Doa Murah Rezeki

Membaca doa adalah ibadah.

Ketika Allah mencurahkan rahmat dan rezeki-Nya kepada umat, maka di situlah umat Islam senantiasa ditekankan untuk berikhtiar dan bersimpuh. 

Dalam buku Kumpulan Doa Doa terbitan Kementerian Agama disebutkan perihal doa agar Allah memudahkan segala urusan, termasuk salah satunya dimudahkan dalam ikhtiar mencari rezeki.  

Berikut lafadznya: 

رَبَّنَاۤ اٰتِنَا مِنۡ لَّدُنۡكَ رَحۡمَةً وَّهَيِّئۡ لَـنَا مِنۡ اَمۡرِنَا رَشَدًا

“Rabbanaaa aatinaa mil ladunka rahmatanw wa haiyi’ lanaa min amrinaa rashadaa.”

Yang artinya, “Ya Tuhan kami. Berikanlah rahmat kepada kami dari sisi-Mu dan sempurnakanlah petunjuk yang lurus bagi kami dalam urusan kami.”

Tak hanya itu, bersimpuh kepada Allah dalam memohon keluasan rahmat-Nya juga penting. Berikut lafadznya: 

“Robbana wasi’ta kulla syai’in rohmatan wa ilman faghfir lilladzina taabuu wattaba’u sabilaka waqihim adzabal jahim. Robbana wa adkhilhum jannati adnin allati wa adatahum wa man sholaha min aabaa-ihim wa azwaajihim wa dzurriyatihim innaka antal azizul hakim.”

Yang artinya, “Ya Tuhan kami, rahmat dan ilmu-Mu meliputi segala sesuatu, maka berilah ampunan kepada orang-orang yang bertauba dan mengikuti jalan-Mu serta peliharalah mereka dari siksaan neraka yang menyala-nyala. 

Ya Tuhan kami, masukkanlah mereka ke dalam surga yang Engkau janjikan kepada mereka dari orang-orang shalih di antara bapak-bapak mereka, istri-istri mereka, dan keturunan mereka semua. Sungguh Engkaulah Yang Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana. Dan peliharalah mereka dari balasan kejahatan.”

Anjuran berdoa bagi umat Islam

Mengenai anjuran dan juga keutamaan membaca doa-doa harian, yakni sesungguhnya dengan berdoa, Allah dapat menghapuskan kesulitan, memberikan kemudahan, dan meluaskan hati orang-orang yang beriman. 

Tak hanya itu, doa juga merupakan ibadah sebagaimana yang pernah disampaikan Rasulullah. Nabi bersabda, “Addu’a huwal ibadah.” Yang artinya, “Doa itu adalah ibadah.”

Bahkan Allah SWT berfirman dalam Alquran Surah Al Ghafir ayat 60, “Wa qoola Rabbukumud ‘uuniii astajib lakum; innal laziina yastakbiruuna an ‘ibaadatii sa yadkhuluuna jahannama daakhiriin.”

Yang artinya, “Dan Tuhanmu berfirman, “Berdoalah kepada-Ku, niscaya akan Aku perkenankan bagimu. Sesungguhnya orang-orang yang sombong tidak mau menyembah-Ku akan masuk neraka Jahanam dalam keadaan hina dina.”

Selain itu, keutamaan lainnya dari membaca doa adalah sebagaimana yang disampaikan Rasulullah, “Laisa syaiun akrama alallahi ta’ala minaddu’a.” Yang artinya, “Tiada yang lebih mulia di hadapan Allah selain doa.”

IHRAM

Keutamaan Menasihati Kaum Muslimin (Bag.1)

Nasihat adalah suatu hal yang sarat akan ajaran agama Islam. Agama Islam sangat masyhur terhadap keistimewaannya berupa nasihat. Sejatinya nasihat tidak hanya dibutuhkan oleh hati-hati yang lalai atau hati-hati yang sudah mulai merunduk kepada dosa dan maksiat. Nasihat juga dibutuhkan oleh jiwa-jiwa yang mulai berpaling dari Allah dan Rasul-Nya, juga sebagai pengingat untuk senantiasa mengamalkan amalan-amalan saleh dan meninggalkan maksiat. Bahkan, nasihat ini menjadi hal yang sangat ditekankan dalam agama ini. Allah Ta’ala berfirman,

وَٱلۡعَصۡرِ ( ١ ) إِنَّ ٱلۡإِنسَـٰنَ لَفِى خُسۡرٍ ( ٢ ) إِلَّا ٱلَّذِينَ ءَامَنُواْ وَعَمِلُواْ ٱلصَّـٰلِحَـٰتِ وَتَوَاصَوۡاْ بِٱلۡحَقِّ وَتَوَاصَوۡاْ بِٱلصَّبۡرِ ( ٣ )

Demi masa. Sesungguhnya manusia itu benar-benar berada dalam kerugian, kecuali orang-orang yang beriman, mengerjakan amal saleh, nasihat-menasihati supaya menaati kebenaran, dan nasihat-menasihati supaya menetapi kesabaran.” (QS. Al-‘Ashr: 1-3)

Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam mengkategorikan nasihat termasuk dari enam hal yang menjadi hak sesama muslim. Beliau shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,

حَقُّ الْمُسْلِمِ عَلَى الْمُسْلِمِ سِتٌّ قِيلَ مَا هُنَّ يَا رَسُولَ اللَّهِ قَالَ إِذَا لَقِيتَهُ فَسَلِّمْ عَلَيْهِ وَإِذَا دَعَاكَ فَأَجِبْهُ وَإِذَا اسْتَنْصَحَكَ فَانْصَحْ لَهُ وَإِذَا عَطَسَ فَحَمِدَ اللَّهَ فَسَمِّتْهُ وَإِذَا مَرِضَ فَعُدْهُ وَإِذَا مَاتَ فَاتَّبِعْهُ

Hak seorang muslim terhadap seorang muslim ada enam perkara.” Lalu, beliau ditanya, “Apa enam perkara itu, wahai Rasulullah?” Jawab beliau, “Bila engkau bertemu dengannya, ucapkankanlah salam kepadanya. Bila dia mengundangmu, penuhilah undangannya. Bila dia meminta nasihat, berilah dia nasihat. Bila dia bersin lalu dia membaca tahmid, doakanlah semoga dia memperoleh rahmat. Bila dia sakit, kunjungilah dia. Dan bila dia meninggal dunia, ikutlah mengantar jenazahnya ke kubur.” (HR. Muslim no. 4023)

Karena pentingnya tentang nasihat ini, terdapat sebuah risalah yang ditulis oleh Syekh Prof. Dr. Ibrahim Ar-Ruhaily hafidzahullah yang berjudul Fadhlu An-Nushi Lil-Muslimin” (Keutamaan menasihati kaum muslimin). Risalah yang ditujukan untuk kaum muslimin secara umum dan secara khusus untuk para penuntut ilmu dan para da’i sebagai tumpuan dalam menapaki jalan-jalan dakwah yang terjal dan penuh rintangan. Agar tetap kuat dan bersabar dalam menasihati dan membimbing kaum muslimin kepada jalan kebenaran.

Nasihat adalah perangai keimanan

Sesungguhnya nasihat adalah perangai teragung dari keimanan. Terlihat jelas bahwa orang-orang yang beriman sangat cinta terhadap nasihat sebagaimana yang Allah Ta’ala firmankan dalam surah Al-‘Ashr. Sebaliknya, orang-orang kafir tidak suka terhadap nasihat. Allah Ta’ala berfirman menghikayatkan perkataan Nabi Shalih ‘alaihissalam,

وَنَصَحۡتُ لَكُمۡ وَلَـٰكِن لَّا تُحِبُّونَ ٱلنَّـٰصِحِينَ

Dan aku telah memberi nasihat kepada kalian, tetapi kalian tidak menyukai orang-orang yang memberi nasihat.” (QS. Al-A’raf: 79)

Nasihat adalah karakteristik orang-orang mulia

Nasihat adalah karakteristik orang-orang yang mulia. Karena orang-orang yang mulia pasti mencintai sebuah nasihat. Nasihat merupakan bukti dari sebuah kejujuran, ketulusan, dan bukti dari sebuah cinta. Karena jika seseorang mengetahui sebuah kebaikan, dia ingin orang lain mengetahui dan melakukan kebaikan yang serupa. Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,

لَا يُؤْمِنُ أَحَدُكُمْ حَتَّى يُحِبَّ لِأَخِيهِ مَا يُحِبُّ لِنَفْسِهِ

Tidaklah beriman salah seorang dari kalian (dengan keimanan yang sempurna) sampai dia mencintai saudaranya sebagaimana mencintai dirinya sendiri.” (HR. Bukhari no. 12)

Fitrah orang beriman adalah menyukai nasihat

Hal ini merupakan fitrah dari orang yang beriman. Karena orang yang beriman akan mencintai saudaranya seperti mencintai dirinya sendiri. Ketika dia mengetahui sebuah kebaikan, maka tentu dia pun senang tatkala saudaranya mengetahui kebaikan yang sama. Sebaliknya orang yang rusak fitrahnya, ia tidak akan menyukai nasihat. Bahkan, sulit baginya untuk menerima nasihat. Sehingga, kewajiban kita untuk menasihatinya. Kalau ia tidak ingin menerima nasihat, maka kita tidak lagi menasihatinya. Allah Ta’ala berfirman,

فَذَكِّرۡ إِن نَّفَعَتِ ٱلذِّكۡرَىٰ

Oleh sebab itu, berikanlah peringatan jika peringatan itu bermanfaat.” (QS. Al ‘Ala: 9)

Sebagian ulama menafsirkan إنْ dengan syarthiyyah. Sehingga, maknanya adalah berikanlah manfaat jika peringatan itu bermanfaat. Jika peringatan itu tidak bermanfaat, maka jangan berikan kembali peringatan atau nasihat tersebut. Namun, sejatinya manfaat itu akan kembali kepada orang yang menasihati, baik nasihat itu diterima ataupun tidak. (Lihat Tafsir Juz ‘Amma, hal.164 karya Syekh Muhammad bin Shalih Al-‘Utsaimin)

Nasihat merupakan lambang dari kasih sayang

Nasihat merupakan sebuah lambang dari kasih sayang. Sebagaimana orang tua yang sayang dan cinta kepada anak-anaknya, tentu ia akan menasihati anaknya untuk senantiasa melakukan kebajikan dan meninggalkan kemaksiatan. Tidak membiarkan anak-anaknya tenggelam di dalam dosa dan maksiat. Suami yang cinta terhadap istrinya, ia akan senantiasa memberikan arahan dan nasihat terhadap istrinya. Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda kepada Malik bin Huwairits ketika hendak pulang ke kampungnya,

ارْجِعُوا إِلَى أَهْلِيكُمْ فَأَقِيمُوا فِيهِمْ وَعَلِّمُوهُمْ وَمُرُوهُمْ

Kembalilah kepada keluarga kalian dan tinggallah bersama mereka. Ajarilah mereka dan perintahkan (untuk salat).” (HR. Bukhari no. 631)

Nasihat merupakan tanda seseorang memperoleh taufik

Nasihat juga merupakan tanda seseorang memperoleh taufik dari Allah Ta’ala. Di antara tanda-tanda seseorang mendapatkan taufik adalah seseorang berusaha untuk memberikan nasihat. Di antaranya juga adalah seseorang menerima nasihat. Dalam menerima nasihat, manusia terbagi menjadi empat tingkatan:

Pertama: Menasihati dan menerima nasihat. Dan ini adalah tingkatan yang paling utama.

Kedua: Tidak menasihati dan tidak menerima nasihat. Dan ini adalah tingkatan yang paling buruk

Ketiga: Tidak menasihati dan menerima nasihat.

Keempat: Menasihati dan tidak menerima nasihat.

Nasihat merupakan hakikat dari agama

Dan nasihat merupakan hakikat dari agama yang sesungguhnya. Karena agama Islam dibangun di atas nasihat. Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,

الدِّينُ النَّصِيحَةُ

Agama itu adalah nasihat.” (HR. Muslim no. 55)

Dalil-dalil bahwasanya para nabi dan rasul memiliki karakter penasihat

Oleh karena itu, para nabi dan rasul memiliki karakter sebagai “penasihat”. Allah Ta’ala mengabarkan tentang Nabi Nuh ‘alaihis salam tatkala berbicara dengan kaumnya. Allah berfirman,

أُبَلِّغُكُمۡ رِسَـٰلَـٰتِ رَبِّى وَأَنصَحُ لَكُمۡ وَأَعۡلَمُ مِنَ ٱللَّهِ مَا لَا تَعۡلَمُونَ

Aku sampaikan kepadamu amanat-amanat Rabbku. Dan aku memberi nasihat kepadamu. Dan aku mengetahui dari Allah apa yang tidak kamu ketahui.” (QS. Al-A’raf: 62)

Allah Ta’ala juga berfirman tentang Nabi Hud ‘alaihis salam,

أُبَلِّغُڪُمۡ رِسَـٰلَـٰتِ رَبِّى وَأَنَا۟ لَكُمۡ نَاصِحٌ أَمِينٌ

Aku menyampaikan amanat-amanat Rabbku kepadamu dan aku hanyalah pemberi nasihat yang terpercaya bagimu.” (QS. Al-A’raf: 68)

Allah Ta’ala berfirman tentang Nabi Shalih ‘alaihis salam,

فَتَوَلَّىٰ عَنۡہُمۡ وَقَالَ يَـٰقَوۡمِ لَقَدۡ أَبۡلَغۡتُڪُمۡ رِسَالَةَ رَبِّى وَنَصَحۡتُ لَكُمۡ وَلَـٰكِن لَّا تُحِبُّونَ ٱلنَّـٰصِحِينَ

Maka, Shalih meninggalkan mereka seraya berkata, ‘Hai kaumku, sesungguhnya aku telah menyampaikan kepadamu amanat Rabbku, dan aku telah memberi nasihat kepadamu, tetapi kamu tidak menyukai orang-orang yang memberi nasihat.’” (QS. Al-A’raf: 79)

Dalil-dalil dari sahabat Nabi tentang nasihat

Para sahabat radhiyallahu ‘anhum juga berbaiat kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam untuk menunaikan nasihat kepada kaum muslimin. Sebagaimana dalam hadis Jabir bin Abdillah radhiyallahu ‘anhu, beliau berkata,

بَايَعْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَلَى إِقَامِ الصَّلَاةِ وَإِيتَاءِ الزَّكَاةِ وَالنُّصْحِ لِكُلِّ مُسْلِمٍ

Aku telah membai’at Rasulullah untuk menegakkan salat, menunaikan zakat, dan menasihati kepada setiap muslim.” (HR. Bukhari no. 524 dan Muslim no. 56)

Dari Al-Mughirah bin Syu’bah radhiyallahu ‘anhu, beliau berkata,

إِنِّي أَتَيْتُ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قُلْتُ أُبَايِعُكَ عَلَى الْإِسْلَامِ فَشَرَطَ عَلَيَّ وَالنُّصْحِ لِكُلِّ مُسْلِمٍ فَبَايَعْتُهُ عَلَى هَذَا

Aku mendatangi Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam, kemudian aku berkata, ‘Aku membai’at engkau untuk Islam.’ Lalu, Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam memberi syarat, ‘Dan menasihati kepada setiap muslim.’ Maka, aku membai’at beliau untuk perkara itu.” (HR. Bukhari no. 58)

Sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam tentang nasihat

Mengingat betapa agungnya kedudukan nasihat dalam agama, Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam menafsirkan agama dengan nasihat, karena nasihat mencakup agama. Nabi shallahu ‘alaihi wasallam bersabda,

الدِّينُ النَّصِيحَةُ

Agama itu adalah nasihat.”

قُلْنَا لِمَنْ قَالَ لِلَّهِ وَلِكِتَابِهِ وَلِرَسُولِهِ وَلِأَئِمَّةِ الْمُسْلِمِينَ وَعَامَّتِهِمْ

Kami bertanya, “Nasihat untuk siapa?” Beliau menjawab, “Untuk Allah, kitab-Nya, Rasul-Nya, dan para pemimpin kaum muslimin, serta kaum awam mereka.” (HR. Muslim no. 55)

Nasihat merupakan bukti akan kejujuran. Sebagaimana lawan kata dari “nasihat”, Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda tentang al-ghisy (penipuan) yang menafikan nasihat. Beliau shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,

مَنْ حَمَلَ عَلَيْنَا السِّلَاحَ فَلَيْسَ مِنَّا وَمَنْ غَشَّنَا فَلَيْسَ مِنَّا

Barangsiapa menghunuskan pedang untuk menyerang kami, maka dia bukan dari golongan kami. Dan barangsiapa yang menipu kami, maka dia bukan golongan kami.” (HR. Muslim no. 101)

Abu Bakr unggul karena sebab nasihat

Dengan sebab nasihat, para sahabat dan para salaf mendahului orang-orang saleh yang lain. Bakr bin Abdillah Al-Muzaniy [1] rahimahullah pernah berkata,

مَا سَبَقَهُمْ أَبُو بَكْرٍ بِكَثْرَةِ صِيَامٍ وَلَا صَلَاةٍ وَلَكِنْ بِشَيْءٍ وَقَرَ فِيْ صَدْرِهِ

Abu Bakr tidak mendahului mereka (sahabat yang lain) dalam hal banyaknya puasa dan salat. Akan tetapi, Abu Bakr mendahului mereka dari keimanan yang menetap di dalam hatinya.” (Lihat Fathul Majid Syarh Kitabut Tauhid, hal. 48. Lihat juga Latha’iful Ma’arif, hal. 254)

Sebagian ulama menjelaskan perkataan di atas dengan mengatakan,

الذِّي وَقَرَ فِي صَدْرِهِ هُوَ حُبُّ اللهِ وَالنَّصِيْحَةِ لِخَلْقِهِ

Yang menetap kuat di dalam hati Abu Bakr adalah kecintaan kepada Allah dan mencintai untuk menasihati hamba-hamba-Nya.” (Lihat Latha’iful Ma’arif, hal. 254)

[Bersambung]

***

Depok, 22 Januari 2024/10 Rajab 1445

Penulis: Muhammad Zia Abdurrofi

Catatan kaki:

[1] Syekh Ibrahim menulis perkataan ini dari Abu Bakr Al-Maziniy. Syaikhul Islam menyebutkan dalam kitab Minhajus Sunnah (6: 223) dari Abu Bakr bin ‘Ayyasy. Di dalam Fathul Majid Syarah Kitabut Tauhid (hal. 48) disebutkan dari Bakr bin Abdillah Al-Muzaniy. Demikian pula yang disebutkan Ibnu Rajab dalam Latha’iful Ma’arif. Lihat juga Tafsir Suratul Ahzab karya Syekh Ibnu Utsaimin (hal. 104). Barangkali yang benar adalah Bakr Al-Muzaniy sebagaimana asalnya Syekh menukil dari kitab Latha’iful Ma’arif (hal. 254).

Sumber: https://muslim.or.id/91126-keutamaan-menasihati-kaum-muslimin-bag-1.html

Arab Saudi Perbolehkan Gelar Akad Nikah di Masjidil Haram dan Masjid Nabawi

Kementerian Haji dan Umroh Arab Saudi telah mengumumkan bahwa akad nikah atau pernikahan Islam kini dapat dilakukan di dua tempat tersuci dalam Islam, yaitu Masjidil Haram di Mekkah dan Masjid Nabawi di Madinah.

Menurut Gulf News, mengutip surat kabar Saudi Al Watan, langkah ini merupakan bagian dari inisiatif pemerintah Saudi untuk memperkaya pengalaman para jamaah dan pengunjung Dua Masjid Suci.

Para pengamat mengatakan bahwa inisiatif ini merupakan kesempatan bagi perusahaan-perusahaan untuk memunculkan ide-ide inovatif dalam menyelenggarakan acara-acara semacam itu di tempat-tempat suci.

Seorang penghulu, atau pejabat pernikahan Saudi, Musaed Al-Jabri menjelaskan bahwa melakukan akad nikah di Masjid Nabawi diperbolehkan dalam Islam, karena dalam sejarah Nabi Muhammad (saw) diketahui pernah melakukan ritual akad nikah seorang sahabat di masjid tersebut.

Tampaknya pihak berwenang Arab Saudi ingin mengatur praktik yang sudah ada sebelumnya, karena Al-Jabri juga mengatakan bahwa melaksanakan akad nikah di Masjid Nabawi sudah menjadi hal yang umum di kalangan penduduk setempat. “Hal ini disebabkan oleh beberapa alasan,” katanya.

“Beberapa dari mereka memiliki tradisi mengundang sebagian besar kerabat dari pasangan yang akan menikah. Seringkali, rumah keluarga calon istri tidak dapat menampung semua undangan. Jadi, akad nikah dilakukan di Masjid Nabawi atau Masjid Quba (masjid pertama yang dibangun dalam Islam),” tambahnya.

Akhir tahun lalu, Times of India melaporkan bahwa semakin banyak Muslim kaya dari luar negeri yang melakukan perjalanan ke Madinah untuk melangsungkan akad nikah secara Islam sebelum mengadakan walimah, atau pesta pernikahan secara terpisah.

Melangsungkan pernikahan di salah satu dari Dua Masjid Suci, juga memberikan keuntungan tambahan berupa kesempatan untuk melakukan ziarah yang lebih ringan ke Mekkah, yaitu umrah, yang dapat dilakukan sepanjang tahun.*

HIDAYATULLAH

Anjuran Mengulang-ulang Doa

Dianjurkan mengulang doa hingga tiga kali.

Ulama besar di kalangan umat Islam Imam Al Ghazali  dalam kitabnya Ihya Ulumuddin menjelaskan adab-adab dalam berdoa agar doa seorang hamba dikabulkan. Salah satu adab saat berdoa adalah mengulang tiga kali doanya dan jangan terburu-buru.

Ihya Ulumuddin menjelaskan bahwa saat berdoa, memohonlah dengan sungguh-sungguh dan mengulanginya sebanyak tiga kali. Sebagaimana Ibnu Mas’ud Radhiayalahu anhu pernah mengatakan, “Jika Nabi Muhammad SAW berdoa, beliau berdoa dan diulang sebanyak tiga kali. Jika meminta, beliau juga meminta tiga kali.”

Dalam berdoa, kita juga jangan terburu-buru berkeinginan agar doa kita segera menjadi kenyataan atau segera dikabulkan. Terkait hal ini, Nabi Muhammad SAW pernah bersabda, “Doa salah seorang dari kalian akan diterima jika tidak dilakukan dengan tergesa-gesa (tidak minta disegerakan).”

Seorang hamba juga jangan mengucapkan, “Aku berdoa, akan tetapi tidak juga diterima.” Sebaiknya pada saat seorang hamba memohon kepada Allah SWT, maka mintalah sebanyak-banyaknya. Sebab, kalian sedang meminta kepada Yang Maha Kaya lagi Maha Pemurah.

Seorang ulama yang ahli hikmah pernah mengatakan, “Aku berdoa kepada Allah Azza wa Jalla untuk suatu keperluan sejak dua puluh tahun yang lalu. Namun, doaku belum dikabulkan oleh-Nya. Akan tetapi, aku tetap dan selalu berharap pada suatu saat nanti doaku akan dikabulkan oleh Allah SWT.”

Rasulullah SAW juga pernah bersabda, “Jika seseorang dari kalian bermunajat kepada Allah SWT dan ada tanda-tanda hendak diijabah (dikabulkan doanya), maka sebaiknya ia mengucapkan, Allhamdu lillahilladzi bini’matihi tatimmushshalihat (artinya, segala puji bagi Allah yang dengan nikmat-Nya menjadi sempurnalah segala bentuk kebaikan).”

Rasulullah SAW pernah bersabda, “Mintalah kepada Allah, karena Dia sangat suka jika dimintai oleh hamba-Nya. Dan, jenis ibadah yang terbaik adalah menunggu saat sholat wajib tiba.” (HR Imam At-Tirmidzi)

Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:

اُدْعُوْا رَبَّكُمْ تَضَرُّعًا وَّخُفْيَةً ۗاِنَّهٗ لَا يُحِبُّ الْمُعْتَدِيْنَۚ 

Ud‘ū rabbakum taḍarru‘aw wa khufūyah(tan), innahū lā yuḥibbul-mu‘tadīn(a).

Berdoalah kepada Tuhanmu dengan rendah hati dan suara yang lembut. Sesungguhnya Dia tidak menyukai orang-orang yang melampaui batas. (QS Al-A‘raf Ayat 55)

IHRAM

Hukum Wakaf Berupa File, Bolehkah?

Saat ini perkembangan zaman tidak bisa dipungkiri lagi. Semua berkembang dengan pesat. Salah satu bentuk perkembangan zaman adalah fenomena wakaf yang bukan lagi berbentuk fisik, melainkan file. Lantas, bagaimana hukum wakaf barang yang berupa file?

Dalam konteks ini gambarannya adalah semisal file-file kitab atau buku yang sifatnya maya (tidak nyata). File-file tersebut kemudian dapat diakses secara online atau offline. Tetapi, ruang untuk mengaksesnya terbatas pada komputer atau handphone saja yang sifatnya juga media online.

Perlu diketahui bahwa spirit dari wakaf adalah qurbah (mendekatkan diri kepada Allah SWT). Jadi, ketika hendak mewakafkan sesuatu spirit tersebut tidak boleh hilang. Artinya, harus ada tujuan yang mendekatkan diri kepada Allah SWT. Hal ini sebagaimana dijelaskan dalam kitab Mughni Al-Muhtaj, juz IV, halaman 335:

فالوقف كله قربة (كالفقراء والعلماء)

“Semua wakaf bersifat qurbah atau mendekatkan diri kepada Allah (seperti wakaf kepada fakir miskin dan wakaf kepada ulama).”

Kemudian, mengenai wakaf dengan bentuk file dalam pandangan Islam masih terjadi khilaf. Menurut mazhab Syafi’i, tidak diperbolehkan wakaf dengan bentuk file. Karena, wakaf yang seperti itu tergolong wakaf manfaat bukan A’in (benda). Yang boleh menurut beliau adalah wakaf yang A’in (benda). Sedangkan file tidak berbentuk benda (maya).

Hal ini dijelaskan dalam kitab Fathul Mu’in ma’a I’anah Al-Tholibin, juz III, halaman 188:

(صح وقف عين)….فقوله عين إحترز به عن المنفعة.

“(Sah mewakafkan a’in)….perkataan beliau (pengarang kitab Fathul Mu’in) a’in mengecualikan wakaf yang bermanfaat.”

Sedangkan menurut sebagian mazhab, mewakafkan manfaat diperbolehkan kendatipun tidak berbentuk benda. Pendapat ini dalam konteks semisal mewakafkan saham. Jadi, menurut mazhab Syafi’i tetap tidak diperbolehkan karena saham tidak berbentuk fisik. 

Sedangkan menurut sebagian mazhab tadi diperbolehkan meskipun tidak berbentuk fisik barang yang hendak diwakafkan. Konteks ini sama seperti mewakafkan file tadi. Kesamaannya adalah sama-sama tidak berbentuk fisik, tetapi jika mau dibuat berbentuk fisiknya bisa-bisa saja, baik saham dibuat fisik menjadi kertas dan file dibuat fisik menjadi kertas pula.

Penjelasan tersebut dikutip dari kitab Syarh Yaqut al-Nafish, halaman 487:

وهل يجوز وقف الأسهم في الشركات؟ إذا كانت تتغير وتتبدل لا يصح وقفها.أما إذا كانت ثابتة بعينها يصح وقفها أما الأسهم النقدية للشركات التجارية فلا يصح وقفها على موجب مذهب الإمام الشافعي لأن شرط موقوف أن يكون عينا ثابتة لكن بعض المذاهب قالت بجواز الوقف المنفعة.

“Dan apakah boleh mewakafkan saham dalam kepemilikan bersama? Apabila saham tersebut berubah-ubah maka wakafnya tidak sah. Ketika saham tersebut tidak ada kemungkinan bertambah, artinya tetap nilainya maka sah wakafnya.

Saham yang berupa mata uang untuk kepemilikan Bersama dan berdagang menurut mazhab syafi’i tidak sah mewakafkannya. Karena, syarat dari barang yang hendak diwakafkan harus berupa a’in (benda) tetapi, menurut Sebagian mazhab boleh mewakafkan manfaat kendatipun tidak ada a’innya (bendanya).”

Oleh karena itu, melihat perkembangan zaman saat ini saya rasa lebih tepat mengikuti pendapat sebagian mazhab. Yang membolehkan wakaf dengan manfaat. Alasan paling kuat adalah karena spirit dari wakaf sendiri tidak akan hilang. Artinya, kalau kita mengikuti pendapat sebagian mazhab di atas spirit dari wakaf tetaplah qurbah (mendekatkan diri kepada Allah SWT).

Demikian penjelasan tentang hukum wakaf sesuatu yang berupa file. Semoga bermanfaat. Wallahu a’lam.

BINCANG SYARIAH

Istikamah Bukan Hal Mudah

Beratnya istikamah

Seorang muslim dituntut untuk beristikamah dalam menjalankan dan mengamalkan syariat agama Islam. Allah Ta’ala berfirman,

فَاسْتَقِمْ كَمَآ اُمِرْتَ وَمَنْ تَابَ مَعَكَ وَلَا تَطْغَوْاۗ اِنَّهٗ بِمَا تَعْمَلُوْنَ بَصِيْرٌ

Maka, tetaplah (di jalan yang benar), sebagaimana engkau (Nabi Muhammad) telah diperintahkan. Begitu pula, orang yang bertobat bersamamu. Janganlah kamu melampaui batas! Sesungguhnya Dia Maha Melihat apa yang kamu kerjakan.” (QS. Hud : 112)

Dalam ayat ini, Allah Ta’ala memerintahkan Nabi-Nya agar istikamah. Yakni, dengan mengamalkan perintah dan menjauhi larangan. Perintah ini adalah perintah yang cukup memberatkan Nabi shalallahu ‘alaihi wasallam. Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhu berkata,

مَا نَزَلَ عَلَى رَسُولِ اللهِ – صَلى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ – آَيَةً هِيَ أَشَدُّ وَلَا أَشَقُّ مِنْ هَذِهِ الآيَةِ عَلَيِهِ

Tidak ada satu ayat pun yang turun kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam yang lebih memberatkan dan menyulitkan beliau, melainkan ayat ini.” (Lihat Tafsir Al-Qurthubiy surah Hud ayat 112 dan Tafsir Al-Baghawiy dalam ayat yang sama)

Hal ini dikarenakan beratnya perkata istikamah. Untuk tetap tegar dan teguh di atas syariat Allah ini, bukanlah suatu hal yang mudah. Saking beratnya perintah ini, Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam sebelumnya tidak memiliki uban. Tatkala turun ayat ini, beliau pun menjadi beruban. Dari sahabat Abdullah bin ‘Abbas, beliau bercerita,

قالَ أبو بَكْرٍ رضيَ اللَّهُ عنهُ: يا رسولَ اللَّهِ قد شِبْتَ، قالَ: شَيَّبَتْنِي هُوْدٌ، والواقعةُ، والمرسلاتُ، وعمَّ يتَسَاءَلُونَ، وإِذَا الشَّمْسُ كُوِّرَتْ

Abu Bakr radhiyallahu ‘anhu berkata, “Wahai Rasulullah, engkau telah beruban.” Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Aku dibuat beruban oleh surah Hud, surah Al-Waqi’ah, surah Al-Mursalat, ‘Amma yatasa’alun (surah An-Naba), dan Idzasy syamsu kuwwirat (surah At-Takwir).”  (Diriwayatkan oleh At-Tirmidzi no. 3297 disahihkan oleh Syekh Al-Albani)

Dikarenakan dalam surah-surah tersebut terdapat penyebutan tentang kaum-kaum terdahulu yang Allah timpakan azab-Nya kepada mereka, begitu pun tentang hari kiamat, dan perintah untuk beristikamah. Hal-hal inilah yang memberatkan Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam. (Lihat Tuhfatul Ahwadziy Syarah Sunan At-Tirmidzi)

Penghalang-penghalang istikamah

Karena begitu beratnya perkara istikamah ini, yaitu untuk tetap tegar dan teguh di atas agama ini dengan menjalankan ketaatan dan meninggalkan larangan, maka istikamah terdapat banyak penghalangnya. Berikut ini di antara penghalang-penghalang istikamah yang harus dihindari:

Bersandar kepada rahmat Allah Ta’ala

Maksudnya, kebanyakan orang yang sulit untuk istikamah dikarenakan mereka bersandar kepada rahmat Allah Ta’ala dalam melakukan perbuatan dosa. Sehingga, mereka pun semakin jauh dari kata istikamah dan tenggelam dalam perbuatan dosa. Allah Ta’ala berfirman,

وَلَا تُفْسِدُوْا فِى الْاَرْضِ بَعْدَ اِصْلَاحِهَا وَادْعُوْهُ خَوْفًا وَّطَمَعًاۗ اِنَّ رَحْمَتَ اللّٰهِ قَرِيْبٌ مِّنَ الْمُحْسِنِيْنَ

Janganlah kamu berbuat kerusakan di bumi setelah diatur dengan baik. Berdoalah kepada-Nya dengan rasa takut dan penuh harap. Sesungguhnya rahmat Allah sangat dekat dengan orang-orang yang berbuat baik.” (QS. Al-A’raf: 56)

Allah firmankan bahwa rahmat Allah dekat dengan orang yang baik. Apakah orang-orang yang berbuat dosa pantas dikatakan sebagai orang-orang yang berbuat baik?

Mereka hanya berharap kepada rahmat Allah Ta’ala dan tidak takut terhadap azab Allah. Yang seharusnya adalah rasa takut dan berharap akan rahmat Allah senantiasa berjalan beriringan dan keduanya tidak dapat dipisahkan. Maka, tidak bisa seseorang berbuat dosa dengan alasan karena rahmat Allah begitu luas. Tentu ini pemahaman yang keliru dan ini termasuk dari penghalang istikamah.

Mengikuti bisikan-bisikan setan

Setan senantiasa membisikkan kepada hamba-hamba Allah Ta’ala agar tidak beristikamah. Inilah yang dikatakan oleh kepalanya setan, yaitu Iblis, kepada Allah,

قَالَ فَبِمَآ اَغْوَيْتَنِيْ لَاَقْعُدَنَّ لَهُمْ صِرَاطَكَ الْمُسْتَقِيْمَۙ ثُمَّ لَاٰتِيَنَّهُمْ مِّنْۢ بَيْنِ اَيْدِيْهِمْ وَمِنْ خَلْفِهِمْ وَعَنْ اَيْمَانِهِمْ وَعَنْ شَمَاۤىِٕلِهِمْۗ وَلَا تَجِدُ اَكْثَرَهُمْ شٰكِرِيْنَ

“Ia (Iblis) menjawab, “Karena Engkau telah menyesatkan aku, pasti aku akan selalu menghalangi mereka dari jalan-Mu yang lurus. Kemudian, pasti aku akan mendatangi mereka dari depan, dari belakang, dari kanan, dan dari kiri mereka. Engkau tidak akan mendapati kebanyakan mereka bersyukur.” (QS. Al-A’raf: 16-17)

Ini sudah menjadi janji Iblis kepada Allah Ta’ala. Bahwa Iblis akan menyesatkan hamba-hamba-Nya. Allah Ta’ala juga berfirman dalam ayat yang lain,

قَالَ فَبِعِزَّتِكَ لَاُغْوِيَنَّهُمْ اَجْمَعِيْنَۙ اِلَّا عِبَادَكَ مِنْهُمُ الْمُخْلَصِيْنَ قَالَ فَالْحَقُّۖ وَالْحَقَّ اَقُوْلُۚ لَاَمْلَـَٔنَّ جَهَنَّمَ مِنْكَ وَمِمَّنْ تَبِعَكَ مِنْهُمْ اَجْمَعِيْنَ

“(Iblis) berkata, “Demi kemuliaan-Mu, pasti aku akan menyesatkan mereka semuanya, kecuali hamba-hamba-Mu yang terpilih (karena keikhlasannya) di antara mereka.” (Allah) berfirman, “Maka, yang benar (adalah sumpah-Ku) dan hanya kebenaran itulah yang Aku katakan. Aku pasti akan memenuhi (neraka) Jahanam denganmu dan orang yang mengikutimu di antara mereka semuanya.” (QS. Shad: 85)

Sehingga, sebagai hamba Allah Ta’ala, kita harus berhati-hati. Jangan sampai termasuk dari pengikut bisikan-bisikan setan dan juga iblis. Karena mengikuti bisikan mereka merupakan penghalang untuk beristikamah.

Meremehkan dosa

Di antara penghalang untuk istikamah adalah seseorang meremehkan dosa. Sehingga, ia terjatuh ke dalam dosa tersebut. Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,

إِيَّاكُمْ وَمُحَقَّرَاتِ الذُّنُوبِ فَإِنَّهُنَّ يَجْتَمِعْنَ عَلَى الرَّجُلِ حَتَّى يُهْلِكْنَهُ

Jauhilah oleh kalian sifat meremehkan dosa! Karena dosa-dosa itu tidaklah berkumpul pada seseorang, melainkan akan membinasakannya.” (Diriwayatkan oleh Ahmad, 1: 402. Disahihkan oleh Al-Albani dalam Shahih At-Targhib no. 2470)

Dengan sebab dosa, seseorang dapat terhalang dari ibadah. Dengan sebab dosa, seseorang dapat terhalang dari mengerjakan kebajikan dan takwa. Dengan sebab dosa, seseorang dapat terhalang dari istikamah. Maka, berusahalah untuk menjauhi dosa-dosa yang Allah Ta’ala dan Rasul-Nya shallallahu ‘alaihi wasallam telah larang.

Lemah semangat dan panjang angan-angan

Seseorang yang lemah semangat dan panjang angan-angan akan sulit untuk istikamah. Sebagian orang ada yang hanya berangan-angan untuk beramal. Namun, ia tidak bergerak untuk beramal dan mencoba untuk istikamah. Ia tenggelam di dalam taswif (menunda-nunda) amalan dan tenggelam di dalam angan-angannya. Dalam sebuah syair dikatakan,

يَا مَنْ بِدُنْيَاهُ اشْـــــتَغَلْ

وَقَدْ غَرَّهُ طُوْلُ الأَمَلِ

المَوْتُ يَأْتِي بَغْتَــــــــــةً

وَالْقَبْرُ صُنْدُوْقُ الْعَمَلِ

Wahai orang-orang yang sibuk dengan dunianya

            Sungguh ia telah tertipu dengan panjangnya angan-angan

Kematian akan datang kepadanya secara tiba-tiba

            Kubur pun akan menjadi perbendaharaan amalnya [1]

Tentu masih banyak lagi penghalang-penghalang istikamah. Setidaknya keempat hal di atas yang benar-benar harus dihindari agar kita tetap istikamah. Karena istikamah bukan hal mudah, maka perlu adanya usaha lebih untuk bisa istikamah.

Tips agar tetap istikamah

Di antara tips yang diajarkan Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam agar tetap istikamah yaitu, tetaplah beramal walaupun sedikit. Karena yang terpenting adalah bukan banyaknya amal, namun yang terpenting adalah tetap beramal. Nabi shallalahu ‘alaihi wasallam bersabda,

أَحَبُّ الأَعْمَالِ إِلَى اللهِ أَدْوَمُهَا وَإِنْ قَلَّ

Amalan yang paling dicintai oleh Allah Ta’ala adalah yang konsisten, walaupun sedikit.” (Diriwayatkan oleh Imam Bukhari no. 5523 dan Muslim no. 783. Dan ini lafaz Imam Muslim)

Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam juga mengajarkan doa agar tetap istikamah di atas agama ini,

اللَّهُمَّ! ‌يَا ‌مُقَلِّبَ ‌القُلُوبِ، ثَبِّتْ قُلُوبَنَا عَلَى دِيْنِكَ

Ya Allah, yang membolak-balikkan hati. Teguhkanlah hati kami di atas agamamu.” (Lihat Shahih Al-Adabul Mufrad hal. 253 karya Syekh Al-Albani rahimahullah).

Inilah sedikit tips yang bisa dilakukan agar bisa tetap istikamah. Mengingat ganjaran istikamah sangatlah besar. Allah Ta’ala berfirman,

إِنَّ الَّذِينَ قَالُوا رَبُّنَا اللَّهُ ثُمَّ اسْتَقَامُوا تَتَنَزَّلُ عَلَيْهِمُ الْمَلَائِكَةُ أَلَّا تَخَافُوا وَلَا تَحْزَنُوا وَأَبْشِرُوا بِالْجَنَّةِ الَّتِي كُنتُمْ تُوعَدُونَ

“Sesungguhnya orang-orang yang mengatakan, “Tuhan kami ialah Allah”, kemudian mereka meneguhkan pendirian mereka, maka malaikat akan turun kepada mereka dengan mengatakan, “Janganlah kamu takut dan janganlah merasa sedih. Dan gembirakanlah mereka dengan jannah yang telah dijanjikan Allah kepadamu.” (QS. Fusshilat: 30)

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah rahimahullah (wafat th. 728 H) pernah berkata,

وَإِنَّمَا غَايَةُ الكَرَامَةِ لُزُوْمُ الاِسْتِقَامَةِ

Puncak karamah (bagi seorang hamba) adalah tetap teguh dengan keistikamahan.” (Lihat kitab Al-Furqan Baina Aulia’irrahman wa Aulia’issyaithan karya Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah hal. 187)

Hal yang serupa dikatakan juga oleh murid beliau Al-Imam Ibnul Qayyim rahimahullah (wafat th. 751 H) dalam kitab beliau Madarijus Salikin (2: 106).

Kendati istikamah bukanlah hal yang mudah untuk dijaga, namun ganjaran terhadap istikamah amatlah besar dan begitu menggembirakan. Semoga hal ini bisa menjadi pendorong semangat untuk tetap beramal dan tetap istikamah dalam menjalankan agama ini.

Wallahul muwaffiq.

***

Depok, 06 Rajab 1445/ 18 Januari 2024

Penulis: Muhammad Zia Abdurrofi

Sumber: https://muslim.or.id/91096-istikamah-bukan-hal-mudah.html
Copyright © 2024 muslim.or.id

Sikap Seorang Mukmin Ketika di Puncak Kesulitan (Bag. 1)

Dunia ini merupakan medan ujian dan cobaan. Keberadaan seorang hamba di dunia ini tidak lain untuk diuji, kemudian dikembalikan lagi kepada Allah Ta’ala. Allah Ta’ala berfirman,

كُلُّ نَفۡس ذَآئِقَةُ ٱلۡمَوۡتِۗ وَنَبۡلُوكُم بِٱلشَّرِّ وَٱلۡخَيۡرِ فِتۡنَةۖ وَإِلَيۡنَا تُرۡجَعُونَ

“Tiap-tiap yang berjiwa akan merasakan mati. Kami akan menguji kamu dengan keburukan dan kebaikan sebagai cobaan (yang sebenar-benarnya). Dan hanya kepada Kamilah kamu dikembalikan.” (QS. Al-Anbiya: 35)

Kehidupan kita di dunia ini tidak akan terlepas dari ujian, musibah, dan cobaan. Dalam hidup ini, bisa jadi terdapat suatu masa ketika kita mendapatkan ujian dan musibah yang begitu pelik dan rumit, seolah-olah semua jalan keluar sudah buntu, dan semua harapan sudah terputus. Dan bisa jadi, ujian dan musibah tersebut berlangsung lama, kita merasakan sakit dan perihnya musibah tersebut selama berbulan-bulan, dan kita tidak mengetahui bagaimanakah jalan keluarnya. Ada yang mendapatkan musibah dengan penyakit yang kronis, atau lenyapnya harta benda, atau dagangan yang tidak laku, atau hilangnya pekerjaan, atau musibah-musibah yang berat lainnya. Lalu, bagaimanakah sikap kita sebagai seorang muslim pada saat di puncak kesulitan tersebut?

Sikap pertama: Bersabar

Bersabar ketika menghadapi musibah yang menyakitkan merupakan salah satu dari tiga bentuk kesabaran. Ulama menyatakan,

الصبر ثلاثة انواع: صبر على الطاعة، صبر عن المعصية، صبر على اقدار الله المؤلمة

“Kesabaran ada 3 jenis, yaitu bersabar ketika melakukan ketaatan, bersabar ketika meninggalkan kemaksiatan, dan bersabar ketika menghadapi takdir Allah yang menyakitkan.”

Oleh karena itu, sikap pertama yang hendaknya seorang muslim perkuat saat di puncak kesulitan adalah bersabar dalam menghadapi ujian dan musibah tersebut. Seorang muslim harus meyakini bahwa Allah Ta’ala mencintai orang-orang yang bersabar, sebagaimana firman Allah Ta’ala,

وَٱللَّهُ يُحِبُّ ٱلصَّٰبِرِينَ

“Allah mencintai orang-orang yang sabar.” (QS. Ali Imran: 146)

Allah pun akan bersama orang-orang yang bersabar, sebagaimana firman Allah Ta’ala,

إِنَّ ٱللَّهَ مَعَ ٱلصَّٰبِرِينَ

“Sesungguhnya Allah beserta orang-orang yang sabar.” (QS. Al-Anfal: 46)

Oleh karena itu, selama kita tetap bersabar dalam menghadapi ujian dan musibah, segenting dan sesulit apapun situasinya, maka yakinlah bahwa Allah Ta’ala senantiasa membersamai kita. Allah berikan kita kekuatan kesabaran untuk menjalani hari-hari yang berat tersebut. Kebersamaan ini adalah kebersamaan yang bersifat khusus, kebersamaan yang berkonsekuensi akan adanya pertolongan dari Allah Ta’ala kepada orang-orang yang bersabar.

Sabar inilah jalan hidup terbaik yang ditempuh oleh seorang mukmin, sebagaimana firman Allah Ta’ala,

وَلَئِن صَبَرۡتُمۡ لَهُوَ خَيۡر لِّلصَّٰبِرِينَ

“Akan tetapi jika kamu bersabar, sesungguhnya itulah yang lebih baik bagi orang-orang yang sabar.” (QS. An-Nahl: 126)

Allah Ta’ala juga mengabarkan bahwa keberuntungan di dunia dan akhirat akan diperoleh orang yang bersabar,

يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُواْ ٱصۡبِرُواْ وَصَابِرُواْ وَرَابِطُواْ وَٱتَّقُواْ ٱللَّهَ لَعَلَّكُمۡ تُفۡلِحُونَ

“Wahai orang-orang yang beriman, bersabarlah kamu dan kuatkanlah kesabaranmu, dan tetaplah bersiap siaga (di perbatasan negerimu), dan bertakwalah kepada Allah, supaya kamu beruntung.” (QS. Ali Imran: 200)

Di saat kita berat dan sesak menjalani hari demi hari, bulan demi bulan, maka berbahagialah ketika Allah mengkaruniakan kepada kita kesabaran dalam menghadapi dan menjalani masa-masa sulit tersebut. Allah datangkan kesabaran ke dalam hati kita, sehingga kita pun kuat dan mampu menjalani hari-hari yang sulit tersebut. Kita adalah makhluk yang lemah, Allah sudah menegaskan lemahnya kita, maka Allah pun mendatangkan kesabaran agar kita mampu menjalani beratnya musibah. Oleh karena itu, kita pun hendaknya bersyukur kepada Allah Ta’ala ketika diberikan kesabaran, dan itu merupakan anugerah dari Allah yang sangat agung.

Dari Abu Sa’id al-Khudri radhiyallahu ‘anhu, beliau menyampaikan,

أنَّ أُنَاسًا مِنَ الأنْصَارِ سَأَلُوا رَسولَ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عليه وسلَّمَ، فَلَمْ يَسْأَلْهُ أحَدٌ منهمْ إلَّا أعْطَاهُ حتَّى نَفِدَ ما عِنْدَهُ، فَقالَ لهمْ حِينَ نَفِدَ كُلُّ شيءٍ أنْفَقَ بيَدَيْهِ: ما يَكُنْ عِندِي مِن خَيْرٍ لا أدَّخِرْهُ عَنْكُمْ، وإنَّه مَن يَسْتَعِفَّ يُعِفَّهُ اللَّهُ، ومَن يَتَصَبَّرْ يُصَبِّرْهُ اللَّهُ، ومَن يَسْتَغْنِ يُغْنِهِ اللَّهُ، ولَنْ تُعْطَوْا عَطَاءً خَيْرًا وأَوْسَعَ مِنَ الصَّبْرِ

“Beberapa kaum Anshar meminta sedekah kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam. Tidaklah salah seorang dari mereka meminta, melainkan beliau akan memberinya, hingga habislah apa yang ada pada beliau. Ketika yang beliau miliki telah habis (diinfakkan), beliau pun bersabda kepada mereka, “Jika kami memiliki harta, maka kami tidak akan menyimpannya dari kalian semua. Setiap orang yang menjaga diri dari meminta-minta, niscaya Allah akan memuliakannya. Setiap orang yang berusaha bersabar, niscaya Allah akan menjadikannya bersabar. Setiap orang yang merasa cukup, niscaya Allah akan mencukupkannya. Sungguh, tidak ada pemberian yang lebih baik dan lebih lapang bagi kalian selain kesabaran.” (HR. Bukhari no. 1469 dan Muslim no. 1053)

Inilah ciri khas orang mukmin, yaitu bersabar ketika menghadapi ujian dan musibah yang menyakitkan. Dari Shuhaib radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,

عَجَبًا لِأَمْرِ الْمُؤْمِنِ إِنَّ أَمْرَهُ كُلَّهُ خَيْرٌ وَلَيْسَ ذَاكَ لِأَحَدٍ إِلَّا لِلْمُؤْمِنِ إِنْ أَصَابَتْهُ سَرَّاءُ شَكَرَ فَكَانَ خَيْرًا لَهُ وَإِنْ أَصَابَتْهُ ضَرَّاءُ صَبَرَ فَكَانَ خَيْرًا لَهُ

“Sungguh menakjubkan urusan seorang mukmin, seluruh urusannya mengandung kebaikan, dan hal itu hanya dijumpai pada diri seorang mukmin. Jika memperoleh kenikmatan, ia bersyukur dan hal itu merupakan kebaikan. Dan jika mengalami musibah, ia bersabar dan hal itu juga merupakan kebaikan.” (HR. Muslim no. 2999)

Dengan bekal kesabaran, rintangan demi rintangan hidup akan dengan tabah dilalui; sebesar apapun kesulitan, maka akan terasa ringan; kehidupan pun akan terasa lapang dan dijalani dengan penuh kebahagiaan. Oleh karena itu, kesabaran diibaratkan sebagai sinar kehidupan (dhiya). Orang yang bersabar akan memanfaatkan kesabaran tersebut untuk terus-menerus menerangi dan menunjukkan jalan kebenaran dalam hidupnya, sehingga dia pun tetap teguh di atas jalan yang lurus.

Dari Abu Malik al-Asy’ari radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,

وَالصَّبْرُ ضِيَاءٌ وَالْقُرْآنُ حُجَّةٌ لَكَ أَوْ عَلَيْكَ

“Sabar itu dhiya’ (cahaya yang disertai rasa panas). Al-Quran kelak akan menjadi pembelamu atau penggugatmu.” (HR. Muslim no. 223)

Kesabaran itulah yang menjadikan seorang hamba mampu memaksa jiwa agar tetap melakukan ketaatan di saat menghadapi musibah yang berat. Ketika tidak bersabar, bisa jadi seseorang terjatuh ke dalam stres dan depresi, pada akhirnya dia tidak salat lima waktu, tidak salat Jumat, tidak puasa ketika di bulan Ramadan, dan tidak melaksanakan kewajiban-kewajiban lainnya. Kesabaran itu pula yang mampu mencegah seorang hamba agar tidak melakukan kemaksiatan dan menjaga diri dari perbuatan yang mengundang kemurkaan Allah Ta’ala. Kita bisa melihat orang-orang yang tidak dikaruniai kesabaran, mereka akan melarikan diri ke diskotek, minum-minuman keras, sebagian lagi terjatuh ke dalam narkoba. Semoga Allah Ta’ala melindungi kita dari perbuatan tersebut.

Dan pada akhirnya, Allah Ta’ala mengabarkan berita gembira bagi orang-orang yang bersabar,

وَبَشِّرِ ٱلصَّٰبِرِينَ ، ٱلَّذِينَ إِذَآ أَصَٰبَتۡهُم مُّصِيبَة قَالُوٓاْ إِنَّا لِلَّهِ وَإِنَّآ إِلَيۡهِ رَٰجِعُونَ ، أُوْلَٰٓئِكَ عَلَيۡهِمۡ صَلَوَٰت مِّن رَّبِّهِمۡ وَرَحۡمَةۖ وَأُوْلَٰٓئِكَ هُمُ ٱلۡمُهۡتَدُونَ

“Dan berikanlah berita gembira kepada orang-orang yang sabar, (yaitu) orang-orang yang apabila ditimpa musibah, mereka mengucapkan, Inna lillaahi wa innaa ilaihi raaji’uun. Mereka itulah yang mendapat keberkatan yang sempurna dan rahmat dari Rabb mereka, dan mereka itulah orang-orang yang mendapatkan petunjuk.” (QS. Al-Baqarah: 155-157)

[Bersambung]

***

@Kantor Pogung, 14 Rajab 1445/ 26 Januari 2024

Penulis: M. Saifudin Hakim

Sumber: https://muslim.or.id/91188-sikap-seorang-mukmin-ketika-di-puncak-kesulitan-bag-1.html
Copyright © 2024 muslim.or.id

Fikih Wakaf (Bag. 1): Pengertian, Hukum, dan Dalil Pensyariatannya

Agama Islam adalah agama yang sempurna. Agama yang tidak hanya memperhatikan gerak-gerik pemeluknya saja, akan tetapi juga memperhatikan harta mereka. Islam mengajarkan bahwa di dalam harta yang dimiliki oleh seorang muslim, terdapat hak-hak orang lain yang harus ditunaikan. Islam juga mengajarkan bahwa harta yang dimiliki oleh seseorang sejatinya hanyalah titipan dan karunia dari Allah Ta’ala. Allah Ta’ala berfirman,

آَمِنُوا بِاللَّهِ وَرَسُولِهِ وَأَنْفِقُوا مِمَّا جَعَلَكُمْ مُسْتَخْلَفِينَ فِيهِ فَالَّذِينَ آَمَنُوا مِنْكُمْ وَأَنْفَقُوا لَهُمْ أَجْرٌ كَبِيرٌ

“Berimanlah kamu kepada Allah dan Rasul-Nya dan nafkahkanlah sebagian dari hartamu yang Allah telah menjadikan kamu menguasainya. Maka, orang-orang yang beriman di antara kamu dan menafkahkan (sebagian) dari hartanya memperoleh pahala yang besar.” (QS. Al-Hadid: 7)

Pada ayat di atas, Allah Ta’ala mengingatkan kita bahwa harta yang kita miliki sejatinya hanyalah titipan dari Allah Ta’ala. Oleh karena itu, di dalam mengumpulkan serta mengelola harta yang kita miliki, maka harus tunduk dan patuh kepada syariat yang telah diajarkan oleh Allah Ta’ala dan Rasul-Nya. Allah perintahkan kita untuk bersedekah dan Allah janjikan juga pahala yang besar bagi siapa saja yang rela mengeluarkan hartanya di jalan Allah Ta’ala.

Di antara beragam jenis ibadah harta yang telah Islam ajarkan kepada kita terdapat satu jenis amal ibadah yang menjadi kekhususan umat ini. Di mana menurut sebagian ulama, ibadah harta tersebut belum dikenal oleh masyarakat jahiliah dahulu kala, dan baru ada ketika Islam ini datang melalui Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam. Amal tersebut wahai saudaraku adalah wakaf.

Pada artikel ini dan beberapa artikel berikutnya, insyaAllah akan kita pelajari lebih lanjut dasar-dasar fikih dalam masalah wakaf, baik itu pengertiannya, hukumnya, dan hal-hal lainnya yang berkaitan dengan wakaf dan mungkin sebagian dari kita belum memahami dengan baik duduk perkaranya. Wabillahittaufik.

Definisi wakaf

Secara bahasa, wakaf merupakan istilah bahasa Arab yang berasal dari kata (وقف) “waqafa” yang memiliki makna “berhentinya sesuatu atau tertahan atau berdiri di tempat.” Sehingga ‘wakaf’ secara bahasa dapat dimaknai juga dengan “menahan hak milik harta dengan cara diwakafkan untuk tujuan tertentu.”

Adapun secara istilah syariat, maka para ulama memiliki beberapa pandangan berbeda tentangnya. Di dalam kitab Fikih Muyassar, secara ringkas wakaf dimaknai dengan,

“Menahan asalnya dan mengalirkan manfaatnya.”

atau dengan lebih mendetailnya bisa kita artikan dengan,

“Menahan hak milik atas materi/fisik harta benda dari pewakaf, dengan tujuan menyedekahkan manfaat atau faedahnya untuk kebaikan umat Islam, kepentingan agama, dan/atau kepada penerima wakaf yang telah ditentukan oleh pewakaf.”

Contohnya:

Si A memiliki sebidang tanah dengan luas 500 meter, lalu ia serahkan hak kepemilikannya kepada Allah Ta’ala melalui sebuah yayasan atau instansi untuk kemudian dimanfaatkan oleh kaum muslimin. Baik itu untuk masjid, sekolah, pusat kesehatan, atau lain sebagainya.

Hukum wakaf dan dalil pensyariatannya

Wakaf hukumnya adalah sunah dan sangat dianjurkan untuk diamalkan oleh kaum muslimin. Dalil pensyariatannya terdapat di dalam Al-Qur’an maupun hadis-hadis Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam.

Yang pertama, dalil-dalil yang menganjurkan untuk melakukan kebaikan secara umum. Di antaranya adalah firman Allah Ta’ala,

وَافْعَلُوا الْخَيْرَ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ

“Dan berbuatlah kebaikan, agar kamu beruntung.” (QS. Al-Hajj: 77)

Allah Ta’ala juga berfirman,

لَنْ تَنَا لُوا الْبِرَّ حَتّٰى تُنْفِقُوْا مِمَّا تُحِبُّوْنَ ۗ وَمَا تُنْفِقُوْا مِنْ شَيْءٍ فَاِنَّ اللّٰهَ بِه عَلِيْمٌ

“Kamu tidak akan memperoleh kebajikan, sebelum kamu menginfakkan sebagian harta yang kamu cintai. Dan apa pun yang kamu infakkan, tentang hal itu, sungguh Allah Maha mengetahui.” (QS. Ali ‘Imran: 92)

Seorang muslim tidak akan meraih kebaikan yang sempurna serta derajat kemuliaan yang tinggi, kecuali apabila telah menginfakkan dan menyedekahkan sebagian dari harta kekayaan yang paling dicintainya. Dan wakaf merupakan salah satu contoh infak harta yang paling baik, karena fisik harta yang diinfakkannya tersebut tak akan habis dan lekang oleh waktu, namun manfaatnya dan pahalanya terus mengalir, bahkan ketika pelakunya telah meninggal dunia. Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam pernah bersabda mengenai keutamaan sedekah ini,

إِذَا مَاتَ الإنْسَانُ انْقَطَعَ عنْه عَمَلُهُ إِلَّا مِن ثَلَاثَةٍ: إِلَّا مِن صَدَقَةٍ جَارِيَةٍ، أَوْ عِلْمٍ يُنْتَفَعُ بِهِ، أَوْ وَلَدٍ صَالِحٍ يَدْعُو له

Jika manusia itu mati, maka akan putus amalannya, kecuali dari tiga perkara: sedekah jariyah (sedekah yang pahalanya terus mengalir),  ilmu yang bermanfaat, anak saleh yang mendoakan orang tuanya.” (HR. Muslim no. 1631)

Menurut para ulama, pahala mengalir yang disebutkan dalam hadis ini cenderung mengarah pada masalah wakaf, karena benda yang diwakafkan akan langgeng dan utuh. Karena yang disedekahkan hanyalah manfaatnya saja, adapun fisik hartanya, maka tidak bisa dimiliki dan dipindahtangankan. Berbeda dengan selain wakaf, di mana barang yang sudah disedekahkan kepada orang lain, maka akan menjadi hak penuh bagi penerimanya, baik fisik barangnya maupun manfaatnya. Penerimanya tersebut bebas menjualnya, atau bahkan memakainya sampai habis tanpa sisa.

Dalil dari hadis yang menunjukkan syariat wakaf ini juga terdapat dalam riwayat Ibnu Umar radhiyallahu ‘anhuma, ia berkata,

أَن عُمَرَ بْنَ الْخَطَّابِ أَصَابَ أَرْضًا بِخَيْبَرَ فَأَتَى النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَسْتَأْمِرُهُ فِيهَا فَقَالَ يَا رَسُولَ اللَّهِ إِنِّي أَصَبْتُ أَرْضًا بِخَيْبَرَ لَمْ أُصِبْ مَالًا قَطُّ أَنْفَسَ عِنْدِي مِنْهُ فَمَا تَأْمُرُ بِهِ قَالَ إِنْ شِئْتَ حَبَسْتَ أَصْلَهَا وَتَصَدَّقْتَ بِهَا قَالَ فَتَصَدَّقَ بِهَا عُمَرُ أَنَّهُ لَا يُبَاعُ وَلَا يُوهَبُ وَلَا يُورَثُ وَتَصَدَّقَ بِهَا فِي الْفُقَرَاءِ وَفِي الْقُرْبَى وَفِي الرِّقَابِ وَفِي سَبِيلِ اللَّهِ وَابْنِ السَّبِيلِ وَالضَّيْفِ لَا جُنَاحَ عَلَى مَنْ وَلِيَهَا أَنْ يَأْكُلَ مِنْهَا بِالْمَعْرُوفِ وَيُطْعِمَ غَيْرَ مُتَمَوِّلٍ قَالَ فَحَدَّثْتُ بِهِ ابْنَ سِيرِينَ فَقَالَ غَيْرَ مُتَأَثِّلٍ مَالًا

Umar bin Al-Khatthab radhiyallahu ‘anhu mendapat bagian lahan di Khaibar, lalu dia menemui Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam untuk meminta pendapat beliau tentang tanah (lahan) tersebut dengan berkata, ‘Wahai Rasulullah, aku mendapatkan lahan di Khaibar di mana aku tidak pernah mendapatkan harta yang lebih bernilai selain itu. Maka, apa yang engkau perintahkan tentang tanah tersebut?’ Maka, beliau berkata, ‘Jika kamu mau, kamu tahan (pelihara) pepohonannya, lalu kamu dapat bersedekah dengan (hasil buah)nya.’ Ibnu ‘Umar radhiyallahu ‘anhu berkata, ‘Maka ‘Umar mensedekahkannya di mana tidak dijualnya, tidak dihibahkan, dan juga tidak diwariskan. Namun, dia mensedekahkannya untuk para fakir, kerabat, untuk membebaskan budak, fisabilillah, ibnu sabil, dan untuk menjamu tamu. Dan tidak ada dosa bagi orang yang mengurusnya untuk memakan darinya dengan cara yang ma’ruf (benar) dan untuk memberi makan orang lain, bukan bermaksud menimbunnya.’ Perawi berkata, ‘Kemudian aku ceritakan hadis ini kepada Ibnu Sirin, maka dia berkata, ‘Ghoiru muta’atstsal malan (artinya: tidak mengambil harta anak yatim untuk menggabungkannya dengan hartanya).” (HR. Bukhari no. 2737 dan Muslim no. 1632)

Setelah menyebutkan hadis di atas, Al-Imam At-Tirmidzi rahimahullah menukil ijma’ ulama tentang bolehnya wakaf ini,

وَالْعَمَلُ عَلَى هَذَا عِنْدَ أَهْلِ الْعِلْمِ مِنْ أَصْحَابِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَغَيْرِهِمْ لَا نَعْلَمُ بَيْنَ الْمُتَقَدِّمِينَ مِنْهُمْ فِي ذَلِكَ اخْتِلَافًا فِي إِجَازَةِ وَقْفِ الْأَرَضِينَ وَغَيْرِ ذَلِكَ

“Dan (hadis ini) menjadi landasan amal menurut ahli ilmu dari kalangan sahabat Nabi shallalahu ‘alaihi wasallam dan juga selain mereka. Dan kami tidak menemukan adanya perselisihan di antara ulama terdahulu tentang dibolehkannya wakaf tanah dan juga yang lainnya.” (Disebutkan dalam Kitab Shahih At-Tirmidzi no. 1375)

Wallahu A’lam bisshawab.

[Bersambung]

Sumber: https://muslim.or.id/91136-fikih-wakaf-bag-1-pengertian-hukum-dan-dalil-pensyariatannya.html
Copyright © 2024 muslim.or.id

Niat Sholat Subuh Disertai Tata Cara dan Bacaan Doa Qunut Latin

Hal yang pertama kali perlu diperhatikan saat melakukan suatu perbuatan adalah niat.

Hal yang pertama kali perlu diperhatikan oleh seseorang melakukan suatu perbuatan adalah niat karena inilah yang menjadi tolok ukur perbuatan itu akan dikategorikan sebagai ibadah kepada Allah atau bukan. Misalnya bekerja, kalau diniatkan beribadah, maka bagi orang yang melaksanakannya akan mendapat nilai lebih dari Allah berupa pahala di samping ia akan bisa menikmati hasil dari pekerjaannya itu.

Berniat untuk melakukan suatu perbuatan baik, Allah akan memberikan pahala atas niat itu. Jika niat baik itu bisa dilaksanakan, ganjarannya akan dilipatgandakan menjadi 700 kali lebih besar.

Menurut lughah (bahasa), niat sama maksudnya dengan menyengaja, maksud, keinginan, tekad, kehendak, atau keinginan kuat, yaitu sengaja melakukan suatu perbuatan yang diikuti dengan pekerjaan tersebut.

Untuk pelaksanaan sholat fardhu, niat pada dasarnya mengandung tiga unsur utama, yang adalah:

a. Keinginan untuk melaksanakan sholat.

b. Menetapkan sholat yang akan dilaksanakan itu adalah hukumnya fardhu.

c. Menyebutkan jenis sholat yang akan dilaksanakan.

Niat Sholat Subuh Sendiri

أُصَلِّى فَرْضَ الصُّبْح رَكَعتَيْنِ مُسْتَقْبِلَ الْقِبْلَةِ أَدَاءً لله تَعَالَى.

“Ushallii fardash-Shubhi rak’ataini mustaqbilal qiblati adaa’an lillaahi ta’aalaa.”

Artinya: Saya (berniat) mengerjakan sholat fardhu subuh sebanyak dua raka’at dengan menghadap kiblat, karena Allah Ta’ala.

Niat Sholat Subuh Menjadi Makmum

أُصَلِّى فَرْضَ الصُّبْح رَكَعتَيْنِ مُسْتَقْبِلَ الْقِبْلَةِ أَدَاءً (مَأْمُوْمًا/إِمَامًا) لله تَعَالَى.

“Ushallii fardhash-Shubhi rak’ataini mustaqbilal qiblati makmuuman lillaahi ta’aalaa.”

Artinya: Saya (berniat) mengerjakan sholat fardhu subuh sebanyak dua raka’at dengan menghadap kiblat, sebagai makmum, karena Allah Ta’ala.

Niat Sholat Subuh Menjadi Imam

أُصَلِّى فَرْضَ الصُّبْح رَكَعتَيْنِ مُسْتَقْبِلَ الْقِبْلَةِ أَدَاءً (مَأْمُوْمًا/إِمَامًا) لله تَعَالَى.

“Ushallii fardash-Shubhi rak’ataini mustaqbilal qiblati imaaman lillaahi ta’aalaa.”

Artinya: Saya (berniat) mengerjakan sholat fardhu subuh sebanyak dua raka’at dengan menghadap kiblat, sebagai imam, karena Allah Ta’ala.

Tata Cara Sholat Fardhu

1. Berdiri tegak menghadap kiblat dan niat mengerjakan sholat

Niat sholat menurut sholat yang sedang dikerjakan, misalnya sholat Subuh dan sebagainya.

Contoh niat sholat Subuh, “Usholli fardhossubhi rok’ataini mustaqbilal-qiblati adaa-an (ma’muman/imaman) lillahi ta’ala,”.

2. Takbiratul ihram

Mengangkat kedua belah tangan serta membaca Allahu Akbar (takbiratul ihram).

3. Setelah takbiratul ihram

Kedua belah tangan disedekapkan pada dada kemudian baca doa iftitah.

Bacaan Doa Iftitah

“Allahu akbar kabiro wal-hamdulillahi katsiro wa subhanallahi burotan wa ashila inni wajahtu wajhiya lilladzi fatharassamawaaati wal-ardho hanifan musliman wa maa ana minal-musyrikin. Inna sholati wa nusuki wa mahyaya wa mamati lillahi robbil-alamin. La syarikallahu wa bidzaalila umirtu wa ana minal-muslimin,”.

4. Surat Al Fatihah

Selesai membaca doa iftitah membaca Surat Al Fatihah.

5. Membaca surat-surat pendek dan mudah dihafal

Selesai membaca Al Fatihah pada rakaat yang pertama dan kedua bagi orang yang sholat sendirian atau imam, disunahkan membaca surat atau ayat Alquran.

6. Rukuk

Selesai membaca surah, lalu mengangkat kedua belah tangan setinggi telinga seraya membaca Allahu Akbar kemudian rukuk (badan membungkuk, kedua tangan memegang lutut dan ditekankan antara punggung dan kepala agar rata). Setelah gerakannya sempurna maka bacalah tasbih, “Subhana rabbiyal azhimi wa bihamdih (3x),”.

7. I’tidal

Selesai rukuk, kemudian bangkit tegak dengan mengangkat kedua belah tangan setentang telinga, seraya membaca, “Samiallahu liman hamidah,”.

Pada waktu berdiri tegak (i’tidal) terus membaca, “Robbana lakal-hamdu mil-ussamawaati wa mil-ul ardhi wa mil-u ma syi’ta min syai’in ba’du,”.

8. Sujud

Adapun gerakan sujud adalah tersungkur ke bumi dengan meletakkan dahi ke bumi dan ketika turun seraya membaca Allahu Akbar, dan setelah sujud membaca tasbih berikut, “Subhana rabbiyal a’la wa bihamdih,”.

9. Duduk antara dua sujud

Setelah sujud kemudian duduk serta membaca, Allahu Akbar. Dan setelah duduk membaca, “Robbighfirli warhamni wajburi warfa’ni warzuqniy wahdini wa ‘afini wa’fu anniy,”.

10. Sujud kedua

Sujud kedua, ketiga, dan keempat dikerjakan seperti pada waktu sujud pertama, baik caranya maupun bacaannya.

11. Duduk tasyahud/tahiyat awal

Pada rakaat kedua, jika sholat tiga rakaat atau empat rakaat, maka ada rakaat kedua ini kita duduk untuk membaca tasyahud/tahiyat awal dengan duduk kaki kanan tegak dan telapak kaki kiri diduduki.

Bacaan tasyahud/tahiyat awal, “Attahiyyatu-mubarokatusshalawatutthayyiba tulillah. Assalamu alaika ayyuhannabiyyu wa rahmatullahi wabarakatuh. Assalamu alaina wa ala ibadillahisshalihin. Asyhadu an laa ilaha illallah, wa asyhadu anna muhammadan rasulullah. Allahumma shalli ala sayyidina muhammad,”.

12. Tasyahud akhir

Bacaan tasyahud akhir/tahiyat akhir ialah seperti tahiyat awal yang ditambah dengan shalawat atas keluarga Nabi Muhammad SAW dan lafalnya sebagai berikut, “Wa ala ali sayyidina Muhammad,”.

Dan cara duduk pada tahiyat akhir adalah bokong langsung ke tanah dan kaki kiri dimasukkan ke bawah kaki kanan, kemudian jari-jari kaki kanan tetap menekan ke tanah.

Pada tahiyat akhir disunahkan membaca shalawat Ibrahimiyah, “Kama sholaita ala sayyidina Ibrahim wa ala ali sayyidina Ibrahim wa barik ala sayyidina muhammad wa ala ali sayyidina muhammad. Kama barakta ala sayyidina ibrahim wa ala ali sayyidina ibrahim, fil alamina innaka hamidun majid,”.

13. Salam

Selesai tahiyat akhir kemudian membaca salam dengan menengok ke kanan dan ke kiri sambil membaca, “Assalamualaikum warahmatullahi,”.

Doa qunut

Apabila mengerjakan sholat subuh, maka pada rakaat yang kedua, pada waktu i’tidal berdiri tegak dari rukuk setelah membaca Rabbana lakal-hamdu, lalu membaca qunut.

Berikut bacaannya, “Allahummahdini fiman hadait, wa afini fiman aafait, wa tawallani fiman tawalait, wa barik liy fima a’thoit, wa qini birahmatika syarra maa qodoit, fa innaka taqdhi wa la yuqdho alaik, wa innahu laa yadzillu man walait. Wa la yaizzzu man adait tabarakta robbana wa ta-alait. Falakal-hamdu ala maa qodo-it astaghfiruka wa atubu alaik, wa shollallahu ala sayyidina muhammadinnabiyyi-ummiyyi wa ala alihi wa ashhabihi wa sallam.

IQRA REPUBLIKA

Dipuji Lebih Lancar Ngaji, Riwayat Pendidikan Angelina Sondakh Unggul Jauh Dibanding Kartika Putri

Usai menantang ketiga pasangan calon presiden dan wakil presiden yang maju di Pilpres 2024 unjuk kebolehan membaca Al Quran, Kartika Putri menuai banyak cibiran dari publik.

Kemampuan mengaji Kartika Putri pun banyak dipertanyakan oleh publik. Tak sedikit yang kemudian membandingkan kepiawaian mengaji istri Habib Usman bin Yahya dengan Angelina Sondakh.

Masih bagusan Angelina Sondakh ngajinya,” komentar warganet di video TikTok unggahan akun @/suasana.desa22, dikutip pada Jumat (26/1/2024).

Seperti diketahui, istri mendiang Adjie Massaid itu diam-diam sudah menghafalkan 15 juz Al Quran selama mendekam di penjara karena terseret kasus korupsi.

Sehubung dengan ramainya hal ini, mungkin ada yang penasaran dengan riwayat pendidikan kedua wanita tersebut. Berikut ringkasannya.

Riwayat Pendidikan Angelina Sondakh

Pemilik nama lengkap Angelina Patricia Pingkan Sondakh ini memiliki pendidikan yang cukup moncer. Hal ini tentu tak mengherankan, pasalnya ia pernah menjabat sebagai anggota DPR RI selama 2 periode.

Wanita yang akrab disapa Angie ini pernah menempuh pendidikan sekolah dasar di SD Laboratorium IKIP, Manadao, Sulawesi Utara pada 1983 hingga 1989 dan lanjut di SMP Katolik Pax Christi Manado di tahun 1989 hingga 1992.

Usai lulus, Angie kemudian pindah ke Australia dan mempuh pendidikan di Year 9 – 10 Presbyterian Ladies College dan Year 11 Armidale Public High School.

Di tengah-tengah mengenyam pendidikan di Australia, Angie terpaksa harus kembali ke Indonesia. Ia lantas melanjutkan sekolahnya di SMA Negeri 2 Manado pada 1995 hingga 1996.

Pendidikan istri mendiang Adjie Massaid tak berhenti di bangku SMA saja, pada 1996 ia masuk ke Universitas Katolik Indonesia dengan mengambil Jurusan Manajemen.

Ia pun berhasil mendapatkan gelar Sarjana Ekonomi (S.E) pada tahun 2000. Selang 6 tahun, Angie melanjutkan kuliah S2 Ilmu Komunikasi di Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia (FISIP UI).

Pada 2010, Angie sempat melanjutkan kuliah S3 Ilmu Komunikasi di Universitas Indonesia. Sayang, ia tak menyelesaikannya dan hanya berhasil bertahan di sana selama 3 semester.

Riwayat Pendidikan Kartika Putri

Kartika Putri memiliki riwayat pendidikan yang jauh di bawah Angelina Sondakh. Ia diketahui hanya pernah berkuliah Jurusan Public Relation di salah satu perguruan tinggi swasta Jakarta.

Namun, tak diketahui secara pasti apakah Kartika Putri berhasil menyelesaikan kuliahnya atau tidak. Pasalnya, istri Habib Usman bin Yahya ini tak pernah berkoar-koar soal pendidikannya.

SUARA