Pekerjaan Paling Mulia di Mata Rasulullah

PEKERJAAN apakah yang paling baik dan paling mulia? Melalui empat hadis sahih ini, Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam menerangkannya kepada kita.

Dari Said bin Umair dari pamannya, dia berkata,

“Rasulullah shallallahu alaihi wasallam ditanya, “Pekerjaan apakah yang paling baik?” Beliau menjawab, “Pekerjaan seseorang dengan tangannya sendiri dan semua pekerjaan yang baik.” (HR. Baihaqi dan Al Hakim; shahih lighairihi)

Dari Khalih, ia berkata,

“Nabi shallallahu alaihi wasallam ditanya tentang pekerjaan yang paling utama. Beliau menjawab, “perniagaan yang baik dan pekerjaan seseorang dengan tangannya sendiri” (HR. Al Bazzar dan Thabrani dalam Al Mujam Kabir; shahih lighairihi)

Dari Ibnu Umar, ia berkata,”

“Rasulullah shallallahu alaihi wasallam ditanya, “Pekerjaan apakah yang paling utama?” Beliau menjawab, “Pekerjaan seseorang dengan tangannya sendiri dan semua perniagaan yang baik.” (HR. Thabrani dalam Al Mujam Kabir; shahih)

Dari Rafi bin Khadij, ia berkata,

“Rasulullah ditanya, “Wahai Rasulullah, pekerjaan apakah yang paling baik?” Beliau menjawab, “Pekerjaan seseorang dengan tangannya sendiri dan setiap perniagaan yang baik.” (HR. Ahmad dan Al Bazzar; shahih lighairihi)

Dari keempat hadis tersebut, meskipun kadang Rasulullah ditanya dengan istilah “pekerjaan yang paling baik” dan kadang ditanya dengan istilah “pekerjaan yang paling utama”, ternyata jawaban beliau hampir sama. Yakni pekerjaan seseorang dengan tangannya sendiri dan perniagaan yang baik.

Pekerjaan dengan tangan sendiri maksudnya adalah pekerjaan yang dilakukan seseorang tanpa meminta-minta. Pekerjaan itu bisa berupa profesi sebagai tukang batu, tukang kayu, pandai besi, maupun pekerjaan lainnya. Dalam hadits yang lain dicontohkan pekerjaan seseorang yang mencari kayu bakar. Profesi dokter, arsitek, dan sejenisnya di zaman sekarang juga termasuk dalam hadits ini.

Sedangkan perniagaan yang baik maksudnya adalah perniagaan atau perdagangan yang bersih dari penipuan dan kecurangan. Baik kecurangan timbangan maupun kecurangan dengan menyembunyikan cacatnya barang yang dijual.

Jadi, dalam Islam, pekerjaan apapun baik. Pekerjaan apapun bisa menjadi pekerjaan paling baik. Asalkan halal dan bukan meminta-minta. Baik menjadi karyawan, profesional, pebisnis maupun pengusaha, semua punya peluang yang sama. []

Sumber : bersamadakwah/ Shahih At-Targhib wa At-Tarhib dan Maktabah Syamilah

INILAH MOZAIK

Jelang Ramadan: Hukum Ziarah Kubur dan Adabnya

BULAN Ramadan semakin dekat. Saat ini tempat-tempat pemakaman umum ramai dengan peziarah. Seperti biasa terjadi kontroversi dalam ziarah kubur. Ada yang kritik dengan alasan melanggar batasan-batasan Islam dalam berziarah kubur.

Berikut ini kami ringkaskan pembahasan mengenai hukum ziarah kubur dan adab-adabnya dari kitab Fiqih Islami wa Adilatuhu karangan Syaikh Prof. DR. Wahbah Az Zuhaili, seorang ulama fiqih dari Suriah yang sangat masyhur. Kami lengkapi juga dari sumber-sumber lain.

Tentang Ruh si Mayit

Pendapat Ahlu Sunnah wal Jamaah, bahwa ruh yaitu jiwa yang dapat berbicara, yang mampu untuk menjelaskan, memahami objek pembicaraan, tidak musnah karena musnahnya jasad. Ia adalah unsur inti, bukan esensi. Ruh-ruh orang yang sudah meninggal itu berkumpul, lalu yang berada di tingkatan atas bisa turun ke bawah, tapi tidak sebaliknya.

Menurut Salafush Shahih dan para pemukanya, bahwa siksa dan kenikmatan dirasakan oleh ruh dan badan mayat. Ruh tetap kekal setelah terpisah dari badan yang merasakan kenikmatan atau siksaan, kadang juga bersatu dengan badan sehingga merasakan juga kenikmatan dan siksaan. Ada pendapat lain dari Ahlus Sunnah bahwa kenikmatan dan siksa untuk badan saja, bukan ruh.

Hukum Ziarah Kubur

Untuk kaum laki-laki, ulama fiqih tidak ada pertentangan mengenai hukumnya, yakni sunah. Bahkan Ibnu Hazm mengatakan, “Sesungguhnya ziarah kubur itu wajib, meski sekali seumur hidup, karena ada perintahnya.”

Namun, untuk perempuan, ulama fiqih berselisih pendapat.

1. Sunah Bagi Perempuan, Seperti Halnya Laki-laki

Ini adalah pendapat paling sahih dalam mazhab Hanafi. Dalilnya adalah keumuman nash tentang ziarah. Sebagaimana dalam sabda Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam, “Aku pernah melarang kalian untuk berziarah kubur, maka ziarahilah (sekarang)! Karena sesungguhnya ziarah kubur dapat mengingatkan kalian akan kematian.” (HR Muslim dari Abu Buraidah)

Diriwayatkan oleh Ibnu Abi Syaibah bahwa, “Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam mendatangi makam syuhada Uhud setiap awal tahun, seraya bersabda, Keselamatan bagi kalian atas kesabaran kalian, sungguh sebaik-baik tepat tinggal terakhir.”

Namun mereka juga mengatakan bahwa tidak diperbolehkan kaum perempuan berziarah jika untuk mengingat kesedihan, menangis, atau melakukan apa yang biasa dilakukan oleh mereka, dan akan terkena hadits, “Allah melaknat wanita yang sering berziarah kubur.” Namun, jika tujuannya mengambil pelajaran, memohon rahmat Allah tanpa harus menangis, maka diperbolehkan.

2. Makruh Bagi Perempuan

Ini adalah pendapat mayoritas ulama. Sebab asal hukum ziarah mereka itu dilarang, lalu dihapus. Sebagaimana dalam sabda Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam, “Aku pernah melarang kalian untuk berziarah kubur, maka ziarahilah (sekarang)!”

Sebab dimakruhkannya perempuan untuk ziarah kubur karena mereka sering menangis, berteriak, disebabkan perasaannya lembut, banyak meronta, dan sulit menghadapi musibah. Namun, hal itu tidak sampai diharamkan.

Dalam riwayat Muslim, Ummu Athiyah berkata, “Kami dilarang untuk berziarah kubur, tetapi beliau tidak melarang kami dengan keras.”

Imam At Tirmidzi meriwayatkan, Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam berkata, “Allah melaknat wanita yang sering berziarah kubur.” (shahih)

Akan tetapi, menurut mazhab Maliki, hal ini berlaku untuk gadis, sedangkan untuk wanita tua yang tidak tertarik lagi dengan laki-laki, maka dihukumi seperti laki-laki.

Tatacara dan Adab Ziarah Kubur

Tujuan utama ziarah kubur adalah mengingat mati dan mengingat akhirat sebagaimana dinyatakan Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam, “Aku pernah melarang kalian untuk berziarah kubur, maka ziarahilah (sekarang)! Karena sesungguhnya ziarah kubur dapat mengingatkan kalian akan kematian.” (HR Muslim dari Abu Buraidah)

Dari Anas bin Malik, “Sesungguhnya ziarah itu akan melunakkan hati, mengundang air mata dan mengingatkan pada hari kiamat.” (HR Al Hakim). Oleh karena itu, tujuan itu harus senantiasa dipancangkan di dalam hati orang yang berziarah.

Selain itu, ada beberapa adab dalam berziarah kubur:

1. Dianjurkan Melepas Alas Kaki

Dianjurkan menurut mazhab Hanbali, melepas sandal ketika masuk ke areal pemakaman karena ini sesuai dengan perintah dalam hadits Busyair bin Al Khashahshah:

Ketika aku berjalan mengiringi Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam, ternyata ada seseorang berjalan di kuburan dengan mengenakan kedua sandalnya. Maka Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam mengatakan “Hai pemakai dua sandal, tanggalkan kedua sandal kamu!” Orang itu pun menoleh. Ketika dia tahu bahwa itu ternyata Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam, ia melepaskannya serta melemparkan keduanya. (HR. Abu Dawud, hasan)

Diperbolehkan tetap memakai sandal jika ada penghalang semacam duri, kerikil yang panas, atau semacam keduanya. Ketika itu, tidak mengapa berjalan dengan kedua sandal di antara kuburan untuk menghindari gangguan itu.

2. Mengucapkan Salam

Disunnahkan bagi orang yang berziarah mengucapkan salam kepada penghuni kuburan Muslim. Adapan ucapan salam hendaklah menghadap wajah mayat, lalu mengucapkan salam sebagaimana telah diajarkan oleh Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam kepada para Shahabatnya ketika mereka berziarah kubur, “Assalamu alaikum dara qaumin Muminin, wa insya Allah bikum laa hiqun.” Artinya, “Keselamatan atas kalian di tempat orang Mukmin, dan kami insya Allah akan menyusul kalian juga.”

Atau bisa juga dengan lafal lain, “Assalamu ala ahlid diyari minal Muminina wal Muslimin, wa inna insya Allah taala bikum laa hiqun. As-alullahu lana wa lakumul afiyah.”

Artinya, “Keselamatan kepada penghuni kubur dari kaum Mukminin dan Muslimin, kami insya Allah akan menyusul kalian. Aku memohon keselamatan kepada Allah untuk kami dan kalian semua.” Kedua lafazh salam tersebut diriwayatkan Imam Muslim.

3. Membaca Surat Pendek

Dianjurkan membacakan Alquran atau surat pendek. Ini adalah sunah yang dilakukan di kuburan. Pahalanya untuk orang yang hadir, sedang mayat seperti halnya orang yang hadir yang diharapkan mendapatkan rahmat.

Disunnahkan membaca surat Yasin seperti yang diriwayatkan Ahmad, Abu Dawud, Ibnu Hibban, dan Al Hakim dari Maqal bin Yassar, Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam bersabda, “Bacakanlah surah Yasin pada orang yang meninggal di antara kalian.”

Sebagian ulama menyatakan hadits ini dhaif. Imam Asy Syaukani dan Syaikh Wahbah Az Zuhaili menyebutkan bahwa hadits ini berstatus hasan. Ibnu Taimiyah mengatakan bahwa membacakan Alquran ini dilakukan saat sakaratul maut, bukan setelah meninggal.

4. Mendoakan si Mayat

Selanjutnya mendoakan untuk mayat usai membaca Alquran dengan harapan dapat dikabulkan. Sebab doa sangat bermanfaat untuk mayat. Ketika berdoa, hendaknya menghadap kiblat.

Saat berziarah kubur di Baqi, Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam berdoa dengan lafazh, “Allahummaghfir li Ahli Baqiil gharqad.”

5. Berziarah dalam Posisi Berdiri

Disunnahkan ketika berziarah dalam keadaan berdiri dan berdoa dengan berdiri, sebagaimana yang dilakukan Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam ketika keluar menuju Baqi.

Selain itu, jangan duduk dan berjalan di atas pusara kuburan. Dalam riwayat Muslim, Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam bersabda, “Sungguh jika salah seorang dari kalian duduk di atas bara api sehingga membakar bajunya dan menembus kulitnya, itu lebih baik daripada duduk di atas kubur.” Sedangkan jika berjalan di samping atau di antara pusara-pusara kubur, maka itu tidak mengapa.

6. Menyiramkan Air di Atas Pusara

Diperbolehkan menyiramkan air biasa di atas pusara si mayat berdasarkan hadits berikut, “Sesungguhnya Nabi Muhammad Shallallahu Alaihi wa Sallam menyiram (air) di atas kubur Ibrahim, anaknya, dan meletakkan kerikil di atasnya.” Hadits diatas oleh Abu Dawud dalam Al Marasil, Imam Baihaqi dalam Sunan, Thabarani dalam Mujam Al Ausath. Syaikh Al Albani menyatakan sanadnya kuat di dalam Silsilah Ahadits Shahihah. Sedangkan menyiram dengan air kembang tujuh rupa atau menabur bunga, maka itu tidak dituntunkan oleh syariat.

Hal-hal yang Makruh dan Munkar Saat Berziarah

Mazhab Maliki menyatakan makruh hukumnya makan, minum, tertawa, dan banyak bicara, termasuk juga membaca Al Quran dengan suara keras. Tidaklah pantas bagi seseorang yang berada di pekuburan, baik dia bermaksud berziarah atau hanya secara kebetulan untuk berada dalam keadaan bergembira dan senang seakan-akan dia berada pada suatu pesta, seharusnya dia ikut hanyut atau memperlihatkan perasaan ikut hanyut di hadapan keluarga mayat.

Syaikh Wahbah Az Zuhaili menyebutkan, “Makruh hukumnya mencium peti yang dibuat di atas makam, atau mencium makam, serta menyalaminya, atau mencium pintunya ketika masuk berziarah makam aulia.”

Mengkhususkan hari-hari tertentu dalam melakukan ziarah kubur, seperti harus pada hari Jumat, tujuh atau empat puluh hari setelah kematian, pada hari raya dan sebagainya, maka itu tak pernah diajarkan oleh Rasulullah dan beliau pun tidak pernah mengkhususkan hari-hari tertentu untuk berziarah kubur. Sedangkan hadits-hadits tentang keutamaan ziarah pada hari Jumat adalah dhaif sebagaimana dinyatakan para Imam Muhaditsin. Oleh karena itu, ziarah kubur dapat dilakukan kapan saja.

Sedangkan salat persis di atas kuburan seseorang dan menghadap kuburan tanpa tembok penghalang, maka ulama sepakat tentang ketidakbolehannya. Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam bersabda, “Janganlah kalian shalat menghadap kuburan dan jangan pula kalian duduk di atasnya.” (HR Muslim) Sedangkan jika di samping kubur, maka terjadi sejumlah perselisihan ulama, ada yang memakruhkannya, dan ada yang mengharamkannya. Demi kehati-hatian, kami berpendapat untuk tidak melaksanakan shalat di kompleks pekuburan. Selain itu, Ibnu Hibban meriwayatkan dari Anas bin Malik, Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam melarang dari shalat di antara kuburan.” Dikecualikan dari hal ini adalah bagi seseorang yang ingin melaksanakan shalat jenazah, tetapi tidak berkesempatan menshalati mayit saat belum dikuburkan.

Dilarang juga mengencingi dan berak di atas kuburan. Diriwayatkan Abu Hurairah, bersabda Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam, “Barang siapa yg duduk di atas kuburan, yang berak dan kencing di atasnya, maka seakan dia telah menduduki bara api.”

Tidak diperbolehkan melakukan thawaf (ibadah dengan cara mengelilingi) kuburan. Hal ini sering dijumpai dilakukan oleh orang-orang awam di kuburan orang-orang salih. Dan ini termasuk dalam kesyirikan. Thawaf hanya boleh dilakukan pada Baitullah Kabah. Allah berfirman, “Dan hendaklah mereka melakukan Thawaf disekeliling rumah yang tua (Baitul Atiq atau Baitullah) itu.” (QS Al Hajj : 29)

Berdoa, meminta perlindungan, meminta tolong, pada penghuni kubur juga tidak diperbolehkan, hukumnya haram dan merupakan kesyirikan. Berdoa hanya boleh ditujukan pada Allah Subhanahu wa Taala. Sedangkan berdoa dengan perantaraan si mayit (tawasul), maka hal itu diperselisihkan. Pendapat yang kuat adalah tidak diperbolehkan.

Tidak diperbolehkan memasang lilin atau lampu di atas pusara kuburan. Selain hal itu merupakan tatacara ziarah orang Ahli Kitab dan Majusi, dalam riwayat Imam Al Hakim disebutkan, “Rasulullah melaknat.dan (orang-orang yang) memberi penerangan (lampu pada kubur).”

Tidak boleh memberikan sesajen berbentuk apapun, baik berupa bunga, uang, masakan, beras, kemenyan, dan sebagainya. Juga dilarang menyembelih hewa atau kurban di kuburan. Selain itu, tidak boleh mengambil benda-benda dari kubur seperti kerikil, batu, tanah, bunga, papan, pelepah, tulang, tali dan kain kafan, serta yang lainnya untuk dijadikan jimat. []

INILAH MOZAIK

Kehidupan Yang Damai dan Penuh Toleransi dalam Al-Qur’an

Salah satu bagian terpenting dari Al-Qur’an adalah bagaimana manusia dapat menjalin hubungan baik dengan seluruh lapisan masyarakat. Karena itu wajah Islam yang paling menonjol adalah tingginya toleransi didalamnya.

Ayat-ayat Al-Qur’an dan hukum syariat didalam Islam semuanya mengatur bagaimana mewujudkan kehidupan damai diantara manusia. Islam membimbing secara detail bagaimana menjalin hubungan dan bertoleransi dengan sesama agama, bahkan dengan yang lain agama.

Pertama, kita akan menyaksikan bagaimana ayat-ayat Al-Qur’an menjadikan asas persaudaraan dan kasih sayang sebagai pondasi hubungan diantara kaum mukminin.

Allah swt berfirman,

إِنَّمَا ٱلۡمُؤۡمِنُونَ إِخۡوَة

“Sesungguhnya orang-orang mukmin itu bersaudara.” (QS.Al-Hujurat:10)

Kedua, Islam sangat anti terhadap pergaulan yang diwarnai dengan kebencian dan fanatisme golongan.

۞إِنَّ ٱللَّهَ يَأۡمُرُ بِٱلۡعَدۡلِ وَٱلۡإِحۡسَٰنِ وَإِيتَآيِٕ ذِي ٱلۡقُرۡبَىٰ وَيَنۡهَىٰ عَنِ ٱلۡفَحۡشَآءِ وَٱلۡمُنكَرِ وَٱلۡبَغۡيِۚ يَعِظُكُمۡ لَعَلَّكُمۡ تَذَكَّرُونَ

“Sesungguhnya Allah menyuruh (kamu) berlaku adil dan berbuat kebajikan, memberi bantuan kepada kerabat, dan Dia melarang (melakukan) perbuatan keji, kemungkaran, dan permusuhan. Dia memberi pengajaran kepadamu agar kamu dapat mengambil pelajaran.” (QS.An-Nahl:90)

Begitulah sejarah Rasulullah saw yang selalu memberi yang terbaik. Islam jauh dari kemarahan, kebencian dan kebengisan apalagi sikap rasis antar golongan.

Ketiga, Islam juga selalu mengajak kaum muslimin untuk menyelesaikan persoalan bersama-sama dan disertai gotong royong.

وَتَعَاوَنُواْ عَلَى ٱلۡبِرِّ وَٱلتَّقۡوَىٰۖ وَلَا تَعَاوَنُواْ عَلَى ٱلۡإِثۡمِ وَٱلۡعُدۡوَٰنِۚ

“Dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan permusuhan.” (QS.Al-Ma’idah:2)

Keempat, Islam melarang keras untuk berbuat dzalim walau kepada musuh-musuh Islam sekalipun. Bahkan hanya menghina atau mencaci keyakinan orang lain juga tidak diizinkan sedikitpun dalam agama suci ini.

Allah swt berfirman,

وَلَا تَسُبُّواْ ٱلَّذِينَ يَدۡعُونَ مِن دُونِ ٱللَّهِ فَيَسُبُّواْ ٱللَّهَ عَدۡوَۢا بِغَيۡرِ عِلۡمٖ

“Dan janganlah kamu memaki sesembahan yang mereka sembah selain Allah, karena mereka nanti akan memaki Allah dengan melampaui batas tanpa dasar pengetahuan.” (QS.Al-An’am:108)

Islam selalu mengajak untuk hidup damai dengan siapapun. Walau dengan mereka yang tak seagama, walau dengan mereka yang tak sepemikiran. Kita dilarang untuk mengganggu kehidupan mereka.

لَّا يَنۡهَىٰكُمُ ٱللَّهُ عَنِ ٱلَّذِينَ لَمۡ يُقَٰتِلُوكُمۡ فِي ٱلدِّينِ وَلَمۡ يُخۡرِجُوكُم مِّن دِيَٰرِكُمۡ أَن تَبَرُّوهُمۡ وَتُقۡسِطُوٓاْ إِلَيۡهِمۡۚ إِنَّ ٱللَّهَ يُحِبُّ ٱلۡمُقۡسِطِينَ

“Allah tidak melarang kamu berbuat baik dan berlaku adil terhadap orang-orang yang tidak memerangimu dalam urusan agama dan tidak mengusir kamu dari kampung halamanmu. Sesungguhnya Allah mencintai orang-orang yang berlaku adil.” (QS.Al-Mumtahanah:8)

Akan tetapi saat orang-orang kafir menyerang kaum muslimin, maka kita diperintahkan untuk melawan dan membela diri.

وَقَٰتِلُواْ فِي سَبِيلِ ٱللَّهِ ٱلَّذِينَ يُقَٰتِلُونَكُمۡ وَلَا تَعۡتَدُوٓاْۚ إِنَّ ٱللَّهَ لَا يُحِبُّ ٱلۡمُعۡتَدِينَ

“Dan perangilah di jalan Allah orang-orang yang memerangi kamu, tetapi jangan melampaui batas. Sungguh, Allah tidak menyukai orang-orang yang melampaui batas.” (QS.Al-Baqarah:190)

Hal ini tentu disepakati oleh semua orang yang berakal bahwa setiap ada serangan kita wajib membela diri. Namun lihatlah bagaimana Islam membimbing kita dengan mengakhiri ayat ini dengan kalimat “Tetapi jangan melampaui batas.!

Artinya perlawanan dan balasan kita pun bukan dengan menghalalkan segala cara. Semua ada aturannya.

Dan perlu kita pahami bahwa tidak semua orang dapat menyimpulkan bahwa Islam sedang diserang dan kita wajib melawan, prosedurnya telah disebutkan dalam buku-buku fikih tentang siapa yang disebut orang kafir yang melawan Islam.

Dan ketika peperangan berkecamuk, tetaplah Islam memberi jalan untuk berdamai. Bukankah Allah swt berfirman,

۞وَإِن جَنَحُواْ لِلسَّلۡمِ فَٱجۡنَحۡ لَهَا وَتَوَكَّلۡ عَلَى ٱللَّهِۚ إِنَّهُۥ هُوَ ٱلسَّمِيعُ ٱلۡعَلِيمُ

“Tetapi jika mereka condong kepada perdamaian, maka terimalah dan bertawakallah kepada Allah. Sungguh, Dia Maha Mendengar, Maha Mengetahui.” (QS.Al-Anfal:61)

Dari ayat-ayat diatas kita akan mendapat gambaran wajah Islam yang menginginkan kedamaian dan penuh toleransi. Walaupun kedzaliman harus dilawan, tapi tetap ada prosedur dan tata caranya.

Dalam peperangan pun kita melihat keindahan Islam dalam menjaga peperangan itu agar jangan menyakiti orang tua, wanita dan anak-anak, jangan memutilasi musuh, jangan memutus air, jangan menghancurkan tempat ibadah dan sebagainya.

Inilah Islam yang selalu mengajak menuju kedamaian hidup dan selalu mempermudah hal-hal yang sulit.

Semoga bermanfaat

 

KHAZANAHALQURAN

Kemiskinan Bukan dari Allah Tapi Diri Sendiri

BILA berkenan, isilah titik-titik di bawah ini. Mohon dijawab dengan jujur, sesuai dengan apa yang tersirat dan berkelebat cepat di dalam hati kita masing-masing.

1. Allah menciptakan TERTAWA dan …
2. Allah itu MEMATIKAN dan …
3. Allah menciptakan LAKI-LAKI dan …
4. Allah memberikan KEKAYAAN dan ……
Barangkali, mayoritas kita akan memberikan jawaban seperti ini:
1. MENANGIS
2. MENGHIDUPKAN
3. PEREMPUAN
4. KEMISKINAN

Marilah kita mencocokkan jawaban kita itu dengan apa yang telah Allah firmankan dalam rangkaian firman Allah SWT di Surat An-Najm (53), ayat: 43-45, dan 48. Semua pertanyaan di atas terjawab sebagai berikut:
“dan Dia-lah yang menjadikan orang TERTAWA dan MENANGIS.” (QS. 53:43).

“dan Dia-lah yang MEMATIKAN dan MENGHIDUPKAN.” (QS. 53:44).

“dan Dia-lah yang menciptakan berpasang-pasangan LAKI-LAKI dan PEREMPUAN. ” (QS. 53:45).

“dan Dia-lah yang memberikan KEKAYAAN dan KECUKUPAN.” (QS. 53:48).
Ternyata jawaban kita umumnya hanya BENAR untuk pertanyaan no satu sampai 3. Jawaban kita untuk no 4 umumnya keliru, tak sesuai dengan firman Allah tersebut.

Jawaban Allah Ta’ala dalam Alquran sebagai antonym kekayaan bukanlah KEMISKINAN, tetapi KECUKUPAN.
Karena sesungguhnya Allah Ta’ala hanya menciptakan dan memberi KEKAYAAN serta KECUKUPAN kepada hamba-Nya. Bukan kemiskinan.
Bukankah ternyata yang menciptakan KEMISKINAN adalah diri kita sendiri? Hal ini bisa terjadi karena ketidakadilan ekonomi, atau mungkin kemalasan, bisa juga karena kemiskinan itu kita bentuk di dalam pola pikir kita sendiri dengan senantiasa berkeluh kesah dan membanding-bandingkan.

Jarang sekali orang menyadari bahwa mungkin saja mereka yang di dunia ini bermegah-megah, ujub dan takabur dengan kekayaannya, di akhirat nanti menjadi makhluk yang paling menyesali mengapa ia di dunia tidak amanah dalam menyikapi kekayaannya. Mengapa ia tak sadar, bahwa apa yang diterimanya itu tak lebih sekadar ujian? Mengapa matanya tak pernah terbuka bahwa sejatinya yang ia miliki adalah hibah, sadaqah, pemberian bantuan, atau apapun harta yang ia alirkan buat orang lain? Selebihnya hanya belenggu. Belenggu di dunia, rantai yang mengikatnya di akhirat.

Itulah hakikatnya, mengapa orang-orang yg senantiasa bersyukur; walaupun hidup pas-pasan ia akan tetap tersenyum dan merasa cukup, bukan merasa miskin.
Jadi, marilah kita bangun rasa keberlimpahan dan kecukupan didalam hati dan pikiran kita, agar kita menjadi hamba-Nya yang selalu BERSYUKUR. []

Sumber: medsos, dengan penambahan seperlunya.

Sumber :bersamadakwah

Manusia Sangat Bakhil karena Cinta Pada Harta

DALAM Alquran Allah Ta’ala berfirman: “Sesungguhnya manusia sangat bakhil karena kecintaannya terhadap hartanya.” (QS. Al-Aadiyaat: 8)

Ayat ini berbicara tentang sebuah kenyataan tentang tabiat manusia secara umum terkait dengan hartanya. Yaitu bahwa manusia sangat cinta terhadap hartanya. Ada pula yang menafsirkan bahwa kecintaannya terhadap harta, mendorong manusia untuk bersifat bakhil, enggan mengeluarkannya di jalan Allah.

Yang menarik dari ayat tersebut adalah bahwa Allah menyebutkan harta dengan ungkapan yang secara harfiah artinya kebaikan. Para ulama tafsir sepakat bahwa yang dimaksud kebaikan dalam ayat di atas adalah harta. Begitu pula kata yang sama untuk makna yang sama terdapat dalam Surat Al-Baqarah: 180.

“Diwajibkan atas kamu, apabila seorang di antara kamu kedatangan (tanda-tanda) maut, jika ia meninggalkan harta yang banyak, berwasiat untuk ibu-bapak dan karib kerabatnya secara ma’ruf, (ini adalah) kewajiban atas orang-orang yang bertakwa.”

Abu Bakar Al-Jazairi mengatakan bahwa harta disebut dengan istilah kebaikan berdasarkan urf (kebiasaan), maksudnya sudah dikenal di tengah bangsa Arab bahwa yang dimaksud adalah harta, juga karena dengan harta akan dapat dilakukan berbagai kebaikan jika dikeluarkan di jalan Allah. (Tafsir Muyassar, Al-Jazairi)

Dari sini setidaknya dapat disimpulkan bahwa sebenarnya harta secara langsung bukanlah sumber keburukan, meskipun kenyataannya banyak manusia yang tergelincir karenanya. Maka, enggan mencari harta dengan alasan agar tidak tergelincir bukanlah jawaban yang tepat, bahkan bisa jadi itu menjadi sebab ketergelinciran dari pintu yang lain. Karena, banyak juga keburukan yang terjadi akibat kekurangan harta.

Namun yang harus diluruskan adalah sikap kita terhadap harta, bahwa dia bukanlah tujuan dan sumber kebahagiaan itu sendiri, tapi sarana untuk mendapakan kemuliaan dalam kehidupan dan merelisasikan kebaikan untuk meraih kebahagiaan.

Dengan paradigma seperti ini seseorang akan semangat berusaha meraih harta dan menyalurkannya dengan cara yang halal. Bahkan dalam surat Al-Araf ayat 32, Allah mengisyarat kan bahwa tujuan Dia menciptakan harta (perhiasan dunia) pada hakikatnya adalah untuk orang beriman.

Katakanlah: “Siapakah yang mengharamkan perhiasan dari Allah yang telah dikeluarkan-Nya untuk hamba-hamba-Nya dan (siapa pulakah yang mengharamkan) rezeki yang baik?” Katakanlah: “Semuanya itu (disediakan) bagi orang-orang yang beriman dalam kehidupan dunia, khusus (untuk mereka saja) di hari kiamat”. Demikianlah Kami menjelaskan ayat-ayat itu bagi orang-orang yang mengetahui.”

Maka, cinta harta atau mengejar harta tidak dapat secara mutlak dikatakan buruk. Sebab, selain cinta harta memang dasarnya adalah fitrah, diapun dapat menjadi pintu kebaikan yang banyak selama digunakan dengan benar. Imam Bukhari meriwayat kan dalam Al-Adabul Mufrad-nya, dari Amr bin Ash, dia berkata,

“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam memerintahkan aku untuk menemuinya dengan membawa perlengkapan pakaian dan senjata. Maka aku datang menghadap beliau saat beliau sedang berwudu, lalu dia memandangiku dari atas hingga bawah. kemudian berkata, “Wahai Amr, aku ingin mengutusmu dalam sebuah pasukan, semoga Allah memberimu ghanimah dan aku ingin engkau mendapatkan harta yang baik.”

Maka aku berkata, “Sungguh, aku masuk Islam bukan karena ingin harta. Tapi aku masuk Islam karena Islam dan agar aku dapat bersama Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam.” Maka Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Wahai Amr, sebaik-baik harta, adalah milik orang yang saleh.”

Ucapan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam ini setidaknya memberikan dua pesan kepada kita;
1. Semangat membina diri agar menjadi orang saleh dan
2. Semangat berusaha agar menjadi orang kaya

Abdullah bin Mubarak, seorang ulama besar dan zuhud, suatu hari menjamu makan orang-orang miskin, lalu setelah itu dia berkata, “Kalau bukan kalian dan orang-orang seperti kalian, saya tidak akan berdagang.” Selain sebagai ulama, beliau memang terkenal sebagai pedagang besar… (Siyar Alam An-Nubala)

Wallahu A’lam. [Ustaz Abdullah Haidir Lc.]

 

INILAH MOZAIK

Orang Miskin Ini Menolak Harta, Takut Sombong

SAAT Rasulullah Saw menjalankan masa kenabiannya di Madinah, beliau sering menyelenggarakan majelis ilmu dan mengisinya secara langsung. Majelis tersebut berlangsung setiap hari Kamis, dan para sahabat kerap menghadirinya.

Kaum muslimin yang ingin mendapat siraman rohani langsung dari Rasulullah selalu bersegera agar bisa menempati tempat terbaik. Mereka ingin semua yang disampaikan Rasulullah bisa menjadi pengantar untuk memperoleh rida Allah Swt. Di majelis tersebut, tidak ada yang namanya membeda-bedakan. Siapa yang lebih cepat datang, maka dia akan memperoleh tempat terbaik.

Suatu hari, saat majelis tersebut tengah berlangsung datanglah seseorang, yang kemudian melihat ke sana kemari. Ternyata ia sedang mencari tempat di mana ia bisa menyelipkan dirinya. Ia pun menemukan satu-satunya tempat kosong, yaitu di sebelah seorang miskin yang pakaiannya sangat lusuh dan bahkan sobek.

Lelaki tersebut tampak ragu untuk duduk di sana. Tapi karena tidak ada tempat lain, ia pun memaksakan diri untuk menempatinya. Sambil mendengarkan ceramah Rasulullah Saw, lelaki tersebut terlihat menyelamatkan bajunya agar tidak menempel pada seorang fakir di sebelahnya. Ia memang mengenakan pakaian yang bagus dan wangi.

Mendapat hal tersebut, Rasulullah Saw menanyai si lelaki berpakaian bagus. “Mengapa kau terus menarik kain bajumu? Apakah engkau khawatir pakaianmu kotor terkena pakaian saudaramu yang fakir?”

Lelaki tersebut tersentak mendengar teguran Rasulullah. Ia menyadari sikapnya yang keliru karena tampak merendahkan orang lain. Ia pun menyesal. “Ya Rasulullah, aku bertobat kepada Allah atas kesalahanku. Sebagai penebus dosa, aku akan memberikan separuh hartaku kepada saudara yang di sampingku ini.”

“Apakah kamu bersedia menerima hibahnya,” kata Rasulullah bertanya kepada sang fakir. Seseorang tersebut menjawab dengan tegas. “Tidak. Akut tidak mau hartanya.”

“Mengapa kau tidak mau menerima separuh hartanya.” Rasulullah kembali bertanya.

Sang fakir menjawab. “Aku takut menjadi sombong karena harta. Seperti orang ini.”

“Dan janganlah kamu memalingkan kamu dari manusia (karena sombong) dan janganlah kamu berjalan di muka bumi dengan angkuh. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang sombong lagi membanggakan diri.” (QS. Luqman [31]: 18) [An Nisaa Gettar]

 

INILAH MOZAIK

Harta yang Hilangkan Iman, Gersangkan Jiwa

SYEIKH Abu Nashr as-SarrajAbu Yaqub an-Nahrajuri berkata, “Saya mendengar Abu Yaqub as-Susi berkata: Ada seorang fakir datang kepada kami, saat itu kami sedang berada di ar-Rajan. Sementara itu, Sahl bin Abdullah juga berada di sana. Lalu si fakir tersebut berkata pada kami, “Kalian adalah orang-orang yang biasa memberi bantuan. Saat ini kami sedang ditimpa bencana.”

Maka Sahl bin Abdullah berkata, “Dalam daftar bencana telah tercatat sejak Anda memperlihatkan masalah ini. Lalu apa bencana itu?” la menjawab, “Dibukakan pada kami pintu dunia, dan aku gunakan hanya untuk diri sendiri tanpa peduli pada keluarga dekatku. Hingga saya kehilangan iman dan kondisi spiritual.” Sahl berkata kepada Abu Yaqub, “Bagaimana pendapat Anda tentang hal ini?” Abu Yaqub menjawab, “Bencana dalam kondisi spiritualnya lebih berat dari pada bencana dalam imannya.” Lalu Sahl berkata, “Orang seperti Anda yang pantas mengatakan ini.”

Dikisahkan dari Khair an-Nassaj -rahimahullah -yang berkata: Aku pernah masuk di sebagian masjid. Ternyata di situ ada seorang fakir yang aku mengenalnya. Ketika melihatku la langsung merangkulku dan menangis sembari berkata, “Wahai syekh kasihanilah aku, karena cobaanku sangat berat!” Lalu aku bertanya, “Wahai fulan, apakah cobaan yang Anda maksudkan?” la tetap berkata, “Wahai syekh, kasihanilah aku, karena cobaanku sangat berat!” Aku pun mengulangi pertanyaan, “Wahai fulan, apakah cobaan yang Anda maksudkan itu?” la menjawab, “Aku telah kehilangan bencana, kemudian setelah itu dibarengi dengan kesehatan (afiat). Sementara engkau tahu, bahwa hal ini adalah cobaanan yang sangat berat.” Khair an-Nassaj berkata: Si fakir itu telah dibukakan sedikit kenikmatan dunia.

“Jika berbagai kenikmatan telah melimpah pada salah seorang di antara kalian maka hendaknya ia menangisi pada dirinya. Sebab la telah menempuh jalan yang tidak ditempuh orang-orang saleh.”

Saya mendengar al -Wajihi – rahimahullah – berkata: Bunan al-Hammal dibawakan uang sejumlah seribu dinar yang dituangkan di depannya. Kemudian Bunan berkata pada orang yang menuangkan uang tersebut, “Bawalah kembali dan ambillah uang itu. Demi Allah, andaikan di atas uang tidak ada tulisan nama Allah niscaya sudah aku kencingi. Kemilaunya telah banyak menipuku.”

Al Wajihi berkata: Suatu ketika Bunan al-Hammal diberi kenikmatan duniawi berupa uang empat ratus dinar. Saat itu ia sedang tidur. Mereka meletakkannya di atas kepalanya. Kemudian Bunan mimpi seakan-akan ada orang berkata, “Barang siapa mengambil dunia lebih dari kadar yang secukupnya maka Allah akan membutakan mata hatinya.” Kemudian la terbangun, dan hanya mengambil empat daniq, sementara sisanya ia tinggalkan.

Saya mendengar Ibnu `Ulwan -rahimahullah – berkata: Ada beberapa orang membawakan uang tiga ratus dinar untuk Abu al-husain an-Nuri. Mereka telah menjual barang-barangnya untuk mendapatkan uang tersebut. Setelah menerima uang itu an-Nuri duduk di atas jembatan Sarat sambil melemparkan dinar-dinar tersebut satu demi satu ke dalam air, dan berkata, “Wahai Tuanku, dengan dinar ini Engkau ingin menipuku jauh dari-Mu.”

Dikisahkan dari Jafar al-Khuldi – rahimahullah – yang berkata: Ibnu Zairi, salah seorang sahabat al-Junaid telah dibukakan sedikit kenikmatan duniawi sehingga la terputus dengan kaum fakir. Suatu ketika la datang kepada kami, sementara di pakaiannya terdapat kantong berisikan dirham yang cukup banyak. Ketika melihat kami dari kejauhan ia, berkata, “Wahai sahabat-sahabat kami, jika kalian sangat bangga dengan kefakiran, sementara kami bangga dengan kekayaan lalu kapan kita bisa bertemu?” Akhirnya ia melemparkan seluruh uang di kantongnya kepada kami.

Abu Said al-A`rabi berkata: Ada seorang pemuda menemani Abu Abdillah Ahmad al-Qalanisi. Kemudian selama beberapa waktu la menghilang dari al-Qalanisi. la kembali dari pengembaraannya setelah terbukakan pintu dunia dan mendapatkan harta. Kemudian kami berkata kepada al-Qalanisi, “Apakah Anda mengizinkan kami untuk datang mengunjunginya?” la menjawab “Tidak, sebab la berteman dengan kita dalam kondisi fakir. Andaikan la tetap pada kondisi semula, seyogyanya kami akan pergi mengunjunginya. Tapi apabila la kembali dari pengembaraannya dalam kondisi seperti ini maka ia yang wajib mengunjungi kami”

Abu Abdillah al-Hushri – rahimahullah – mengisahkan bahwa Abu Hafsh al-Haddad – rahimahullah – tinggal di Ramalah. la membawa dua potong pakaian usang yang di tengah-tangahnya ada uang seribu dinar. la tinggal di sana selama dua, tiga atau empat hari, dimana la tidak mau makan dari uang tersebut. Uang tersebut la berikan pada para fakir sampai habis.

Al-Hushri – rahimahullah – berkata: Di saat-saat krisis pangan kami pernah keluar bersama asy-Syibli mencari sesuatu untuk anak-anaknya. Kemudian kami masuk ke rumah seseorang dan orang itu memberinya sejumlah dirham. Kemudiankami keluar dan di kantongku telah penuh dengan dirham. Setiap berjumpa orang-orang fakir kami berikan uang itu hingga hanya tersisa sedikit. Aku berkata kepada asy-Syibli, “Tuan, anak-anak di rumah sedang kelaparan!” la balik bertanya kepadaku, “Lalu apa yang mesti aku lakukan?” Setelah melalui perjalanan yang melelahkan, baru aku membeli sedikit makanan dengan sisa dirham tersebut dan kuberikan kepada anak-anaknya.

Dikisahkan dari Abu Jafar ad-Darraj -rahimahullah- yang berkata: Suatu ketika guru aku keluar untuk bersuci. Sementara itu aku mengambil tempat yang la gunakan untuk menyimpan barang-barangnya dan kuperiksa. Ternyata kutemukan loggam perak kira-kira senilai empat dirham. Aku bingung dengan barang ini. Sementara itu dalam beberapa hari aku tidak makan apa-apa. Ketika la pulang aku berkata padanya, “Dalam tempat tuan menyimpan barang-barang, aku temukan logam perak. Sementara pada saat itu aku dalam kondisi kelaparan.”

Lalu ia bertanya padaku, “Wah! Anda ambil barang itu? Tolong kembalikan!” kemudian setelah itu la berkata lagi padaku, “Silakan ambil uang itu, dan silakan Anda membelikannya sesuatu!” Kemudian aku bertanya, “Atas Nama Tuhan Yang engkau sembah, ada apakah dengan uang perak itu?” la menjawab, “Allah tidak pernah memberiku rezeki sedikit dari dunia, baik logam kuning maupun logam putih selain logam perak tersebut. Aku ingin berwasiat agar logam perak tersebut dikubur bersamaku saat aku mati. Sehingga ketika hari Kiamat tiba aku ingin mengembalikannya pada Allah swt. dan kukatakan, `Wahai Tuhanku, inilah sedikit dunia yang Engkau berikan padaku.”

Wazir al-Mutadh pernah memberi uang kepada Abu al-Husain an-Nuri -rahimahullah- sehingga ia mau membagikannya kepada kaum Sufi. Kemudian an-Nuri menuangkan uang itu dalam sebuah rumah dan ia kumpulkan para Sufi di Baghdad. la berkata kepada mereka, “Siapa di antara kalian yang memerlukan sesuatu silakan masuk rumah ini dan ambil apa yang la inginkan.”

Maka di antara mereka ada yang mengambil seratus dirham, ada yang mengambil lebih banyak, ada yang kurang dari seratus dan ada pula yang tidak mengambil apa-apa. Ketika dirham-dirham itu habis dan tidak tersisa sedikit pun maka an-Nuri berkata kepada mereka, “Jauhnya kalian dari Allah sesuai dengan kadar banyaknya kalian mengambil uang tersebut. Sedangkan dekatnya kalian dengan Allah sesuai dengan kadar kalian meninggalkan uang tersebut.”[Sufinews]

INILAH MOZAIK

Mengganggu Shalat Adalah Perbuatan Setan

Tidak boleh seseorang secara langsung atau secara tidak langsung menimbulkan gangguan pada orang-orang yang sedang shalat. Karena mengganggu orang yang shalat adalah diantara perbuatan setan. Allah Ta’ala berfirman:

إِنَّمَا يُرِيدُ الشَّيْطَانُ أَنْ يُوقِعَ بَيْنَكُمُ الْعَدَاوَةَ وَالْبَغْضَاءَ فِي الْخَمْرِ وَالْمَيْسِرِ وَيَصُدَّكُمْ عَنْ ذِكْرِ اللَّهِ وَعَنِ الصَّلَاةِ

Sesungguhnya syaitan itu bermaksud hendak menimbulkan permusuhan dan kebencian di antara kamu lantaran (meminum) khamar dan berjudi itu, dan menghalangi kamu dari mengingat Allah dan shalat” (QS. Al Maidah: 91).

 

Setan mengganggu shalat seseorang sehingga bacaannya menjadi kacau. Dari Utsman bin Abil ‘Ash radhiallahu’anhu ia berkata:

يا رَسولَ اللهِ، إنَّ الشَّيْطَانَ قدْ حَالَ بَيْنِي وبيْنَ صَلَاتي وَقِرَاءَتي يَلْبِسُهَا عَلَيَّ، فَقالَ رَسولُ اللهِ صَلَّى اللَّهُ عليه وسلَّمَ: ذَاكَ شيطَانٌ يُقَالُ له خَنْزَبٌ، فَإِذَا أَحْسَسْتَهُ فَتَعَوَّذْ باللَّهِ منه، وَاتْفِلْ علَى يَسَارِكَ ثَلَاثًا قالَ: فَفَعَلْتُ ذلكَ فأذْهَبَهُ اللَّهُ عَنِّي

Wahai Rasulullah, setan telah menghalangi antara aku dan shalatku serta mengacaukan bacaanku. Maka Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda: “itu adalah setan yang disebut dengan Khanzab. Jika engkau merasakan sesuatu (gangguan) maka bacalah ta’awwudz dan meniuplah ke kiri 3x”. Utsman mengatakan: “aku pun melakukan itu, dan Allah pun menghilangkan was-was setan dariku” (HR. Muslim no.2203).

Setan mengganggu shalat seseorang dengan menimbulkan was-was pada dirinya sehingga seolah-olah dia telah batal wudhunya. Dari Ibnu ‘Abbas radhiallahu’anhuma, Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda:

يأتي الشيطانُ أحَدَكُم فَيَنْقُرًُ عِنْدَ عِجانِهِ ، فلا ينصرِفُ حتى يَسْمَعَ صوتاً أو يَجِدَ ريحاً

“Setan mendatangi kalian lalu meniup-niup pada dubur kalian (sehingga muncul was-was). Maka janganlah membatalkan shalat kecuali mendengar suara atau merasakan angin” (HR. Thabrani no.11948, Al Baihaqi no.3509, dishahihkan Al Albani dalam Silsilah Ash Shahihah no.3026).

 

Shaf shalat yang tidak lurus dan tidak rapat akan membuat celah bagi setan untuk Dari Anas bin Malik radhiyallahu’anhu, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

رُصُّوا صُفُوفَكُمْ ، وَقَارِبُوا بَيْنَهَا ، وَحَاذُوا بِالأعْنَاقِ؛ فَوَالَّذِي نَفْسِي بِيَدِهِ إنِّي لأَرَى الشَّيْطَانَ يَدْخُلُ مِنْ خَلَلِ الصَّفِّ ، كَأَنَّهَا الحَذَفُ

“Rapatkanlah shaf-shaf kalian! Dekatkanlah di antara shaf-shaf tersebut! Sejajarkan leher-leher. Demi Dzat Yang jiwaku berada di tangan-Nya, sesungguhnya aku benar-benar melihat setan masuk dari celah shaf, seakan-akan setan itu anak-anak kambing” (HR. Abu Daud no. 667, An Nasa-i no. 815, dishahihkan Al Albani dalam Shahih Abu Daud).

Orang yang lewat di depan orang yang shalat, dapat mengganggu orang yang shalat tersebut. Orang yang lewat ini disebut oleh Nabi sebagai setan. Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda:

إذا صلَّى أحدُكُم إلى شيءٍ يستُرُهُ من الناسِ،فأرادَ أحَدٌ أنْ يَجتازَ بين يديْهِ، فليدفَعْهُ، فإنْ أبى فَليُقاتِلهُ، فإنما هو شيطانٌ

“Jika salah seorang dari kalian shalat menghadap sesuatu yang ia jadikan sutrah terhadap orang lain, kemudian ada seseorang yang mencoba lewat di antara ia dengan sutrah, maka cegahlah. jika ia enggan dicegah maka tolaklah ia dengan keras, karena sesungguhnya ia adalah setan” (HR. Al Bukhari 509, Muslim 505).

 

Dalil-dalil di atas menunjukkan bahwa semua bentuk perbuatan mengganggu shalat adalah perbuatan setan. Maka tidak boleh melakukan segala hal yang dapat mengganggu shalat orang lain dengan sengaja. Dan wajib menghilangkan semua hal yang bisa mengganggu shalat, baik berupa suara-suara yang bising, anak-anak kecil yang bermain-main ketika shalat, gambar-gambar yang mengganggu shalat, dan semisalnya.

Shalat adalah ibadah yang agung, kita sedang menghadap Allah Ta’ala, Rabb semesta alam, dalam shalat. Maka hendaknya jadikan shalat kita kekhidmat dan sekhusyuk mungkin.

 

Wallahu a’lam.

Baca selengkapnya https://muslim.or.id/46300-mengganggu-shalat-adalah-perbuatan-setan.html

Pengingat Laku di Ujung Pagi

TERINGATLAH saya pada kata-kata guru saya dulu saat saya belajar tentang hati. Saat itu saya seringkali gelisah dengan pertanyaan diri saya tentang cara yang benar menuju kemuliaan dan kebahagiaan hakiki.

Guru yang baik adalah yang paham akan kegelisahan muridnya. Tanpa mulut ini bertanya, jawabanpun diberikan. Saya tersentak dengan jawaban ringkasnya yang disampaikan dengan cara berbisik untuk kemudian bergegas pergi.

Berikut adalah ucapan beliau: “Kamu bisa menipu banyak manusia, tapi kamu tak kan pernah bisa menipu Tuhan. Semua yang kamu niatkan dan lakukan tak pernah luput dari pengetahuanNya. Jika demikian, masih mungkinkah mengejar mulia bahagia dengan berpaling dan menjauh dariNya?”.

Saya terdiam, menunduk dan kemudian juga bergegas pergi. Salam, AIM. [*]

 

Oleh : KH Ahmad Imam Mawardi

INILAH MOZAIK

Ketika Para Ashabul Kahfi Keluar dari dalam Gua (2-Habis)

Kini, kota tempat asal Ashabul Kahfi itu dipimpin raja yang beriman pada ajaran Nabi

Melanjutkan kisah sebelumnya. Persoalan mulai muncul ketika utusan Ashab al-Kahfi ini membayar barang yang dibelinya. Si penjual terperanjat begitu melihat uang perak yang diterimanya. Seketika dia menolak karena uang itu sudah amat lama tidak berlaku lagi.

Bahkan, dia menuduh utusan Ashab al-Kahf ini sedang menipunya. Ribut-ribut di depan kios itu membuat sejumlah petugas kerajaan mendekat. Aparat keamanan ini lantas menangkap utusan tersebut.

Setelah diinterogasi, utusan itu pun menceritakan siapa dirinya dan kawan-kawannya yang sedang menunggu di dalam gua. Keterangannya membuat heran dan takjub para petugas. Bahkan, sejumlah menteri kerajaan sengaja datang begitu tahu ada uang kuno yang beredar di pasar.

Sebaliknya, utusan Ashab al-Kahf ini terperanjat setelah diberi tahu bahwa Daqyanus telah lama meninggal. Bahkan, gubernur musyrik nan lalil itu sudah menjemput ajal ratusan tahun silam. Sadarlah dia bahwa kini negeri tanah airnya dipimpin Theodosius, raja yang beriman pada ajaran Nabi Isa AS; iman yang juga dipeluk para Ashab al-Kahf.

Tersiarlah berita ke tengah masyarakat tentang orang-orang saleh penghuni gua yang bangkit lagi setelah tiga abad ditinggalkan.

Khalayak mulai berbondong-bondong menghampiri gua di gunung tempat bersemayamnya Ashab al-Kahfi. Mereka begitu bersemangat untuk menyaksikan dengan mata kepala sendiri.

Sementara itu, utusan yang tadi ditugaskan pergi ke pasar telah kembali bersama para sahabatnya di dalam gua. Lautan massa memberi jalan kepada arak-arakan Theodosius, yang hampir sampai di lokasi Ashab al-Kahfi.

Ketika akan memasuki gua tersebut, sang raja melihat para penghuni gua sedang tidur lelap. Pada saat itulah, Allah SWT mencabut nyawa pemuda-pemuda tersebut. Semuanya meninggal dunia dengan tenang, termasuk utusan yang sebelumnya turun ke pusat kota. Bahkan, demikian pula dengan anjing yang selama ini menjaga pintu gua tersebut.

Setelah menyadari orang-orang saleh itu telah wafat, muncul perselisihan di antara para petinggi kerajaan. Bagaimana keputusan selanjutnya. Apakah gua itu akan dibiarkan begitu saja? Bagaimana cara terbaik untuk mengenang orang-orang saleh itu?

Sebagian mereka meminta agar gua tersebut ditutup saja dan ditandai plakat biasa yang sebatas menandakan peristiwa historis tersebut. Sebagian yang lain malah mendesak sang raja agar mendirikan sebuah rumah peribadatan di atas gua itu.

Buya Hamka dalam kitab tafsirnya mengutip pendapat Ibnu Jarir, yang mengatakan, orang-orang yang mengajukan permintaan pertama cenderung memelihara ajaran tauhid semurni-murninya. Sementara itu, mereka yang ingin mendirikan kuil di atasnya sudah terkontaminasi ajaran musyrik.

 

REPUBLIKA