Pandangan Ulama tentang Maulid Nabi

Berikut ini pandangan ulama tentang maulid Nabi. Memasuki bulan Maulid, masyarakat Islam Nusantara berbondong-bondong untuk menabung buah guna perayaan maulid Nabi di tanggal 12 Rabiul Awal. Demikian adalah sebuah ekspresi kebahagiaan mereka atas diberikannya nikmat yang agung, yaitu dijadikan sebagai umatnya Nabi Muhammad Saw.

Sayyid Muhammad Alawi al Maliki menyatakan bahwa maulid ini adalah bukti nyata seorang hamba dalam mencintai Nabi Muhammad;

“Tidak layak bagi seorang yang berakal, bertanya: ‘Mengapa kalian memperingati maulid?’ karena hal tersebut seolah-olah dia bertanya: ‘Mengapa kalian bergembira dengan lahirnya Nabi Muhammad?’

Maka apakah pantas pertanyaan semacam itu berasal dari seseorang yang bersaksi bahwa tiada Tuhan selain Allah dan Nabi Muhammad adalah utusan Allah? Pertanyaan tersebut tidak memerlukan jawaban dan orang yang ditanya cukup menjawab:

“Saya memperingati (maulid) karena saya bahagia dan senang kepada Nabi Muhammad. Saya senang dan bahagia kepada Nabi karena saya cinta kepadanya. Saya cinta kepadanya karena saya beriman”. (al-Ilam bi Fatawa Aimmat al-Islam Haul Maulidihi alaih al-Shalat wa al-Salam,  H. 9).

Pandangan Ulama tentang Maulid Nabi

Dengan demikian tidak perlu menyangsikan amaliyah ini, lalu bagaimana komentar ulama terkait merayakan maulid Nabi ini? Abi Bakar Syatha mereportasekan dalam kitab I’anah Thalibin sebagaimana redaksi berikut;

 قال الحسن البصري، قدس الله سره: وددت لو كان لي مثل جبل أحد ذهبا لأنفقته على قراءة مولد الرسول

Artinya; Imam Hasan Basri berkata; Andai aku memiliki emas sekadar Gunung Uhud, niscaya akan aku infakkan untuk acara pembacaan maulid Nabi.

Sementara itu, Junaid al Baghdadi menyebutkan bahwa orang yang melaksanakan maulid akan mendapatkan keimanan yang sempurna. Ia berkata;

قال الجنيدي البغدادي رحمه الله; من حضر مولد الرسول وعظم قدره فقد فاز بالإيمان.

Artinya; Imam Junaid Al-Baghdadi; sesiapa yang menghadiri acara maulid Nabi dan mengagungkannya, niscaya dia akan memperoleh iman (yang sempurna)

Syekh Ma’ruf Kurkhi menyebutkan bahwa orang yang merayakan maulid akan dikumpulkan bersama orang yang shalih dan para kekasaih Allah lainnya;

قال معروف الكرخي قدس الله سره:من هيأ لأجل قراءة مولد الرسول طعاما، وجمع إخوانا، وأوقد سراجا، ولبس جديدا، وتعطر وتجمل تعظيما لمولده حشره الله تعالى يوم القيامة مع الفرقة الأولى من النبيين، وكان في أعلى عليين.

Artinya; Imam Al-Ma’ruf Al-Kurkhi;  Barang siapa menyiapkan diri dengan makanan untuk acara membaca maulid nabi, dan untuk jama’ah persaudaraan sesama muslim, dan menyalakan lampu-lampu untuk acara, dan memakai pakaian baru, berwangi-wangian,  dan berhias yang cakep, demi mengagungkan Maulid Nabi, maka Allah swt akan mengumpulkan mereka bersama golongan orang-orang terdahulu dari para nabi, dan ia berada di tempat yang paling tinggi.

ومن قرأ مولد الرسول – صلى الله عليه وسلم – على دراهم مسكوكة فضة كانت أو ذهبا وخلط تلك الدراهم مع دراهم أخر وقعت فيها البركة ولا يفتقر صاحبها ولا تفرغ يده ببركة مولد الرسول – صلى الله عليه وسلم -.

Artinya; Barang siapa membaca Maulid Rasululloh saw, atas beberapa uang dirham yang tercetak dari logam perak atau emas, kemudian logam-logam dirham tersebut menjadi berkumpul menempel)  antara satu dengan lainnya, maka mereka mendapatkan keberkahan dan orang tersebut tidak faqir dan tidak putus-putus mendapat berkah Rasulullah saw.

Selanjutnya, Al-Imam Ay-Yafi’i menyebutkan akan mendapatkan kelak di surga akan dibangkitkan bersama orang yang shaleh. Ia berkata;

وقال الإمام اليافعي اليمنى: من جمع لمولد النبي – صلى الله عليه وسلم – إخوانا وهيأ طعاما وأخلى مكانا وعمل إحسانا وصار سببا لقراءة مولد الرسول بعثه الله يوم القيامة مع الصديقين والشهداء والصالحين ويكون في جنات النعيم.

Artinya; Imam Ay-Yafi’i Al-Yamani; Barangsiapa berkumpul-kumpul untuk acara Maulid Rasululloh saw atas dasar persaudaraan, menyiapkan makanan, memisah dari tempat-tempat tertentu,  beramal bagus dan menjadikan membaca maulid Rasululloh saw maka dihari kiamat Alloh saw membangkitkannya bersama orang-orang yang benar,  orang-orang yang mati syahid, dan para sholihin, dan mereka semua di surga Naim.

Jalaluddin As-Suyuthi menyebutkan bahwa kelak orang yang merayakan maulid kelak akan mendapatkan doa dari malaikat. Dan bersama orang yang shaleh;

 قال سلطان العارفين جلال الدين السيوطي في كتابه الوسائل في شرح الشمائل: ما من بيت أو مسجد أو محلة قرئ فيه مولد النبي – صلى الله عليه وسلم – هلا حفت الملائكة بأهل ذلك المكان وعمهم الله بالرحمة والمطوقون بالنور – يعني جبريل وميكائل وإسرافيل وقربائيل وعينائيل والصافون والحافون والكروبيون – فإنهم يصلون على ما كان سببا لقراءة مولد النبي – صلى الله عليه وسلم – قال: وما من مسلم قرئ في بيته مولد النبي – صلى الله عليه وسلم – إلا رفع الله تعالى القحط والوباء والحرق. والآفات والبليات والنكبات والبغض والحسد وعين السوء واللصوص عن أهل ذلك البيت، فإذا مات هون الله تعالى عليه جواب منكر ونكير، وكان في مقعد صدق عند مليك مقتدر.

Jalaluddin As-Suyuthiy didalam kitabnya al-Wasail fi Syarhi Asy-Syamil; “tiada sebuah rumah atau masjid atau tempat pun yang dibacakan didalamnya Maulid Nabi melainkan dipenuhi Malaikat yang meramaikan penghuni tempat itu (menyelubunyi tempat itu) dan Allah merantai Malaikat itu dengan rahmat dan Malaikat bercahaya (menerangi) itu antara lain Malaikat Jibril, Mikail, Israfil, Qarbail, ‘Aynail, ash-Shaafun, al-Haafun dan al-Karubiyyun.

Maka sesungguhnya mereka (malaikat) itulah yang mendo’akannya karena membaca Maulid Nabi. Tiada seorang Muslim pun yang didalam rumahnya dilakukan pembacaan Maulid Nabi Saw kecuali Allah akan mengangkat wabah kemarau, kebakaran, karam, kebinasaan, kecelakaan, kebencian, hasad dan pendengaran yang jahat, (terhindar) dari pencuri ahli-ahli rumah tersebut.

Maka jika apabila mati, Allah akan memudahkan baginya dalam menjawab (pertanyaan) Malaikat Munkar dan Nakir. Dan mereka akan ditempatkan didalam tempat yang benar pada sisi-sisi raja yang berkuasa.

Sebagai closing statement, ada ungkapan syair yang cukup menarik. Dikatakan;

ورحم الله القائل، وهو حافظ الشام شمس الدين محمد بن ناصر، حيث قال: إذا كان هذا كافرا جاء ذمه وتبت يداه في الجحيم مخلدا أتى أنه في يوم الإثنين دائما يخفف عنه للسرور بأحمد فما الظن بالعبد الذي كان عمره بأحمد مسرورا ومات موحدا.

“Jika orang seperti Abu Lahab saja yang  jelas-jelas tercela dan kekal di neraka, setiap hari senin diringankan siksanya sebab ia bergembira dengan lahirnya Nabi Muhammad SAW. Maka apalagi jika yang bergembira seorang muslim, yang sepanjang hidupnya bergembira atas lahirnya Nabi Muhammad SAW dan wafat dalam keadaan Islam”.

Keterangan ini disarikan dari kitabnya Abi Bakar Syatha yang berjudul I’anah Al-Thalibin,  Juz 3 H. 414. Demikian penjelasan terkait pandangan ulama tentang Maulid Nabi. Wallahu a’lam bi al-Shawab. [Baca juga: 4 Dalil Boleh Maulid Nabi].

BINCANG SYARIAH

Amalan Mulia di Hari Jumat

عن  أبي عبدِ الله سَلْمان الفارِسي رضي الله عنه قال : قال رسول الله صَلّى اللهُ عَلَيْهِ وسَلَّم :« لاَ يَغْتَسِلُ رَجُلٌ يَوْمَ الجُمُعة وَيَتَطهّرُ ما اسْتَطاعَ منْ طُهر وَيدَّهنُ منْ دُهْنِهِ أوْ يَمسُّ مِنْ طيب بَيْته ثُمَّ يَخْرُجُ فَلاَ يُفَرِّقُ بَيْنَ اثْنينْ ثُمَّ يُصَلّي ما كُتِبَ له ُ ثُمَّ يُنْصِتُ إذَا تَكَلَّمَ الإمامُ إلا غُفِرَ لهُ ما بَيْنَهُ وَبَين الجمُعَةِ الأُخْرَى » رواه البخاري

“Dari Abu Abdillah iaitu Salman al-Farisi رضي الله عنه  berkata : Rasulullah صَلّى اللهُ عَلَيْهِ وسَلَّم  bersabda yang maskudnya :  “Tidaklah seseorang itu mandi pada hari Jum’at dan ia bersuci sekuasa yang dapat ia lakukan, juga berminyak dari minyaknya atau pun mengenakan sesuatu dari minyak harum yang ada di rumahnya, kemudian ia keluar – ke masjid, lalu ia tidak memisah-misahkan antara dua orang – yang sedang duduk, selanjutnya ia shalat apa yang ditentukan atasnya – yakni shalat sunnah tahiyyatul masjid – dan seterusnya ia mendengarkan jikalau imam berbicara – atau berkhutbah, melainkan orang yang melakukan semua itu tentu diampunkan untuknya antara hari Jum’at yang dilakukan itu dengan hari Jum’at yang lainnya – iaitu hari Jum’at berikutnya.”*

Hari Jum’at adalah Hari Raya

عَنْ عَامِرِ بْنِ لُدَيْنٍ الْأَشْعَرِيِّ قَالَ سَأَلْتُ أَبَا هُرَيْرَةَ عَنْ صَوْمِ الْجُمُعَةِ فَقَالَ
قَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَوْمُ الْجُمُعَةِ يَوْمُ عِيدٍ فَلَا تَجْعَلُوا يَوْمَ عِيدِكُمْ يَوْمَ صِيَامٍ إِلَّا أَنْ تَصُومُوا قَبْلَهُ أَوْ بَعْدَهُ

Dari ‘Amir bin Ludain Al Asy’ari ia berkata; Aku bertanya kepada Abu Hurairah tentang puasa pada hari jumat, maka ia menjawab; Nabi Shallallahu’alaihi wasallam bersabda: “Hari Jumat adalah hari raya, maka janganlah kalian jadikan hari raya kalian untuk berpuasa, kecuali jika engkau berpuasa sebelum atau sesudahnya.”
(HR. Imam Ahmad no. 10470 Kitab Baqi Musnad Al Mukatsirin)

أَكْثِرُوا عَلَىَّ مِنَ الصَّلاَةِ فِى كُلِّ يَوْمِ جُمُعَةٍ فَإِنَّ صَلاَةَ أُمَّتِى تُعْرَضُ عَلَىَّ فِى كُلِّ يَوْمِ جُمُعَةٍ ، فَمَنْ كَانَ أَكْثَرَهُمْ عَلَىَّ صَلاَةً كَانَ أَقْرَبَهُمْ مِنِّى مَنْزِلَةً

“Perbanyaklah shalawat kepadaku pada setiap Jum’at. Karena shalawat umatku akan diperlihatkan padaku pada setiap Jum’at. Barangsiapa yg banyak bershalawat kepadaku, dialah yang paling dekat denganku pada hari kiamat nanti.”
(HR. Baihaqi,Hadits Hasan lighairihi dalam Sunan Al Kubra)

مَنْ قَرَأَ سُورَةَ الْكَهْفِ فِى يَوْمِ الْجُمُعَةِ أَضَاءَ لَهُ مِنَ النُّورِ مَا بَيْنَ الْجُمُعَتَيْنِ

“Barangsiapa yang membaca surat Al Kahfi pada hari Jum’at, dia akan disinari cahaya di antara dua Jum’at.”

(HR. An Nasa’i dan Baihaqi hadits Shahih / Shahihul Jami’ no 6470

sumber: HIDAYATULLAH

Fikih Taysir Mudahkan Pelaksanaan Haji

Dibutuhkan kajian fikih yang komprehensif untuk memudahkan haji.

Dalam aspek manasik dan penyelenggaraan haji, sikap moderasi dinilai sangat diperlukan. Hal ini disampaikan Direktur Jenderal Penyelenggaraan Haji dan Umrah (Dirjen PHU) Hilman Latief saat membuka Kegiatan Orientasi Penguatan Moderasi Beragama Bagi ASN Ditjen PHU Angkatan III.

Dalam paparannya, ia menyebut keberagaman latar belakang dari masing-masing jamaah haji bisa menjadi salah satu faktor munculnya perbedaan sudut pandang, utamanya dalam memahami masalah-masalah fikih dalam berhaji.

“Secara khusus dalam penyelenggaraan haji juga kita masih punya banyak PR. Karena itu saya setuju sekali dengan moderasi dalam manasik haji, karena untuk haji pun ada orang yang membawa jamaah kepada titik-titik ekstrim yang mungkin agak berat buat mereka,” kata dia dalam keterangan yang didapat Republika pada Rabu (20/9/2023).

Hilman lantas menyebut, untuk mencapai kesempurnaan ibadah mungkin juga tidak mudah, hanya karena itu yang sesuai dalam fikih yang diyakininya. Karena itu, ke depan memang moderasi itu diperlukan sekali.

Menurutnya, perlu keseriusan dalam membahas moderasi dalam berhaji, khususnya dalam manasiknya. Indonesia dengan jumlah jamaah 221 ribu, yang punya kepentingan untuk memberikan kemudahan pada jamaahnya, perlu berbicara tentang Fikih Taysir, yakni kemudahan-kemudahan berhaji secara lebih serius.

Pada kesempatan yang sama, Hilman juga mengingatkan agar setiap ASN dapat membentengi diri dengan paham-paham yang moderat, terlebih lagi menjelang tahun pemilu.

“Ini yang menjadi PR bagi Kementerian Agama, apalagi saat ini menjelang tahun pemilu, sekarang jadi sangat mungkin muncul isu-isu SARA menjelang Pilpres,” lanjut dia.

Oleh karena itu, ia mengajak jajarannya agar membentengi diri dengan satu konsep yang kuat sebagai pegawai di PHU dan aparat negara (ASN). Setiap pihak disebut memiliki tanggung jawab untuk menjaga amanah dari peran kita sebagai ASN.

“Cara kita memandang masalah-masalah yang ada di sekitar kita, itu juga harus mencerminkan sikap seorang ASN,” kata Hilman.

Kegiatan Orientasi Penguatan Moderasi Beragama Bagi ASN Ditjen PHU Angkatan III ini diikuti oleh 50 ASN di lingkungan Ditjen PHU dan UPT Asrama Haji. Peserta akan dibekali materi-materi terkait Moderasi Beragama oleh para fasilitator dari Tim Pokja (Kelompok Kerja) Moderasi Beragama Kementerian Agama RI. 

IHRAM

Analogi Gus Baha Tentang Kebolehan Maulid

Berikut ini analogi Gus Baha tentang kebolehan Maulid. Hal ini ia sampaikan ketika mengisi ceramah dalam salah satu acara maulid. Pendapat mengenai kebolehan merayakan maulid dikutip dari kitab karya Abuya Assayyid Muhammad Bin Alawi Al Maliki yang berjudul Haula al-Ihtifal bi dzikri Maulid an-Nabawiyi al-Syarif beliau menjelaskan beberapa dalil mengenai kebolehan merayakan maulid 

Pertama: Beliau membacakan dawuh Abuya Sayyid Muhammad yang menceritakan dalam kitabnya perihal sosok Abu Lahab yang senang terhadap hari lahirnya Nabi Muhammad. Yang mana Abu Lahab mendapat keringanan siksa setiap hari senin lantaran dia memerdekakan budaknya yang bernama Tsuaibah. 

 Menurut Gus Baha’ hal itu dilakukan oleh Abu Lahab sebagai bentuk partisipasi dari rasa senang dan Bahagia atas lahirnya Baginda Nabi Muhammad Saw. Lalu beliau membacakan kutipan Sayyid Muhammad dari muhaddist Addimisykiy bahwa beliau berkata;

 “Jika seorang Abu Lahab yang orang kafir dan orang yang dicela oleh Allah bahkan celaannya abadi dalam Al-qur’an yaitu surat Al-lahab bisa mendapat keberkahan maulid karena partisipasinya yaitu dengan memerdekakan budaknya, lantas bagaimana dengan orang yang sepanjang umurnya mencintai dan senang terhadap lahirnya Nabi Muhammad dan dia mati dalam keadaan bertauhid”.

Kedua: Adalah analogi beliau yang berbunyi “misalnya ada seorang anak yang belum jelas prospeknya apakah saleh atau tidak saja orang tuanya merasa bahagia dan senang dengan kelahirannya, dan itupun tidak ada yang menggugat kenapa dia senang? Padahal tidak jelas prospek sang anak, lalu bagaimana dengan Nabi Muhammad yang Sudah jelas kesalehannya” . 

Perkataan beliau yang demikian didapat dari teori analogi yang dikemukakan oleh Abuya Sayyid Muhammad dalam kitab Haula al-Ihtifal bi dzikri Maulid an-Nabawiyi al-Syarif  bahwa “ tidak dibenarkan bagi orang yang berakal bertanya karena apa kamu merayakan maulid?”. Lalu Sayyid Muhammad melanjutkan dawuhnya “apakah terbayang bagi seorang muslim yang membaca syahadat bertanya kenapa senang merayakan maulid Nabi Muhammad Saw”.

Gus Baha mengatakan bahwa ada kajian ilmiah dari dua dalil yang mendasari kebolehan merayakan maulid di atas. Dua dalil yang dikemukakan oleh Sayyid Muhammad di atas juga sebagai bentuk counter terhadap kelompok yang membid’ahkan adanya perayaan maulid Nabi. Jadi, kebolehan merayakan Maulid Menurut Gus Baha’ adalah dengan cara mengambil pemahaman dari dua dalil yang dikemukakan oleh Abuya Sayyid Muhammad.

Demikian penjelasan mengenai penjalasan Gus Baha tentang kebolehan merayakan Maulid. Semoga bermanfaat. Wallahu ‘alam.

BINCANG SYARIAH

Doa Terhindar dari Rasa Malas 

Berikut ini adalah doa terhindar dari rasa malas. Banyak hal dikeluhkan oleh rekan-rekan sesama muslim terkait perilaku malas. Tak terkecuali para mahasiswa yang sedang dihadapkan oleh tugas-tugas akhir perkuliahan skripsi, jurnal, ataupun tesis. 

Nah sayangnya rasa malas inilah yang menghambat lancarnya aktivitas keseharian. Dan jelas merugikan sekali, saat kesibukan menumpuk namun rasa itu tiba-tiba muncul. Walhasil, setelah beberapa waktu berlalu, kita baru sadar ternyata tugas semakin menumpuk sedangkan waktu semakin sempit. 

Dua Keadaan Lalai Manusia

Perlu diketahui, terdapat dua keadaan yang sering kita lalaikan dalam kehidupan kita, dan Rasulullah memang sudah mewanti-wanti akan kelalaian seorang Muslim ketika mendapatkan dua anugerah ini, yaitu sehat dan waktu yang luang.  

Di waktu sehat terkadang kita jarang memanfaatkannya untuk melakukan ketaatan kepada Allah subhanahu wata’ala. Di saat sakit tiba, barulah kita tersadar akan pentingnya sehat. 

Begitupun dengan waktu yang luang, seringkali kita melalaikannya, namun tatkala ia pergi menghilang saat kita membutuhkannya, sadarlah kita akan tidak produktifnya kita dalam menggunakannya.

Lagi-lagi memang rasa malas mudah menyerang saat kedua kondisi di atas berlangsung, saat sehat kita malas bersyukur, saat memiliki waktu luang kita malas memanfaatkannya.  

Selain itu, malas dalam beribadah dan berbuat ketaatan pun kadang ditunggangi oleh banyaknya maksiat yang kita lakukan, nauzubillah. Lantas, doa terhindar dari rasa malas? 

Doa Terhindar dari Rasa Malas 

Sebuah hadits yang diriwayatkan Imam Bukhari, dari Anas bin Malik RA menyebutkan bahwa Rasulullah SAW pernah memohon perlindungan dengan berdoa:

اللَّهُمَّ إِنِّى أَعُوذُ بِكَ مِنَ الْكَسَلِ، وَأَعُوذُ بِكَ مِنَ الْجُبْنِ، وَأَعُوذُ بِكَ مِنَ الْهَرَمِ، وَأَعُوذُ بِكَ مِنَ الْبُخْل 

Allâhumma innî a‘ûdzubika minal kasali wa a‘ûdzubika minal jubni wa a‘ûdzubika minal harami wa a’ûdzubika minal bukhli 

Artinya : “Ya Allah sesungguhnya aku berlindung kepada-Mu dari rasa malas, dan aku berlindung kepada-Mu dari sikap pengecut, dan aku aku berlindung pkeadaMu dari pikun, dan aku berlindung kepadaMu dari sifat pelit.” 

Demikian doa untuk menghilangkan rasa malas, semoga kita selalu dilindungi Allah dari segala hal yang menyebabkan malas melakukan ketaatan. Wallahu a‘lam.

BINCANG SYARIAH

Bahaya Kezaliman dan Berlaku Semena-Mena

Khotbah pertama

السَّلاَمُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللهِ وَبَركَاتُهُ.

إِنَّ الْحَمْدَ لِلَّهِ, نَحْمَدُهُ, وَنَسْتَعِينُهُ, وَنَسْتَغْفِرُهُ, وَنَعُوذُ بِاللَّهِ مِنْ شُرُورِ أَنْفُسِنَا, وَسَيِّئَاتِ أَعْمَالِنَا.

مَنْ يَهْدِهِ اللَّهُ فَلاَ مُضِلَّ لَهُ, وَمَنْ يُضْلِلْ فَلاَ هَادِيَ لَهُ, وَأَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللَّهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ, وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُولُهُ. 

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلاَ تَمُوتُنَّ إِلاَّ وَأَنْتُمْ مُسْلِمُونَ. 

يَا أَيُّهَا النَّاسُ اتَّقُوا رَبَّكُمُ الَّذِي خَلَقَكُمْ مِنْ نَفْسٍ وَاحِدَةٍ وَخَلَقَ مِنْهَا زَوْجَهَا وَبَثَّ مِنْهُمَا رِجَالاً كَثِيرًا وَنِسَاءً وَاتَّقُوا اللَّهَ الَّذِي تَسَاءَلُونَ بِهِ وَالأََرْحَامَ إِنَّ اللَّهَ كَانَ عَلَيْكُمْ رَقِيبًا. 

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ وَقُولُوا قَوْلاً سَدِيدًا يُصْلِحْ لَكُمْ أَعْمَالَكُمْ وَيَغْفِرْ لَكُمْ ذُنُوبَكُمْ وَمَنْ يُطِعِ اللَّهَ وَرَسُولَهُ فَقَدْ فَازَ فَوْزًا عَظِيمًا. 

أَمَّا بَعْدُ: 

فَإِنَّ خَيْرَ الْحَدِيثِ كِتَابُ اللَّهِ, وَخَيْرَ الْهَدْيِ هَدْيُ مُحَمَّدٍ, وَشَرَّ الأُمُورِ مُحْدَثَاتُهَا, وَكُلَّ مُحْدَثَةٍ بِدْعَةٌ, وَكُلَّ بِدْعَةٍ ضَلاَلَةٌ, وَكُلُّ ضَلاَلَةٍ فِي النَّارِ

Ma’asyiral Muslimin, jemaah Jum’at yang dimuliakan Allah Ta’ala.

Pertama-tama, marilah kita tingkatkan ketakwaan kita kepada Allah Ta’ala, baik dengan mentaati seluruh perintah-Nya ataupun dengan meninggalkan seluruh kemaksiatan kepada-Nya. Karena dengan ketakwaan inilah Allah Ta’ala menghapus kesalahan-kesalahan kita dan dengannya pula pahala kebaikan kita akan dilipatgandakan. Allah Ta’ala berfirman,

وَمَنْ يَّتَّقِ اللّٰهَ يُكَفِّرْ عَنْهُ سَيِّاٰتِهٖ وَيُعْظِمْ لَهٗٓ اَجْرًا

“Dan barangsiapa bertakwa kepada Allah, niscaya Allah akan menghapus kesalahan-kesalahannya dan akan melipatgandakan pahala baginya.(QS. At-Talaq: 5).

Jemaah yang dimuliakan Allah Ta’ala,

Allah Ta’ala mengharamkan kezaliman untuk diri-Nya sendiri, mengharamkannya juga untuk para hamba-Nya serta melarang hamba-hamba-Nya dari saling menzalimi di antara mereka sendiri. Allah Ta’ala berfirman dalam sebuah hadis qudsi,

يا عِبَادِي، إنِّي حَرَّمْتُ الظُّلْمَ علَى نَفْسِي، وَجَعَلْتُهُ بيْنَكُمْ مُحَرَّمًا، فلا تَظَالَمُوا

”Wahai hamba-hamba-Ku, sesungguhnya Aku telah mengharamkan kezaliman atas diri-Ku dan Akupun jadikan kezaliman itu di antara kalian sebagai sesuatu yang haram. Maka janganlah kalian saling menzalimi.” (HR. Muslim no. 2577).

Saudaraku, kita hidup di zaman yang sangat memprihatinkan. Zaman dimana kezaliman menyebar luas di tengah masyarakat. Bahkan di rumah-rumah kaum muslimin sekalipun, kezaliman itu sangat mudah dijumpai. Betapa banyak ayah yang menzalimi anak-anaknya dan keluarganya, seorang anak yang menzalimi orang tuanya sendiri, dan beragam kasus serupa yang terkadang tak dapat dinalar oleh akal sehat.

Kezaliman ini juga sangat mudah kita temukan dalam hubungan bertetangga. Betapa banyak tetangga yang satu menzalimi yang lainnya, menyakitinya atau merampas hak-haknya. Kezaliman juga sangat mudah kita jumpai dalam ranah hukum dan pengadilan. Betapa banyak orang yang dihukum dengan semena-mena, dituduh dengan tuduhan palsu, dirampas, dan dipalak hartanya, atau bahkan dipaksa harus menyuap untuk menyelesaikan masalah yang sedang dihadapinya, naudzubillahi min dzalik.

Wahai saudaraku yang masih melakukan kezaliman, ingatlah selalu salah satu firman Allah Ta’ala,

وَلَا تَحْسَبَنَّ اللّٰهَ غَافِلًا عَمَّا يَعْمَلُ الظّٰلِمُوْنَ ەۗ اِنَّمَا يُؤَخِّرُهُمْ لِيَوْمٍ تَشْخَصُ فِيْهِ الْاَبْصَارُۙ

“Dan janganlah engkau mengira, bahwa Allah lengah dari apa yang diperbuat oleh orang yang zalim. Sesungguhnya Allah menangguhkan mereka sampai hari yang pada waktu itu mata (mereka) terbelalak.” (QS. Ibrahim: 42).

Pada hari itu, Allah Ta’ala tegakkan keadilan dan Allah Ta’ala berikan setiap hak kepada pemilik sebenarnya. Sungguh Allah Mahaadil, benar-benar tidak akan menzalimi siapapun; bahkan seekor hewan ternak sekalipun akan diadili karena seekor hewan lainnya yang tanduknya patah karena dirinya. Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam pernah bersabda,

لَتُؤَدُّنَّ الحُقُوقَ إلى أهْلِها يَومَ القِيامَةِ، حتَّى يُقادَ لِلشّاةِ الجَلْحاءِ، مِنَ الشَّاةِ القَرْناءِ

“Semua hak itu pasti akan dipenuhi pada hari kiamat kelak, hingga kambing bertanduk pun akan dituntut untuk dibalas oleh kambing yang tidak bertanduk.” (HR. Muslim no. 2582).

Jemaah Jum’at yang dirahmati Allah Ta’ala,

Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam begitu seringnya mengingatkan kita semua dari bahaya perbuatan zalim ini. Di antaranya beliau bersabda,

اتَّقُوا الظُّلمَ ؛ فإنَّ الظُّلمَ ظُلُماتٌ يومَ القيامةِ

”Hindarilah kezhaliman, karena kezhaliman itu mendatangkan kegelapan pada hari kiamat kelak.” (HR. Muslim no. 2578).

Beliau shallallahu ‘alaihi wasallam juga bersabda,

إنَّ اللَّهَ عزَّ وجلَّ يُمْلِي لِلظّالِمِ، فإذا أخَذَهُ لَمْ يُفْلِتْهُ، ثُمَّ قَرَأَ وكَذلكَ أخْذُ رَبِّكَ، إذا أخَذَ القُرَى وهي ظالِمَةٌ إنَّ أخْذَهُ ألِيمٌ شَدِيدٌ

“Sesungguhnya Allah membiarkan orang yang zalim. Namun, apabila Allah telah menghukumnya, Dia tidak akan melepaskannya.” Selanjutnya beliau membaca ayat, “Dan begitulah azab Rabb-mu apabila Dia mengazab penduduk negeri-negeri yang berbuat zalim. Sesungguhnya azab-Nya itu sangat pedih lagi keras.” (HR. Bukhari no. 4686 dan Muslim no. 2583).

Lihatlah bagaimana hukuman dan keadilan yang Allah Ta’ala berikan kepada orang-orang yang berbuat zalim di akhirat kelak. Allah Ta’ala ambil kebaikan dan pahala orang yang berbuat zalim untuk diberikan kepada orang-orang yang telah dizaliminya. Jika kebaikannya telah habis atau ia tidak memiliki kebaikan, maka ia akan menanggung dosa-dosa orang yang telah ia zalimi. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,

مَن كَانَتْ له مَظْلِمَةٌ لأخِيهِ مِن عِرْضِهِ أَوْ شيءٍ، فَلْيَتَحَلَّلْهُ منه اليَومَ، قَبْلَ أَنْ لا يَكونَ دِينَارٌ وَلَا دِرْهَمٌ، إنْ كانَ له عَمَلٌ صَالِحٌ أُخِذَ منه بقَدْرِ مَظْلِمَتِهِ، وإنْ لَمْ تَكُنْ له حَسَنَاتٌ أُخِذَ مِن سَيِّئَاتِ صَاحِبِهِ فَحُمِلَ عليه

“Siapa yang pernah berbuat aniaya (zalim) terhadap kehormatan saudaranya atau sesuatu apapun, hendaklah dia meminta kehalalannya (maaf) pada hari ini (di dunia) sebelum datang hari yang ketika itu tidak bermanfaat dinar dan dirham. Jika dia tidak lakukan, (nanti pada hari kiamat) apabila dia memiliki amal saleh, maka akan diambil darinya sebanyak kezalimannya. Apabila dia tidak memiliki kebaikan lagi, maka keburukan saudaranya yang dizaliminya itu akan diambil lalu ditimpakan kepadanya.” (HR. Bukhari no. 2449).

Di hadis yang lain, Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,

مَنِ اقْتَطَعَ حَقَّ امْرِئٍ مُسْلِمٍ بيَمِينِهِ، فقَدْ أَوْجَبَ اللَّهُ له النَّارَ، وَحَرَّمَ عليه الجَنَّةَ فَقالَ له رَجُلٌ: وإنْ كانَ شيئًا يَسِيرًا يا رَسُولَ اللهِ؟ قالَ: وإنْ قَضِيبًا مِن أَرَاكٍ

“Barangsiapa mengambil hak seorang muslim dengan sumpahnya, maka Allah mewajibkan neraka untuknya, dan mengharamkan surga atasnya.” Maka seorang laki-laki bertanya, “Wahai Rasulullah, meskipun itu sesuatu yang sepele?” Beliau menjawab, “Meskipun itu hanya kayu siwak.” (HR. Muslim no. 137).

Marilah wahai saudaraku, segeralah meminta maaf, menunaikan hak-hak yang tertunda untuk orang-orang yang pernah kita zalimi, mintalah keikhlasan sebelum hari kiamat itu datang. Hari di mana tidak berguna lagi penyesalan, harta, dan apapun yang kita miliki.

Saudaraku, jemaat Jum’at yang semoga senantiasa dalam lindungan Allah Ta’ala,

Kezaliman adalah nama yang mencakup seluruh perkara keji, buruk, dan tindakan semena-mena. Kezaliman wahai hamba Allah adalah kegelapan yang dapat mengubah kondisi dan menghancurkan sebuah bangsa. Sebagaimana firman Allah Ta’ala,

وكَذلكَ أخْذُ رَبِّكَ، إذا أخَذَ القُرَى وهي ظالِمَةٌ إنَّ أخْذَهُ ألِيمٌ شَدِيدٌ

“Dan begitulah siksa Tuhanmu apabila Dia menyiksa (penduduk) negeri-negeri yang berbuat zalim. Sungguh, siksa-Nya sangat pedih, sangat berat.” (QS. Hud no. 102).

أقُولُ قَوْلي هَذَا   وَأسْتغْفِرُ اللهَ العَظِيمَ   لي وَلَكُمْ،   فَاسْتغْفِرُوهُ   يَغْفِرْ لَكُمْ    إِنهُ هُوَ الغَفُورُ الرَّحِيمُ،  وَادْعُوهُ يَسْتجِبْ لَكُمْ   إِنهُ هُوَ البَرُّ الكَرِيْمُ.

Khotbah kedua

اَلْحَمْدُ للهِ وَكَفَى، وَأُصَلِّيْ وَأُسَلِّمُ عَلَى مُحَمَّدٍ الْمُصْطَفَى، وَعَلَى آلِهِ وَأَصْحَابِهِ أَهْلِ الْوَفَا. أَشْهَدُ أَنْ لَّا إِلهَ إِلَّا اللهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيْكَ لَهُ، وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ أَمَّا بَعْدُ.

Maasyiral mukminin yang dimuliakan Allah Ta’ala,

Ayat yang kita bacakan di penghujung khutbah pertama tadi merupakan pertanda bahwa bisa jadi sebuah kezaliman akan Allah segerakan hukumannya di dunia. Sungguh kezaliman merupakan salah satu dosa dan kemaksiatan yang pelakunya telah mendapatkan ancaman di dunia ini tanpa mengurangi hukumannya di akhirat kelak. Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,

ما مِن ذَنْبٍ أجدَرُ أن يُعجِّلَ اللهُ تعالى لصاحبِهِ العُقوبةَ في الدُّنيا، مع مايدَّخِرُ له في الآخِرةِ، مِثْلُ البَغْيِ، وقَطيعةِ الرَّحِمِ.

“Tidak ada suatu dosa yang lebih pantas Allah Ta’ala percepat siksaannya di dunia bagi pelakunya, selain apa yang Allah siapkan baginya di akhirat, daripada perbuatan zalim dan memutus kekerabatan.” (HR. Abu Daud no. 4092, Tirmidzi no. 2511, Ibnu Majah no. 4211, dan Ahmad no. 20374).

Tidakkah takut orang-orang yang berbuat kezaliman dengan sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam dalam wasiatnya kepada Muadz bin Jabal ketika mengutusnya ke Yaman? Beliau shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,

واتَّقِ دَعْوَةَ المَظْلُومِ؛ فإنَّه ليسَ بيْنَهُ وبيْنَ اللَّهِ حِجَابٌ

”Takutlah engkau dengan doa orang yang dizalimi. Karena tidak ada penghalang antara doa tersebut dengan Allah.” (HR. Bukhari no. 1496 dan Muslim no. 19).

Sungguh doa orang yang terzalimi merupakan salah satu doa yang paling mustajab. Jika ia mendoakan keburukan bagi orang yang menzaliminya, maka sangat mudah bagi Allah Ta’ala untuk mengabulkannya.

Bahkan apabila yang terzalimi tersebut adalah orang yang tidak beragama Islam atau orang yang fasik dan gemar bermaksiat sekalipun, maka Allah sangat mudah untuk mengabulkannya dan tidak ada penghalang antara doanya tersebut dengan Allah Ta’ala. Di hadis yang lain, Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam menekankan,

دعوةُ المظلومِ مُستجابةٌ ، وإن كان فاجرًا ففُجورُه على نفسِه

“Doa orang yang dizalimi itu mustajab dan sangat mudah dikabulkan, sekalipun doa tersebut dari orang yang jahat. Karena kejahatannya itu memudharatkan dirinya (tanpa memengaruhi keterkabulan doa tadi).” (HR. Ahmad no. 8781 dan At-Thayaalisi no. 2450).

Jemaah yang dimuliakan Allah Ta’ala,

Mungkin banyak dari kaum muslimin yang tangannya selamat dari menumpahkan darah kaum muslimin, atau selamat dari merampas harta orang lain, hingga kemudian ia mengira bahwa dirinya telah bebas dan selamat dari perbuatan zalim dan selamat juga dari doa orang orang terzalimi. Dia lupa bahwa kezaliman memiliki beragam bentuk; ada kezaliman terhadap sanak famili dan saudara, ada juga kezaliman terhadap anak sendiri dan istri.

Oleh karena itu, bertakwalah wahai saudaraku, berlakulah adil dan bijaksana dalam setiap tanggung jawab yang kita pikul, lemah lembutlah kepada anak-anak kita, kepada istri kita, dan kepada tetangga-tetangga yang tinggal di sekitar kita.

Jangan sampai, amal kebaikan dan pahala yang telah susah payah kita kumpulkan dan kita kerjakan di dunia ini hilang dengan mudahnya dan berpindah tangan kepada orang-orang yang telah kita zalimi.

Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,

تَعَوَّذوا باللهِ مِنَ الفَقرِ والقِلَّةِ، والذِّلَّةِ، وأنْ تَظلِمَ أو تُظلَمَ.

“Hendaklah kalian berlindung kepada Allah dari kefakiran, merasa kurang dan kehinaan, berbuat zalim atau dizalimi.” (HR. Abu Dawud no. 1544, An-Nasa’i no. 5461, Ibnu Majah no. 3842 dan Ahmad no. 10973).

Ya Allah aku berlindung kepada-Mu dari berbuat zalim dan semena-mena, berikanlah kami kebijaksanaan dalam bertindak dan karuniakanlah kami keadilan dalam setiap tindakan yang kami lakukan.

Aamiin Yaa Rabbal Aalamiin.

فَيَا أَيُّهَا الْمُسْلِمُوْنَ، أُوْصِيْكُمْ وَنَفْسِيْ بِتَقْوَى اللهِ الْعَلِيِّ الْعَظِيْمِ وَاعْلَمُوْا أَنَّ اللهَ أَمَرَكُمْ بِأَمْرٍ عَظِيْمٍ، أَمَرَكُمْ بِالصَّلَاةِ وَالسَّلَامِ عَلَى نَبِيِّهِ الْكَرِيْمِ فَقَالَ: إِنَّ اللهَ وَمَلَائِكَتَهُ يُصَلُّونَ عَلَى النَّبِيِّ، يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا صَلُّوا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوا تَسْلِيمًا،

اَللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ كَمَا صَلَّيْتَ عَلَى إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيْمَ، إِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ. وَبَارِكْ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ كَمَا بَارَكْتَ عَلَى إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيْمَ، إِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ

اَللّٰهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُسْلِمِيْنَ وَالْمُسْلِمَاتِ والْمُؤْمِنِيْنَ وَالْمُؤْمِنَاتِ الْأَحْيَاءِ مِنْهُمْ وَالْأَمْوَاتِ،

اللهم ادْفَعْ عَنَّا الْبَلَاءَ وَالْغَلَاءَ وَالْوَبَاءَ وَالْفَحْشَاءَ وَالْمُنْكَرَ وَالْبَغْيَ وَالسُّيُوْفَ الْمُخْتَلِفَةَ وَالشَّدَائِدَ وَالْمِحَنَ، مَا ظَهَرَ مِنْهَا وَمَا بَطَنَ، مِنْ بَلَدِنَا هَذَا خَاصَّةً وَمِنْ بُلْدَانِ الْمُسْلِمِيْنَ عَامَّةً، إِنَّكَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيْرٌ

رَبّنَا لاَتُؤَاخِذْ نَا إِنْ نَسِيْنَا أَوْ أَخْطَأْنَا رَبّنَا وَلاَ تَحْمِلْ عَلَيْنَا إِصْرًا كَمَا حَمَلْتَهُ عَلَى الّذِيْنَ مِنْ قَبْلِنَا رَبّنَا وَلاَ تًحَمّلْنَا مَالاَ طَاقَةَ لَنَا بِهِ وَاعْفُ عَنّا وَاغْفِرْ لَنَا وَارْحَمْنَا أَنْتَ مَوْلاَنَا فَانْصُرْنَا عَلَى الْقَوْمِ الْكَافِرِيْنَ.

اللَّهُمَّ إنَّا نَسْأَلُكَ الهُدَى ، والتُّقَى ، والعَفَافَ ، والغِنَى

اللهمّ أحْسِنْ عَاقِبَتَنَا فِي الأُمُورِ كُلِّهَا، وَأجِرْنَا مِنْ خِزْيِ الدُّنْيَا وَعَذَابِ الآخِرَةِ

رَبَنَا ءَاتِنَا فِي الدّنْيَا حَسَنَةً وَفِي اْلأَخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النّارِ.

وَالْحَمْدُ للهِ رَبِّ العَالَمِيْنَ

عِبَادَ اللهِ، إنَّ اللهَ يَأْمُرُ بِالْعَدْلِ وَالْإحْسَانِ وَإِيْتَاءِ ذِي الْقُرْبَى ويَنْهَى عَنِ الفَحْشَاءِ وَالْمُنْكَرِ وَالبَغْيِ، يَعِظُكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُوْنَ. فَاذكُرُوا اللهَ الْعَظِيْمَ يَذْكُرْكُمْ وَلَذِكْرُ اللهِ أَكْبَرُ

***

Penulis: Muhammad Idris, Lc.

© 2023 muslim.or.id
Sumber: https://muslim.or.id/87681-teks-khotbah-jumat-bahaya-kezaliman-dan-berlaku-semena-mena.html

Ketika Nabi Muhammad Melihat Neraka dalam Mi’raj

Ketika Rasulullah SAW melaksanakan Mi’raj ke Sidratil Muntaha, Rasulullah SAW diperlihatkan keadaan seseorang yang ahli ibadah dan maksiat, selain itu beliau juga melihat Neraka. Berikut adalah kisah ketika Nabi Muhammad melihat neraka dalam peristiwa Isra dan Mi’raj. 

Kisah Nabi Muhammad melihat neraka disampaikan oleh Syekh Ahmad Dardir, ulama ternama dalam bidang ini. Karyanya yang berjudul Dardir Mi’raj, menjadi rujukan utama untuk membaca kisah ini. Beliau menceritakan;

Ketika Rasulullah SAW selesai melakukan Mi’raj, beliau menceritakannya kepada para Sahabat. Beliau menceritakan “diterangkan: “Di dalam surga terdapat buah delima yang besarnya sebesar kulit unta yang ada muatannya dan burung-burung surga itu sebesar Unta Khurasan yang memiliki dua punuk (punggung).” 

Shahabat Abu Bakr berkata: “Ya Rasulullah! Apakah dagingnya nikmat?” Kanjeng Nabi berkata: “Saya pernah memakan daging burung itu. Sungguh dagingnya benar-benar nikmat melebihi kenikmatan seluruh daging yang pernah aku rasakan. Dan saya berharap kamu bisa makan daging burung tersebut.” 

Lalu Kanjeng Nabi melihat Telaga Kautsar yang di dua tepinya terdapat rumah-rumahan kecil yang terbuat dari mutiara yang dilubangi. Tanahnya berbau harum seperti minyak misik. Lantas Kanjeng Nabi diperlihatkan batu dan besi di neraka. Di situ tempat kemurkaan, kutukan, dan siksaan Allah SWT. Seumpama batu dan besi dilemparkan ke dalam neraka, tentu akan hancur binasa dan meleleh. 

Di dalam neraka tiba-tiba ada sekelompok orang/umat yang semuanya memakan bangkai. Kanjeng Nabi bertanya: “Siapa mereka ya Jibril?” Jibril menjawab: “Mereka adalah orang-orang yang pekerjaannya suka memakan daging manusia (artinya: orang- orang yang gemar mengumpat).” 

Di situ, Kanjeng Nabi melihat Malaikat Malik penjaga neraka. Wajahnya selalu terlihat sadis dan memancarkan aura kemarahan yang sangat membara. Kanjeng Nabi mengawali berucap salam kepada Malaikat Malik. Lalu pintu neraka ditutup untuk menghormati Kanjeng Nabi. 

Lantas Kanjeng Nabi dibawa naik ke Sidrotul Muntaha. Kanjeng Nabi diselimuti kabut yang menyerupai mendung yang warnanya beraneka ragam. Dan Jibril punberhenti. Kanjeng Nabi lalu dibawa naik ke Mustawa (sebuah tempat tinggi yang biasanya dijadikan sebagai tempat peristirahatan). 

Di tempat tersebut, beliau terdengar gemricik kolam-kolam. Di situ, beliau juga melihat seorang lelaki yang diliputi oleh Nurul ‘Arsy. Kanjeng Nabi bertanya: “Siapa dia wahai Jibril? Apakah seorang Malaikat?” Jibril menjawab: “Bukan!” Kanjeng Nabi bertanya lagi:“Apakah seorang nabi?” 

Dijawabnya kembali: “Bukan!” Kanjeng Nabi bertanya sekali lagi: “Lantas siapakah dia?” Dan dijawablah: “Dia adalah seorang lelaki yang semasa hidup di dunia, lisannya selalu basah sebab dibuat dzikir kepada Allah SWT. Dan hatinya selalu terikat erat dengan masjid. Serta tidak pernah memusuhi-tidak pernah menyakiti hati kedua orang tuanya.”

Demikianlah ilustrasi Neraka, ketika bersua dengan Nabi Ibrahim As, Nabi Muhammad SAW diminta untuk menyampaikan amalan kepada umatnya. Ketika Nabi Muhammad SAW bersua dengan Nabi Ibrahim AS, beliau berkata: “Selamat datang wahai anakku dan nabi yang shalih.” 

Lantas Nabi Ibrahim berpesan: “Perintahkanlah kepada umatmu, agar memperbanyak tanaman dan perhiasan surga, karena sesungguhnya tanah surga itu sangatlah bagus-subur dan luas.” Kanjeng Nabi bertanya: “Apa tanaman surga tersebut?” Nabi Ibrahim AS berkata: “ Yaitu: laa hawla wa laa quwwata illaa billaahil ‘aliyyil ‘adhiim.

Menurut salah satu riwayat diterangkan bahwa: “Tolong sampaikan salam saya kepada umatmu dan ceritakanlah bahwa surga itu tanahnya bagus-sangat subur, tawar dan segar airnya. Adapun sesungguhnya tanaman surga tersebut adalah: subhanallah walhamdulillah wa laa ilaaha illallahu wallahu akbar.”

Demikianlah ilustrasi neraka yang diriwayatkan oleh Syekh Ahmad Dardir dalam kitabnya yang berjudul Al-Dardir ala Qissat al-Mi’raj halaman 19. Semoga bermanfaat, Wallahu a’lam bi al-shawab.

BINCANG SYARIAH

Cerita Anak Islami : Dahulukan Menolong Nyawa Manusia Apapun Agamanya

Sepeda kecil itu melaju dengan begitu kencang. Sang pengemudinya bertingkah seperti atlet balap sepeda yang tergesa-gesa mengejar garis finish. Tas di punggungnya seakan-akan ingin meronta tidak kuat dengan hentakan roda di jalan yang tidak begitu mulus.

Tiba-tiba ia menghentikan laju sepedanya secara mendadak. Berhenti tepat di belakang seorang bocah kecil yang terkaget dengan bunyi roda sepeda yang berhimpitan dengan aspal di jalan.

“astagfirullah, bikin kaget aja kamu amir” seru bocah kecil itu.

Sambil tertawa seolah tanda puas mengagetkan temannya ia berkata “ sudah kamu ikut bonceng saya aja imam, ini waktu sudah mau magrib, telat nanti kita shalat berjamaah”

Amir dan Imam adalah teman sejoli. Mereka memiliki aktifitas yang sama di sore hari. Mengaji di mushalla adalah rutinitas mereka selepas dari sekolah. Mereka berangkat berboncengan menyusuri jalan yang rindang menuju mushalla yang jaraknya tidak terlalu jauh dari arah mereka.

Tiba-tiba keduanya dikejutkan dengan suara. Brakkk!. Amir kembali menarik rem sepedanya secara tiba-tiba. Imam yang berada di belakang hampir saja terlempar ke depan.

Tepat di depan mereka seorang pengemudi sepeda motor terjatuh. Barang bawaan yang dikaitkan di motornya terlempar dan berhamburan di jalan. Bersamaan dengan itu suara adzan magrib mulai terdengar menghiasi langit di perkampungan yang sangat tenang itu.

“imam kita turun dulu bantu bapak itu” seru amir sambil memarkirkan sepedanya di bahu jalan.

“mir, ini sudah adzan, terlambat kita shalat magrib” imam menegur amir yang tidak ingin menyia-nyiakan datangnya waktu shalat.

“shalat itu penting mam, tetapi menolong orang juga penting” terang amir kepada temannya.

“tapi shalat berjamaah itu dapat 27 pahala mir, kita tidak boleh menyia-nyiakan. Lagian kita kan tidak tahu apakah bapak itu orang Islam atau bukan” ketus imam dengan nada seorang penceramah yang menggelegar.

“imam temanku yang baik, dengarin, membantu orang itu tidak perlu melihat apa agamanya, Sudah ayo lekas bantu”

Amir segera bergegas menghampiri bapak yang terjatuh itu. Imam yang masih sedikit tidak sepakat dengan alasan temannya itu tetap mengikutinya. Amir membantu mengangkat tubuh bapak yang terkulai di jalan. Imam mengangkat sepeda motor yang berat itu yang masih tergeletak di tengah jalan.

“sudah dek, saya tidak apa-apa hanya terpleset saja” bapak itu mulai duduk dan berusaha bangkit.

Terlihat imam mengumpulkan barang-barang yang berserakan di jalan. Dengan cekatan ia kumpulkan satu per satu dimasukkan dalam kantong plastik hitam milik sang pengemudi.

“alhamdulillah kalo gitu pak, tapi bapak tidak apa-apa kan? Ada yang luka pak? Apa perlu ke rumah sakit?” tanya amir bertubi-tubi.

“tidak apa, nggak ada yang luka, hanya terpeleset saja” terang bapak itu dengan penuh senyum dan kagum kepada Amir dan Imam.

“oh ya sudah kalo memang tidak apa-apa pak, kita harus pergi dulu ke mushalla depan” terang amir.

“ kalian mau ke mushalla depan itu? Mau shalat ya kalian? Sudah bapak antar biar kalian biar tidak telat”

“ gak apa-apa pak, kita naik sepeda berdua, insyallah masih belum telat “, kata Amir.

“sudah ayo jalankan sepeda kalian, ikut pegangan di belakang motor saya” ajak bapak pengemudi motor itu.

Tanpa ragu amir memegang pegangan yang ada di belakang motor itu dan satu tangan lagi tetap kuat menggengam setir sepedanya. Motor dan sepeda itu melaju kencang menembus jalan yang dihiasi senja yang begitu indah.

Imam teriak kencang kegirangan menikmati putaran sepeda yang melaju tidak seperti biasanya “ayo mirrrr…gas terruuuuuus, terbang ke angkasa..”. Keduanya begitu senang sambil melepas tawa.

Tibalah mereka di mushalla kecil dengan nafas tergopoh-gopoh. Terlihat para jamaah sudah berdiri dan bersiap untuk shalat berjamaah. Amir dan Imam berlari kecil berada di shaf kedua dari barisan para orang dewasa. Terlihat anak-anak yang lain menengok ke arah mereka berdua yang seolah menegor keterlambatan mereka.

Setelah melaksanakan shalat magrib. Anak-anak terlihat melingkar dan mengelilingi seorang ustadz yang tidak terlalu tua, tetapi terlihat berwibawa. Satu persatu mereka membaca al-Quran dan diteliti oleh sang ustadz. Sesekali ia memberhentikan bacaan anak-anak dan memperbaiki cara bacanya.

Setelah selesai mengaji, sang ustadz memanggil dengan sedikit suara kencang “amir, imam, kesini dulu!”

Keduanya yang ingin beranjak bermain petak umpet bersama teman-temannya di halaman mushalla seolah terhenti. Ia terpatung dan saling bertatap muka. Dengan sedikit rasa khawatir dan takut mereka berbalik arah dan berjalan pelang menghampiri sang ustadz.

“saya dengar dari teman-temanmu, tadi kalian agak sedikit terlambat, memang kalian pergi kemana dulu sebelum ke mushalla? Bukannya kalian sudah pamit ke orang tua pergi mengaji?” seru ustadz dengan nada integrosi layaknya penuntut umum di pengadilan.

“ehmm..ini semua salah amir, ustad Jamil, makanya kita jadi terlambat” Imam mencoba menjelaskan dengan kata-kata yang terbata-bata.

Tidak terima, Amir spontan menginjak pelan kaki Imam sambil berbisik “ koq salah saya sih mam”.

“sudah-sudah jelaskan secara jujur. Ayo imam ceritakan yang sebenarnya” potong sang ustad.

“baik ustad Jamil” Imam mulai menjelaskan secara pelan dan terperinci kronologi kejadian yang mereka alami di tengah jalan tadi. Lengkap dengan perdebatan di antara mereka berdua. Ustadz Jamil mulai menangkap semua cerita yang disampaikan imam.

Ia dengan nada yang pelan dan santun menjelaskan : “sebenarnya tidak ada yang salah dari cerita kalian. Amir dan imam tidak ada yang salah. Imam yang bergegas datang ke mushalla untuk mendapatkan keutamaan pahala jamaah merupakan niat yang baik. Amir yang menangguhkan perjalanan ke mushalla untuk menolong orang juga merupakan amal ibadah yang baik. Saya hanya ingin meluruskan pemahaman kalian. Bahwa Islam memerintahkan umat manusia untuk beribadah sebagaimana Tuhan menciptakan manusia hanya untuk beribadah. Tetapi, Ibadah itu dalam Islam juga mempertimbangkan nyawa, kemanusiaan dan kemampuan. Karena itulah, dalam Islam dikenal dengan hukum rukhsah”.

“Apa itu rukhsah ustad?” keduanya kompak menyela.

“Rukhsah itu mudahnya seperti diskon, keringanan dan kemudahan yang diberikan Allah kepada umat Islam ketika berada dalam kesusahan dan kepayahan dalam beribadah. Misalnya, ketika ada hujan deras, badai kencang, atau ada penyakit menular di tengah masyarakat, umat Islam diberikan keringanan untuk tidak shalat berjamaah di masjid. Cukup di rumah masing-masing karena semata menjaga keselamatan nyawa manusia. Islam itu sangat menghargai nyawa termasuk dalam beribadah. Dalam kaidah fikih ada suatu kaidah yang mengatakan : mencegah kemudharatan itu didahulukan ketimbang meraih kemashalahatan. Artinya, menyelamatkan diri dari bahaya itu dianjurkan lebih didahulukan ketimbang mengambil kemashalahatan ibadah semisal shalat jamaah. Jadi, menolong orang tengah jalan demi keselamatan nyawa sendiri atau orang lain itu harus didahulukan”.

Ami dan Imam terlihat mengangguk-ngangguk seolah mengerti semua yang dijelaskan ustadz Jamil.

“Tapi ingat, jangan kalian jadikan rukhshah itu menjadi alasan menyepelekan ibadah. Ketika penyebab rukhshah hilang, maka hukum asal suatu ibadah kembali seperti semula” ustad Jamil mewanti-wanti Imam dan Amir, sambil menatap mata mereka berdua”.

“tapi ustadz, saya masih ada sesuatu yang mengganjal, bagaimana hukumnya menolong orang yang bukan muslim, kan kita tidak tahu orang yang ditolong itu muslim atau non muslim?” Imam bertanya seolah masih penasaran sambil melihat ke arah Amir seolah ingin menyalahkannya.

“memang kamu kalo membeli sesuatu di pasar atau di warung harus bertanya agama penjualnya? Atau kalo kamu mau berobat ke dokter harus bertanya apa agama sang dokter? Rasulullah itu menghormati manusia karena kemanusiaannya. Kebaikan itu tetap menjadi kebaikan meskipun muncul dari orang yang berbeda agama. Sebaliknya keburukan akan tetap buruk sekalipun dilakukan oleh orang yang sekeyakinan dengan kita.

Suatu ketika Nabi berdiri untuk menghormati iring-iringan rombongan yang sedang mengusung jenazah. Para sabahat menegor Nabi karena yang meninggal itu bukan muslim, melainkan orang Yahudi. Apa yang dikatakan Nabi? Beliau menjawab : bukankah ia juga seorang manusia? Dalam Riwayat lain, istri tercinta Nabi Sayyidah Aisyah sedang memasak makanan. Nabi bertanya : sudahkan anda memberikan Sebagian makanan kita ke tetangga si fulan. Sayyidah Aisyah menyela Nabi dan berkata: bukankah si fulan itu Yahudi ya Rasulullah. Nabi hanya menjawab : bukankah si fulan juga tetangga kita? Jadi, intinya Nabi memberikan teladan bagi kalian berdua dan seluruh umat Islam, berbuatlah baik kepada siapapun niscaya Allah akan berbuat baik kepada kalian”.

Selesai mendengar penjelasan ustadz Jamil, Amir dan Imam segera berlari kencang mendekati teman-temanya yang sedang asyik bermain di halaman mushalla kecil itu. Ustadz Jamil pun tersenyum melihat keriangan anak-anak yang terlihat bahagia menikmati masa kanak-kanak mereka dengan indah di mushallanya.

Di dalam hati ia terus mendoa-doakan para santrinya agar tetap teguh dalam keimanan, istiqamah dalam ibadah serta gigih dalam beramal kebajikan terhadap sesama.

ISLAMKAFFAH

Pengaruh Iman kepada Hari Akhir pada Akidah Seorang Muslim

Fatwa Syekh Muhammad bin Shalih Al-‘Utsaimin

 

Pertanyaan:

Jemaah bertanya, “Apakah pengaruh keimanan kepada hari akhir pada akidah seorang muslim?”

Jawaban:

Alhamdulillah rabbil ‘alamin, wa shallallahu wasallam ‘ala nabiyyina muhammadin wa ashhabihi wa man tabi’ahum bi ihsanin ila yaumi ad-din.

Iman terhadap hari akhir merupakan satu di antara rukun iman yang enam. Rukun iman yang pernah dijelaskan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam ketika beliau ditanya oleh Jibril mengenai iman ini. Beliau menjawab,

أن تؤمن بالله، وملائكته، وكتبه، ورسله، واليوم الآخر

Engkau beriman kepada Allah, malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya, rasul-rasul-Nya, dan hari akhir …

Pengaruh keimanan ini pada hati dan amal seorang mukmin sangat besar.

Jika seorang mukmin beriman kepada hari akhir, maka dia akan beramal untuknya (hari akhir, pent.). Beramal untuk hari akhir adalah dengan melaksanakan perintah Allah dan Rasul-Nya dan meninggalkan larangan Allah dan Rasul-Nya.

Jika keimanan kepada hari akhir sirna, maka akan sirna pula seluruh keimanan. Karena ia (iman kepada hari akhir, pent.) adalah satu di antara rukun iman. Kehilangan satu dari rukun iman, maka dia kehilangan seluruh iman, sedangkan iman itu tidak terbagi-bagi. Seseorang hendaknya beriman dengan seluruh rukun iman. Jika tidak, hilanglah seluruh keimanannya.

Pengaruh keimanan kepada hari akhir sangat agung. Allah Tabaraka wa Ta’ala menyebutkannya di banyak tempat di dalam Al-Qur’an. Allah Ta’ala berfirman menerangkan bahwa ingkar terhadap hari akhir adalah kekafiran,

زَعَمَ الَّذِينَ كَفَرُوا أَنْ لَنْ يُبْعَثُوا قُلْ بَلَى وَرَبِّي لَتُبْعَثُنَّ ثُمَّ لَتُنَبَّؤُنَّ بِمَا عَمِلْتُمْ

Orang-orang yang kafir mengira bahwa mereka tidak akan dibangkitkan. Katakanlah (Muhammad), ‘Tidak demikian. Demi Tuhanku, kamu pasti dibangkitkan, kemudian diberitakan semua yang telah kamu kerjakan.’” (QS. At-Tagabun: 8)

Allah memerintahkan Nabi-Nya untuk bersumpah bahwa akan dibangkitkan. Allah menjelaskan bahwa hal tersebut mudah bagi Allah, وَذَلِكَ عَلَى اللَّهِ يَسِيرٌ . Allah ‘Azza wa Jalla berfirman,

وَهُوَ الَّذِي يَبْدَأُ الْخَلْقَ ثُمَّ يُعِيدُهُ وَهُوَ أَهْوَنُ عَلَيْهِ وَلَهُ الْمَثَلُ الأَعْلَى فِي السَّمَوَاتِ وَالأَرْضِ وَهُوَ الْعَزِيزُ الْحَكِيمُ

Dan Dialah yang memulai penciptaan, kemudian mengulanginya kembali, dan itu lebih mudah bagi-Nya. Dia memiliki sifat yang Mahatinggi di langit dan di bumi. Dan Dialah Yang Mahaperkasa, Mahabijaksana.” (QS. Ar-Rum: 27)

Demikian. Semoga bermanfaat.

***

Penulis: dr. Abdiyat Sakrie, Sp.JP

Artikel: Muslim.or.id

 

Sumber:

Diterjemahkan dari https://binothaimeen.net/content/12932

© 2023 muslim.or.idSumber: https://muslim.or.id/87583-pengaruh-iman-kepada-hari-akhir-pada-akidah-seorang-muslim.html

Menag Usulkan Skema Cicilan Pelunasan Biaya Haji

Jamaah calon haji bisa melakukan pelunasan hingga tenggat waktu yang diberikan.

Untuk meringankan beban calon jamaah haji yang akan berangkat pada musim haji 1445 H/2024 M, Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas atau Gus Yaqut mengusulkan adanya skema cicilan pelunasan biaya haji atau ongkos haji.

“Skema yang kita persiapkan belum sampai ke kenaikan (biaya haji), tetapi kita mengusulkan formula cicilan pelunasan agar supaya calon jamaah tidak terlalu berat,” ujar Gus Yaqut saat hadir dalam acara penutuan Munas dan Konbes NU di Asrama Haji Pondok Gede, Jakarta Timur, Selasa (19/9/2023).

Pada penyelenggaraan haji sebelumnya, pelunasan dilakukan setelah penetapan Biaya Perjalanan Ibadah Haji (Bipih). Skema pelunasannya dilakukan dalam satu kali pembayaran.

Namun, kali ini Gus Yaqut Yaqut mengusulkan agar skema pelunasan diubah. Jamaah calon haji bisa melakukan pelunasan hingga tenggat waktu yang diberikan.

“Kalau kemarin kan harus langsung lunas. Nah, sekarang dibolehkan untuk melakukan cicilan supaya agak ringan saat melakukan pelunasan,” ucap Gus Yaqut.

Usulan ini akan dibawa ke rapat kerja bersama Komisi VIII DPR RI. Rencananya, pada 27 September 2023 akan dilakukan evaluasi keuangan haji bersama Komisi VIII DPR RI.

“Kemudian nanti Insya Allah di pertengahan Oktober sudah mulai pembahasan untuk pelaksanaan haji tahun depan,” kata Gus Yaqut.

IHRAM