajib, maka diharamkan baginya untuk memutus ibadahnya. Baik puasanya itu berupa qadha yang tidak harus diganti dengan segera, semisal dalam konteks seseorang yang sembrono dalam membatalkan puasanya atau mengakhirkan shalat dengan tanpa adanya alasan. 

Atau orang tersebut tidak diharuskan segera mengganti ibadahnya, semisal dalam konteks seseorang yang kebalikan dari kasus tadi.” (Iqna’ fi hill alfadz abi Syuja’  Juz 2 Halaman 407) 

Lalu apakah ketika membatalkan puasa qadha’ dengan cara bersetubuh, ia diwajibkan menunaikan kafarat sebagaimana dalam konteks bulan puasa? Jawabannya adalah tidak. Ibnu Hajar Al-Haitami menyatakan;

ولا” تجب الكفارة “على من جامع” أي وطئ ولم يفسده صومه كأن جامع “ناسيًا” أو جاهلًا وقرب إسلامه أو نشأ ببادية بعيدة عن العلماء “أو مكرهًا”…ولا على من أفسد بجماعه صوم “غير رمضان” كالقضاء والنذر لورود النص في رمضان وهو مختص بفضائل لا يشركه فيها غيره.

“Kafarat tidak diwajibkan bagi mereka yang membatalkan puasanya dengan cara bersetubuh dalam keadaan lupa, tidak tahu (bahwa bersetubuh bisa membatalkan puasa), baru masuk Islam, jauh dari ulama, dipaksa, karena yang demikian Dianggap uzur. 

Dan juga kafarat tidak diwajibkan bagi mereka yang membatalkan puasa wajib dengan bersetubuh di selain bulan Ramadhan, semisal puasa Qada dan Nazar. Karena yang diperintahkan dalam Nash itu hanya khusus di bulan Ramadhan dan ini termasuk salah satu keutamaannya bulan Ramadhan yang tidak disamai oleh yang lainnya. (Minhaj al-Qawim, Halaman 257) 

Dengan demikian bisa diketahui bahwasanya ulama itu berbeda pendapat terkait hukum membatalkan puasa Qadha, sehingga bagi seseorang itu dianjurkan untuk berhati-hati dalam melaksanakan puasa qadhanya, namun jika ia terdesak untuk membatalkannya maka silakan mengikuti ulama yang memperbolehkan Untuk membatalkan puasa qadhanya. Wallahu A’lam bi al-shawab. 

BINCANG SYARIAH

Hukum Ziarah Kubur Menjelang Ramadhan, Apakah Bid’ah?

Terdapat berbagai tradisi yang dilakukan ketika menjelang Ramadhan dari berbagai daerah di Indonesia. Salah satunya adalah tradisi ziarah kubur untuk mendoakan kerabat yang sudah meninggal. Lantas bagaimana hukum ziarah kubur menjelang Ramadhan, apakah bid’ah?

Tradisi ziarah kubur merupakan tradisi yang sudah berumur sangat tua di Indonesia.  Saat kedatangan Ramadhan dan Hari Raya Idul Fitri adalah momen yang sering digunakan oleh umat islam untuk melakukan ziarah kubur.

Ziarah kubur yang dilakukan dengan tujuan untuk membacakan doa kepada jenazah. Selain itu, aktivitas ini juga berguna untuk mengingatkan diri kepada kematian yang pasti akan datang.

Meski demikian, bagaimanakah hukum ziarah kubur menjelang bulan Ramadhan dalam ajaran agama Islam? Apakah benar ziarah kubur menjelang Ramadhan adalah perbuatan bid’ah?.

Hukum Ziarah Kubur Menjelang Ramadhan

Pada awal kemunculan Islam, ziarah kubur sempat dilarang oleh Rasulullah Saw. . Hal ini sebagaimana dalam sabda Nabi berikut; 

قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: “‌قَدْ ‌كُنْتُ ‌نَهَيْتُكُمْ عَنْ زِيَارَةِ القُبُورِ، فَقَدْ أُذِنَ لِمُحَمَّدٍ فِي زِيَارَةِ قَبْرِ أُمِّهِ، فَزُورُوهَا فَإِنَّهَا تُذَكِّرُ الآخِرَةَ”

Buraidah berkata: Rasulullah Saw. bersabda “Saya pernah melarang berziarah kubur. Tapi sekarang Muhammad telah diberi izin untuk berziarah ke makam ibunya. Maka sekarang berziarahlah..! karena hal itu dapat mengingatkan kamu kepada akhirat.

Ziarah kubur Pada masa-masa awal syiar Islam, memang dilarang oleh Nabi Muhammad SAW karena mempertimbangkan kondisi keimanan masyarakat Arab saat itu. Namun, karena kondisi masyarakat sudah berubah dan iman mereka telah kuat kemudian Nabi membolehkan untuk ziarah kubur. 

Dengan demikian, sudah jelas bahwa ziarah kubur hukumnya dibolehkan, dengan alasan mengingatkan kepada kehidupan akhirat. Syekh Abu Bakar Syatha dalam kitabnya I’anah Thalibin hal juz 2 hal 161 menjelaskan perihal ziarah kubur ini sebagai berikut:

ويتأكد ندب الزيارة في حق الأقارب، خصوصا الأبوين، ولو كانوا ببلد آخر غير البلد الذي هو فيه،

Artinya: Ziarah kubur menjadi sunah muakad pada hak kerabat , khususnya kedua orang tua meskipun kuburan mereka berada  di daerah lain bukan di tempat orang yang menziarahinya”

Kemudian beliau syekh Abu Bakar mencantumkan hadis:

 فَقَدْ رَوَى اَلحَاكِمُ عَنْ أَبِي هُرَيْرَة َرضي الله عنه: ‌مَنْ ‌زَارَ قَبْرَ ‌أَبَوَيْهِ أَوْ أَحَدِهِمَا فِي كُل ِّجُمعةٍ مَرةً غَفَّرَ اللهُ لَهُ، وكَانَ بَارًا بِوَالِدَيهِ.

Artinya: hakim sungguh telah meriwayatkan hadits dari abu hurairah Ra. “Barang siapa yang menziarahi kubur kedua orang tuanya atau salah satunya setiap hari jumat maka Allah akan mengampuninya dan ia termasuk orang yang berbakti kepada kedua orang tuanya.

وفي رواية: ‌من ‌زار قبر والديه كل جمعة أو أحدهما، فقرأ عنده يس والقرآن الحكيم، غفر له بعدد ذلك آية أو حرفا

Dan pada riwayat yang lain; barang siapa menziarahi kuburan kedua orang tuanya setiap Jumat atau salah satunya kemudian membaca surah yasin maka allah mengampuni dosanya sebanyak jumlah ayat  dan huruf surah yasin tersebut.

Dalam hal ini, penulis tidak menemukan anjuran yang secara khusus dari para ulama tentang ziarah menjelang Ramadhan, namun dari apa yang disampaikan Syekh Abu Bakar Syatha dan hadis-hadis di atas, bisa kita simpulkan bahwa hukum ziarah kubur secara umum adalah sunnah baik itu saat menjelang Ramadhan atau pun waktu yang lain.

Pasalnya,  dengan ziarah kubur mengingatkan kita akan kematian. Dan dengan ingat akan kematian bisa memotivasi kita untuk menyempurnakan ibadah puasa yang akan dijalankan di bulan ramadhan.

Dan untuk dari segi objeknya adalah keluarga maka menziarahi mereka sangat dianjurkan terlebih kedua orang tua, terutama pada hari jum’at sebagaimana hadis di atas, namun terkadang kita disibukkan dengan berbagai kegiatan sehingga tak sempat berziarah kepada mereka maka menjelang ramadhan ini merupakan kesempatan bagi kita untuk mengingat dan mendoakan keluarga dan orang tua yang telah mendahului kita sebagai bentuk bakti seorang anak atau keluarga. 

Sebagaimana kaidah fiqih yang berbunyi 

ما لا يدرك كله لا يترك كله

Artinya: sesuatu yang kita tidak bisa kerjakan secara totalitas maka jangan pula ditinggalkan semuanya

Jika kita memang tidak bisa menziarahi makam orang tua kita setiap Jumat setidaknya sempatkan lah mengunjungi mereka menjelang ramadhan ini, jangan sampai kita tidak punya waktu untuk mereka yang menjadi asal muasal adanya kita didunia ini. 

Demikian penjelasan hukum ziarah kubur menjelang Ramadhan. Wallahu a’lam bishawab, semoga bermanfaat.

BINCANG SYARIAH

Khutbah Jumat: Enam Langkah Menyambut Ramadhan

Khutbah Jumat kali ini menulis cara menyambut bulan mulia dengan bertekad kuat untuk tidak menyia-nyiakan hari-hari di bulan Ramadhan, inilah enam langkah yang perlu Anda ketahui

Oleh: Ali Akbar bin Muhammad bin Aqil

Hidayatullah.com | KUALITAS Ramadhan kita tergantung dari bagaimana cara kita memasuki dan menyikapi amalan di dalamnya. Semakin baik persiapan yang kita lakukan, Insya Allah akan meningkatkan kualitas ibadah, iman, dan keislaman kita di hadapan Allah ﷻ. Di bawah in teks lengkap khutbah Jumat kali ini;

Khutbah Jumat Pertama

إِنَّ الْحَمْدَ لِلَّهِ نَحْمَدُهُ وَنَسْتَعِيْنُهُ وَنَسْتَغْفِرُهُ وَنَعُوذُ بِاللهِ مِنْ شُرُوْرِ أَنْفُسِنَا وَمِنْ سَيِّئَاتِ أَعْمَالِنَا، مَنْ يَهْدِهِ اللهُ فَلاَ مُضِلَّ لَهُ وَمَنْ يُضْلِلْهُ فَلاَ هَادِيَ لَهُ. أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ. اَللهُمّ صَلّ وَسَلّمْ عَلى سيدنا مُحَمّدٍ وَعَلى آلِهِ وِأَصْحَابِهِ وَمَنْ تَبِعَهُمْ بِإِحْسَانٍ إِلَى يَوْمِ الدّيْن

عِبَادَ اللهِ أُوْصِيْكُمْ وَإِيَّايَ بِتَقْوَى اللهِ فَقَدْ فَازَ الْمُتَّقُوْنَ قَالَ اللهُ تَعَالَى: يَاأَيّهَا النَاسُ اتّقُوْا رَبّكُمُ الّذِي خَلَقَكُمْ مِنْ نَفْسٍ وَاحِدَةٍ وَخَلَقَ مِنْهَا زَوْجَهَا وَبَثّ مِنْهُمَا رِجَالاً كَثِيْرًا وَنِسَاءً وَاتّقُوا اللهَ الَذِي تَسَاءَلُوْنَ بِهِ وَاْلأَرْحَام َ إِنّ اللهَ كَانَ عَلَيْكُمْ رَقِيْبًا

Kaum Muslimin Jamaah Shalat Jumat Rahimakumullah

Hari, pekan, dan tahun berlalu begitu cepat. Banyak dari kita yang merasa waktu seakan berlari maraton. Sebagian merasa masih baru memasuki bulan Ramadhan.

Kini, bulan yang sama akan segera kita masuki kembali. Kita ucapkan syukur kepada Allah ﷻ, alhamdulillah.

Ramadhan yang akan kita songsong kedatangannya, kurang dari hitungan jari itu, harus menjadi Ramadhan yang spesial.

Mungkin ini adalah kesempatan yang  tidak semuanya bisa menikmati. Sebab kita tahu berapa banyak dari saudara kita yang masih bersama kita di Ramadhan sebelumnya, kini mereka telah dipanggil menghadap kepada Allah ﷻ. Sementara kita masih diberi umur untuk bisa berjumpa dengannya.

Oleh karena itu, kualitas Ramadhan kita tergantung dari bagaimana cara kita memasuki dan menyikapi amalan di dalamnya. Semakin baik persiapan yang kita lakukan, Insya Allah akan meningkatkan kualitas ibadah, iman, dan keislaman kita di hadapan Allah ﷻ.

Sejumlah hal perlu kita lakukan untuk menyambut Ramadhan; Pertama, kita sambut Ramadhan dengan bertobat kepada Allah ﷻ yang Maha Pengasih, Maha Penyayang, dan Maha Menerima Tobat hamba-hamba-Nya.

Disebutkan dalam hadits yang diriwayatkan Imam Muslim :

لَلَّهُ أَشَدُّ فَرَحًا بِتَوْبَةِ عَبْدِهِ حِينَ يَتُوبُ إِلَيْهِ مِنْ أَحَدِكُمْ كَانَ عَلَى رَاحِلَتِهِ بِأَرْضِ فَلاَةٍ فَانْفَلَتَتْ مِنْهُ وَعَلَيْهَا طَعَامُهُ وَشَرَابُهُ فَأَيِسَ مِنْهَا فَأَتَى شَجَرَةً فَاضْطَجَعَ فِى ظِلِّهَا قَدْ أَيِسَ مِنْ رَاحِلَتِهِ فَبَيْنَا هُوَ كَذَلِكَ إِذَا هُوَ بِهَا قَائِمَةً عِنْدَهُ فَأَخَذَ بِخِطَامِهَا ثُمَّ قَالَ مِنْ شِدَّةِ الْفَرَحِ اللَّهُمَّ أَنْتَ عَبْدِى وَأَنَا رَبُّكَ.أَخْطَأَ مِنْ شِدَّةِ الْفَرَحِ

“Sesungguhnya Allah sangat gembira dengan taubat hamba-Nya ketika ia bertaubat pada-Nya melebihi kegembiraan seseorang di antara kalian yang berada di atas kendaraannya dan berada di suatu tanah yang luas (padang pasir), kemudian hewan yang ditungganginya lari meninggalkannya. Padahal di hewan tunggangannya itu ada perbekalan makan dan minumnya. Sehingga ia pun menjadi putus asa. Kemudian ia mendatangi sebuah pohon dan tidur berbaring di bawah naungannya dalam keadaan hati yang telah berputus asa. Tiba-tiba ketika ia dalam keadaan seperti itu, kendaraannya tampak berdiri di sisinya, lalu ia mengambil ikatnya. Karena sangat gembiranya, maka ia berkata, ‘Ya Allah, Engkau adalah hambaku dan aku adalah Rabb-Mu.’ Ia telah salah mengucapkan karena sangat gembiranya.”

Kedua, kita sambut Ramadhan dengan bertekad kuat untuk tidak menyia-nyiakan hari-hari Ramadhan dan hari-hari di bulan lain dari hal-hal yang nihil kebaikan.

Sangat disayangkan jika kesempatan yang ada kita gunakan untuk tidur di siang bolong dan begadang di malam harinya. Dengan cara yang seperti ini kita kehilangan banyak kebaikan yang seharusnya bisa kita tunaikan.

Kaum Muslimin Jamaah Shalat Jumat Rahimakumullah

Ketiga, sambutlah Ramadhan dengan memiliki keinginan kuat untuk memberi makan orang-orang yang berbuka puasa.

Rasul ﷺ bersabda :

مَنْ فَطَّرَ صَائِمًا كَانَ لَهُ مِثْلُ أَجْرِهِ غَيْرَ أَنَّهُ لا يَنْقُصُ مِنْ أَجْرِ الصَّائِمِ شَيْئًا

“Siapa yang memberi makan berbuka kepada orang yang sedang berpuasa, maka dia akan mendapatkan pahala orang tersebut tanpa mengurangi pahala orang yang berpuasa tersebut sedikit pun juga.” (HR. Tirmidzi).

Keempat, perbanyak membaca Alquran. Kita baca, renungi, dan amalkan isi kandungan Al-Quran agar menjadi pedoman serta pembimbing kita dalam kehidupan.

Dari amalan para salaf, ada yang dalam tiga malam sekali mereka mengkhatamkan Al-Quran. Saat memasuki sepuluh hari terakhir, mereka mengkhatamkan sekali dalam semalam.

Sikap para salaf menunjukkan kepada kita tentang semangat yang tinggi untuk memaksimalkan Ramadhan dengan banyak membaca Alquran. Hal ini juga menjadi pengamalan sabda Rasul ﷺ  :

خَيْرُكُمْ مَنْ تَعَلَّمَ اْلقُرْآنَ وَعَلَّمَهُ

“Sebaik-baik orang di antara kamu adalah orang yang belajar Alquran dan mengajarkannya.” (HR: Bukhari).

Juga sabda Rasul ﷺ :

اِقْرَءُوا الْقُرْآنَ فَإِنَّهُ يَأْتِي يَوْمَ الْقِيَامَةِ شَفِيعًا لِأَصْحَابِهِ

Bacalah Al-Quran, sebab ia akan datang di hari kiamat kelak sebagai pemberi syafaat kepada pembacanya.” (HR. Muslim)

Kelima, kita sambut Ramadhan dengan menjaga lisan dan seluruh anggota badan dari perkara-perkara yang haram. Berpuasa tidak sebatas menahan dari makan dan minum.

Berpuasa juga mengajarkan kepada kita untuk cakap dalam mengendalikan lisan dari ucapan-ucapan yang tidak semestinya kita lontarkan dan menjaga anggota tubuh lainnya dari perbuatan yang merugikan diri sendiri atau orang lain.

Rasul ﷺ bersabda :

مَنْ لَمْ يَدَعْ قَوْلَ الزُّورِ وَالعَمَلَ بِهِ، فَلَيْسَ لِلَّهِ حَاجَةٌ فِي أَنْ يَدَعَ طَعَامَهُ وَشَرَابَهُ

Barangsiapa tidak meninggalkan perkataan dan perbuatan yang haram, maka Allah tidak butuh dia meninggalkan makanan dan minuman.” (HR. Bukhari)

Kaum Muslimin Jamaah Shalat Jumat Rahimakumullah

Keenam, perbanyak doa. Sejumlah ayat yang berisi anjuran untuk berdoa memiliki keunikan pada posisinya, di mana ayat tersebut berada di tengah ayat yang berbicara tentang puasa.

وَإِذَا سَأَلَكَ عِبَادِي عَنِّي فَإِنِّي قَرِيبٌ أُجِيبُ دَعْوَةَ الدَّاعِ إِذَا دَعَانِ) [البقرة: 186]،

“Dan apabila hamba-hamba-Ku bertanya kepadamu (Muhammad) tentang Aku, maka sesungguhnya Aku dekat. Aku Kabulkan permohonan orang yang berdoa apabila dia berdoa kepada-Ku.” (QS. Al-Baqarah : 186).

Pesan yang bisa kita tangkap adalah Ramadhan adalah bulan yang sangat agung untuk kita berdoa dan memiliki potensi yang lebih besar dalam pengabulannya. Seolah Ramadhan adalah waktunya berdoa lantaran keutamaan yang ada di dalamnya.

Rasul ﷺ bersabda :

ثَلَاثَةٌ لَا تُرَدُّ دَعْوَتُهُمْ؛ الصَّائِمُ حَتَّى يُفْطِرَ، وَالإِمَامُ العَادِلُ، وَدَعْوَةُ المَظْلُومِ

“Tiga orang yang doa mereka tidak tertolak, yaitu; seorang yang berpuasa hingga berbuka, seorang imam (penguasa) yang adil dan doanya orang yang dizalimi.” (HR. Tirmidzi)

Masih banyak langkah lainnya untuk menyambut Ramadhan. Enam perkara di atas adalah pendahuluan sebelum kita masuk lebih dalam guna melakukan apa yang mesti kita lakukan sebagai hamba Allah ﷻ yang cerdas dalam mengemas amal saleh.

بَارَكَ اللهُ لِي وَلَكُمْ فيِ القُرْآنِ العَظِيْمِ، وَنَفَعَنيِ وَإِيَّاكُمْ بِمَا فِيْهِ مِنَ اْلآياَتِ وَالذِّكْرِ الحَكِيْمِ وَتَقَبَّلَ مِنيِّ وَمِنْكُمْ تِلاَوَتَهُ َإِنَّهُ هُوَ السَّمِيْعُ العَلِيْمُ. أَقُوْلُ قَوْليِ هذَا وَأَسْتَغْفِرُ اللهَ ليِ وَلَكُمْ وَلِسَائِرِ الْمُسْلِمِيْنَ فَاسْتَغْفِرُوْهُ إِنَّهُ هُوَ الغَفُوْرُ الرَّحِيْمُ.

Khutbah Shalat Jumat Kedua

الْحَمْدُ لِلَّهِ الَّذِي هَدَانَا لِهَذَا وَمَا كُنَّا لِنَهْتَدِيَ لَوْلَا أَنْ هَدَانَا اللَّهُ، أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّاللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّداً عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ. اَللَّهُمّ صَلِّ وَسَلِّمْ عَلى سيدنا مُحَمّدٍ وَعَلى آلِهِ وِأَصْحَابِهِ وَمَنْ تَبِعَهُمْ بِإِحْسَانٍ إِلَى يَوْمِ الدّيْن. اَمَّا بَعْدُ :

فَيَا اَيُّهَا النَّاسُ اِتَّقُوا اللهَ تَعَالىَ وَذَرُوا الْفَوَاحِشَ مَاظَهَرَ وَمَا بَطَنْ، وَحَافِظُوْاعَلىَ الطَّاعَةِ وَحُضُوْرِ الْجُمْعَةِ وَالْجَمَاعَةِ.

وَاعْلَمُوْا اَنَّ اللهَ اَمَرَكُمْ بِأَمْرٍ بَدَأَ فِيْهِ بِنَفْسِهِ وَثَنَّى بِمَلاَئِكَةِ قُدْسِهِ، فَقَالَ تَعَالىَ وَلَمْ يَزَلْ قَائِلاً عَلِيْمًا: اِنَّ اللهَ وَمَلاَئِكَتَهُ يُصَلُّوْنَ عَلىَ النَّبِىْ يَاَ يُّهَا الَّذِيْنَ آمَنُوْا صَلُّوْا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوْا تَسْلِيْمًا

اَللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى سيدنا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ سيدنا مُحَمَّدٍ كَمَا صَلَّيْتَ عَلَى سيدنا إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى آلِ سيدنا إِبْرَاهِيْمَ، إِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ. وَبَارِكْ عَلَى سيدنا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ سيدنا مُحَمَّدٍ كَمَا بَارَكْتَ عَلَى سيدنا إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى آلِ سيدنا إِبْرَاهِيْمَ، إِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ

اللهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُسْلِمِيْنَ وَالمسْلِمَاتِ وَالمؤْمِنِيْنَ وَالمؤْمِنَاتِ الأَحْيَاءِ مِنْهُمْ وَالأَمْوَاتِ إِنَّكَ سَمِيْعٌ قَرِيْبٌ مُجِيْبُ الدَّعْوَةِ،

اللَّهُمَّ إِنَّا نَعُوذُ بِكَ مِنَ البَرَصِ وَالجُنُونِ والجُذَامِ وَسَيِّيءِ الأسْقَامِ

رَبَّنَا هَبْ لَنَا مِنْ أَزْوَاجِنَا وَذُرِّيَّاتِنَا قُرَّةَ أَعْيُنٍ وَاجْعَلْنَا لِلْمُتَّقِينَ إِمَامًا, اللَّهُمَّ إنَّا نَسْأَلُكَ الهُدَى والتُّقَى والعَفَافَ والغِنَى، رَبَّنَا آتِنَا فِي الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِي الْآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ

وَصَلَّى اللهُ عَلَى نَبِيِّنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ و َمَنْ تَبِعَهُمْ بِإِحْسَانٍ إِلَى يَوْمِ الدّيْن وَآخِرُ دَعْوَانَا أَنِ الْحَمْدُ لله رَبِّ الْعَالَمِيْنَ

عِبَادَ اللهِ، إنَّ اللهَ يَأْمُرُ بِالْعَدْلِ وَالْإحْسَانِ وَإِيْتَاءِ ذِي الْقُرْبَى ويَنْهَى عَنِ الفَحْشَاءِ وَالْمُنْكَرِ وَالبَغْيِ، يَعِظُكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُوْنَ. فَاذكُرُوا اللهَ الْعَظِيْمَ يَذْكُرْكُمْ وَلَذِكْرُ اللهِ أَكْبَرُ

Khutbah Jumat ini dikeluarkan, DPC Rabithah Alawiyah Kota Malang. Arsip lain terkait Khutbah Jumat bisa diklik di SINI

HIDAYATULLAH

Fatwa Ulama: Berpuasa, tapi Tidak Salat Sama Sekali

Fatwa Syekh Muhammad bin Shalih Al-‘Utsaimin

Pertanyaan:

Fadhilatusy syaikh, bagaimana hukum orang yang berpuasa, namun tidak salat sama sekali?

Jawaban:

Orang yang meninggalkan salat sama sekali, puasanya tidak sah, dan tidak diterima. Hal ini karena orang yang meninggalkan salat sama sekali itu kafir, berdasarkan firman Allah Ta’ala,

فَإِن تَابُواْ وَأَقَامُواْ الصَّلاَةَ وَآتَوُاْ الزَّكَاةَ فَإِخْوَانُكُمْ فِي الدِّينِ

Jika mereka bertobat, mendirikan salat dan menunaikan zakat, maka (mereka itu) adalah saudara-saudaramu seagama.” (QS. At-Taubah: 11)

Dan juga berdasarkan sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam,

الْعَهْدُ الَّذِي بَيْنَنَا وَبَيْنَهُمْ الصَّلَاةُ فَمَنْ تَرَكَهَا فَقَدْ كَفَرَ

Perjanjian antara kita dan mereka adalah salat. Siapa saja yang meninggalkan salat, sungguh dia telah kafir.” (HR. Ahmad no. 22937, At-Tirmidzi no. 2621, An-Nasa’i no. 463, Ibnu Majah no. 1079. Dinilai sahih oleh Al-Albani dalam Shahih Al-Jaami’ no. 4143)

Juga berdasarkan sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam,

إِنَّ بَيْنَ الرَّجُلِ وَبَيْنَ الشِّرْكِ وَالْكُفْرِ تَرْكَ الصَّلَاةِ

Sungguh, yang memisahkan antara seorang laki-laki dengan kesyirikan dan kekufuran adalah meninggalkan salat.” (HR. Muslim no. 82)

Dan perkara ini juga merupakan pendapat mayoritas sahabat, kalau kita tidak sampai mengatakan bahwa mereka telah ijma’.

‘Abdullah bin Syaqiq rahimahullah, beliau adalah seorang tabi’in yang masyhur, berkata,

كَانَ أَصْحَابُ مُحَمَّدٍ -صلى الله عليه وسلم- لاَ يَرَوْنَ شَيْئًا مِنَ الأَعْمَالِ تَرْكُهُ كُفْرٌ غَيْرَ الصَّلاَةِ

Dahulu, para sahabat Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam tidaklah melihat suatu amal (ibadah) yang jika ditinggalkan menyebabkan kafir, kecuali salat.

Berdasarkan hal ini, jika ada seseorang yang berpuasa, namun tidak salat sama sekali, maka puasanya tertolak, tidak diterima, tidak akan bermanfaat untuknya di sisi Allah Ta’ala pada hari kiamat. Sehingga kami katakan kepada orang tersebut, salatlah, kemudian berpuasalah. Adapun jika engkau berpuasa, namun tidak salat sama sekali, maka puasamu tidak diterima, karena ibadah orang kafir itu tidak akan diterima.

***

@Rumah Kasongan, 19 Sya’ban 1444/ 11 Maret 2023

Penerjemah: M. Saifudin Hakim

Artikel: Muslim.or.id

© 2023 muslim.or.id
Sumber: https://muslim.or.id/83644-berpuasa-tapi-tidak-salat.html

Tafsir Surat Az-Zumar: 1-3: Mengapa Kita Harus Menyembah Allah dengan Tulus (1)

Surat Az-Zumar terdiri atas 79 ayat. Menurut al-Qurthubi dalam al-Jami’ li Ahkam al-Qur’an, nama lain dari surat ini adalah surah al-Ghuraf. Disebut-sebut sumbernya adalah berasal dari riwayat Wahb bin Munabbih, ia berkata :

من أحب أن يعرف قضاء الله في خلقه، فليقرأ سورة الغرف

Siapa yang ingin mengetahui takdir Allah pada makhluk-Nya, maka bacalah surah al-Ghuraf.

Surah ini dikategorikan sebagai surat Makkiyah. Pembahasan apa yang disebut dengan Makkiyah dan Madaniyah akan dijelaskan disini. Hanya ada satu atau dua ayat dalam satu riwayat dari surat Az-Zumar yang dikategorikan sebagai ayat-ayat Madaniyyah.

Dalam riwayat An-Nasa’i seperti dikutip oleh Ibn Katsir ad-Dimasyqi dalam Tafsir al-Qur’an al-‘Azhim, surat ini adalah diantara surat yang biasa dibaca Nabi Saw. di waktu malam (bisa jadi saat sahalat tahajud), dan di pagi harinya Rasulullah Saw. seringkali berpuasa,

عن عائشة – رضي الله عنها – قالت : كان رسول الله – صلى الله عليه وسلم – يصوم حتى نقول : ما يريد أن يفطر . ويفطر حتى نقول : ما يريد أن يصوم . وكان يقرأ في كل ليلة بني إسرائيل والزمر .

 Dari ‘Aisyah radhiyallahu ‘anhu, beliau berkata: Rasulullah Saw. di masa hidupnya itu (seringkali) berpuasa hingga kami bergumam:
“beliau tidak mau berbuka.” Dan beliau (seringkali) tidak berpuasa hingga kami bergumam: “beliau tidak mau puasa.” Dan Rasulullah Saw. biasa membaca Surat al-Isra’ dan Az-Zumar setiap malam.

Sekarang mari kita kupas satu persatu pesan dari tiap ayat pada surat ini.

Allah berfirman dalam surah Az-Zumar, ayat 1 sampai 3,

تَنزِيلُ الْكِتَابِ مِنَ اللَّهِ الْعَزِيزِ الْحَكِيمِ (1) إِنَّا أَنزَلْنَا إِلَيْكَ الْكِتَابَ بِالْحَقِّ فَاعْبُدِ اللَّهَ مُخْلِصًا لَّهُ الدِّينَ (2) أَلَا لِلَّهِ الدِّينُ الْخَالِصُ ۚ وَالَّذِينَ اتَّخَذُوا مِن دُونِهِ أَوْلِيَاءَ مَا نَعْبُدُهُمْ إِلَّا لِيُقَرِّبُونَا إِلَى اللَّهِ زُلْفَىٰ إِنَّ اللَّهَ يَحْكُمُ بَيْنَهُمْ فِي مَا هُمْ فِيهِ يَخْتَلِفُونَ ۗ إِنَّ اللَّهَ لَا يَهْدِي مَنْ هُوَ كَاذِبٌ كَفَّارٌ

Kitab (Al-Qur’an) ini diturunkan oleh Allah yang Maha Mulia, Maha Bijaksana (1) Sesungguhnya Kami telah menurunkan Kitab (Al-Qur’an) kepadamu (wahai Muhammad) dengan (bermuatan) kebenaran. Maka sembahlah Allah dengan tulus ikhlas beragama kepada-Nya (2) Ingatlah ! hanyalah milik Allah agama yang murni (dari syirik ini). Dan orang-orang yang mengambil pelindung selain Dia (berkata), “Kami tidak menyembah mereka melainkan (berharap) agar mereka mendekatkan kami kepada Allah dengan sedekat-dekatnya. Sungguh, Allah akan memberi putusan di antara mereka tentang apa yang mereka perselisihkan. Sungguh, Allah tidak memberi petunjuk kepada pendusta dan orang yang sangat ingkar (3)

Dua ayat pertama dari surah Az-Zumar ini, secara tersurat menunjukkan penegasan bahwa Allah langsung yang mewahyukan Al-Qur’an ini karena memang isi Al-Qur’an ini mengandung kebenaran. Karena Al-Qur’an jelas mengandung kebenaran dan bersumber dari Tuhan Yang Maha Bijaksana (al-Hakiim) dan Maha Mulia (al-‘Aziiz), maka menyembah kepada Yang mewahyukan Al-Qur’an itu menjadi niscaya, dengan catatan harus murni niatnya (mukhlish).

Menurut At-Thabari dalam tafsirnya mengutip penafsiran Qatadah, salah seorang Tabi’in, bahwa redaksi ayat fa’budillah mukhlison lahu ad-diin dalam ayat kedua maknanya adalah seruan kepada Nabi Muhammad Saw.,

فاخشع لله يا محمد بالطاعة, وأخلص له الألوهة, وأفرده بالعبادة, ولا تجعل له في عبادتك إياه شريكا, كما فَعَلَتْ عَبَدة الأوثان

maka bersikap khusyuklah wahai Muhammad dengan sikap taat, murnikanlah tauhidmu, beribadalah hanya kepada-Nya, dan jangan sembah dalam ibadahmu selain Allah seperti yang dilakukan penyembah berhala.

Bersambung

BINCANG SYARIAH

Harta Haram Pejabat

Hadiah atau yang sekarang disebut dengan gratifikasi juga merupakan harta haram. Nabi menyebutnya ghulul atau suhut

Oleh: Dr. Budi Handrianto

SETELAH beberapa tahun kerja, saya ditempatkan di bagian marketing. Kira-kira sebelum tahun 2000 karena seingat saya, saya baru punya anak 1.

Karena yang kami jual barang komoditi, maka yang mendekati justru pihak konsumen daripada produsen. Di mana-mana yang “nyogok” itu biasanya yang jualan, bukan yang beli.

Pada industri ini memang beda. Bargaining position produsen lebih tinggi dari pada konsumen, berbeda dengan barang customer goods atau yang lainnya.

Beberapa hari memegang jabatan tersebut, saya didatangi seorang customer lama. Katanya ingin main ke rumah.

Karena masih lugu, saya persilakan saja karena menjamu tamu bagi kami sebuah kemuliaan. Setelah selesai makan siang sang tamu berpamitan kepada saya dan mengeluarkan segepok amplop -tentu berisi uang.

“Ini buat anak-anak ya pak.”

Saya terima saja dan besoknya saya berikan kepada salah seorang direksi, minta untuk dikembalikan dan “menegur” customer lama tersebut. Kalau langsung saya kembalikan, orang-orang yang pernah menerima pasti menyangka saya juga menerimanya.

Karena butuh “saksi”, uang itu saya bawa ke pimpinan untuk dikembalikan.

Kejadian di atas merupakan bentuk penyuapan, meski berdalih hadiah. Sang pemberi pasti mempunyai niat mengambil keuntungan daripada sekedar kehilangan uang dalam amplop tersebut.

Mungkin ia bermaksud supaya pasokan barang ke pabriknya lancar, mendapatkan harga lebih murah, mengutamakannya ketika pasokan barang minim dan sebagainya. Untuk jasa saya mempermudah urusannya, dia memberikan “hadiah”. Tapi betulkah ini hadiah?

Nabi ﷺ pernah marah besar ketika beliau ﷺ memperkerjakan Ibnul Atabiyah sebagai pengumpul zakat dari Bani Sulaim.

Dalam haditsnya Beliau ﷺ  bersabda; Diriwayatkan dari Abu Humaid As Sa’idi RA dia berkata :

اسْتَعْمَلَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ رَجُلًا عَلَى صَدَقَاتِ بَنِي سُلَيْمٍ يُدْعَى ابْنَ الْلَّتَبِيَّةِ فَلَمَّا جَاءَ حَاسَبَهُ قَالَ هَذَا مَالُكُمْ وَهَذَا هَدِيَّةٌ فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَهَلَّا جَلَسْتَ فِي بَيْتِ أَبِيكَ وَأُمِّكَ حَتَّى تَأْتِيَكَ هَدِيَّتُكَ إِنْ كُنْتَ صَادِقًا

“Rasulullah ﷺ pernah mengutus seorang laki-laki untuk mengumpulkan zakat dari Bani Sulaim, dia bernama Ibnu Al Latabiyyah. Maka ketika laki-laki itu datang, Rasulullah ﷺ memeriksanya. Berkata Ibnu Al Latabiyyah,”Ini harta [zakat] Anda. Sedang ini adalah hadiah.” Maka Rasulullah ﷺ bersabda, “Mengapa kamu tidak duduk-duduk saja di rumah bapakmu atau ibumu hingga datang kepadamu hadiah kamu jika kamu memang benar?” (HR: Bukhari).

Hadiah yang diberikan kepada para pejabat baik di institusi pemerintah maupun perusahaan adalah harta haram. Benar kata Nabi ﷺ Kalau seseorang tidak menduduki jabatan itu, alias berdiam diri saja di rumah orang tuanya, apakah hadiah itu akan datang? Tentu tidak.

Orang memberi -apapun namanya, pasti karena jabatan yang dipegang orang itu. Hak dari orang yang memegang jabatan itu dari kantornya hanyalah gaji dan tunjangan -mungkin juga ada bonus atau insentif, yang resmi diberikan pemerintah atau perusahaan.

Gampangnya, apa yang ada di dalam slip gaji, itulah hak pekerja. Di luar itu adalah barang haram. Kekayaaan yang didapat di luar yang disebutkan itu (tentunya di luar warisan, pengembangan usaha dari sisa gajinya, pemberian orang tua atau pekerjaan di luar kantor yang tidak mengganggu dsb) tidak sah.

Jabatan strategis -termasuk yang disebut-sebut sebagai bagian yang “basah” harus dipegang orang yang tepat, yang kompeten. Dikatakan kompeten karena memenuhi tiga unsur yaitu knowledge (pengetahuan), skill (ketrampilan) dan attitude (sikap).

Tidak sekedar mampu, tapi juga kuat mental. Mental untuk menghadapi godaan jabatan. Kalau tidak kuat atau tidak mampu, jangan diangkat menduduki jabatan tersebut.

Apalagi, untuk menduduki jabatan tersebut dia juga “nyogok”.

Abu Dzar al-Ghifari pernah meminta jabatan kepada Nabi ﷺ Mendengar permintaanku tersebut beliau menepuk pundakku seraya bersabda: يَا أَبَا ذَرٍّ إِنَّكَ ضَعِيْفٌ وَ إِنَّها أَمَانَةٌ وَ إِنَّها يَوْمَ الْقِيَامَةِ خِزْيٌ وَ نَدامَةٌ إِلاَّ من أَخَذَها بِحَقِّها وَ أَدَّى الَّذِي عَلَيْه فِيْها

“Wahai Abu Dzar, engkau seorang yang lemah sementara kepemimpinan itu adalah amanah. Dan nanti pada hari kiamat, ia akan menjadi kehinaan dan penyesalan kecuali orang yang mengambil dengan haknya dan menunaikan apa yang seharusnya ia tunaikan dalam kepemimpinan tersebut.” (HR. Muslim no. 1825).

Hadits ini merupakan petunjuk bagi pimpinan dalam mengangkat seseorang pada jabatan strategis. The right man on the right place, sudah diterapkan oleh Nabi ﷺ  sejak dulu.

Maka beliau ﷺ  bersabda,

مَنِ اسْتَعْمَلَ رَجُلاً عَلَى عَصَابَةٍ وَ فِيْهِمْ مَنْ هُوَ اَرْضَى اللهُ مِنْهُ فَقَدْ خَانَ اللهَ وَ رَسُوْلَهُ وَ  اْلمُؤْمِنِيْنَ. الحاكم

“Barangsiapa mengangkat seorang sebagai pemimpin padahal ia tahu di dalam kelompok itu terdapat orang yang lebih baik, maka dia telah berkhianat kepada Allah, Rasul-Nya dan kaum muslimin.” (HR: al-Hakim).

Urusan amanah jabatan ini sangat penting dalam ajaran Islam. Sampai-sampai Nabi ﷺ  memanggil kembali Mu’adz bin Jabal yang diutus ke Yaman.

Mu’adz bercerita, “Rasulullah ﷺ mengutusku ke Yaman menjadi penguasa daerah itu. Setelah aku berangkat, beliau mengutus orang lain menyusulku. Aku pulang kembali.

Nabi ﷺ  bertanya kepadaku, ‘Tahukah kamu mengapa aku mengutus orang menyusulmu? Janganlah engkau mengambil sesuatu untuk kepentingan sendiri tanpa seijinku. Itu merupakan pengkhianatan dan barangsiapa berbuat khianat, kelak di hari kiamat akan dibangkitkan dalam keadaan memikul beban apa yang dikhianatinya. Untuk itu engkau kupanggil dan sekarang berangkatlah untuk melaksanakan tugasmu.”

Bayangkan, Madinah-Yaman bukan jarak yang dekat waktu itu. Tapi Mu’adz dipanggil “hanya” untuk mendengarkan nasihat singkat Nabi ﷺ. Kesimpulannya, nasihat beliau ini sangat penting.

Abu Mas’ud al-Anshari berkata, ”Rasulullah ﷺ  pernah mengangkatku menjadi petugas pengumpul zakat.” Beliau ﷺ  bersabda, “Hai Abu Mas’ud, berangkatlah. Semoga pada hari kiamat kelak aku tidak mendapatimu datang dalam keadaan punggungmu memikul seekor unta sedekah yang meringkik-ringkik yang kamu khianati.” Aku berkata, “Kalau begitu aku tidak berangkat.” Beliau ﷺ  bersabda, “Aku tidak memaksamu.” (HR: Abu Dawud)

Para sahabat kalau merasa tidak mampu mengerjakan tugas langsung mengundurkan diri karena merasa takut tidak mampu menunaikan amanah dari pada sekedar imbalan materi dan kekuasaaan.

Nabi ﷺ  mengingatkan, yang artinya;

“Barangsiapa yang kami beri tugas melakukan suatu pekerjaan dan kepadanya telah kami berikan rizqi (gaji, tunjangan dan fasilitas) maka apa yang diambil olehnya selain itu adalah kecurangan (ghulul).” (HR Abu Dawud).

Hukuman yang diterapkan Rasulullah ﷺ  pun tidak main-main dari mulai pemberhentian, pemecatan, denda, penjara, sampai hukuman mati (jika menyangkut masalah besar seperti membocorkan rahasia negara). Bahkan hukuman publikasi atas kecurangan koruptor sangat dianjurkan.

Maka kalau ada orang korupsi silakan diungkap, diberitakan, diviralkan. Biar kapok dan ditangkap KPK (semoga masih bisa diharapkan).

Dalam Perang Hunain seorang muslim tewas dalam peperangan dan dilaporkan kepada Nabi ﷺ. Beliau bersabda, “Shalatkan sahabatmu itu!” Maka para sahabat kaget karena seorang muslim yang mati syahid tidak perlu dishalatkan pada saat mau dikubur. Lalu beliau bersabda, “Sesungguhnya sahabatmu itu telah berbuat khianat dalam perjuangan di jalan Allah.”

Zaid bin Khalid al-Juhaini yang juga perawi hadits ini, membongkar barang milik orang itu dan ternyata menemukan beberapa butir permata milik orang Yahudi senilai 2 dirham. Walaupun dua dirham kalau didapat dengan cara khianat, tetap itu korupsi dan Nabi ﷺ  tidak mau menyolatkan.

Islam sangat melarang segala bentuk harta haram. Karena harta haram yang masuk ke tubuh manusia akan membuat manusia cenderung berbuat jahat dan kejam.

Jika seorang bapak membawa harta haram ke rumah, lalu dimakan anak istrinya, kemungkinan besar akan berpengaruh buruk terhadap mereka. Fakta kejadian akhir-akhir ini telah membuktikannya.

Bagi pejabat pemerintah maupun swasta, suap atau mendapatkan harta secara ilegal untuk mempermudah urusan sangat dilarang dan disebutkan secara khusus oleh Nabi ﷺ;

Dari Abdullah bin ‘Amr, Rasulullah ﷺ bersabda:

لعنةُ اللَّهِ علَى الرَّاشي والمُرتَشي

“Laknat Allah terhadap orang yang memberi suap dan menerima suap.” (HR. Ibnu Majah).

Bahkan dalam hadits riwayat Thabrani dan Ahmad ada tambahan, “dan orang yang menyaksikan penyuapan.”

Suap menyuap terjadi agar pejabat tidak menjalankan tugas sebagaimana kewajibannya. Abdullah bin Rawahah diutus Nabi ﷺ  berangkat ke Khaibar (daerah Kaum Yahudi yang baru ditaklukkan) untuk menaksir kebun kurma di daerah itu.

Nabi ﷺ  memutuskan hasil bumi Khaibar dibagi separuh untuk kas negara, separuh untuk orang Yahudi pemilik kebun. Ketika Abdullah sedang menjalankan tugasnya, orang-orang Yahudi datang kepadanya dengan membawa berbagai perhiasan.

Kepada Abdullah mereka berkata, “Perhiasan ini untuk Anda, tolong ringankan kami dan berikan kepada kami bagian lebih dari separuh.” Abdullah bin Rawahah marah besar dan berkata, “Hai Kaum Yahudi! Demi Allah, kalian memang manusia-manusia yang paling kubenci. Apa yang kalian perbuat justru mendorong diriku lebih merendahkan kalian. Suap yang kalian tawarkan adalah barang haram dan kami kaum muslimin tidak akan memakannya!” Mendengar jawaban itu mereka menyahut, “Karena itulah langit dan bumi masih tetap tegak.” (HR Malik dalam al-Muwatha’).

Orang Yahudi paham dari kitab suci mereka bahwa kalau ada sekelompok orang yang masih bersih tidak mau menerima suap maka langit dan bumi ini masih tetap tegak. Sebaliknya, kalau suap menyuap sudah marak di masyarakat, berarti bencana sebentar lagi akan terjadi.

Hadiah atau yang sekarang disebut dengan gratifikasi juga merupakan harta haram. Nabi menyebutnya ghulul atau suhut.

Rasulullah ﷺ bersabda:

هَدَايَا الْعُمَّالِ غُلُولٌ

“Hadiah bagi pejabat (pegawai) adalah ghulul (khianat).” (HR. Ahmad

Menurut Ibnu Mas’ud, suhut adalah jika seorang minta bantuanmu untuk melakukan kezaliman kemudian ia memberi hadiah kepadamu.

Dr. Syamsuddin Arif menyebutkan ada tiga teori mengapa orang korupsi. Teori pertama, teori “kesempitan”. Karena gaji kecil, hidup dalam kesempitan, maka mereka korupsi.

Maka sudah selayaknya pemerintah maupun pimpinan perusahaan memberikan gaji, tunjangan dan fasilitas yang memadai bagi para pejabat. Nabi ﷺ  bersabda, yang artinya;

عن الْمُسْتَوْرِدَ بْنَ شَدَّادٍ، يَقُولُ: سَمِعْتُ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ: ” مَنْ وَلِيَ لَنَا (1) عَمَلًا وَلَيْسَ لَهُ مَنْزِلٌ، فَلْيَتَّخِذْ مَنْزِلًا، أَوْ لَيْسَتْ لَهُ زَوْجَةٌ فَلْيَتَزَوَّجْ، أَوْ لَيْسَ لَهُ خَادِمٌ فَلْيَتَّخِذْ خَادِمًا، أَوْ لَيْسَتْ لَهُ دَابَّةٌ فَلْيَتَّخِذْ دَابَّةً، وَمَنْ أَصَابَ شَيْئًا سِوَى ذَلِكَ فَهُوَ غَالٌّ ” (أخرجا أحمد: 19015, 29/543 وصححه أحمد شاكر)

Nabi ﷺ bersabda, “Barangsiapa yang diserahi pekerjaan dalam keadaan tidak mempunyai rumah, akan disediakan rumah, jika belum beristri hendaknya menikah (dinikahkan), jika tidak mempunyai pembantu hendaknya ia mengambil pelayan, jika tidak mempunyai hewan tunggangan (kendaraan) hendaknya diberi. Dan barang siapa mengambil selainnya (untuk diri sendiri), itulah kecurangan (ghalin).” (HR: Imam Ahmad, disahihkan Syeikh Amhad Syakir).

Faktanya, orang yang korupsi di negeri ini adalah orang yang kehidupannya lebih dari cukup. Terlihat mereka pamer kekayaan di media sosial, baik diri dan anak istrinya. Lalu, mengapa orang korupsi? Ada teori kedua, karena “kesempatan”.  Jika tidak ada kucing, tikus berpesta pora. Ada kucing, tikus tidak berani menampakkan diri. Jika ada pengawasan, tidak ada kesempatan untuk melakukan korupsi. Tapi, di negeri ini juga, semakin ketat pengawasan, semakin mudah orang bermain. Justru bisa bermain dengan aman karena sistem yang mengatur sudah tidak bisa mendeteksinya.

Kadang, seseorang melakukan pengawasan/aturan ketat agar ada yang datang lewat pintu belakang untuk dilonggarkan. Tentu tidak gratis. Jadi, sebenarnya bagaimana?

Maka, teori ketiga ini menjadi solusi yaitu teori “kelemahan”. Orang korupsi karena lemah mentalnya, lemah iman dan rendah akhlaknya. Maka, jika ingin korupsi diberantas, perbaiki orangnya. Tepatnya mental orangnya.

Untuk menghasilkan orang-orang baik (a good man) melalui institusi pendidikan. Jika pendidikan sekarang tidak menghasilkan a good man, hanya orang-orang cerdas yang bermental korup dan silau dengan kemewahan dunia, review kembali kurikulum pendidikan kita, apakah sudah sesuai dengan tujuan pendidikan nasional yaitu meningkatkan keimanan dan ketakwaan kepada Tuhan Yang Maha Esa serta memiliki akhlak mulia, atau belum.

Kalau pendidikan hanya bertujuan untuk menghasilkan orang-orang pintar saja, mungkin sekarang sudah tercapai. Termasuk pintar korupsi.*

Sekretaris Program Doktor Pendidikan Agama Islam Sekolah Pascasarjana UIKA, Bogor

HIDAYATULLAH

Hadis Nabi Tentang Ancaman Korupsi

Berikut ini 5 hadis Nabi tentang ancaman korupsi. Barangkali dapat disepakati bahwa korupsi adalah masalah raksasa dari bangsa ini, yang hingga kini masih belum ada satu kekuatan politik yang mampu mengatasinya. Bahkan diciptakannya lembaga KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi) oleh pemerintah, belum dapat membuat jera para ‘tikus-tikus berdasi’ dan para kadernya untuk melakukan tindakan yang bertentangan dengan akal sehat itu.

Korupsi Akar Masalah Ekonomi

Tindakan-tindakan korupsi dapat dikelompokkan dalam dua kategori besar yaitu grand corruption atau korupsi besar dan petty corruption atau korupsi kecil. Tidak ada landasan teori yang pasti sebagai dasar penggolongan tersebut, tetapi prinsip yang dapat dijadikan acuan adalah besaran dana, modus operandi serta level pejabat publik yang terlibat di dalamnya. 

Grand corruption atau korupsi besar adalah korupsi yang dilakukan oleh pejabat publik tingkat tinggi menyangkut kebijakan publik dan keputusan besar di berbagai bidang, termasuk bidang ekonomi. Korupsi disebut juga corruption by greed atau korupsi akibat keserakahan, karena para pelaku umumnya sudah berkecukupan secara materiil.

Korupsi besar menyebabkan kerugian negara yang sangat besar secara finansial maupun non-finansial. Modus operandi yang umum terjadi adalah kolusi antara kekuatan ekonomi, kekuatan politik dan para pengambil kebijakan publik. Melalui pengaruh yang dimiliki, kelompok kepentingan tertentu mempengaruhi pengambil kebijakan guna mengeluarkan kebijakan yang menguntungkan kelompoknya. 

Apabila pengaruh kelompok tersebut begitu besar dan seolah dapat mengontrol proses perumusan kebijakan publik, fenomena ini sering disebut dengan state capture atau elit capture.

Misalnya, suap kepada anggota DPR untuk mempengaruhi perundangan, suap kepada pejabat negara untuk mempengaruhi kebijakan publik, suap kepada lembaga peradilan untuk mempengaruhi keputusan terkait dengan kasus-kasus besar, suap kepada pejabat bank sentral untuk mempengaruhi kebijakan moneter, dan  sumbangan kampanye ilegal untuk partai politik.

Petty corruption atau korupsi kecil, sering disebut survival corruption atau corruption by need, adalah korupsi yang dilakukan oleh pegawai pemerintah guna mendukung kebutuhan hidup sehari-hari, akibat pendapatan yang tidak memadai. Korupsi kecil merupakan fenomena yang terjadi di banyak negara yang gagal menyusun dan mengimplementasikan kebijakan publik yang mensejahterakan rakyat. 

Berbagai fakta memuakkan yang terjadi mengenai korupsi di Indonesia memberikan dorongan kepada masyarakat untuk memberikan perlawanan sesuai dengan background masing-masing. Salah satunya dengan merujuk Al-Qur’an dan hadits yang merupakan pegangan umat muslim agar tidak kehilangan arah dan mendapatkan petunjuk dari Allah SWT. 

Hadis Nabi tentang Ancaman Korupsi 

Jumhur ulama berpendapat bahwa Hadits berkedudukan sebagai sumber atau dalil kedua setelah Al-Quran dan mempunyai kekuatan untuk ditaati serta mengikat untuk semua umat Islam. Dalam Hadis nabi, sangat banyak pedoman bagi manusia dalam urusan dunia maupun akhirat. 

Nabi Muhammad Saw mengajarkan cara-cara untuk mendapatkan wasilah keridhaan Allah dengan membolehkan dan melarang beberapa hal, termasuk terdapat juga ancaman terhadap para koruptor.

Pada zaman sahabat, sudah ditemukan beberapa kasus korupsi dalam berbagai bentuknya. Nabi Muhammad saw kemudian mengingatkan kepada para sahabat agar tidak melakukan perbuatan tercela ini. Sebagaimana sebelum pengutusan Mu’adz bin Jabal ke Yaman Rasul sempat berpesan kepada Mu’adz agar tidak korupsi sesampainya di sana.  Hal ini karena seseorang yang melakukan tindakan korupsi kelak akan memperoleh balasan dosanya di hari kiamat. 

Sebagaimana disebutkan dalam kitab Sunan Turmudzy, juz 3, halaman 621 berikut,

    عن معاذ بن جبل قال بعثني رسول الله صلى الله عليه وسلم إلى اليمن فلما سرت أرسل في أثري فرددت فقال أتدري لم بعثت إليك لا تصيبن شيئا بغير إذني فإنه غلول ومن يغلل يأت بما غل يوم القيامة لهذا دعوتك فامض لعملك  

Artinya, “Dari Mu’az bin Jabal, ia berkata, ‘Rasulullah saw mengutus saya ke Yaman. Ketika saya baru berangkat, beliau memerintahkan seseorang untuk memanggil saya kembali. Maka saya pun kembali dan beliau berkata, 

 ‘Apakah engkau tahu aku mengirimmu orang untuk kembali? Janganlah kamu mengambil sesuatu tanpa izin saya, karena hal itu adalah korupsi. Dan barangsiapa melakukan korupsi, maka ia akan membawa barang yang digelapkan atau dikorupsi itu pada hari kiamat. Untuk itulah aku memanggilmu. Sekarang berangkatlah untuk tugasmu.’ 

Selain itu Nabi juga mengancam seseorang yang melakukan korupsi akan diwujudkan dalam bentuk seekor unta yang menjerat lehernya. Sebagaimana dalam kitab Mirqatul Mafatih, juz 6, halaman 2435 berikut,

   عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ قَامَ فِينَا رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَوْمًا فَذَكَرَ الْغُلُولَ فَعَظَّمَهُ وَعَظَّمَ أَمْرَهُ ثُمَّ قَالَ لَا أُلْفِيَنَّ يَجِيءُ أَحَدُكُمْ يَوْمَ الْقِيَامَةِ عَلَى رَقَبَتِهِ بَعِيرٌ لَهُ رُغَاءٌ فَيَقُولُ يَا رَسُولَ اللَّهِ أَغِثْنِي فَأَقُولُ لَا أَمْلِكُ لَكَ شَيْئًا    

Arinta, “Dari Abu Hurairah, dia berkata, ‘Pada suatu hari Rasulullah saw berada di tengah tengah kami, lalu beliau menyebut-nyebut tentang ghulul dan menganggap hal itu bukan perkara enteng, kemudian Rasul bersabda, ‘Aku belum pernah mendapatkan seorang dari kalian pada hari kiamat yang pada lehernya terdapat seekor unta yang bersuara.’” 

Wal hasil, korupsi adalah tindak kejahatan yang mewabah di negeri ini. Korupsi merupakan kejahatan berbagai tatanan masyarakat, mulai dari agama, sosial-budaya, ekonomi, dan moralitas. Yang penting ditekankan adalah, siapapun berkewajiban melakukan kontrol sosial (amar makruf nahi mungkar) dalam rangka memerangi korupsi. Korupsi dapat dihilangkan dari bumi pertiwi apabila seluruh elemen masyarakat bahu membahu untuk melawannya.

Demikian penjelasan hadis Nabi tentang ancaman korupsi. Semoga bermanfaat.

BINCANG SYARIAH

Korupsi Menurut Perspektif Ekonomi Islam

Berikut ini penjelasan terkait korupsi menurut perspektif ekonomi Islam. Tindakan korupsi merupakan tindakan yang sangat merugikan negara. Tindakan korupsi dinilai sangat buruk karena merugikan banyak orang, melambatnya pertumbuhan ekonomi negara. Korupsi juga dapat meningkatnya kemiskinan serta meningkatnya ketimpangan pendapatan.

Dilansir dari Indonesia Corruption Watch (ICW), bahwa potensi kerugian keuangan negara akibat korupsi di Indonesia pada 2021. ICW menilai kerugian negara sebesar Rp 62,93 triliun pada tahun lalu.

Angka tersebut meningkat 10,9% dibandingkan dengan tahun sebelumnya. Angka tersebut juga merupakan yang terbesar dalam 5 tahun terakhir. Kerugian negara yang ditangani Kejaksaan sebesar Rp 62,1 triliun ,sementara yang ditangani Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) hanya Rp 802 miliar

Korupsi memiliki banyak objek, tetapi objek yang lebih dominan dijadikan sebagai objek korupsi adalah uang. Seakan uang bukan lagi sebagai sarana, melainkan tujuan. Demi uang, apapun akan dilakukan sekalipun melewati batasan moral. Tentu, pandangan ini sangat bertentangan dengan Islam yang menganggap harta hanyalah sebagai sarana dan bukan tujuan.

Ahmad Muhammad Mahmud Nasshar dalam kitabnya Mabadi’ al-Iqtishad al-Islami menjelaskan bahwa dalam pandangan Islam harta bukanlah menjadi tujuan akhir, sebagai berikut:

هذه النظرة الدينية هي الأساس في اعتبار المال وسيلة وليس غاية, وأنه هناك أهداف سامية للتملك, وهذه النظرة ليست من صنع اجتهاد فقهي أو فكري وإنما هي في صميم التشريع السماوي وجاءت به النصوص الصريحة في القرآن والسنة

“Pandangan agama adalah dasar untuk menganggap uang sebagai sarana dan bukan tujuan, dan harta merupakan tujuan yang mulia untuk suatu kepemilikan. Pandangan ini bukanlah karya fikih atau penalaran intelektual (pakar ekonomi Islam semata), melainkan merupakan inti dari undang-undang agama yang dibawa oleh nash-nash yang tersurat dalam Al-Qur’an dan As-Sunnah.”

Di antara dalil bahwa harta bukanlah sebagai tujuan adalah Al-Quran Surat Al-Hadid Ayat 7:

ءَامِنُوا۟ بِٱللَّهِ وَرَسُولِهِۦ وَأَنفِقُوا۟ مِمَّا جَعَلَكُم مُّسْتَخْلَفِينَ فِيهِ ۖ فَٱلَّذِينَ ءَامَنُوا۟ مِنكُمْ وَأَنفَقُوا۟ لَهُمْ أَجْرٌ كَبِيرٌ

“Berimanlah kamu kepada Allah dan Rasul-Nya dan nafkahkanlah sebagian dari hartamu yang Allah telah menjadikan kamu menguasainya. Maka orang-orang yang beriman di antara kamu dan menafkahkan (sebagian) dari hartanya memperoleh pahala yang besar.

Syaikh Wahbah az-Zuhaili, dalam tafsirnya Al-Wajiz menjelaskan bahwa, pada hakikatnya, harta itu adalah milik Allah. Allah menitipkannya kepada manusia. Bagi orang-orang yang beriman kepada Allah dan rasul-Nya dan menafkahkan hartanya di jalan Allah, maka baginya itu pahala yang sangat besar, yaitu surga.

Kepemilikan atas uang terikat pada suatu tujuan dan dibatasi oleh syarat-syarat yang sudah ditetapkan dalam Islam. Terkait dengan cara memperolehnya, penggunaan, dan pendistribusian, harus sesuai dengan cara yang sudah ditetapkan oleh syariat. Di antara ketetapan itu adalah tidak melupakan hak Tuhan di dalamnya dan kepentingan utamanya terfokus pada kemaslahatan manusia.

Korupsi dalam Perspektif Ekonomi Islam

Dalam konteks persoalan korupsi yang sangat merugikan banyak pihak dan negara, tentunya perilaku ini timbul karena keserakahan dan anggapan bahwa uang adalah tujuan akhir yang harus dicapai. Mereka lupa bahwa harta hanyalah sebuah titipan dari Allah semata.

Tindakan korupsi juga menyebabkan kemiskinan semakin merajalela, dan menambah penderitaan yang lebih parah di tengah masyarakat.  Hal tersebut dikarenakan para koruptor bertujuan untuk menguntungkan dirinya sendiri maupun pihak tertentu tanpa memikirkan orang lain.

Dalam Ekonomi Islam tidak memisahkan antara ekonomi dengan sistem agama dan sosial. Selain memperhatikan faktor material, dalam Ekonomi Islam juga tidak mengabaikan aspek spiritual dan kemaslahatan manusia. Sehingga sistem dalam Ekonomi Islam saling melengkapi serta bisa memberikan solusi yang komprehensif untuk kehidupan.

Konsep ini tentu berbeda dengan ekonomi kapitalis yang fokusnya adalah menciptakan keuntungan material sebesar-besarnya bagi setiap individu. Dalam ekonomi Islam, untuk mewujudkan kegiatan ekonomi yang maksimal harus melibatkan agama, terkait dengan kepemilikan keuangan dan pendistribusiannya, di mana hal tersebut merupakan faktor utama dalam kegiatan ekonomi.

Karena ruh dari ekonomi Islam adalah penghambaan kepada Tuhan dan kemaslahatan manusia secara umum. Untuk mencapai tujuan yang luhur ini haruslah dimulai dengan kesadaran setiap individu sebagai hamba Tuhan, kerja sama, solidaritas, dan kepedulian terhadap sesama yang membutuhkan.

Allah berfirman dalam Surat al-Baqarah Ayat 188;

وَلَا تَأْكُلُوٓا۟ أَمْوَٰلَكُم بَيْنَكُم بِٱلْبَٰطِلِ وَتُدْلُوا۟ بِهَآ إِلَى ٱلْحُكَّامِ لِتَأْكُلُوا۟ فَرِيقًا مِّنْ أَمْوَٰلِ ٱلنَّاسِ بِٱلْإِثْمِ وَأَنتُمْ تَعْلَمُونَ

“Dan janganlah sebagian kamu memakan harta sebahagian yang lain di antara kamu dengan jalan yang bathil dan (janganlah) kamu membawa (urusan) harta itu kepada hakim, supaya kamu dapat memakan sebahagian daripada harta benda orang lain itu dengan (jalan berbuat) dosa, padahal kamu mengetahui.

Dalam ayat di atas, terdapat seruan kepada umat manusia untuk memperoleh harta dari sumber yang halal. Oleh karena itu, ekonomi harus dijalankan sesuai dengan apa yang Allah perintahkan, dengan cara-cara yang jauh dari penipuan, riba, korupsi, pencucian uang, pencurian, penipuan, dll.
Kesimpulan 

Korupsi sangatlah tidak dibenarkan apa pun alasannya. Untuk itulah pemberantasan korupsi dalam negeri adalah sesuatu yang harus diupayakan dan harus dilakukan secara sistematis demi mencapai kemaslahatan, kesejahteraan dan keadilan sosial.

Ekonomi Islam memiliki peran untuk merealisasikan tujuan mulia ini. Islam menempatkan ekonomi dalam kerangka yang benar, dan membuat ikatan yang erat antara ekonomi dan aturan nilai spiritual yang harus dijalankan oleh setiap individu dan masyarakat Islam secara umum.

Demikian penjelasan terkait korupsi menurut perspektif ekonomi Islam. Semoga bermanfaat.

*Editor: Zainuddin Lubis

BINCANG SYARIAH

Menag Pastikan Persiapan Haji di Arab Saudi Berjalan Baik

Menteri Agama Republik Indonesia Yaqut Cholil Qoumas memastikan persiapan pelayanan kepada jamaah haji Indonesia pada musim haji 2023 di Arab Saudi berjalan dengan baik.

“Saya ke Arab Saudi untuk memastikan pelayanan kepada jamaah haji Tanah Air,” kata Yaqut Cholil Qoumas di sela meresmikan Kelurahan Bacang sebagai Kelurahan Kerukunan Umat Beragama di Pangkalpinang, Rabu (15/3/2023).

Ia mengatakan persiapan layanan haji, seperti hotel, transportasi, katering dan lainnya sudah berjalan dengan baik.

“Alhamdulillah, semua persiapan haji tahun ini berjalan dengan baik,” katanya.

Ia berharap dukungan doa dari masyarakat, khususnya calon jamaah haji Indonesia. Apa yang dipersiapkan saat ini, dalam pelaksanaannya sekitar Juli 2023, tidak berbeda.

“Saya melihat persiapannya sudah bagus dan teman-teman dalam mempersiapkannya yang ada di sana juga baik. Saya baru pulang dari Arab Saudi untuk melihat langsung persiapan haji di Tanah Suci,” katanya.

Sementara itu, terkait pencanangan Kelurahan Bacang, Kota Pangkalpinang sebagai Kelurahan Kerukunan Umat Beragama, Yaqut mengaku sangat baik.

sumber : Antara

6 Cara Efektif Mengobati Hati yang Sakit

Hati seorang hamba tidak akan bisa bersih dan lurus di atas keimanan yang kuat, kecuali apabila selamat dari fitnah syubhat dan syahwat. Perlu kita ketahui bersama bahwa hati yang bersih dan selamat dari fitnah syahwat dan syubhat merupakan sebab datangnya kebahagiaan di dunia dan di akhirat. Allah Ta’ala berfirman,

يَوْمَ لَا يَنفَعُ مَالٌ وَلَا بَنُونَ إِلَّا مَنْ أَتَى اللَّهَ بِقَلْبٍ سَلِيمٍ

“(Yaitu) pada hari (ketika) harta dan anak-anak tidak berguna, kecuali orang-orang yang menghadap Allah dengan hati yang bersih.” (QS. Asy-Syu’ara’: 88-89)

Dalam ayat ini, Allah Ta’ala mengingatkan kita bahwa di hari kiamat nanti, harta benda dan anak-anak kita tidak akan berguna dan tidak akan mendatangkan kebahagiaan, kecuali apabila kita bertemu Allah Ta’ala dengan hati yang bersih.

Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam juga menyebutkan bahwa mereka yang memiliki hati yang bersih merupakan salah satu manusia yang paling utama. Diriwayatkan dari sahabat Abdullah bin ‘Amru radhiyallahu ‘anhu, ia berkata,

قِيلَ لِرَسُولِ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم-: أَيُّ النَّاسِ أَفْضَلُ؟ قَالَ: “كُلُّ مَخْمُومِ الْقَلْبِ، صَدُوقِ اللِّسَانِ”. قَالُوا: صَدُوقُ اللِّسَانِ نَعْرِفُهُ، فَمَا مَخْمُومُ الْقَلْبِ؟ قَالَ: “هُوَ التَّقِيُّ النَّقِيُّ، لَا إِثْمَ فِيهِ، وَلَا بَغْيَ، وَلَا غِلَّ، وَلَا حَسَدَ”

Ditanyakan kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, “Manusia bagaimanakah yang paling mulia?” Beliau shallallahu ‘alaihi wasallam menjawab, “Semua orang yang hatinya makhmum (disapu/dibersihkan) dan jujur dalam berucap.” Mereka (para sahabat) berkata, “Jujur dalam berucap telah kami ketahui, tetapi apakah maksud dari hati yang makhmum?” Beliau bersabda, “Yaitu, hati yang bertakwa dan bersih, tidak ada dosa, kezaliman, kedengkian, dan hasad di dalamnya.” (HR. Ibnu Majah no. 3416)

Berikut ini adalah beberapa cara efektif yang akan membantu kita di dalam menyembuhkan dan membersihkan hati kita yang dipenuhi oleh penyakit, baik penyakit syubhat maupun penyakit syahwat.

Pertama, rajin membaca Al-Qur’an, menghayati maknanya, mempelajari kandungannya, serta mengamalkan apa-apa yang ada di dalamnya

Seluruh manusia diperintahkan untuk beribadah hanya kepada Allah Ta’ala saja. Dengan menjalankan seluruh perintah Allah Ta’ala dan meninggalkan larangan-larangan-Nya. Kesemuanya itu tak akan terwujud, kecuali jika orang tersebut benar-benar telah menghayati dan mempelajari kandungan Al-Qur’an. Allah Ta’ala sendiri yang memerintahkan kita untuk menghayati Al-Qur’an. Allah berfirman,

أَفَلَا يَتَدَبَّرُونَ الْقُرْآنَ أَمْ عَلَى قُلُوبٍ أَقْفَالُهَا

“Maka, tidakkah mereka menghayati Al-Qur’an ataukah hati mereka sudah terkunci?” (QS. Muhammad: 24)

Tidak diragukan lagi, menelaah dan menghayati makna ayat-ayat Al-Qur’an merupakan obat paling ampuh untuk menyembuhkan hati yang sakit lagi kotor. Allah Ta’ala mengabarkan terkait hal ini dalam firman-Nya,

يَاأَيُّهَا النَّاسُ قَدْ جَاءَتْكُمْ مَوْعِظَةٌ مِنْ رَبِّكُمْ وَشِفَاءٌ لِمَا فِي الصُّدُورِ وَهُدًى وَرَحْمَةٌ لِلْمُؤْمِنِينَ

“Wahai manusia! Sungguh, telah datang kepadamu pelajaran (Al-Qur’an) dari Tuhanmu, penyembuh bagi penyakit yang ada dalam dada, dan petunjuk, serta rahmat bagi orang yang beriman.” (QS. Yunus: 57)

Imam As-Sa’di rahimahullah berkata,

“Al-Qur’an merupakan obat penyembuh dari segala macam penyakit yang bersarang di hati, baik itu penyakit syahwat yang menghalangi seseorang dari ketundukan, maupun penyakit syubhat yang merusak keyakinan terdalam seseorang. Apa yang terdapat di dalamnya dari nasihat-nasihat, motivasi-motivasi, ancaman-ancaman, janji-janji, serta ancaman-ancaman, kesemuanya itu akan mempengaruhi rasa semangat seorang hamba dan rasa takutnya. Jika hati ini telah sembuh dari penyakit-penyakit dan dipenuhi dengan kesehatan yang sempurna, maka seluruh anggota badan yang lain pun akan ikut membaik dan menjadi sehat, karena sehatnya badan berasal dari sehatnya hati dan rusaknya badan pun berasal dari rusaknya hati.” (Tafsir As-Sa’di, hal. 367)

Kedua, senantiasa berzikir dan mengingat Allah Ta’ala

Allah Ta’ala telah mengabarkan bahwa hati ini tak akan bisa tenang, kecuali jika ia senantiasa berzikir dan mengingat Allah Ta’ala. Allah Ta’ala berfirman,

أَلَا بِذِكْرِ اللَّهِ تَطْمَئِنُّ الْقُلُوبُ 

“Ingatlah, hanya dengan mengingat Allah hati menjadi tenteram.” (QS. Ar-Ra’d: 28)

Allah Ta’ala juga memerintahkan kita untuk memperbanyak zikir. Allah Ta’ala berfirman,

يَاأَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اذْكُرُوا اللَّهَ ذِكْرًا كَثِيرًا

“Wahai orang-orang yang beriman! Ingatlah kepada Allah, dengan mengingat (nama-Nya) sebanyak-banyaknya.” (QS. Al-Ahzab: 41)

Tidaklah Allah memerintahkan sebuah amalan wajib, kecuali pasti akan memberikan batas dan takarannya, dan Allah Ta’ala akan memaklumi hamba-Nya apabila ia memiliki uzur saat tidak melaksanakan kewajiban tersebut. Berbeda halnya dengan kewajiban berzikir, Allah Ta’ala tidak membatasi jumlahnya dan tidak pula memberikan uzur kepada orang yang meninggalkannya, kecuali jika karena sebab hilangnya akal. Allah Ta’ala berfirman,

فَاذْكُرُوا اللَّهَ قِيَامًا وَقُعُودًا وَعَلَى جُنُوبِكُمْ 

“Ingatlah Allah ketika kamu berdiri, pada waktu duduk, dan ketika berbaring.” (QS. An-Nisa: 103)

Baik itu di siang hari, malam hari, saat dalam kondisi lapang maupun saat sedang mengalami kesulitan, saat sedang sehat maupun saat sedang sakit, maka kita diperintahkan untuk senantiasa berzikir dan mengingat Allah Ta’ala pada semua kondisi tersebut.

Ketiga, memperbanyak berdoa kepada Allah dan memohon kepada-Nya agar senantiasa diberikan hati yang sehat lagi bersih

Selalulah mengingat bahwa hati kita berada di dalam genggaman Allah Ta’ala. Oleh karenanya, seorang mukmin harus senantiasa memohon dan berdoa kepada Allah Ta’ala agar diberikan hati yang sehat dan bersih. Sebagaimana hal ini juga telah diajarkan oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam, beliau berdoa,

يَا مُقَلِّبَ القُلُوبِ ثَبِّتْ قَلْبِي عَلَى دِينِكَ

“Wahai Rabb Yang Maha membolak balikkan hati, teguhkanlah hatiku pada agama-Mu.” (HR. Tirmidzi no. 3522 dan Ahmad no. 13696)

Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam yang memiliki kedudukan tinggi di sisi Allah saja senantiasa meminta kepada Rabbnya untuk diberikan keteguhan hati. Tentu saja kita yang jauh di bawah kedudukan Nabi lebih utama untuk meminta hal tersebut kepada Allah Ta’ala.

Keempat, menyembunyikan amal dan fokus menyendiri dalam beribadah kepada Allah Ta’ala

Hendaknya seorang mukmin memiliki waktu untuk menyendiri, waktu yang dia gunakan untuk ber-muhasabah, menghitung-hitung dosa yang telah ia lakukan, memperbaiki hatinya dan meminta ampunan kepada Allah Ta’ala. Syekhul Islam Ibnu Taimiyyah rahimahullah mengatakan,

وَلَا بُدَّ لِلْعَبْدِ مِنْ أَوْقَاتٍ يَنْفَرِدُ بِهَا بِنَفْسِهِ فِي دُعَائِهِ وَذِكْرِهِ وَصَلَاتِهِ وَتَفَكُّرِهِ وَمُحَاسَبَةِ نَفْسِهِ وَإِصْلَاحِ قَلْبِهِ

“Seorang hamba harus memiliki saat-saat di mana dia sendirian dalam doanya, zikirnya, salatnya, refleksinya, perhitungan dirinya (dosa-dosa yang telah ia lakukan), dan saat-saat di mana ia sendirian untuk memperbaiki hatinya.” (Al-Fatawa Al-Kubraa, 2: 163)

Kelima, menjauhkan diri dari tempat-tempat maksiat dan penuh fitnah karena kesemuanya itu merusak hati

Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam telah memperingatkan umatnya akan bahaya fitnah. Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,

بَادِرُوا بِالأَعْمَالِ فِتَنًا كَقِطَعِ اللَّيْلِ الْمُظْلِمِ، يُصْبِحُ الرَّجُلُ مُؤْمِنًا وَيُمْسِي كَافِرًا، أَوْ يُمْسِي مُؤْمِنًا وَيُصْبِحُ كَافِرًا، يَبِيعُ دِينَهُ بِعَرَضٍ مِنَ الدُّنْيَا

“Bersegeralah engkau sekalian untuk beramal (saleh dan baik) sebelum datangnya bermacam-macam fitnah layaknya malam yang gelap gulita. Pada pagi hari seseorang dalam keadaan beriman, dan menjadi kafir di sore harinya. Di sore hari seseorang dalam keadaan beriman, dan menjadi kafir pada pagi harinya. Dia menjual agamanya dengan harta dan kenikmatan dunia.” (HR. Muslim no. 108)

An-Nawawi rahimahullah mengatakan, “Makna hadis ini adalah anjuran dan dorongan untuk bersegera melakukan amal kebajikan sebelum menjadi tidak mungkin dan teralihkan darinya. Karena apa yang terjadi dari fitnah yang menyibukkan, bertubi-tubi, dan datang bertumpuk-tumpuk layaknya tumpukan gelapnya malam yang tidak disinari rembulan.” (Syarh An-Nawawi ‘ala Shahih Muslim, 2: 133)

Keenam, mengagungkan syiar-syiar Allah Ta’ala

Allah Ta’ala berfirman,

وَمَنْ يُعَظِّمْ شَعَائِرَ اللَّهِ فَإِنَّهَا مِنْ تَقْوَى الْقُلُوبِ

“Demikianlah (perintah Allah). Siapa yang mengagungkan syiar-syiar Allah, sesungguhnya hal itu termasuk dalam ketakwaan hati.” (QS. Al-Haji: 32)

Sungguh tujuan utama seorang muslim adalah ketakwaan hati kepada Allah Ta’ala, beribadah hanya kepada Allah saja dan bukan ke selainnya. Dengan merealisasikan peribadahan hanya kepada Allah saja, maka ia akan sampai pada derajat mencintai dan ikhlas hanya untuk Allah Ta’ala saja. Kesemuanya ini menjelaskan bahwa ibadah hati merupakan sumber dan asal muasal segala sesuatu. Sebagaimana sabda Nabi shalallahu ‘alaihi wasallam yang tidak bosan-bosannya kita sebutkan,

أَلاَ وَإنَّ فِي الْجَسَدِ مُضْغَةً إذَا صَلَحَتْ صَلَحَ الْجَسَدُ كُلُّهُ وَإِذَا فَسَدَتْ فَسَدَ الْجَسَدُ كُلُّهُ أَلَا وَهِيَ الْقَلْبُ

“Ketahuilah bahwa dalam tubuh manusia terdapat sepotong daging. Apabila daging tersebut baik, maka baik pula seluruh tubuhnya. Dan apabila daging tersebut rusak, maka rusak pula seluruh tubuhnya. Ketahuilah segumpal daging tersebut adalah hati.” (HR. Bukhari no. 52 dan Muslim no. 1599)

Semoga Allah Ta’ala senantiasa menjaga hati kita semua dari penyakit-penyakit yang dapat merusak dan mengotorinya. Semoga Allah Ta’ala memberikan kita keistikamahan berada di atas jalan kebenaran. Amin ya Rabbal ‘alamin.

Wallahu a’lam bisshawab.

Baca Juga: Noda Di Hati Yang Membandel

***

Referensi:

Tafsir As-Sa’di karya Syekh Abdurrahman As-Sa’di rahimahullah.

Syarh An-Nawawi ‘alaa Shahih Muslim karya An-Nawawi rahimahullah.

© 2023 muslim.or.id
Sumber: https://muslim.or.id/83632-6-cara-efektif-mengobati-hati-yang-sakit.html