Isra dan Mikraj Bersama Nabi: Menyebar Toleransi Agama

Saban tahun, setiap tanggal 27 Rajab umat Islam memperingati peristiwa Isra dan Mikraj Nabi Muhammad SAW. Pelbagai cara pun dilakukan umat Islam untuk merayakan euforia perjalanan spritual Nabi tersebut.

Ada yang  merayakan Isra dan Mikraj dengan mendengar ceramah di masjid. Rutinitas ini jamak dilaksanakan umat Islam di Indonesia. Ada juga yang menyambut Isra dan Mikraj dengan sedekah. Ada juga dengan napak tilas kisah hidup Nabi. Pelbagai ekspresi itu ghalib kita jumpai di Nusantara.

Syahdan, Isra dan Mikraj merujuk pada peristiwa supranatural Muhammad tahun 620-621 M (setahun sebelum hijrah). Isra adalah perjalanan nabi Muhammad dari Masjid Haram di Mekah, menuju Masjid Aqsa di Jerusalem. Ada pun Mikraj, naiknya Nabi ke langit hingga ke Sidaratul Muntaha. Perjalanan yang di luar nalar itu terjadi dalam satu malam. Tepatnya tanggal 27 Rajab.

Perjalanan supranatural itu mendapat pelbagai respons dari dulu hingga kini. Perdebatan alot itu masih terus membayangi seputar peristiwa Isra dan Mikraj itu. Berkelindan hingga pelbagai kubu; ada yang percaya. Ada yang menganggap Isra dan Mikraj hanya perjalanan ruh Nabi. Tetapi, tak sedikit yang mengingkari. Menganggap itu perjalan halu.

Ketimbang terjebak dalam bayangan perdebatan tiada henti, seyogianya kita kaji lebih jauh peristiwa Isra dan Mikraj dari kacamata sosial. Peristiwa itu hendaknya dianalisis menggunakan pisau analisis sosiologi. Tak dapat dipungkiri, peritiwa bernas itu menjadi modal penting Nabi dalam dalam perjalanan kariernya ke depan; baik sebagai seorang Nabi, maupun tokoh pemimpin sebuah negara.

Sebuah anekdot tak terpisah dari perjalanan Isra dan Mikraj, adalah interaksi Nabi Muhammad dengan agama samawi. Sejak awal, agama monoteis, merupakan dimensi yang selalu eksis membersamai Nabi dalam perjalanan supranaturalnya. Eksistensi Isra dan Mikraj adalah interaksi Nabi Muhammad dengan  agama monoteisme terdahulu; Yahudi, Nasrani, dan Bapak agama Motheisme (Ibrahim).

Interaksi telah dimulai sejak Isra yakni perjalanan Nabi dari kota Mekah menuju Yerusalem. Menurut, syeikh Muhammad Rawas Qal’ah dalam buku Dirasatun Tahliliyatun li syahshiyati Rasuli Muhammad; Min Khilali Siratihi asy Syarifah, mengatakan sebelum Isra dan Mikraj, bahkan sebelum Islam datang, kepemimpinan dunia di bawah kendali Bani Israil. Hukum syariat yang bersumber dari Tuhan yang mewarisi adalah Bani Israel, yakni agama Yahudi dan Kristen.

Perjalanan Isra ke Yerusalem merupakan suatu upaya rekonsilasi Nabi terhadap dua agama monoteis sebelumnya. Yerusalem merupakan kota Suci; bagi Yahudi dan Kristen. Bagi mereka, Yerusalem adalah simbol sakral agama mereka.

Nah, perjalanan Isra ke Yerusalem, sejatinya  mempunyai misi untuk menegaskan eksistensi agama Islam. Agama yang dibawa Muhammad itu tak ujuk-ujuk lahir. Bukan pula ajaran hasil rekaan Muhammad, sebagaimana tuduhan kaum pagan Quraisy. Agama Muhammad, punya akar sejarah yang panjang dengan agama sebelumnya, yakni yahudi dan Kristen.  Pendeknya, perjalanan ini untuk menegasikan tuduhan miring kaum pagan terhadap Islam dan Muhammad kala itu.

Sayyid Qutb dalam  kitab Fi Zilal al-Qur’an,  menilai bahwa perjalanan Muhammad dari Masjid Haram (Mekah) menuju Masjid Aqsa (Yerusalem) sejatinya merupakan upaya Nabi Muhammad untuk menghubungkan doktrin-doktrin agung tauhid yang bersumber dari Ibrahim lantas diturunkan kepada Ismail dan Yaqub. Dalam perjalanan ini, Nabi Muhammad mendaku diri sebagai pewaris agama monoteisme selanjutnya.

Dalam sejarah agama monoteisme, peran Ismail dan Ishaq tak bisa dinafikan. Kedua putra Ibrahim itu adalah aktor utama dari lahirnya agama monoteis. Dari rahim Ishaq, lahir dua agama besar, yakni yahudi yang dibawa Musa.  Dan kemudian agama Kristen, dibawa oleh Yesus (Isa). Dari rahim Ismail, muncul agama Islam yang dibawa Muhammad. Agama monoteisme ini berpisah jauh, baik secara geografi, kebudayaan, bahasa, dan budaya. Meski demikian, punya akar sejarah yang sama, dari bapak monoteisme Ibrahim. Upaya itulah yang dilakukan Muhammad dalam peristiwa Isra ke Yerusalem.

Penting untuk menjadi catatan, sebelum perjalanan Isra, upaya rekonsiliasi ini telah Nabi lakukan, yakni dengan menjadikan Baitul Maqdis (Masjid Aqsa/Yerusalem) sebagai kiblat. Rasulullah menurut, Ibn hajar dalam kitab Fathul Bari, Jilid I, menjadikan Yerusalem sebagai kiblat selama 16 bulan (baca: riwayat lain 17 bulan).

Mikraj Nabi Muhammad; Berdialog dengan Isa, Musa, dan Ibrahim

Pun dalam Mikraj, interaksi dengan pelopor agama monoteisme terus berlanjut. Jika dalam peristiwa Isra, Nabi hanya mengunjungi situs berupa tempat yang dianggap sakral agama Kristen dan Yahudi, sebaliknya dalam Mikraj, Nabi langsung berinteraksi dengan para pembawa agama monoteisme itu.

Alkisah, ketika Mikraj di langit kedua, Nabi Muhammad di sambut oleh nabi Isa. Dalam sebuah hadis riwayat Imam Bukhari nomor 336, dikisahkan pertemuan Nabi Muhammad dengan Yesus (Isa).

 ثُمَّ مَرَرْتُ بِعِيسَى فَقَالَ مَرْحَبًا بِالْأَخِ الصَّالِحِ وَالنَّبِيِّ الصَّالِحِ قُلْتُ مَنْ هَذَا قَالَ هَذَا عِيسَى

Artinya; Kemudian daku berjalan dan bersua dengan Isa. Seketika Ia berkata; ‘Selamat datang saudara yang saleh dan nabi yang shaleh’. “Aku pun bertanya kepada Jibril; ‘Siapa ini?’ ‘Ini adalah Isa’, jawab Jibril.

Dalam dialog ini, terlihat keakraban Muhammad dan nabi Isa. Pemilihan diksi yang baik dan bersahaja. Dalam hadis riwayat Bukhari tersebut, Rasul menuturkan, bahwa diksi yang pakai Isa  dalam menyapanya adalah “saudara ku”. Kata ini seolah mengindikasikan sebuah persahabatan dan persaudaraan yang dekat.

Diksi kedua yang dipakai Isa dalam berdialog dengan Muhammad adalah “Nabi”. Pemilihan diksi ini sejatinya untuk mengakui eksistensi Muhammad sebagai Rasul dan Nabi yang diutus Allah, sebagai Nabi penutup.

Interaksi Muhammad dan Isa yang penuh keakraban sejatinya menguatkan hubungan keduanya. Terlepas dari ajaran agama yang mereka bawa, keduanya adalah utusan Tuhan yang mengajarkan “Saleh” kebaikan. Kata inilah yang dipakai Isa dalam menyapa Muhammad. Kebaikan sejatinya inti ajaran monoteisme.

Alkisah selanjutnya, Nabi Muhammad pun bertemu dengan bapak agama Yahudi, yakni Nabi Musa. Perjumpaan antara Muhammad dan Musa digambarkan oleh hadis riwayat Imam Bukhari;

Berikut dialognya;

 ثُمَّ مَرَرْتُ بِمُوسَى فَقَالَ مَرْحَبًا بِالنَّبِيِّ الصَّالِحِ وَالْأَخِ الصَّالِحِ قُلْتُ مَنْ هَذَا قَالَ هَذَا مُوسَى

artinya; kemudian aku berjumpa dengan Musa, Ia berkata; “Selamat datang nabi yang saleh dan Nabi yang saleh”, maka aku tanya Jibril; “Siapa ini”, Jibril menjawab; “Ini adalah Musa”.

Dalam dialog ini, tampak tak jauh berbeda dengan interaksi dengan Isa. Term “saudara, Nabi, dan baik perangai (saleh)” masih dipakai Nabi dalam  menggambarkan dialog tersebut. Tetapi ada tambahan kisah, tatkala Rasul menerima perintah shalat dari Allah.

Anas bin Malik menceritakan;

وَأَنَسُ بْنُ مَالِكٍ قَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَفَرَضَ اللَّهُ عَزَّ وَجَلَّ عَلَى أُمَّتِي خَمْسِينَ صَلَاةً فَرَجَعْتُ بِذَلِكَ حَتَّى مَرَرْتُ عَلَى مُوسَى فَقَالَ مَا فَرَضَ اللَّهُ لَكَ عَلَى أُمَّتِكَ قُلْتُ فَرَضَ خَمْسِينَ صَلَاةً قَالَ فَارْجِعْ إِلَى رَبِّكَ فَإِنَّ أُمَّتَكَ لَا تُطِيقُ ذَلِكَ

Artinya; Anas bin Malik menyebutkan, “Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Kemudian Allah ‘azza wajalla mewajibkan kepada ummatku shalat sebanyak lima puluh kali. Maka aku pergi membawa perintah itu hingga aku berjumpa dengan Musa, lalu ia bertanya, ‘Apa yang Allah perintahkan buat umatmu? ‘ Aku jawab: ‘Shalat lima puluh kali.’ Lalu dia berkata, ‘Kembalilah kepada Rabbmu, karena umatmu tidak akan sanggup!

Dalam hadis ini terlihat keakraban antara Muhamad dan Musa. Dalam interaksi ini, Musa memberikan masukan sangat berharga bagi Muhammad. Ia memberikan nasihat,  yang berangkat dari pengalaman sebagai utusan Allah. Berkat nasihat Musa, bilangan shalat yang awal sebanyak 50 rakaat, kini tinggal 5 rakaat.

Pun dalam Mikraj, Nabi bersua juga dengan nenek moyang agama semitik, sang kekasih Allah, Nabi Ibrahim.

ثُمَّ مَرَرْتُ بِإِبْرَاهِيمَ فَقَالَ مَرْحَبًا بِالنَّبِيِّ الصَّالِحِ وَالِابْنِ الصَّالِحِ قُلْتُ مَنْ هَذَا قَالَ هَذَا إِبْرَاهِيمُ

Artinya; aku pun berjumpa dengan Ibrahim. Ketika itu Ibrahim menyambut, “Selamat datang wahai Nabi yang saleh dan anak yang saleh”, maka aku bertanya siapa ini? Jibril menjawab “Ini adalah Ibrahim”.

Dalam interaksi ini, Nabi Muhammad disapa Ibrahim dengan sapaan cinta “anak  yang saleh“. Ungkapan cinta kakek buyut kepada cicit tersayang.

Dengan demikian, perjalanan Isra dan Mikraj sejatinya upaya konsolidasi antara Muhammad dan agama monoteisme lain. Perjalanan Muhammad ke Yerusalem, berjumpa dengan Isa, Musa,dan Ibrahim semakin mengindikasikan bahwa perjalanan ini adalah mempererat persaudaraan antar agama monoteis.

Tiga agama ini sejatinya dari rumpun yang satu, yakni Ibrahim. Peristiwa Isra dan Mikraj menjadi modal dasar Nabi dalam perjalanan dakwahnya ke depan. Ia sadar, bahwa antara Islam, Yahudi, dan Kristen adalah agama serumpun. Peran para aktor utama dari agama monoteis itu sangat kentara dalam peristiwa Isra dan Mikraj.

Interaksi  Nabi dengan Yahudi dan Kristen di Madinah

Setahun setelah Isra dan Mikraj berlangsung, Nabi Muhammad pun hijrah ke Madinah (Yasrib). Tapi tampaknya bekas Isra dan mikraj, masih kental dalam pelbagai kebijakan beliau. Di Madinah, interaksi Muhammad dan komunitas Yahudi dan Kristen kian intens.

Di Madinah nabi menjaga hubungan baik dengan dua agama tersebut. Dalam jurnal  Interaksi Nabi Muhammad dengan Yahudi dan Kristenyang ditulis oleh Muhammad Rifki Fatkhi, tatkala  memimpin Madinah, Nabi Muhammad menjamin  kebebasan  memeluk  agama dan melaksanakan  ajaran agama setiap individu. Ada kisah menarik terkait interaksi Nabi dan Kristen di Madinah.

Dengan mengutip kitab Ibn  Hisyām, al-Sīrah  al-Nabawīyah dan karya Ibn Katsir Al-Bidayah wa Nihayah, Rifki Muhammad Fathki menjelaskan bahwa suatu waktu Muḥammad  mengizinkan umat Nasrani untuk beribadah di dalam masjid.

Syahdan, ketika itu ada kunjungan 60 orang tokoh  agama  Kristen dari  Najran ke  Madinah. Kepala rombongan mereka ada tiga orang yakni, ‘Āqib ‘Abd al- Masih, al-Ayham, dan  seorang Uskup Agung bernama Abu Haritsah ibn  ‘Alqamah. Abu  Ḥaritsah kemudian yang ditunjuk sebagai juru bicara dari rombongan Najrān tersebut.

Ketika tiba Madinah, kelompok Kristen Najran itu langsung menuju Masjid (baca: ketika itu masjid berfungsi sebagai tempat menyambut delegasi dan tamu). Setelah waktu ashar, Kristen Najran ini langsung melaksanakan kebaktian, dengan menghadap ke Timur. Melihat fenomena itu Nabi Muhammad berkata pada sahabatnya; “Biarkan mereka”.

Demikianlah penjelasan Isra dan Mikraj bersama Nabi: menyebar toleransi Agama.

BINCANG SYARIAH

Isra Miraj di Tengah Corona, MUI: Shalat Disiplinkan Diri

MUI menyatakan tuntunan shalat ajarkan displin hidup bersih.

Majelis Ulama Indonesia (MUI) menyampaikan pesan Isra Miraj bertepatan Ahad (22/3), di tengah kondisi mewabahnya virus corona atau Covid-19. MUI mengajak semua umat Islam lebih mendekatkan diri kepada Allah SWT dan berdoa supaya musibah yang menimpa bangsa ini segera berlalu.

“Di tengah suasana musibah yang melanda dunia dengan merebaknya virus corona marilah kita semuanya lebih mendekatkan diri kepada Allah SWT, melakukan muhasabah dengan memperbanyak zikir, memohon ampunan atau istighfar kepada Allah dan berdoa semoga musibah yang melanda bangsa Indonesia dan seluruh warga dunia segera berlalu,” kata Wakil Ketua Umum MUI, KH Zainut Tauhid Sa’adi kepada Republika.co.id, Ahad (22/3).

Kiai  Zainut mengatakan, salah satu hikmah memperingati Isra Miraj adalah anjuran untuk mengimplementasikan nilai-nilai ibadah shalat dalam kehidupan sehari-hari. Ibadah shalat menempati posisi yang sangat utama dalam ajaran Islam. 

Dalam hadits, shalat diibaratkan sebagai tiang agama dan dapat mencegah dari perbuatan keji dan mungkar. Shalat juga dapat mendidik seorang Muslim menjadi pribadi yang bersih, jujur, sabar, dan disiplin.  

Dalam konteks menghadapi wabah virus corona, MUI mengajak umat Islam menjadikan nilai-nilai ajaran shalat sebagai bekal untuk menanggulangi wabah virus corona. 

Shalat melatih diri untuk sabar dan disiplin dalam melakukan gerakan kampanye serta edukasi kepada masyarakat melalui pembiasaan hidup sehat.

“Pembiasaan hidup sehat bisa melalui perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS), dan disiplin melakukan social distancing agar dapat menghambat penularan virus corona,” ujarnya.

Kiai Zainut menyampaikan, melalui peringatan Isra Miraj, MUI mengajak seluruh rakyat Indonesia untuk menggalang solidaritas nasional, menumbuhkan sikap empati, dan kepekaan perasaan terhadap musibah ini. 

Dia menyebutkan, caranya dengan saling membantu, saling menolong, bekerja sama, dan bahu membahu mengatasi musibah ini dengan penuh kesadaran dan tanggung jawab, bukan dengan saling menyalahkan dan saling menghujat. 

Dia mengingatkan bahwa musibah wabah corona ini bukan menjadi tanggung jawab pemerintah semata, tetapi tanggung jawab bersama. Maka MUI mengimbau kepada para ulama, kiai, habib, tuan guru, dan lainnya untuk ikut mendukung kebijakan pemerintah dalam mengatasi musibah virus corona. 

Melalui hikmah Isra Miraj, kata dia, diharapkan dapat memberikan pesan agama kepada masyarakat dengan narasi yang positif dan edukatif. Sebaliknya tidak menyampaikan pesan agama yang dapat menimbulkan kontroversi dan kontra produktif. 

“Semoga Allah SWT melindungi bangsa Indonesia dengan segera mengangkat musibah yang sangat berat ini,” kata Wakil Menteri Agama ini.

KHAZANAH REPUBLIKA

4 Pelajaran yang Dapat Diambil dari Isra Miraj

Muslim dapat mengambil empat pelajaran dari Isra Miraj

Setiap bulan Rajab, umat Islam memperingati Isra Miraj atau perjalanan Nabi Muhammad yang ditempuh dalam waktu semalaman. Perjalanan tersebut dimulai dari Masjidil Haram ke Masjidil Aqsa. Kemudian lanjut dari bumi menuju langit ke tujuh dan Sidratul Muntaha. Dari perjalanan Rasulullah, para Muslim dapat mengambil empat pelajaran yang dilansir About Islam Selasa (9/3)

1. Melalui tes sulit
Di awal tahun kenabian, Rasulullah mengalami kerugian yang sangat besar. Dia kehilangan paman tercintanya, Abu Thalib yang merupakan pelindung utama umat Islam. Selain itu, dia juga kehilangan sang istri, Khadijah di tahun yang sama. Tragedi yang menimpa Rasulullah tak hanya berhenti di sana. Harapan Nabi hancur setelah dia dilempari batu di jalanan Ta’if.

Namun, dari pengalaman tersebut, sesuai janji Allah dengan kesulitan datang kemudahan. Kemudahan datang dalam bentuk perjalanan ajaib yang ditemani oleh malaikat Jibril ke tujuh langit tidak lama setelah Tahun Kesedihan.

2. Motivasi dari rekan
Selama perjalanan, Rasulullah bertemu dengan nabi lain, yaitu Adam, Isa, Yusuf, Musa, dan Ibrahim. Dengan bertemu mereka, Rasulullah mendapat dukungan dan motivasi.

Sebagaimana Nabi dapat bersandar pada mereka yang memiliki misi yang sama untuk mendapatkan dukungan, kita dapat melakukan hal yang sama. Dikelilingi dengan rekan dan memiliki hubungan sehat dan suportif merupakan hal penting. Persahabatan bisa memperkuat iman Anda.

3. Shalat adalah obat
Nabi mengalami banyak hal dalam perjalanannya. Dia bertemu para nabi dan malaikat, melihat taman Jannah dan api Jahannam. Namun, setelah Isra Miraj, dia membawa satu hadiah, yakni perintah shalat.

Shalat adalah obat dan perwujudan terakhir dari perdamaian. Jadi, ketika Anda memasuki Tahun Duka Anda baik pendek atau panjang, perlakukan shalat seperti obat.

Kita seharusnya tidak melakukan shalat wajib. Shalat tengah malam pun atau tahajud perlu dilakukan. Tengah malam adalah waktu yang memiliki keberkahan luar biasa. Shalat tahajud kita lakukan untuk menyenangkan Allah.

4. Setia pada iman Anda
Ketika Rasulullah kembali ke Makkah dan menggambarkan perjalanannya, kaum Quraisy mengejeknya tanpa henti. Mereka memberitahu Abu Bakar tentang perjalanan Nabi dengan maksud untuk menggoyahkan keyakinannya.

Abu Bakar berkata, “Apa yang begitu mengejutkan? Saya percaya padanya ketika dia mengatakan sesuatu yang bahkan lebih tidak bisa dimengerti. Dia bilang dia menerima wahyu dari Tuhan dan saya percaya dia.”

Dengan keyakinan, Allah memberi Anda kekuatan untuk mengatasi kesulitan. Keyakinan akan menenangkan kecemasan kita. Itu menanamkan dalam diri untuk melakukan tindakan yang menyenangkan Allah seperti berbicara kebenaran, berdoa, beribadah, dan mengenakan pakaian sopan.

KHAZANAH REPUBLIKA

Hamba, di antara Dosa dan Ampunan

Adakah yang bisa menjamin dirinya terlepas dari dosa dalam sehari saja? Mulai dari dosa yang muncul dari mata, telinga, mulut, tangan, kaki, badan, hingga hati yang senantiasa berjibaku dengan nafsu dan godaan setan al-rajīm. Nafsu dan godaan setan merupakan tantangan yang niscaya dihadapi bagi setiap anak Adam. Apabila ia sanggup menahan dan mengendalikan setiap keinginan hawa nafsu dan godaan setan, tentu ia akan menang dan memperoleh pahala di sisi Allah. Namun, jika ia kalah dan terjerumus hingga menjadi budak hawa nafsu dan menuruti godaan setan, maka dosa akan menyelimutinya. Rasulullah ṣallā al-lāhu ‘alaihi wa sallam bersabda :

كُلُّ بَنِي آدَمَ خَطَّاءٌ وَخَيْرُ الْخَطَّائِيْنَ التَّوَّابُوْنَ.

 “Setiap anak Adam pasti berbuat salah dan sebaik-baik orang yang berbuat kesalahan adalah yang bertaubat”. (HR Tirmiżi 2499, Ṣahih al-Targīb 3139)

Hadis ini menggambarkan bagaimana kesalahan (dosa) merupakan perkara yang tidak terlepas dari diri manusia. Akan tetapi, Allah Taala memberikan solusi dan jalan keluar bagi hamba-Nya yang berbuat kesalahan yaitu bertaubat dan memohon ampunan kepada-Nya.

Dalam sebuah Hadis Qudsi Allah Taala berfirman:

 يَا عِبَادِي إِنَّكُمْ تُخْطِئُوْنَ بِاللَّيْلِ وَالنَّهَارِ وَأَناَ أَغْفِرُ الذُّنُوْبَ جَمِيْعاً، فَاسْتَغْفِرُوْنِي أَغْفِرْ لَكُمْ

 “Wahai hamba-Ku, sesungguhnya kalian semuanya melakukan dosa pada malam dan siang hari padahal Aku maha mengampuni dosa semuanya, maka mintalah ampun kepada-Ku niscaya akan Aku ampuni kalian.” (HR. Muslim)

Senada dengan hadis sebelumnya, hadis qudsi ini  menggambarkan betapa lemahnya sebagian besar manusia dalam menghadapi setiap dorongan syahwat dan godaan setan sehingga kencenderungannya terhadap kesalahan dan dosa begitu tinggi. Karenanya, Allah Taala membuka lebar pintu ampunan-Nya setiap saat bagi hamba-Nya yang ingin bertaubat.

Pemahaman yang Keliru

“Tenang saja, Allah Maha Pengampun”. Kata hati berbisik saat hendak berbuat dosa.

Pengetahuan tentang pengampunan Allah Yang Maha Luas kadangkala disalahartikan oleh sebagian manusia sehingga melakukan dosa-dosa dengan mudahnya disebabkan keyakinannya bahwa Allah akan mengampuni perbuatannya itu.

Terdapat dua kelompok manusia dalam menyikapi dosa dan maksiatnya kepada Allah.

Pertama, Orang awam. Ia tidak mengetahui banyak tentang dalil-dalil yang umum diketahui bahwa Allah maha mengampuni dosa-dosa hamba-Nya. Dengan demikian, ia berputus asa terhadap dosa yang telah ia lakukan. Tidak ada tekad untuk kembali bertaubat bahkan ia semakin dalam terjerumus ke dalam dosa yang lebih parah –wal ‘iyāżu billāh-. Oleh karenanya, mempelajari ilmu agama amatlah penting bagi setiap hamba Allah sebagaimana sabda Rasulullah ṣallā al-lāhu ‘alaihi wa sallam :

 طَلَبُ الْعِلْمِ فَرِيْضَةٌ عَلَى كُلِّ مُسْلِمٍ

 “Menuntut ilmu itu wajib atas setiap Muslim” (HR. Ibnu Majah)

Dengan mengetahui ilmu agama, seorang hamba memperoleh jalan yang terang untuk menuju Allah. Setiap tantangan duniawi maupun ukhrawi dapat ia hadapi dengan berpedoman pada ilmu yang telah Allah Taala ajarkan melalui Rasul-Nya ṣallā al-lāhu ‘alaihi wa sallam. Setiap ia melakukan kekeliruan berupa dosa dan maksiat, ia segera sadar dan kembali mengingat hakikat penciptaan dirinya kemudian bertekad untuk tidak mengulangi dosa tersebut dan memperbaikinya dengan amalan saleh.

Kedua, Orang yang mengerti namun salah arti. Dalil-dalil yang menjelaskan luasnya ampunan Allah Taala tentu saja diperuntukkan bagi hamba-hambaNya yang ingin kembali ke jalan yang benar dengan bertaubat dengan taubatan naṣuhā. Bukan pula maksud dalil tersebut sebagai alasan bagi pelaku maksiat untuk kembali ke dalam kubangan dosa sebab keyakinannya bahwa Allah Maha Pengampun.

Bukankah banyak kisah nyata yang kita saksikan seorang yang dikenal saleh sepanjang hidupnya namun berakhir tragis di akhir hayatnya dengan kematian yang sū’ulkhātimah . Rasulullah ṣallā al-lāhu ‘alaihi wa sallam bersabda :

إِنَّ أَحَدَكُمْ لَيَعْمَلُ بِعَمَلِ أَهْلِ الْجَنَّةِ حَتَّى مَا يَكُوْنُ بَيْنَهُ وَبَيْنَهَا إِلاَّ ذِرَاعٌ فَيَسْبِقُ عَلَيْهِ الْكِتَابُ فَيَعْمَلُ بِعَمَلِ أَهْلِ النَّارِ فَيَدْخُلُهَا

 “..Sesungguhnya di antara kalian ada yang melakukan perbuatan ahli surga hingga jarak antara dirinya dan surga tinggal sehasta akan tetapi telah ditetapkan baginya ketentuan, dia melakukan perbuatan ahli neraka maka masuklah dia ke dalam neraka..” (HR. Bukhari dan Muslim)

Bagaimana jika saat orang tersebut sedang melakukan kemaksiatan tiba-tiba malakulmaut datang menjemputnya? Bukankah setiap amalan seorang hamba tergantung pada akhirnya? Rasulullah ṣallā al-lāhu ‘alaihi wa sallam bersabda :

 وَإِنَّمَا الأَعْمَالُ بِالْخَوَاتِيمِ

 “Sesungguhnya setiap amalan tergantung pada akhirnya.” (HR. Bukhari)

Allah Taala  tidak sesaat pun lalai dari pada perbuatan orang-orang yang berbuat maksiat kepada-Nya sebagaimana firman-Nya:

 وَلَا تَحْسَبَنَّ اللَّهَ غَافِلًا عَمَّا يَعْمَلُ الظَّالِمُونَ

 “ Dan janganlah sekali-kali engkau (Muhammad ) mengira, bahwa Allah lalai dari apa yang diperbuat oleh orang-orang yang zalim…..”  (QS. Ibrahim : 42)

Menggapai Ampunan Allah dengan amalan penghapus dosa

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullāh menyimpulkan tiga hal yang dapat menghapus dosa seorang hamba, yaitu : Taubat, Istigfar dan Amal Saleh. (Lihat Kitab Al-Waṣiyyah Al-Sugrā, Hlm. 31-32)

Mengenai Amal saleh yang dapat menghapus dosa, Allah Taala berfirman :

 إِنَّ الْحَسَنَاتِ يُذْهِبْنَ السَّيِّئَاتِ ۚ ذَٰلِكَ ذِكْرَىٰ لِلذَّاكِرِينَ

 “Sesungguhnya perbuatan-perbuatan baik itu menghapus kesalahan-kesalahan. Itulah peringatan bagi orang-orang yang selalu mengingat (Allah)” (QS. Hud: 114).

Rasulullah ṣallā al-lāhu ‘alaihi wa sallam  bersabda :

 وأتبع السيئة الحسنة تمحها

 “ Iringilah perbuatan dosa dengan amal kebaikan, karena kebaikan itu dapat menghapusnya “.(HR. Ahmad dan al-Tirmiżi)

Dan banyak dalil-dalil sahih lainnya yang menyatakan jaminan ampunan dari Allah Taala atas hamba-Nya yang bertaubat memohon ampunan-Nya.

Apabila kita merenungi aktivitas kita setiap hari, maka banyak sekali celah untuk melakukan amal saleh yang dapat menghapus dosa dan mendapatkan ampunan Allah Taala.

Amalan Harian Penghapus Dosa

  1. Saat hendak tidur

Dari Abu Hurairah raḍiya al-lāhu ‘anhu, Rasulullah ṣallā al-lāhu ‘alaihi wa sallam bersabda,

 مَنْ قَالَ حِينَ يَأْوِيْ إِلىَ فِرَاشِهِ: لَا إِلٰهَ إِلَّا اللهُ، وَحْدَه ُلَا شَرِيْكَ لَهُ، لَهُ الْمُلْكُ، وَلَهُ الْحَمْدُ، وَهُوَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيرٌ، وَلَا حَوْلَ وَلَا قُوَّةَ إِلَّا بِاللهِ، سُبْحَانَ اللهِ، وَالحَمْدُ للهِ ، وَلَا إِلٰهَ إِلَّا اللهُ، وَاللهُ أَكْبَرُ. غُفِرَتْ لَهُ ذُنُوْبُهُ – أَوْ قَالَ: خَطَايَاه، شكَّ مِسْعَرٌ – وَإِن ْكَانَتْ مِثْلَ زَبَدِ البَحْر)

 “Barangsiapa hendak menuju kasurnya, dan mengucapkan ‘lā ilāha illā al-lāh wahdahū lā syarīkalahū lahul mulku wa lahul hamdu wa huwa ‘alā kulli syai’in qadīr, subhanalāh, wa al-hamdulillāh, wa lā ilāha illā al-lāh wa al-lāhu akbar’, maka Allah ampuni dosa-dosanya meskipun sebanyak buih lautan di dunia ini.” (HR. Ibnu Hibban, Ibnus Sunni)

  1. Ketika terbangun di malam hari

 عن عبادة بن الصامت رضي الله عنه عن النبي صلى الله عليه وسلم قال من تعار من الليل فقال : لا إله إلا الله وحده لا شريك له له الملك وله الحمد وهو على كل شيء قدير الحمد لله وسبحان الله ولا إله إلا الله والله أكبر ولا حول ولا قوة إلا بالله ، ثم قال اللهم اغفر لي أو دعا استجيب له فإن توضأ ثم صلى قبلت صلاته

رواه البخاري وأبو داود والترمذي والنسائي وابن ماجه

 Dari ‘Ubadah bin Ash-Shamit raḍiya al-lāhu ‘anhu dari Nabi ṣallā al-lāhu ‘alaihi wa sallam; beliau bersabda, “Barang siapa yang terbangun dari tidurnya pada malam hari, kemudian dia mengucapkan, ‘lā ilāha illā al-lāh wahdahū lā syarīkalahū lahul mulku wa lahul hamdu wa huwa ‘alā kulli syai’in qadīr, al-hamdulillāh wa subhanalāh wa lā ilāha illā al-lāh wa al-lāhu akbar, wa lā haula wa lā quwwata illā billāh kemudian dia berkata ‘Ya Allah, ampunilah aku’ atau dia memanjatkan doa, hal tersebut (istigfar maupun doa itu) akan dikabulkan. Kemudian jika dia berwudu lalu mendirikan salat, maka salatnya tersebut akan diterima (di sisi Allah).” (Hadis sahih; riwayat Al-Bukhari, Abu Daud, Al-Tirmiżi, Al-Nasa’i, dan Ibnu Majah; lihat Ṣahih Al-Targīb wa Al-Tarhīb, 1:149

  1. Langkah Kaki Menuju Masjid

Dari Abu Hurairah raḍiya al-lāhu ‘anhu, Rasulullah ṣallā al-lāhu ‘alaihi wa sallam bersabda,

مَنْ تَطَهَّرَ فِى بَيْتِهِ ثُمَّ مَشَى إِلَى بَيْتٍ مِنْ بُيُوتِ اللَّهِ لِيَقْضِىَ فَرِيضَةً مِنْ فَرَائِضِ اللَّهِ كَانَتْ خَطْوَتَاهُ إِحْدَاهُمَا تَحُطُّ خَطِيئَةً وَالأُخْرَى تَرْفَعُ دَرَجَةً

 “Barangsiapa bersuci di rumahnya lalu dia berjalan menuju salah satu dari rumah Allah (yaitu masjid) untuk menunaikan kewajiban dari kewajiban-kewajiban yang telah Allah wajibkan, maka salah satu langkah kakinya akan menghapuskan dosa dan langkah kaki lainnya akan meninggikan derajatnya.” (HR. Muslim, no. 666)

  1. Menyempurnakan Wudhu

Dari Abu Hurairah raḍiya al-lāhu ‘anhu, Rasulullah ṣallā al-lāhu ‘alaihi wa sallam bersabda,

 «أَلَا أَدُلُّكُمْ عَلَى مَا يَمْحُو اللهُ بِهِ الْخَطَايَا، وَيَرْفَعُ بِهِ الدَّرَجَاتِ؟» قَالُوا بَلَى يَا رَسُولَ اللهِ قَالَ: «إِسْبَاغُ الْوُضُوءِ عَلَى الْمَكَارِهِ، وَكَثْرَةُ الْخُطَا إِلَى الْمَسَاجِدِ، وَانْتِظَارُ الصَّلَاةِ بَعْدَ الصَّلَاةِ، فَذَلِكُمُ الرِّبَاطُ»

 “Maukah kalian aku tunjukkan kepada suatu amal yang dengan amal tersebut Allah dapat menghapus kesalahan (dosa) dan meninggikan derajat?” Para sahabat menjawab,”Ya, wahai Rasulullah.” Rasulullah bersabda,”(Yaitu) menyempurnakan wudhu dalam kondisi sulit, banyaknya langkah menuju masjid, menunggu salat setelah mendirikan salat. Itulah kebaikan (yang banyak).” (HR. Muslim no. 251)

  1. Melaksanakan Shalat Lima Waktu

Dari sahabat Abu Hurairah raḍiya al-lāhu ‘anhu, Nabi ṣallā al-lāhu ‘alaihi wa sallam bersabda,

 الصَّلَاةُ الْخَمْسُ وَالْجُمْعَةُ إِلَى الْجُمْعَةِ كَفَّارَةٌ لِمَا بَيْنَهُنَّ مَا لَمْ تُغْشَ الْكَبَائِرُ

 “Salat lima waktu dan salat jumat ke salat jumat berikutnya adalah penghapus untuk dosa di antaranya, selama tidak melakukan dosa besar.” (HR. Muslim no. 233)

  1. Dzikir setelah Shalat

Rasulullah ṣallā al-lāhu ‘alaihi wa sallam bersabda,

 مَنْ سَبَّحَ اللهَ في دُبُرِ كُلِّ صَلاَةٍ ثَلاثاً وَثَلاثِينَ ، وحَمِدَ اللهَ ثَلاثاً وَثَلاَثِينَ ، وَكَبَّرَ الله ثَلاثاً وَثَلاَثِينَ ، وقال تَمَامَ المِئَةِ : لاَ إِلٰهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيْكَ لَهُ ، لَهُ الْمُلْكُ وَلَهُ الحَمْدُ ، وَهُوَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيرٌ ، غُفِرَتْ خَطَايَاهُ وَإنْ كَانَتْ مِثْلَ زَبَدِ البَحْر

 “Barangsiapa mengucapkan tasbih (mengucapkan ‘subhānallāh’) di setiap akhir salat sebanyak 33 kali, mengucapkan hamdalah (mengucapan ‘al-hamdu lillāh’) sebanyak 33 kali, bertakbir (mengucapkan ‘Allāhu Akbar’) sebanyak 33 kali lalu sebagai penyempurna (bilangan) seratus ia mengucapkan ‘lā ilāha illā al-lāh wahdahū lā syarīkalahū lahul mulku wa lahul hamdu wa huwa ‘alā kulli syai’in qadīr (tiada Tuhan yang berhak disembah dengan haq selain Allah Yang Maha Esa, tidak ada sekutu bagi-Nya. Bagi-Nya segala puji dan bagi-Nya kerajaan. Dia Maha Kuasa atas segala sesuatu)’, maka akan diampuni dosa-dosanya sekalipun sebanyak buih di lautan.” (HR. Muslim)

  1. Mencari Nafkah untuk Menghidupi Keluarga

‘Aisyah raḍiya al-lāhu ‘anhā berkata,

 دَخَلَتْ امْرَأَةٌ مَعَهَا ابْنَتَانِ لَهَا تَسْأَلُ فَلَمْ تَجِدْ عِنْدِي شَيْئًا غَيْرَ تَمْرَةٍ فَأَعْطَيْتُهَا إِيَّاهَا فَقَسَمَتْهَا بَيْنَ ابْنَتَيْهَا وَلَمْ تَأْكُلْ مِنْهَا ثُمَّ قَامَتْ فَخَرَجَتْ فَدَخَلَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَلَيْنَا فَأَخْبَرْتُهُ فَقَالَ

 “Ada seorang ibu bersama dua putrinya menemuiku meminta makanan, akan tetapi ia tidak mendapati makanan sedikit pun yang ada padaku kecuali sebutir kurma. Maka aku pun memberikan kurma tersebut kepadanya, lalu ia membagi sebutir kurma tersebut untuk kedua putrinya, dan ia tidak makan kurma itu sedikit pun. Setelah itu ibu itu berdiri dan pergi keluar. Lalu masuklah Nabi ṣallā al-lāhu ‘alaihi wa sallam, maka aku pun mengabarkannya tentang ini, lantas beliau bersabda,

 مَنِ ابْتُلِيَ مِنْ هَذِهِ الْبَنَاتِ بِشَيْءٍ فَأَحْسَنَ إِلَيْهِنَّ كُنَّ لَهُ سِتْرًا مِنَ النَّارِ

 “Barangsiapa yang diuji dengan sesuatu dari anak-anak perempuan lalu ia berbuat baik kepada mereka, maka mereka akan menjadi penghalang baginya dari api neraka” (HR. Bukhari no 1418 dan Muslim no 2629).

Demikian di antara amalan-amalan harian yang mengandung ampunan dari Allah Taala kepada hamba-hamba-Nya yang cenderung pada kemaksiatan. Apabila aktivitas harian tersebut kita niatkan untuk ibadah kepada Allah Taala sebagaimana yang diajarkan oleh Baginda Nabi ṣallā al-lāhu ‘alaihi wa sallam, maka insyaallah akan berbuah pahala dan dapat menghapus dosa-dosa. Namun, ada hal yang paling penting untuk diketahui dalam rangka menggapai ampunan Allah Taala Sang Maha Pengampun, yaitu al-tauhīd.

Al-Tauhīd menjadi Syarat Terpenting

Al-Tauhid merupakan syarat mutlak seseorang mendapatkan ampunan dari Allah. Sebab bagaimana bisa seorang hamba menginginkan dosa-dosanya dihapuskan sementara ia masih berada dalam kubangan kesyirikan/menyekutukan Allah Taala. Oleh karenanya, Allah berfirman,

إِنَّ اللَّهَ لَا يَغْفِرُ أَنْ يُشْرَكَ بِهِ وَيَغْفِرُ مَا دُونَ ذَلِكَ لِمَنْ يَشَاءُ وَمَنْ يُشْرِكْ بِاللَّهِ فَقَدِ افْتَرَى إِثْمًا عَظِيمًا

 “Sesungguhnya Allah tidak akan mengampuni dosa syirik, dan Dia mengampuni dosa yang selain dari (syirik) itu, bagi siapa yang dikehendaki-Nya. Barangsiapa yang mempersekutukan Allah, maka sungguh ia telah berbuat dosa yang besar.” (QS. An Nisa: 48)

Dalam sebuah hadis Qudsi Allah Taala juga menegaskan keluasan ampunan-Nya atas hamba-hambaNya selama tidak menyekutukan-Nya. Allah Taala berfirman :

 يَا ابْنَ آدَمَ إِنَّكَ لَوْ أَتَيْتَنِى بِقُرَابِ الأَرْضِ خَطَايَا ثُمَّ لَقِيتَنِى لاَ تُشْرِكُ بِى شَيْئًا لأَتَيْتُكَ بِقُرَابِهَا مَغْفِرَةً

 “Wahai anak Adam, jika engkau mendatangi-Ku dengan dosa sepenuh bumi kemudian engkau tidak berbuat syirik pada-Ku dengan sesuatu apa pun, maka Aku akan mendatangimu dengan ampunan sepenuh bumi itu pula.” (HR. Tirmidzi no. 3540)

Akhirnya, semestinya kita sebagai seorang hamba Allah yang lemah kiranya menyadari bahwa luasnya ampunan Allah Taala tersebut diperuntukkan bagi hamba-hambaNya yang ingin memperbaiki diri dan bertaubat serta tidak mengulangi dosa dan kemaksiatan yang pernah ia lakukan. Jangan pernah berputus asa dari rahmat Allah Taala. Namun demikian, jangan pula remehkan sekecil apapun dosa. Sebab tiada lain yang kita maksiati ketika melakukan perbuatan dosa kecuali Rabb Yang Maha Esa.

Bilal bin Sa’ad berkata,

 لا تنظر إلي صغر المعصية، و لكن انظر من عصيت

 “Janganlah engkau melihat kecilnya maksiat tetapi lihatlah kepada siapa engkau bermaksiat.” [Al-Dā’ wa  al-Dawā’ hal. 82]

Wa al-lāhu a’lamu bi al-ṣawāb.

Penulis: Fauzan Hidayat, S.STP., MPA

Simak selengkapnya disini. Klik https://muslim.or.id/61337-hamba-di-antara-dosa-dan-ampunan.html

Apakah Vaksinasi Covid 19 Membatalkan Puasa?

Dalam hitungan hari, bulan suci Ramadhan akan kembali hadir. Sebagai seorang yang muslim, puasa merupakan suatu kewajiban bagi individu. Di sisi lain, di Bulan Rajab dan Sakban jamak kaum muslimin di Indonesia yang menunaikan puasa sunat, atau sekadar membayar hutang puasa Ramadah lalu. Sementara itu pemerintah Indonesia, lagi menggulirkan program vaksinasi nasional. Nah, ada kekhawatiran kaum muslimin bahwa vaksinasi Covid 19 membatalkan puasa.

Nah bagaimana hukum fiqih memandang persoalan ini.  Apakah vaksinasi Covid 19 membatalkan puasa?

Menurut Mufti Agung dan Kepala Departemen Urusan Islam dan Kegiatan Amal Dubai, Uni Emirat Arab, vaksinasi Covid 19 tidak membatalkan puasa. Pasalnya, kata Syaikh Dr. Ahmed bin Abdul Aziz Al-Haddad, ketika seseorang di vaksinasi, jarum suntik tersebut masuk melalui organ tertutup manusia. Hal itu tak membatalkan puasa.

Pun efek samping  yang timbul setelah setelah vaksinasi, tak juga membatalkan puasa. Pelbagai efek samping vaksinasi  antara lain; pusing,  mual, muntah yang tak disengaja, juga tak membatalakan puasa.  Namun, bila efek samping tersebut memberatkan si pasien, maka ia dibolehkan syariat untuk berbuka. Sebagai keringan hukum bagi yang divaksinasi.

Mufti Agung Kerajaan Arab Saudi, Syekh Abdul Aziz bin Abdullah Alu Syaikh, mengatakan boleh hukumnya seorang divaksinasi Covid 19 pada saat ia berpuasa. Vaksinasi Covid 19 tak membatalkan puasa. Pasalnya pemberian vaksin melalui cara Intramuskuler yaitu injeksi ke dalam otot tubuh.

Mufti Kerajaan Arab Saudi itu mengatakan:

لأنه ليس مفطر لكونه لا يعد طعامًا ولا شرابًا، كما أنه يعطى عن طريق العضل

Artinya: Vaksin tidak membatalkan puasa, karena keadaannya  bukan tergolong kepada makanan dan minuman, dan vaksin itu diberikan secara intramuskuler (suntik ke otot).

Lembaga Fatwa Al Azhar pun mengeluarkan fatwa yang sama—vaksinanasi Cpvi 19 tak membatalkan puasa—, pasalnya metode vaksinasi dilakukan dengan menyuntikkan jarum ke otot atau pembuluh darah atau bagian lainnya yang bukan merupakan bagian luar anggota tubuh manusia.

Lembaga Fatwa Al-Azhar menulis:

اللقاحات والتطعيمات بهذا الشكل ليست أكلا ولا شربا ولا هي في معناهما, لأنه دخل بدنه عن طريق الجلد، والجلد ليس منفذا للجوف

Artinya: vaksin dan vaksinasi dengan cara demikian bukan tergolon makan dan minum, dan tak juga dengan perngertian keduanya, karena vaksinasi adalah memasukkan jarum ke tubuh melalui kulit , dan kulit tak masuk ke dalam rongga (baca: anggota luar) tubuh.

Ulama kontemporer, Sayyid Sabiq dalam kitab Fiqih Sunnah, Jilid I, halaman 463-464, mengatakan bahwa suntik tak membatalkan puasa. Pasalnya, ia bukanlah perkara yang memberikan zat makanan terhadap tubuh manusia. Justru, suntik itu membuang zat-zat kotor yang ada dalam tubuh manusia.

Ada pun obat  dari cairan suntik, seandainya sampai masuk dan menjalar ke lambung untuk mengobati luka atau membunuh virus yang mematikan  atau cairan itu sampai ke otak, itu tidak sama dengan makanan. Itu semua berbeda dengan makanan yang sampai ke lambung atau otak manusia. Demikian itu bukan tergolong makanan yang dapat membatalkan puasa.

Sayyid sabiq menjelaskan terkait suntik:

كذلك الحقنة , لاتغذي، بل تستفرغ ما في البدن, والدواء الذي يصل إلى المعدة، في مداواة الجائفة, والمأمومة لا يشبه ما يصل إليها من غذائه

Artinya: suntikan juga demikian. Ia bukanlah perkara yang memberikan zat makanan kepada tubuh, bahkan sebaliknya, ia membuang pelbagai zat yang tak bermanfaat dalam tubuh. Obat yang sampai masuk ke dalam lambung untuk mengobati luka yang sampai ke perut dalam atau ke selaput otak, itu semua tak sama dengan makanan.

Pada sisi lain, Syekh Hasan bin Ahmad bin Muhammad bin Salim Al Kaff, dalam kitab  at- Taqriratu as sadidatu fil masaili al mufidah, halaman 452 mengatakan boleh menggunakan jarum suntik pada saat melaksanakan puasa. Demikian itu apabila jarum suntik tersebut dilaksanakan pada lubang anggota tubuh yang tertutup. Oleh karena itu, vaksinasi Covid 19 tak membatalkan puasa.

Syekh Hasan Al- Kaff menulis:

حكم الابرة تجوز للضرورة, انها لا تبطل مطلقا لانها وصلت الى الجوف من غير منفذ مفتوح. واذا كان في العضل -وهي العروق غير المجوفة -: فلا تبطل

Artinya: Hukum menggunakan jarum (baca: suntik) pada saat puasa boleh disebabkan darurat. Sesungguhnya suntik itu tak membetalkan puasa secara mutlak. Pasalnya suntik itu dilakukan kepada rongga tubuh (saluran) yang tidak terbuka. Dan apabila suntik itu dilakukan pada otot (maskuler) artinya; pada pembuluh darah, yang bukan bagian anggota rongga terbuka tubuh, maka tidak membatalkan puasa.

Demikianlah penjelasan hukum terkait apakah vaksinasi Covid 19 membatalkan puasa?

BINCANGSYARIAH.COM

Al-Qur’an Menyinari Perjalanan Hidupmu

 Al-Qur’an adalah kitab petunjuk dan cahaya. Al-Qur’an juga kitab rahmat dan penyembuhan.

Kitab suci ini membimbing manusia menuju kesempurnaan sebagaimana kitab ini juga menjadi solusi bagi seluruh permasalahan.

Kali ini kita akan belajar dari Surat At-Thalaq yang ayat-ayatnya adalah obat dari setiap orang yang sedang sedih dan galau.

Apabila kehidupan kita sedang mengalami masalah rumah tangga..
Apabila kita atau keluarga kita menderita sakit…
Atau disaat pekerjaan kita sedang turun dan bangkrut…

Serahkan semua kepada Allah dan ingatlah ayat ini :

لَا تَدۡرِي لَعَلَّ ٱللَّهَ يُحۡدِثُ بَعۡدَ ذَٰلِكَ أَمۡرٗا

“Kamu tidak mengetahui barangkali setelah itu Allah mengadakan suatu ketentuan yang baru.” (QS.Ath-Thalaq:1)

Jadikan ayat ini sebagai teman yang selalu menguatkanmu…

Jadikan ayat ini sebagai tameng untuk mengusir semua rasa sedih dan putus asa yang melemahkanmu…

Kemudian bacalah ayat setelahnya :

وَمَن يَتَّقِ ٱللَّهَ يَجۡعَل لَّهُۥ مَخۡرَجٗا

“Barangsiapa bertakwa kepada Allah niscaya Dia akan membukakan jalan keluar baginya.” (QS.Ath-Thalaq:2)

Jika dunia menghimpitmu seakan engkau tidak akan lagi merasakan kebahagiaan setelahnya, yakinlah bahwa jika Allah mengujimu dengan suatu kesulitan, pasti Allah telah menyiapkan jalan keluarnya.

وَيَرۡزُقۡهُ مِنۡ حَيۡثُ لَا يَحۡتَسِبُۚ

“Dan Dia memberinya rezeki dari arah yang tidak disangka-sangkanya.” (QS.Ath-Thalaq:3)

Rezeki yang dijanjikan oleh Allah bukan hanya harta saja. Rezeki itu sangat luas artinya. Hilangnya kesedihan dalam hatimu, sembuhnya penyakit yang menimpamu, datangnya teman yang menghiburmu, semua itu adalah rezeki yang tidak bisa dibandingkan dengan harta sebanyak apapun.

وَمَن يَتَوَكَّلۡ عَلَى ٱللَّهِ فَهُوَ حَسۡبُهُۥٓۚ

“Dan barangsiapa bertawakal kepada Allah, niscaya Allah akan mencukupkan (keperluan)nya.” (QS.Ath-Thalaq:3)

Kita harus sadar bahwa di alam ini kita hanyalah makhluk yang lemah dan tak berdaya. Maka tugas kita hanyalah berpasrah dan berusaha sesuai kemampuan yang telah Allah berikan.

إِنَّ ٱللَّهَ بَٰلِغُ أَمۡرِهِۦۚ قَدۡ جَعَلَ ٱللَّهُ لِكُلِّ شَيۡءٖ قَدۡرٗا

“Sesungguhnya Allah melaksanakan urusan-Nya. Sungguh, Allah telah mengadakan ketentuan bagi setiap sesuatu.” (QS.Ath-Thalaq:3)

Maka jangan merasa lemah dan putus asa. Segelap apapun malam ini, cahaya pagi pasti akn datang juga.

وَمَن يَتَّقِ ٱللَّهَ يَجۡعَل لَّهُۥ مِنۡ أَمۡرِهِۦ يُسۡرٗا

“Dan barangsiapa bertakwa kepada Allah, niscaya Dia menjadikan kemudahan baginya dalam urusannya.” (QS.Ath-Thalaq:4)

Dia akan meringankan beban di hatimu..
Dia akan meringankan kesedihan yang memenuhi pikiranmu..
Dia akan meringankan kesulitan yang menghimpit kehidupanmu..

وَمَن يَتَّقِ ٱللَّهَ يُكَفِّرۡ عَنۡهُ سَيِّـَٔاتِهِۦ وَيُعۡظِمۡ لَهُۥٓ أَجۡرًا

“Barangsiapa bertakwa kepada Allah, niscaya Allah akan menghapus kesalahan-kesalahannya dan akan melipatgandakan pahala baginya.” (QS.Ath-Thalaq:5)

Semua ujian dan cobaan ini tidak lain adalah penghapusan atas dosa-dosa kita, menaikkan derajat kita dan tugas kita dalam posisi ini hanyalah berpasrah, bertawakal dan berusaha semampu kita.

Hingga pada akhirnya kita akan menemukan jawaban atas segala masalah kita dalam Firman-Nya :

سَيَجۡعَلُ ٱللَّهُ بَعۡدَ عُسۡرٖ يُسۡرٗا

“Allah kelak akan memberikan kelapangan setelah kesempitan.” (QS.Ath-Thalaq:7)

Masihkah ada kesedihan yang tersisa dalam hatimu? Masihkah kau biarkan kegelisahan menghilangkan senyummu?

Ayat-ayat di atas adalah vitamin yang menguatkan jiwa kita untuk menghadapi semua masalah dalam hidup. Mari kita bangun dengan senyum dan hadapi hidup dengan penuh optimis!

KHAZANAH ALQURAN

Raja Salman Setuju Dukung Operator Layanan Haji dan Umroh

Raja Arab Saudi, Salman bin Abdulaziz al-Saud, menyetujui serangkaian inisiatif yang bertujuan membantu perusahaan dan individu yang beroperasi dalam mendukung ziarah umroh dan haji.

Hal ini diberitakan kantor berita negara Saudi, SPA, Senin (8/3) malam.

Inisiatif tersebut diambil dengan tujuan mengurangi efek finansial dan ekonomi dari pandemi Covid-19, di seluruh sektor yang memberikan dukungan layanan dan kemudahan untuk pelaksanaan haji dan umroh.

Dilansir di Reuters, Selasa (9/3), beberapa bantuan yang diberikan termasuk pembebasan perusahaan layanan akomodasi dari biaya tahunan untuk izin kegiatan komersial kota. Pembebasan ini berlaku di kota Makkah dan Madinah, tempat ziarah Islam berlangsung.

Tak hanya itu, perusahaan yang bekerja di sektor layanan tersebut juga akan dibebaskan dari biaya pekerja asing selama enam bulan. Mereka juga dapat memperbarui izin dari Kementerian Pariwisata untuk fasilitas akomodasi gratis di dua kota selama satu tahun, yang dapat diperpanjang.

Di sisi lain, SPA menyebut bagi ekspatriat yang bekerja dalam kegiatan yang berkaitan dengan haji dan umroh, penagihan biaya perpanjangan tempat tinggal akan ditunda selama enam bulan. Hal ini berlaku asalkan jumlah biaya perpanjangan tersebut dibayar dengan cicilan selama setahun.

Izin bus yang beroperasi di layanan pengangkutan jamaah akan tetap berlaku tanpa biaya selama satu tahun. Pemungutan bea cukai untuk bus baru akan ditunda untuk musim haji mendatang selama tiga bulan.

Keringanan lainnya yang diberikan Raja Salman adalah pemungutan bea cukai tersebut akan diangsur selama empat bulan sejak tanggal jatuh tempo. 

https://www.reuters.com/article/us-saudi-haj-initiatives/saudi-king-approves-support-for-islamic-pilgrimage-operators-after-covid-19-spa-idUSKBN2B02MI?rpc=401&

IHRAM

Hukum Meminta-minta di Masjid

Selama bulan Ramadhan, jumlah orang yang meminta-minta di sekitar masjid terihat bertambah. Memang Rasulullah membolehkan untuk meletakkan sedekah di masjid. Tapi bukan berarti meminta-minta di masjid dibenarkan.

Sebagaimana dalam sebuah riwayat yang dituliskan Imam Bukhari dalam bab ‘pembagian harta dan menggantungkan tandan kurma di masjid’.

عن أنس، قال: أتي النبي صلى الله عليه وسلم بمال من البحرين، فقال: ” انثروه في المسجد ” – وكان أكثر مال أتي به رسول الله صلى الله عليه وسلم – فخرج رسول الله صلى الله عليه وسلم إلى الصلاة، ولم يلتفت إليه، فلما قضى الصلاة جاء فجلس إليه، فما كان يرى أحدا إلا أعطاه، إذ جاءه العباس، فقال: يا رسول الله، أعطني ; فإني فاديت نفسي وفاديت عقيلا. فقال له رسول الله صلى الله عليه وسلم: ” خذ ” فحثا في ثوبه، ثم ذهب يقله فلم يستطع، فقال: يا رسول الله، مر بعضهم يرفعه إلي. قال: ” لا “. قال: فارفعه أنت علي. قال: ” لا “. قال: فنثر منه، ثم ذهب يقله. فقال: يا رسول الله، مر بعضهم يرفعه علي. قال: ” لا “. قال: فارفعه أنت علي. قال: ” لا “. فنثر منه، ثم احتمله، فألقاه على كاهله، ثم انطلق، فما زال رسول الله صلى الله عليه وسلم يتبعه بصره حتى خفي علينا ; عجبا من حرصه. فما قام رسول الله صلى الله عليه وسلم وثم منها درهم

Dari Anas bin Malik berkata, “harta dari Bahrain dikirim untuk Rasulullah Saw, lalu beliau mengatakan, “Letakkan di masjid.’ Itu merupakan harta terbanyak yang diberikan kepada Rasulullah. Beliau kemudian keluar untuk shalat tanpa menoleh ke arah harta benda tersebut. Seusai shalat, beliau datang lalu duduk di dekat harta benda tersebut. Setiap melihat seseorang, beliau pasti memberi bagian untuknya, kemudian Abbas datang, ia bilang, ‘Wahai Rasulullah, berilah aku karena aku telah menebus diriku dan juga menebus seorang keluarga (anak Abu Thalib yang ditawan saat perang Badar).’ Rasulullah kemudian bilang kepadanya, ‘Ambillah.’

Abbas kemudian menciduk dengan tangan dan meletakkannya di baju, setelah itu ia angkat hingga tidak kuat, lalu Abbas bilang, ‘Wahai Rasulullah, perintahkan seseorang untuk mengangkatkan ini ke pundakku.’ ‘Tidak,’ kata beliau. Abbas bilang, ‘Kalau begitu engkau saja yang mengangkatkan ini ke pundakku.’ ‘Tidak,’ kata beliau. Abbas kemudian meletakkan sebagiannya lalu ia panggul, kemudian pergi. Rasulullah terus menatap Abbas hingga tidak kelihatan karena beliau heran pada sifat tamaknya. Saat Rasulullah berdiri, di sana tidak tersisa satu dirham pun’.” (HR. Al-Bukhari)

Sejatinya, sebagai seorang muslim yang mengenal Tuhannya agar selalu bergantung kepada Tuhannya, bukan kepada amalan-amalan yang pernah dibuatnya. Semoga kita termasuk orang-orang yang demikian. Amin.

Wallahu’alam…

BINCANG SYARIAH

Ngaji al-Hikam: Amalan Baik Tidak Menjamin Kita Selamat dari Siksa Api Neraka

Setiap manusia yang hidup sudah barang tentu pernah melakukan amalan baik yang disengaja ataupun tidak. Dan sudah seharusnya juga kita tidak perlu untuk terlalu larut dalam mengingat-ingat sesuatu tersebut.

Syekh Ibnu Atha’illah as-Sakandari (w. 709 H) dalam kitabnya al-Hikam memulai penjelasan ini dengan mengucapkan basmalah :

بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيم

“Dengan menyebut nama Allah Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang”

Adapun alasannya, menurut Syekh Ibnu Atha’illah as-Sakandari, ini menjadi penting sebab merupakan sebuah bentuk pengamalan dari sebuah sabda Nabi SAW:

“Setiap perkara penting yang tidak dimulai dengan Bismillahirrahmanirrahim maka ia akan terputus”. (HR. Abu Dawud)

Dan sabdanya:

“Setiap perkara penting yang tidak dimulai dengan memuji Allah maka ia terputus”. (HR. Ibnu Hibban).

Makna “terputus” dalam redaksi ini bukanlah merujuk kepada tidak diterimanya sebuah amal kebaikan, melainkan hilangnya sebuah keberkahan yang terkandung di dalamnya. Keberkahan dalam sebuah amal kebaikan merupakan sesuatu yang penting. Sebab jikalau keberkahan ini kemudian hilang, menurut Syekh Ibnu Atha’illah as-Sakandari, semua yang kita kerjakan menjadi sia-sia.

Selanjutnya Syekh Ibnu Atha’illah as-Sakandari memberikan peringatan keras terhadap setiap muslim yang membangga-banggakan dan ataupun mengungkit setiap amal kebaikan yang pernah dikerjakan.

Terlebih apabila seorang muslim yang sudah melakukan banyak amal kebaikan tersebut kemudian beranggapan bahwa dengan amalan tersebut akan terselamatkan dari siksaan api neraka. Namun demikian, ini merupakan kesalahan besar menurut Syekh Ibnu Atha’illah as-Sakandari.

Sebab ketika seorang muslim terlalu menggantungkan kepada amalan baik yang pernah dilakukan, pada saat yang bersamaan, rasa ketergantungan kepada Allah SWT menjadi berkurang. Dan tindakan yang seperti ini merupakan tindakan syirik.

Menurutnya, seorang muslim tidak akan pernah memasuki surga hanya dengan amalan-amalan kebaikannya saja. Melainkan Rahmat-Nya itulah yang sangat berpengaruh.

Dalam sebuah riwayat, Syekh Ibnu Atha’illah as-Sakandari menjelaskan bahwa pernah ada seseorang yang sangat ahli dalam beribadah sedang menghadapi penghisaban dan ditanya oleh Allah SWT “Apakah engkau ingin masuk ke dalam surga dengan segala amal baikmu atau dengan Rahmat-Ku?”.

Dengan rasa percaya diri yang sangat tinggi, seorang ahli ibadah tersebut kemudian menjawab, “Dengan amalan-amalanku!”.

Namun takdir bertaka lain. Tatkala tiba masa penimbangan, amal baik seseorang ahli ibadah tersebut tidak mencapai batas tertentu untuk masuk ke dalam surga. Dilemparlah seoarang ahli ibadah tersebut untuk mendapatkan siksa api neraka yang sangat pedih.

Dalam sebuah periwayatan yang lain, Syekh Ibnu Atha’illah as-Sakandari juga menjelaskan mengenai seorang pembunuh 99 jiwa yang kemudian dimasukkan kedalam surga-Nya meskipun semasa hidupnya belum sekalipun melakukan amalan baik. Begitu juga dengan seorang pelacur yang dimasukkan ke dalam surga-Nya hanya karena memberikan seekor anjing minum. Keduanya masuk ke dalam surga semata-mata atas Rahmat-Nya.

Sejatinya, sebagai seorang muslim yang mengenal Tuhannya agar selalu bergantung kepada Tuhannya, bukan kepada amalan-amalan yang pernah dibuatnya. Semoga kita termasuk orang-orang yang demikian. Amin.

Wallahu’alam…

BINCANG SYARIAH

Terkait Isra Mi’raj, Apakah yang Berangkat Jasad Nabi Atau Ruh Saja?

Terkait peristiwa Isra Mi’raj, apakah yang diberangkatkan itu jasad Nabi atau ruh beliau saja? Ulama klasik sudah membicarakan hal ini sejak dulu.  Fakhruddin al-Razi dalam tafsir Mafatihul Ghaib (20/148) menjelaskan bahwa sebagian besar ulama sepakat bahwa Nabi pergi Isra Mi’raj beserta dengan jasad beliau. Hanya ada sebagian kecil pendapat yang menyebutkan Rasulullah Saw hanya berangkat dengan Ruhnya saja. (Baca: Benarkah Peristiwa Isra Mi’raj Buktikan Allah Bertempat di Langit?)

Di antara sebagian kecil tersebut adalah sebuah riwayat yang dikutip oleh al-Thabari dari Hudzaifah bahwa Isra Mi’raj Rasulullah hanya terjadi dengan ruh beliau, adapun jasad beliau tetap berada di rumahnya. Riwayat serupa juga dikutip dari Aisyah Ra. dan Mu’awiyah Ra.

Al-Razi sendiri lebih memilih pendapat pertama, yaitu Isra Mi’raj Nabi terjadi dengan jasad dan ruh sekaligus, hal ini ditunjukkan dengan penyebutan kata al-‘Abd pada ayat pertama dari surah al-Isra:

سُبۡحَٰنَ ٱلَّذِيٓ أَسۡرَىٰ بِعَبۡدِهِۦ لَيۡلٗا مِّنَ ٱلۡمَسۡجِدِ ٱلۡحَرَامِ إِلَى ٱلۡمَسۡجِدِ ٱلۡأَقۡصَا

Artinya:  Maha Suci Allah, yang telah memperjalankan hamba-Nya pada suatu malam dari Al Masjidil Haram ke Al Masjidil Aqsha. (Q.S: al-Isra’ {17},(1)).

Menurut al-Razi, kata al-‘Abd itu mencakup fisik dan ruh sekaligus. Perbandingannya adalah dengan melihat pemaknaan kata al-‘Abd pada ayat yang berbeda seperti:

أَرَءَيۡتَ ٱلَّذِي يَنۡهَىٰ  ٩ عَبۡدًا إِذَا صَلَّىٰٓ  ١٠

Artinya:  Bagaimana pendapatmu tentang orang yang melarang, seorang hamba ketika mengerjakan shalat. (Q.S: al-‘Alaq {96}, (9-10))

Perbuatan shalat tentu merupakan pekerjaan fisik dan jiwa, sehingga pelakunya di sini disebut dengan redaksi al-‘Abd. Hal yang sama juga dipahami pada ayat Isra Mi’raj. Jadi Nabi yang disebut dengan redaksi al-‘Abd dalam penjelasan Isra Mi’raj beliau juga menunjukkan peristiwa itu di jalan dengan jasad Nabi dan ruhnya sekaligus.

Wahbah Zuhaili dalam tafsirnya (8/14) juga menjelaskan pendapat Isra Mi’raj Nabi hanya dengan ruh saja merupakan pendapat yang lemah. Pendapat yang kuat dalam masalah ini, Isra Mi’raj Nabi terjadi dengan jasad dan ruh sekaligus.

Al-Imam al-Thabari dalam tafsirnya (14/446), setelah menguraikan berbagai riwayat tentang masalah ini secara panjang lebar memberikan kesimpulan: “Keterangan Isra Mi’raj Nabi telah dijelaskan dalam ayat dan kita wajib mengimaninya sebagaimana penjelasan ayat. Tidak ada dorongan untuk menafikan perjalanan Nabi secara fisik dalam maslah ini, karena memang peristiwa tersebut memang suatu keluarbiasaan yang diberikan kepada Nabi oleh Allah Swt. Menurut al-Thabari, pendapat Isra Mi’raj Nabi terjadi pada fisik dan ruh sekaligus juga diperkuat oleh keterangan hadis bahwa Nabi diberangkatkan di atas buraq. Tentu penggunaan buraq sebagai kendaraan di sini menunjukkan bahwa Nabi diberangkatkan sekaligus dengan jasad dan ruh beliau.

BINCANG SYARIAH