Ragu Akan Kesucian Air, Masih Bisakah Digunakan Untuk Bersuci?

Bersuci merupakan salah satu pekerjaan vital yang harus dilakukan oleh setiap muslim baik laki-laki maupun perempuan. Alat utama dalam melakukan bersuci adalah air. Dalam prakteknya, tidak semua air bisa digunakan untuk bersuci, yakni hanya tertuju pada air yang memiliki status suci mensucikan. Namun, bagaimana dengan air yang diragukan kesuciannya? Masih bisakah digunakan untuk bersuci?

Dalam literatur fikih syafi’i terdapat beberapa penjelasan mengenai seseorang yang ragu akan kesucian air. Menurut Imam Mawardi apabila seseorang ragu akan ukuran air apakah sampai dua kulah (270 liter) atau tidak hendaknya mengambil dugaan bahwa air tersebut kurang dari dua kulah. Sehingga apabila air tersebut kejatuhan benda najis maka dihukumi najis.  Hal ini, sebagaimana dalam kitab al-Hawi fi fikhi al-Syafi’i, juz 1, halaman 343,

فَلَوْ وَقَعَتْ نَجَاسَةٌ فِي مَاءٍ شُكَّ فِي قَدْرِهِ هَلْ هُوَ قُلَّتَانِ أَوْ أَقَلُّ : فَهُوَ عَلَى الْقِلَّةِ مَا لَمْ يَعْلَمْ كَثْرَتَهُ وَيَكُونُ نَجِسًا

Artinya : “seandainya benda najis terjatuh pada air yang diragukan apakah sampai dua kulah atau tidak maka air tersebut statusnya sedikit dan menjadi air yang najis”

Berdasarkan penjelasan diatas apabila seseorang ragu mengenai sampainya air pada dua qulah, maka dia harus meyakini air tersebut kurang dari dua kulah. Namun, apabila seseorang yakin akan kesucian air lalu muncul keraguan apakah ada najis yang masuk, maka dia tetap pada keyakinannya yaitu dihukumi suci menyucikan. 

Sebaliknya, apabila seseorang meyakini bahwa air itu telah dijatuhi najis, lalu muncul keraguan apakah air tersebut sudah disucikan atau tidak, maka tetap dihukumi najis. Kalau tidak meyakini apa-apa, maka air tersebut dihukumi suci berdasarkan hukum asal air adalah suci. Sebagaimana dalam kitab al- Majmu Syarhul-Muhaddab, juz 1, halaman 167,

إذا تيقن طهارة الماء وشك في نجاسته توضأ به لان الاصل بقاؤه على الطهارة وان تيقن نجاسته وشك في طهارته لم يتوضأ به لان الاصل بقاؤه علي النجاسة وان لم يتيقن طهارته ولا نجاسته توضأ به لان الاصل طهارته

Artinya :”Apabila seseorang yakin akan kesucian air kemudian ragu dalam kenajisannya maka dia boleh berwudhu dengan air itu. Karena pada asalnya air tetap pada kesuciannya. Namun, apabila dia meyakini akan najisnya air lalu muncul keraguan apakah sudah disucikan atau tidak, maka dia tidak boleh berwudhu dengan air itu. Kalau dia tidak meyakini najis ataupun suci maka dia boleh berwudhu dengan air itu karena pada asalnya air dihukumi suci.”

Dari penjelasan diatas dapat diketahui bahwa apabila seseorang ragu akan ukuran air apakah sampai dua qulah atau tidak, maka dia harus mengambil dugaan bahwa air tersebut kurang dari dua qulah, sehingga apabila air tersebut kejatuhan benda najis maka dihukumi najis.

Namun, apabila seseorang yakin akan kesucian air lalu muncul dugaan kebalikannya maka dia harus berpegangan pada keyakinannya, yakni sucinya air. Kalau dia tidak meyakini apa-apa, maka air tersebut dihukumi suci berdasarkan hukum asal air adalah suci.

Demikian penjelasan mengenai hukum air yang diragukan kesuciaannya. Semoga bermanfaat. Wallahu a’lam.

BINCANG SYARIAH

Flexing Ramai Dipergunjingkan Nitizen, Begini Penjelasannya Menurut Islam

Flexing, istilah yang sedang marak netizen perbincangkan, pasalnya media sosial membuat fenomena ini menjadi lebih populer. Lantas, sebenarnya apa itu flexing? Bagaimana melihat flexing menurut Islam?

Flexing seperti yang dikatakan Prof Rhenald Kasali adalah istilah yang diperuntukan kepada orang yang suka mengekspos kekayaannya di media sosial. Flexing identik disandingkan dengan crazy rich, orang super kaya, meskipun banyak pula para crazy rich yang tidak memamerkan hartanya.  

Memamerkan harta kekayaan dulunya dianggap tabu, tidak diperbolehkan, bahkan tidak layak dipertontonkan, namun berbeda dengan sekarang, nampaknya banyak orang yang mengaku crazy rich justru kerap kali memamerkan harta yang dimilikinya ke khalayak umum agar mendapat pengakuan. 

Orang yang benar-benar kaya tidak karena mendadak dan pura-pura kaya, tentu saja jarang sekali memamerkan hartanya, bahkan tidak pernah terlintas di benak mereka untuk pamer, Misalkan saya Michael Hartono pemilik Grup Djarum dan saham mayoritas Bank Central Asia (BCA), kita tidak pernah melihatnya flexing harta dan kekayaannya. 

Menurut Prof Rhenald Kasali, bahwa flexing sudah terjadi dalam lama, hanya baru marak sekarang, dimana pada waktu dulu, flexing tidak untuk memamerkan kekayaannya tetapi kedermawanannya. Yaitu dengan memamerkan bahwa dia orang yang dermawan, tetapi sumbangannya di tonjol-tonjolkan. (simak kanal YouTube Deddy Corbuzer dengan judul SOK KAYA TAPI NIPU TRADINGBOHONG SEMUA

Penjelasan terkait Flexing menurut Islam, lebih jauh simak penjelasan ulama fikih dan tafsir terkait persoalan yang tengah hangat ini. Berikut adalah penjelasannya.

Dalil Mengenai Flexing

Flexing sama halnya memamerkan sumbangan, harta, kekayaan kepada orang lain. Agaknya ayat berikut berkaitan dengan perilaku flexing;

إِنْ تُبْدُوا الصَّدَقَاتِ فَنِعِمَّا هِيَ وَإِنْ تُخْفُوهَا وَتُؤْتُوهَا الْفُقَرَاءَ فَهُوَ خَيْرٌ لَكُمْ وَيُكَفِّرُ عَنْكُمْ مِنْ سَيِّئَاتِكُمْ وَاللَّهُ بِمَا تَعْمَلُونَ خَبِيرٌ 

Artinya: Jika kamu menampakkan sedekah(mu), maka itu adalah baik sekali. Dan jika kamu menyembunyikannya dan kamu berikan kepada orang-orang fakir, maka menyembunyikan itu lebih baik bagimu. Dan Allah akan menghapuskan dari kamu sebagian kesalahan-kesalahanmu; dan Allah mengetahui apa yang kamu kerjakan. QS Al-Baqarah [2] ayat 271.

Wahbah Zuhaili dalam kitab Tafsir al-Munir jilid 2, halaman 96-98, berpendapat bahwa Allah Maha tahu apakah infak, sedekah itu dilakukan dengan ketaatan atau kemaksiatan. Sehingga memberikan dua pilihan baik ditampakkan atau dirahasiakan. Hal ini sesuai dengan hadits orang yang bersedekah secara sembunyi-sembunyi hingga tangan kirinya tidak tau apa yang disedekahkan oleh tangan kanannya. 

Menampakan sedekah agar orang lain meneladani itu baik. Namun menyembunyikan tanpa memberitahu siapapun itu lebih baik untuk menghindari munculnya riya’ dan sum’ah atau gemar menunjukan amal yang dilakukan agar mendapat sanjungan atua pujian. 

Buya Hamka dalam Tafsir al-Azhar jilid 1 halaman 660-001, juga berpendapat bahwa ayat ini menjelaskan kalau memberikan sedekah, bantuan, sokongan, harta benda, dengan cara terang-terangan adalah perbuatan yang bagus. Tetapi pada taraf lebih tinggi, kalau bisa memberi sedekah kepada fakir, miskin, itu dilakukan secara sembunyi-sembunyi. 

Profesor Quraish Shihab dalam Tafsir al-Misbah jilid 1 halaman 583-584, mengemukakan bahwa kita jangan menduga bahwa yang diterima oleh Allah yang dirahasiakan. Sebab keikhlasan itu sangat rahasia bagi manusia, dan hanya Allah yang tau kadarnya. 

Menyumbang secara terang-terangan pun bisa melebihi keikhlasan menyumbang secara sembunyi-sembunyi. Sedang sedekah secara sembunyi-sembunyi ditakutkan karena lahirnya riya’ dan pamrih, serta lebih menjaga air muka kaum fakir yang menerimanya. 

Dengan bersedekah dari harta yang halal dan sesuai dengan anjuran-anjuran agama, akan dihapuskan dosanya oleh Allah. Yaitu dosa-dosa kecil bukan dosa-dosa besar apalagi dosa yang ada kaitannya dengan manusia. Ini perlu digaris bawahi agar tidak bersedekah dengan harta yang haram dan sebagian dengan yang halal agar dapat menghapus dosa. 

Menampakkan dan menyembunyikan sedekah juga dijelaskan dalam hadis H.R Abu Daud 1333, Nasai 2561, Musnad Ahmad 17368, 17444

عَنْ عُقْبَةَ بْنِ عَامِرٍ الْجُهَنِيِّ قَالَ : قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : ” الْجَاهِرُ بِالْقُرْآنِ كَالْجَاهِرِ بِالصَّدَقَةِ، وَالْمُسِرُّ بِالْقُرْآنِ كَالْمُسِرِّ بِالصَّدَقَةِ 

Dari ‘Uqbah bin ‘Amir Al Juhani dia berkata: Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Orang yang mengeraskan bacaan Al Qur’an bagaikan orang yang menampakkan sedekah, dan orang yang memelankan bacaan Al Qur’an ibarat orang yang bersedekah dengan sembunyi-sembunyi.” 

Dalam Sunan Tirmidzi menjelaskan maksud hadis ini lebih jauh:

لِأَنَّ صَدَقَةَ السِّرِّ أَفْضَلُ عِنْدَ أَهْلِ الْعِلْمِ مِنْ صَدَقَةِ الْعَلَانِيَةِ، وَإِنَّمَا مَعْنَى هَذَا عِنْدَ أَهْلِ الْعِلْمِ لِكَيْ يَأْمَنَ الرَّجُلُ مِنَ الْعُجْبِ ؛ لِأَنَّ الَّذِي يُسِرُّ الْعَمَلَ لَا يُخَافُ عَلَيْهِ الْعُجْبُ مَا يُخَافُ عَلَيْهِ مِنْ عَلَانِيَتِهِ.

Artinya: “Hadist ini asan tapi gharib. Arti dari hadits ini adalah bahwa orang yang secara sir(sembunyi-sembunyi) membaca Al-Qur’an lebih baik daripada orang yang mengeraskan bacaan al-Qur’an. Karena bersedekah secara sembunyi-sembunyi lebih baik bagi orang yang berilmu daripada bersedekah secara terang-terangan, tetapi yang dimaksud adalah bagi orang yang berilmu agar terhindar dari sifat ujub(sombong). 

Karena yang yang menyembunyikan amal dari perbuatan baiknya tidak takut akan sifat ujub sebagaimana yang ditakutkan dari orang-orang yang menampakan amalnya. “(H.R Tirmidzi, Nomor 2919)

Bahayanya Flexing menurut Imam Nawawi Al-Bantani

Terkait penjelasan flexing menurut Islam, Imam Nawawi menuliskan dalam kitabnya Naaiul ‘Ibād. Sebagaimana diriwayatkan dari Abdurrahman bin Shakhr dan Abu Hurairah ra. Mereka berkata bahwa Rasulullah SAW bersabda:

ثَلَاثٌ مُنْجِيَاتٌ وَ ثَلَاثٌ مُهْلِكَاتٌ وَ ثَلَاثٌ دَرَجَاتٌ وَ ثَلَاثٌ كَفَارَةٌ أَمَّا المنْجِيَاتُ فَخَشْيَةُ اللهِ تَعَالى فِي السِّر ِوَالعَلَانِيَةِ وَالقَصْدُ فِي الفَقْرِ وَالغِنَى وَالعَدْلُ فِي الرِّضَا وَالغَضَبِ وأَمَّ المهلِكَاتُ فَشُحٌّ شَدِيْدٌ وَهَوَى مُتَبَّعٌ وَإِعْجَابُ المرْءِ بِنَفْسِهِ وَأَمَّا الدَّرَجَاتُ فَإِفْشَاءُ السَّلَامِ وَإِطْعَامُ الطَّعَامِ وَالصَّلَاةُ بِاللَّيْلِ وَالنَّاسُ نِيَامٌ وَأَمَّا كَفَارَةُ فَإِسْبَاغُ الوُضُوءِ فِي السَّبَرَاتِ وَنَقْلُ الأَقْدَامِ إِلىَ الجَمَاعَةِ وَانْتِظَارُ الصَّلَاةِ بَعْدَ الصَّلَاةِ

Artinya: Tiga perkara yang dapat menyebabkan selamat, tiga perkara yang dapat menyebabkan kerusakan, tiga perkara yang dapat mengangkat derajat, dan tiga perkara yang dapat menebus dosa. Adapun tiga perkara yang menentukan keselamatan adalah: takut kepada Allah (taqwa), baik dalam keadaan sepi maupun ramai, penuh kesederhanaan, baik ketika dalam keadaan fakir maupun berkecukupan, dan bersikap adil baik pada waktu senang maupun saat marah.

Dan tiga perkara yang dapat menyebabkan rusak adalah: bakhil(pelit) yang berlebihan, mengikuti hawa nafsu, membanggakan diri sendiri. Adapun tiga perkara yang dapat mengangkat derajat adalah:

menguluk salam, memberi makanan, mengerjakan sholat malam saat orang lain terlelap. Dan tiga perkara sebagai penebus dosa adalah menyempurnakan wudhu ketika cuaca sangat dingin berangkat mengerjakan sholat berjamaah. (Terjemah Nashaihul ‘Ibad hlm 51)

Berkaitan dengan flexing yang mencoba memamerkan harta dan membanggakan diri, berhati-hatilah karena itu dapat menyebabkan kerusakan. Pamer harta dapat menjadi incaran orang jahat, dan menumbuhkan riya’, sombong, maupun sum’ah. 

Demikian sajian singkat mengenai flexing menurut Islam. Meskipun singkat semoga bermanfaat. Wallahu a’lam. (

BINCANG SYARIAH

Khalid Basalamah yang Kurang Muthala’ah

Surplus tukang pidato devisit ahli fikih. Kalimat ini menggambarkan kondisi keberagamaan muslim di Indonesia akhir-akhir ini. Suatu fenomena dimana dunia dakwah dijejali oleh orang-orang yang hanya pandai beretorika di podium dakwah, mimbar khutbah dan arena pengajian, namun minim penguasaan ilmu agama.

Fenomena ini terus berlangsung di negeri ini yang mayoritasnya muslim. Teranyar adalah pernyataan Khalid Basalamah yang mengatakan wayang bertentangan dengan ajaran Islam. Sekalipun tidak menyebut “wayang haram”, namun dari pernyataannya di video yang beredar jelas mengarah pada pengharaman wayang. Bahkan, seorang dalang yang ingin bertaubat menurutnya harus memusnahkan koleksi wayangnya karena tidak sesuai dengan ajaran Islam.

Jelas sekali, disamping menunjukkan ketidakpiawaiannya dalam ilmu fikih, ia terjebak pada apa yang disebut oleh  Syaikh Muhammad Fadil bin Asyur sebagai jebakan “Menangkap kulit melupakan isi”. Dalam bahasa yang sederhana, Basalamah adalah tipikal dai yang hanya piawai dalam olah kata dan retorika, namun kering ilmu agama. Fenomena ini sebenarnya telah diwasiatkan oleh Nabi.

Pesan Nabi, “Sungguh, saat ini kalian hidup di masa yang banyak fuqaha (ahli fikih), sedikit khuthaba (tukang pidato/penceramah/orator), banyak yang dermawan sedikit peminta-minta, pada masa ini amal lebih baik dari ilmu. Setelah kalian nanti, akan ada satu masa yang sangat langka ahli fikih, sementara tukang pidato/mubaligh/dai sangat banyak, sedikit yang dermawan banyak peminta-minta, pada saat itu ilmu lebih baik dari amal”. (HR. Thabrani).

“Ilmu lebih baik dari amal” dalam kalimat terakhir hadis ini sebagai alarm peringatan sangat minimnya ahli fikih. Sebagaimana dimaklumi, ibadah atau amal yang tidak dilandasi ilmu/fikih adalah sia-sia. Juga peringatan kepada para dai/mubaligh untuk mempersiapkan diri dengan ilmu agama secara maksimal supaya apa yang didakwahkan benar-benar ajaran Islam yang semestinya. Bukan dakwah asbun yang justru akan menyesatkan.

Imam Syihabuddin al Qarafi, salah satu pembesar ulama madhab Maliki dalam karyanya al Furuq mengatakan, “Jika tradisi telah terbarui, ambillah. Jika tidak, biarkanlah. Kamu tidak boleh bersikap kaku pada sumber-sumber tertulis dalam buku-bukumu sepanjang hidupmu. Jika ada seseorang datang kepadamu meminta fatwa, kamu jangan memberi fatwa berdasarkan tradisi negerimu. Bertanyalah kepadanya tentang tradisinya, dan berikan fatwa sesuai tradisinya, bukan tradisimu dan bukan pula menurut yang ada di buku-bukumu. Ini adalah cara yang benar dan jelas”.

Suatu cara berpikir metodologis yang begitu sempurna. Artinya, dalam menghukumi sesuatu tidak cukup hanya melihat kulitnya tapi perlu memperhatikan isinya. Al Qarafi sejatinya mengingatkan ketika memutuskan suatu hukum harus mengedepankan isi bukan kulit. Dalam istilah ushul fikih harus memperhatikan maqashidus Syaria’ah sebagai muara dari segala hukum. Mendahulukan pertimbangan kemaslahatan manusia.

Tentang hukum kesenian, seperti wayang, selama tidak menyalahi dan tidak bertentangan denga nilai-nilai ajaran Islam, apalagi bisa menjadi wasilah (media) dakwah Islam, tentu sangat sejalan dengan kehendak agama Islam itu sendiri. Ada empat kriteria yang ditetapkan oleh fuqaha supaya seni dikatakan Islami atau tidak bertentangan dengan hukum Islam. Yakni, tidak terdapat unsur yang menyebabkan kesyirikan, kemaksiatan, menimbulkan fitnah, dan harus mengandung unsur amar ma’ruf nahi mungkar.

Meskipun Khalid Basalamah telah meminta maaf atas kekeliruannya, namun apa yang terlanjur disampaikan merupakan fenomena akhir zaman yang telah dijelaskan oleh hadis Nabi. Karenanya, umat Islam harus selektif dalam memilih pengajian, ceramah, halaqah atau apapun sebutannya supaya tidak terjebak pada dai atau mubaligh yang asbun, asal bunyi, tanpa seperangkat pengetahuan agama yang memadai.

ISLAM KAFFAH

Islam dan Wayang: Belajar dari Rasulullah dalam Menghargai Tradisi

Apakah Rasulullah dalam berdakwah menghapus tradisi yang pernah ada di masyarakat Arab? Ternyata tidak, banyak sekali tradisi, budaya dan adat yang dimasukkan nilai Islami oleh Rasulullah. Jadilah kebiasaan lama tersebut bernuansakan Islam dan diperingati sebagai bagian dari khazanah Islam.

Begitu pula dengan cara pendekatan penyebar Islam di Indonesia. Mereka tidak merusak tradisi, adat, dan budaya yang ada yang tidak bertentangan dengan nilai Islam. Justru, tradisi yang ada ditransformasi dalam bentuk dan nuansa yang Islami. Batik, wayang, slametan, dan budaya lainnya diberikan makna islami sehingga ia tetap menjadi bagian dari nafas masyarakat.

Kaitan dengan wayang, rasanya tidak arif ketika ada seorang dai yang menyarankan memusnahkan wayang. Memang tidak menghukumi haram, tetapi menyarankan memusnahkan lebih parah tingkatannya dari pada haram. Rasanya itu sangat menyinggung perasaan masyarakat.

Karena itulah, dakwah dengan pendekatan budaya dengan menjadikan tradisi sebagai tonggak kokoh nilai Islam bukan hal baru. Rasulullah pun melakukan itu Ketika berhadapan dengan tradisi dan budaya masyarakat Arab.

Dakwah dalam konteks inilah sebenarnya harus juga dipahami oleh para dai saat ini. Bukan membuang tradisi sejauh tidak bertentangan dengan syariat, tetapi mengisi tradisi dengan makna yang islami. Jadi proses mengislamkan bukan sebagai sekedar proses islamisasi, tetapi internalisasi nilai Islam dalam tradisi.

3 Pendekatan Rasulullah dalam Menghargai Tradisi

Jika dilihat sebenarnya cara dakwah Nabi yang berhadapan dengan tradisi ada tiga pola. Pertama, pendekatan tahmil, artinya Islam datang dengan menerima dan menyempurnakan tradisi yang sudah ada di masyarakat jahiliyah. Corak seperti ini misalnya terlihat dalam penghormatan Islam terhadap bulan-bulan yang diharamkan pertumpahan darah yang sudah ada di zaman Arab pra Islam.

Tradisi menghormati bulan-bulan tertentu sudah ada sebelum ajaran Islam. Apakah Islam kemudian memberangus keyakinan itu? Tidak! Islam memberikan nilai Islami dengan menghormati bulan yang suci dengan berbagai ibadah. Memperbanyak amalan dan puasa seperti bulan Rajab dan Sya’ban.

Kedua, pendekatan taghyir, artinya Islam menerima tetapi merekonstruksi tradisi dengan nilai yang Islami. Dalam prakteknya, tradisi Arab pra Islam masih dilanjutkan tetapi diisi dengan nilai baru. Contoh ini misalnya dilihat dari proses haji yang tetap melaksanakan thawaf dan sai tetapi rubah maknanya bukan menyembah Latta dan Uzaa, tetapi ditujukan untuk mengangungkan Allah.

Corak seperti ini pula yang dilakukan semisal Walisongo ketika mempertahankan slametan dan pementasan wayang. Ada nilai islami yang dimasukkan dalam budaya dan tradisi. Tradisi tidak hilang, tetapi nilai islam pun tidak menjadi pudar.

Ketiga, pendekatan tahrim, artinya Islam menghapus tradisi dan kebiasaan yang ada yang jelas bertentangan dengan ajaran Islam. Namun, perlu diingat bahwa dalam proses penghapusan inilah Rasulullah sangat hati-hati agar tidak menimbulkan resistensi yang kuat. Misalnya pengharaman khamar yang dilakukan secara bertahap. Islam juga ingin menghapus perbudakan yang dilakukan secara bertahap dengan cara menjadikan membebaskan budak sebagai bagian dari sangsi ibadah.

Jika kita lihat pendekatan dakwah Rasulullah yang berhadapan dengan tradisi masyarakat pra Islam, memiliki kesamaan dengan cara dakwah Walisongo di nusantara. Dakwah kearifan lokal itulah yang diteladani para Wali dalam menyebarakan Islam di nusantara. Walisongo banyak menggunakan pendekatan taghyir dalam berdakwah, tetapi juga tegas menggunakan tahrim dengan model dakwah yang santun dan ramah.

Wal hasil, wayang sebagai warisan budaya nasional ini sebenarnya merupakan warisan budaya nusantara dan internalisasi Islam oleh para Walisongo yang harus terus dilestarikan. Wayang bukan hanya sebagai kebanggaan, tetapi media dakwah nilai-nilai Islam yang santun dan ramah.

Terakhir, saya ingin mengutip sebuah hadist :

ما رآه المسلمون حسنا فهو عند الله حسن

Artinya: “sesuatu yang dinilai baik oleh orang orang Islam, maka tentu baik pula dalam penilaian Allah”. (Mustadrak al-Hakim, 2/843).

Artinya, tradisi yang ada dan dipandang baik oleh umat Islam dan tidak menggangu akidah adalah kebaikan pula dalam pandangan agama. Semoga kita lebih arif dalam menyikapi tradisi dan agama.

ISLAM KAFFAH

Habib Husein Ja’far; Wayang Bisa Halal atau Haram

Belakangan “wayang” tengah ramai diperbincangkan nitizen. Pasalnya, salah seorang pendakwah agama yang menyebut wayang hukumnya haram. Lebih jauh lagi, penceramah tersebut mengatakan wayang harus dimusnahkan dari Indonesia.

Imbasnya,  kontroversi  “wayang itu haram” menyebar di linimasa media sosial. Menimbulkan gejolak di tengah masyarakat. Pro dan kontra pun terkait persoalan tersebut tak terelakkan. Bahkan, perkumpulan pedalangan ingin melaporkan pada pihak yang berwajib.

Menanggapi ramainya  pembahasan terkait wayang , Habib Husein Ja’far Al Hadar menjelaskan bahwa pembicaraan terkait wayang bisa halal dan bisa haram. Wayang itu halal seperti yang ditulis oleh KH. Agus Sunyoto, sebagaimana para Wali  Songo yang menjadikan wayang sebagai tembang dan pesantren. “Wayang itu sebagai media dakwah. Itu media yang sangat efektif,” jelas Habib Husein Ja’far, dalam Instagram Husein_Hadar.

Pada sisi lain, wayang bisa juga dikatakan haram. Terlebih jika manusia, dijadikan wayang oleh egonya. Pasalnya, banyak manusia yang dikontrol oleh nafsu dan birahinya.  “Wayang bisa haram, kalau kita jadi wayang dari ego kita. Jadilah Wayang dari akal dan hati mu,” tambah Habib Husein Ja’far.

Tak bisa dipungkiri,  wayang merupakan  budaya asli Nusantara. UNESCO, sejak 2003, menetapkan wayang Indonesia sebagai karya budaya dunia.  Lebih jauh, dalam wayang terdapat nilai efektif yang mengajarkan moral dan budi pekerti bagi peradaban bangsa.

Pada era terdahulu, para Walisongo menjadikan wayang sebagai media dakwah untuk mengenalkan ajaran Islam. Wayang juga dijadikan oleh para Wali dari tanah Jawa tersebut sebagai ajaran Islam.

BINCANG SYARIAH

Makna Doa Nabi Yunus di Perut Ikan dan Peristiwa Pemicunya

Nabi Yunus berdoa kepada Allah SWT saat berada di perut ikan

Ada sebuah doa yang dipanjatkan Nabi Yunus ‘alaihissalam ketika berada dalam perut ikan besar. Doa tersebut diabadikan dalam Alquran Al Karim. Dalam Alquran surat Al Anbiya Allah SWT berfirman: 

وَذَا النُّونِ إِذْ ذَهَبَ مُغَاضِبًا فَظَنَّ أَنْ لَنْ نَقْدِرَ عَلَيْهِ فَنَادَىٰ فِي الظُّلُمَاتِ أَنْ لَا إِلَٰهَ إِلَّا أَنْتَ سُبْحَانَكَ إِنِّي كُنْتُ مِنَ الظَّالِمِينَ

“Dan (ingatlah kisah) Dzun Nun (Yunus), ketika ia pergi dalam keadaan marah, lalu ia menyangka bahwa Kami tidak akan mempersempitnya (menyulitkannya), maka ia menyeru dalam keadaan yang sangat gelap: “Bahwa tidak ada Tuhan selain Engkau. Mahasuci Engkau, sesungguhnya aku adalah termasuk orang-orang yang zalim.” (QS Al Anbiya ayat 87).  

Pakar tafsir Alquran yang juga pengasuh Pondok Pesantren Bayt Alquran-Pusat Studi Alquran (PSQ), Ustadz Syahrullah Iskandar menjelaskan kata dzannun adalah gelarnya Nabi Yunus. 

Pada surat lainnya, Nabi Yunus juga disebut shohibul hut. Dua julukan itu disematkan pada Nabi Yunus karena pernah ditelan oleh ikan besar.  

Ustadz Syahrullah menjelaskan ketika Nabi Yunus pergi dalam kondisi marah, Nabi Yunus berasumsi bahwa Allah SWT tidak bisa untuk menyulitkan kondisinya, kemudian Nabi Yunus berdoa dalam situasi yang sangat gelap. Degan gelap yang  bertingkat yakni gelap karena berada di dalam perut ikan, berada di kedalaman lautan, dan di tengah malam. Nabi Yunus mengucapkan doa:  

لَا إِلَٰهَ إِلَّا أَنْتَ سُبْحَانَكَ إِنِّي كُنْتُ مِنَ الظَّالِمِينَ La illaha illa anta subhanaka inni kuntu minadzolimin

“Tidak ada tuhan selain Allah, sesungguhnya aku adalah termasuk orang-orang yang zalim.” 

“Redaksi doanya sebenarnya tidak meminta, tetapi mengakui kebesaran Allah dan mengakui akan tindak salah yang diperbuatnya,” kara ustaz Syahrullah dalam kajian kitab Min Wahyil Quran karya Syekh Yasin Muhammad Yahya di Masjid Bayt Alquran beberapa waktu lalu. 

Maka Allah SWT pun mengabulkan doa Nabi Yunus sebagaimana keterangan dalam ayat selanjutnya:  

فَاسْتَجَبْنَا لَهُ وَنَجَّيْنَاهُ مِنَ الْغَمِّ ۚ وَكَذَٰلِكَ نُنْجِي الْمُؤْمِنِينَ

“Maka Kami telah memperkenankan doanya dan menyelamatkannya dari pada kedukaan. Dan demikianlah Kami selamatkan orang-orang yang beriman” 

Nabi Yunus itu putra dari Matta. Ustadz Syahrullah mengatakan ada mufasir yang menjelaskan bahwa Matta itu dinisbatkan kepada ibu Nabi Yunus. 

Menurut mufassir tersebut ada dua nabi yang dinisbatkan kepada ibunya dan disebutkan Alquran yakni Isa bin Maryam dan Yunus bin Matta. Tetapi pendapat mayoritas mufasir mengatakan Matta bukan ibu dari Nabi Yunus melainkan ayahnya bernama Matta. 

Nabi Yunus bertempat di Niniwe, Irak. Kendati begitu, Ustaz Syahrullah mengatakan nabi Yunus tidak diutus untuk satu kaum tertentu, seperti halnya Nabi Musa pada bani Israel, Nabi Hud pada kaum Aad atau Nabi Saleh pada kaum Tsamud. Nabi Yunus diutus menyeru dari satu kaum ke kaum lainnya.  

Ustadz Syahrullah menjelaskan Nabi Yunus keluar atau pergi dari satu kaum dalam kondisi tidak puas. Terdapat rasa marah, kecewa karena kaumnya mengabaikan seruannya untuk  menyembah Allah SWT. Kaumnya justru mengolok-olok nabi Yunus. Sehingga Nabi Yunus pun meninggalkan kaum tersebut dan menyeru kepada kaum lainnya.  

Kemudian Nabi Yunus melakukan perjalanan untuk menyeru pada kaum lainnya agar menyembah Allah SWT dengan menggunakan kapal yang sudah penuh dengan penumpang. Karena ombak yang besar, setiap orang yang ada di kapal tersebut melakukan undian di tengah perjalanan. Dengan ketentuan siapa yang keluar namanya, maka dia yang harus melompat ke laut ke laut untuk mengurangi beban kapal itu.  

Tiga kali undian dilakukan hasilnya nama Nabi Yunus yang keluar. Nabi Yunus pun harus menerima konsekuensinya loncat ke laut. Setelah Nabi Yunus loncat ke laut, Nabi Yunus di telan ikan paus yang sudah diperintahkan Allah SWT agar tidak mencelakai Nabi Yunus. Ustadz Syahrullah mengatakan tidak ada penjelasan tentang berapa lama Nabi Yunus berada dalam perut ikan. Di situlah nabi Yunus berdoa.    

KHAZANAH REPUBLIKA

Doa Nabi Yunus, Arti dan Keutamaannya

Dalam Alquran surat Al Anbiya Allah SWT berfirman:

وَذَا النُّونِ إِذْ ذَهَبَ مُغَاضِبًا فَظَنَّ أَنْ لَنْ نَقْدِرَ عَلَيْهِ فَنَادَىٰ فِي الظُّلُمَاتِ أَنْ لَا إِلَٰهَ إِلَّا أَنْتَ سُبْحَانَكَ إِنِّي كُنْتُ مِنَ الظَّالِمِينَ

Dan (ingatlah kisah) Dzun Nun (Yunus), ketika ia pergi dalam keadaan marah, lalu ia menyangka bahwa Kami tidak akan mempersempitnya (menyulitkannya), maka ia menyeru dalam keadaan yang sangat gelap: “Bahwa tidak ada Tuhan selain Engkau. Maha Suci Engkau, sesungguhnya aku adalah termasuk orang-orang yang zalim” (Alquran surat Al Anbiya ayat 87). 

Pakar tafsir Alquran yang juga pengasuh Pondok Pesantren Bayt Alquran-Pusat Studi Alquran (PSQ), ustaz Syahrullah Iskandar menjelaskan kata dzannun adalah laqabnya Nabi Yunus. Pada surat lainnya, nabi Yunus juga disebut shohibul hud. Dua laqab itu disematkan pada nabi Yunus karena pernah ditelan oleh ikan besar. 

Ustaz Syahrullah menjelaskan ketika nabi Hud pergi dalam kondisi marah, nabi Yunus berasumsi bahwa Allah tidak bisa untuk menyulitkan kondisinya, kemudian nabi Yunus berdoa dalam situasi yang sangat gelap. Dengan gelap yang  bertingkat yakni gelap karena berada di dalam perut ikan, berada di kedalaman lautan, dan di tengah malam. Nabi Yunus mengucapkan doa: 

لَا إِلَٰهَ إِلَّا أَنْتَ سُبْحَانَكَ إِنِّي كُنْتُ مِنَ الظَّالِمِينَ

La illaha illa anta subhanaka inni kuntu minadzolimin

Tidak ada tuhan selain Allah, sesungguhnya aku adalah termasuk orang-orang yang zalim.

“Redaksi doanya sebenarnya tidak meminta, tetapi mengakui kebesaran Allah dan mengakui akan tindak salah yang diperbuatnya,” kara ustaz Syahrullah dalam kajian kitab Min Wahyil Quran karya Syekh Yasin Muhammad Yahya di Masjid Bayt Alquran beberapa waktu lalu.

Maka Allah SWT pun mengabulkan doa nabi Yunus sebagaimana keterangan dalam ayat selanjutnya: 

فَاسْتَجَبْنَا لَهُ وَنَجَّيْنَاهُ مِنَ الْغَمِّ ۚ وَكَذَٰلِكَ نُنْجِي الْمُؤْمِنِينَ

Maka Kami telah memperkenankan doanya dan menyelamatkannya dari pada kedukaan. Dan demikianlah Kami selamatkan orang-orang yang beriman

Nabi Yunus itu putra dari Matta. Ustaz Syahrullah mengatakan ada mufasir yang menjelaskan bahwa Matta itu dinisbatkan kepada ibu nabi Yunus. Menurut Mufassir tersebut ada du nabi yang dinisbatkan kepada ibunya dan disebutkan Alquran yakni Isa bin Maryam dan Yunus bin Matta. Tetapi pendapat mayoritas mufasir mengatakan Matta bukan ibu dari nabi Yunus melainkan ayahnya bernama Matta.

Nabi Yunus bertempat di Niniwe, Irak. Kendati begitu, ustaz Syahrullah mengatakan nabi Yunus tidak diutus untuk satu kaum tertentu, seperti halnya nabi Musa pada bani Israel, nabi Hud pada kaum Aad atau nabi saleh pada kaum tsamud. Nabi Yunus diutus menyeru dari satu kaum ke kaum lainnya. 

Ustaz Syahrullah menjelaskan Nabi Yunus keluar atau pergi dari satu kaum dalam kondisi tidak puas. Terdapat rasa marah, kecewa karena kaumnya mengabaikan seruannya untuk  menyembah Allah. Kaumnya justru mengolok-olok nabi Yunus. Sehingga nabi Yunus pun meninggalkan kaum tersebut dan menyeru kepada kaum lainnya. 

Kemudian Nabi Yunus melakukan perjalanan untuk menyeru pada kaum lainnya agar menyembah Allah dengan menggunakan kapal yang sudah penuh dengan penumpang. Karena ombak yang besar, setiap orang yang ada di kapal tersebut melakukan undian di tengah perjalanan. Dengan ketentuan siapa yang keluar namanya, maka dia yang harus melompat ke laut ke laut untuk mengurangi beban kapal itu. 

Tiga kali undian dilakukan hasilnya nama nabi Yunus yang keluar. Nabi Yunus pun harus menerima konsekuensinya loncat ke laut. Setelah nabi Yunus loncat ke laut, nabi Yunus di telan ikan hiu yang sudah diperintahkan Allah agar tidak mencelakai nabi Yunus. Ustaz Syahrullah mengatakan tidak ada penjelasan tentang berapa lama nabi Yunus berada dalam perut ikan. Di situlah nabi Yunus berdoa.

IHRAM

Fatwa: Benarkah Sedekah di Waktu Subuh Lebih Utama?

Fatwa Syekh Dr. Abdul Aziz Ar-Rays

Pertanyaan:

Apakah benar sedekah di waktu subuh memiliki keutamaan tertentu. Saya pernah mendengar bahwa ia memiliki keutamaan tertentu berdasarkan hadis,

بورك لأمتي في بكورها

“Umatku diberkahi di waktu paginya.”

Dan hadis,

مَا مِنْ يَوْمٍ يُصْبِحُ العِبَادُ فِيهِ، إِلَّا مَلَكَانِ يَنْزِلاَنِ، فَيَقُولُ أَحَدُهُمَا: اللَّهُمَّ أَعْطِ مُنْفِقًا خَلَفًا

“Tidak ada satu hari pun bagi seorang hamba, kecuali datang dua malaikat yang salah satu dari mereka berdoa, ‘Ya Allah berilah ganti yang lebih baik bagi orang yang bersedekah.’ “

Bagaimana menurut anda tentang pemahaman yang demikian, yaitu bahwa ada keutamaan sedekah di waktu subuh?

Jawaban:

Adapun tentang hadis yang pertama, disebutkan oleh Abu Hatim Ar-Razi bahwasanya tidak ada hadis yang sahih tentang doa Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam yang mendoakan keberkahan bagi umatnya di pagi hari. Walaupun memang sebagian ulama mensahihkan hadis tersebut. Namun, telah kami sebutkan apa yang menjadi pendapat Imam Abu Hatim Ar-Razi rahimahullahu Ta’ala.

Adapun hadis yang kedua, yaitu hadis,

ما مِن يَومٍ يُصْبِحُ العِبادُ فِيهِ، إلَّا مَلَكانِ يَنْزِلانِ، فيَقولُ أحَدُهُما: اللَّهُمَّ أعْطِ مُنْفِقًا خَلَفًا، ويقولُ الآخَرُ: اللَّهُمَّ أعْطِ مُمْسِكًا تَلَفًا

“Tidak ada satu hari pun bagi seorang hamba, kecuali datang dua Malaikat yang salah satu dari mereka berdoa, ‘Ya Allah berilah ganti yang lebih baik bagi orang yang bersedekah.’ Malaikat yang satu lagi berdoa, ‘Ya Allah berilah kebinasaan bagi orang yang menahan hartanya.’”

Hadis ini sahih riwayat Bukhari dan Muslim dari sahabat Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu.

Andaikan hadis pertama tadi sahih, pun tidak ada dalil tentang pengkhususan waktu pagi untuk bersedekah, karena ini umum untuk semua amalan yang bisa diberkahi dan karena pada pagi hari, orang itu lebih bersemangat.

Lebih dikuatkan lagi, tidak kami ketahui ada di antara ulama terdahulu yang berpandangan dianjurkannya bersedekah di pagi hari. Dan juga tidak kami dapati dari perbuatan para sahabat dan orang-orang setelah mereka, untuk bersengaja bersedekah di pagi hari karena adanya keutamaan khusus di waktu itu. Andaikan perbuatan ini dianjurkan, tentunya mereka adalah orang yang paling bersemangat dalam melakukannya. Ini andaikan hadisnya sahih.

Adapun hadis yang kedua, tidak ada pendalilan sama sekali dari hadis ini yang menunjukkan keutamaan sedekah subuh. Karena hadis ini hanya menunjukkan bahwa malaikat berdoa di pagi hari. Sedangkan perihal datangnya malaikat di waktu subuh dan berdoa ketika itu, ini adalah satu perkara tersendiri. Sedangkan mengatakan bahwa ada anjuran sedekah di waktu pagi, ini perkara yang berbeda lagi.

Namun, hadis ini menunjukkan bahwa sedekah adalah amalan yang dianjurkan. Dan semua orang yang bersedekah kapan pun di hari itu, termasuk dalam cakupan hadis ini. Dan lebih diperkuat lagi, yaitu tidak kami dapati ada ulama yang menganjurkan perbuatan seperti ini.

Sumber: https://www.youtube.com/watch?v=WSqR1x_PGBs

Fatwa: Dewan Fatwa Islamweb

Pertanyaan:

Apakah termasuk sunah Nabi atau apakah ada istilah yang disebut dengan “sedekah subuh”?

Jawaban:

Alhamdulillah, wasshalatu wassalamu ‘ala Nabiyyina Muhammadin, wa ‘ala alihi washahbihi waman waalah. Amma ba’du,

Tidak ada dalam Al-Qur’an ataupun As-Sunnah, sepengetahuan kami, apa yang diistilahkan dengan “sedekah subuh”. Mungkin penamaan ini berasal dari pemahaman terhadap sebagian hadis seperti hadis,

بَاكِرُوا بِالصَّدَقَةِ، فَإِنَّ الْبَلَاءَ لَا يَتَخَطَّى الصَّدَقَةَ

“Bersedekahlah di pagi hari. Karena bencana tidak akan bisa melewati sedekah.” (HR. Al Baihaqi, At Thabarani)

Hadis ini dikatakan oleh para ulama dha’if jiddan. Sebagaimana dijelaskan oleh Ibnul Jauzi rahimahullah dalam Al-Maudhu’at.

Atau mungkin dari hadis riwayat Bukhari dan Muslim,

ما مِن يَومٍ يُصْبِحُ العِبادُ فِيهِ، إلَّا مَلَكانِ يَنْزِلانِ، فيَقولُ أحَدُهُما: اللَّهُمَّ أعْطِ مُنْفِقًا خَلَفًا، ويقولُ الآخَرُ: اللَّهُمَّ أعْطِ مُمْسِكًا تَلَفًا

“Tidak ada satu hari pun bagi seorang hamba, kecuali datang dua malaikat yang salah satu dari mereka berdoa, ‘Ya Allah berilah ganti yang lebih baik bagi orang yang bersedekah.’ Malaikat yang satu lagi berdoa, ‘Ya Allah berilah kebinasaan bagi orang yang menahan hartanya.’”

Namun, dalam hadis ini tidak terdapat pengkhususan sedekah di waktu subuh. Karena apa yang dikabarkan oleh hadis ini bahwa malaikat berdoa di waktu subuh, maksudnya mendoakan orang yang bersedekah kapan pun di hari itu.

Dan juga hadis ini diriwayatkan dengan lafaz lain dalam Musnad Ahmad serta Shahih Ibnu Hibban, dan disahihkan oleh Al-Albani, dari hadis Abud Darda’ radhiyallahu ‘anhu, bahwa malaikat tersebut berdoa di waktu Magrib. Dalam riwayat Ibnu Hibban,

وَلَا غَرَبَتْ إِلَّا بِجَنْبَتَيْهَا مَلَكَانِ يُنَادِيَانِ: اللَّهُمَّ أَعْطِ مُنْفِقًا خَلَفًا وَأَعْطِ مُمْسِكًا تَلَفً

“Dan tidaklah matahari tenggelam bagi seorang hamba, kecuali di sisinya ada dua malaikat yang berdoa, ‘Ya Allah berilah ganti yang lebih baik bagi orang yang bersedekah.’ Malaikat yang satu lagi berdoa, ‘Ya Allah berilah kebinasaan bagi orang yang menahan hartanya.’”

Wallahu ta’ala a’lam.

Sumber: https://www.islamweb.net/ar/fatwa/401599

Penerjemah: Yulian Purnama

Sumber: https://muslim.or.id/72352-fatwa-benarkah-sedekah-di-waktu-subuh-lebih-utama.html

Kisah Ahli Ibadah Terkena Tipu Daya Setan

Ada kisah ahli ibadah terkena tipu daya setan

Nabi Muhammad SAW bersabda, Keutamaan orang yang berilmu daripada ahli ibadah bagaikan keutamaanku atas orang- orang yang paling rendah di antara kalian. Rasulullah SAW kemudian membacakan Alquran surah Fatir ayat 28, yang artinya, Di antara hamba- hamba Allah yang takut kepada-Nya, hanyalah para ulama.

Hadis di atas menunjukkan keutamaan orang yang berilmu. Tanpa ilmu, seseorang tidak mungkin menjalankan ibadah dengan sebaik- baiknya. Bahkan, ia mungkin saja terjerumus ke dalam kesesatan.

Alkisah, di kalangan Bani Israil terdapat seorang ahli ibadah. Ia rutin berdoa di rumahnya yang terletak di atas gunung. Pada suatu hari, ia keluar dari rumahnya untuk berjalan- jalan sembari mengagumi keindahan alam ciptaan Allah.

Tiba-tiba, lewatlah seseorang yang berbau kurang sedap di hadapannya.Ahli ibadah itu segera berpaling dan mempercepat langkahnya.Pemandang an itu kemudian dilihat oleh setan.Lantas, setan ini menampakkan dirinya dalam wujud manusia.Makhluk terkutuk itu tampil dengan rupa seorang tua renta.

“Wahai hamba Allah! Sungguh, amal kebaikanmu menguap, tidak dihitung di sisi Allah,”kata kakek yang adalah setan itu.

“Mengapa begitu?”

“Karena engkau enggan mencium bau sesama manusia, ucap setan itu seraya pura-pura bersedih hati.”

Sejurus kemudian, setan berwajah manusia itu berkata lagi dengan nada menasihati, “Kalau engkau ingin Allah mengampuni kesalahanmu itu, hendaklah engkau memburu seekor tikus gunung. Lantas, sembelihlah ia dan gantungkan bangkai tikus itu pada lehermu ketika shalat.”

Mendengar itu, ahli ibadah tersebut langsung mengiyakan.Karena kebodohannya, ia terus melakukan ibadah dengan membawa najis hingga ajal menjemputnya.

Dalam kisah yang berbeda, iblis berupaya menyesatkan seorang abid.Namun, kali ini orang yang digodanya itu tidak sekadar saleh, tetapi juga berilmu. Dialah Syekh Abdul Qadir al-Jailani.

Sufi itu menuturkan ceritanya kepada jamaah. Pada suatu hari, ia sedang berjalan di padang yang lapang.Tiba-tiba, muncul cahaya yang amat terang di arah ufuk. Lantas, suara memancar dari sumber sinar tersebut.

“Wahai Abdul Qadir! Ketahuilah bahwa saya adalah Tuhanmu!”

Sang mursyid diam saja, menunggu si suara menyelesaikan kalimatnya.

“Sungguh, aku telah mengkhususkanmu di antara semua manusia. Telah kuhalalkan bagimu semua hal yang kuharamkan pada umumnya anak Adam!”

Sesudah itu, Syekh Abdul Qadir berkata lantang, “Pergilah kau, wahai makhluk terkutuk! Engkau hanyalah iblis yang tidak hentinya menjerumuskan manusia.”

Seketika, sinar terang benderang tadi berubah menjadi gelap pekat.Nada suara yang sama mengatakan,”Wahai Abdul Qadir! Sudah puluhan orang ahli ibadah kusesatkan dengan cara demikian. Namun, engkau mengetahui siapa diriku dengan ilmu pengetahuanmu tentang Allah dan juga fikihmu. Kalau bukan lantaran ilmu, tentu aku dapat menyesatkanmu, seperti yang terjadi pada 70 abid yang telah kutemui.”

Dengan ilmu, pintu kesesatan tertutup rapat. Mengutip kitab At- Targib wat Tarhib, Nabi Muhammad SAW bersabda, sebagaimana yang diri wayatkan Imam Daruquthni. “Tidaklah Allah disembah dengan suatu ibadah yang lebih utama daripada memahami agama. Satu orang yang memahami agama itu lebih berat (bobotnya) bagi setan dibandingkan dengan menyesatkan seribu orang ahli ibadah. Dan, segala sesuatu itu ada tiangnya. Pilar agama Islam adalah ilmu.”

sumber : Islam Digest

KHAZANAH REPUBLIKA

Heboh Soal Gelar Habib, Begini Kata Abi Quraish Shihab

Sedang ramai dibincangkan warganet, serba-serbi takrif gelar habib, memunculkan kontra dimana-mana. Lantas siapa sebenarnya habib itu? Mari kita telisik gelar habib menurut Profesor Quraish Shihab 

Dinukil dari kanal YouTube Najwa Shihab berjudul “Gaduh soal Gelar Habib, Ini Kata Abi Quraish Shihab”. Najwa mengawali definisi habib dengan menjelaskan bahwa habib adalah orang yang memiliki garis keturunan dengan Rasulullah.

Abi Quraish menjawab bahwa hal serupa sudah pernah diungkap oleh Buya Hamka, dan itu memang ada di Indonesia. Sebagaimana ratu Inggris memiliki garis keturunan, Nabi Muhammad juga memiliki garis keturunan. Meskipun ada beberapa istilah yang digunakan untuk menyebut garis keturunan Nabi SAW.

Ada istilah Ahlu Bait (keluarga), al-Qurba, kerabat atau istilah lainnya. Namun disebut garis keturunan Nabi SAW secara umum adalah anak cucu beliau melalui Sayyidah Fathimah dan Ali bin Abi Thalib. 

Tentu ada yang menyoal, seharusnya garis keturunan itu dari laki-laki bukan dari Sayyidah Fathimah? Abi Quraish pun menjawab bahwa Nabi menjadikan itu dari Fathimah, karena Nabi Isa pun dinamai Putra Maryam. Orang-orang Yahudi pun banyak yang tidak mengakui orang Yahudi kecuali kalau memiliki garis keturunan wanita bukan laki-laki. 

Menurut Abi bahwa garis keturunan Nabi Muhammad SAW benar adanya, dan itu terpelihara. Maka jika orang menyoal tentang apa yang menjadi buktinya garis keturunan Nabi SAW? Bukti yang paling kongkret  tersebut adalah sejarah. 

Dimana-mana bisa ditemui. Misalkan saja di Iran, garis keturunan Nabi atau bukan dapat dilihat dari pakaiannya bersorban hitam. Namun bukan itu yang diinginkan oleh para penyandang gelar habib.

Abi Quraish melanjutkan bahwa mereka yang bergelar habib itu tidak ingin menjadikan adanya garis keturunan ini sebagai wujud keistimewaan yang melebihi batas kewajaran. Dalil yang berkaitan yaitu Q.S An-Nisa [4] ayat 32;

وَلَا تَتَمَنَّوْا مَا فَضَّلَ اللَّهُ بِهِ بَعْضَكُمْ عَلَىٰ بَعْضٍ 

yang berarti “Dan janganlah saling iri menghendaki apa keistimewaan orang itu anda miliki pula” 

Banyak yang tidak tahu bahwa keistimewaan itu punya konsekuensi serta kewajiban. Kalau kewajiban itu tidak terpenuhi maka garis keturunan yang dimilikinya maka tidak ada artinya. Contoh Nabi Nuh, bergaris keturunan dari Nabi Adam. Nabi Nuh mengatakan bahwa anakku (Kanan) termasuk keluargaku. Q.S Hud [11] ayat 46 yang berbunyi:

فَقَالَ رَبِّ إِنَّ ابْنِي مِنْ أَهْلِي

Artinya: “Ya Tuhanku, sesungguhnya anakku termasuk keluargaku”

Tapi apa jawab Allah? Seperti dalam Q.S Hud [11] ayat 46 yang berbunyi:

قَالَ يَا نُوحُ إِنَّهُ لَيْسَ مِنْ أَهْلِكَ إِنَّهُ عَمَلٌ غَيْرُ صَالِحٍ 

yang artinya “Hai Nuh, sesungguhnya dia bukanlah termasuk keluargamu (yang dijanjikan akan diselamatkan), sesungguhnya (perbuatan)nya perbuatan yang tidak baik“

Dari kejadian ini kemudian garis keturunan itu terpelihara dan ikut terpelihara pula sifat-sifat baik didalamnya. Karena adanya pengaruh fisik dan psikis orang tua kepada anaknya. Menurut Abi ada buku yang menjudul Child Beetwen Heredity and Education yang menjelaskan bahwa ada pengaruh dari ayah, kakek dan sebagainya. Sehingga ini ada keistimewaannya. 

Abi Quraish melanjutkan bahwa di Indonesia ini ada orang-orang khusus yang memiliki garis keturunan Nabi Muhammad SAW, dan sampai saat ini masih terpelihara, ada sebuah kantor khusus yang mengurus hal ini. Memang agama sudah memerintahkan untuk memelihara keturunan itu tapi apakah memenuhi sifat-sifat yang sesuai dengan itu?

Para keturunan Nabi yang datang ke Indonesia mayoritas dari Hadramaut, yang sebelumnya dibawa oleh kakek-kakeknya dari Irak dan berhijrah kesana. Mengapa berhijrah? Apakah untuk mencari nafkah? Tentu saja tidak, Abi Quraish menjelaskan bahwa asal mereka adalah kaya raya, sedang kondisi Hadramaut sendiri gersang. Tapi alasan kedatangannya adalah untuk mengajarkan agama dan mempersatukan masyarakat. 

Dari beberapa putranya yang melanjutkan misi dakwah ini berlanjut sampai kepada sosok yang di kenal dengan nama al-Faqih al-Muqaddam. Dimana dia dianggap sebagai sosok pembeda, orang-orang mengistilahkannya sebagai sosok yang mematahkan pedang. Al-Faqih al-Muqaddam mengatakan ”kami tidak akan melakukan kekerasan apapun dan kami berdakwah dengan akhlaq yang baik”.

Dari keturunan Al-Faqih al-Muqaddam inilah yang sebagian lainnya datang ke Indonesia bukan dengan maksud untuk mencari nafkah, tapi justru menyebarkan islam tanpa menggunakan pedang maupun kekerasan. Dimana mereka tidak bisa berbahasa daerah (bahasa Jawa, Sunda, bahkan bahasa Indonesia). Tapi bagaimana bisa mempengaruhi masyarakat melalui akhlaq? 

Inilah yang akhirnya berlanjut, mereka berdakwah di Indonesia tanpa mengenal kekerasan, bahkan sampai meninggalkan keluarganya. Mereka menganggap orang Indonesia sebagai ahwal (saudara ibu) dan dari sinilah mereka melanjutkan garis keturunan dengan menikahi pribumi dan akhirnya lahir garis keturunan Nabi Muhammad SAW sampai sekarang. 

Abi Quraish menegaskan bahwa seharusnya yang memiliki garis keturunan inilah yang harusnya menyebarkan islam, berdakwah, mengikuti jalur kakek-kakeknya yaitu yang menyebarkan toleransi, yang menyebarkan akhlaq. Namun yang terjadi saat ini itu hanya sebagian kecil yang memberikan noda sehingga menjadi citra negatif. Dan disambut oleh yang lainnya sehingga menjadi suatu keributan. 

Beliau melanjutkan bahwa boleh saja bersyukur dan berbangga memiliki garis keturunan Nabi Muhammad SAW tapi tidak usah ditonjolkan, melainkan yang boleh ditonjolkan adalah akhlaq dan kebaikan serta keramahtamahan. Sehingga jika ada yang saling tuduh, saling bertengkar dan saling memaki satu sama lain ini bukannya tidak menggambarkan ajaran para leluhur, juga tidak mencerminkan ajaran Islam. 

Hendaknya gelar habib itu bukan kita yang menyebarkannya kepada orang lain, atau gelar apapun itu, seperti “saya habib, saya professor, saya doktor”. Cukup dari kegiatanmu orang mengatakan “oh wajar jadi professor, ini wajar jadi doktor, ini wajar jadi habib”. Abi juga mengutip dari Sayyid Abdullah al-Haddad “Jangan kenakan pakaian kebesaran habib kalau akhlaqmu tidak mencerminkan, karena ini akan berdampak negatif buruk”

Najwa kemudian bertanya kembali apakah habib memiliki tugas? Abi pun menjawab, tentu saja habib punya tugas yaitu menampakan akhlaq yang luruh, sebab Nabi tidak diurus kecuali menyempurnakan akhlaq. Sedang fungsi habib adalah, pertama teladan. kedua, menyelesaikan problem bukan penyebab masalah. 

Habib artinya mencintai dan dicintai. Kalau hanya mau di cintai tapi tidak mau mencintai itu bukan habib tegas Abi Quraish. Habib harus mencintai masyarakat, mencintai tempat dia tinggal, dan itu tercermin dari perlakuan yang baik. Jika menegur dengan teguran yang baik, bukan memaki atau menyerang. Inilah yang di gambarkan para leluhur habib. 

Alahkah banyaknya keturunan Nabi yang tidak dikenal sebagai habib, lebih dikenal raden, raja dan sebagaimanya, seperti Imam Bonjol itu namanya Abdullah Shahab. Begitu pula walisongo. Mereka membuktikan kecintaannya kepada masyarakat, kepada tempat dia tinggal. 

Demikian yang Abi Quraish Shihab mengenai gelar habib. Meskipun singkat semoga bermanfaat. Wallahu a’lamu.

BINCANG SYARIAH