Kisah Mualaf: ‘Alhamdulillah Saya Dibangkrutkan Allah’

Sekilas, sebagian orang yang melihat penampilan perempuan Chinese ini tak akan menyangka bahwa wanita tersebut seorang mualaf.

Bernama lengkap Marcelia Yovian Djong, perempuan yang akrab dipanggil Cici Marcy ini pertama kali membagikan kisah perjalanan hidupnya hingga masuk Islam di akun TikTok pribadinya @marceliayovian.

Meski sudah mualaf dan menjadi seorang muslim, wanita yang berprofesi sebagai tenaga medis dan terapis ini pada awalnya belum melaksanakan kewajibannya seperti salat.

Hal tersebut lantaran keyakinan dirinya terhadap Islam belum kuat. untuk memperkuat keyakinannya kepada Islam, dia mencoba membuktikan kekuasaan Allah, yang Maha Pemberi dengan meminta sesuatu yang menurutnya mustahil.

Apa permintaan Marcy? Bagaimana awal mula Marcelia Yovian Djong hingga akhirnya jadi mualaf?


Tonton selengkapnya di sini.

HIDAYATULLAH

Rasulullah Ajarkan Mencintai Tanah Air

Rasulullah SAW sejak dahulu telah mengajarkan umat Islam untuk mencintai tanah airnya. Yakni memiliki rasa nasionalisme pada negara kelahirannya. Berikut ini kisah inspiratif Nabi Muhammad terkait jiwa nasionalismenya yang tinggi pada tanah kelahiran meskipun akhirnya terpaksa harus hijrah dari Makkah ke Madinah. Berikut ini artikel Rasulullah Ajarkan Mencintai Tanah Air

Rasulullah Ajarkan Mencintai Tanah Air 

Dalam riwayat Imam At-Tirmizi, beliau (Rasulullah) pernah mengatakan “betapa indahnya engkau wahai negeriku (Mekkah). Betapa saya sangat cinta kepadamu. Seandainya kaumku tidak mengeluarkanku darimu, tentu saya tidak akan bertempat tinggal selain dirimu”. 

Ucapan tersebut dilontarkan oleh banginda Nabi Muhammad saat keluar dari Makkah seraya berlinangan air mata. Rasulullah sebenarnya sangat terpaksa meninggalkan negeri tempat tumpah darahnya. Hal ini menggambarkan betapa kekasih Allah itu sangat dalam mencintai tanah air.

Dari ucapan beliau pun sudah sangat jelas bahwa sebenarnya Nabi Muhammad tidak akan meninggalkan Makkah kecuali dalam keadaan sangat terpaksa saat itu, yakni selalu mendapat intimidasi dari kaumnya sendiri. Namun, Allah menghendaki hal lain. Beliau harus keluar dari Makkah dan hijrah ke Madinah. 

Meski begitu, Rasulullah tetap bersabar. Ketika akhirnya hijrah dan memilih tanah air yang kedua yakni Madinah, Nabi Muhammad pun tak lupa berdoa kepada Allah agar cinta terhadap tanah air yang baru ini melebihi dari cintanya kepada Mekkah. Rasulullah tidak ingin Madinah dijadikan hanya sebatas tempat berlindung sesaat, tetapi dijadikan pula sebagai pelindung dan tempat perjuangannya. 

Sebagaimana yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari, Rasul bahkan berdoa “Allahumma habbib ilainalmadinata, kahubbina makkata aw asyaddan. Ya Allah jadikanlah kami cinta terhadap Madinah sebagaimana kami cinta kepada Makkah atau bahkan lebih dari itu.”

Selain itu dalam hadits shahih yang diriwayatkan Siti Aisyah, Nabi Muhammad juga pernah membaca doa atau merukyah orang yang sedang sakit dengan mengatasnamakan debu dari negerinya.

“Dengan nama Allah, debu dari tanah kami dan liur dari bagian kami, ya Allah sembuhkanlah orang yang sakit dengan izin-Mu”. Memaknai perkataan tersebut lagi-lagi membuktikan bahwa ketika Nabi Muhammad menyebut atas nama tanah air, maka secara tidak langsung mengisyaratkan pada umatnya bahwa begitu besarnya jiwa nasionalisme Rasulullah SAW.

Dari sejumlah kisah tersebut tentunya kita tahu bahwa cinta Nabi Muhamamad terhadap tanah airnya, Makkah, merupakan fitrah atau naluri manusia karena itu adalah tempat tinggalnya. Adapun kecintaan terhadap Madinah merupakan anugerah dari Allah.

Jiwa Nasionalisme Umat Islam Terdahulu

Perlu kita ketahui pula, bahkan dari dulu dalam kultur kebiasaan orang Arab, ketika ingin melakukan perjalanan untuk berperang, mereka kerap mengambil secuil tanah sebagai bekal. Kemudian tanah itu diciuminya saat sedang merasakan kerinduan kepada negerinya.

Itulah Makkah, negeri Rasullulah dilahirkan, tumbuh besar, hingga menjadi seorang nabi, bahkan awal memulai keluarga maka tentunya memiliki banyak kenangan-kenangan indah bagi Rasulullah yang menjadikan beliau sangat cinta kepada Makkah.

Dari beberapa kisa tersebut pun kita tahu bahwa sejatinya cinta tanah air merupakan fitrah, naluri, dan menjadi ukuran normal atau tidaknya manusia. Ketika orang rela menggadaikan tanah air, tidak cinta, bahkan akan menghancurkan tanah airnya, maka sebenarnya keluar dari nilai-nilai fitrah, sedangkan Islam adalah agama fitrah. 

Maka bisa kita simpulkan bahwa ketika seseorang mengatasnamakan Islam padahal tidak cinta tanah air, berarti kontradiksi antara Islam dan nilai-nilai fitrah yang ada. Artinya orang yang tidak normal adalah mereka yang tidak cinta terhadap tanah air. Dan perlu kita ingat sejak zaman dahulu pun Rasulullah SAW telah mengajarkan umatnya untuk menumbuhkan rasa cinta tanah air.

Demikian penjelasan terkait Rasulullah ajarkan mencintai tanah air. Semoga bermanfaat.

BINCANG SYARIAH

Memperkokoh Pondasi Rumah Tangga

Tulisan ini akan membahas tentang pentingnya memperkokoh niat ketaatan lillah sebagai pondasi kuat dalam membangun dan menjalani kehidupan rumah tangga. Karena, pondasi yang rapuh dapat memicu pertikaian antara suami dengan istri yang dapat berujung pada perceraian dan penyesalan. Melihat fenomena yang terjadi di tengah-tengah umat, banyak orang berumah tangga karena murni cinta. Sebagian lain menjadikan alasan mencari kebahagiaan, bahkan ada yang termotivasi karena hanya takut celaan manusia dengan status single.

Memang, tidak ada yang salah dengan alasan-alasan duniawi tersebut. Namun, jika motivasi menikah itu tidak dibarengi dengan niat untuk melaksanakan ketaatan kepada Allah Ta’ala, serta menjadikannya sebagai alasan utama membangun mahligai rumah tangga, maka sungguh pondasi rumah tangga itu menjadi rapuh. Karena jika pondasinya adalah alasan duniawi tersebut, lantas apa perbedaan antara orang muslim dan kafir dalam pernikahan? Oleh karenanya, pondasi yang kokoh dalam membangun dan menjalani mahligai rumah tangga adalah ketaatan kepada Allah Ta’ala yang menjadi tujuan utama.

Ketaatan dalam perjanjian yang agung

Allah Ta’ala berfirman,

وَكَیۡفَ تَأۡخُذُونَهُۥ وَقَدۡ أَفۡضَىٰ بَعۡضُكُمۡ إِلَىٰ بَعۡضࣲ وَأَخَذۡنَ مِنكُم مِّیثَـٰقًا غَلِیظࣰا

Dan bagaimana kamu akan mengambilnya kembali, padahal kamu telah bergaul satu sama lain (sebagai suami-istri). Dan mereka (istri-istrimu) telah mengambil perjanjian yang agung (ikatan pernikahan) dari kamu.” (QS. An-Nisa’: 21)

Dalam Tafsir As-Sa’di tentang ayat ini, khususnya berhubungan dengan kalimat مِّيثَٰقًا غَلِيظًا (perjanjian yang agung), dijelaskan bahwa Allah Ta’ala juga telah mengambil perjanjian yang kuat dari para suami dengan adanya akad dan (perintah untuk) memenuhi hak-hak istrinya. Oleh karenanya, ada unsur ketaatan kepada perintah Allah dalam setiap perjanjian akad nikah yang dipikul oleh seorang suami dan kelak akan dipertanggungjawabkan di hadapan Allah Ta’ala. Sedangkan tanggung jawab taat kepada suami (selama dalam koridor syariat) berada pada pundak istri yang pada akhirnya berarti juga berarti tunduk dan patuh kepada perintah Allah Ta’ala.

Ketaatan dalam menyempurnakan separuh agama

Dari Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shalallahu ‘alaihi wassalam bersabda,

إذا تَزَوَّجَ العبدُ فَقَدِ اسْتَكْمَلَ نِصْفَ الدِّينِ ، فَلْيَتَّقِ اللهَ فيما بَقِيَ

“Ketika seorang hamba menikah, berarti dia telah menyempurnakan setengah agamanya. Maka, bertakwalah kepada Allah pada setengah sisanya.” (HR. Baihaqi dalam kitabnya Syu’bul Iman no. 5486. Al-Albani menyatakan bahwa derajat hadis ini adalah hasan li ghairihi dalam kitab Silsilah As-Shahihah)

Menyebut pernikahan sebagai “separuh agama” adalah sebagai bentuk penekanan untuk mendorong segera menikah.

Al-Ghazali rahimahullah berkata, “Yang dominan dalam merusak agama adalah kelamin (kemaluan) dan perut. Dengan menikah, sudah cukup untuk menjaga dari salah satunya (yaitu kemaluan, pent.). Karena dalam pernikahan terdapat penjagaan dari setan, pemutus keinginan, menahan hawa nafsu (syahwat), menundukkan pandangan, dan menjaga kemaluan.” [1]

Ketaatan dalam membentuk keturunan yang saleh

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wassalam bersabda,

إذا مات ابنُ آدَمَ انقَطَع عمَلُه إلَّا مِن ثَلاثٍ: صَدَقةٍ جاريةٍ، أو عِلمٍ يُنتَفَع به، أو وَلَدٍ صالِحٍ يدعو له. رواه مسلمٌ

Apabila anak adam (manusia) telah meninggal dunia, maka terputuslah amalnya darinya, kecuali tiga perkara: yaitu sedekah jariyah (sedekah yang pahalanya terus mengalir), ilmu yang bermanfaat, atau anak saleh yang selalu mendoakannya.” (HR. Muslim no. 1631)

Terhadap peran anak saleh yang mendoakannya, Syekh Bin Baz rahimahullah menjelaskan bahwa yang dimaksud adalah anak yang saleh yang mendoakan orang tuanya. Doa anak saleh tersebut akan memberikan manfaat baginya. [2]

Oleh karenanya, apabila tujuan pernikahan adalah untuk mendapatkan keturunan, maka pastikan bahwa niat kita setelah mendapatkan keturunan adalah mendidik dan mangasuh anak tersebut sehingga menjadi hamba Allah yang saleh agar kelak dapat mendoakan kita tatkala meninggalkan dunia ini. Bentuklah rumah tangga yang penuh dengan ketaatan, jadilah contoh dan teladan bagi anak-anak kita sebagai hamba Allah yang istikamah dalam iman dan takwa.

Pondasi rumah tangga yang kokoh

Ketaatan kepada Allah Ta’ala adalah pondasi yang semestinya menjadi mutlak dalam membangun dan membina rumah tangga. Karena bagaimanapun sulitnya problematika kehidupan yang dijalani bersama, tidak akan menggoyahkan keutuhan rumah tangga selama setiap individu, baik suami maupun istri, benar-benar memahami bahwa tujuan menikah adalah dalam rangka melaksanakan ketaatan kepada Allah Ta’ala.

Namun jangan lupa, komitmen ketaatan tersebut tentu saja harus terikat kuat dengan sebab-sebab yang dapat menguatkan keistikamahan kita. Sebab-sebab itu tiada lain adalah dengan menjadikan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wassalam sebagai suri teladan dalam menjalani kehidupan rumah tangga.

لَقَدْ كَانَ لَكُمْ فِيْ رَسُوْلِ اللّٰهِ اُسْوَةٌ حَسَنَةٌ لِّمَنْ كَانَ يَرْجُوا اللّٰهَ وَالْيَوْمَ الْاٰخِرَ وَذَكَرَ اللّٰهَ كَثِيْرًاۗ

Sungguh, telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari Kiamat dan yang banyak mengingat Allah.” (QS. Al-Ahzab: 21)

Wallahu Ta’ala a’lam.

***

Penulis: Fauzan Hidayat

© 2023 muslim.or.id
Sumber: https://muslim.or.id/86950-memperkokoh-pondasi-rumah-tangga.html

Mencintai Para Sahabat Nabi

Bismillah.

Di antara pelajaran berharga yang hendaknya selalu diingat oleh generasi muda adalah kepahlawanan para sahabat Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam dalam membela dakwah Islam. Kita mengenal sosok yang sedemikian dermawan seperti Abu Bakar Ash-Shiddiq dan Utsman bin Affan radhiyallahu ’anhuma. Mereka telah menunjukkan bukti yang luar biasa dalam membela dan mendukung perjuangan dakwah tauhid yang dibawa oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam. Kita juga mengenal sosok Bilal bin Rabah radhiyallahu ’anhu yang menunjukkan kekuatan iman dan tawakal kepada Allah ketika harus berhadapan dengan tekanan dan siksaan demi mempertahankan akidah dan keyakinannya sebagai pengikut Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam.

Kisah perjuangan dan pengorbanan para sahabat begitu banyak menghiasi sejarah dan memberikan gambaran kepada kita betapa iman dan tauhid itu telah mendarah daging di dalam diri mereka. Suatu kaum yang telah dipilih oleh Allah untuk menemani Nabi-Nya shallallahu ‘alaihi wasallam dan menjaga syariat-Nya untuk kemudian diteruskan dengan gamblang kepada generasi-generasi sesudahnya.

Allah Ta’ala berfirman,

لَقَدْ رَضِيَ اللّٰهُ عَنِ الْمُؤْمِنِيْنَ اِذْ يُبَايِعُوْنَكَ تَحْتَ الشَّجَرَةِ فَعَلِمَ مَا فِيْ قُلُوْبِهِمْ

“Sungguh Allah telah rida kepada orang-orang beriman itu (para sahabat Nabi) ketika mereka berjanji setia kepadamu di bawah sebuah pohon. Allah mengetahui apa yang ada di dalam hati mereka.” (QS. Al-Fath: 18)

Allah Ta’ala berfirman,

وَالسَّابِقُونَ الْأَوَّلُونَ مِنَ الْمُهَاجِرِينَ وَالْأَنْصَارِ وَالَّذِينَ اتَّبَعُوهُمْ بِإِحْسَانٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمْ وَرَضُوا عَنْهُ

“Dan orang-orang yang terdahulu dan pertama-tama (masuk Islam), yaitu kaum Muhajirin dan Anshar dan juga orang-orang yang mengikuti mereka dengan baik, Allah rida kepada mereka dan mereka pun rida kepada-Nya.” (QS. At-Taubah: 100)

Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,

خَيْرُ النَّاسِ قَرْنِي ثُمَّ الَّذِينَ يَلُونَهُمْ ثُمَّ الَّذِينَ يَلُونَهُمْ

“Sebaik-baik manusia adalah generasi di masaku (para sahabat Nabi), kemudian yang mengikuti mereka, kemudian yang sesudah mereka.” (HR. Bukhari dan Muslim dari Ibnu Mas’ud radhiyallahu ’anhu)

Dari sini kita mengetahui bahwa mencintai para sahabat Nabi dan memuliakan mereka merupakan perkara yang sangat mendasar di dalam agama Islam. Allah telah memuji mereka dan meridai mereka dan menjadikan keridaan-Nya bagi orang-orang yang mengikuti para sahabat dengan baik. Allah Ta’ala mengetahui apa yang ada di dalam hati para sahabat itu.

Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam pun bersabda,

آيَةُ الإيمَانِ حُبُّ الأنْصَارِ، وآيَةُ النِّفَاقِ بُغْضُ الأنْصَارِ

“Tanda keimanan adalah mencintai kaum Anshar, dan tanda kemunafikan adalah membenci kaum Anshar.” (HR. Bukhari dan Muslim dari Anas bin Malik radhiyallahu ’anhu)

Imam Abu Ja’far Ath-Thahawi rahimahullah (wafat 321 H) berkata,

وَنُحِبُّ أَصْحَابَ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، وَلَا نُفَرِّطُ فِي حُبِّ أَحَدٍ مِنْهُمْ

“Dan kami (ahlusunah waljamaah) mencintai para sahabat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, dan kami tidak melampaui batas dalam mencintai salah seorang dari mereka.” (Lihat Matan Al-’Aqidah Ath-Thahawiyah no. 93)

Imam Abu Zur’ah Ar-Razi rahimahullah (wafat 264 H) berkata,

إِذَا رَأَيْتَ الرَّجُلَ يَنْتَقِصُ أَحَدًا مِنْ أَصْحَابِ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَّ فَاعْلَمْ أَنَّهُ زِنْدِيقٌ

“Apabila kamu melihat ada seseorang yang sengaja menjelek-jelekkan salah seorang sahabat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, maka ketahuilah bahwa dia adalah zindik (sesat dan menyimpang).” (Lihat Al-Kifayah fi ‘Ilmi Ar-Riwayah hal. 49 oleh Al-Khathib Al-Baghdadi)

Wajib mengikuti jalan para sahabat

Imam Abu Amr Al-Auza’i rahimahullah (wafat 157 H) mengatakan, “Wajib atasmu untuk mengikuti jejak-jejak para ulama terdahulu, meskipun orang-orang menolakmu. Dan hati-hatilah kamu dari pendapat tokoh-tokoh, meskipun mereka menghiasinya dengan ucapan-ucapan yang indah.” Yang dimaksud mengikuti jejak pendahulu di sini adalah dengan mengikuti jalan para sahabat dan para pengikut setia mereka. Karena jalan mereka itu dibangun di atas Al-Kitab dan As-Sunnah (Lihat keterangan Syekh Al-‘Utsaimin rahimahullah dalam Syarh Lum’atil I’tiqad, hal. 44)

Di dalam surah Al-Fatihah kita berdoa kepada Allah,

اِهْدِنَا الصِّرَاطَ الْمُسْتَقِيْمَۙ ٦

“Tunjukilah kami kepada jalan yang lurus.”

Siapakah orang-orang yang berjalan di atas jalan yang lurus itu?

Allah Ta’ala berfirman,

صِرَاطَ الَّذِيْنَ اَنْعَمْتَ عَلَيْهِمْ

“Yaitu, jalan orang-orang yang Engkau beri nikmat kepada mereka.”

Siapakah yang dimaksud ‘orang-orang yang diberi nikmat oleh Allah’ itu? Mereka itu adalah sebagaimana yang difirmankan oleh Allah dalam ayat,

مِّنَ النَّبِيّٖنَ وَالصِّدِّيْقِيْنَ وَالشُّهَدَاۤءِ وَالصّٰلِحِيْنَ

“Yaitu para nabi, shiddiqin, syuhada’, dan orang-orang saleh.” (QS. An-Nisa’: 69) (Lihat transkrip Manhaj Salafish Shalih wa Hajatul Ummah ilaih oleh Syekh Shalih Al-Fauzan hafizhahullah, hal. 7-8)

Syekh Muhammad bin Abdul Wahhab rahimahullah berkata, “Jalan orang-orang yang Engkau berikan nikmat kepada mereka. Mereka itu adalah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam dan para sahabatnya. Dan anda setiap rakaat selalu berdoa kepada Allah untuk memberikan petunjuk kepada jalan mereka itu.” (Lihat Tafsir Ayat minal Qur’anil Karim, hal. 17)

Syekh Shalih Al-Fauzan hafizhahullah berkata, “Maka, mereka itulah teladan bagi umat ini. Dan manhaj mereka itu adalah jalan yang mereka tempuh dalam hal akidah, dalam hal muamalah, dalam hal akhlak, dan dalam segala urusan mereka. Itulah manhaj yang diambil dari Al-Kitab dan As-Sunnah karena kedekatan mereka dengan Rasul shallallahu ‘alaihi wasallam. Karena kedekatan mereka dengan masa turunnya wahyu. Mereka mengambilnya dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam. Maka, mereka itu adalah sebaik-baik kurun, dan manhaj mereka adalah manhaj yang terbaik.” (Lihat Manhajus Salafish Shalih wa Hajatul Ummah ilaih, hal. 2-3)

Syekh Shalih Al-Fauzan hafizhahullah juga menasihatkan, “Dan tidak mungkin mengikuti mereka dengan baik, kecuali dengan cara mempelajari mazhab mereka, manhaj mereka, dan jalan yang mereka tempuh. Adapun semata-mata menyandarkan diri kepada salaf atau salafiyah tanpa disertai pemahaman tentang hakikat dan manhajnya, maka hal ini tidak bermanfaat sama sekali. Bahkan, bisa jadi justru menimbulkan mudarat. Oleh sebab itu, harus mengenal hakikat manhaj salafush shalih.” (Lihat Manhajus Salafish Shalih wa Hajatul Ummah ‘ilaih, hal. 3)

Demikian sedikit kumpulan tulisan dan faedah yang Allah berikan kemudahan bagi kami untuk menyusunnya. Semoga Allah Ta’ala berikan taufik kepada kita untuk mengamalkan kebenaran dan istikamah di atasnya hingga ajal menjemput. Wallahul musta’aan.

***

Yogyakarta, 13 Muharram 1445 H

Penulis: Ari Wahyudi, S.Si.

© 2023 muslim.or.id
Sumber: https://muslim.or.id/86807-mencintai-para-sahabat-nabi.html

Agar Mendapatkan Berkah Air Zamzam, Bacalah Doa Ini Ketika Minum Air Putih

Artikel ini akan membahas tentang agar mendapatkan berkah air zamzam, maka bacalah doa ini ketika minum air putih. Kita yang hidup di Indonesia pastinya tidak bisa minum air zamzam setiap hari. Hanya di waktu tertentu saja kita bisa minum air zamzam, misalnya ketika ada orang pulang dari Mekah dan Madinah setelah melaksanakan ibadah haji atau umrah. Yang biasa kita minum setiap hari adalah air putih. 

Meski kita tidak bisa minum air zamzam setiap hari, namun kita bisa mendapatkan keberkahan dan keutamaan air zamzam setiap kali kita minum air putih. Caranya adalah apabila kita hendak minum air putih, maka kita membacakan air putih tersebut dengan doa berikut;

بِسْمِ اللهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْمِ السَّلاَمُ عَلَيْكَ يَا ماءُ، مَاءُ زَمْزَمَ يُقْرِئُكَ السَّلاَمَ اللَّهُمَّ اجْعَلْ هَذَا الشَّرَابَ مِنْ زَمْزَمَ

Bismillaahirrahmaanirrahiim. Assalamualaika yaa maa-u, maa-u zamzama yuqri-ukas salaam. Alloohummaj’al hadzasy syarooba min zamzama.

Dengan menyebut nama Allah Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang. Salam atasmu wahai air. Air zamzam menyampaikan salam padamu. Ya Allah, jadikanlah minuman ini dari air zamzam.

Ini sebagaimana disebutkan dalam kitab Al-Kaafi berikut;

فائدة: ذكر الحبيب محمد بن علي الجنيد رحمه الله في فوائده: اذا اردت ان تشرب فقل قبل ذلك: بِسم الله الرحمن الرحيم السلام عليك يا ماء، ماء زمزم يقرئك السلام اللهم اجعل هذا الشراب من زمزم فاذا قلت ذلك فكانك شربت من زمزم

Faidah; Habib Muhammad bin Ali Al-Junaid-semoga Allah merahmatinya- mengatakan dalam kitab Fawaidnya; Jika kamu hendak minum air, maka bacalah doa ini sebelumnya; ‘Bismillaahirrahmaanirrahiim. Assalamualaika yaa maa-u, maa-u zamzama yuqri-ukas salaam. Alloohummaj’al hadzasy syarooba min zamzama.’ Jika kamu mengucapkan doa tersebut, maka seakan-akan kamu minum dari air zamzam. 

Sejatinya minum air zamzam memiliki manfaat dan keagungan yang cukup besar. Sebagaimana hadist riwayat Imam Ad-Daruqutni;

وَعَنْ ابْنِ عَبَّاسٍ قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ – صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ -: «مَاءُ زَمْزَمَ لِمَا شُرِبَ لَهُ، إنْ شَرِبْتَهُ تَسْتَشْفِي بِهِ شَفَاكَ اللَّهُ، وَإِنْ شَرِبْتَهُ يُشْبِعُكَ أَشْبَعَكَ اللَّهُ بِهِ، ‌وَإِنْ ‌شَرِبَتْهُ ‌لِقَطْعِ ‌ظَمَئِكَ ‌قَطَعَهُ ‌اللَّهُ وَهِيَ هَزْمَةُ جِبْرِيلَ وَسُقْيَا إسْمَاعِيلَ.» رَوَاهُ الدَّارَقُطْنِيّ.

Artinya; “Dari Ibnu ‘Abbas Radhiyallahu ‘anh, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda : “Air Zam-Zam sesuai dengan niat ketika meminumnya. Bila engkau meminumnya untuk obat, semoga Allah menyembuhkanmu.

Bila engkau meminumnya untuk menghilangkan dahaga, semoga Allah menghilangkannya. Air Zam-Zam adalah galian Jibril, dan curahan minum dari Allah kepada Ismail.” (HR. Ad-Daruqutni).

Demikian penjelasan terkait agar mendapatkan berkah air zamzam, bacalah doa ini ketika minum air putih. Semoga bermanfaat.

BINCANG SYARIAH

Hukum Pembuatan Patung Manusia dan Tugu Peringatan menurut Ulama

ISLAM mencegah umatnya melakukan tindakan dan praktik yang memiliki unsur syirik (mempersekutukan Allah Swt) dan menyerupai praktik jahiliyah. Islam juga melarang tindakan membangun, mengukir atau memahat segala bentuk patung berbentuk manusia atau hewan untuk tujuan ibadah, peringatan atau sebagainya.

Hal ini sesuai dengan hadits Rasulullah ﷺ yang mengharamkan hal tersebut, di antaranya hadits yang diriwayatkan oleh Abdullah RA, beliau bersabda, Aku mendengar Rasulullah ﷺ bersabda:

إِنَّ أَشَدَّ النَّاسِ عَذَابًا عِنْدَ اللَّهِ يَوْمَ القِيَامَةِ المُصَوِّرُونَ

Sesungguhnya orang yang paling keras siksaannya di sisi Allah pada hari Kiamat adalah orang-orang yang suka menggambar.” (HR: Bukhari, 5950).

Diantaranya hadits Ibnu Umar radhiallahu’anhuma, bahwa Rasulullah ﷺ bersabda:

إنَّ الَّذينَ يصنَعونَ هذِه الصُّوَرَ يعذَّبونَ يومَ القيامةِ ، يقالُ لَهم : أحيوا ما خلقتُمْ

“Orang yang menggambar gambar-gambar ini (gambar makhluk bernyawa), akan diadzab di hari kiamat, dan akan dikatakan kepada mereka: ‘hidupkanlah apa yang kalian buat ini.’” (HR. Bukhari dan Muslim).

Namun, jika konstruksi (bangunan) tanda peringatan hanya berisi ukiran nama dan bentuk selain manusia dan hewan, hal itu diperbolehkan selama tidak ada pemborosan dan tindakan yang dapat mempengaruhi iman seperti unsur-unsur ibadah dan praktik lain yang bertentangan dengan syariat.

Sebelum ini, keputusan Dewan Muzakarah ke-86 Komite Fatwa Dewan Nasional untuk Urusan Agama Islam Malaysia yang diselenggarakan pada tanggal 21 – 23 April 2009, yang membahas Undang-Undang tentang Pembangunan Monumen Peringatan untuk Angkatan Bersenjata memutuskan, bahwa hukum mengunjungi taman peringatan (memorial) diperbolehkan asalkan tidak ada bentuk patung yang menyerupai manusia atau hewan.

Selain itu, tidak boleh ada unsur ibadah, pemujaan dan syirik, dan praktik lain yang bertentangan dengan syara’. Jika terdapat unsur seperti itu, maka umat Islam dilarang mengunjunginya berdasarkan keputusan Majelis Muzakarah Panitia Fatwa Nasional ke-86.

Imam Nawawi berkata:

قالَ أصْحابُنا وغَيْرُهُمْ مِنَ العُلَماءِ تَصْوِيرُ صُورَةِ الحَيَوانِ حَرامٌ شَدِيدُ التَّحْرِيمِ وهُوَ مِنَ الكَبائِرِ لِأنَّهُ مُتَوَعَّدٌ عَلَيْهِ بِهَذا الوَعِيدِ الشَّدِيدِ المَذْكُورِ فِي الأحادِيثِ

“Ulama dari madzhab kami (Madzhab Syafi’i) dan selain mereka mengatakan bahwa menggambar makhluk bernyawa sangat diharamkan dan termasuk dosa besar, karena pelakunya diberi ancaman yang tegas dalam banyak hadits.” (Syarah Shahih Muslim, 14/81).

Syeikh Yusuf Al-Qaradhawy dalam buku “Pasang Surut Gerakan Islam, (Media Dakwah, 1982) membagi hukum patung, gambar dan membuatnya ke dalam sembilan kategori;

Pertama, untuk pembuat patung tiga dimensi (mujassim), maka ia lebih berdosa. Begitu juga semua pihak yang terlibat di dalamnya.

Kedua, tingkatan di bawahnya lagi dalam segi dosa adalah orang yang membuat patung bukan untuk disembah akan tetapi dimaksudkan untuk menyerupai ciptaan Allah yakni ia mengaku bahwa ia berkreasi dan mencipta sebagaimana Allah menciptakan sesuatu. Ia dianggap kufur. Kelompok kedua ini sangat tergantung dari niat pembuatnya itu sendiri.

Ketiga, tingkatan di bawahnya lagi adalah membuat patung bukan untuk disembah tetapi untuk diagungkan. Seperti patung raja, presiden, pemimpin, tokoh, dan lainnya dengan tujuan diabadikan dan biasanya diletakkan di alun-alun, pusat kota, dan lainnya. Sama saja bentuk patungnya sempurna atau separuh.

Keempat, tingkatan dosa di bawahnya lagi adalah patung yang tidak bertujuan untuk disucikan juga tidak untuk dimuliakan. Ulama sepakat atas keharamannya kecuali dua yaitu.

1). Yang tidak terhina seperti mainan anak-anak,

2). Sesuatu yang dimakan seperti patung manisan.

Kelima, tingkatan dosa di bawahnya lagi adalah gambar makhluk bernyawa (bukan tiga dimensi) yakni lukisan dari figur yangdiagungkan seperti lukisan hakim, pemimpin, dan lainnya.

Khususnya apabila diletakkan di suatu tempat atau digantung di dinding. Keharaman itu akan lebih besar apabila lukisan kalangan dzalim dan fasiq karena mengagungkan mereka sama dengan merusak Islam.

Keenam, tingkatan di bawahnya lagi adalah gambar (bukan tiga dimensi) makhluk bernyawa yang tidak dimuliakan akan tetapi dianggap termasuk memamerkan kemewahan seperti lukisan untuk menutupi dinding. Ini hukumnya makruh saja.

Ketujuh, adapun gambar bukan makhluk bernyawa seperti pohon, laut, perahu, gunung dan pemandangan alam lainnya, maka tidak ada dosa bagi orang yang melukisnya atau memilikinya selagi tidak memalingkannya dari ketaatan atau tidak menyebabkan pamer kemewahan, maka kalau begini hukumnya makruh.

Delapan, fotografi (shuwar al-syamsiyah) maka hukum asalnya adalah boleh selagi fotonya tidak ada unsur keharaman di dalamnya. Contoh yang haram seperti penuhanan yang bersifat agama, atau pengagungan duniawi. Terutama apabila yang diagungkan itu adalah orang kafir dan fasiq (pelaku dosa).

Sembilan, patung dan gambar yang diharamkan apabila dihinakan maka statusnya berpindah dari haram menjadi halal. Seperti gambar yang ada di lantai (jadi keset, tikar, atau keramik lantai) yang terinjak kaki atau sandal.

Para ulama memberi 5 persyaratan tentang keharaman gambar / patung :

  1. Berbentuk manusia atau hewan
  2. Berbentuk sempurna, tidak dibikin pengurangan anggota tubuh dengan bentuk yang menghalangi untuk hidup. Seperti terpotong kepalanya, terpotong sebagian kepalanya, perutnya, dadanya, dilubangi perutnya, memisah anggota-anggota tubuh menjadi dua bagian.
  3. Gambar/gambarnya terletak pada tempat yang diagungkan, bukan pada tempat yang direndahkan dengan terinjak atau terhinakan.
  4. Adanya bayangan bagi gambar/patung tersebut yang terlihat secara jelas. (Yang dimaksud adalah berbentuk 3 dimensi)
  5. Bukan diperuntukkan bagi anak perempuan.

Jika salah satu syarat dari 5 (lima) tidak ada maka termasuk hal yang  diperselisihkan hukumnya di kalangan para ulama. Namun meninggalkan untuk hal yang diperselisihkan itu lebih wara’ dan lebih hati-hati.

Jika terpenuhi kelima syarat tersebut maka wajib untuk ditinggalkan dan diingkari dengan pelarangan / pencegahan. (Majmû Fatâwâ wa Rosâil lil Imam as-Sayyid Alwiy al-Malikiy al-Hasaniy, al-maulûd 1328 H wal-mutawaffâ 1391 H. Halaman 213-214).*

HIDAYATULLAH

Masjid di Singapura Tangguhkan Zakat yang Mencurigakan 

Singapura telah menangguhkan sementara semua jenis zakat.

Sebuah masjid di Serangoon North Avenue 2, Singapura, telah menangguhkan sementara semua jenis zakat setelah terdeteksi ada transaksi atau aliran dana yang mencurigakan.

Penangguhan ini diberlakukan setelah Dewan Agama Islam Singapura (Muis) mendeteksi adanya transaksi zakat yang mencurigakan, yang melibatkan pembayaran tunai oleh anggota masyarakat di Masjid Al-Istiqamah selama pemeriksaan rutin.

“Sebuah laporan polisi telah dibuat,” kata dewan, dilansir dari Straits Times pada Rabu (16/8/2023).

Muis mengatakan dalam sebuah pernyataan, bahwa anggota jamaah yang ingin memenuhi kewajiban zakat mereka dapat melakukannya secara digital melalui kios swalayan SalamSG Pay di masjid, atau online melalui www.zakat.sg.

Sedangkan mereka yang ingin memenuhi kewajiban zakat mereka dengan cara tunai dapat melakukannya di konter masjid lain di sekitarnya, seperti Masjid Muhajirin di Toa Payoh, Masjid Al-Muttaqin di Ang Mo Kio dan Masjid En-Naeem di Hougang.

Dewan mengatakan, Muis ingin menegaskan kembali bahwa sistem zakat yang kuat dan mampu mendeteksi perbedaan, yang menunjukkan kemungkinan kesalahan.

“Petugas dan pengawas zakat kami menjalani beberapa sesi pelatihan untuk dilengkapi sepenuhnya dengan keterampilan yang tepat untuk mengoperasikan sistem dan dibiasakan dengan prosedur operasi standar ketika berhadapan dengan transaksi digital dan tunai dari publik,” kata Dewan.

Saat ini, dewan sedang menunggu hasil penyelidikan polisi. Disamping itu pihaknya akan kembali meninjau prosedur operasi standar saat ini dan, jika perlu, menerapkan langkah-langkah tambahan untuk lebih memperkuat sistem dan proses zakat.

Sumber:

https://www.straitstimes.com/singapore/serangoon-north-mosque-temporarily-suspends-over-the-counter-zakat-after-suspicious-transactions-detected

6 Kekuatan untuk Selesaikan Masalah

KITA perlu kekuatan untuk selesaikan masalah. Kekuatan apa saja?

Hidup  ini tak akan pernah terlepas dari sebuah masalah. Setiap orang memiliki tingkatan masalah yang berbeda-beda.

Tak hanya itu, tingkat kedekatan seseorang dengan Allah pun berbeda-beda. Ketika hubungan seseorang dengan Allah tidaklah terlalu baik, maka yang akan muncul adalah pengharapan seseorang terhadap manusia bahkan benda-benda yang dikeramatkan. Naudzubillah.

Saudara, daripada menyandarkan permasalahan kita kepada orang yang belum tentu bisa membantu kita menyelesaikan masalah kita (apalagi kepada benda-benda), lebih baik renungkan enam kekuatan yang bisa kita lakukan ketika mempunyai masalah berikut ini:

1 Kekuatan untuk Selesaikan Masalah: Gunakan kekuatan iman

Ingat hal yang satu ini, keajaiban dan kuasa Allah, hanya berlaku buat mereka yang percaya akan adanya keajaiban dan kuasa Allah itu sendiri. Maka, jadi manusia yang serba terbatas kemampuannya, jangan pernah lepas iman di dada.

Adapun 4 kondisi iman yang perlu kita tumbuhkan pada saat mempunyai masalah adalah iman bahwa Allah yang senantiasa mengampuni dosa kita. Iman bahwa Allah Maha melihat dan tidak meninggalkan hambaNya. Iman bahwa Allah selalu bersedia membantu. Iman bahwa Allah Mahakuasa atas segala sesuatu.

2 Kekuatan untuk Selesaikan Masalah: Gunakan kekuatan keyakinan dan kepercayaan diri

Saudara, dua hal yang berbeda antara orang-orang yang berhasil (termasuk berhasil keluar dari kemelut hidupnya) dengan yang tidak berhasil, kebanyakan terletak di dua hal ini; berbeda keyakinan dan kepercayaan dirinya.

Orang-orang yang berhasil, memiliki tingkat keyakina dan kepercayaan diri yang mengagumkan. Pada gilirannya, kekuatan kepercayaan diri dan keyakinan (dalam hal ini kepercayaan dan keyakinan untuk bisa menyelesaikan dan menghadapi masalah), akan memberikan kekuatan tersendiri. Bahkan kadangkala membangkitkan sebuah kekuatan yang semula tidak muncul. Seperti keberanian menghadapi masalah.

Tumbuhkan kepercayaan diri dan keyakinan yang tinggi, supaya aura positif mengalir hangat ke seluruh tubuh dan mempengaruhi pola pikir dan gerak. Hasilnya, lebih segera dan lebih bertenaga.

3 Kekuatan untuk Selesaikan Masalah: Gunakan kekuatan pemikiran positif

Saudara, kadang kita merusak diri kita sendiri dengan mengembangkan pemikiran negatif. Seseorang yang sakit, akan bertambah sakit, bila ia berpikir cepat mati dan lama sembuh.

Orang yang punya hutang, akan tambah stres, bila ia menghukum dirinya sendiri dengan berpikir yang jelek-jelek seperti akan cacat nama dan takut dimarahi. Kembangkan selalu kepositifan dalam berpikir.

Jangan pernah berpikir yang jelek-jelek. Jangan pernah. Sebab, kalau ia dibiarkan tumbuh dan berkembang, ia akan menjajah badan dan pikiran kita.

4 Kekuatan untuk Selesaikan Masalah: Gunakan kekuatan perubahan

Allah senang membantu hambaNya yang mau berubah; dari sikap buruk ke sikap yang baik, dan dari sikap hidup orang yang hina jadi bersikap layaknya orang yang mulia.

Untuk mendapatkan pertolongan Allah, niatkan untuk segera berubah, dan bersegeralah mengubah diri! Awali dengan muhasabah (intropeksi) terhadap perilaku salah kita, kemudian mulailah mengubah hal-haal yang paling mudah yang bisa kita ubah.

Jangan tunggu perbaikan akan datang sempurna. Sebab tanpa memulai kita akan tetaap jalan di tempat, tanpa mengubah apapun. Kiat 3M dari Aa Gym, sangat layak kita jalankan sehubungan dengan manajemen perubaha diri; mulai dari hal yang terkecil, mulai dari diri sendiri, dan mulai dari sekarang.

5 Kekuatan untuk Selesaikan Masalah: Gunakan kekuatan sedekah

Sedekah memiliki kekuatan membersihkan diri. Yaitu membersihkan diri dari kotoran-kotoran hati. Kalau kita sudah bersih, rahmat Allah akan mudah datang menghampiri, sebab Allah suci, tidak suka Dia dengan yang kotor.

Bersedekah adalah salah satu jalan menyucikan diri. Supaya jangan ada yang menghambat jalan kita mencari solusi bagi permasalahan yang kita hadapi.

6 Kekuatan untuk Selesaikan Masalah: Gunakan kekuatan doa dan kepasrahan

Akhirnya saudara, kita hanya manusia yang bahkan untuk kekuatan berikhtiar saja kita tidak punya, kecuali Allah mengizinkan kita melakukan ikhtiar. Dan apalah kita, manusia dengan segala keterbatasan kita, kalau kita tiada mau berdoa dan tiada mau memasrahkan kepada Allah Sang Maha.

Mudah-mudahan Allah berkenan memberikan kita kekuatan di kala kita lemah dan tidak berdaya, dan semoga pula Allah menjadikan kita sebagai bagian dri orang-orang yang pantas diberi-Nya pertolongan dan rahmat, aamiin. Kepada Allah lah segala urusan berpulang. []

Sumber: Mencari Tuhan yang Hilang/Ust. Yusuf Mansur/Zikrul Media Intelektual

Malam Itu, Imam Syafi’i Tidak Tahajjud, Kenapa?

PUTRI Imam Ahmad bin Hanbal terkejut. Ia yang sejak ba’da Isya’ mengamati kamar Imam Syafi’i tidak melihat ulama tersohor itu keluar kamar untuk shalat tahajjud. Tidak pula mengambil wudhu. Imam Syafi’i baru terlihat keluar dari kamar tamu ketika adzan Subuh berkumandang.

Selain itu, ada hal-hal ganjil lain yang dilihatnya dari tamu ayahnya itu. “Wahai ayah, apakah beliau adalah Imam Syafi’i yang kau ceritakan itu?” tanyanya kepada Imam Ahmad bin Hanbal.

“Iya,” jawab sang ayah, singkat.

“Aku perhatikan ada tiga hal yang ganjil. Ketika kita hidangkan makanan, ia banyak makan. Ia tidak menunaikan shalat tahajud. Lalu ketika shalat Subuh, ia tidak berwudhu.”

Imam Ahmad bin Hanbal pun kemudian menyampaikan hal tersebut kepada Imam Syafi’i.

“Wahai Imam Ahmad, aku banyak makan karena aku tahu bahwa makanan yang engkau hidangkan pasti makanan halal dan engkau adalah orang yang dermawan. Tak ada keraguan sedikitpun akan hal itu. Makanan halal yang diberikan orang dermawan adalah obat. Aku makan banyak bukan untuk mengenyangkan perutku, tetapi untuk menjadikannya sebagai obat untuk diriku,” terang Imam Syafi’i.

Nyatalah, beliau bukanlah seorang yang banyak makan. Bukan orang yang suka memenuhi perutnya dengan makanan.

“Semalam aku memang tidak menunaikan shalat tahajud. Sebabnya, ketika aku hendak tidur, aku melihat seakan-akan Al Qur’an dan hadits terpampang di depan mataku. Aku pun menghabiskan malam dengan melakukan istinbath hukum. Alhamdulillah, tujuh puluh dua masalah Fiqih dapat kuselesaikan dalam semalam. Insya Allah semuanya bermanfaat bagi kaum muslimin.”

Masya Allah… inilah ulama besar yang sangat memperhatikan urusan umat Islam, hingga semalam suntuk tidak tidur demi memberikan solusi dan kemanfaatan.

“Adapun mengapa aku shalat Subuh tanpa terlihat mengambil air wudhu, karena semalaman mataku terjaga dan tidak ada sesuatu yang membatalkan wudhuku,” pungkas Imam Syafi’i.

Jawaban ini membuat Imam Ahmad bin Hanbal semakin mengagumi gurunya itu. Jawaban ini juga membuat putri Imam Ahmad bin Hanbal merasa malu telah memiliki prasangka yang bukan-bukan terhadap imam agung tersebut. Namun tanpa pertanyaannya, mungkin seluruh dunia tidak pernah tahu kisah ini.

Kini saatnya kita bertanya pada diri kita. Jika kita suatu ketika –atau bahkan terbiasa- banyak makan, adakah alasan lain atau hanya untuk memenuhi syhawat perut kita? Sebab banyak makan karena syahwat perut akan membuat kita banyak tidur, malas ibadah dan akhirnya banyak masalah.

Karenanya Rasulullah mengajarkan umatnya untuk tidak memenuhi perut dengan makanan; melainkan sepertiganya untuk makanan, sepertiganya untuk air, dan sepertiganya untuk udara.

Jika Imam Syafi’i tidak menunaikan shalat tahajud karena sedang melakukan istinbath hukum, menjawab dan menulis tujuh puluh dua masalah Fiqih demi kemaslahatan umat, adakah alasan kita ketika kita tidak shalat tahajud? Atau jangan-jangan, kita terbiasa tidak shalat tahajud tanpa alasan?! Astaghfirullah. []

SUMBER: WAKID YUSUF

Ini Dua Keutamaan Minum dengan Tiga Kali Nafas

Dalam Islam, selain dianjurkan untuk minum dalam keadaan duduk, juga dianjurkan minum dengan tiga kali nafas atau tiga kali tegukan. Meski minum dengan sekali nafas atau sekali tegukan adalah boleh, namun lebih baik minum dengan tiga kali nafas. Berdasarkan beberapa riwayat, setidaknya ada tiga keutamaan minum dengan tiga kali nafas.

Pertama, minum dengan tiga kali nafas lebih bisa menghilangkan haus, lebih menyehatkan dan lebih sehat pada pencernaan. Ini sebagaimana disebutkan dalam hadis Imam Muslim dari Anas bin Malik, dia berkata;

كَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَتَنَفَّسُ فِي الشَّرَابِ ثَلَاثًا ، وَيَقُولُ : إِنَّهُ أَرْوَى وَأَبْرَأُ وَأَمْرَأُ

Artinya; Rasulullah Saw bernafas ketika minum tiga kali dan beliau berkata; Cara minum seperti ini lebih menghilangkan haus, lebih menyehatkan dan lebih dicerna.

Kedua,  air yang diminum akan membaca tasbih dan mendoakan kebaikan untuk orang meminumnya. Ini dengan catatan apabila minum dengan tiga kali nafas atau tiga kali tegukan disertai membaca basmalah dan hamdalah dalam setiap kali tegukan. 

Untuk tegukan pertama, ketika hendak minum membaca basmalah, lalu bernafas dan membaca hamdalah, kemudian untuk tegukan kedua membaca basmalah, lalu bernafas dan membaca hamdalah, dan untuk tegukan ketiga membaca basmalah, lalu membaca hamdalah. 

Ini sebagaimana riwayat yang disebutkan dalam kitab Biharul Anwar berikut;

عن أبي عبد الله قال: إذا شرب أحدكم الماء فقال: بسم الله ثم شرب، ثم قطعه فقال: الحمد لله، ثم شرب فقال: بسم الله، ثم قطعه فقال: الحمد لله، ثم شرب فقال: بسم الله ثم قطعه فقال: الحمد لله، سبح ذلك الماء له ما دام في بطنه إلى أن يخرج.

Dari Abu Abdillah, dia berkata; Jika salah seorang dari kalian minum air lalu membaca ‘bismillah’ dan kemudian minum, kemudian memutusnya dan membaca ‘alhamdulillah’, minum lagi dan membaca ‘bismillah’ kemudian memutusnya dan membaca ‘alhamdulillah’, minum lagi dan membaca ‘bismillah’ kemudian memutusnya dan membaca ‘alhamdulillah’, maka air yang diminum membaca tasbih untuknya selama masih berada di dalam perutnya hingga keluar. 

Demikian penjelasan terkait ini dua keutamaan minum dengan tiga kali nafas. Semoga bermanfaat.

BINCANG SYARIAH