Doa untuk yang Sedang Patah Hati Agar Cepat Move On

Tak semua hal dalam hidup kita berjalan seperti yang kita inginkan, begitu pula dengan mencintai seseorang. Mencintai berarti juga menerima risiko untuk patah hati, baik karena ditinggalkan atau terpaksa meninggalkan.

Patah hati tentu saja pahit, namun bukan berarti itu adalah akhir dari kisah percintaan. Terkadang manusia begitu egois meminta keinginannya, padahal Tuhan justru telah menyiapkan hadiah yang lebih indah untuknya.

Oleh karena itu, ketika merasakan patah hati, hendaknya kita berbaik sangka (husnudzhan) dan berdoa kepada Allah SWT. Agar bisa cepat move on, hendaknya membaca doa:

اللهُمَّ أْجُرْنِي فِي مُصِيبَتِي، وَأَخْلِفْ لِي خَيْرًا مِنْهَا

Allahumma’jurni fii mushibati, wa akhlif lii khoiron minha

Ya Allah, berilah kami pahala karena mushibah ini dan gantilah bagiku dengan yang lebih baik daripadanya

Doa ini sebagaimana yang diajarkan Rasulullah SAW kepada Ummu Salamah yang saat itu dirundung duka karena kematian suaminya. Rasulullah SAW bersabda “Tidaklah seorang mukmin tertimpa musibah lalu ia membaca apa yang telah diperintahkan oleh Allah, “Inna lillahi wa innaa ilaihi raaji’un,Allahumma’jurni fii mushibati, wa akhlif lii khoiron minha” melainkan akan Allah gantikan baginya dengan yang lebih baik” (HR Muslim)

Ketika suaminya wafat, Ummu Salamah amat bersedih seraya berkata “Laki-laki mana yang lebih baik dari Abu Salamah”. Namun Ummu Salamah tetap bersabar menghadapi musibah yang menimpanya dan senantiasa membaca doa tersebut, hingga Allah SWT kemudian menggantikan untuknya seorang laki-laki yang lebih baik dari Abu Salamah, yaitu Rasulullah SAW.

Bagi yang sedang berusaha move on, jangan lupa untuk selalu berhusnudzhan dan berdoa. Riri Abdillah pernah berkata “Jika cinta pertamamu berakhir pada takdir yang tak diharapkan, semoga segera terganti dengan cinta terakhir yang membawamu pada kebahagiaan”

Wallahu a’lam bisshawab

Tulisan ini sudah dipublikasikan di Islami.co

Bahaya Memutus Hubungan Kekerabatan

Berikut ini adalah cara mengatasi patah hati. Tokoh-tokoh besar seperti Soekarno, Marilyn Monroe, dan bahkan Rasulullah SAW, tidak luput dari tragedi patah hati.  Kecuali itu, orang biasa banyak pula yang patah hati. Beruntungnya tokoh-tokoh besar, kisah mereka dicatat, ketika patah hati sekalipun.

Katanya, orang patah hati tidak butuh nasehat, dia butuh hiburan (healing namanya sekarang). Berkaca dari kisah Rasulullah SAW ketika patah hati ditinggal wafat Ummul Mukminin Khadijah ra, ungkapan itu ada benarnya. Rasulullah SAW, sembari healing, dibawa keliling dunia dan antariksa (al-isra’ wa al-mi’raj) untuk menjemput beberapa pondasi agama.

Meskipun begitu, saya kukuh untuk tetap menasihati orang-orang patah hati. Karena saya telah berkali-kali pula menjadi korban. Hanya agar kita-para korban-lebih bergaya kalau patah hati lagi.

“Kamu Jahat” Ah… Klise

Ketika orang-orang mengatakan ‘kamu kok jahat?’ ketika ditinggal kekasihnya, tidak begitu dengan Abu Shakhar al-Hatzali (w. 80 H). Penyair tersohor loyalis Dinasti Umayyah itu menggubah syair efek jahat ditinggal kekasih dan mengilustrasikannya dengan apik. Syairnya itu tidak hanya jadi rujukan sastra, tetapi juga boleh jadi rujukan rasa. Beliau menggambarkan begini:

أما والذي أبكى وأضْحَكَ والذي … أماتَ وأحيا والذي أمرهُ الأمر

“Sungguh, demi Zat yang menjadikan tangis dan tawa, demi Dia yang menghidupkan dan mematikan, dan demi Dia yg perintah-Nya adalah titah”.

لقد تَركَتْني أحْسُدُ الوحشَ أن أرى … ألِفَيْنِ منها لا يَروعُهما النّفْر

“Sungguh kau telah meninggalkanku mencemburui binatang liar; bahwa aku melihat sepasang mereka, tanpa diburu perpisahan (Sudzur adz-Dzahab, juz 1/162).”

Ikhlas Tapi Tak Rela

Namun begitu, ditinggal kekasih bagi sebagian orang adalah hal wajar, meski tidak sepenuhnya rela. Syair Ghada al-Samman (81 tahun), penyair Arab modern, berikut ini boleh jadi rujukan untuk pengganti ungkapan ‘ikhlas tapi tak rela’ itu. Dalam sebuah kutipan syair, perempuan Arab itu menuliskan:

و كنت اعرف منذ البداية

أنني وجدتك لأضيعك

و احببتك لافقدك

فقد التقينا مصادفة

وأنت ذاهب إلى فرحتك بمجدك

و انا راجعة من ضجري بكل ما يفرحك الآن

و كنا سهمين متعاكسي الاتجاه

و كان لا مفر من الوداع كما اللقاء

Aku sudah tahu dari awal:

Bahwa aku mendapatkanmu untuk melepasmu

Aku mencintaimu untuk kehilanganmu

Sebab kita bertemu secara kebetulan

Dan kau pergi ke kegembiraanmu dengan kemuliaanmu …

Sedang aku kembali dari kebosananku dengan segala hal yang membuatmu bahagia sekarang…

Kita adalah dua anak panah yang berlawanan arah

Perpisahan tak terelakkan seperti halnya pertemuan

(Qashaid wa Syi’r Gadah as-Saman)

Mencintaimu Adalah Luka

Jika Eka Kurniawan (47 tahun), sastrawan Indonesia, mendeskripsikan ‘Cantik Itu Luka’ dalam novelnya, Ibnu al-Ta’awidziy (w. 584 H), penyair Arab Era Abbasiyah, meilustrasikan luka karena cinta. Beliau meilustrasikan luka itu dalam dua bait syairnya:

وَأَبعَدُ ما يُرامُ لَهُ شِفاءٌ … فُؤادٌ مِن لَحاظك فيه جُرحُ 

فَبَينَ القَلبِ وَالسُلوانِ حَربٌ … وَبَينَ الجَفنِ وَالعَبَراتِ صُلحُ

“Sulit diharapkan segala yang terjadi ini ada obatnya, hati yang terpikat oleh tatapanmu kini memendam luka. Ada perang antara hati dan bahagia, ada kedamaian antara pelupuk dan air mata (Masalik al-Abshar fi Mamalik al-Amshar, juz 16/58).”

Sekian tip dari saya, semoga menjadi pengganti ‘teman’ dalam tongkrongan mu menatap senja yang datang di ujung langit (seperti dalam lirik lagu Putri Ariani berjudul mimpi). Pesan saya; tetap terkawal ya! karena incaranmu bisa jadi tidak suka puisi. Itu diluar tanggung jawab penulis.

Demikian penjelasan terkait cara mengatasi patah hati. Semoga bermanfaat.

BINCANG SYARIAH

Bahaya Memutus Hubungan Kekerabatan

Allah Ta’ala memerintahkan kita untuk menjaga hubungan silaturahim. Allah Ta’ala berfirman,

وَاتَّقُواْ اللّهَ الَّذِي تَسَاءلُونَ بِهِ وَالأَرْحَامَ إِنَّ اللّهَ كَانَ عَلَيْكُمْ رَقِيباً

Dan bertakwalah kepada Allah yang dengan (mempergunakan) nama-Nya, kamu saling meminta satu sama lain. Dan (peliharalah) hubungan silaturahim. Sesungguhnya Allah selalu menjaga dan mengawasi kamu.” (QS. An-Nisa’: 1)

Allah Ta’ala berfirman,

وَالَّذِينَ يَنقُضُونَ عَهْدَ اللّهِ مِن بَعْدِ مِيثَاقِهِ وَيَقْطَعُونَ مَا أَمَرَ اللّهُ بِهِ أَن يُوصَلَ وَيُفْسِدُونَ فِي الأَرْضِ أُوْلَئِكَ لَهُمُ اللَّعْنَةُ وَلَهُمْ سُوءُ الدَّارِ

Orang-orang yang merusak janji Allah setelah diikrarkan dengan teguh dan memutuskan apa-apa yang Allah perintahkan supaya dihubungkan dan membuat kerusakan di bumi, mereka itulah orang-orang yang memperoleh laknat dan bagi mereka tempat kediaman yang buruk (Jahannam).” (QS. Ar-Ra’du: 25)

Termasuk yang diperintahkan Allah Ta’ala untuk disambung adalah hubungan kekerabatan. Adanya ancaman laknat Allah pada ayat ini menunjukkan bahwa memutuskan hubungan kekerabatan termasuk dosa besar.

Dalam ayat yang lain, Allah Ta’ala berfirman,

فَهَلْ عَسَيْتُمْ إِن تَوَلَّيْتُمْ أَن تُفْسِدُوا فِي الْأَرْضِ وَتُقَطِّعُوا أَرْحَامَكُمْ أُوْلَئِكَ الَّذِينَ لَعَنَهُمُ اللَّهُ فَأَصَمَّهُمْ وَأَعْمَى أَبْصَارَهُمْ

Maka, apakah kiranya jika kamu berkuasa, kamu akan membuat kerusakan di muka bumi dan memutuskan hubungan kekeluargaan? Mereka itulah orang-orang yang dilaknat oleh Allah dan ditulikan telinga mereka dan dibutakan penglihatan mereka.” (QS. Muhammad: 22-23)

Ayat ini menunjukkan bahwa orang yang membuat kerusakan di muka bumi dan orang yang memutuskan hubungan kekerabatan akan mendapatkan hukuman, baik di dunia dan di akhirat. Hukuman di dunia berupa dibutakan mata dan ditulikan telinganya. Sedangkan hukuman di akhirat berupa laknat Allah Ta’ala.

Penglihatan yang dibuat buta oleh Allah Ta’ala adalah pandangan hati, bukan pandangan mata secara fisik. Akibatnya, dirinya akan melihat kebatilan sebagai sebuah kebenaran, dan sebaliknya, dia melihat kebenaran sebagai sebuah kebatilan. Begitu pula pendengaran yang dibuat tuli oleh Allah Ta’ala bukanlah pendengaran secara fisik. Akan tetapi, telinganya dibuat tuli sehingga tidak mampu lagi mendengarkan kebenaran. Dan seandainya dapat mendengarkan kebenaran pun, dirinya tidak dapat mengambil manfaat dari kebenaran yang didengarnya.

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam mengaitkan keimanan terhadap Allah dan hari akhir dengan menyambung hubungan kekerabatan. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,

وَمَنْ كَانَ يُؤْمِنُ بِاللَّهِ وَاليَوْمِ الآخِرِ فَلْيَصِلْ رَحِمَهُ

Dan barangsiapa yang (benar-benar) beriman kepada Allah dan hari akhir, hendaknya dia menyambung kekerabatannya.” (HR. Bukhari no. 6138 dan Muslim no. 47)

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam mengancam orang-orang yang memutus hubungan kekerabatan, bahwa mereka tidak akan masuk surga. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,

لَا يَدْخُلُ الْجَنَّةَ قَاطِعُ رَحِمٍ

Tidak masuk surga orang yang memutus hubungan kekerabatan.” (HR. Bukhari no. 5984 dan Muslim no. 2556)

Ancaman Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam berupa tidak masuk surga bagi orang yang memutus hubungan kekerabatan menunjukkan bahwa memutus hubungan kekerabatan termasuk dosa besar karena terdapat ancaman khusus, baik dari Al-Qur’an dan As-Sunnah.

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,

إِنَّ اللهَ خَلَقَ الْخَلْقَ حَتَّى إِذَا فَرَغَ مِنْهُمْ قَامَتِ الرَّحِمُ، فَقَالَتْ: هَذَا مَقَامُ الْعَائِذِ مِنَ الْقَطِيعَةِ، قَالَ: نَعَمْ، أَمَا تَرْضَيْنَ أَنْ أَصِلَ مَنْ وَصَلَكِ، وَأَقْطَعَ مَنْ قَطَعَكِ؟ قَالَتْ: بَلَى

Sesungguhnya Allah menciptakan semua makhluk. Sampai ketika Allah selesai menciptakan makhluk, maka berdirilah rahim (kekerabatan). Dan rahim berkata, ‘Ini adalah berdirinya makhluk yang meminta perlindungan kepada-Mu, jangan sampai aku diputus.’ Allah mengatakan, ‘Iya (engkau tidak boleh diputus). Tidakkah engkau rida bahwa Aku akan menyambung orang yang menyambungmu dan Aku akan memutus orang yang memutusmu?’ Rahim mengatakan, ‘Iya, (saya rida).’” (HR. Bukhari no. 7502 dan Muslim no. 2554)

Hadis ini menunjukkan satu perkara gaib bahwa rahim (kekerabatan) itu bisa berbicara. Berkaitan dengan hal tersebut, sikap kita sebagai orang yang beriman adalah wajib untuk meyakini dan tidak boleh membicarakannya secara detail (bagaimana bentuk atau hakikatnya) tanpa disertai ilmu.

Menyambung hubungan kekerabatan adalah sebab lapangnya rezeki dan panjang umur. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,

مَنْ أَحَبَّ أَنْ يُبْسَطَ لَهُ فِي رِزْقِهِ، وَيُنْسَأَ لَهُ فِي أَثَرِهِ، فَلْيَصِلْ رَحِمَهُ

Barangsiapa yang ingin dilapangkan rezekinya dan dipanjangkan umurnya, hendaknya dia menyambung hubungan kekerabatan.” (HR. Bukhari no. 5986 dan Muslim no. 2556)

Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, Allah Ta’ala berfirman,

قَالَ اللَّهُ: أَنَا الرَّحْمَنُ وَهِيَ الرَّحِمُ، شَقَقْتُ لَهَا اسْمًا مِنَ اسْمِي، مَنْ وَصَلَهَا وَصَلْتُهُ، وَمَنْ قَطَعَهَا بَتَتُّهُ

Aku adalah Ar-Rahman, dan dia adalah rahim. Aku berikan dia pecahan dari nama-Ku [yaitu rahim (kekerabatan), pent.]. Barangsiapa yang menyambungnya, maka Aku akan menyambungnya. Dan barangsiapa yang memutusnya, maka Aku akan memutusnya.” (HR. Abu Dawud no. 1694 dan Tirmidzi no. 1908)

Seorang yang kaya janganlah memutus hubungan kekerabatan dengan saudaranya yang miskin. Demikian pula, janganlah memutus hubungan kekerabatan dengan sikap yang tidak sopan dan menyakiti hati kerabatnya. Misalnya, tidak memperhatikan atau pura-pura tidak mengetahui bagaimanakah keadaan kerabatnya. Padahal, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,

بلوا أرحامكم ولو بالسلام

Basahilah rahim kalian (sambunglah hubungan kekerabatan, pent.), walaupun hanya dengan (sekedar) mengucapkan salam.” (HR. Ibnu Hibban dalam Ats-Tsiqaat, 1: 75. Dinilai hasan oleh Al-Albani dalam Ash-Shahihah)

***

Penulis: M. Saifudin Hakim

© 2023 muslim.or.id
Sumber: https://muslim.or.id/86342-bahaya-memutus-hubungan-kekerabatan.html

Siapa Generasi yang Celaka dan Rugi?

Sebaik-baik generasi manusia adalah generasi para sahabat nabi.

Sebaik-baik generasi manusia adalah generasi para sahabat Nabi Muhammad SAW, setelah itu generasi tabiin, dan generasi tabiut tabiin. Kaum Muslim pada generasi tersebut memiliki keimanan dan ketakwaan yang kuat. Bagaimana dengan generasi sekarang? 

Islam memberi ukuran jelas untuk mengetahui kualitas satu generasi pada satu masa. Yakni dengan melihat bagaimana generasi tersebut dalam menjaga sholatnya. Bila generasi tersebut lalai atau mengabaikan sholat sudah dan cenderung mengikuti hawa nafsu, sudah dipastikan generasi tersebut akan menjadi generasi yang tersesat. Allah SWT berfirman:

فَخَلَفَ مِنْۢ بَعْدِهِمْ خَلْفٌ اَضَاعُوا الصَّلٰوةَ وَاتَّبَعُوا الشَّهَوٰتِ فَسَوْفَ يَلْقَوْنَ غَيًّا ۙ

Artinya : Kemudian, datanglah setelah mereka (generasi) pengganti yang mengabaikan sholat dan mengikuti hawa nafsu. Mereka kelak akan tersesat. (Alquran surat Maryam ayat 59). 

Generasi yang melalaikan sholat dan menurutkan hawa nafsu akan menemui kecelakaan dan kerugian. Kehidupannya pun akan berantakan disebabkan pelanggaran-pelanggaran terhadap syariat agama lebih-lebih dilakukan terang-terangan, seperti berjudi, meminum khi, berzina, dan lainnya. 

يَكُوْنُ خَلْفٌ مِنْ بَعْدِ سِتِّيْنَ سَنَةً اَضَاعُوا الصَّلَاةَ وَاتَّبَعُوا الشَّهَوَاتِ فَسَوْفَ يَلْقَوْنَ غَيًّا ثُمَّ يَكُوْنُ خَلْفٌ يَقْرَؤُنَ الْقُرآنَ لَايَعْدُوْ تَرَاقِيَهُمْ وَيقْرَأُ الْقُرْآنَ ثَلَاثَةٌ مُؤْمِنٌ وَمُنَافِقٌ وَفَاجِرٌ (رواه احمد وابن حبان والحاكم

Artinya: Akan datang suatu generasi sesudah enam puluh tahun, mereka melalaikan salat dan memperturutkan hawa nafsu, maka orang-orang ini akan menemui kecelakaan dan kerugian. Kemudian datang lagi suatu generasi, mereka membaca Alquran, tetapi hanya di kerongkongan (mulut) saja (tidak masuk ke hati) dan semua membaca Alquran, orang mukmin, orang munafik dan orang-orang jahat dan fasik (tidak dapat lagi dibedakan mana orang mukmin sejati dan mana orang yang berpura-pura beriman)” (HR Ahmad, Ibnu Hibban dan al-Hakim).

Dalam riwayat lain dijelaskan bahwa orang-orang yang meninggalkan sholat dan menuruti hawa nafsu disebut ahlul Laban. Merekalah generasi yang disebutkan Rasulullah akan menemui kerusakan dan kebinasaan.

سَيَهْلِكُ اُمَّتِى اَهْلُ الْكِتَابِ وَاَهْلُ الَّلبَنِ قُلْتُ يَارَسُوْلَ اللّٰهِ مَااَهْلُ الْكِتَابِ قَالَ قَوْمٌ يَتَعَلَّمُوْنَ الْكِتَابَ يُجَادِلُوْنَ بِهِ الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا قُلْتُ وَمَا اَهْلُ اللَّبَنِ قَالَ قَوْمٌ يَتَّبِعُوْنَ الشَّهَوَاتِ وَيُضِيْعُوْنَ الصَّلَوَاتِ. (رواه احمد والحاكم عن عقبة بن عامر الجهنى) 

“Akan rusak binasalah sebahagian dari umatku yaitu “Ahlul Kitab” dan “Ahlullaban”. Aku bertanya, “Siapakah “Ahlul Kitab” wahai Rasulullah?” Beliau menjawab, “Mereka ialah orang-orang yang mempelajari Alquran untuk berdebat dengan orang-orang mukmin.” “Lalu, siapa pula “Ahlullaban” itu?” Rasulullah menjawab, “Mereka ialah orang-orang yang memperturutkan hawa nafsu dan meninggalkan sholat” (HR Ahmad dan al Hakim dari ‘Uqbah bin ‘Amir al-Juhhani).

ISLAMDIGEST

Pintu-Pintu Kebaikan

Semua pintu-pintung kebaikan yang kita lakukan–sekecil apapun, hatta sekadar menunjukkan jalan kepada orang yang tak tahu jalan–hakikatnya bernilai sedekah

SEDEKAH selama ini indentik dengan harta yang dikeluarkan untuk berbagai kepentingan di jalan Allah SWT. Sedekah semacam ini tentu hanya bisa dilakukan oleh orang-orang yang punya kemampuan secara finansial.

Lalu bagaimana dengan orang yang tidak mampu alias fakir/miskin? Tentu mereka pun tetap bisa bersedekah dengan cara-cara lain. Cara-cara lain ini pun sejatinya bisa dilakukan oleh semua Muslim, kaya atau miskin.

Dalam hal ini, Jabir bin Abdillah ra. menuturkan bahwa Rasulullah ﷺ . pernah bersabda:

كل معروف صدقة

“Setiap kebaikan adalah sedekah.” (HR Muslim).

Dalam hadis Nabi ﷺ yang lain, sebagaimana dituturkan oleh Abu Musa al-Asy’ari ra., yang diriwayatkan oleh Imam al-Bukhari dan Imam Muslim, Rasulullah ﷺ  menjelaskan bahwa setiap Muslim sejatinya mampu bersedekah.

Jika ia tidak memiliki harta untuk ia sedekahkan, ia bisa bekerja dengan tangannya untuk menafkahi dirinya. Jika ia tidak mampu bekerja atau tidak punya pekerjaan (menganggur), ia bisa menolong orang yang sedang kesulitan. Jika ia tidak mampu, ia bisa melakukan amar makruf nahi mungkar.  Jika ia tidak mampu juga, ia bisa menahan diri dari segala ucapan dan tindakan yang buruk. Semua itu, kata Nabi ﷺ, termasuk sedekah.

Karena itu menurut Abu al-Hasan bin Bathal rahimahulLaah:

المؤمن إذا لم يقدر على بابٍ من أبواب الخير؛ فعليه أن ينتقل إلى باب آخر يقدر عليه؛ فإنّ أبواب الخير كثيرة، والطريق إلى مرضاة الله تعالى غير معدومة

“Seorang Mukmin, jika tak mampu membuka satu pintu kebaikan, ia bisa beralih ke pintu kebaikan yang lain yang mampu ia buka. Sebabnya, pintu-pintu kebaikan itu sangat banyak, dan jalan menuju ridha Allah itu tak terbatas.” (Ibnu Bathal, Syarh Shahih al-Bukhaari, 9/224).

Alhasil, tak ada alasan bagi siapapun untuk tidak bersedekah. Semua pasti bisa. Tentu sesuai dengan kapasitas masing-masing.

Yang pasti, semua ragam kebaikan yang kita lakukan–sekecil apapun, hatta sekadar menunjukkan jalan kepada orang yang tak tahu jalan–hakikatnya bernilai sedekah, yang tak boleh kita sepelekan.*/Arief B. Iskandar, Khadim Ma’had Wakaf Darun Nahdhah al-Islamiyah

HIDAYATULLAH

Apakah Boleh Puasa Tanggal 11 Muharram?

Apakah boleh puasa tanggal 11 Muharram? Tema ini perlu dibahas lantaran masih adanya perdebatan antar ulama terkait kesunnahan berpuasa di tanggal 11 Muharram. 

Perdebatan ini muncul dari perintah Nabi untuk berbeda dengan kaum Yahudi waktu itu yang juga berpuasa pada tanggal sepuluh. Beliau kemudian menganjurkan kepada umat Islam agar supaya berpuasa sehari sebelum dan sesudahnya.

Adapun hadist yang menerangkan kesunnahan puasa pada tanggal 9 dan 10 atau hari Tasuah. Di dalam literatur kitab fikih banyak sekali penjelasan mengenai hukum kesunnahan berpuasa di tanggal 11 Muharram. Namun, kesunnahan ini berlaku kepada orang yang tidak sempat untuk berpuasa pada hari tasuah atau tanggal 9. Hal ini sebagaimana keterangan yang termaktub dalam kitab Fathul Mu`in;

‌والحكمة: ‌مخالفة ‌اليهود، ومن ثم سن لمن لم يصمه: صوم الحادي عشر، بل إن صامه، لخبر فيه.

Artinya; “Adapun hikmahnya adalah berbeda dengan umat Yahudi, maka dari itu disunnahkan untuk berpuasa tanggal 11 sekalipun berpuasa juga di tanggal  9, sebagaimana berdasarkan hadist.”

Keterangan serupa juga dijumpai di dalam kitab I`anatut Thalibin;

(و) لذا يسنّ صوم (الحادي عشر منه)؛ لحصول الاحتياط به كالتاسع، 

Artinya; “Oleh karena itu disunnahkan juga puasa tanggal 11 karena mewujudkan kehati-hatian sebagaimana tanggal  9.

Berdasarkan penjelasan di atas, maka disimpulkan bahwa jawaban apakah boleh puasa tanggal 11 Muharram? Ulama mengatakan hukum berpuasa pada tanggal 11 juga disunnahkan, sebagaimana berpuasa pada tanggal 9 hari Tasu`ah karena tujuan dari berpuasa pada dua tanggal tersebut sebagai pembeda dengan puasa umat Yahudi yang hanya berpuasa pada tanggal 10 atau hari Asyura

Sebagaimana hadist riwayat Imam Ahmad;

صوموا يوم عاشوراء، وخالفوا اليهود، وصوموا قبله يوما، وبعده يوما

Artinya; “Berpuasalah kalian pada hari Asyura dan berbedalah dengan umat Yahudi, dan berpuasalah sebelum hari Asyura dan setelahnya.” (HR. Ahmad).

Dan untuk anggapan bahwa hadist anjuran puasa di tanggal 11 merupakan hadist Dhaif</span></i><span style="font-weight: 400;">  bisa ditentang dengan ijma’ ulama bahwa boleh mengamalkan hadist </span><i><span style="font-weight: 400;">dhaif</span></i><span style="font-weight: 400;"> dalam </span><i><span style="font-weight: 400;">Fadhail amal atau untuk keutamaan amal.

Demikian penjelasan mengenai apakah boleh Puasa tanggal 11 Muharram?. Semoga bermanfaat, Wallahu a`lam.

BINCANG SYARIAH

Politik Kebangsaan Ala Rasulullah

Politik adalah siasat. Politik adalah strategi. Hanya tinggal apakah siasat tersebut semata untuk meraih kekuasaan. Memenangkan satu kelompok saja. Atau lebih dari itu, siasat untuk mengatur kebaikan publik. Menghadirkan kemaslahatan masyarakat. Mewujudkan kebaikan bagi semua anak bangsa. Di titik terakhir ini, Baginda Nabi telah memberikan teladan. Jelas dan terang benderang. Persatuan, persamaan, saling hormat, dan bertindak adil adalah prinsip politik kebangsaan ala Rasulullah. 

Persatuan adalah salah satu kunci sukses dakwah Nabi Muhammad saw. Hal ini terekam jelas dalam sejarah Islam. Sesampainya Nabi hijrah di Yatsrib, banyak langkah strategis dan taktis yang dilakukan. Baik dalam rangka memperkokoh persatuan antar sesama Muslim ataupun dengan masyarakat Yatsrib lainnya. Di internal umat Islam, Nabi Muhammad saw menyatukan kaum Anshar dan Muhajirin.

Di antaranya ialah dengan jalan pernikahan dan persaudaraan. Meskipun awalnya tidak memiliki garis keturunan, Nabi menjalinkan ikatan persaudaraan antar sesama sahabat. Satu dari sahabat Anshar dan satunya dari sahabat Muhajirin.

Sebagai misal adalah ikatan persaudaraan antara Abu Bakar al-Shidiq dengan Kharijah bin Zuhair, Umar bin Khattab dengan Utbah bin Malik, Ja’far bin Abu Thalib dengan Mu’adz bin Jabal, dan Abdurrahman bin Auf dengan Sa’ad bin al-Rabi’. Selain melakukan pertalian persaudaraan, Nabi Muhammad saw juga menekankan pentingnya untuk selalu menjaga tali persaudaraan yang telah ada. Meskipun beda ras dan golongan.

Dalam hadis riwayat Imam al-Bukhari (194-256 H), Rasulullah saw menandaskan bahwa seorang Muslim itu satu dengan yang lainnya adalah saudara. Karena itu, janganlah ia menzaliminya atau membiarkannya terzalimi. Siapa yang memenuhi kebutuhan saudaranya, maka Allah akan memenuhi kebutuhannya. Siapa yang membantu menghilangkan kesulitan yang dialami saudaranya, maka Allah akan menghilangkan kesulitan-kesulitan yang menimpanya di hari kiamat. Siapa yang menutupi aib saudaranya, maka Allah akan menutupi aibnya di hari kiamat. 

Nabi Muhammad saw juga mempelopori persatuan seluruh kabilah yang hidup di Madinah. Perbedaan golongan, suku, dan agama tidak menghalangi untuk bersatu menjaga keamanan kota Madinah. Ikatan persatuan ini tertuang dalam perjanjian Piagam Madinah. Masing-masing agama dan kepercayaan dijamin keamanan dan kebebasannya. Tidak diperkenankan untuk saling cibir dan mengganggu. Apalagi saling bermusuhan dan berperang.

Dalam banyak riwayat hadits, disebutkan bahwa Nabi Muhammad saw juga memiliki hubungan baik dengan beberapa tokoh Yahudi. Di antaranya ialah Mukhairiq dan Abu Syahm. Mukhairiq adalah tokoh Yahudi yang ikut dalam perang Uhud. Bahkan gugur dalam perang yang sengit ini. 

Dikisahkan bahwa saat itu Mukhairiq sempat berpesan, seandainya ia gugur dalam peperangan, maka kebun kurma miliknya harus diberikan kepada Nabi. Benar adanya, dalam kecamuk perang Uhud, Mukhairiq gugur. Kebun kurmanya lantas diserahkan kepada Nabi. Mendengar berita gugurnya Mukhairiq, Nabi Muhammad saw bersaksi bahwa Mukhairiq adalah sebaik-baiknya Yahudi.

 Demikian halnya Abu Syahm, Nabi juga menjalin hubungan baik. Salah satunya ialah Nabi Muhammad saw menggadaikan baju perang kepada Abu Syahm. Baju perang Nabi digadai dengan 30 sho’ gandum. Hingga wafatnya Nabi, baju perang itu masih tergadaikan di sisi Abu Syahm. Baru kemudian Sayidina Ali bin Abi Thalib ra.  yang menebusnya. Kisah ini terdapat dalam hadis sahih riwayat Imam Muslim (204-261 H).

عَنْ عَائِشَةَ قَالَتْ أَنَّ النَّبِيَّ اشْتَرَى مِنْ يَهُودِيٍّ طَعَامًا إِلَى أَجَلٍ وَرَهَنَهُ دِرْعَهُ (رواه البخاري) 

Artinya: Diriwayatkan dari Sayidah ‘Aisyah ra, sesungguhnya Nabi Muhammad saw membeli makanan dari seorang Yahudi dan menggadaikan baju perangnya (H.R. Muslim)

Beberapa kisah ini merupakan contoh nyata bahwa Nabi Muhammad saw mengutamakan persatuan. Perbedaan suku, kabilah, bahkan agama tidak menjadi halangan untuk saling bekerja sama. Khususnya untuk membangun peradaban bersama. Mewujudkan bangsa yang adil dan harmoni.

Tidak pelak, dengan prinsip politik ini, dalam waktu yang relatif singkat, yakni 10 tahun, Nabi mampu menorehkan peradaban baru. Membumikan pesan-pesan mulia agama dalam kehidupan masyarakat kota Madinah dan sekitarnya. Setelah 14 abad berselang, suri teladan apa yang dapat kita petik dari prinsip politik kebangsaan beliau? Terlebih untuk membawa kemajuan bangsa Indonesia?

Persatuan di Tengah Keragaman

Bagi bangsa Indonesia, tahun ini, 2023 adalah tahun politik. Puncaknya 2024 nanti. Untuk melewatinya, tentu butuh kesadaran bersama. Termasuk sadar untuk mengedepankan politik kebangsaan. Bukan semata politik kekuasaan. Tak dapat dimungkiri bahwa Pemilu 2019, terasa berbeda dengan pemilu-pemilu sebelumnya.

Keterbelahan sosial yang terjadi di masyarakat tampak lebih menganga. Terlebih jika dilihat dari perseteruan antar pendukung dua kubu di media sosial. Istilah cebong dan kampret deras mengalir dipertukarkan. Padahal dua istilah ini tidak pantas disematkan untuk sesama anak bangsa. Selain itu, dalam beberapa kesempatan, saling ejek, saling usir, bahkan saling baku hantam sempat terjadi.

Sudah barang tentu, hal ini patut disayangkan. Di tengah proses pematangan demokrasi Indonesia Pasca Reformasi, budaya politik sebagian elit dan masyarakat ternyata belum begitu matang. Tak pelak, ragam cara masih dilakukan untuk mendapatkan legitimasi, seraya mendelegitimasi pihak lain.
Tak terkecuali adalah eksploitasi isu SARA (suku, agama, ras, dan antar golongan). Perbedaan suku, agama, dan ras yang sedari awal menjadi kekayaan bangsa Indonesia berubah menjadi mesiu untuk bermusuhan. Jika sesama anak bangsa tidak segera berbenah, tidak menutup kemungkinan ironi ini akan terulang di pemilu-pemilu selanjutnya. Termasuk Pilpres 2024 nanti. Imbasnya, persatuan Indonesia akan terkoyak dan melemah. 

Memudarnya persatuan Indonesia merupakan sinyal buruk bagi masa depan kemajuan bangsa. Tanpa persatuan, berat rasanya generasi penerus bangsa mewujudkan cita-cita kemerdekaan. Hal ini tentunya bertentangan dengan teladan politik kebangsaan Nabi Muhammad saw di atas. Padahal, mayoritas penduduk Indonesia beragama Islam.

Kesemuanya mengakui bahwa Nabi Muhammad adalah uswatun hasanah, suri teladan terbaik bagi umat. Di titik inilah peran cendekiawan, ulama, dan agamawan sangat penting. Ulama yang menjadi panutan umat harus mampu menjadi garda terdepan dalam membina persatuan dan keutuhan bangsa. Mengarusutamakan politik kebangsaan.

Seharusnya, keberhasilan Nabi dalam mengokohkan persatuan antar sesama Muslim di atas menjadi panduan dan oase inspirasi. Demikian pula, kepeloporan Nabi Muhammad saw dalam mewujudkan persatuan masyarakat Yatsrib. Jika dibandingkan, terdapat kemiripan antara keragaman kota Yatsrib dengan keragaman suku dan agama di Indonesia. Jika keragaman di Yatsrib disatukan Nabi Muhammad saw dengan Piagam Madinah, maka sudah benar adanya jika keragaman Indonesia disatukan dengan semboyan Bhinneka Tunggal Ika dan Pancasila.

Inspirasi Politik Baginda Nabi

Semestinya bangsa ini mencoba membaca kembali gagasan-gagasan yang telah diwariskan oleh para pendiri bangsa. Mereka meninggalkan bekal untuk bangsa ini berupa Pancasila. Dengan kelima silanya, Pancasila merupakan formula yang tepat untuk merekatkan kemajemukan yang ada di negeri ini.

Pada dasarnya, bangsa Indonesia sedari awal mengambil sikap bijaksana, seperti keserasian tanpa menghilangkan kreativitas seseorang, kesediaan mengorbankan kepentingan sendiri demi kepentingan orang lain, tanpa mengharapkan imbalan. Prinsip ini merupakan terjemahan bebas dari pepatah Jawa “sepi ing pamrih, rame ing gawe”.

Karena adanya sikap yang demikian bijaksana dalam dirinya, bangsa Indonesia seharusnya menjadi bangsa pecinta perdamaian dan ramah. Baik dengan sesama anak bangsa atau dengan bangsa lain.

Keragaman tidak harus diseragamkan. Perbedaan tidak harus dihilangkan. Akan tetapi harus dibingkai dengan semangat persatuan. Bentuk implementasi dari dasar negara kita yaitu Pancasila, khususnya sila ketiga. Persatuan Indonesia.

 Di satu sisi, bijak menyikapi keragaman merupakan bukti kuatnya keimanan. Allah ta’ala telah menegaskan dalam al-Qur’an bahwa sudah menjadi sunnatullah manusia diciptakan dalam keragaman suku dan ras. Hanya saja, keragaman ini bukan untuk saling bertikai dan bermusuhan, akan tetapi agar saling mengenal dan belajar. Ujungnya adalah saling menopang untuk bekerja sama mewujudkan kebaikan bersama.

Allah swt berfirman dalam al-Quran, surat al-Hujurat ayat 13:

يَا أَيُّهَا النَّاسُ إِنَّا خَلَقْنَاكُم مِّن ذَكَرٍ وَأُنثَى وَجَعَلْنَاكُمْ شُعُوبًا وَقَبَائِلَ لِتَعَارَفُوا إِنَّ أَكْرَمَكُمْ عِندَ اللهِ أَتْقَاكُمْ إِنَّ اللهَ عَلِيمٌ خَبِيرٌ (الحجرات: 13)

Artinya: “Wahai manusia! Sungguh, Kami telah menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan, kemudian Kami jadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku agar kamu saling mengenal. Sungguh, yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah ialah orang yang paling bertakwa. Sungguh, Allah Maha Mengetahui, Maha Teliti.” (Q.S. Al- Hujurat: 13)

Seperti yang ditegaskan oleh Muhammad  Quraish Shihab dalam Tafsir al-Misbah bahwa ayat 13 surat al-Hujurat adalah pedoman mengenai prinsip dasar hubungan antar manusia. Hal ini didasari pada penggunaan panggilan yang ditujukan kepada manusia dari segi jenisnya, bukan dengan atribut panggilan lainnya.

Setelah memahami manusia sebagai makhluk yang setara dan keutamaan dirinya dilihat dari ketakwaan kepada pencipta-Nya, sudah selayaknya kita sebagai manusia yang hidup dalam sebuah negara menempatkan diri secara adil. Kita bersikap dan bertindak untuk mewujudkan tatanan yang mengarah kepada persatuan.

Kisah-kisah heroik Rasulullah saw di awal tentu bukan sebatas cerita pengantar tidur, tetapi ada nilai-nilai yang bisa kita ambil. Yakni tentang bagaimana menyikapi keragaman. Siasat menjalin tenun keragaman bangsa. Mengutamakan persatuan dan memberikan keadilan bagi semua.

Ujungnya, dapat menumbuhkan sikap menerima satu dengan yang lainnya. Sehingga bisa menumbuhkan semangat kebersamaan. Semangat mengokohkan persatuan untuk kemajuan dan peradaban bangsa. Di titik inilah, politik kebangsaan ala Rasulullah penting kita jadikan sebagai inspirasi bersama.

Demikian penjelasan tentang politik kebangsaan ala Rasulullah. Semoga praktik politik kebangsaan ala Rasulullah ini memberikan manfaat.

BINCANG SYARIAH

Penjelasan Sains Mengapa Air Zamzam tak Habis-Habis

Air zamzam terus mengalir hingga saat ini.

Sumur Zamzam berjarak sekitar 20 meter dari Ka’bah dan kedalamannya melebihi 30 meter. Dalam satu detik, sumur air zamzam bisa memompa sekitar 11 sampai 19 liter.

Dalam literatur Islam, air Zamzam muncul di lembah ketika istri Nabi Ibrahim, Siti Hajar, dan bayi laki-lakinya, sendirian di padang pasir. Saat itu air yang mereka miliki habis setelah sang suami meninggalkannya atas perintah Allah.

Siti Hajar biasa memagari air dan berkata, “Zama Zama” sehingga air itu disebut Zamzam”. Air ini menjadi sumber pengairan bagi para peziarah yang pergi menuju Baitullah dan juga bagi seluruh umat.

Adapun penjelasan ilmiahnya, telah dijelaskan oleh Profesor Geologi dan Sumber Daya Air di Institut Riset Afrika, Abbas Sharqi. Dia memaparkan, ketika ada sumber air yang tidak habis-habis, maka dalam geologi, itu adalah air yang dapat diperbarui.

“Air tanah dibagi menjadi dua jenis. Jenis pertama adalah air terbarukan, yang termasuk dalam sumur Zamzam, dan jenis kedua adalah air yang tidak dapat diperbarui,” kata dia seperti dilansir Arabic Post.

Sharqi menjelaskan, di gurun barat di Mesir, ada reservoir batu pasir Nubia yang terletak di oasis, tetapi dianggap sebagai air yang tidak bisa diperbarui. Air ini jatuh ribuan tahun yang lalu, dan tidak dapat diperbarui.

“Seperti yang telah saya sampaikan, air zamzam adalah jenis air yang terbarukan, dan sumber airnya adalah hujan yang turun di wilayah Makkah Al Mukarramah. Makkah adalah daerah pegunungan yang memiliki lembah, termasuk Wadi Ibrahim yang di dalamnya terdapat sumur Zamzam yang mengalir ke daerah yang lebih rendah,” tuturnya.

Lebih lanjut, Sharqi mengatakan, di wilayah Zamzam, ada endapan sungai setebal 14 meter akibat air hujan yang jatuh di pegunungan. Proses pengendapan di dataran rendah ini berlangsung selama jutaan tahun hingga menyebabkan terbentuknya lapisan sedalam 14 meter di lingkungan Zamzam.

“Dan di dasarnya ada batuan beku padat tetapi karena padat, maka menjadi retak, terpecah atau terbelah,” ujarnya.

Kemudian Sharqi melengkapi penjelasannya dengan mengatakan, air yang tadinya menembus lapisan tersebut, kemudian turun ke bawah bebatuan, lalu berkumpul hingga menjadi mata air.

Sumur Zamzam, lanjut Sharqi, sudah berada di kedalaman sekitar 35 meter, yaitu 14 meter sedimen dan kemudian 21 meter di dalam bebatuan.

“Karena batuannya kuat dan padat, retakan terisi air sesuai kapasitasnya, dan juga dengan turunnya hujan, maka air tersimpan terus-menerus. Air terisi kembali di dalam reservoir,” jelasnya.

IHRAM

PPIH Minta Jamaah Haji Simpan Paspor agar Tidak Hilang

Jamaah haji harus menjaga dokumen perjalanan.

Fase pemulangan jamaah haji Indonesia gelombang kedua sudah berlangsung sejak 19 Juli 2023. Secara bertahap, jamaah diberangkatkan ke Tanah Air melalui Bandara Amir Muhammad bin Abdul Aziz (AMAA) Madinah. 

Setibanya di bandara, jamaah akan menerima kembali paspornya sebagai kelengkapan proses kepulangan. Kepala Daerah Kerja (Daker) Petugas Penyelenggara Ibadah Haji (PPIH) Arab Saud, Haryanto, mengingatkan agar jemaah haji dapat menyimpan paspor tersebut dengan baik agar tidak hilang.

“Hingga hari kelima masa kepulangan dari Bandara Madinah, terjadi tiga peristiwa kehilangan paspor dari 3 kloter yang berbeda. Saya harap jemaah haji bisa menjaga dokumen paspornya dengan baik,” kata dia dalam keterangan yang didapat Republika.co.id, Rabu (26/7/2023).

Ia menyebut paspor jamaah dibagikan kepada pemiliknya segera setelah tiba di Bandara Madinah. Paspor itu dibutuhkan dalam pemeriksaan imigrasi sebelum jemaah masuk ke ruang tunggu pesawat.

Meski demikian, ada saja jemaah haji yang lupa meletakkannya. Padahal, paspor tersebut berfungsi sebagai dokumen kepulangan yang sangat penting.

“Kadang ada yang menitipkan ke orang dekatnya, ada yang lupa, jatuh ketika di paviliun, atau waktu ke kamar mandi. Jamaah haji ada saja yang ketika sampai di paviliun masih sibuk bongkar barang bawaan. Ini salah satu faktor bisa terjadi hilangnya paspor,” ujar Haryanto.

Dari tiga kasus kehilangan paspor, pihaknya segera berkomunikasi dan koordinasi dengan bagian Imigrasi Konsulat Jenderal Republik Indonesia (KJRI) Jeddah, untuk segera menerbitkan Surat Perjalanan Laksana Paspor (SPLP).

Agar kejadian serupa tidak terulang, Haryanto berpesan, menjelang kepulangan setiap jamaah haji hendaknya memeriksa kembali barang bawaannya. Jangan sampai ada barang yang tertinggal, terutama paspor.

Terkait tiga jamaah haji yang kehilangan paspor dan diganti dengan penerbitan SPLP, ia menyebut berasal dari kloter 1 Embarkasi Aceh (BTJ 01), kloter 1 Embarkasi Banjarmasin (BDJ 01), serta kloter 32 Embarkasi Surabaya (SUB 32).

“Alhamdulillah SPLP bisa segera terbit, sehingga mereka bisa ikut terbang bersama kloternya,” lanjut dia.

Di sisi lain, Haryanto mengapresiasi kepatuhan jamaah haji terkait aturan barang bawaan. Menurutnya, tahun ini tidak banyak ditemukan barang bawaan jamaah yang berlebih.

“Untuk pemulangan dari Madinah, barang bawaan relatif aman. Tidak seperti kloter-kloter awal di Bandara Jeddah, masih terdapat barang-barang bawaan yang di-sweeping oleh pihak maskapai penerbangan,” kata dia.

IHRAM

Memanfaatkan dan Membelanjakan Harta di Jalan Allah

Harta  seseorang akan  beralih setelah pemiliknya mati. Hanya yang  ia  belanjakan  di  jalan  Allah  itulah  miliknya  yang akan “hidup”  sesudah  kematiannya, begitulah membelanjakan harta di Jalan Allah 

Hidayatullah.com | HARTA  adalah  kebutuhan  pokok  dalam  kehidupan  dunia yang  merupakan saraf  kehidupan.  Tidak  ada  seorang  manusia  yang  dapat  lepas  dari  harta, tapi bagaimana agar bisa membelanjakan harta di Jalan Allah? 

***

Harta  adalah  kebutuhan  primer  bagi  manusia  di  sepanjang  zaman.  Allah  SwT  menjadikan  harta  sebagai  salah  satu  dari  dua  perhiasan  dalam  kehidupan  dunia  ini.

زُيِّنَ لِلنَّاسِ حُبُّ الشَّهَوٰتِ مِنَ النِّسَاۤءِ وَالْبَنِيْنَ وَالْقَنَاطِيْرِ الْمُقَنْطَرَةِ مِنَ الذَّهَبِ وَالْفِضَّةِ وَالْخَيْلِ الْمُسَوَّمَةِ وَالْاَنْعَامِ وَالْحَرْثِ ۗ ذٰلِكَ مَتَاعُ الْحَيٰوةِ الدُّنْيَا ۗوَاللّٰهُ عِنْدَهٗ حُسْنُ الْمَاٰبِ (١٤)

Dijadikan  indah  bagi  manusia  kecintaan  kepada  apa-apa  yang  diingini,  yaitu:  wanita-wanita,  anak-anak,  harta  yang  banyak  dari  jenis  emas,   perak,  kuda-kuda  pilihan,  binatang-binatang  ternak  dan  sawah  lading.  Itulah  kesenangan  hidup  di  dunia.  Di  sisi  Allah  lah  tempat  kembali  yang  baik.”  (Ali-Imran  [3]:  14).

Harta  adalah  perhiasan  hidup  di  dunia  yang  disukai  oleh  seluruh  manusia  dan  mereka  berusaha  memilikinya  dengan  berbagai  cara.  Harta  secara  terminologi  bahasa  Arab  disebut  Al-Mal  yang  berarti  condong,  cenderung,  dan  miring. 

Oleh  sebab  itu  manusia  itu  cenderung  ingin  memiliki  dan  menguasai  harta.  Sedangkan  menurut  pengertian  etimologi  adalah  sesuatu  yang  dibutuhkan  dan  diperoleh  manusia,  baik  berupa  benda  yang  tampak  seperti  emas,  perak,  binatang,  tumbuh-tumbuhan,  maupun  manfaat  dari  barang  seperti  kendaraan,  pakaian, dan  tempat  tinggal.

Islam  telah  menetapkan  penghormatan  dan  perlindungan  terhadap  harta.  Rasulullah  SaW  telah  melarang  untuk  menyia-nyiakan  harta.  Islam  memandang  harta  sebagai  salah  satu  pilar  utama  dalam  kehidupan  di  dunia  dan  sarana  penghidupan  manusia. 

Islam  tidak  memandang  rendah  terhadap  harta  sebagai  sesuatu  yang  mungkar  atau  haram,  dan  juga  tidak  memujinya  secara  berlebihan.  Islam  memandang  harta  hanya  sebagai  sarana  saja. 

Jika  harta digunakan  secara  baik  maka  akan  menjadi  kebaikan,  dan  jika  digunakan  untuk  kejelekan  maka  menjadi  jelek.

فَاَمَّا مَنْ اَعْطٰى وَاتَّقٰىۙ (٥)  وَصَدَّقَ بِالْحُسْنٰىۙ – ٦فَسَنُيَسِّرُهٗ لِلْيُسْرٰىۗ (٧)  وَاَمَّا مَنْۢ بَخِلَ وَاسْتَغْنٰىۙ (٨) وَكَذَّبَ بِالْحُسْنٰىۙ (٩)  فَسَنُيَسِّرُهٗ لِلْعُسْرٰىۗ (١٠)  وَمَا يُغْنِيْ عَنْهُ مَالُهٗٓ اِذَا تَرَدّٰىٓۙ (١١)

Adapun  orang  yang  memberikan  (hartanya  di  jalan  Allah)  dan  bertakwa,  dan  membenarkan  adanya  pahala  yang  terbaik  (surga),  maka  Kami  kelak  akan  menyiapkan  baginya  jalan  yang  mudah.  Dan  adapun  orang-orang  yang  bakhil  dan  merasa  dirinya  cukup,  serta  mendustakan  pahala  yang  terbaik,  maka  kelak  Kami  akan  menyiapkan  baginya  (jalan)  yang  sukar.  Dan  hartanya  tidak  bermanfaat  baginya  apabila  telah  binasa.”  (QS: Al-Lail  [92]:  5-11)

Harta  bukanlah  tujuan,  akan  tetapi  merupakan  sarana  untuk  menukar  kemanfaatan  dan  memenuhi  kebutuhan.  Maka  barangsiapa  yang  menggunakannya  pada  jalan  ini,  harta  yang  dia  miliki  akan  membawa  kebaikan  baginya  dan  bagi  masyarakat. 

Dan  barangsiapa  yang  menjadikannya  sebagai  tujuan  dan  kenikmatan,  maka  akan  memalingkannya  kepada  syahwat  yang  dapat  membawa  pemiliknya  kepada  kerusakan-kerusakan  dan  memberikan  peluang  kepada  manusia  jalan  kesesatan.

Imam  Ghazali  mengatakan,  “Harta  bagaikan  ular  yang  mempunyai  racun  dan  penangkal,  faedahnya  terdapat  pada  penangkalnya  dan  bahayanya  terdapat  pada  racunnya,  maka  barangsiapa  yang  mengetahui  bahaya  dan  faedahnya,  ia  akan  dapat  mencegah  kejelekannya,  dan  mengambil  manfaat  dari  kebaikannya.”

Harta  merupakan  perhiasan  dunia,  Islam  tidak  menghinakan  harta  sehingga  melepaskannya  dari  tangan-tangan  umat  Islam,  dan  juga  tidak  mengagungkannya  sehingga  menjadi  dambaan  umat  Islam. 

Harta akan  bisa dijadikan sebagai  sarana  untuk  mencapai  kebajikan  jika  pemiliknya menginginkan  kebaikan  darinya.  Allah  SwT  menginginkan  agar  seorang  muslim  menjadi  pekerja  yang  profesional  dan  baik  dalam  memanfaatkan  dan membelanjakan harta,  sehingga  harta  yang  berada  dalam  genggamannya  dapat  digunakan  sebagai  sarana  beribadah  kepada  Allah  SwT.

يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا لَا تُلْهِكُمْ اَمْوَالُكُمْ وَلَآ اَوْلَادُكُمْ عَنْ ذِكْرِ اللّٰهِ ۚوَمَنْ يَّفْعَلْ ذٰلِكَ فَاُولٰۤىِٕكَ هُمُ الْخٰسِرُوْنَ (٩)

“Wahai  orang-orang  yang  beriman,  janganlah  harta-harta  kalian  dan  anak-anak  kalian  sampai  melalaikan  kalian  dari  mengingat  Allah.  Barangsiapa  berbuat  demikian,  maka  mereka  adalah  orang-orang  yang  merugi.”  (Al-Munafiqun  [63]:  9)

إِنَّ هَذَا الْمَالَ خَضِرَةٌ حُلْوَةٌ ، فَمَنْ أَخَذَهُ بِسَخَاوَةِ نَفْسٍ بُورِكَ لَهُ فِيهِ ، وَمَنْ أَخَذَهُ بِإِشْرَافِ نَفْسٍ لَمْ يُبَارَكْ لَهُ فِيهِ كَالَّذِى يَأْكُلُ وَلاَ يَشْبَعُ

Sesungguhnya  harta  ini  indah  dan  manis.  Barangsiapa  mengambilnya  dengan  benar,  dan  meletakkannya  dengan  benar,  maka  dia  sebaik-baik  penolong.  Barangsiapa  mengambilnya  dengan  cara  yang  tidak  benar,  maka  bagaikan  orang  makan  tapi  tidak  kenyang.  (HR.  Bukhari)

Sarana bukan Tujuan

Harta  adalah  sarana  bukan  tujuan,  agar  harta  yang  diperoleh  membawa  keberkahan. Karena itu,  hendaknya  seseorang mencarinya dengan  jalan  yang  halal,  tidak  menahan  orang  berhak  untuk  menerimanya,  tidak  sombong  dan  tidak  berfoya-foya.

Karena menyadari  akan  keagungan  karunia  Allah  yang  diberikan  berupa  harta,  maka, menggunakannya  hahrus dengan  cara  sederhana  dan  seimbang,  tidak  berlebihan  dan  berbuat  kerusakan  dengan  harta  yang  dimiliki. 

Jika  seseorang  keluar  dari  ketentuan  tersebut  maka  ia  akan  mendapatkan  akibat  yang  buruk,  sebagaimana  yang  menimpa  Qarun  dengan  harta  kekayaannya.

Qarun  memiliki  harta  yang  melimpah,  hingga  kunci-kuncinya  tidak  kuat  dibawa  oleh  para  algojo-algojo  yang  kuat.  Harta  kekayaannya  ini  telah  menjadikannya  seorang  yang  memiliki  kedudukan  yang  kuat  dalam  masyarakat. 

Tidak  ada  yang  menyalahkan  dengan  hartanya  itu.  Ia  hanya  diharapkan  agar  mengerti  dan  menyadari  dari  mana  sumber  harta  itu. 

Dan  hendaknya  harta  dan  amalnya  dipersiapkan  untuk  kehidupan  akhirat,  dengan  tetap  menikmatinya  dalam  kehidupan  dunia  secara  sewajarnya.  Akan  tetapi  Qarun  memilih  jalan  kemewahan,  berfoya-foya,  sombong  kepada  Manusia  dan  mengingkari  nikmat  harta  yang  datang  dari  Allah  SwT. 

Dengan  sangat  angkuh  ia  mengatakan  bahwa  harta  yang  dimiliknya  merupakan  hasil  dari  ilmu  yang  di  miliki  dan  usaha  yang  dilakukannya.

قَالَ اِنَّمَآ اُوْتِيْتُهٗ عَلٰى عِلْمٍ عِنْدِيْۗ اَوَلَمْ يَعْلَمْ اَنَّ اللّٰهَ قَدْ اَهْلَكَ مِنْ قَبْلِهٖ مِنَ الْقُرُوْنِ مَنْ هُوَ اَشَدُّ مِنْهُ قُوَّةً وَّاَكْثَرُ جَمْعًا ۗوَلَا يُسْـَٔلُ عَنْ ذُنُوْبِهِمُ الْمُجْرِمُوْنَ (٧٨)

“Dia  (Qarun)  berkata,  “Sesungguhnya  aku  diberi  (harta  itu),  semata-mata  karena  ilmu  yang  ada  padaku.”  Tidakkah  dia  tahu,  bahwa  Allah  telah  membinasakan  umat-umat  sebelumnya  yang  lebih  kuat  daripadanya,  dan  lebih  banyak  mengumpulkan  harta?  Dan  orang-orang  yang  berdosa  itu  tidak  perlu  ditanya  tentang  dosa-dosa  mereka.”  (Al-Qashash  [28]:  78)

Kata-kata  Qarun  adalah  kalimat  tipu  daya  yang  menganggap  bahwa  sebab  dan  sarana  yang  nampak  itulah  sebab  dari  segala  sesuatu,  yang  akan  menentukan  hasil  dari  segala  sesuatu  tanpa  adanya  campur  tangan  faktor  yang  lain. 

Lalu  bagaimana  nasib  Qarun?  Suatu  hari  ia  keluar  di  muka  kaumnya  dengan  kendaraan  yang  besar  dan  perhiasan  yang  banyak,  sambil  membanggakan  pada  kaumnya. 

Maka  Allah  SwT  membenamkan  dirinya,  harta  dan  rumahnya  ke  dalam  bumi.  Sungguh  sebuah  akhir  yang  buruk  yang  patut  diteladani  oleh  orang-orang  yang  berakal.

فَخَسَفْنَا بِهٖ وَبِدَارِهِ الْاَرْضَ ۗفَمَا كَانَ لَهٗ مِنْ فِئَةٍ يَّنْصُرُوْنَهٗ مِنْ دُوْنِ اللّٰهِ ۖوَمَا كَانَ مِنَ الْمُنْتَصِرِيْنَ (٨١)  وَاَصْبَحَ الَّذِيْنَ تَمَنَّوْا مَكَانَهٗ بِالْاَمْسِ يَقُوْلُوْنَ وَيْكَاَنَّ اللّٰهَ يَبْسُطُ الرِّزْقَ لِمَنْ يَّشَاۤءُ مِنْ عِبَادِهٖ وَيَقْدِرُۚ لَوْلَآ اَنْ مَّنَّ اللّٰهُ عَلَيْنَا لَخَسَفَ بِنَا ۗوَيْكَاَنَّهٗ لَا يُفْلِحُ الْكٰفِرُوْنَ  (٨٢)

“Kami  benamkan  Qarun  dan  istananya  ke  bumi.  Tidak  ada  baginya  sekelompok  orang  yang  menolongnya  selain  Allah.  Dia  tidak  termasuk  orang-orang  yang  tertolong.  Orang-orang  yang  kemarin  mengharap  posisi  Qarun  jadi  berkata,  “Demikianlah  Allah  memperluas  rezeki  orang  yang  Ia  kehendaki  dan  mempersempitnya.  Andaikata  tidak  karena  anugerah  Allah  kepada  kita,  maka  kita  akan  tenggelam.  Demikianlah,  tidak  akan  beruntung  orang-orang  yang  kufur.”  (QS: Al-Qashash  [28[:  81-82)

Orang  yang  memiliki  harta  tidak  selamanya  beruntung,  bahagia  dan  selamat  dari  problem  kehidupan.  Bahkan  orang  berharta  seringkali  menghadapi  fitnah  dan  cobaan  dalam  hidupnya. 

Orang  yang  memiliki  harta  diuji  apakah  ia  bersyukur  atau  kufur  akan  nikmat  Allah  SwT.  Harta  adalah  ujian  bagi  orang  yang  memilikinya  secara  berlebihan. 

Manusia  apabila  tidak  mendapatkan  rahmat  Allah  sehingga  berbuat  ibadah  dan  taat  kepada-Nya,  maka  ia  akan  sibuk  dengan  hartanya  dan  melupakan  ibadah.  Harta  membuat  orang  buruk  perangai,  sombong,  dan  membanggakan  dirinya  di  hadapan  manusia  lainnya.

وَاعْلَمُوْٓا اَنَّمَآ اَمْوَالُكُمْ وَاَوْلَادُكُمْ فِتْنَةٌ ۙوَّاَنَّ اللّٰهَ عِنْدَهٗٓ اَجْرٌ عَظِيْمٌ  (٢٨)

“Ketahuilah!  Sesungguhnya  harta-harta  kalian  dan  anak-anak  kalian  adalah  ujian,  dan  sesungguhnya  Allah  memiliki  pahala  yang  besar.  (Al-Anfal  [8]:  28)

Harta  adalah  ujian  dari  Allah  SwT  dan  tidak  sepantasnya  seorang  muslim  memandang  harta  seperti  halnya  Qarun  memandang  harta.  Seluruh  harta  yang  dimiliki  manusia  adalah  milik   Allah  SwT. 

Penguasa  sejati  harta  adalah  Allah  bukan  manusia.  Harta  hanyalah  titipan  dari  Allah  untuk  menguji  hamba-hamba-Nya  yang  sewaktu-waktu  akan  diambil. 

Manusia  adalah  pengganti  dan  wakil  Allah  SwT  dalam  menggunakan  harta  di  dunia.  Manusia  tidak  sepantasnya  menggunakan  harta  kecuali  sesuai  yang  diridhai  Allah  SwT.  Rasulullah  ﷺ pernah bersabda,

ﻳَﻘُﻮﻝُ ﺍﻟْﻌَﺒْﺪُ ﻣَﺎﻟِﻰ ﻣَﺎﻟِﻰ ﺇِﻧَّﻤَﺎ ﻟَﻪُ ﻣِﻦْ ﻣَﺎﻟِﻪِ ﺛَﻼَﺙٌ ﻣَﺎ ﺃَﻛَﻞَ ﻓَﺄَﻓْﻨَﻰ ﺃَﻭْ ﻟَﺒِﺲَ ﻓَﺄَﺑْﻠَﻰ ﺃَﻭْ ﺃَﻋْﻄَﻰ ﻓَﺎﻗْﺘَﻨَﻰ ﻭَﻣَﺎ ﺳِﻮَﻯ ﺫَﻟِﻚَ ﻓَﻬُﻮَ ﺫَﺍﻫِﺐٌ ﻭَﺗَﺎﺭِﻛُﻪُ ﻟِﻠﻨَّﺎﺱِ

“Seorang  hamba  berkata,  “hartaku,  hartaku!”  Sesungguhnya  yang  menjadi  miliknya  dari  hartanya  adalah  tiga:  Apa  yang  ia  makan  dan  sirna,  apa  yang  ia  pakai  dan  usang,  dan  apa  yang  ia  dermakan  akan  terkumpul.  Selain  dari  yang  tiga  itu,  maka  akan  hilang  dan  ia  tinggalkan  untuk  orang  lain.”  (HR.  Muslim).

Harta  seseorang akan  menjadi  milik  ahli  warisnya  setelah  meninggal  dunia,  walaupun  sebelumnya  menjadi  miliknya. 

Apa  yang  ia  belanjakan  di  jalan  Allah  itulah  yang  menjadi  miliknya  dalam  hidup  dan  sesudah  kematiannya. 

Dengan  demikian,  orang  yang  mendermakan  hartanya  di  jalan  Allah  ia  akan  mendapatkan  ridha  Allah  dan  pahala  dari-Nya. 

مَثَلُ الَّذِيْنَ يُنْفِقُوْنَ اَمْوَالَهُمْ فِيْ سَبِيْلِ اللّٰهِ كَمَثَلِ حَبَّةٍ اَنْۢبَتَتْ سَبْعَ سَنَابِلَ فِيْ كُلِّ سُنْۢبُلَةٍ مِّائَةُ حَبَّةٍ ۗ وَاللّٰهُ يُضٰعِفُ لِمَنْ يَّشَاۤءُ ۗوَاللّٰهُ وَاسِعٌ عَلِيْمٌ (٢٦١)

“Perumpamaan  orang-orang  yang  mendermakan  hartanya  di  jalan  Allah  seperti  biji  yang  tumbuh  menjadi  tujuh  batang.  Di  setiap  batang  terdapat  seratus  biji.  Allah  melipatgandakan  pahala  orang  yang  Ia  kehendaki.  Dan  Allah  Maha  Luas  dan  Maha  Mengetahui.”  (Al-Baqarah  [2]:  261)

Allah  SwT  membuat  perumpamaan  orang  yang  mendermakan  hartanya  di  jalan  Allah  seperti  orang  yang  menanam  biji  yang  dari  biji  itu  tumbuh  tujuh  batang  yang  setiap  batangnya  terdapat  seratus  biji. 

Maka  hasil  dari  satu  biji  adalah  tujuh  ratus  biji.  Dan  Allah  melipatgandakan  pahala  orang-orang  yang  ia  kehendaki. 

Begitu  pula  harta  yang  dibelanjakan  di  jalan  Allah,  maka  pahalanya  akan  berlipat  tujuh  ratus  kali.  Allah  SwT  menganjurkan  hamba-hamba-Nya  untuk  cepat-cepat  mendermakan  harta  mereka  di  jalan  kebaikan,  siang  dan  malam,  secara  sembunyi-sembunyi  maupun  terang-terangan. 

Semua  itu  untuk  melebur  dosa-dosa  mereka  dan  mendapatkan  kedudukan  yang  mulia  di  sisi-Nya.

اَلَّذِيْنَ يُنْفِقُوْنَ اَمْوَالَهُمْ بِالَّيْلِ وَالنَّهَارِ سِرًّا وَّعَلَانِيَةً فَلَهُمْ اَجْرُهُمْ عِنْدَ رَبِّهِمْۚ وَلَا خَوْفٌ عَلَيْهِمْ وَلَا هُمْ يَحْزَنُوْنَ (٢٧٤)

“Orang-orang  yang  mendermakan  hartanya  pada  waktu  malam  dan  siang  secara  sembunyi-sembunyi  dan  terang-terangan,  maka  bagi  mereka  pahala  di  sisi  Tuhan  mereka.  Tidak  ada  ketakutan  dan  kesedihan  atas  mereka.”  (Al-Baqarah  [2]:  274)

Harta  yang  didermakan  di  jalan  Allah  SwT  akan  menjadi  buah  amal  di  akhirat.  Seorang  muslim  tidak  akan  rugi  dengan  mendermakan  hartanya,  bahkan  harta  yang  didermakan  di  jalan  Allah  itu  yang  akan   menjadi  penyelamat  dari  siksa  neraka. 

Nabi  ﷺ bersabda  dalam  salah  satu  hadits yang artinya,  “Jika  anak  Adam  meninggal  maka  putuslah   amalnya  kecuali  tiga  hal,  shadaqah  jariyah,  ilmu  yang  dimanfaatkan,  anak  shalih  yang  mendoakan  kedua  orangtuanya.”  (HR.  Bukhari-Muslim). 

Artinya  dengan  tiga  hal  tersebut  manusia  beriman  akan  memiliki  kesinambungan  antara  kehidupan  di  dunia  dan  setelah  dia  meninggal  dunia  menuju  kehidupan  akhirat  karena  berbuat  kebaikan,  termasuk  beramal  jariyah  mendermakan  hartanya  di  jalan  Allah. 

Karenanya  tidak  selayaknya  seorang  muslim  enggan  untuk  memanfaatkan  dan membelanjakan hartanya  di  jalan  Allah  sebab  semua  akan  kembali  kepada  dirinya.  Wallahu  A’lam.*/ Suko  Wahyudi, aktivis Masjid Timuran Yogyakarta

HIDAYATULLAH