Hadis: Menikah adalah Sunah Nabi

Diriwayatkan dari sahabat Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu, bahwa ada tiga orang yang mendatangi rumah istri Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam untuk menanyakan bagaimanakah ibadah beliau. Ketika telah disampaikan kepada mereka, mereka pun merasa bahwa ibadah mereka sangat sedikit, tidak ada apa-apanya dibandingkan dengan ibadah Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam.

Mereka mengatakan, “Di manakah posisi kita dibandingkan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam? Padahal Allah Ta’ala telah mengampuni dosa-dosa beliau, baik yang telah berlalu maupun di masa mendatang.”

Salah seorang di antara mereka berkata, “Adapun aku, aku akan salat malam selamanya.” (maksudnya, tidak tidur demi bisa mendirikan shalat, pent.)

Yang lain berkata, “Aku akan berpuasa dahr (berpuasa sepanjang tahun) dan selalu berpuasa (tidak pernah tidak puasa).”

Orang ke tiga berkata, “Aku akan jauhi wanita, aku tidak akan menikah selama-lamanya.”

Lalu datanglah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, dan beliau berkata,

أَنْتُمُ الَّذِينَ قُلْتُمْ كَذَا وَكَذَا، أَمَا وَاللَّهِ إِنِّي لَأَخْشَاكُمْ لِلَّهِ وَأَتْقَاكُمْ لَهُ، لَكِنِّي أَصُومُ وَأُفْطِرُ، وَأُصَلِّي وَأَرْقُدُ، وَأَتَزَوَّجُ النِّسَاءَ، فَمَنْ رَغِبَ عَنْ سُنَّتِي فَلَيْسَ مِنِّي

“Apakah kalian yang mengatakan demikian dan demikian? Demi Allah, sungguh aku adalah orang yang paling takut kepada Allah dan paling bertakwa kepada-Nya dibandingkan kalian. Akan tetapi, terkadang aku puasa dan terkadang aku tidak berpuasa; aku salat dan aku juga tidur; dan aku juga menikah dengan wanita. Siapa saja yang membenci sunahku, maka dia bukan termasuk golonganku.” (HR. Bukhari no. 5063 dan Muslim no. 1401)

Kandungan hadis

Kandungan pertama

Hadis tersebut menunjukkan keutamaan menikah dan juga dorongan (motivasi) untuk menikah karena di dalamnya terkandung maslahat (kebaikan) yang besar. Hadis tersebut juga menunjukkan bahwa tidak menikah karena tidak ingin ibadahnya terganggu bukanlah petunjuk Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam, bukan pula termasuk sunahnya. Bahkan, menikah termasuk dalam sunah para Rasul, sebagaimana firman Allah Ta’ala,

وَلَقَدْ أَرْسَلْنَا رُسُلاً مِّن قَبْلِكَ وَجَعَلْنَا لَهُمْ أَزْوَاجاً وَذُرِّيَّةً

“Dan sesungguhnya Kami telah mengutus beberapa Rasul sebelum kamu dan Kami memberikan kepada mereka istri-istri dan keturunan.” (QS. Ar-Ra’du: 38)

Kandungan kedua

Hadis tersebut juga menunjukkan bahwa syariat itu dibangun di atas kemudahan untuk mukallaf (orang yang dibebani syariat). Tenggelam (berlebih-lebihan) dalam ibadah dengan memberatkan dan menyusahkan badan itu bukanlah termasuk ajaran agama, dan bukan pula termasuk sunah Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam.

Dari sahabat Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,

إِنَّ الدِّينَ يُسْرٌ، وَلَنْ يُشَادَّ الدِّينَ أَحَدٌ إِلَّا غَلَبَهُ، فَسَدِّدُوا وَقَارِبُوا، وَأَبْشِرُوا، وَاسْتَعِينُوا بِالْغَدْوَةِ وَالرَّوْحَةِ وَشَيْءٍ مِنَ الدُّلْجَةِ

“Sesungguhnya agama itu mudah. Tidaklah seseorang mempersulit agama kecuali dia akan dikalahkan (semakin berat dan sulit). Maka berlakulah lurus kalian, mendekatlah (kepada kesempurnaan amal jika kalian tidak mampu melakukannya dengan sempurna, pent.), berilah kabar gembira, dan minta tolonglah dengan al-ghadwah (di awal pagi), ar-ruhah (setelah Zuhur), dan dari ad-duljah (di akhir malam).” (HR. Bukhari no. 39)

Maksudnya, kita berusaha kontinyu dalam ibadah dengan menunaikannya di waktu-waktu yang kita bisa bersemangat, yaitu ketika di awal pagi, bakda Zuhur, dan di akhir malam.

Oleh karena itu, Islam memberikan petunjuk untuk tidak memaksa-maksa diri (berlebihan) dalam ibadah, dan juga membebani badan di luar batas ketika beribadah. Siapa saja yang berbuat demikian, maka lama-lama dia akan bosan, berhenti, dan terputus dari amal ibadah. Akan tetapi, jika seseorang bersikap pertengahan, maka dia akan beramal secara kontinyu. Memungkinkan juga baginya untuk memenuhi hak yang menjadi kewajibannya, baik hak Allah, hak badan (untuk istirahat), hak keluarga, dan juga hak orang lain secara umum.

Dari ibunda ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,

وَأَنَّ أَحَبَّ الأَعْمَالِ إِلَى اللَّهِ أَدْوَمُهَا وَإِنْ قَلَّ

“Sesungguhnya amal yang dicintai oleh Allah adalah yang terus-menerus walaupun sedikit.” (HR. Bukhari no. 6464)

Kandungan ketiga

Di dalam hadis tersebut terdapat suatu kaidah yang penting, yaitu “bersesuaian dengan sunah itu lebih baik daripada banyaknya amal.” Hal ini berdasarkan sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam di atas,

فَمَنْ رَغِبَ عَنْ سُنَّتِي فَلَيْسَ مِنِّي

“Siapa saja yang membenci sunahku, maka dia bukan termasuk dalam golonganku.”

Tiga orang tersebut ingin agar amalnya lebih banyak dari amal ibadah Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam. Maka Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam mengabarkan bahwa perbuatan tersebut menyelisihi sunah. Kebaikan itu adalah dengan mengikuti sunah dan petunjuk Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam dalam salat, puasa, dan kebiasaan-kebiasaan beliau.

Contoh penerapan kaidah ini adalah riwayat dari Sa’id bin Musayyib rahimahullah. Beliau rahimahullah melihat seorang laki-laki yang salat sunah setelah terbit fajar (salat sunah qabliyah subuh) lebih dari dua rakaat, dia memperbanyak rukuk dan sujud dalam salat tersebut. Sa’id bin Musayyib pun melarangnya. Orang tersebut berkata,

يا أبا محمد! يعذبني الله على الصلاة؟

“Wahai Abu Muhammad! Apakah Allah akan mengazabku karena aku (memperbanyak) salat?”

Sa’id bin Musayyib rahimahullah menjawab,

لا، ولكن يعذبك على خلاف السنة

“Tidak, akan tetapi (bisa jadi Engkau diazab) karena menyelisihi sunah (petunjuk Nabi).” (HR. Al-Baihaqi dalam Sunan Al-Kubra, 2: 366; Al-Khathib Al-Baghdadi dalam Al-Faqih wal Mutafaqqih, 1: 147; ‘Abdur Razzaq, 3: 25; Ad-Darimi, 1: 116 dan Ibnu Nashr, hal. 84; dengan sanad yang hasan)

Wallahu Ta’ala a’lam.

[Selesai]

***

@BA, 26 Syawal 1445/ 5 Mei 2024

Penulis: M. Saifudin Hakim

Sumber: https://muslim.or.id/94907-hadis-menikah-adalah-sunah-nabi.html
Copyright © 2024 muslim.or.id

Doa Agar Ibadah Haji Diterima

Menunaikan ibadah haji merupakan rukun Islam kelima yang wajib dilaksanakan bagi umat muslim yang mampu. Ibadah ini tidak hanya beribadah di tanah suci, tapi juga merupakan perjalanan spiritual yang transformative. Nah berikut ini doa agar ibadah haji diterima.

Tak bisa dipungkiri, tidak semua ibadah haji diterima oleh Allah SWT. Untuk mencapai haji mabrur, ada beberapa hal yang perlu diperhatikan dan dilakukan oleh para jemaah haji.

Langkah pertama dan terpenting adalah meniatkan ibadah haji semata-mata karena Allah SWT. Niat ini harus tulus dan ikhlas, bukan karena ingin mendapat pujian, pengakuan, atau tujuan duniawi lainnya. Niat yang ikhlas akan menjadi dasar penerimaan ibadah haji di sisi Allah SWT.

Sebelum berangkat haji, persiapkanlah diri dengan matang. Pelajari tata cara pelaksanaan haji dengan benar, baik rukun, wajib, maupun sunnahnya. Persiapkan juga fisik dan mental agar mampu menjalankan seluruh rangkaian ibadah haji dengan optimal.

Selama di tanah suci, jagalah kekhusyukan dalam beribadah. Hindari hal-hal yang dapat mengganggu kekhusyukan, seperti berbicara yang tidak penting, bercanda, atau melakukan perbuatan yang tidak sopan. Fokuslah pada ibadah dan perbanyak doa agar hati selalu tersambung dengan Allah SWT.

Jagalah lisan dan perilaku selama di tanah suci. Hindari berkata kasar, mencela, atau berdebat dengan orang lain. Jaga sikap dan perilaku agar selalu menunjukkan akhlak mulia sebagai seorang muslim.

Perbanyaklah doa dan amal shalih selama di tanah suci. Doa yang dipanjatkan di tanah suci memiliki pahala yang berlipat ganda. Lakukanlah amal shalih seperti membantu sesama jemaah haji, bersedekah, dan membaca Al-Qur’an.

Mendoakan orang lain, terutama terhadap sesama Muslim, sangat dianjurkan dalam Islam. Begitu juga para jemaah haji dianjurkan untuk saling mendoakan terhadap sesama jemaah haji yang lain.

Dalam kitab Asrarul Hajji, Imam Al-Ghazali menyebutkan salah satu doa yang perlu dibaca oleh jemaah haji agar ibadah haji diterima Allah.  Doa tersebut adalah sebagai berikut;

اَللَّهُمَّ اِنِّيْ قَدْ وَهَبْتُ حَجَّتِيْ وَجَعَلْتُ ثَوَابَهَا لِمَنْ لَمْ تَقْبَلْ حَجَّتَهُ

Allohumma inni qod wahabtu hajjati wa ja’altu tsawabaha liman lam taqbal hajjatahu.

Ya Allah, sesungguhnya aku telah menghibahkan hajiku dan aku telah memberikan pahalanya pada orang tidak Engkau terima hajjinya.

Semoga bermanfaat dan menjadi bekal bagi para jemaah haji yang ingin melaksanakan ibadah haji mabrur. Wallhu a’lam.

BINCANG SYARIAH

Tata Cara Sholat Safar untuk Para Calon Jamaah Haji

Bagi para calon jemaah haji, momen keberangkatan menuju Tanah Suci merupakan awal dari sebuah perjalanan spiritual yang penuh makna. Di balik persiapan fisik dan materi, tidak lupa pula untuk membekali diri dengan amalan-amalan ibadah, salah satunya adalah Sholat Safar. Nah berikut tata cara sholat safar bagi jemaah haji.

Berdasarkan data dari Kementerian Agama, memasuki bulan dzulqa’dah, satu persatu para calon jemaah haji Indonesia telah memulai keberangkatannya. Gelombang pertama secara bertahap sudah mulai diberangkatkan ke Tanah Suci dari sejumlah embarkasi sejak Ahad, 12 Mei 2024 lalu.

Nah usai mengetahui jadwal pemberangkatan, para calon jamaah haji Indonesia tentunya harus bergegas mempersiapkan diri. Khususnya di awal perjalanan menuju ke tanah suci. Salah satu amalan yang sangat dianjurkan dalam Islam bagi para jamaah adalah menunaikan sholat sunah safar. Sholat safar sendiri sunnah dilakukan ketika hendak berangkat safar (berpergian). 

Namun berpergian dalam hal ini bukan berarti berpergian dengan tujuan maksiat, melainkan berpergian dengan maksud yang baik seperti berdagang, berangkat haji, mencari pekerjaan, dan sebagainya.Tujuan dilakukannya sholat safar adalah agar mendapat keselamatan, keridaan, serta keberhasilan atas apa yang dicita-citakan.

Diriwayatkan dari Abu Hurairah RA, Rasulullah SAW bersabda,”Apabila engkau akan keluar dari rumahmu, bersholatlah dua rakaat, insyaallah dua rakaat itu akan memelihara dirimu dari tempat keluarnya keburukan. Dan apabila engkau masuk ke dalam rumahmu, maka bersholatlah dua rakaat, insyaallah dengan dua rakaat itu memeliharamu dari masuknya keburukan.” (HR Baihaqi)

Selain itu, dikutip dari kitab Fiqh As-Sunnah karya Sayyid Sabiq yang diterjemahkan oleh Abu Aulia dan Abu Syauqina, diriwayatkan dari Muth’am bin Miqdam RA, Rasulullah SAW bersabda,”Tidak ada sesuatu yang lebih utama yang ditinggalkan seseorang kepada keluarganya daripada sholat dua rakaat di sisi mereka (di rumah) sebelum melakukan perjalanan.” (Riwayat ini terdapat dalam Faidhul-Qadir karya Munawi)

Tata Cara Sholat Safar sebelum Berangkat Haji


Muhammad Sholikhin dalam buku Panduan Shalat Sunah Lengkap menjelaskan tata cara sholat safar sebagai berikut.

1. Membaca niat sholat safar

أُصَلِّي سُنَّةَ لِإِرَادَةِ السَّفَرِ رَكْعَتَيْنِ اللَّهِ تَعَالَى اللَّهُ أَكْبَرُ

Uṣallī sunnata li-irādati as-safari rak‘ataini lillāhi ta‘ālā Allāhu akbar.


Artinya: “Aku berniat sholat hendak bepergian dua rakaat karena Allah ta’ala. Allahu akbar.”

2. Dikerjakan sebanyak dua rakaat dengan gerakan dan bacaan seperti sholat biasa. Pada rakaat pertama, surah yang dianjurkan untuk dibaca setelah Al-Fatihah adalah Al-Kafirun atau Al-Falaq. Sedangkan pada rakaat kedua, dianjurkan membaca surah Al-Ikhlas atau An-Nas.


3. Setelah sholat dua rakaat, dianjurkan membaca ayat kursi dan surah Quraisy.

Selain sholat sunah safar, jemaah haji juga bisa membaca doa bepergian.


Doa ketika Keluar dari Rumah


Dinukil dari kitab Al-Adzkar karya Imam an-Nawawi yang diterjemahkan oleh Ulin Nuha, diriwayatkan dari Ummu Salamah RA, ketika Rasulullah SAW keluar rumah beliau membaca:

بِاسْمِ اللَّهِ تَوَكَّلْتُ عَلَى اللهِ ، اَللَّهُمَّ إِنِّي أَعُوذُ بِكَ أَنْ أَضِلَّ أَوْ أَضَلَّ أَوْ أَزِلَّ أَوْ أُزَلَ أَوْ أَظْلِمَ أَوْ أُظْلَمَ أَوْ أَجْهَلَ أَوْ يُجْهَلَ عَليَّ

Bismillāhi tawakkaltu ‘ala Allāh, Allāhumma innī a’ūdhu bika an adilla aw adalla aw azilla aw uzalla aw azhlima aw uzhlama aw ajhala aw yujhala ‘alayya.


Artinya: “Dengan menyebut nama Allah yang aku bertawakal kepada-Nya, ya Allah, sungguh aku berlindung kepada-Mu dari aku tersesat, aku disesatkan, aku berbuat dosa, aku dibuat berdosa, aku menganiaya, aku dianiaya, aku berbuat kebodohan dan dibuat bodoh (oleh keadaan).”


Doa ketika Naik Kendaraan


Diriwayatkan dari Abdullah bin Umar RA, ketika Rasulullah SAW hendak melakukan perjalanan dan menaiki untanya, beliau membaca takbir sebanyak tiga kali dan membaca doa sebagai berikut.

سُبْحَانَ الَّذِي سَخَّرَ لَنَا هَذَا وَمَا كُنَّا لَهُ مُقْرِنِينَ، وَإِنَّا إِلَى رَبَّنَا لَمُنْقَلِبُونَ

Artinya: “Maha Suci Engkau, sungguh aku benar-benar telah menzalimi diriku sendiri, maka ampunilah aku, sesungguhnya tidak ada yang dapat memberikan mengampuni dosa-dosa kecuali Engkau.”

اللَّهُمَّ إِنَّا نَسْأَلُكَ فِي سَفَرِنَا هَذَا الْبِرَّ وَالتَّقْوَى وَمِنَ الْعَمَلِ مَا تَرْضَى. اللَّهُمَّ هَوَ عَلَيْنَا سَفَرَنَا هَذَا وَأَطْوِ عَنَا بُعْدَهُ


Artinya: “Ya Allah, sesungguhnya kami memohon kepada-Mu dalam perjalanan kami, perjalanan yang dalam kebaikan dan ketakwaan, dan termasuk amal yang Engkau ridai, ya Allah permudahlah perjalanan kami ini dan dekatkanlah atas kami yang jauh.” (HR Muslim). 

BINCANG SYARIAH

Pakar: Gawai Menghambat Masa Perkembangan Anak!

Dosen Fakultas Kedokteran (FK) UNAIR Dr Mira Irmawati SpA(K) menekankan pentingnya pemantauan orang tua pada dua tahun pertama tumbuh kembang anak.

“Hingga umur 2 tahun, pertumbuhan dan perkembangan anak sangat pesat. Bahkan, otak anak umur 2 tahun sudah mencapai 60 hingga 80 persen seperti otak orang dewasa, “ tutur dokter spesialis anak tersebut di Aula Fakultas Kedokteran Kampus Dharmahusada-A UNAIR belum lama ini.

Adapun pemantauan terhadap pertumbuhan anak meliputi berat dan tinggi badan serta lingkar kepala. Mira menyatakan bahwa panduan pengukuran dan ukuran ideal telah tertera pada Buku Kesehatan Ibu dan Anak (KIA).

Oleh karena itu, ia mengimbau kepada para orang tua untuk senantiasa membaca dan memperhatikan panduan tersebut dalam pemantauan tumbuh kembang anak.

Selain aspek pertumbuhan, orang tua juga perlu melakukan pemantauan terhadap aspek perkembangan anak. Aspek tersebut meliputi kemampuan motorik (tengkurap, duduk, berdiri, berjalan, memegang, dan menulis), kemampuan sosial (mengenali orang dan bergaul), serta kemampuan bicara dan berbahasa (mengoceh, berbicara, bercerita, serta memahami lawan bicara).

Mira mengaku kerap menjumpai orang tua yang mengeluh ketika memiliki anak yang mengalami keterlambatan dalam beberapa aspek perkembangan. Tidak jarang orang tua tersebut kebingungan bahkan berspekulasi buruk terkait penyebab keterlambatan tersebut. Padahal, menurut Mira, seharusnya para orang tua kembali melihat ke akar permasalahannya, yaitu kenormalan pertumbuhan anak.

Mira menjelaskan bahwa perkembangan berkorelasi dengan pertumbuhan. Jika terdapat masalah pada aspek perkembangan, maka sebaiknya orang tua memperhatikan apakah aspek pertumbuhan anak telah terpenuhi seluruhnya.

Oleh karena itu, selanjutnya Mira menekankan pentingnya keseimbangan nutrisi dan stimulasi pada anak.

Stimulasi Perkembangan Anak

Nutrisi mengambil peranan yang sangat penting bagi pertumbuhan anak. Mira menjelaskan bahwa nutrisi mendukung perkembangan fisik seperti pembentukan tulang, otot, dan jaringan tubuh lainnya.

Selain itu, sistem kekebalan tubuh juga memerlukan asupan nutrisi yang cukup untuk melawan penyakit dan infeksi. Di samping itu, nutrisi mempunyai peran utama sebagai pemberi energi agar anak mampu beraktivitas secara maksimal dalam masa perkembangan.

Selain energi, anak memerlukan stimulus untuk berkembang. Umumnya, stimulus berupa rangsangan agar anak mencapai kemampuan-kemampuan dalam aspek perkembangan.

Misalnya, anak memerlukan stimulus berupa komunikasi dua arah untuk merangsang kemampuan sosial dan berbahasa.

Namun, Mira menyayangkan bahwa perkembangan digital telah mengurangi stimulus tersebut dari beberapa orang tua. Dalam mengasuh, beberapa orang tua kerap kali menyodorkan gawai pada anak.

“Memang benar, solusi mudahnya, ya, berikan saja handphone sebagai hiburan bagi anak. Pasti anak senang dan tidak rewel. Namun, ingat bahwa handphone itu tidak memberi stimulus apapun karena hanya komunikasi 1 arah. Anak itu justru perlu bermain dan mengobrol bersama bapak ibu,“ tutur Mira prihatin.

Mira menekankan bahaya penggunaan gawai oleh anak karena memperlambat proses perkembangan. Bahkan, ia berpesan untuk tidak memberikan gawai hingga usia 2 tahun. Pada usia 2 hingga 5 tahun, Mira memperbolehkan anak menggunakan gawai dalam waktu yang sangat terbatas, yaitu tidak lebih dari 1 jam per hari.

Dengan membatasi penggunaan gawai, Mira berharap bahwa para orang tua mengisi masa perkembangan dengan kasih sayang dan stimulus yang mendukung keterampilan. Hal tersebut sangat penting untuk mencapai aspek-aspek pertumbuhan dan perkembangan yang menjadi pondasi awal bagi kehidupan anak.*

HIDAYATULLAH

Tidak Perlu Terlena dengan Pujian

Jangan tertipu pujian manusia dan jangan bersedih dengan cercaan mereka

KEHIDUPAN tak lepas dari penilaian mausia. Sebagian orang menganggap kita sebagai orang yang bertakwa, sebagian memandang kita pendosa dan ada pula yang melihat dengan pandangan sebelah mata.

Banyak di antara kita sering terlena oleh pujian. Bahkan, banyak di antaranya yang akan merasa sangat tidak dihargai jika hasil pekerjaan atau pengorbanan yang telah kita lakukan.

Padahal, jika kita mau mengambil pelajaran dan merenungkannya, sungguh pujian ini sangat membahayakan.

Mengenai Pujian

Pujian sering diberikan kepada kerabat dekat, teman, maupun orang yang mereka kagumi. Namun, sering kali pujian tersebut akan mengakibatkan seseorang yang dipuji merasa tinggi hati dan terlena dengan pujian yang diterimanya.

Kita lupa dengan maha pencipta sehingga membuat hati keras dan terlalu menginginkan dunia. Seseorang yang mendapat pujian lebih mudah jatuh daripada seseorang yang mendapat celaan dari orang lain.

Ibnu ‘Ajibah mengatakan; “Janganlah engkau tertipu dengan pujian orang lain yang menghampirimu. Sesungguhnya mereka yang memuji tidaklah mengetahui dirimu kecuali yang nampak saja bagi mereka. Sedangkan engkau sendiri yang mengetahui isi hatimu.”

Ya, pujian memang bisa menjadi ancaman bagi diri kita sendiri. Terkadang kita hanya disibukan dengan urusan dunia demi mengejar sebuah pujian dari orang-orang disekitar. Padahal pujian yang kita dapat belum tentu sesuai dengan apa yang ada dalam diri kita sendiri.

Bahkan pujian yang diterima dapat menjauhkan diri kita dari Dia, sang maha mengetahui segalanya.

Jangan Sibuk Menilai Manusia
Kita selalu diajarkan bahwa tidak ada pujian yang berarti selain pujian Allah. Dan tidak ada celaan yang berarti, selain dari celaan Allah. Karna Dia-lah Dzat yang mengetahui kondisi hamba-Nya lahir batin.

“Allah ﷻ berfirman :

فَلا تُزَكُّوا أَنْفُسَكُمْ هُوَ أَعْلَمُ بِمَنِ التَّقَى ( النجم : ٣٢ )

“Janganlah kalian memuji-muji diri kalian sendiri,karena DIA-lah yang paling tahu siapa yang bertaqwa.”  (QS: An-Najm:32)

Sebagai seorang mukmin, kita harus pandai menjaga serta memperhatikan kondisi batin ketimbang harus sibuk dengan penilain makhluk.

Harus kita sadari, manusia itu terbatas dan tentu hanya menilai berdasarkan apa yang dilihatnya, sedangkan masalah amalan hati(batin),manusia tidak punya kemampuan untuk menilai itu.

Karena itu jangan tertipu dengan pujian manusia. Jangan pula bersedih dengan cercaan mereka. Tidak ada yang mengetahui hubungan kita dengan Allah kecuali diri kita sendiri. Bukanlah Allah berfirman,

بَلِ الْإِنْسَانِ عَلَى نَفْسِهِ بَصِيْرَةٌ ( القيامة : ١٤ )

“Bahkan manusia menjadi saksi atas dirinya sendiri.” (QS: Al-Qiyamah:14)

Doa Ketika Dipuji

Ketika ada pujian, sangat dianjurkan untuk menganggap pujian itu muncul lebih karena ketidaktahuannya tentang sisi kejelekan diri sendiri. Rasulullah ﷺ dalam menanggapi pujian, berdoa;

اللّهُمَّ لا تُؤَاخِذْنِي بِمَا يَقُوْلُوْنَ، وَاغْفِرلِي مَالاَ يَعْلَمُوْنَ وَجْعَلْنِي خَيْراً مِمَّا يَظُنُّوْن

YA ALLAH, jangan engkau menghukumku di sebabkan pujian yang dia ucapkan, ampunilah aku, atas kekurangan yang tidak mereka ketahui.dan jadikan aku lebih baik dari pada penilaian yang mereka berikan untuk ku.” (HR Bukhari).

Semoga Allah ﷻ senantiasa melindungi dan membimbing kita dari penyakit hati yang mana bisa merusak seluruh pahala kebaikan yang selama ini telah kita lakukan. Wallahu a’alam bish shawab.*/ Nur Hafidzatul Jannah

HIDAYATULLAH

Mau jadi Ahli Surga? Berikut 5 Amalan agar Dimudahkan Menjadi Ahli Surga

Surga adalah dambaan setiap umat Islam. Tempat penuh kenikmatan yang kekal abadi. Namun, untuk bisa masuk ke dalamnya, tentu ada amalan dan perbuatan baik yang harus kita lakukan. Berikut ini adalah 5 amalan yang bisa memudahkan kita menjadi ahli surga.

Islam agama yang sempurna, tidak hanya mengurusi urusan iman dan ibadah semata tapi juga konsen dalam urusan sosial terutama memberikan solidaritas kepada sesama muslim khususnya maupun membantu orang lain yang membutuhkan didasari jiwa kemanusiaan.

Allah Maha sempurna akan menerima kebaikan makhluknya sekecil apapun tak membedakan si kaya dan miskin, ahli ibadah atau ahli maksiat. Pada dasarnya rahmat Allah lebih luas daripada dosa atau kesalahan yang dilakukan hambanya.

5 Amalan Ahli Surga

Imam al-Mundziri dalam kitab at-Targib wat-Tarhib mengutip sebuah hadis yang berisi tentang lima hal bila dipraktikkan dalam keseharian maka seseorang akan mendapatkan pahala surga,

وعن أبي سعيد الخدري رضي الله عنه أنه سمع رسول الله صلى الله عليه وسلم يقول خمس من عملهن في يوم كتبه الله من أهل الجنة من عاد مريضا وشهد جنازة وصام يوما وراح إلى الجمعة وأعتق رقبة

Artinya:”Diriwayatkan dari Sa’id al-Khudri RA mendengar bahwa Rasulullah bersabda,’lima hal ini bila dipraktekkan dalam kehidupan sehari-hari maka Allah akan mencatatnya sebagai penghuni surga. Pertama, orang yang mau menjenguk orang sakit. Kedua, orang yang mau mengantarkan jenazah. Ketiga, orang yang berpuasa. Keempat, orang yang mengerjakan shalat Jum’at. Kelima, orang yang memerdekakan budak.’” (HR. Ibnu Hibban dalam kitab Shahihnya).

Menurut Imam al-Munawi dalam Faidhul Qadir menjelaskan bahwa hadis ini mengisyaratkan bahwa orang yang mengamalkan lima hal di atas akan diberikan kabar gembira akan pahala surga  dan juga sebagai pertanda husnul khatimah bagi yang mengerjakannya.

Dari sini dapat dipahami bahwa surga akan terbuka bagi siapapun tidak terbatas orang yang ahli ibadah semata namun juga diperuntukkan bagi orang yang baik dalam bersosialisasi dengan orang lain.

Dengan demikian, jangan lupa untuk selalu berdoa kepada Allah SWT agar dimudahkan menjadi ahli surga. Mintalah keistiqamahan, keteguhan iman, dan lindungi diri dari godaan setan. Dengan doa yang tulus dan ikhlas, inshallah Allah SWT akan mengabulkan permohonan kita.

BINCANG SYARIAH

Kementerian Haji Saudi Luncurkan Kartu Pintar ‘Nusuk’ untuk Jamaah

Jamaah yang tak membawa kartu Nusuk akan menghadapi hukuman.

Kementerian Haji dan Umrah Arab Saudi meluncurkan kartu pintar ‘Nusuk’ yang wajib dibawa oleh jamaah haji yang akan melakukan ibadah haji ke negara itu.

Menurut keterangan tertulis Kementerian Haji dan Umrah Arab Saudi yang diterima di Jakarta, Jumat (10/5/2024), Kementerian meluncurkan dua versi kartu pintar ‘Nusuk’, salah satunya adalah versi kertas untuk dibawa oleh jamaah. Sedangkan versi lainnya adalah versi digital yang dapat diakses dengan memindai kode pada kartu kertas dengan menggunakan kamera ponsel pintar.

Kementerian menegaskan, semua individu yang ingin masuk ke tempat-tempat suci, terutama jamaah haji 2024, wajib memiliki kartu pintar tersebut. Persyaratan itu berlaku bagi jamaah haji serta penyelenggara yang mengurus urusan jamaah dan pekerja tanpa terkecuali.

Pihak Kementerian juga mengatakan pelanggar akan menghadapi hukuman serupa dengan pelanggaran peraturan dan instruksi Haji.

Mereka juga menegaskan bahwa individu yang tidak memiliki kartu tersebut akan ditolak masuk ke tempat-tempat suci, sekaligus juga membedakan antara jamaah yang patuh dan tidak patuh.

Kementerian menyatakan bahwa kartu tersebut memfasilitasi pergerakan jamaah dan memberikan peringatan mengenai tanggal keberangkatan. Selain itu, jamaah dapat menggunakan kartu itu untuk mengevaluasi dan mengajukan keluhan tentang layanan haji.

Pihak Kementerian juga menyampaikan agar para calon jamaah tidak terpengaruh dengan kampanye haji yang diiklankan di platform media sosial di berbagai negara.

Kementerian menegaskan ibadah haji hanya diperbolehkan melalui perolehan visa haji yang dikeluarkan otoritas terkait di Kerajaan Arab Saudi yang berkoordinasi dengan kantor urusan haji di masing-masing negara. Bagi negara yang tidak memiliki kantor urusan haji atau misi haji, para calon jamaah bisa memperoleh visa haji melalui platform ‘Nusuk Haji’.

IHRAM

Khutbah Jumat: Takwa Bukanlah Identitas Melainkan Proses yang Berkelanjutan

إِنَّ الْحَمْدَ لِلَّهِ نَحْمَدُهُ وَنَسْتَعِيْنُهُ وَنَسْتَغْفِرُهُ وَنَعُوْذُ بِاللهِ مِنْ شُرُوْرِ أَنْفُسِنَا وَسَيّئَاتِ أَعْمَالِنَا مَنْ يَهْدِهِ اللهُ فَلاَ مُضِلَّ لَهُ وَمَنْ يُضْلِلْ فَلاَ هَادِيَ لَهُ

 وَأَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلهَ إِلاّ اللهُ وَأَشْهَدُ أَنّ مُحَمّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ

اَللَّهُمّ صَلّ وَسَلّمْ عَلى مُحَمّدٍ وَعَلى آلِهِ وِأَصْحَابِهِ وَمَنْ تَبِعَهُمْ بِإِحْسَانٍ إِلَى يَوْمِ الدّيْن

 قَالَ الله تَعَالَى: يَاأَيّهَا الّذَيْنَ آمَنُوْا اتّقُوا اللهَ حَقّ تُقَاتِهِ وَلاَ تَمُوْتُنّ إِلاّ وَأَنْتُمْ مُسْلِمُوْنَ

وَقَالَ الله تَعَالَى: يَا أَيُّهَا النَّاسُ اتَّقُوا رَبَّكُمُ الَّذِي خَلَقَكُمْ مِنْ نَفْسٍ وَاحِدَةٍ وَخَلَقَ مِنْهَا زَوْجَهَا وَبَثَّ مِنْهُمَا رِجَالًا كَثِيرًا وَنِسَاءً وَاتَّقُوا اللَّهَ الَّذِي تَسَاءَلُونَ بِهِ وَالْأَرْحَامَ إِنَّ اللَّهَ كَانَ عَلَيْكُمْ رَقِيبًا

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ وَقُولُوا قَوْلًا سَدِيدًا يُصْلِحْ لَكُمْ أَعْمَالَكُمْ وَيَغْفِرْ لَكُمْ ذُنُوبَكُمْ وَمَنْ يُطِعِ اللَّهَ وَرَسُولَهُ فَقَدْ فَازَ فَوْزًا عَظِيمًا

Puji syukur kita panjatkan ke hadirat Allah Subhanahu wa Ta’ala, yang telah memberikan kita kesempatan untuk berkumpul di hadapan-Nya pada hari yang penuh berkah ini. Shalawat serta salam senantiasa tercurah kepada junjungan kita, Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam, yang telah menjadi suri tauladan bagi umat manusia.

Saudara-saudara yang dirahmati Allah,

Bulan Ramadan jelang berakhir, bulan yang penuh berkah dan kebaikan, bulan yang Allah Subhanahu wa Ta’ala memuliakan dengan ibadah puasa yang diwajibkan atas umat-Nya. Dalam ayat yang mulia dari surah Al Baqarah ayat 183, Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman,

يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا كُتِبَ عَلَيْكُمُ الصِّيَامُ كَمَا كُتِبَ عَلَى الَّذِيْنَ مِنْ قَبْلِكُمْ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُوْنَۙ

“Wahai orang-orang yang beriman! Diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang sebelum kamu agar kamu bertakwa.”

Takwa, saudara-saudara, adalah tujuan utama di balik disyariatkannya ibadah puasa Ramadan. Takwa bukanlah sekadar menjauhi makan dan minum selama siang hari, tetapi lebih jauh dari itu, takwa merupakan kesadaran yang mendalam akan kehadiran Allah dalam setiap aspek kehidupan. Takwa adalah menjaga diri dari segala larangan-Nya dan berusaha keras untuk melakukan segala yang diperintahkan-Nya.

Dalam QS. Al Baqarah ayat 197, Allah Subhanahu wa Ta’ala menjelaskan bahwa sebaik-baik bekal bagi perjalanan hidup ini adalah takwa.

وَتَزَوَّدُوْا فَاِنَّ خَيْرَ الزَّادِ التَّقْوٰىۖ وَاتَّقُوْنِ يٰٓاُولِى الْاَلْبَابِ

“Bawalah bekal, karena sesungguhnya sebaik-baik bekal adalah takwa. Dan bertakwalah kepada-Ku wahai orang-orang yang mempunyai akal sehat!”

Marilah kita manfaatkan bulan Ramadan ini sebagai momentum untuk memperkuat takwa kita. Mari tingkatkan ibadah kita, baik puasa, salat, sedekah, tilawah dan tadarus Al-Quran, dan berbagai bentuk ibadah lainnya. Mari tingkatkan ketaqwaan kita dengan menjauhi segala larangan-Nya dan memperbanyak amal shaleh. Dengan begitu, kita akan mendapatkan kebahagiaan di dunia dan di akhirat, seperti yang dijanjikan oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala.

Jamaah salat Jumat yang dimuliakan Allah,

Dalam ayat yang mulia dari surah Al Baqarah ayat 183, kata “tattaqun” menunjukkan sebuah proses yang berkelanjutan dari perilaku takwa. Terlalu sering kita memahami takwa sebagai pangkat atau gelar yang melekat pada diri orang yang berpuasa, padahal takwa seharusnya dipahami sebagai sebuah perjalanan, sebuah proses untuk terus-menerus membentuk diri kita menjadi orang yang bertakwa dengan penuh kesadaran.

“Tattaqun” bukanlah sekadar identitas, tetapi sebuah panggilan untuk terus menghadirkan kesadaran akan kehadiran Allah dalam setiap langkah kita. Ini adalah proses yang terus-menerus, sebuah transformasi yang membutuhkan kesungguhan dan kejujuran dari dalam diri kita.

Kata “tattaqun” adalah fiil mudlari, menunjukkan kebutuhan akan konteks aktual sebuah pekerjaan, sebuah perbuatan yang terus menerus kita lakukan. Sementara “muttaqun” sebagai kata benda mengindikasikan kemapanan, sebagai hasil dari proses tersebut.

Oleh karena itu, saudara-saudara, mari kita pahami bahwa ibadah puasa Ramadan bukanlah sekadar rutinitas atau identitas, tetapi sebuah perjalanan spiritual yang membutuhkan kesadaran, kejujuran, dan kesungguhan dari dalam diri kita. Marilah kita terus berusaha untuk meningkatkan takwa kita, untuk menjadi orang-orang yang senantiasa mendekatkan diri kepada-Nya dalam setiap langkah kehidupan kita.

Jamaah salat Jumat yang dimuliakan Allah,

Perlu kita pahami bahwa “tattaqun” bukanlah sekadar pangkat, gelar, atau identitas, yang mungkin lebih dekat dengan kata “muttaqun”. “Tattaqun” menuntut aktualitas riil dari sebuah perbuatan takwa, sebuah proses yang terus-menerus kita jalani dalam kehidupan sehari-hari.

Karenanya, bila selepas Ramadan tindak takwa tidak dilanjutkan, maka “la’allakum tattaqun” tidak akan didapat; sepadan dengan kembali ke kondisi sebelum Ramadan. Artinya, ibadah puasa Ramadan seharusnya tidak hanya menjadi puncak dari kebaikan kita, tetapi menjadi titik awal bagi sebuah perubahan yang berkelanjutan menuju kesadaran dan takwa yang lebih dalam.

Banyak di antara kita yang berbuat baik di bulan Ramadan, tetapi setelah bulan suci itu berakhir, tidak sedikit dari kaum muslimin kembali ke titik nol. Hal demikian menunjukkan bahwa kita belum meraih ketakwaan yang sejati. Orang yang benar-benar bertakwa memiliki perisai diri yang kokoh. Mereka tidak akan terjerumus dalam perbuatan korupsi, kekerasan, penyimpangan, atau segala bentuk kerusakan di muka bumi. Mereka tidak akan mencari keuntungan semata, tidak tamak, dan tidak menyia-nyiakan mandat rakyat. Mereka yang bertakwa senantiasa peka dan tidak buta-tuli terhadap derita orang lain. Mereka menjadi pribadi yang selalu waspada dan menjauhkan diri dari segala bentuk kemunkaran.

Jamaah salat Jumat yang dimuliakan Allah,

Jika puasa diproyeksikan untuk meraih derajat takwa, maka marilah kita jadikan puasa sebagai mi’raj ruhaniah, yakni proses naik tangga ruhani ke puncak tertinggi kualitas manusia utama. Puasa bukanlah sekadar menahan lapar dan haus, tetapi lebih dalam dari itu, puasa adalah sebuah proses pembentukan karakter dan kesadaran yang mengantar kita kepada ketakwaan yang sejati.

Marilah kita manfaatkan akhir dari bulan Ramadan ini sebagai peluang untuk melangkah lebih jauh dalam perjalanan spiritual kita, untuk menjadi manusia yang lebih baik tidak hanya di bulan Ramadan, tetapi sepanjang tahun. Marilah kita tetap teguh dalam menjaga perisai diri kita dari godaan dunia, dan terus berupaya menjadi hamba yang bertaqwa kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala.

Semoga Allah memberikan kita kekuatan dan petunjuk untuk terus meningkatkan kualitas iman dan ketakwaan kita, dan semoga puasa kita diterima-Nya sebagai amal yang ikhlas.

أَقُولُ قَوْ لِي هَذَا وَأَسْتَغْفِرُ اللهَ لِيْ وَلَكُمْ فَاسْتَغْفِرُوْهُ اِنَّهُ هُوَ الْغَفُورُ الرَّحِيْمُ

Khutbah II

اَلْحَمْدُ لِلّهِ رَبِّ الْعَالَمِيْنَ نَحْمَدُهُ وَنَسْتَعِيْنُهُ وَنَسْتَغْفِرُهُ وَنَتُوْبُ اِلَيْهِ وَنَعُوْذُ بِاللهِ مِنْ شُرُوْرِ اَنْفُسِنَا وَسَيِّئَاتِ اَعْمَالِنَا مَنْ يَهْدِ اللهُ فَلاَ مُضِلَّ لَهُ وَمَنْ يُضْلِلْ فَلاَ هَادِيَ لَهُ

اَشْهَدُ اَنْ لاَ اِلهَ اِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ وَاَشْهَدُ اَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ وَالصَّلاَةُ وَالسَّلاَمُ عَلَى نَبِيِّنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى اَلِهِ وَاَصْحَابِهِ وَمَنْ تَبِعَهُ اِلَى يَوْمِ الدِّيْنِ. اَمَّا بَعْدُ

 اَللّهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُسْلِمِيْنَ وَالْمُسْلِمَاتِ, وَالْمُؤْ مِنِيْنَ وَالْمُؤْ مِنَاتِ, اَلْاَحْيَاءِ مِنْهُمْ وَالْاَمْوَاتِ, اِنَّكَ سَمِيْعٌ قَرِيْبٌ مُجِيْبُ الدَّعَوَاتِ, يَا قَاضِىَ الْحَاجَاتِ, وَيَا كَافِىَ الْمُهِمَّاتِ

. اَللّهُمَّ اَرِنَا الْحَقَّ حَقًّا وَارْزُ قْنَا اتِّبَاعَةَ, وَاَرِنَا الْبَاطِلَ بَاطِلاً وَارْزُقْناَ اجْتِنَابَهُ

رَبَّنَا اتِنَا فِى الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِى الْاَخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ

. اِنَّ اللهَ يَاْمُرُ بِالْعَدْلِ وَالْاِحْسَانِ, اِيْتَاءِ ذِى الْقُرْبَى وَيَنْهَى عَنِ الْفَحْشَاءِ وَالْمُنْكَرِ وَالْبَغْىِ, يَعِظُكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُوْنَ

وَالْحَمْدُ ِللهِ رَبِّ الْعَالَمِيْنَ

MUHAMMADIYAH

Tiga Cara Selesaikan Masalah dalam Islam

Ustadz Atabik Luthfi menjelaskan ada tiga cara bagi umat muslim ketika ada permasalahan dalam hidup. Pertama yakni mengikhtiarkan apa yang sudah direncanakan sebelumnya.

Lebih lanjut ia menjelaskan, setiap permasalahan pasti akan ada seseorang yang membantu. Karena menurutnya, manusia diciptakan oleh Allah SWT sebagai makhluk sosial.

Yang terakhir, yakni serahkan semuanya kepada Allah SWT. Menurutnya terkadang umat muslim lupa akan kehadiran Allah SWT dalam hidupnya yan bisa membantu menyelesaikan permasalahan apapun.

Link Video: https://tv.republika.co.id/berita/sb7x5t418/tiga-cara-selesaikan-masalah-dalam-islam

Video Editor | Fian Firatmaja

Membeli Al-Quran Versi Palestina: Narasi Perjalanan Menuju Amal dan Ibadah

Di tengah kesibukan sehari-hari dan rutinitas yang tak pernah berhenti, seringkali kita mencari cara untuk bisa berkontribusi lebih bagi sesama. Ketika mendengar tentang Al-Quran versi Palestina, saya merasa inilah cara yang tepat untuk menggabungkan ibadah dan kepedulian sosial.

Al-Quran ini bukan hanya sebuah mushaf, tetapi juga sarana untuk membantu masyarakat Palestina yang sedang berjuang menghadapi berbagai tantangan.

Momen Pertama Kali Mendengar Tentang Inisiatif Ini

Suatu hari, saat scrolling media sosial, saya menemukan sebuah postingan tentang Al-Quran versi Palestina. Yang membuat saya tertarik adalah fakta bahwa 50% dari keuntungan penjualan Al-Quran ini didonasikan untuk masyarakat di Palestina. Rasa penasaran membawa saya untuk menggali lebih dalam. Saya menemukan bahwa inisiatif ini bertujuan untuk memberikan dukungan langsung bagi saudara-saudara kita di Palestina dalam bentuk bantuan kebutuhan pokok, kesehatan, pendidikan, dan pembangunan infrastruktur.

Al-Quran Berkualitas untuk Ibadah Harian

Tidak hanya itu, Al-Quran versi Palestina ini dicetak dengan kualitas terbaik. Saya melihat beberapa testimoni dari pembeli lain yang mengatakan bahwa kertasnya berkualitas tinggi, tinta yang digunakan jelas dan tahan lama, serta desainnya memudahkan dalam membaca dan mempelajari ayat-ayat suci. Sebagai seseorang yang rutin membaca Al-Quran, memiliki mushaf yang nyaman digunakan tentu menjadi nilai tambah yang besar.

Menggabungkan Ibadah dan Amal Sosial

Momen paling berkesan bagi saya adalah ketika menyadari bahwa dengan membeli Al-Quran ini, saya tidak hanya berinvestasi untuk kebutuhan spiritual saya sendiri, tetapi juga berkontribusi bagi kesejahteraan orang lain. Setiap kali membuka dan membaca Al-Quran tersebut, saya merasakan kedamaian karena mengetahui bahwa sebagian dari pembelian saya telah membantu seseorang di Palestina. Ini adalah bentuk amal jariyah yang pahalanya akan terus mengalir selama mushaf tersebut digunakan, baik oleh saya maupun oleh orang lain yang mungkin akan meminjamnya.

Menginspirasi Orang Lain

Saya pun tidak bisa menyimpan kebahagiaan ini sendiri. Saya mulai bercerita kepada keluarga dan teman-teman tentang inisiatif ini. Banyak dari mereka yang tertarik dan mulai mencari tahu lebih lanjut. Beberapa bahkan langsung membeli Al-Quran versi Palestina tersebut. Melihat respon positif dari orang-orang di sekitar saya, saya merasa bahwa kita bersama-sama bisa membuat perubahan yang lebih besar. Inisiatif ini bukan hanya tentang membeli sebuah kitab suci, tetapi juga tentang meningkatkan kesadaran dan kepedulian sosial di komunitas kita.

Berkontribusi pada Ekonomi Berkelanjutan

Salah satu hal yang juga penting adalah memahami bahwa setiap pembelian ini membantu mengembangkan ekonomi berkelanjutan. Dengan mendukung produk yang memberikan kembali kepada masyarakat, kita membantu menciptakan model bisnis yang adil dan peduli terhadap kesejahteraan sosial. Ini adalah langkah kecil namun berarti menuju ekonomi yang lebih adil dan berkelanjutan.

Kesimpulan: Sebuah Langkah Kecil, Dampak Besar

Membeli Al-Quran versi Palestina ternyata menjadi sebuah perjalanan yang lebih dari sekadar memiliki mushaf baru. Ini adalah perjalanan menuju amal dan ibadah yang lebih bermakna. Dengan 50% keuntungan didonasikan untuk masyarakat di Palestina, saya merasa bahwa langkah kecil ini memiliki dampak yang besar. Setiap halaman yang saya baca bukan hanya mendekatkan diri kepada Allah, tetapi juga memberikan harapan dan dukungan bagi mereka yang membutuhkan.

Melalui inisiatif ini, saya belajar bahwa ibadah dan amal sosial bisa berjalan beriringan, membawa berkah tidak hanya bagi diri sendiri, tetapi juga bagi sesama. Dan mungkin, dengan menceritakan kisah ini, lebih banyak orang akan terinspirasi untuk mengambil langkah yang sama, menggabungkan ibadah dengan amal, dan membuat dunia ini sedikit lebih baik.