Makkah Kota yang Diberkahi Allah

MAKKAH — Makkah adalah kota yang diberkahi Allah SWT. Hal ini sebagaimana firman-Nya dalam Surat Ali Imran ayat 96:

 إِنَّ أَوَّلَ بَيْتٍ وُضِعَ لِلنَّاسِ لَلَّذِى بِبَكَّةَ مُبَارَكًا وَهُدًى لِّلْعَٰلَمِينَ 

“Sesungguhnya rumah yang mula-mula dibangun untuk (tempat beribadat) manusia, ialah Baitullah yang di Bakkah (Makkah) yang diberkahi dan menjadi petunjuk bagi semua manusia.”

Maulana Muhammad Zakariya Al Khandahlawi dalam kitab Fadhilah Haji menuliskan, barangsiapa memasuki Makkah akan memperoleh keselamatan dari api neraka jika melakukan amal-amal baik.

Melakukan amal-amal ibadah di Makkah juga mendapat balasan pahala yang berlipat ganda. Misalnya, sholat di Masjidil Haram pahalanya setara dengan 100 ribu kali sholat.

Hasan Bashri, seorang tabiin yang berguru langsung pada sejumlah sahabat nabi pernah menyebutkan sejumlah amalan yang pahalanya dilipatgandakan. Di antaranya, puasa satu hari di Makkah sama dengan berpuasa 100 ribu kali di tempat lain. Kemudian, bersedekah satu dirham di Makkah sama dengan 100 ribu dirham di tempat lain dan setiap amal kebaikan yang dilakukan di Makkah akan seperti melakukan 100 ribu kali kebaikan di tempat lain.

IHRAM

Keajaiban Puasa

Oleh: Sofiah Balfas*

Bagaimana Puasa Membantu Menyelesaikan Masalah Kesehatan

Sudah lama sekali saya ingin menulis tulisan ini untuk bisa  membagi pengalaman saya mendapatkan hal yang sangat luar biasa setelah melakukan puasa Daud. Tujuan utama saya melakukannya ibadah yang mulia ini adalah karena ingin lebih dekat dengan Allah. 

Sebelumnya perlu saya sampaikan bahwa saya memiliki kondisi kesehatan di mana nilai hemoglobin saya selalu di bawah 10, beberapa kelainan di sel darah merah yang disertai demam dan kondisi lainnya. Kondisi ini saya alami selama 15 tahun.

Sebelum melaksanakan puasa Daud, saya dan suami sudah melakukan puasa Senin dan Kamis secara rutin selama lebih dari 5 tahun.  Alhamdulillah banyak sekali yang Allah hadiahkan kepada kami dari puasa Senin Kamis ini. Selain lebih dekat dengan Allah, saya lebih dapat mengontrol emosi dan juga Alhamdulillah banyak keuntungan bagi kesehatan. 

Gula darah suami saya kembali normal (awalnya indeks glikemik selalu diatas 10, sekarang di angka 5,7-6,5 dan kolesterol (LDL dan trigliserida)) juga normal tanpa obat-obatan lagi. 

Setiap di penghujung Ramadhan, suami saya selalu mengajak saya untuk meningkatkan puasa Senin dan Kamis yang kami lakukan menjadi puasa Daud setelah Lebaran. Tapi lama baru terlaksana karena saya takut tidak mampu dengan aktivitas pekerjaan saya yang cukup banyak.  

Pada September 2018, saya mulai melakukan puasa Daud, walaupun awalnya dilarang oleh dokter saya karena Hemoglobin saya pada saat itu sangat rendah. 

Dokter di Indonesia maupun di luar negeri sudah melakukan treatment yang cukup panjang untuk persoalan Hemoglobin saya ini tapi tetap saja tidak ada hasil. 

Untuk memastikan kondisi saya aman-aman saja dan Hemoglobin saya tidak memburuk, saya melakukan tes darah setelah 4 bulan melakukan puasa Daud. 

Masya Allah hasilnya membuat saya dan suami kaget luar biasa, menangis sambil bersyukur, hasilnya di luar dugaan. Maha Besar Allah, Hemoglobin saya normal dan kelainan sel darah merah juga normal. 

Saya lakukan tes itu kembali setiap empat bulan dan hasilnya Alhamdulillah semua normal, dokter di luar negeri pun menyatakan kondisi saya sangat prima sekarang. 

Lalu bagaimana cara Allah menormalkan Hemoglobin dan sel darah merah saya?  Allahu Akbar, maha besar Allah, sulit bagi saya  mencari jawabannya pada saat itu. Setelah membaca tulisan ini sampai akhir, Insya Allah pembaca bisa menemukan jawabannya sendiri. 

Dari sini saya  terus mempelajari apa yang terjadi saat tubuh berpuasa, agar saya bisa mengajak banyak orang untuk melakukan puasa lebih sering. 

Pengalaman saya, sulit sekali mengajak orang berpuasa dengan hanya menjanjikan pahala dan rahmat Allah. Tapi jika ada manfaat langsung ke diri mereka, biasanya langsung tertarik. 

Banyak sekali orang yang membayangkan berat sekali saat berpuasa, ini juga yang saya pikirkan sebelum memulainya.

Walaupun saya bukan pemuka agama dan juga bukan dokter, tapi saya ingin menyampaikan kepada saudara semua soal ajaibnya puasa dari apa yang saya alami dan beberapa literatur yang saya baca. 

Puasa dalam Al-Quran dan hadist

Di dalam QS Al Baqarah ayat 184 : “… Dan berpuasa lebih baik bagimu jika kamu mengetahui”

Hadist riwayat Imam Nasai dari sahabat Abu Umamah: “Wahai Rasulullah perintahkan satu amalan, yang dengan amalan tersebut saya mendapat banyak manfaat.” 

Kemudian Rasulullah saw menjawab: “Tidak ada satu amalpun yang setara dengan puasa.”

Seorang dokter pada zaman Rasulullah yang bernama Haris bin Kaidah mengatakan lambung adalah rumah penyakit dan puasa adalah pangkal segala obat.

Tahukah Anda kalau binatang pun berpuasa?

Ternyata anjing dan kucing berpuasa ketika sedang sakit. Jangan pernah memaksa kucing makan ketika mereka sedang sakit karena hanya akan memperlambat sakit si kucing dan menghambat penyembuhan alami.  

Menurut Dr Jason Fung, dokter ahli ginjal di Kanada, yang mengarang banyak buku mengenai puasa dan diabetes, mengatakan: “The powerful natural of healing solution is FASTING”, jadi puasa adalah cara terbaik untuk penyembuhan alami. 

Menurut beliau, puasa bukanlah kelaparan tapi keikhlasan dalam menahan keinginan untuk makan. Kata ikhlas ini menjadi sangat menentukan untuk mendapatkan hasil yang optimal.  Selanjutnya Fung mengatakan: “Kalau melihat sejarah, kita bisa melihat sejak zaman dulu orang berpuasa.” 

Hipocrates, bapak dari kedokteran modern mengatakan, “Makanan harus menjadi obat bagi kita. (our food should be our medicine), kalau tidak, maka obat akan menjadi makanan buat kita.” 

Lebih tegas Hipocrates mengatakan, “Makan ketika sakit, sama saja dengan memberi makan pada penyakit itu sendiri.” 

Kebiasaan kita ketika sakit (seperti flu, batuk) untuk menambah porsi atau kualitas makan kita, padahal tubuh kita di-design oleh penciptanya untuk puasa, tubuh akan menyimpan makanan dan mengeluarkan pada saat dibutuhkan. Tidak hanya manusia, juga terjadi pada semua binatang.  

Benjamin Franklin mengatakan, “Obat yang terbaik adalah istirahat dan puasa.” Istirahat artinya bebas dari stres dan relaksasi. Puasa didisain untuk membersihkan sistem dan purifikasi tubuh.  Benjamin Franklin dengan tegas menyatakan, “Yang terbaik untuk penyembuhan adalah bukan obat-obatan ataupun operasi tapi PUASA.”  Mahatma Gandhi menyatakan, “Puasa dapat membersihkan tubuh, pikiran dan jiwa.” 

Dalam Islam diyakini bahwa puasa adalah sesuatu yang sangat agung. Nabi Muhammad saw mengatakan bahwa puasa itu menghantarkan kita kepada pintu surga. Selama bulan Ramadhan, Muslim berpuasa selama sebulan penuh.   

Puasa bukan sesuatu yang membahayakan tetapi sesuatu yang memberikan banyak manfaat. Coba anda perhatikan selama bulan Ramadhan, pasien yang dirawat di rumah sakit selalu menurun jumlahnya, ini membuktikan bahwa puasa menyehatkan. 

Ada beberapa riwayat yang mengatakan Rasulullah sering berpuasa pada saat perang dan memenangkan peperangan. Ini saya alami sendiri, saya rutin melakukan olah raga yang cukup berat sebanyak 2 kali seminggu, ternyata di hari berpuasa, saya bisa melakukannya jauh lebih baik daripada di saat tidak berpuasa, padahal sebelum latihan, guru saya selalu tanya: “sudah makan?”, karena khawatir saya akan lemas ketika latihan kalau belum makan, itulah pemikiran orang  pada umumnya, termasuk saya juga  berpikir seperti itu sebelum banyak melakukan berpuasa.

Dari ilmu pengetahuan, diketahui puasa mempunyai banyak manfaat:  

Mengontrol kadar gula darah.

Menurunkan berat badan

Menurunkan kolesterol LDL dan trigliserida.

Meningkatkan kesehatan mental,

Meningkatkan imunitas tubuh

Membuang racun dalam tubuh.

Meningkatkan fungsi otak.

Membuat awet muda.

Fasting Clinic 

Begitu hebatnya puasa, ternyata di Jerman ada klinik yang  mengobati pasiennya dengan berpuasa. Klinik ini bernama The Buchinger Therapeutic Fasting dan didirikan tahun 1920, tepat 100 tahun lalu oleh Dr Otto Buchinger.  

Dr Françoise Wilhelmi, direktur Research and Medicine Klinik Buchinger dalam presentasinya  menyampaikan sejak 1989, Dr Heinz Fahrner sudah menjelaskan puasa adalah stimulator yang paling kuat terhadap mekanisme penyembuhan diri sendiri pada tubuh dan jiwa sesorang.  

Sudah ribuan orang mengikuti program puasa di klinik ini dan memberikan hasil yang sangat signifikan.

Di Rusia juga ada klinik dengan terapi puasa yang didirikan tahun 1995.  Klinik ini berada di Goryachinsk, lokasi yang mempunyai pemandangan yang sangat cantik.  

Lebih dari 10,000 orang sudah mendapatkan manfaatnya. Klinik ini mempunyai moto: “Fast and your body will thank you”.

Autophagy, Efek Puasa Terhadap Sel Tubuh

Terakhir saya ingin menyampaikan sesuatu yang sangat mengagumkan yang bisa anda dapatkan ketika anda berpuasa, yaitu AUTOPHAGY. Hadiah Nobel Fisiologi dan Kedokteran diberikan kepada ilmuwan asal Jepang, Yoshinori Ohsumi  pada tahun 2016, yang menemukan mekanisme authophagy. 

Autophagy adalah mekanisme pembongkaran bagian-bagian sel yang sudah  tua/rusak yang terjadi ketika tubuh tidak memiliki cukup energi untuk mempertahankannya. 

Authophagy sangat penting bagi kelangsungan hidup sel dan menjaga sel tetap sehat. 

Tanpa authophagy, sel-sel tubuh manusia tidak akan bertahan, karena banyaknya sampah tubuh yang akan menumpuk sehingga menganggu fungsi sel dalam tubuh sehingga imunitas menurun dan timbul berbagai penyakit, termasuk penuaan dini.  

Berbagai riset membuktikan bahwa Autophagy berperan dalam menekan sel tumor. Selain itu autophagy merupakan respons pertahanan sel dari serbuan virus virus dan bakteri ketika terjadi infeksi. Uniknya Autophagy tidak terjadi ketika sel kenyang karena banyaknya pasokan nutrien, melainkan ketika ia kelaparan. 

Jadi proses autophagy terjadi hanya saat kita berpuasa. Ketika seseorang makan, hormon insulin yang mengatur metabolisme karbohidrat dalam tubuh akan meningkat, sementara glukagon menurun. 

Ketika ia berpuasa, terjadi sebaliknya, insulin menurun, sementara glukagon meningkat, peningkatan glukagon inilah yang menstimulasi proses Autophagy. 

Apa yang bisa menghentikan proses Authophagy? Makan. Karena gula dan protein yang berlebihan membuat pembersihan diri terhambat. Hal ini terbukti pada tubuh penderita penyakit Alzheimer dan Kanker.

Pola makan selama berpuasa menentukan manfaat dari puasa itu sendiri.

Mungkin ada orang yang merasa sudah berpuasa tapi tidak mendapatkan banyak manfaat terhadap kesehatannya.  Bahkan dari satu kajian  selama bulan Ramadhan, didapatkan  bahwa puasa menyebabkan peningkatan kadar gula, trigliserida, penurunan HDL sehingga hal ini menimbulkan dampak buruk bagi kesehatan. 

Mengapa ini bisa terjadi? Dari pengalaman saya, jawabannya  adalah: coba lihat apa yang anda makan waktu berbuka dan berapa banyak? Jangan jadikan waktu shaur dan berbuka puasa menjadi  kebiasaan “balas dendam”.   

Puasa bisa diibaratkan kita membersihkan rumah kita, agar tetap bersih, anda harus mengatur makanan yang anda makanan ketika berbuka dan shaur.  

Jika anda berbuka dengan makanan yang tinggi lemak, tinggi gula dan kalori, berarti  setelah berbuka anda segera mengotori  tubuh anda.  

Makanan tinggi kalori seperti makanan tinggi karbohidrat dan gula akan  menghambat proses autophagy dan juga membuat anda banyak bermalas malasan selama puasa.  Saya biasakan banyak minum air  putih, kurma beberapa butir dan buah segar ketika berbuka.  Asupan protein yang sehat tetap saya prioritaskan.  

Yang tidak kalah penting tetaplah   berolah raga, hal inj bisa anda lakukan di sore hari sehingga anda akan tetap segar setelah berbuka puasa dan dari penelitian dodapatkan olahraga selama berpuasa dapat meningkatkan antioksidan.

Sekarang kita bisa tahu dan mengerti penggalan makna surat Al Baqarah ayat 184:  “Dan berpuasa lebih baik bagimu jika kamu mengetahui”.

Semoga tulisan saya ini menginspirasi banyak orang untuk berpuasa. Apalagi di saat ini semua orang memburu semua vitamin atau obat-obatan untuk meningkatkan daya tahan tubuh, kita lupa kalau  Allah yang menciptakan kita sudah menyiapkan proses meningkatkan daya tahan tubuh dan self-healing untuk kita, maha besar Allah.

*Penulis adalah Direktur Operasional PT Bukaka Teknik Utama

Manhajus Salikin: Pembatal Shalat

Apa saja pembatal shalat yang dibahas dalam kitab Manhajus Salikin karya Syaikh As-Sa’di.

# Fikih Manhajus Salikin karya Syaikh ‘Abdurrahman bin Nashir As-Sa’di

Kitab Shalat

Syaikh ‘Abdurrahman bin Nashir As-Sa’di rahimahullah berkata dalam kitabnya Manhajus Salikin,

تَبْطُلُ الصَّلاَةُ :

-1بِتَرْكِ رُكْنٍ أَوْشَرْطٍ وَهُوَ يَقْدِرُ عَلَيْهِ عَمْدًا أَوْسَهْوًا أَوْجَهْلاً

-2وَبِتَرْكِ وَاجِبٍ عَمْدًا

-3وَبِالكَلاَمِ عَمْدًا

-4وَبِالقَهْقَهَةِ

-5وَبِالحَرَكَةِ الكَثِيْرَةِ عُرْفًا المُتَوَالِيَةِ لِغَيْرِ ضَرُوْرَةٍ

لِأَنَّهُ فِي الأُوَلِ تَرَكَ مَا لاَ تَتِمُّ العِبَادَةُ إِلاَّ بِهِ وَبِالأَخِيْرَاتِ فَعَلَ مَايُنْهَى عَنْهُ فِيْهَا

“Shalat itu batal karena:

  1. dengan meninggalkan rukun atau syarat padahal ia mampu melakukannya; meninggalkan di sini dengan sengaja, lupa, atau tidak tahu.
  2. meninggalkan wajib shalat secara sengaja,
  3. berbicara dengan sengaja,
  4. tertawa (dengan keluar suara),
  5. bergerak banyak dalam shalat secara ‘urf (anggapan orang) disebut banyak, dilakukan berturut-turut, dan bukan darurat.

Dua yang pertama jadi pembatal karena ibadah tidaklah sempurna kecuali dengannya. Sedangkan tiga berikutnya dianggap membatalkan shalat karena melakukan yang dilarang di dalam shalat.”

Shalat batal berarti belum gugur kewajiban

Bab kali ini menjelaskan tentang pembatal dan hal yang dimakruhkan, di mana tidak disyariatkan sujud sahwi karena tidak ada dalil akan hal itu. Shalat yang rusak (batal) berarti shalat tersebut belum melepas kewajiban, ia dituntut melakukan shalat tersebut kembali, baik dalam bentuk adaa-an (kerjakan shalat pada waktunya) maupun qadha-an (kerjakan shalat di luar waktunya). Sedangkan makruh berarti sesuatu yang diperintahkan untuk ditinggalkan dengan larangan tidak tegas.

Kaedah meninggalkan syarat, rukun, dan wajib shalat

  1. Jika seseorang meninggalkan syarat, rukun, atau wajib shalat dengan sengaja padahal mampu melakukannya, maka shalatnya tidaklah sah.
  2. Jika meninggalkan syarat, rukun dalam keadaan tidak tahu atau lupa, maka wajib dilakukan kembali lalu melakukan sujud sahwi.
  3. Jika meninggalkan wajib shalat dalam keadaan tidak tahu atau lupa, maka ditambal dengan sujud sahwi.
  4. Jika meninggalkan syarat atau rukun shalat karena tidak mampu, maka tidak ada kewajiban apa pun sebagai pengganti.

Kaedah meninggalkan perintah dan melakukan larangan karena lupa

Ibnul Qayyim rahimahullah berkata, “Perbedaan penting yang perlu diperhatikan bahwa siapa yang melakukan yang haram dalam keadaan lupa, maka ia seperti tidak melakukannya. Sedangkan yang meninggalkan perintah karena lupa, itu bukan alasan gugurnya perintah. Namun bagi yang mengerjakan larangan dalam keadaan lupa, maka itu uzur baginya sehingga tidak terkenai dosa.” (I’lam Al-Muwaqi’in, 2:51).

Peringatan!

Orang yang tidak tahu tidak ada udzur, kalau ia lakukan kesalahan untuk shalat saat ini, maka ia mengulangi shalat yang saat itu saja. Hal ini sebagaimana Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menyuruh orang yang jelek shalatnya (yaitu Khalad bin Raafi’, cerita hadits ini ada dalam hadits Abu Hurairah dan hadits Rifa’ah bin Raafi’). Adapun shalat yang dulu-dulu tidak perlu diulangi. Karena beban hukum ada ketika telah sampainya ilmu. Lihat Ghayah Al-Muqtashidin, 1:286.

Ada kaedah dari Ibnu Taimiyah yang berbunyi,

أَنَّ الْحُكْمَ لَا يَثْبُتُ إلَّا مَعَ التَّمَكُّنِ مِنْ الْعِلْمِ

“Hukum tidaklah ditetapkan kecuali setelah sampainya ilmu.” (Majmu’ah Al-Fatawa, 19:226).

Dalil kaedah ini adalah firman Allah,

وَمَا كُنَّا مُعَذِّبِينَ حَتَّى نَبْعَثَ رَسُولًا

Dan Kami tidak akan menyiksa sebelum Kami mengutus seorang rasul.” (QS. Al Isra’: 15).

Kenapa sampai meninggalkan syarat, rukun, dan wajib shalat membatalkan shalat?

Dalam Ghayah Al-Muqtashidin (1:286) disebutkan bahwa hal ini dikarenakan meninggalkan sesuatu yang shalat tidaklah sempurna kecuali dengannya dan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam telah bersabda,

مَنْ عَمِلَ عَمَلاً لَيْسَ عَلَيْهِ أَمْرُنَا فَهُوَ رَدٌّ

Barangsiapa melakukan suatu amalan yang bukan ajaran kami, maka amalan tersebut tertolak.” (HR. Muslim, no. 1718)

Masih berlanjut pembahasan tentang pembatal shalat insya Allah.

Referensi:

  1. Ghayah Al-Muqtashidin Syarh Manhaj As-Salikin. Cetakan pertama, Tahun 1434 H. Abu ‘Abdirrahman Ahmad bin ‘Abdurrahman Az-Zauman. Penerbit Dar Ibnul Jauzi.
  2. Syarh Manhaj AsSalikin. Cetakan kedua, Tahun 1435 H. Dr. Sulaiman bin ‘Abdillah Al-Qushair. Penerbit Maktabah Dar Al-Minhaj.

Oleh: Muhammad Abduh Tuasikal

Akhi, ukhti, yuk baca tulisan lengkapnya di Rumaysho:
https://rumaysho.com/23840-manhajus-salikin-pembatal-shalat.html

Mengapa Menolak Jenazah Covid-19?

Kewaspadaan berbeda dengan kepanikan. Sikap waspada dibangun di atas dasar ilmu yang jelas. Adapun kepanikan biasanya hanya berlandaskan rumor yang tidak bisa dipertanggungjawabkan.

Mewaspadai penularan virus Covid-19 adalah sebuah keharusan. Sebab wabah tersebut memang amat membahayakan. Namun kewaspadaan itu tidak boleh kebablasan. Hingga menyeret kepada sikap panik berlebihan.

Contohnya: adalah menolak jenazah pasien Covid-19.

Fenomena yang terjadi di berbagai daerah ini, tidak bisa dibenarkan dari aspek manapun. Aspek sosial, kesehatan maupun agama.

Pertama: Aspek Sosial

Dalam kondisi wabah seperti ini, semestinya kepedulian antar masyarakat justru dihidupkan. Kita harus saling peduli, bahu membahu dan bantu membantu.

Para penderita Covid-19 adalah korban yang sepatutnya mendapatkan empati. Bukan malah dikucilkan, dibenci atau disakiti.

Saat mereka mengalami intimidasi sedemikian rupa, justru akan merugikan kita bersama.

Sebab dapat membuat orang yang mengalami gejala, merasa khawatir untuk melapor dan memeriksakan diri. Ini sangat berbahaya. Mengakibatkan virus tidak terdeteksi. Sehingga menyulitkan untuk memutus rantai penyebarannya. Berpeluang besar untuk menularkan virus tersebut kepada orang-orang di sekelilingnya. Tanpa disadari.

Apalagi bila penderita itu adalah tenaga medis dan para medis. Mereka adalah pahlawan kita saat ini. Mereka rela mempertaruhkan nyawa demi merawat para korban.

Pantaskah orang-orang yang telah berjasa besar, justru dikucilkan masyarakat, diusir dari kontrakan atau ditolak jenazahnya?

Bukankah itu adalah sikap membalas air susu dengan air tuba? Di mana hati nurani kita?

Kedua: Aspek Kesehatan

Banyak penolakan terjadi, dikarekan rumor yang berkembang, bahwa jenazah bisa menularkan virus. Sehingga membahayakan lingkungan sekitar.

Padahal para pakar kesehatan telah meluruskan pemahaman keliru tersebut.

dr. Edi Suyanto SpF, SH, MH, Kepala Departemen Kedokteran Forensik dan Medikolegal RSU dr. Soetomo Surabaya mengatakan,

“Secara ilmiah ilmu kedokteran, korban atau jenazah kemungkinan menularnya sudah tidak ada. Apalagi virus corona. Dia (virus corona) harus hidup pada inangnya. Inangnya sudah mati, virusnya juga ikut mati. Sama dengan HIV/AIDS sama H5N1 (Flu Burung) “.

Hermawan Saputra, anggota Ikatan Ahli Kesehatan Masyarakat Indonesia (IAKMI) menambahkan, “Corona ditularkan melalui batuk dan bersin. Kira-kira kalau orang meninggal apa bisa batuk dan bersin?”

Lantas bagaimana dengan cairan yang mungkin keluar dari jenazah?

Potensi penularan dari cairan tersebut, telah diantisipasi dengan protokol yang ketat.

Jenazah akan dibungkus plastik, lalu dikafani, kemudian dibungkus plastik lagi. Setelah itu dimasukkan ke dalam kantong jenazah. Lalu dimasukkan ke dalam peti yang tidak tembus air. Di setiap lapisan tadi dilakukan dekontaminasi. Terakhir jenazah sesegera mungkin dimakamkan. Di lokasi yang tidak dekat dengan sumber mata air.

Setelah berbagai prosedur cermat di atas, apalagi yang dikhawatirkan?

Alhamdulillah, hingga kini tidak ada laporan dari negara mana pun di seluruh dunia mengenai kasus penularan virus Corona melalui jenazah.

Ketiga: Aspek Agama

Dalam Islam, hukum memakamkan jenazah adalah fardhu kifayah. Demikian ijma’ para ulama. Bila tidak dilakukan, akibatnya semua orang bakal memikul dosanya.

Saking pentingnya hal ini, agama kita memberi aturan agar menyegerakan perawatan, pengantaran dan pemakaman jenazah.

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,

أَسْرِعُوا بِالْجَنَازَةِ

“Segerakanlah (penanganan) jenazah.” (HR. Bukhari dan Muslim)

Manakala ada penolakan jenazah, itu akan berakibat tertundanya pemakaman. Bahkan di suatu wilayah, karena ditolak di mana-mana, jenazah sempat tertahan hingga dua hari!

Sudah matikah naluri kemanusiaan?

Keimanan seseorang tidak dianggap sempurna, kecuali manakala ia mencintai saudaranya, seperti ia mencintai dirinya sendiri.

Bila jenazah yang terkatung-katung tadi adalah orang tua kita, bagaimana gerangan perasaan kita?

Ingat, balasan yang akan didapatkan seseorang, adalah sesuai dengan perbuatan yang ia lakukan.

Pesantren Tunas Ilmu Kedungwuluh Purbalingga.

Ustadz Abdullah Zaen, M.A.

Read more https://konsultasisyariah.com/36292-mengapa-menolak-jenazah-covid-19.html

Perbedaan Al-Jannah, Al-Jinnah dan Junnah

Kali ini kita kembali mengkaji berbagai keindahan bahasa dalam Al-Qur’an.

Ada banyak kata dalam Al-Qur’an yang memiliki susunan huruf yang sama tapi berbeda dalam harakatnya. Uniknya satu perbedaan harakat ini membawa kita pada perbedaan makna yang sangat jauh.

Seperti contoh dibawah ini :

1. Al-Jannah الجَنَّة (Bila menggunakan harakat fathah untuk huruf ج, maka kata ini memiliki arti “Surga” atau “Kebun”.

Allah swt berfirman :

وَٱلَّذِينَ ءَامَنُواْ وَعَمِلُواْ ٱلصَّٰلِحَٰتِ أُوْلَٰٓئِكَ أَصۡحَٰبُ ٱلۡجَنَّةِۖ هُمۡ فِيهَا خَٰلِدُونَ

“Dan orang-orang yang beriman dan mengerjakan kebajikan, mereka itu penghuni surga. Mereka kekal di dalamnya.” (QS.Al-Baqarah:82)

Atau dalam ayat lain Allah swt berfirman :

إِنَّا بَلَوۡنَٰهُمۡ كَمَا بَلَوۡنَآ أَصۡحَٰبَ ٱلۡجَنَّةِ

“Sungguh, Kami telah menguji mereka (orang musyrik Mekah) sebagaimana Kami telah menguji pemilik-pemilik kebun.” (QS.Al-Qalam:17)

2. Al-Jinnah الجِنَّة (Bila menggunakan harakat kasrah pada huruf ج, maka kata ini memiliki arti “Jin” atau “Setan”.

ٱلَّذِي يُوَسۡوِسُ فِي صُدُورِ ٱلنَّاسِ – مِنَ ٱلۡجِنَّةِ وَٱلنَّاسِ

“Yang membisikkan (kejahatan) ke dalam dada manusia, dari (golongan) jin dan manusia.” (QS An-Nas:5-6)

3. Junnah جُنَّة (Bila menggunakan harakat dhommah pada huruf ج, maka kata ini memiliki arti “Perisai” atau “Pelindung”.

ٱتَّخَذُوٓاْ أَيۡمَٰنَهُمۡ جُنَّةٗ فَصَدُّواْ عَن سَبِيلِ ٱللَّهِۚ

“Mereka menjadikan sumpah-sumpah mereka sebagai perisai.”
(QS.Al-Munafiqun:2)

Itulah beberapa makna dari kata جنة. Semoga dapat menambah khazanah keilmuan kita.

KHAZANAH ALQURAN

Bukti Nyata Kematian Bukan Akhir Hidup Manusia

Pasien-pasien mengaku mengalami pengalaman berbeda saat mati sementara itu.

Kematian merupakan misteri yang sukar diterima logika manusia. Masih banyak yang bertanya apakah ada alam lain setelah mati ataukah mati menjadi akhir dari perjalanan manusia?

Untuk menjawab pertanyaan itu, tim dokter dari Universitas Southampton, Inggris, merilis hasil empat tahun penelitian terhadap 2.060 pasien gagal jantung. Mereka tersebar di 15 rumah sakit di Inggris, Amerika Serikat, hingga Austria. Dari 330 pasien selamat, ada 140 orang yang disurvei.

Dilansir dari Telegraph, dari riset tersebut, peneliti menemukan ada 40 persen pasien yang mengalami kesadaran setelah jantung mereka dinyatakan berhenti secara klinis sebelum berdetak kembali. Seorang pria bahkan mengingat, saat rohnya meninggalkan jasad, dia dapat menyaksikan jenazahnya dari pojok ruangan. Saat diwawancara, pekerja sosial berusia 57 tahun itu mampu mendeskripsikan bagaimana para perawat bekerja dan suara mesin dinyalakan.

Pimpinan peneliti, Dr Sam Parnia dari Universitas Southampton, menjelaskan, dalam kasus ini pasien tersebut bisa menyadari apa yang terjadi selama tiga menit kematiannya. Padahal, secara klinis, otak tidak bisa bekerja saat jantung berhenti.

Masih dari riset tersebut, pasien-pasien yang diwawancarai mengaku mengalami pengalaman berbeda saat mati sementara itu. Ada yang merasa ditenggelamkan ke dalam air dalam, ada juga yang merasakan kedamaian. Karena itu, dia mengatakan, penelitian ini membutuhkan penyelidikan lebih lanjut.

Dr Musa bin Fathullah Harun dalam bukunya, Perjalanan Rabbani, menjelaskan, kematian merupakan pindahnya roh dari jasad, bukan berakhirnya kehidupan. Kematian pun hanya menjadi perpindahan dari alam dunia yang fana ke alam barzakh, yaitu alam pemisah antara dunia dan akhirat.

Maut menjadi pintu gerbang untuk melalui akhirat. Roh manusia yang wafat akan tinggal di alam barzakh hingga hari kebangkitan manusia dari kuburnya pada kiamat kelak.

Hal ini sesuai dengan hadits yang diriwayatkan dari Imam Tirmidzi. “Sesungguhnya kubur itu awal persinggahan dari persinggahan-persinggahan akhirat. Barang siapa yang selamat darinya, yang sesudahnya lebih mudah darinya. Barang siapa yang tidak selamat darinya, yang sesudahnya lebih sukar darinya. (HR Tirmizi, Ibnu Majah, dan Ahmad dari Utsman bin Affan RA).

Tidak hanya menunggu datangnya sangkakala sebagai pertanda kiamat tiba, roh pun bisa berkunjung. Ibnu Qoyyim al-Jauziyah dalam bukunya berjudul Roh mengungkapkan, selama di alam barzakh, roh orang-orang yang meninggal dunia bisa saling bertemu.

Ibnu Qoyyim mendasarkan dalilnya pada QS an-Nisa ayat 69. Allah SWT berfirman, “Dan siapa yang menaati Allah dan Rasul-(Nya), mereka itu akan bersama-sama dengan orang-orang yang dianugerahi nikmat oleh Allah, yaitu nabi-nabi, para shiddiqin, syuhada, dan orang-orang yang saleh. Mereka merupakan teman yang sebaik-baiknya.”

Ibnu Qoyyim menulis bahwa kebersamaan ini berlaku di dunia, alam barzakh, hingga hari pembalasan. Menurut Ibnu Qoyyim, ayat tersebut turun saat para sahabat Rasulullah SAW khawatir jika Nabi meninggal dunia dan berpisah dengan mereka. Jarir meriwayatkan dari Manshur, dari Abudh-Dhuha dan Masruq. “Para sahabat Nabi shalallahu’alaihi wa sallam berkata kepada beliau, ‘Tidak seharusnya kita berpisah dengan engkau di dunia ini. Jika engkau meninggal maka engkau akan ditinggikan di atas kami sehingga kami tidak bisa melihat engkau.'”

Di samping itu, Allah SWT juga berfirman di dalam QS al-Fajr: 27-30. “Hai, jiwa-jiwa yang tenang, kembalilah kepada Rabbmu dengan hati yang puas lagi diridhai-Nya. Maka, masuklah ke dalam jamaah hamba-hamba-Ku dan masuklah ke dalam surga-Ku.”

Sang syekh juga mengungkapkan, roh terdiri atas dua macam. Roh yang mendapatkan siksa dan roh yang mendapatkan kenikmatan. Roh yang mendapatkan siksaan akan disibukkan dengan siksaan yang menimpanya. Mereka pun tidak bisa saling berkunjung dan bertemu. Sementara itu, roh-roh yang mendapatkan kenikmatan mendapatkan kebebasan dan tidak terbelenggu.

KHAZANAH REPUBLIKA

Ramadhan Saat Wabah Covid-19, Habib Zen: Sambut dengan Iman

Menyambut Ramadhan di saat wabah Covid-19 bisa dengan segenap iman.

Ketua Umum Rabithah Alawiyah, Habib Zein bin Umar Smith, mengatakan selama ini umat Islam selalu menyambut datangnya Ramadhan dengan gembira untuk beribadah. Baca Juga

Menurut dia, biasanya umat Islam mengekspresikannya dengan melakukan persiapan yang sifatnya lahir atau tampak, seperti menyiapkan kebutuhan makanan.

Namun, di tengah situasi virus Covid-19 ini dia mengimbau agar umat Islam melakukan persiapan yang sifatnya batiniyah atau sesuatu yang tidak tampak.

“Banyak terlupa bahwa sebenarnya yang perlu disiapkan sekarang adalah masalah batiniyah, bagaimana kita menghadapi Ramadhan. Nah, karena sekarang ada musibah, ini sebenarnya satu kesempatan untuk mempersiapkan datangnya Ramadhan dengan jiwa, dengan hati, dengan keimanan,” ujarnya kepada Republika.co.id, Jumat (10/4).

Menurut dia, seluruh umat Islam memang dianjurkan mempersiapkan diri untuk beribadah di bulan Ramadhan. Namun, untuk menghindari bahaya virus Covid-19, pada Ramadhan kali ini umat Islam hendaknya beribadah di rumahnya masing-masing.

“Sekarang Allah SWT mentakdirkan kita untuk beribadah antara seorang diri dengan Sang Khaliq (Pencipta). Jadi, sifatnya lebih ibadah sirri, ibadah sendiri, bermuhasabah, bermunajat kepada Allah,” ucapnya.

Dia menambahkan, dalam Ramadhan terkadang umat terlalu fokus pada masalah ritual keagamaan yang sifatnya berjamaah. Namun, dalam siatuasi sekarang ini umat diberikan kesempatan untuk berhubungan dengan Allah secara personal.

“Ini adalah kesempatan yang bisa beribadah antara kita sendiri dan Allah SWT. Tinggal sekarang bagaimana kita mempersiapkan diri, memohon ampun, dan berdoa agar semua musibah yang dialami umat manusia diangkat Allah SWT,” kata Habib Zein.

KHAZANAH REPUBLIKA

Bolehkah Petugas Medis tak Puasa Ramadhan?

Petugas medis wajib meng-qadha puasa Ramadhan di lain waktu.

Ramadhan sudah di depan mata. Menjadi kewajiban bagi seorang Muslim yang telah baligh untuk menjalankan ibadah puasa. Meski demikian, pada Ramadhan tahun ini, beberapa orang dengan profesi tertentu dituntut bekerja ekstra, terutama di antaranya petugas medis dalam merawat pasien-pasien yang terpapar penyakit virus corona (Covid-19).

Untuk melakukan tugas tersebut, petugas medis perlu fisik dan stamina prima. Nah, dengan pekerjaan yang menguras stamina itu, bolehkah seorang petugas medis yang menangani pasien Covid-19 tidak berpuasa? Adakah keringanan bagi mereka agar dapat melaksanakan puasa di lain hari (meng-qadha puasa), misalnya ketika wabah Covid-19 telah berakhir?

Menjawab pertanyaan ini, Ustaz Wijayanto menerangkan, seorang Muslim yang mempunyai hambatan berat diperbolehkan tidak berpuasa Ramadhan. Kendati demikian, orang tersebut tetap dikenakan ke wajiban meng-qadha puasa dan membayar fidyah. Hal ini sesuai dengan keterangan dalam surah al-Baqarah ayat 184 dan 185.

Ustaz Wijayanto menjelaskan, petugas medis tetap berkewajiban meng-qadha atau mengganti puasa Ramadhannya di lain waktu. Sebab, halangan yang membuat petugas medis tidak berpuasa tidak bersifat permanen atau terus-menerus.

“Orang Muslim yang berat menjalankan puasa, boleh tidak berpuasa, tapi membayar fidyah. Harus meng-qadha karena halangan sesaat, bukan permanen,” kata Ustaz Wijayanto.

Ustaz Jeje Zainuddin juga menjelaskan adanya rukhsah atau keringanan bagi orang yang bekerja berat untuk tidak berpuasa. Ia menjelaskan, para dokter dan tenaga medis lainnya bisa tergolong orang yang menda patkan rukhsah untuk tidak berpuasa ketika mereka harus bekerja ekstra untuk mem berikan penanganan kepada pasien tanpa henti.

Para dokter dan tenaga medis itu, menurut sebagian fukaha, bisa masuk kategori alladziina yuthîqûnahu, yaitu orang yang sang gup berpuasa tetapi dengan susah payah. Hal ini tertulis dalam surah Al Baqarah ayat 184.

KHAZANAH REPUBLIKA

Gaji Berkurang Kok Hidup Semakin Berkah

SESEORANG datang kepada Imam Syafii mengadukan tentang kesempitan hidup yang ia alami. Dia memberi tahukan bahwa ia bekerja sebagai orang upahan dengan gaji 5 dirham. Dan gaji itu tidak mencukupinya.

Namun anehnya, Imam Syafii justru menyuruh dia untuk menemui orang yang mengupahnya supaya mengurangi gajinya menjadi 4 dirham. Orang itu pergi melaksanakan perintah Imam Syafii sekalipun ia tidak paham apa maksud dari perintah itu.

Setelah berlalu beberapa lama orang itu datang lagi kepada Imam Syafii mengadukan tentang kehidupannya yang tidak ada kemajuan. Lalu Imam Syafii memerintahkannya untuk kembali menemui orang yang mengupahnya dan minta untuk mengurangi lagi gajinya menjadi 3 dirham. Orang itupun pergi melaksanakan anjuran Imam Syafii dengan perasaan sangat heran.

Setelah berlalu sekian hari orang itu kembali lagi menemui Imam Syafii dan berterima kasih atas nasihatnya. Ia menceritakan bahwa uang 3 dirham justru bisa menutupi seluruh kebutuhan hidupnya, bahkan hidupnya menjadi lapang. Ia menanyakan apa rahasia di balik itu semua?

Imam Syafii menjelaskan bahwa pekerjaan yang ia jalani itu tidak berhak mendapatkan upah lebih dari 3 dirham. Dan kelebihan 2 dirham itu telah mencabut keberkahan harta yang ia miliki ketika tercampur dengannya. Lalu Imam Syafii membacakan sebuah syair:

Dia kumpulkan yang haram dengan yang halal supaya ia menjadi banyak.
Yang haram pun masuk ke dalam yang halal lalu ia merusaknya.

Barangkali kisah ini bisa menjadi pelajaran yang sangat berharga bagi kita dalam bekerja. Jangan terlalu berharap gaji besar bila pekerjaan kita hanya sederhana. Dan jangan berbangga dulu mendapatkan gaji besar, padahal etos kerja sangat lemah atau tidak seimbang dengan gaji yang diterima.Baca jugaYuk Menjadi Orang Terbaik seperti Kata Rasulullah


Kemana Pun Menghadap, Keagungan Allah Kita Temukan


Inikah Tanda-Tanda Akhir Zaman Itu?

Bila gaji yang kita terima tidak seimbang dengan kerja, artinya kita sudah menerima harta yang bukan hak kita. Itu semua akan menjadi penghalang keberkahan harta yang ada, dan mengakibatkan hisab yang berat di akhirat kelak.

Harta yang tidak berkah akan mendatangkan permasalahan hidup yang membuat kita susah, sekalipun bertaburkan benda-benda mewah dan serba lux. Uang banyak di bank tapi setiap hari cek-cok dengan istri. Anak-anak tidak mendatangkan kebahagiaan sekalipun jumlahnya banyak. Dengan teman dan jiran sekitar tidak ada yang baikan.

Kendaraan selalu bermasalah. Ketaatan kepada Allah semakin hari semakin melemah. Pikiran hanya dunia dan dunia. Harta dan harta. Penglihatan selalu kepada orang yang lebih dalam masalah dunia. Tidak pernah puas, sekalipun mulutnya melantunkan alhamdulillah tiap menit.

Kening selalu berkerut. Satu persatu penyakitpun datang menghampir. Akhirnya gaji yang besar habis untuk cek up ke dokter sana, periksa ke klinik sini. Tidak ada yang bisa di sisihkan untuk sedekah, infak dan amal-amal sosial demi tabungan masa depan di akhirat. Menjalin silaturrahim dengan sanak keluarga pun tidak.

Semakin kelihatan mewah pelitnya juga semakin menjadi. Masa bodoh dengan segala kewajiban kepada Allah. Ada kesempatan untuk salat ya syukur, tidak ada ya tidak masalah. Semoga Allah mengaruniakan kepada kita kemampuan untuk serius dalam bekerja dan itqan, hingga rezeki kita menjadi berkah dunia dan akhirat

Semoga menjadi nasihat terutama buat diri saya dan kita semua. [*]

INILAH MOZAIK

Hukum Meninggalkan Shalat Jum’at

Shalat Jum’at adalah ibadah yang agung yang dilaksanakan di hari yang mulia. Ia juga merupakan syi’ar Islam yang besar. Hukumnya fardhu ‘ain bagi lelaki Muslim. Oleh karena itu, meninggalkan shalat Jum’at juga merupakan perkara yang fatal.

Meninggalkan shalat Jum’at adalah dosa besar

Dalam riwayat lain, dari Abul Ja’d Adh Dhamri radhiallahu’anhu, Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda:

مَنْ تَرَكَ ثَلَاثَ جُمَعٍ تَهَاوُنًا بِهَا طَبَعَ اللَّهُ عَلَى قَلْبِهِ

“Barangsiapa yang meninggalkan shalat jum’at tiga kali karena meremehkannya, maka Allah akan kunci hatinya” (HR. Abu Daud no.1052, dishahihkan Al Albani dalam Shahih Abu Daud).

Dalam riwayat lain, dari Jabir bin Abdillah radhiallahu’anhu, Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda:

مَنْ تَرَكَ الْجُمُعَةَ ثَلَاثًا مِنْ غَيْرِ ضَرُورَةٍ طَبَعَ اللَّهُ عَلَى قَلْبِهِ

Barangsiapa yang meninggalkan shalat jum’at tiga kali padahal bukan kondisi darurat, maka Allah akan kunci hatinya” (HR. Ibnu Majah no.1126, dihasankan Al Albani dalam Shahih Ibnu Majah).

Al Munawi rahimahullah menjelaskan makna hadits ini:

أي : ختم عليه وغشاه ومنعه ألطافه ، وجعل فيه الجهل والجفاء والقسوة ، أو صير قلبه قلب منافق

“Maksudnya: Allah akan mengunci hatinya, menutupnya dan menghalanginya dari kasih sayang Allah. Dan Allah akan jadikan kejahilan, kekasaran dan kekerasan hati padanya. Atau Allah akan jadikan hatinya seperti hati orang munafik” (Faidhul Qadir, 6/133).

Ini menunjukkan bahwa orang yang meninggalkan shalat Jum’at tanpa udzur, ia telah melakukan dosa besar. 

Bahkan dalam hadits yang lain, orang yang meninggalkan shalat Jum’at tanpa udzur diancam lebih keras lagi. Dari Abul Ja’d Adh Dhamri radhiallahu’anhu, Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda:

مَن ترَك الجمعةَ ثلاثًا مِن غيرِ عذرٍ فهو منافقٌ

“barangsiapa yang meninggalkan shalat jum’at tiga kali tanpa udzur, maka dia orang munafik” (HR. Ibnu Hibban no.258, dishahihkan Al Albani dalam Shahih At Targhib no.727).

Bahkan Abdullah bin Abbas radhiallahu’anhu mengatakan:

من ترَكَ الجمعةَ ثلاثَ جمعٍ متوالياتٍ فقد نَبذَ الإسلامَ وراءَ ظَهْرِهِ

“Barangsiapa yang meninggalkan shalat Jum’at tiga kali berturut-turut maka ia telah melemparkan Islam ke belakang punggungnya” (HR. Al Mundziri dalam At Targhib wat Tarhib, 1/132, ia mengatakan: “sanadnya shahih”).

Syaikh Abdul Aziz bin Baz rahimahullah mengatakan:

ترك الجمعة لا يجوز، وهو على خطر، صاحبها على خطر إذا تعمد تركها، عند جمع من أهل العلم يراه كافراً إذا تعمد تركها

“Meninggalkan shalat jum’at itu tidak diperbolehkan. Orang yang melakukannya dalam bahaya besar, jika ia melakukannya dengan sengaja. Menurut sebagian ulama, orang yang melakukannya bisa kafir jika ia bersengaja meninggalkan shalat jum’at” (Sumber: https://binbaz.org.sa/fatwas/9823/).

Meninggalkan shalat Jum’at karena udzur

Yang dicela dalam hadits-hadits di atas adalah yang meninggalkan shalat jum’at dengan sengaja, tanpa ada udzur. Karena ancaman dalam hadits dikaitkan dengan syarat “… karena meremehkannya”, “… tanpa udzur” atau “… padahal bukan kondisi darurat”. Adapun jika ada udzur atau kondisi darurat maka tidak berdosa dan bukan orang munafik.

Demikian juga sebagaimana disebutkan hadits dari Thariq bin Syihab radhiallahu’anhu, Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda:

الجمعةُ حقٌّ واجبٌ على كلِّ مسلمٍ فبجماعةٍ إلاَّ أربعةً عبدٌ مملوكٌ أوِ امرأةٌ أو صبيٌّ أو مريضٌ

“Shalat Jum’at adalah wajib bagi setiap Muslim dengan berjama’ah kecuali empat orang: hamba sahaya, wanita, anak kecil, orang sakit” (HR. Abu Daud no. 1067, dishahihkan Al Albani dalam Shahih Abu Daud).

Dalam riwayat lain dari Tamim Ad Dari radhiallahu’anhu, Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda:

الجمعةُ واجبٌ إلا على امرأةٍ أو صبيٍّ أو مريضٍ أو مسافرٍ أو عبدٍ

“Shalat Jum’at itu wajib bagi kecuali wanita, anak kecil, orang sakit, musafir atau hamba sahaya” (HR. Al Bukhari dalam at Tarikh Al Kabir, 2/337).

Maka budak, wanita, anak kecil, orang sakit, dan musafir tidak dicela dan tidak disebut munafik ketika meninggalkan shalat jum’at. Karena mereka memiliki udzur.

Dan diantara udzur yang menyebabkan bolehnya meninggalkan shalat Jum’at adalah adanya penyakit. Al Mardawi rahimahullah dalam kitab Al Insaf mengatakan:

وَيُعْذَرُ فِي تَرْكِ الْجُمُعَةِ وَالْجَمَاعَةِ الْمَرِيضُ بِلَا نِزَاعٍ، وَيُعْذَرُ أَيْضًا فِي تَرْكِهِمَا لِخَوْفِ حُدُوثِ الْمَرَضِ

“Diberi udzur untuk meninggalkan shalat jama’ah dan shalat jum’at bagi orang sakit tanpa ada khilaf di antara ulama. Demikian juga diberi udzur untuk meninggalkan shalat jama’ah dan shalat jum’at ketika ada kekhawatiran terkena penyakit”.

Orang yang mendapati kesulitan untuk melaksanakan shalat Jum’at, maka ada kemudakan baginya untuk tidak menghadiri shalat Jum’at. Sebagaimana kaidah fikih yang disepakati para ulama:

المشقة تجلب التيسير

“Adanya kesulitan, menyebabkan adanya kemudahan”.

Dan orang yang tidak menghadiri shalat Jum’at, baik karena ada udzur maupun karena sengaja, wajib baginya untuk shalat zhuhur empat raka’at. Syaikh Abdul Aziz bin Baz mengatakan:

من لم يحضر صلاة الجمعة مع المسلمين لعذر شرعي من مرض أو غيره أو لأسباب أخرى صلى ظهرا ، وهكذا المرأة تصلي ظهرا ، وهكذا المسافر وسكان البادية يصلون ظهرا كما دلت على ذلك السنة ، وهو قول عامة أهل العلم ، ولا عبرة بمن شذ عنهم ، وهكذا من تركها عمدا ، يتوب إلى الله سبحانه ، ويصليها ظهرا

“Siapa yang tidak melakukan shalat Jumat bersama kaum muslimin karena udzur syar’i, baik berupa sakit, atau lainnya, maka ia wajib shalat Zhuhur. Demikian pula wanita, dia wajib shalat Zhuhur. Begitupula dengan musafir dan penduduk yang tinggal di gurun pedalaman, mereka wajib shalat Zhuhur, sebagaimana disebutkan dalam hadits. Inilah pendapat mayoritas ulama, pendapat yang syadz (nyeleneh) dalam masalah ini tidak dianggap. Demikian pula bagi yang meninggalkannya dengan sengaja, hendaknya dia bertaubat kepada Allah dan dia wajib shalat Zhuhur.” (Majmu Fatawa Ibnu Baz, 12/332).

Semoga Allah ta’ala memberi taufik.

**

Penulis: Yulian Purnama

Simak selengkapnya disini. Klik https://muslim.or.id/55747-hukum-meninggalkan-shalat-jumat.html